DAFTAR ISI
TINJAUAN MATA KULIAH
MODUL 1 : PENGANTAR ISBD : ISBD DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN UMUM, SERTA LATAR BELAKANG DAN ARAH PENGEMBANGAN MBB-ISBD
MODUL 2 : MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA
MODUL 3 : MANUSIA DAN PERADABAN
MODUL 4 : MANUSIA SEBAGAI INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL
MODUL 5 : MANUSIA, KEBERAGAMAN, DAN KESETARAAN
MODUL 6 : MANUSIA, NILAI, MORAL DAN HUKUM
MODUL 7 : SAINS, TEKNOLOGI, DAN SENI BAGI MANUSIA
MODUL 8 : MANUSIA DAN LINGKUNGAN
MODUL 9 : ISBD DALAM TANTANGAN GLOBALISASI
TINJAUAN MATA KULIAH
Dalam rangka membentengi bangsa dari proses dekadensi moral, yang sering keterwujudannya tidak terasa, pemerintah merasa perlu untuk memberikan bekal kepada generasi muda bagaimana selayaknya berkehidupan bermasyarakat itu dilakukan.
Terkait ini diberikanlah mata kuliah Ilmu Sosial Dasar dan Budaya Dasar (ISBD) untuk tingkat perguruan tinggi.
Tujuan dari diberikannya mata kuliah iniadalah untuk memeprluas wawasan mahasiswa tentang fenomena sosial budaya yang ada di masyarakat dan memberikan bekal bagaimana mahasiswa seharusnya berkehidupan bermasyarakat.
MODUL 1 :
PENGANTAR ISBD : ISBD DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN UMUM, SERTA LATAR BELAKANG DAN ARAH PENGEMBANGAN MBB-ISBD
Pada tahun 2006, Bali Pos dalam suatu artikelnya melihat bahwa terpuruknya bangsa dan negara Indonesia dewasa ini tidak hanya disebabkan oleh krisis ekonomi melainkan juga oleh krisis akhlak.
Oleh karenanya, perekonomian bangsa menjadi ambruk, korupsi, kolusi, nepotisme, dan perbuatan-perbuatan yang merugikan bangsa (perkelahian, perusakan, perkosaan, minum-minuman keras, dan bahkan pembunuhan) merajalela.
Keadaan seperti ini terutama krisis akhlak, terjadi karena kesalahan dunia pendidikan, atau kurang berhasilnya dunia pendidikan dalam menyiapkan generasi muda bangsanya. Dunia pendidikan telah melupakan tujuan utama pendidikan yaitu mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara simultan dan seimbang. Dunia pendidikan telah memberikan porsi yang sangat besar untuk pengetahuan, tetapi melupakan pengembangan sikap / nilai dan perilaku dalam pembelajarannya, Sangat meremehkan mata pelajaran yang berkaitan dengan pembentukan karakter.
Kasus di Amerika, Mc Connel melihat general education muncul sebagai suatu reaksi terhadap : 1). Spesialisasi keilmuan yang berlebihan, 2). Kepincangan penguasaan minat-minat khusus dengan perolehan peradaban yang lebih luas, 3). Pengkotak-kotakan kurikulum dan perpecahan pengalaman belajar siswa, 4). Formalisme dalam pendidikan liberal.
Lahirnya program general education di Amerika adalah sebagai suatu reaksi terhadap kecendrungan masyarakat modern yang mendewakan produk teknologi, dan mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Kecendrungan ini adalah dampak dari perkembangan sistem pendidikan sekuler.
Sistem pendidikan sekuler selanjutnya tidak hanya berkembang di Amerika, akan tetapi juga di banyak negara lain di dunia. Di sisi lain kehidupan sosial akan terus mengalami perubahan yang semakin cepat, kompetitif, dan semakin kompleks. Untuk mengantisipasi dampak semakin buruk pada pembentukan diri manusia di masa yang akan datang, dalam era globalisasi yang semakin cepat, terbentuknya program pendidikan umum (general education) di banyak negara di dunia, termasuk Indonesia, menjadi suatu keharusan.
Implikasi dari berlangsungnya proses modernisasi dan lajunya arus globalisasi terhadap perubahan kehidupan sosial budaya yang cepat, kompetitif dan semakin kompleks tentunya menuntut manusia memiliki suatu nilai-nilai dan keterampilan sosial (the social values and skills) yang dapat dijadikan sebagai sarana beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakatnya. Urgensi nilai-nilai dan keterampilan sosial tersebut tidak semata-mata terletak pada masa depan umat manusia dengan ssegala ketidaktentuannya, melainkan sepanjang hidup manusia memang memerlukan nilai-nilai dan keterampilan tersebut sebagai standar dan instrumen utama membentuk masyarakat yang demokratis dan harmonis.
Kebutuhan akan pentingnya nilai-nilai dan keterampilan sosial sebagai akibat dari perubahan situasi yang semakin mengglobal dan kompleks membawa implikasi imperatif bagi pengembangan strategi upaya pendidikan, utamanya pendidikan umum atau di perguruan tinggi yang dikenal dengan Mata Kuliah Umum (MKU).
MKU merupakan wadah pendidikan umum (general education), Keberadaan MKU ditujukan agar mahasiswa tidak berpikiran sempit seolah-olah keilmuan mereka itu segala-galanya demi karier di masa mendatang.
MKU memperluas wawasan dan mempersiapkan bekal nilai untuk kehidupan mahasiswa di masa yang akan datang. Pada dasarnya, secara filosofi, pendidikan itu tidak sekadar untuk mendapatkan pekerjaan (careerism), tetapi untuk menegakkan humanisme demi terbentuknya insan kamil atau manusia seutuhnya.
Tidak sedikit ditemui adanya dosen dan mahasiswa yang memiliki kebanggaan luar biasa terhadap kekhususan ilmunya. Namun, kebanggaan yang keterlaluan akan membuat mahasiswa seperti kuda yang ditutup matanya, yaikni individu-individu yang menjalani kariernya dengan egois, merasa hebat sendiri, tidak perduli akan dunia sekitar, dan asosial. Memang kendala utama bagi suksesnya pendidikan umum adalah fragmantasi dan spesialisasi pengetahuan. Padahal, spesialisasi atau konsentrasi apa pun pada akhirnya akan dipajangkan pada bingkai sosial yang luas.
Ketidakpedulian beberapa dosen dan mahasiswa tersebutlah yang sering kali membawa dampak yang buruk bagi kehiduoan bermasyarakat dan berbangsa di negara kita. Dimana, dalam konteks kekinian Indonesia, kita menyaksikan banyak ilmuwan yang berprilaku asosial dan tidak bermoral, menjadi kriminal terdidik, bahkan ada yang masuk penjara.
Banyak pemimpin dan politisi yang sadar atau tidak sadar berkhianat kepada bangsa dan negara demi ambisi pribadinya. Tidakkah ini semua, salah satunya adalah sebagai akibat dari pengultusan kepada keahlian, kepakaran, dan profesionalisme sempit dan menyepelekan nilai-nilai yang ditanamkan lewat mata kuliah-mata kuliah MKU? Padahal MKU ditujukan untuk mengembangkan aspek kepribadian mahasiswa sebagai individu dan warga masyarakat.
Untuk mengembangkan nilai-nilai dan keterampilan sosil harus menjadi salah satu tujuan dari mata kuliah MKU atau mata kuliah pendidikan umum. Lalu apa yang dimaksud dengan pendidikan umum (general education) itu sendiri? Lalu bagaimana hakikat Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, sebagai salah satu mata kuliah umum (MKU) dalam persfektif pendidikan umum tersebut?
KEGIATAN BELAJAR 1 : HAKIKAT PENDIDIKAN
A. HAKIKAT PENDIDIKAN UMUM
Pendidikan secara sederhana didefinisikan sebagai suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk membentuk dan mengembangkan potensi diri seseorang/sekelompok orang (peserta didik) untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan keterampilan yang diperlukan oleh dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negaranya.
Dengan demikian, pendidikan diarahkan untuk mampu menghasilkan manusia yang unggul secara intelektual, anggun secara moral, kompeten dan menguasai iptek serta memiliki komitmen tinggi untuk berbagai peran sosial.
Membahas tentang pendidikan dalam lingkup sistem pendidikan nasional, haruslah dipahami bersma bahwa tujuan dari sitem pendidikan nasional di Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Menurut Depdiknas RI pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945.
Selanjutnya, menurut UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003, Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.
Pada Pasal 15 UU Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 tertulis bahwa pendidikan nasional kita terdiri dari tujuh jenis pendidikan, yaitu :
1. Pendidikan Umum; merupakan pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat-tingkat akhir masa pendidikan.
2. Pendidikan Kejuruan; merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu
3. Pendidikan akademik; merupakan pendidikan tinggi yang diarahkan terutama pada penguasaan dan pengembangan disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, dan atau seni tertentu (program sarjana san pascasarjana).
4. Pendidikan Profesi; merupakan pendidikan tinggi yang diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus.
5. Pendidikan vokasi; merupakan pendidikan tinggi yang diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki perkerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan program sarjana.
