PENYELESAIAN SOAL :
PENYELESAIAN SOAL 1 :
Pembicaraan
mengenai perkembangan hak asasi manusia di Indonesia ditandai dengan perdebatan yang sangat intensif dalam tiga periode
sejarah ketatanegaraan, yaitu mulai dari tahun 1945, sebagai periode awal
perdebatan hak asasi manusia, diikuti dengan periode Konstituante (tahun
1957-1959) dan periode awal bangkitnya Orde Baru (tahun 1966-1968). Dalam ketiga periode inilah perjuangan untuk
menjadikan hak asasi manusia sebagai sentral dari kehidupan berbangsa dan
bernegara berlangsung dengan sangat serius., Hal-Hal penting yang menjadi
tonggak perkembangan HAM di Indonesia tersebut adalah sebagai berikut :
Sesuai
dengan pembabakan di atas, pemaparan berikut akan dimulai dengan pembahasan
periode pertama. Pada waktu menyusun konstitusi, Undang-Undang Dasar 1945,
terjadi perdebatan mengenai apakah hak warga negara perlu dicantumkan dalam
pasal-pasal Undang-Undang Dasar? Soekarno dan Supomo mengajukan pendapat bahwa
hak-hak warga negara tidak perlu dicantumkan dalam pasal-pasal konstitusi.
Sebaliknya, Mohammad Hatta dan Muhammad Yamin tegas berpendapat perlunya mencantumkan
pasal mengenai kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikiran
dengan lisan maupun tulisan di dalam Undang-Undang Dasar. Perdebatan dalam
sidang-sidang BPUPKI tersebut merupakan tonggak penting dalam diskursus hak
asasi manusia di Indonesia, yang memberi pijakan bagi perkembangan wacana hak
asasi manusia periode-periode selanjutnya.
Presiden
BJ. Habibie yang ditunjuk Soeharto sebagai penggantinya mengumumkan kabinetnya
sebagai “Kabinet Reformasi”. Presiden yang baru ini tidak punya pilihan lain
selain memenuhi tuntutan reformasi, yaitu membuka sistem politik yang selama
ini tertutup, menjamin perlindungan hak asasi manusia, menghentikan korupsi,
kolusi dan nepotisme, menghapus dwi-fungsi ABRI, mengadakan pemilu, membebaskan
narapidana politik, dan sebagainya. Perhatian pokok buku ini adalah yang
berkaitan dengan wacana hak asasi manusia pada periode reformasi.
Sebagaimana
diketahui, periode reformasi merupakan periode yang sangat “friendly” terhadap
hak asasi manusia. Berbeda halnya dengan periode Orde Baru yang melancarkan
“black-campaign” terhadap isu hak asasi manusia. Presiden B.J. Habibie dan DPR
sangat terbuka dengan tuntutan reformasi, maka sebelum proses amandemen
konstitusi bergulir, presiden lebih dulu mengajukan Rancangan Undang-Undang Hak
Asasi Manusia ke Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas. Pembahasan di Dewan Perwakilan
Rakyat juga tidak memakan waktu yang lama dan pada 23 September 1999 telah
dicapailah konsensus untuk mengesahkan undang-undang tersebut yakni
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang
tersebut dilahirkan sebagai turunan dari Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998
tentang Hak Asasi Manusia.
Contoh Pelanggaran HAM Terberat di Indonesia pasca reformasi : Diantaranya yakni Kerusuhan Mei 1998, Tragedi Trisakti dan
Semanggi, dan Penculikan Para Aktivis Pro Demokrasi.
PENYELESAIAN SOAL 2 :
Menurut Almond budaya politik tak
bisa terlepas dari sitem politik, sistem
politik memiliki tiga komponen penting yang harus ada, yaitu komponen kognitif,
komponen afektif, dan komponen evaluasi. Yang dimaksud dengan komponen kognitif
adalah ilmu dan kepercayaan kepada pemerintah atas segala keputusan yang
diambil untuk memajukan negara. Komponen afektif adalah perasaan tertentu pada
sebuah sistem. Yang dimaksud komponen evaluasi adalah keputusan yang khas yang
menggunakan kombinasi nilai dan syarat nilai yang sudah dimiliki setiap warga
negara.
Manuver elit-elit politik yang berkuasa atas parlemen karena mayoritas dari koalisi partai-partai pendukung pemerintah berhasil meloloskan UU KPK contohnya, adalah bentuk dari penggalangan kekuatan untuk memberi kepercayaan penuh kepada pemerintah untuk mengambil keputusan-keputusan penting untuk memajukan negara dengan meminimalisir penolakan-penolakan agar kerja pemerintah dalam menjalankan pemerintah benar-benar kondusif.
Sementara itu adanya orang-orang tertentu yang secara pribadi berasal dari golongan kaya atau dari dinasti politik yang ada, adalah suatu keniscayaan bahwa keberadaan mereka tidak dapat dihalangi selama mereka memang mengikuti sistem yang ada yang secara demokrasi adalah merupakan hak politik bagi mereka untuk ikut berkuasa / berada di pemerintahan.
PENYELESAIAN SOAL 3 :
Partisipasi politik
sebagai bentuk keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala
keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi hidupnya. dapat juga didefinisikan
sebagai kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam
kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pemimpin atau wakil mereka
yang langsung atau tidak langsung
mempengaruhi kebijakan publik (public policy).
Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, mengahadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota perlemen, dan sebagainya.
Oleh sebab itu, di negara-negara demokrasi pada umumnyadianggap bahwa partisipasi masyarakatnya lebih banyak, maka akan lebih baik. Dalam implementasinya tingginya tingkat partisipasi menunjukkan bahwa warga negara mengikuti dan memahami masalah politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatankegiatan itu. Sebaliknya, tingkat partisipasi yang rendah pada umumnya dianggap sebagai tanda yang kurang baik, karena dapat ditafsirkan bahwa banyak warga tidak menaruh perhatian terhadap masalah.
PENYELESAIAN SOAL 4 :
Makna atau Karakteristik
birokrasi yang umum diacu adalah yang diajukan oleh Max Weber. Menurut Weber,
paling tidak terdapat 8 karakteristik birokrasi, yaitu:
1. Organisasi yang disusun secara hirarkis
2. Setiap bagian memiliki wilayah kerja khusus.
3. Pelayanan publik (civil sevants) terdiri atas orang-orang yang diangkat, bukan dipilih, di mana pengangkatan tersebut didasarkan kepada kualifikasi kemampuan, jenjang pendidikan, atau pengujian (examination).
4. Seorang
pelayan publik menerima gaji pokok berdasarkan posisi.
5. Pekerjaan
sekaligus merupakan jenjang karir.
6. Para
pejabat/pekerja tidak memiliki sendiri kantor mereka.
7. Setiap
pekerja dikontrol dan harus disiplin.
8. Promosi
yang ada didasarkan atas penilaiaj atasan (superior's judgments).
Contohnya dalam rekrutmen Pegawai. Ditinjau secara
politik, karakteristik birokrasi menurut Weber hanya menyebut hal-hal yang
ideal (Teori Ideal Birokrasi); Artinya, terkadang pola pengangkatan pegawai di
dalam birokrasi yang seharusnya didasarkan atas jenjang pendidikan atau hasil
ujian, kerap tidak terlaksana. Ini diakibatkan masih berlangsungnya pola
pengangkatan pegawai berdasarkan kepentingan pemerintah.