DISKUSI 3 :
Inflasi
Indonesia pernah
mengalami beberapa kali inflasi dan beberapa kali pula berhasil dalam menangani
inflasi tersebut. Jelaskan peristiwa-perisitiwa inflasi yang pernah terjadi di
Indonesia beserta bagaimana cara penangannya!
PENDAPAT DISKUSI :
Dalam sejarah perekonomian Indonesia, telah terjadi beberapa kali
inflasi. Inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus
menerus dalam jangka waktu tertentu. Indonesia mengalami inflasi tertinggi pada
tahun 1965, yang mencapai lebih dari 600 persen.
Orde Lama :
Pada era Orde Lama di bawah pimpinan Presiden Soekarno, Indonesia
mengalami tiga fase perekonomian, yatu penataan ekonomi pasca-kemerdekaan,
memperkuat pilar ekonomi, dan krisis yang mengakibatkan inflasi.
Pada awal kemerdekaan, kondisi perekonomian Indonesia memang sangat
buruk. Hal ini dibuktikan pada 1950, ketika biaya hidup masyarakat meningkat
hingga 100 persen.
Bahan pangan juga mengalami kenaikan harga yang
kemudian berdampak pada upah para pegawai dan buruh.
Penyebab utama terjadinya inflasi pada saat itu ialah beredarnya tiga
jenis mata uang yang tidak terkendali di pasaran. Mata uang yang berlaku pada
awal kemerdekaan berdasarkan Maklumat Presiden Republik Indonesia pada 3
Oktober 1945 adalah:
·
Uang kertas De Javasche Bank
·
Uang kertas dan logam milik pemerintah Hindia Belanda yang
sudah disiapkan Jepang, yaitu De Japansche Regering
·
Uang kertas milik Jepang, yaitu Dai Nippon emisi 1943 dan Dai
Nippon Teikoku Seibu emisi 1943
Lebih lanjut, pada 1961, menurut hasil pengukuran Badan Pusat Statistik,
pertumbuhan ekonomi di Indonesia berhasil mencapai 5,74 persen hingga 1962.
Namun, pada 1963, pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun menjadi 2,24 persen.
Akibatnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) defisit Rp
1.565, 6 miliar. Hal ini kemudian mengakibatkan terjadinya inflasi tinggi atau
hiperinflasi yang mencapai 600 persen pada 1965.
Beberapa kebijakan yang diterapkan Presiden Soekarno untuk menghadapi
inflasi saat itu adalah:
·
Menurunkan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dari Rp 11,4
menjadi Rp 45 / dollar AS (1959).
·
Membekukan 90 persen Giro dan Deposito di atas Rp 25.000
(1959).
·
Redenominasi atau menurunkan nilai mata uang dan mengeluarkan
uang baru dari Rp 1.000 menjadi Rp 1 (1965).
·
Sanering atau menurunkan nilai uang kertas dari Rp 500
menjadi Rp 50 dan Rp 1.000 menjadi Rp 100 (1965).
Orde Baru :
Soeharto adalah Presiden Indonesia dengan masa jabatan terlama, yaitu 32
tahun sejak 1966 hingga 1998. Sayangnya, ketika Soeharto menjadi presiden
kondisi perekonomian Indonesia sedang tidak baik.
Pada 1967, Presiden Soeharto kemudian mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1967, tentang Penanaman Modal Asing. Lewat UU ini, Indonesia membuka diri
bagi para investor asing untuk menanam modal mereka di Indonesia.
Pada tahun berikutnya, Soeharto juga membuat program Rencana Pembangunan
Lima Tahun (Repelita) yang mendorong swasembada. Program ini pun menaikkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga tembus 10,92 persen pada 1970.
Lambat laun kondisi perekonomian di Indonesia menjadi lebih terarah
dengan sasaran utama memajukan pertanian dan industri. Hingga 1997, pertumbuhan
ekonomi Indonesia terus bergerak ke arah positif, stabil di kisaran 6 persen
hingga 7 persen.
Akan tetapi, selama Soeharto memimpin, kegiatan ekonomi hanya berpusat
pada pemerintah sehingga kondisinya kian lama kian melemah. Saat terjadi gejolak
pada 1998, struktur ekonomi Indonesia yang sudah mulai melemah tidak sanggup
menopang perekonomian nasional.