6. Pendidikan keagamaan; merupakan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan ilmu pengetahuan tentang ajaran agama atau menjadi ahli ilmu agama
7. Pendidikan Khusus; merupakan pendidikan yang diselenggarakan bagi peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif. Contohnya; Sekolah Luar Biasa.
Merujuk pada UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, tertulis bahwa pendidikan umum adalah pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat-tingkat akhir masa pendidikan.
Sebagian pakar pendidikan memaknai pendidikan umum sebagai pendidikan nilai (value education), sebagian lain menunjuk pendidikan umum sebagai pendidikan kepribadian (personality education), pendidikan karakter (character building), pendidikan kewarganegaraan, dsb.
Karena adanya unsur pendidikan nilai, pendidikan kepribadian, pendidikan karakter dan pendidikan kewarganegaraan maka pendidikan umum selanjutnya diletakkan sebagai pondasi bagi mahasiswa agar menjadi makhluk sosial dan budaya yang berilmu (memiliki ilmu pengetahuan) dan berwatak, berprilaku serta memiliki tanggung jawab sosial dan budaya yang baik di sepanjang hidupnya.
Untuk itulah, sistem pendidikan nasional menetapkan kewajiban
yang harus dijalankan oleh semua perguruan tinggi di Indonesia, yang dikenal
dengan sebutan Tridarma Perguruan Tinggi. Adapun isi dari Tridarma Perguruan Tinggi adalah bahwa
setiap perguruan tinggi harus menjalankan misi pendidikan, penelitian dan
pengabdian pada masyarakat.
Untuk misi pendidikan, perguruan tinggi harus
menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan personal, kemampuan akademis dan
kemampuan profesional.
Kemampuan personal dimaksudkan agar lulusan suatu perguruan tinggi harus:
1. memiliki komitmen yang tinggi pada nilai-nilai ketuhanan, kemasyarakatan dan kebangsaan
2. memiliki sikap, tingkah laku dan tindakan yang mencerminkan pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
3. memiliki pengetahuan, wawasan dan pandangan yang jauh ke depan
4. memiliki kepekaan dan tanggap terhadap masalah-masalah yang ada dalam kehidupan masyarakat.
Kemudian kemampuan akademis dimaksudkan agar lulusan suatu perguruan tinggi harus memiliki :
1. kemampuan berkomunikasi secara ilmiah, baik lisan maupun tulisan
2. penguasaan terhadap peralatan analisis maupun berpikir logis, kritis, sistematis dan analitis.
3. kemampuan konsepsional untuk mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang dihadapi.
4. kemampuan menawarkan berbagai alternatif pemecahan masalah yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat.
Sedangkan kemampuan profesional lebih mengharapkan agar mahasiswa lulusan perguruan tinggi mampu memiliki pengetahuan yang mendalam sebagai ahli dalam bidang profesinya dan memiliki keterampilan yang tinggi dalam bidang profesinya.
Kemampuan personal dan akademik mahasiswa serta lulusan perguruan tinggi merupakan kemampuan yang harus terus diarahkan oleh semua perguruan tinggi kepada mahasiswanya. Untuk itu, sebagai mahasiswa harus memahaminya sebagai pondasi bagi kita untuk dapat menjalani kehidupan sebagai makhluk sosial dan bgudaya yang berilmu (memiliki ilmu pengetahuan) dan berwatak sosial yang lebih baik disepanjang hidup.
Pendidikan umum adalah pondasi dari segala sesuatu yang berkenaan dengan pendidikan dasar dan pengalaman di perguruan tinggi, meliputi : pengetahuan, keterampilan, perilaku, dan nilai-nilai yang didapatkan dari pelajaran komunikasi, matematika, ilmu pengetahuan sosiall dan alam, serta humanisme. Pendidikan umum tidak dibatasi oleh disiplin ilmudan ia (pendidikan umum) menghormati pertalian antarilmu pengetahuan. Pendidikan umum mengembangkan proses kognitif dalam cara berpikir (pengalasan) yang sangat diperlukan dalam proses belajar efektif dan mandiri. Pendidikan umum menyediakan kesempatan bagi mahasiswa untuk dapat :
1. dapat berpikir logis, kritis, dan kreatif
2. dapat berkomunikasi secara efektif baik oral maupun menulis
3. dapat membaca secara ekstensif dan berprespektif
4. dapat menelusuri nilai moral dan estetik, relasi sosial, dan berpikir kritis dalam hal kemanusiaan
5. dapat mengerti pentingnya institusi sosial, etika, dan norma/nilai, dan bagaimana individu-individu mempengaruhi kejadian dan fungsi dalam institusi-institusi tersebut di dunia
6. dapat menghargai ekspresi kreatif dan estetik dan juga pengaruhnya/implikasi pada individual dan budaya
7. dapat mengekpresikan, mendefinisikan, dan menelusurisecara logis pertanyaan-pertanyaan tentang segala sesuatu dalam/melalui matematika
8. dapat menggunakan teknologi komputer untuk berkomunikasi dan menyelesaikan masalah
9. dapat mendapatkan fakta, konsep, dan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan alam dan sosial, dalam menerapkan proses ilmiah dalam fenomena alam
10. untuk dapat mengartikan pentingnya kesehatan dan nilai-nilai kehidupan manusia.
11. dapat memanifestasikan komitmen untuk belajar di sepanjang kehidupannya.
Dengan mempelajari pendidikan umum, mahasiswa diajak untuk dapat berpikir lebih luas dan mampu mengkaji setiap permasalahan di dalam kehidupannya dengan lebih bijaksana tanpa harus dibatasi dari suatu sudut pandang keilmuan saja. Kita perlu untuk mengerti sedikit banyak tentang berbagai aspek keilmuan, baik sosial, budaya, teknologi, ilmu alam dan sebagainya. Dengan begitu akan mampu untuk membawa pemahaman kritis dan kreatif dengan lebih bijak terutama melihat, memahami, menggali informasi/data, menganalisis dan membuat suatu usulan perbaikan untuk mengatasi masalah yang ada dengan tidak mengabaikan dampak atau akibatnya bagi kehidupan masyarakat dan lingkungan. Prinsipnya jangan memperbaiki yang A, tetapi merusak yang B.
Dengan memahami makna dalam pendidikan umum, sebagai mahasiswa diharapkan akan menjadi manusia-manusia terdidik yang profesional dan ahli di bidangnya tanpa mengabaikan pentingnya melihat pada kondisi sosial budaya dan nilai-nilai moral dalam melakukan pekerjaan atau menjalankan profesi yang akan dipegangnya.
Sejalan dengan urgensi pendidikan umum, Kama Abdul Hakam dalam tulisan yang disampaikan dalam penataran dosen ISBD se Indonesia, Batam 17-19 November 2006 mengatakan bahwa “pendidikan umum” merupakan pendidikan yang harus diberikan pada setiap orang untuk setiap level pembelajaran dengan memberikan makna-makna esensial agar nilai, sikap dan pemahaman serta keterampilan seseorang sebagai pribadi dan anggota masyarakat yang bertanggung jawab serta sebagai warga negara yang demokratis dan berkembang.
Makna-makan esensial yang diberikan dalam pendidikan umum (Phenix) adalah :
1. makna symbolic; meliputi kemampuan memaknai simbol-simbol bahasa dan matematika, termasuk juga simbol-simbol dalam bahasa isyarat, makna simbol dalam upacara-upacara, tanda-tanda kebesaran dan lainnya;
2. makna empirics; artinya kemampuan untuk memaknai benda-benda (alam, hayati dan manusia) dengan mengembangkan kemampuan teoritik, konseptual, analitik, generalisasi berdasarkan fakta-fakta dan kenyataan yang dapat diamati.
3. makna esthetics; meliputi kemampuan memaknai seni termasuk keindahan dan kehalusan serta keunikannya. Kemampuan memaknai ini juga termasuk kemampuan memilih mana seni (baik karya seni, kesenian maupun kesusastraan) yang indah, yang halus dan yang unik.
4. makna ethics; artinya kemampuan untuk membedakan dan memaknai yang baik dan buruk. Dengan kata lain, kemampuan mengembangkan aspek moral, akhlak, perilaku yang luhur, tanggung jawab dan lainnya.
5. makna synoptic; artinya kemampuan berpikir untuk membedakan mana yang benar dan yang salah, juga kemampuan untuk berempati, simpati dan lainnya
6. makna synoptic; artinya kemampuan untuk memaknai agama, filsafat hidup dan hal-hal yang bernuansa spiritual, serta kemampuan memaknai sejarah.
Dengan terinternalisasinya keenam makna esensial tersebut diatas dalam diri tiap-tiap mahasiswa, maka perguruan tinggi dapat menghasilkan para lulusan yang tidak saja terpelajar dan profesional tetapi juga lulusan yang memiliki kepekaan yang tinggi dan kemampuan sosial budaya yang baik untuk dapat memberikan yang terbaik untuk masyarakat dan bangsanya.
