DISKUSI
7 :
Pada diskusi 7 merupakan pengembangan
dari materi Sesi 7 tentang Perselisihan Hubungan Industrial dengan
membuat pertanyaan sebagai berikut:
Menurut saudara, apa langkah dan
tahapan-tahapan yang tepat yang harus dilakukan oleh Pekerja/Buruh ketika
terjadi perselisihan hubungan Industrial dengan perusahaan ? sertakan
alasan dasar hukumnya.
PENDAPAT DISKUSI :
Persoalan antara Pekerja dengan Pemberi
Kerja memang cenderung sering terjadi dengan berbagai macam alasan. Namun perlu
diketahui bahwa untuk menyelesaikan
perselisihan khususnya dalam hal ketenagakerjaan itu harus melewati beberapa
tahapan. Secara garis besar, pengaturan mengenai penyelesaian perselisihan
ketenagakerjaan diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI). Dalam PPHI
tersebut dijelaskan bahwa :
“ Perselisihan Hubungan Industrial adalah
perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau
gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh
karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh
dalam satu perusahaan “.
Dimana jenis perselisihan yang termasuk
adalah :
1. Perselisihan hak;
2. Perselisihan kepentingan;
3. Perselisihan pemutusan hubungan kerja;
4. Perselisihan antara serikat
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
Perlu dicatat bahwa berdasarkan UU PPHI,
untuk menyelesaikan perselisihan antara pekerja dan pemberi kerja terdapat
empat cara yaitu : Bipartit, Tripartit, Arbitrase dan
Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Namun, pada perlu diketahui bahwa pada praktiknya mekanisme abitrase kurang
diminati untuk digunakan dalam menyelesaikan perselisihan ini, sehingga hanya
akan dijelaskan mekanisme penyelesaian yang sering digunakan tersebut.
Selanjutnya dalam UU PPHI sudah jelas
mengatur bahwa mekanisme penyelesaian perselisihan tersebut harus dilakukan
secara bertahap. Tahap pertama yang harus dilakukan adalah melalui perundingan
bipartit. UU PPHI mendefinisikan perundingan bipartit sebagai :
“ Perundingan bipartit adalah perundingan
antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk
menyelesaiakn perselisihan hubungan industrial “.
Proses pelaksanaan perundingan bipartit
ini diberikan waktu paling lama 30 hari sejak tanggal dimulainya perundingan.
Apabila dalam waktu perundingan tersebut terdapat salah satu pihak menolak
untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai
kesepakatan maka proses perundingan bipartit dianggap batal sesuai dengan Pasal
3 UU PPHI.
Gagalnya proses perundingan bipartit
menimbulkan hak bagi salah satu pihak atau kedua belah pihak untuk melakukan
tripartit. Pada intinya Tripartit merupakan proses perundingan kedua belah
pihak yang melibatkan pihak ketiga. Dalam UU PPHI ini proses tripartit mencakup
mediasi dan konsiliasi. Pihak ketiga dalam mediasi dan konsiliasi ini pada
umumnya disediakan oleh Dinas Tenaga Kerja (Disnaker).
Apabila Tahapan Tripartit ini juga tidak
menghasilkan perdamaian maka Tahapan selanjutnya adalah membawa perkara kepada
PHI. Pada dasarnya tahapan UU PPHI
berangkat dari hukum antar individu. Oleh karena itu perselesaian yang ingin
diutamakan adalah perselesaian melalui perdamaian oleh kedua belah pihak. Hal
itulah yang membuat adanya persyaratan bagi para pihak untuk mencoba
menyelesaikan melalui bipartit dan tripartit terlebih dahulu.
SUMBER
MENJAWAB :
- Hukum Ketenagakerjaan ; Purbadi
Hardjoprajitno-Saefulloh M Badrun-Tiesnawati Wahyuningsih; ADBI4336;
Universitas Terbuka; Cetakan Ketiga