Saat itu, Bank Indonesia memang sudah ada, tetapi hanya sebagai alat
penutup defisit pemerintah. Ketika BI tidak sanggup menahan gejolak moneter,
krisis dan inflasi pun terjadi hingga 80 persen. Pertumbuhan ekonomi juga
menjadi minus 13,3 persen.
Reformasi :
BJ Habibie :
Ketika BJ Habibie naik tampuk kekuasaan sebagai presiden, ia berhasil
memulihkan kondisi perekonomian Indonesia yang tadinya minus 13,3 persen
menjadi 0,79 persen pada 1999.
Nilai kurs rupiah juga menguat dari yang sebelumnya Rp 16.650 per dollar
AS menjadi Rp 7.000 per dollar AS pada November 1998.
Abdurrahman Wahid :
Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur meneruskan perjuangan Habibie
yang berusaha mendongkrak kembali ekonomi Indonesia pasca-krisis 1998. Secara
perlahan, Gus Dur pun berhasil meningkatkan kembali perekonomian Indonesia yang
mencapai 4,92 persen pada 2000.
Pada saat itu, Gus Dur menerapkan kebijakan desentralisasi fiskal dan
otonomi daerah, yakni pemerintah membagi rata dana yang ada kepada pusat dan
daerah.
Kendati begitu, pada 2001, pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai kembali
menurun menjadi 3,64 persen. Inflasi juga sempat terjadi pada 2001, yakni
sebesar 1,62 persen.
Megawati Soekarnoputri :
Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai presiden sejak tahun 2001 hingga
2004. Di bawah pemerintahan Megawati, Indonesia sempat mengalami beberapa kali
inflasi.
Pada Oktober 2003, terjadi inflasi sebesar 0,55 persen. Dari 43 kota,
ada 39 kota yang mengalami inflasi, sedangkan empat kota lainnya mengalami
deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Padang, yakni sebesar 1,82 persen.
Adapun inflasi terendah terjadi di Bengkulu, yakni sebesar 0,02 persen.
Pada masa ini, inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga pada semua
kelompok barang dan jasa, yaitu:
·
Bahan makanan (1,78 persen).
·
Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau (0,03 persen).
·
Perumahan (0,30 persen).
·
Sandang (0,25 persen).
·
Kesehatan (0,30 persen).
·
Pendidikan, rekreasi, dan olahraga (0,13 persen).
·
Transport dan komunikasi (0, 03 persen).
Susilo Bambang Yudhoyono :
Di bawah pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) inflasi
yang terjadi di Indonesia sekitar 2 persen. Hal ini juga didukung dengan
kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cenderung stabil meskipun sempat
menurun.
Di awal pemerintahan SBY pada 2005, pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah
mencapai 5,69 persen. Bahkan, pada 2008, pertumbuhan ekonomi mencapai di atas 6
persen. Namun, pada 2009, pertumbuhan ekonomi melambat di angka 4,63
persen.
Perlambatan tersebut merupakan dampak krisis finansial global yang tidak
hanya dirasakan oleh Indonesia, melainkan juga negara lain. Meski begitu,
Indonesia masih bisa mempertahankan pertumbuhan ekonomi walaupun bergerak
lambat. Hebatnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga masuk tiga terbaik di
dunia pada tahun itu.
Joko Widodo :
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menjabat selama dua periode, sejak 2014
sampai sekarang. Di bawah pemerintahannya, kondisi pertumbuhan ekonomi
Indonesia sempat melemah menjadi 4,88 persen. Defisit juga semakin melebar
karena impor cenderung naik dan ekspor cenderung turun.
Pada 2017, setelah tiga tahun menjabat, Indonesia mengalami inflasi
sebesar 3,61 persen. Ini tercatat sebagai inflasi tertinggi pada masa
pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Kendati begitu, menurut Ekonom Universitas Indonesia (UI), Lana
Soelistianingsih, inflasi 3,61 persen ini masih dianggap moderat. Kemudian,
menurut data terakhir Juli 2022, inflasi di Indonesia mengalami peningkatan,
yakni menjadi 4,94 persen.
Sumber Menjawab :
Uang dan Perbankan; Suryanto; ADBI4331; Universitas Terbuka; Cetakan Kedua Mei 2023.
Academia, Banawa Sekar. (2020). Satyagraha Bumi Katulistiwa, Bunga
Rampai Diskursus Problematika di Nusantara. Jawa Barat: Guepedia.