Berikut adalah contoh bagaimana makna-makna esensial pendidikan umum diterapkan dalam kehidupan :
Contoh penerapan makna symbolic dalam kehidupan keseharian, misalnya kita tidak bisa begitu saja mengabaikan simbol-simbol budaya yang berkembang. Karena simbol-simbol itu, pada dasarnya memiliki makna bagi yang menggunakannya. Misalnya makna simbol-simbol dalam upacara keagamaan, upacara adat, dll. Contoh penerapan makna empirics, misalnya dalam melakukan suatu pekerjaan, kita diharapkan mampu untuk membaca semua data empirik yang kita temui di lapangan dan mampu menganalisa data-data tersebut sebagai dasar dari tindakan kita selanjutnya.
Contoh penerapan makna esthetics, misalnya saat kita melihat pada suatu hasil karya seni manusia, kita akan mampu menghargainya sebagai suatu karya yang indah. Bukan hanya sesuatu benda tanpa arti, tetapi suatu keindahan yang dihasilkan oleh tangan manusia. Karya seni yang unik bukanlah karya seni yang aneh, tetapi karya seni yang berbeda dari suatu keumuman.
Contoh penerapan makna ethics, misalnya pada saaat kita ingin membuat suatu rencana pembangunan pada suatu daerah, kita harus tahu apakah pembangunan itu memiliki dampak yang baik atau buruk bagi masyarakat sekitarnya.
Contoh penerapan makna syneotic, misalnya pada saat kita melihat suatu masalah penggusuran, kita harus memiliki kemampuan untuk melihat secara objektif dehingga akan memberikan kita pemahaman yang jelas tentang salah dan benar tindakan penggusuran tersebut.
Contoh penerapan makna synoptic, misalnya pada saat kita melihat suatu kepercayaan dari masyarakat tertentu, kita tidak hanya melihatnya sebagai suatu budaya, tetapi harus secara utuhdilihat sebagai sesuatu yang memiliki nilai kesucian bagi masyarakat yang menganutnya sehingga kita akan mampu menghargai dan menghormati kepercayaan dari masyarakat tersebut.
Dengan demikian, penting bagi kita semua memahami makna-makna dalam pendidikan umum untuk menuntun kita menjadi manusia terdidik yang cerdas, terampil, bermoral, bijaksana secara sosial budaya.
Sebagai suatu materi pendidikan, pendidikan umum
tentunya dirancang dengan tujuan tertentu. Adapun tujuan pendidikan umum yang
disampaikan oleh Higher Education Cooperation (Chaster W. Harris)
adalah :
1. Mengembangkan pola tingkah laku seseorang untuk mengatur
kehidupan pribadi dan bermasyarakat berdasarkan prinsip-prinsip etika yang
sejalan dengan ide demokrasi
2. Berpartisipasi secara aktif selaku warga negara
yang terdidik dan bertanggungjawab dalam memecahkan masalah sosial ekonomi dan
politik yang terjadi dalam masyarakat, negara dan bangsa.
3. Menyadari untuk saling ketergantungan sebagai
bagian dari masyarakat dunia dan bertanggungjawab sebagai pribadi untuk
menggalang pengertian dan perdamaian antarbangsa.
4. Memahami fenomena lingkungan alam dimana
seseorang membiasakan berpikir ilmiah, baik dalam menghadapi masalah pribadi
maupun masyarakat serta menghargai implikasi hasil penemuan ilmiah untuk
kesejahteraan manusia.
5. Memahami ide-ide orang lain dan menyampaikan
ide-ide sendiri secara efektif
6. Menjaga emosi secara serasi dan memuaskan untuk
keseimbangan dalam masyarakat
7. Memelihara dan meningkatkan kesehatan sendiri
dan bekerja sama secara efektif dan cerdas dalam memecahakan masalah-masalah
kesehatan masyarakat
8. Memahami dan menikmati kesusasteraan, seni
lukis, musik dan hasil hasil kebudayaan lainnya sebagai ekspresi pengalaman
pribadi maupun masyarakat dan berperan serta dalam batas-batas tertentu dalam
kegiatan kreatif
9. Mencari dan mengenali ilmu pengetahuan serta
sikap sebagai dasar kehidupan keluarga yang lebih berbahagia dan memuaskan
10. Memilih pekerjaan yang lebih berguna secara
sosial dan lebih memuaskan secara pribadi yang memungkinkan menyalurkannya
dengan penuh minat sesuai denagan kemampuan
11. Mencari dan menggunakan keterampilan serta
terbiasa menggunakan pikiran yang kritis dan konstruktif.
Reven, Bell, dan Conant telah menyebutkan salah satu tujuan
pendidikan umum adalah untuk mengembangkan nilai-nilai dan keterampilan
sosial.
Nilai-nilai sosial sangat penting karena berfungsi sebagai acuan
bertingkah laku terhadap sesama, sehingga dapat diterima di masyarakat.
Keterampilan sosial mempunyai fungsi sebagai sarana untuk
memperoleh hubungan yang baik dalam berinteraksi dengan orang lain.
Pengembangan nilai-nilai dan keterampilan sosial merupakan hal yang
harus dicapai pendidikan umum, sebab anak didik merupakan makhluk sosial yang
akan hidup di masyarakat.
Nilai-nilai sosial mempunyai manfaat yang strategis
bagi pembangunan bangsa. Newman memberikan ilustrasi bahwa nilai-nilai
sosial memberikan pedoman bagi warga masyarakat untuk hidup berkasih sayang
dengan sesama manusia, hidup harmonis, hidup disiplin, hidup berdemokrasi, dan
hidup bertanggungjawab.
Raven; bahwa tanpa nilai-nilai sosial suatu
masyarakat dan negara tidak akan memperoleh kehidupan yang harmonis dan
demokratis. Dengan demikian nilai-nilai tersebut mempunyai kedudukan yang sangat
penting bagi masyarakat, bangsa dan negara.
Kedudukan nilai-nilai sosial tercermin dalam sub
nilai. Raven memetahkan nilai-nilai sosial terdiri atas beberapa sub nilai,
yaitu :
(1). Loves (kasih sayang) yang
terdiri atas pengabdian, tolong menolong, kekeluargaan, kesetiaan, dan
kepedulian
(2). Responsibility (tanggung jawab)
yang terdiri atas nilai rasa memiliki, disiplin, dan empati
(3). Life harmony (keserasian hidup)
yang terdiri atas nilai keadilan, toleransi, kerja sama, dan demokrasi.Dengan melihat sub nilai ini nampak jelas bahwa
nilai-nilai sosial sangat penting.
Mari kita lihat bagaimana pendidikan nilai memiliki peranan dalam pendidikan umum, dengan kata lain bagaimana hakikat pendidikan nilai didalam pendidikan umum.
B. HAKIKAT PENDIDIKAN NILAI
Salah satu tujuan dari pendidikan umum adalah untuk
mengembangkan nilai-nilai dan keterampilan sosial peserta didik untuk dapat
hidup bersama dalam suatu masyarakat. Sehingga nilai-nilai yang mendukung
keterampilan sosial individu harus ditanamkan sedemikian rupa didalam
pendidikan umum itu sendiri. Lalu bagaimana nilai-nilai itu harys ditanamkan
dalam tiap diri individu peserta didik?
Sepanjang hidupnya seseorang anggota masyarakat
akan terus mengalami proses penanaman nilai-nilai. Mulai dari bayi, anak-anak,
remaja, dewasa, maupun pada saat seseorang berada pada usia lanjut hingga kahir
masa hidupnya. Proses penanaman nilai-nilai yang terjadi pada diri seseorang
itu disebut sosialisasi.
Sosialisasi didefinisikan sebagai suatu proses
penanaman nilai-nilai pada seorang individu agar ia dapat siap dan mampu untuk
berperan dalam masyarakatnya dengan baik. Nilai-nilai yang ditanamkan tadi
meliputi nilai-nilai bersikap, bertindak, berprilaku, dan berperasaan yang
sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat dimana ia hidup.
Dengan demikian ia diharapkan juga mampu untuk
memiliki nilai-nilai sosial dnan budaya yang dapat menjaga keserasian,
kebersamaan, dan keberlanjutan kehidupan sosial dan budayanya.
Sosialisasi dijalankan oleh apa yang disebut agen
sosialisasi, seperti keluarga, sekolah, kelompok pertemanan, media massa, dll.
Sosialisasi yang dijalankan didalam institusi sekolah secara akademik
dituangkan dalam bentuk pendidikan nilai.
Pendidikan nilai mencakup kawasan budi pekerti, nilai,
norma dan moral. Budi pekerti adalah buah dari budi nurani. Budi
nurani bersumber pada moral. Moral bersumber pada kesadaran hidup
yang berpusat pada alam pikiran. Sesuai dengan kodratnya sebagai Makhluk Tuhan
yang bebas merdeka, didalam diri manusia terdapat kemerdekaan untuk memilih
nilai dan norma yang dijadikan pedoman berbuat, bertingkahlaku dalam hidup
bersama dengan manusia lain.
