DISKUSI 4 : INVESTASI JANGKA PANJANG
Pada diskusi materi Investasi Jangka Panjang kali ini, rekan-rekan Mahasiswa diminta untuk mendiskusikan hal dibawah ini :
Banyak orang berinvestasi pada saham dan obligasi agar bisa memperoleh keuntungan. Jenis investasi tersebut dianggap dapat dijadikan sumber penghasilan utama atau sebagai investasi hari tua. Agar tidak terlalu berisiko, para investor banyak memilih menyeimbangkan saham dan obligasi yang mereka miliki dengan mempertimbangkan analisis terhadap waktu, besarnya risiko, dan tujuan berinvestasi.
Bagaimana menurut pendapat rekan-rekan Mahasiswa atas ‘statement’ tersebut ? Jelaskan pendapat Anda dengan pertimbangan yang mendasarinya.
Note :
- Jangan takut salah dalam menyampaikan pendapat, karena forum diskusi ini akan sangat membantu pemahaman rekan-rekan mahasiswa terhadap materi yang sedang dipelajari.
- Sampaikan pendapat Anda dalam diskusi ini dengan menggunakan bahasa sendiri, karena itu dapat menggambarkan sejauh mana pemahaman Anda atas materi dimaksud, dan akan memudahkan Anda dalam memahami materi yang dipelajari.
Apabila dalam menyampaikan pendapat/argument bukan dari hasil pemikiran sendiri, jangan lupa untuk menyebutkan “sumber”nya.
SELAMAT BERDISKUSI DAN TETAP SEMANGAT UNTUK BELAJAR TERUS
PENDAPAT DISKUSI :
Banyak investor, baik pemula maupun yang sudah
berpengalaman, terjebak dengan pernyataan bahwa berinvestasi di obligasi lebih
aman daripada saham. Hal ini tidak sepenuhnya benar.
Perencana Keuangan Benjamin Graham mengatakan,
seharusnya para bertanya dulu, "tergantung
kondisi dan harganya juga," sebelum
menyatakan mana yang lebih aman.
Sebuah contoh akan memberikan gambaran mengenai
konsep ini. Bayangkan anda punya dua pilihan untuk berinvestasi. Pertama, surat
utang alias obligasi korporasi dengan bunga 8,5% per tahun. Jika perusahaannya
bangkrut, anda berada di baris ketiga yang akan menerima kembali uang anda,
setelah para kreditur dan pemegang saham mendapatkan bagian hasil likuidasi
aset.
Dalam situasi kebangkrutan seperti ini, biasanya
dana para pemegang saham pengendali lebih diutamakan, setelah itu pemegang
saham minoritas terakhir baru para kreditur, termasuk pemegang obligasi. Tetapi
tiap perusahaan bisa juga menerapkan hal yang berbeda. Sebaiknya, anda
benar-benar menghindari adanya situasi bangkrut seperti ini karena sangat
kompleks dan banyak investor baru yang belum sepenuhnya tahu mengenai tata cara
kebangkrutan dalam situasi seperti di atas.
Pilihan kedua, adalah saham di sebuah perusahaan
yang sama sekali tidak punya utang yang diperdagangkan pada p/e rasio 10,
dengan imbal hasil 10%. Manajemennya bagus, penjualan stabil dan tumbuh lebih
tinggi dari inflasi. Jika terjadi sesuatu terhadap perusahaan, maka para pemegang
saham menjadi yang pertama dilayani karena tidak punya utang apalagi pemegang
obligasi.
Dalam situasi seperti ini, anda akan memilih
berinvestasi saham di perusahaan tersebut karena lebih aman ketimbang obligasi.
Jangan terkejut, masih banyak alasan lagi yang menguatkan teori ini.
Berikut beberapa alasan saham lebih aman daripada
obligasi seperti dikutip dari beginnerinvest.com :
1. Risiko saham hampir sama dengan obligasi, tapi
saham akan berada di antrian lebih depan dibandingkan obligasi jika perusahaannya
bangkrut. Pada bukunya keluaran tahun 1934, Graham mengatakan, dalam situasi
yang normal (dalam arti tidak berisiko tinggi), memegang saham sama amannya
dengan obligasi. Jika terjadi sesuatu di perusahaan, dana pemegang saham akan
langsung dikembalikan setelah para karyawan, pemilik lahan, vendor dan
lain-lain mendapatkan bagian likuidasi.
2. Biasanya batas minimal bunga obligasi sekitar
8,5% per tahun tetapi itu belum dipotong pajak, sehingga imbal hasil bersihnya
sekitar 5,53% sudah dipotong pajak pendapatan. Jadi sekitar 35% dari imbal
hasil atau keuntungan yang anda dapat lari ke pajak. Sementara saham, imbal
hasil dari dividen biasanya sekitar 5% dan hanya terkena pajak 15% sehingga
imbal hasil bersihnya sebanyak 4,25%. Jadi selisih antara saham dan obligasi
bukan 3,5% tetapi hanya 1,28%.
3. Jika segalanya berjalan dengan baik, dividen
saham punya potensi ditingkatkan supaya investor bisa menikmati porsi
keuntungan yang lebih tinggi dari laju inflasi. Biasanya ini dilakukan setelah
perusahaan menaikkan harga jual produk dan menikmati lonjakan keuntungan. Hal
ini tidak bisa terjadi di obligasi, karena di awal anda sudah dipatok bunga
tetap yang tidak bisa berubah. Jika tiba-tiba inflasi naik tinggi seperti
krisis tahun 1998, tetap saja bunga yang anda terima sesuai kesepakatan awal.
Jika Tidak Selamanya Lebih Aman Dari Saham,
Kenapa Banyak Orang Mengira Sebaliknya? Jawabannya, karena banyak investor baru
yang tidak bisa membedakan antara volatilitas dan risiko.
Volatilitas adalah sebuah kata yang
menggambarkan pergerakan harga yang sering, cepat dan kadang sangat tinggi atau
sangat rendah. Sebuah saham mungkin naik atau turun sebanyak 50% dalam satu
tahun yang sama.
Volatilitas dan risiko tak selamanya hal yang
sama. Mungkin keduanya masih sulit untuk dibedakan, karena masih banyak orang
yang memilih menghindari volatilitas tersebut. Contohnya, orang lebih senang
mendapat yield 8,5% tiap tahun, meski sebenarnya hanya 5,53% setelah dipotong
pajak, padahal inflasinya sekitar 11%.
Meski tergerus inflasi, banyak orang merasa
nyaman dengan investasi obligasi tersebut karena tidak perlu berjibaku dengan
segala 'roller coaster' seperti yang sering terjadi di investasi saham.
Kesimpulannya, obligasi jaman sekarang sudah
tidak seaman dulu, seperti saham yang sudah sudah tidak terlalu berisiko. Semua
kembali lagi ke pernyataan tadi di awal, "tergantung kondisi dan harganya
juga."
Sumber Referensi :
- BMP ADBI 4335; Sri Daryanti; Akuntansi
Menengah; Universitas Terbuka 2020
- Materi Inisiasi 4 Tutorial Online Mata Kulian
Akuntansi Menengah Universitas Terbuka.
- https://finance.detik.com