Nilai adalah gagasan atau konsep yang
dipandang penting dalam hidup (ada pada dunia ide), dan dipandang sebagai
pedoman hidup (ada dalam dunia psycho-spiritual). Nilai juga berhubungan erat
dengan kegiatan manusia dalam memberikan makna terhadap sesuatu dalam
kehidupannya, seperti pemaknaan atas segala sesuatu yang dianggap baik atau
tidak baik, berguna atau tidak berguna, penting atau tidak penting, dan benar
atau tidak benar.
Frondizi; bahwa nilai memiliki polaritas dan
hierarki. Polaritas berarti menampilkan diri dalam dua aspek yaitu positif
dan negatif.Dilain pihak hierarki tersusun secara bergradasi atau bertingkat dari
nilai yang tertinggi (yaitu nilai yang paling diutamakan) sampai nilai yang
terendah (yaitu nilai yang tidak diutamakan) dalam hidup seseorang atau
sekelompok orang/masyarakat. Oleh karena itu dengan “pendidikan nilai”
seseorang diajak untuk menemukan nilai tertinggi yang menjadi pegangan dirinya.
Berikut ini adalah beberapa contoh peng-hierarki-an nilai.
Menurut Max Scheller; tinggi rendahnya nilai dapat terbagi atas nilai kenikmatan, nilai kehidupan, nilai kejiwaan, dan nilai kerohanian.
Prof. Notonegoro; nilai dapat dibedakan atas nilai material, nilai vital, dan terakhir adalah nilai kerohanian. Nilai Material adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas. Nilai Kerohanian adalah segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia, Nilai kerohanian meliputi nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia, nilai keindahan, atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan manusia, nilai kebaikan, atau nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak (karsa) manusia, dan nilai religius (agama) yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak yang bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia.
Nilai terhadap sesuatu dapat dihierarkian atas nilai
material yang memaknai sesuatu karena tingkat kenikmatan material, nilai
kehidupan yang memaknai sesuatu karena pertimbangan pentingnya sesuatu
dalam memenuhi standar kehidupan seseorang, dan nilai spiritual
yang memaknai sesuatu atas keindahan, kebaikan, dan kebenaran yang dinyawai
oleh pandangan tentang moral dan religiusitas.
Kemampuan seseorang dalam menentukan nilai mana
yang paling penting dalam dirinya sangat berpengaruh pada pembentukan karakter
dan keterampilan sosialnya untuk dapat berperan dalam kehidupan bersama di
dalam masyarakat dan negara dimana dia berada. Seperti yang telah dikemukakan
bahwa pendidikan nilai harus dapat mengajak seorang peserta didik untuk dapat
menemukan nilai tertinggi yang menjadi pegangan hidupnya.
Manusia menganggap sesuatu bernilai, karena ia
merasa memerlukannya atau menghargainya. Dengan akal dan budinya manusia
menilai dunia dan alam sekitarnya untuk memperoleh kepuasan diri baik dalam
arti memperoleh apa yang diperlukannya, apa yang menguntungkannya, atau apa
yang menimbulkan kepuasan batinnya. Manusia sebagai subjek budaya, maka dengan
cipta, rasa, karsa, iman, dan karyanya, menghasilkan di dalam masyarakat
bentuk-bentuk budaya yang membuktikan keberadaan manusia dalam kebersamaan di
mana semua bentuk budaya itu mengandung nilai.
Nilai yang menjadi pegangan hidup seseorang terdiri
atas unsur etika, estetika, dan moral. Etika adalah suatu nilai
yang mengatur seseorang atau sekelompok orang dalam bertingkahlaku dan
bertindak sosial. Secara etimologis, etika adalah ajaran tentang baik buruk,
yang diterima umum tentang sikap, perbuatan, kewajiban, dsb. Estetika adalah
nilai yang menggambarkan keindahan. Kedua unsur itulah yang membawa seorang
individu, sebagai makhluk sosial dan makhluk budaya, dapat hidup bersama dalam
hubungan sosial yang berkualitas, bertanggungjawab dan memiliki kesadaran yang
tinggi untuk dapat menghargai satu sama lain.
C. HAKIKAT PENDIDIKAN NILAI DALAM PENDIDIKAN
UMUM
Raven, Bell, dan Conant telah menyebutkan
bahwa salah satu tujuan pendidikan umum adalah untuk mengembangkan nilai-nilai
dan keterampilan sosial. Nilai-nilai sosial sangat penting karena berfungsi
sebagai acuan bertingkah laku terhadap sesama, sehingga anda dapat diterima di
masyarakat.
Bahkan banyak pakar pendidikan memaknai pendidikan
umum sebagai pendidikan nilai (value education), sebagian lain
menunjuk pendidikan umum sebagai pendidikan kepribadian (personality
education), pendidikan karakter (character building), pendidikan
kewarganegaraan, dsb.
Pendidikan nilai itu sendiri mencakup kawasan budi
pekerti, nilai, norma, dan moral. Nilai adalah gagasan atau konsep yang
dipandang penting dalam hidup (ada pada dunia ide) dan dipandang sebagai
pedoman hidup (ada dalam dunia psycho-spiritual). Nilai juga berhubungan erat
dengan kegiatan manusia dalam memberikan makna terhadap sesuatu dalam
kehidupannya, seperti pemaknaan atas segala sesuatu yang dianggap baik dan
tidak baik, berguan atau tidak berguna, penting atau tidak penting, dan benar
atau tidak benar.
Sehubungan dengan hal ini, dapat ditarik kesimpulan
bahwa pendidikan nilai merupakan isi dari pendidikan umum. Dengan
memberikan pendidikan tentang nilai-nilai makakeberhasilan tingkat
penyampaiannya berpengaruh terhadap tingkat pencapaian tujuan pendidikan umum.
Dapat juga dikatakan bahwa pendidikan nilai merupakan bagian dari tujuan
pendidikan umum.
KEGIATAN BELAJAR 2 : HAKIKAT PENDIDIKAN ISBD
A. HAKIKAT ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR
Ilmu pengetahuan berbeda dengan pengetahuan.
Ilmu
Pengetahuan (Science) berarti suatu proses untuk menemukan kebenaran
pengetahuan. Karena itu ilmu pengetahuan harus mempunyai sifat ilmiah.
Poedjawijatna; sifat ilmiah ilmu pengetahuan
adalah objektif, sedapat mungkin universal, bermetodis dan besistem. Ilmu
pengetahuan dapat dikatakan objektif jika ada kesesuaian antara pengetahuan dan
objeknya.
Sedangkan, Pengetahuan (knowledge) adalah
suatu wacana yang berhubungan dengan konsep tahu, yaitu pemahaman terhadap
sesuatu yang bersifat umum dan spontan tanpa perlu penyelidikan.
Secara umum para ahli membagi ilmu pengetahuan atas ilmu pengetahuan
alam, ilmu pengetahuan sosial, dan ilmu pengetahuan budaya. Pengelompokkan
inilah yang mendasari pengembangan mata kuliah Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial
Dasar, dan Ilmu Budaya Dasar.
Latar belakang munculnya mata kuliah Ilmu Sosial Dasar dan Ilmu Budaya
Dasar sekitar tahun 1970-an adalah karena adanya pemikiran untuk mendekatkan
berbagai disiplin ilmu, sehingga dapat mendorong mahasiswa untuk melihat
permasalahan dala masyarakat secara interdisipliner. Kedua mata kuliah ini
memiliki tingkat kompetensi yang sama, yaitu membentuk mahasiswa yang peka
terhadap kondisi sosial dan budayanya, dan memiliki kearifan sosial dan
kearifan budaya dalam menerapkan ilmunya di masyarakat.
Akan tetapi kedua mata kuliah ini sayangnya
dihapuskan. Di sisi lain kondisi di Indonesia semakin menunjukkan kekhawatiran
banyak pihak, dimana banyak ilmuwan yang berprilaku asosial menjadi kriminal
terdidik, bahkan banyak yang mauk penjara. Banyak pemimpin dan politisi yang
sadar atau tidak sadar berkhianat pada bangsa dan negara demi ambisi
pribadinya. Sementara mata kuliah yang seharusnya diberikan untuk membangun
nilai-nilai kearifan sosial dan budaya, sikap demokratis, kebersamaan, serta
kepekaan terhadap kondisi sosial budaya masyarakat seperti ISD dan IBD justru
dihapuskan.
Untuk itu dengan semangat memperbaiki kondisi dan
membangun Indonesia yang lebih baik di tangan generasi penerus, seperti halnya
mahasiswa, maka dikembangkanlah mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Ilmu
Sosial dan Budaya Dasar ini dibnagun dengan visi, misi, dan tujuan dengan
tingkat kompetensi yang sama dengan mata kuliah ISD dan IBD, yaitu mendorong
mahasiswa untuk memiliki kepekaan dan kearifan dalam memandang dan mengatasi
permasalahan sosial dan budaya yang terjadi di masyarakat.
Ilmu Sosial Budaya Dasar, yang lebih kita kenal
dengan singkatan ISBD, adalah suatu ilmu yang memiliki kompetensi penguasaan
pengetahuan tentang keagamaan, kesederajatan, dan kemartabatan manusia sebagai
individu dan makhluk sosial dalam kehidupan bermasyarakat, serta memahami dan
menghormati estetika, etika, dan nilai-nilai budaya yang menjadi pedoman bagi
keteraturan dan kesejahteraan hidup dalam menata hidup kebersamaan dalam
masyarakat.
ISBD memiliki peranan yang penting dalam sistem
pendidikan di Indonesia. Keberadaan mata kuliah ini di tingkat perguruan tinggi
menjadi suatu ilmu dasar yang wajib dimiliki setiap mahasiswa karena
keilmuannnya yang diharapkan dapat menjadikan mahasiswa sebagai makhluk sosial
dan budaya yang baik dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Untuk melihat kedudukan ISBD dalam tataran keilmuan
yang ada, penting bagi kita untuk memahami visi, misi dan tujuan dari ISBD itu
sendiri.
Visi ISBD adalah membentuk mahasiswa sebagai
manusia terpelajar yang kritis, peka, dan arif dalam memahami keragaman dan
kesederajatan manusia yang dilandasi nilai-nilai estetika, etika dan moral
dalam kehidupan bermasyarakat.
Misi ISBD adalah memberikan landasan wawasan
yang luas, serta menumbuhkan sikap kritis, peka dan arif pada mahasiswa untuk
memahami keragaman dan kesederajatan manusia dalam kehidupan bermasyarakat
selaku individu dan makhluk sosial yang beradab serta bertanggungjawab terhadap
sumber daya dan lingkungannya.
Tujuan ISBD adalah :
1. Mengembangkan kesadaran mahasiswa dalam
menguasai pengetahuan tentang keanekaragaman dan kesederajatan manusia sebagai
individu dan makhluk sosial dalam kehidupan bermasyarakat
2. Menumbuhkan sikap kritis, peka dan arif dalam
mehami keragaman dan kesederajatan manusia dengan landasan nilai estetika,
etika, dan moral dalam kehidupan bermasayarakat
3. Memberikan landasan pengetahuan dan wawasan yang
luas serta keyakinan kepada mahasiswa sebagai bekal bagi hidup bermsyarakat
selaku individu dan makhluk sosial yang
beradab dalam mempraktikkan pengetahuan akademik dan keahliannya.
B. HAKIKAT ISBD DALAM PENDIDIKAN UMUM DI
PERGURUAN TINGGI
Disimpulkan ISBD sebagai suatu mata kuliah di
perguruan tinggi yang mengupayakan pembentukan manusia yang memiliki sikap
kritis, peka dan arif dalam melihat, memahami dan mengatasi berbagai masalah
sosial budaya yang terjadi di dalam masyarakat.
Sedangkan pendidikan umum adalah bagian dari
program pendidikan yang diperlukan oleh semua siswa pada tingkat dasar untuk
mengembangkan nilai-nilai, perilaku, pengertian, dan keterampilan umum bagi
semua warga negara, sehingga mampu menjadi individu dan makhluk sosial yang
memiliki estetika, etika dan tanggung jawab moral dalam keilmuan yang
dimilikinya.
Dengan kata lain ISBD memberikan sumbangan atas
tercapainya tujuan pendidikan umum di perguruan tinggi. ISBD menjadi bagian
dari pendidikan umum. Selain ISBD tentu saja terdapat mata kuliah-mata kuliah
lain yang berperan dalam pencapaian tujuan pendidikan umum di perguruan tinggi,
misalnya mata kuliah agama, bahasa indonesia, Pancasila dan kewarganegaraan,
pendidikan lingkungan sosial, budaya, dan teknologi, olah raga, dan kuliah
kerja nyata.
Dengan berbagai mata kuliah yang berisikan
pendidikan nilai seperti juga ISBD, maka institusi perguruan tinggi diharapkan
mampu menghasilkan manusia-manusia terdidik yang memiliki sikap kritis, peka
dan arif dalam memandang, mengahadapi dan mengatasi berbagai masalah sosial
budaya yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dan negaranya.
Dengan demikian perguruan tinggi tidak saja
menghasilkan manusia yang ahli, profesional dan pintar secara akademik, tetapi
juga memiliki nilai-nilai, kepribadian dan karakter yang menjunjung tinggi keragaman,
kesederajatan dan kemartabatan manusia sebagai individu dan makhluk sosial
dalam kehidupan bermasyarakat serta memahami dan menghormati etika, estetika,
dan nilai-nilai budaya yang menjadi pedoman bagi keterautran dan kesejahteraan
hidup dalam menata hidup kebersamaan dalam masyarakat.
Dengan tingkat kompetensi tersebut, maka ISBD
menjadi penting dalam proses pendidikan di perguruan tinggi. Karena pada
hakikatnya ISBD tidak hanya memberikan pengetahuan akan tetapi juga memberikan
tekanan yang lebih besar pada pemahaman dan melatih kepekaan serta menumbuhkan
kearifan dan keterampilan sosial budaya pada mahasiswa.
KEGIATAN
BELAJAR 3 : PENGERTIAN
DAN ARAH PENGEMBANGAN MBB-ISBD
A. PENGERTIAN
MBB-ISBD
Kita diajak untuk memahami pengertian tentang Mata
Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat-Ilmu Sosial Budaya Dasar (MBB-ISBD). Kita
telah membahas sekilas tentang hakikat Ilmu Sosial Budaya Dasar dalam
Pendidikan Umum. Pemahaman anda tentang Ilmu Sosial Budaya Dasar tentunya
menjadi dasar yang baik untuk dapat selanjutnya memahami bagaimana pemahaman
tentang Ilmu Sosial Budaya Dasar dalam mata kuliah Berkehidupan Bermasyarakat.
Mari kita lihat kembali ;
dikatakan bahwa sebagai suatu mata kuliah ISBD memiliki tingkat kompetensi
sendiri. Tingkat kompetisi suatu mata kuliah adalah suatu tingkatan
pembelajaran yang harus dicapai oleh mata kuliah tersebut. Adapun untuk mata
kuliah ISBD, tingkat kompetensi yang diharapkan adalah suatu tingkatan pembelajaran yang harus dicapai oleh mata kuliah tersebut. Adapun untuk mata kuliah ISBD memiliki kompertisi dasar menjadikan mahasiswa sebagai ilmuwan yang profesional, yakni yang berpikir kritis, kreatif, sistematik, dan ilmiah, berwawasan luas, etis, serta memiliki kepekaan dan empati terhadap solusi pemecahan masalah sosial dan budaya secara arif (SK Dirjen Dikti No. 44 Tahun 2006).
Dalam tingkat kompetensi tadi, maka materi
pembelajaran mata kuliah ISBD sebagian besar merupakan materi yang berisikan
tentang pengetahuan, pemahaman dan latihan-latihan tentang nilai-nilai
berkehidupan bermasyarakat.
Sebagai makhluk sosial, tentunya mahasiswa kan
dihadapkan pada berbagai permasalahan yang muncul sebagi implikasi dari
interaksinya dengan orang lain, dengan institusidan masyarakatberkebudayaan
yang lain. Akan tetapi ketidakmampuan manusia untuk hidup sendiri menuntut
manusia untuk mampu hidup secara bersama-sama dalam suatu kelompok
(masyarakat).
Disisi lain, sebagai makhluk budaya, manusia harus mampu mengembangkan budaya bersama yang diakui,
dapat diterima, dan mampu mengatur tiap-tiap unsur anggota masyarakat dalam
ikatan kebersamaan. Untuk itu, agar dapat hidup dalam suatu masyarakat, manusia
(sebagai makhluk sosial dan makhluk budaya) tentunya harus mampu mengembangkan
nilai-nilai yang diharapkan oleh anggota masyarakat yang lain.
Dalam masyarakat yang heterogen, seperti Indonesia,
tentunya sikap individualistis dan diskriminatif bukanlah nilai-nilai
berkehidupan yang diharapkan. Untuk itu perlu dikembangkan nilai-nilai yang
mampu mendukung sikap, perilaku, dan pandangan hidup yang dapat menyelaraskan
kehidupan masyarakat dengan segala keragamannya, seperti keanekaragaman,
kesederajatan, dan kemartabatan setiap manusia sebagai individu dan makhluk
sosial. Dengan demikian, individu-individu manusia yang hidup bersama dalam
suatu ikatan kemasyarakatan dapat hidup bersama dengan saling menghargai dan
menghormati segala perbedaan yang ada.
Nilai-nilai
berkehidupan bersama seperti ini adalah nilai-nilai yang juga menjadi bagian
dari isi mata kuliah ISBD. Untuk itu maka ISBD sering juga disebut sebagai MBB-ISBD,
yaitu Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat-Imu Sosial Budaya Dasar.
Dengan
Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB) ini mahasiswa diharapkan dapat mengembangkan
potensinya sebagai manusia Indonesia yang :
1.
Peka, berwawasan, berdaya nalar tentang lingkungan sosial dan alamnya
2.
Sadar dan memahami hakikat hidup bersama sebagai anggota masyarakat yang
bertanggung jawab terhadaplingkungan (lingkungan sosial maupun lingkungan
alamnya)
3. Berkemampuan adaptasi secara aktif, membina hubungan dengan
lingkungan, baik sosial maupun alam, secara berkelanjutan.
Hal
tersebut sesuai dengan visi dan misi MBB, seperti yang tercantum dalam
Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas RI No.44 Tahun 2006. Mata kuliah
berkehidupan Bermasyarakat (MBB) memiliki visi untuk : “ Membentuk mahasiswa
yang memiliki kepribadian, kepekaan sosial, kemampuan hidup bermasyarakat, pengetahuan tentang pelestarian, pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup, dan memiliki wawasan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni ". ”
Selanjutnya
misi mata kuliah MBB adalah : “ Menumbuhkembangkan daya kritis, daya kreatif, apresiasi, dan kepekaan pada mahasiswa terhadapnilai-nilai sosial dan budaya demi memantapkan kepribadiannyasebagai hidup bermasyarakat selaku individu dan makhluk sosial yang :
1. bersikap demokratis, berkeadaban, dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, bermartabat, serta peduli terhadap pelesatarian sumber daya alam dan lingkungan hidup.
2. memiliki kemampuan untuk menguasai dasar-dasar ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
3. ikut berperan mencari solusi pemecahan masalah sosial budaya dan lingkungan hidup secara arif.
Dengan demikian jelas bahwa MBB-ISBD merupakan mata kuliah dasar yang
menjadi landasan penting bagi mahasiswa di perguruan tinggi untuk kehidupannya
kelak sebagai manusia Indonesia yang terdidik, profesional dan memiliki
keahlian serta bertanggung jawab dan memiliki nilai-nilai dan moral yang luhur.
B.
VISI, MISI, DAN TUJUAN ISBD
Setelah
memahami pengertian tentang MBB-ISBD, maka sejalan dengan pemahaman tentang
Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat-Ilmu Sosial Budaya Dasar (MBB-ISBD)
tersebut, ISBD sendiri memiliki visi dan misinya selaras dengan misi dan visi
MBB. Berikut ini akan dijelaskan visi dan misi ISBD.
1.
Visi dan Misi ISBD
Visi
mata kuliah ISBD adalah : “ Mengembangkan mahasiswa sebagai manusia terpelajar yang kritis, peka, dan arif dalam memahami keragaman, kesetaraan, dan kemartabatan manusia yang dilandasinilai-nilai estetika, etika, dan moral dalam kehidupan bermasyarakat ”
Sedangkan
misi mata kuliah ISBD adalah :
" Memberikan landasan dan wawasan yang luas, serta menumbuhkan sikap kritis, peka, dan arif pada mahasiswa untuk memahami keragaman, kesetaraan, dan kemartabatan manusia dalam kehidupan bermasyarakat selaku individu dan makhluk sosial yang beradab serta bertanggungjawab terhadap sumber daya dan lingkungannya ".
2.
Tujuan ISBD
Berdasarkan
visi misinya tersebut, maka mata kuliah ISBD, secara umum memiliki tujuan untuk
:
1.
mengembangkan kesadaran mahasiswa dalam menguasai pengetahuan tentang
keanekaragaman, kesetaraan dan kemartabatan manusia sebagai individu dan makhluk sosial
dalam kehidupan bermasyarakat
2.
menumbuhkan sikap kritis, peka dan arif dalam memahami keragaman, kesederajatan, dan kemartabatan manusia dengan landasan nilai estetika, etika,
moral dan hukum dalam kehidupan bermasyarakat
3.
memberikan landasan pengetahuan dan wawasan yang luas serta keyakinan kepada
mahasiswa sebagai bekal bagi hidup bermasyarakat, selaku individu dan makhluk sosial
yang beradab dalam mempraktikkan pengetahuan akademis dan keahliannya serta mampu memecahkan masalah sosial budaya secara arif.
Prof. Abdulkadir Muhammad, SH. Secara umum
tujuan ISBD adalah mengembangkan kepribadian manusia sebagai makhluk sosial
(zoo politicon) dan sebagai makhluk budaya (homo humanus),
sehingga mampu menanggapi secara kritis dan berwawasan luas masalah sosial budaya
dan maslah lingkungan sosial budaya, serta mampu menyelesaikan secara halus,
arif dan manusiawi maslah-maslah tersebut.
Secara rinci dijelaskan pula bahwa
didalam
tujuan umum ISBD tersebut diatas terkandung 3 (tiga) rumusan utama, yaitu :
1. pengembangan kepribadian manusia sebagai makhluk
sosialdan makhluk budaya
2. kemampuan menanggapi secara kritis dan
berwawasan luas masalah sosial budaya dan masalah lingkungan sosial budaya
3. kemampuan menyelesaikan secara halus, arif dan
manusiawi masalah-masalah tersebut
Konsep-Konsep dasar yang terdapat pada ketiga
rumusan utama dari tujuan utama ISBD antara lain adalah :
1. manusia sebagai makhluk sosial
2. manusia sebagai makhluk budaya
3. tanggapan kritis
4. wawasan luas
5. masalah sosial budaya
6. masalah lingkungan sosial budaya
Pengertian atas konsep manusia sebagai makhkluk
sosial diartikan bahwa manusia sebagai individu tidak mampu hidup sendiri
dan tidak juga dapat berkembang sempurna tanpa hidup bersama dengan manusia
lainnya. Sedangkan manusia sebagai makhluk budaya diartikan sebagai
makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, karena sejak lahir sudah dibekali
dengan unsur akal, rasa, dan karsa yang membedakannya dengan hewan.
Dengan ketiga unsur lahiriah itu (akal, rasa dan
karsa) manusia akan dapat membentuk budaya yang menjadi pedoman dan
nilai-nilai hidupnya sebagai hasil dari interaksinya dengan manusia lain dengan
mempertimbangkan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana
yang buruk, mana yang berguna dan mana yang merugikan.
Dengan akal, rasa dan karsanya, manusia dituntut
pula untuk dapat berpikir secara kritis dan memberi tanggapan atas pemikirannya
tersebut. Tanggapan kritis sebagai hasil dari pemikiran yang kritis adalah
reaksi akal atau daya tangkap berdasarkan nalar yang tinggi terhadap sesuatu
yang dilihat atau di dengar dari suatu kejadian tertentu.
Dalam konteksnya dengan sosial budaya, tanggapan
kritis merupakan kemampuan memahami suatu masalah secara objektif, tepat
sasaran dan mampu melihat suatu fakta yang tertutupi dengan fakta lain yang
terjadi dalam masyarakat, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan
langkah-langkah penanganan dan mampu menghindari konflik serta dapat mengatasi
permasalahan dengan arif dan manusiawi.
Untuk dapat memberikan tanggapan yang kritis atas
suatu permasalahan, seorang individu tentunya harus didukung dengan wawasannya
yang luas. Wawasan luas adalah kemampuan memandang jauh ke depan
berdasarkan pemikiran yang dalam dan mendasar serta mempertimbangkan keterkaitan
dan dampaknya secara lebih luas.
Apa yang harus ditanggapi dengan kritis dan
berwawasan luas? Dalam konteks ISBD, yang perlu ditanggapi dengan kritis dan
berwawasan luas adalah masalah sosial budaya dan masalah lingkungan sosial
budaya. Apa itu masalah sosial budaya? Lalau apa pula yang dimaksud masalah
lingkungan sosial Budaya?
Masalah sosial budaya adalah peristiwa yang
timbul akibat interaksi sosial dalam kelompok masyarakat dalam usaha memenuhi
suatu kepentingan hidup, yang dianggap merugikan salah satu pihak atau
masyarakat secara keseluruhan. Masalah tersebut bersumberpada “perbedaan
sosial budaya” yang dianggap merugikan kepentingan pihak lain, sehingga
dapat memicu terjadinya konflik. Contoh masalah sosial budaya adalah konflik
antara pengusaha dengan buruh, konflik antar suku bangsa, konflik antarwarga, perkelahian remaja, konflik antarkampung, dan lain-lain.
Sedangkan masalah lingkungan sosial budaya adalah
peristiwa atau kejadian yang timbul akibat perbuatan tidak manusiawi yang
merugikan warga lingkungan sosial budaya. Lingkungan sosial budaya adalah
kelompok sosial budaya yang dalam batas-batas tertentu dan ditata berdasarkan
norma sosial budaya, seperti keluarga, desa, marga, kota, lembaga swadaya
masyarakat, dan kelompok profesi.
Misalnya , masalah maraknya penggunaan narkobadikalangan masyarakat sekarang ini. Narkoba tidak hanya membawa dampak secara individual dari orang yang menggunakannya, lebih luas lagi akan membawa masalah bagi keluarga dan masyarakat luas yang ada di sekelilingnya.
Contoh lain, adalah masalah perilaku membuang sampah dikalangan masyarakat. Kebiasaan membuang sampah di sembarang tempat dan tidak tersedianya sarana dan prasarana pembuangan sampah yang baik tentunya akan menjadi masalah bagi masyarakat di lingkungan tersebut. Tidak hanya masalah kebersihan, tetapi juga masalah kesehatan, relasi soasial antarwarga, dan perilaku masyarakat lainnya.
C. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN ISBD
Menurut ketentuan Surat Keputusan Dirjen Dikti No. 44/Dikti/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu Pelaklsanaan Kelompok Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat di Perguruan Tinggi, substansi kajian ISBD meliputi hal-hal berikut :
1. Pengantar ISBD
2. Manusia sebagai makhluk budaya
3. Manusia sebagai makhluk individu dan sosial
4. Manusia dan peradaban
5. Manusia, keragaman, dan kesederajatan
6. Manusia, nilai, moral, dan hukum
7. Manusia, Sains , Teknologi dan seni
8. Manusia dan Lingkungan
Dengan ruang lingkup materi yang diberikan ISBD ini, maka kajian ISBD akan mencakup masalah sosial dan masalah budaya, serta keberadaan manusia sebagai subjek dan objek dari masalah-masalah tersebut sehingga saat kita dihadapkan pada masalah sosial dan budaya dalam kehidupan kkita, kita diharapkan dapat memiliki wawasan, kepekaan, serta empati terhadap masalah maupun pemecahan masalahnya..
Tiap kajian ini akan dibahas secara lebih jelas dalam Modul 2, Modul 3, dan seterusnya di dalam BMP ISBD ini. Tetapi dalam BMP ISBD ini juga,. Akan diberikan 1 pokok bahasan tambahan yaitu "ISBD dalam Tantangan Globalisasi".
D. METODE PEMBELAJARAN ISBD
Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat-Ilmu Sosial
Budaya Dasar (MBB-ISBD) pada dasarnya adalah sebuah studi tentang fenomena
sosial dan budaya yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Mata Kuliah ini
bukan merupakan ilmu yang membahasa tentang teori-teori sosial dan budaya.Oleh
karena ISBD lebih bersifat pembahasan tentang fenomena sosial budaya, maka
metode pembelajarannya ditujukan untuk melatih kemampuan akan kepekaan, kritis
dan kearifan dalam menangani dan menanggapi segala fenomena sosial budaya yang
terjadi di dalam masyarakat.
Metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk
tujuan tersebut adalah dengan menerapkan pendekatan student centre learning dengan
metode problem based learning. Teknik pembelajaran dengan metode
problem based learning dapat dilakukan dengan teknik yang paling sederhana
sampai pada teknik yang agak kompleks.
Teknik yang sederhana, misalnya anda akan diberikan
suatu kasus (problem) sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat.
Selanjutnya anda diharapkan untuk dapat berdiskusi untuk membahas permasalahan
sosial budaya tadi sesuai dengan teori-teori yang telah anda kuasai. Mulai
dengan menemukan akar permasalahannya, bagaimana permasalahan itu terjadi
(proses berlangsungnya), hingga sampai pada solusi apa yang dapat anda
ditawarkan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Anda sebagai mahasiswa juga
diminta untuk berdiskusi dengan teman-teman anda, baik dari disiplin ilmu yang
sama maupun berbeda, untuk dapat mendekati masalah tersebut secara lebih arif
dan tidak subjektif.
Di sisi lain, teknik
yang agak kompleks, misalnya adalah riset sosial . Pengajar akan meminta anda,
selaku mahasiswa untuk melakukan riset sosial. Dengan teknik ini, mahasiswa
dilatih untuk memiliki keterampilan sosial dengan membangun kepekaan terhadap
permasalahan sosial budaya yang terjadi di dalam masyarakat. Sikap kritis anda
akan terlatih pada proses merencanakan langkah-langkah penelitian,
pertanyaan-pertanyaan yang mahasiswa ajukan dalam proses pengumpulan data, dan
cara anda melakukan observasi. Selanjutnya kemampuan kritis anda dapat dilihat
dari bagaimana anda melakukan analisis atas semua data otentik yang anda
peroleh.
Dalam setiap teknik yang diterapkan kepada
mahasiswa ISBD, anda sebagai mahasiswa diharuskan untuk menghasilkan suatu
detail rekomendasi dan solusi yang dapat diterapkan untuk menghadapi dan
menangani masalah sosial budaya yang menjadi problem based-nya.
Anda dituntut untuk memiliki kearifan dalam melihat permasalahan dan rumusan
detail rekomendasi dan solusi yang anda ajukan. Anda juga dituntut untuk dapat
menghasilkan suatu detail rekomendasi atau solusi yang memperhatikan harkat
hidup orang banyak, dengan mempertimbangkan aspek keragaman dan kesederajatan,
nilai moral dan hukum, dan mempertimbangkan aspek teknologi (iptek) yang
memungkinkan, serta dampaknya bagi kelestarian lingkungan (baik alam maupun
sosial budaya) untuk keberlangsungan hidup masyarakat dan negara. Semakin
tinggi kemampuan anda, sebagai mahasiswa ISBD, untuk mempertimbangkan kesemua
aspek tersebut di atas, maka maikn tinggi pula kemampuan anda untuk menggali
sikap kearifan anda, sebagai makhluk sosial dan budaya, dalam menjalani
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Pada dasarnya berbagai teknik pembelajaran dapat
dilakukan dalam ISBD. Akan tetapi teknik pembelajaran tersebut harus berpegang
pada metode pembelajaran ISBD yang menuntut untuk :
1. menepatkan mahasiswa sebagai subjek-didik, mitra
dalam proses pembelajaran, anggota masyarakat dan warga negara
2. mengupayakan peningkatan kemampuan pemahaman (verstehen)
kepada mahasiswa yaitu para mahasiswa diajak untuk memahami berbagai gejala
yang terjadi dalam kehidupan manusia dalam perspektif masayarakat, kebudayaan
dan lingkungan alam
3. meningkatkan intensitas komunikasi interaktif,
dialog kreatif bersifat partisipatoris, efek deministratif, diskusi, responsi,
telaah kasus, panugasan mandiri, ketimbang ceramah monolog atau komunikasi satu
arah yang bersifat paparan semata.
E. SISTEM EVALUASI PEMBELAJARAN ISBD
Sistem yang digunakan dalam mengevaluasi hasil
pembelajaran ISBD disesuaikan dengan metode dan teknik pembelajaran yang
diterapkan. Dengan metode dan teknik pembelajaran ISBD yang telah dipaparkan
diatas, maka sistem evaluasi yang digunakan dapat mencakup penilaian atas :
1. Knowledge; untuk mengukur tingkat
penegtahuan, wawasan dan kemampuan mahasiswa menjelaskan kembali materi yang
telah disampaikan.
2. Comprehension; untuk mengukur
wawasan, kepekaan dan tingkat kritis mahasiswa dalam mengamati dan menelaah
fenomena sosial budaya secara komprehensif
3. Application; untuk mengukur
kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan materi dari pokok-pokok bahasan yang
diberikan dalam mengamati dan menganalisis fenomena sosial budaya, serta
tingkat kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan nilai-nilai berkehidupan
Bermasayarakat (seperti: nilai-nilai toleransi, kebersamaan, keadilan,
kesetaraan dan kearifan) dalam menghadapi dan mengatasi fenomena sosial budaya.
4. Analysis; untuk mengukur kemampuan
kritis mahasiswa dalam melakukan analisis fenomena sosial budaya dengan
berpegang pada data yang otentik.
5. Synthesis; untuk mengukur
kemampuan kritis mahasiswa dalam mengambil suatu keputusan atas analisis yang
dilakukannya
6. Evaluation; untuk mengukur tingkat kemampuan
manusia dalam mengevaluasi dirinya sendiri selaku makhluk sosial dan malhluk
budaya dalam melihat dan menghadapi fenomena sosial budaya di dalam
masyarakatnya. Bagaimana tingkat kepekaannya, bagaimana kemampuan kritisnya,
dan apakah ia selaku makhluk sosial dan budaya telah memiliki nilai-nilai
Berkehidupan Bermasyarakat seperti : nilai-nilai toleransi, kebersamaan,
keadilan, kesetaraan, dan kearifan.
Dari hasil evaluasi kemampuan mahasiswa (terutama
dalam hal mengukur kemampuan untuk mengevaluasi diri) diharapkan nantinya
manusia mampu secara terus menerus melakukan perbaikan diri untuk menjadi
anggota masyarakat dan warga negara yang berwawasan luas, peka, kritis, arif
dan memiliki nilai-nilai kebersamaan, kesetaraan dan keadilan untuk
kesejahteraan dan keberlangsungan hidup bersama. Dengan demikian anda sebagai
mahasiswa yang telah mengikuti mata kuliah ISBD ini berhasil mencapai tingkat
kompetensi yang ditetapkan untuk mata kuliah ISBD.
Evaluasi ini juga dapat menjadi dasar dari usaha pengembangan mata kuliah ISBD di masa depan. Tentunya dengan melihat apakah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam kompetensi dasar ISBD mampu menghasilkanmahasiswa dan para lulusan yang diharapkan.
Arah pengembangan MBB-ISBD dapat terus dilakukan baik dalam cakupan ruang lingkupnya, metode pembelajarannya, maupun evaluasi pembelajaran yang dapat digunakan lebih lanjut mengikuti perkembangan masyarakat secara nasional maupun internasional.
F. ISBD SEBAGAI ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH SOSIAL BUDAYA
Seperti yang telah dipaparkan di bagian sebelumnya, bahwa tujuan umum ISBD adalah :
1. mengembangkan kesadaran mahasiswa dalam menguasai pengetahuan tentang keanekaragaman, kesetaraan dan kemartabatan manusia sebagai individu dan makhluk sosial dalam kehidupan bermasyarakat
2. menumbuhkan sikap kritis, peka dan arif dalam memahami keragaman, kesederajatan, dan kemartabatan manusia dengan landasan nilai estetika, etika, moral dan hukum dalam kehidupan bermasyarakat
3. memberikan landasan pengetahuan dan wawasan yang luas serta keyakinan kepada mahasiswa sebagai bekal bagi hidup bermasyarakat, selaku individu dan makhluk sosial yang beradab dalam mempraktikkan pengetahuan akademis dan keahliannya serta mampu memecahkan masalah sosial budaya secara arif.
Sebagai suatu mata kuliah yang memberikan penanaman nilai-nilai dan pengetahuan secara bersamaan tentang berkehidupan bermasyarakat yang baik dan bertanggung jawab, ISBD dapat dimanfaatkan untuk modal dasar berpikir dalam mencari alternatif dalam menyelesaikan masalah sosial budaya. Kebijakan atau langkah-langkah penyelesaian masalah sosial budaya harus didasarkan sikap kritis, peka dan arif dalam memahami keragaman, etikakesederajatan, dan kemartabatan manusia dengan landasan nilai estetika, etika, dan moral dalam kehidupan bermasyarakat.
ISBD membuka wawasan seseorang akan masalah-masalah sosial budaya yang ada dengan mengasah kemampuan bersikap kritis, peka, dan arif dalam meahami keragaman, kesederajatan dan moral dalam kehidupan bermasyarakat, dengan juga mempertimbangkan kearifaan lokal dan tanggung jawab sosial sebagai makhluk sosial dan makhluk budaya.
Dengan demikiabn, wawasan terhadap ilmu pengetahuan dan pemahaman atas sikap dan nilai-nilai yang ada dalam ISBD dapat dimanfaatkan oleh anda untuk upaya mencari penyelesaian masalah sosial budaya yang akan anda hadapi kelak dalam kehidupan anda di masa yang akan datang.
MODUL 2 :
MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA
Apakah seorang individu itu benar-benar pribadi yang unik? Sejauh mana latar belakang budaya seorang individu memberi pengaruh pada tindakan dan kep[utusan yang ia ambil? Tidak dapat dipungkiri, setiap individu memiliki karakter masing-masing yang unik, yang membedakan dirinya tersebut dengan yang lain.
Namun, sebagai anggota dari suatu kelompok masyarakat, perilaku dan kebiasaan individu juga dipengaruhi oleh latar belakang budayanya. Tidak heran jika individu yang menjadi anggotas kelompok budaya yang sama memiliki kesamaan perilaku dan kebiasaan.
Untuk membuktikan hal tersebut, coba anda perhatikan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di lingkungan sekitar anda. Anggota kelompok budaya yang sama, cenderung mempraktikkan kebiasaan-kebiasaan yang relatif sama. Kita akan menemukan perbedaan jika membandingkan kebiasaan-kebiasaan anggota kelompok budaya yang satu dengan yang lain.
Contohnya saja, kebiasaan yang dilakukan ketika bertemu atau berpisah dengan anggota keluarga, kerabat, atau teman. Di Indonesia saja, kita dapat menemui beberapa perbedaan. Misalnya, ada yang lebih suka bersalaman, ada juga yang biasa menangkupkan kedua tangan di depan dada. Jika bertemu dengan seseorang yang lebih tua, seseorang biasanya akan mencium tangan untuk menunjukkan penghormatan. Kebiasaan berbeda dimiliki oleh anggota kelompok budaya lain. Di Belanda misalnya, anggota keluarga, kerabat, atau teman akan saling menempelkan pipi sebanyak tiga kali ketika bertemu atau berpisah. Lain lagi dengan kebiasaan masyarakat Jepang, yang saling menunduk untuk menunjukkan penghormatan, juga ketika berjumpa dan berpisah.
KEGIATAN BELAJAR 1 : MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA
A. KONSEP-KONSEP DASAR MANUSIA
Kita sering mendengar kata kebudayaan baik dalam pengertian yang sempit maupun dalam pengertian yang luas, baik dalam pengertian orang awam maupun dalam pengertian keilmuan. Dalam pengertian sempit kebudayaan sering diartikan sebagai adat tradisi atau kebiasaan sehingga sering kali di contohkan dengan upacara adat. Untuk pengertian lebih luas kebudayaan sering kali dipahami sebagai cara manusia mengelola kehidupannya, contohnya adalah adaptasi masyarakat terhadap lingkungan alam.
Kebudayaan juga sering dipahami secara awam, dimana ornag orang awam menyebutkan kesenian, rumah adat, upacara adat atau bangunan kuno sebagai kebudayaan. Namun bagi para ahli kebudayaan, mereka selalu berusaha memberikan rumusan dalam rangka menyajikan pengertian kebudayaan secara lebih menyeluruh.
Kebudayaan berasal dari kata buddhayah (sansekerta) yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Kebudayaan dapat diaertikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal. Kata kebudayaan memiliki padanan kata dari beberapa bahasa lain yaitu culture (inggris), cultuur (Belanda), tsaqafah (arab), dan colere (Latin) yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan,
Konsep kebudayaan pertama kali dikembangkan menjelang akhir abad ke-19, namun E. B. Taylor merupakan tokoh pertama yang memberikan definisi yang jelas dan menyeluruh pada tahun 1871. Sejak jaman itu banyak sekali muncul definisi tentang kebudayaan. Inventarisasi Kroeber dan Kluckhohn pada tahun 1950-an menunjukkan terdapat lebih dari seratus definisi kebudayaan. Supartono mencatat pada tahun 1992 terdapat 170 buah definisi kebudayaan dan catatan terakhir dari Manan menyebutkan terdapat 350 buah definisi. Beberapa definisi tersebut diantaranya :
Edward B. Taylor :
Kebudayaan adalah kompleks keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral, kebiasaan, serta lain-lain kecakapan dan kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Kluckhohn dan W.H. Kelly :
Kebudayaan adalah pola untuk hidup yang tercipta dalam sejarah, yang eksplisit, implisit, rasional, irrasional, yang terdapat pada setiap waktu sebagai pedoman-pedoman yang potensial bagi tingkah laku manusia.
Clifford Geertz :
Kebudayaan adalah sistem makna dan simbol yang diatur dalam rangka interaksi sosial.
Ralp. Linton :
Kebudayaan adalah sejumlah total pengetahuan, sikap dan pola-pola tingkah laku yang dibiasakan, yang dibagikan, dan ditransmisikan oleh anggota dari masyarakat tertentu
Kroeber :
Kebudayaan adalah reaksi motorik, kebiasaan, teknik, gagasan dan nilai yang dipelajari dan ditransmisikan secara massal serta tingkah laku yang dipengaruhinya.
Googenough :
Kebudayaan mengacu pada sistem pengetahuan dan kebudayaan yang diorganisasikan di mana orang-orang menstrukturkan pengalaman dan persepsi mereka, memformulasikan aktivitas-aktivitasnya, serta memilih di antara berbagai alternatif.
Keesing dan Keesing :
Kebudayaan adalah fenomena yang dapat diamati, yaitu pola-pola kehidupan di dalam komunitas yang berulang secara reguler serta pengaturan material dan sosial.
Eugene A. Nida :
Kebudayaan adalah perilaku manusia yang diajarkan terus menerus dari satu generasi ke generasi berikutnya.
J. Verkuyt :
Kebudayaan sebagai sesuatu yang diajarkan manusia dan segala sesuatu yang dibuat oleh manusia.
Ki Hajar Dewantoro :
Kebudayaan berarti buah budi manusia yaitu hasil perjuangan manusia terhadap pengaruh kuat dari alam dan zaman (Kodrat dan masyarakat), yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
Robert H. Lowie :
Kebudayaan adalah segala sesuatu yang diperoleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistik, kebiasaan makan, serta keahlian yang diperoleh bukan dari kreativitasnya sendiri melainkan warisan masa lampau yang didapat melalui pendidikan formal atau informal.
Koentjaraningrat :
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar.
Rafael R. Maran :
Kebudayaan adalah cara khsa manusia membangun alam guna memenuhi keinginan-keinginan serta tujuan hidupnya, yang dilihat sebagai proses humanisasi.
Terlihat diatas masing-masing definisi tidak mewakili pengertian kebudayaan secara menyeluruh. Masing-masing definisi hanya menyentuh sebagian dari pengertian kebudayaan. Apabila kita gabung pengertian-pengertian tersebut maka kita akan memiliki pengertian tentang kebudayaan secara lebih lengkap.
Kita lihat memang tidak mudah mendefiniskan kebudayaan, namun tidak berarti kita tidak dapat menangkap essensinya. Pada dasarnya pengertian kebudayaan meliputi sistem gagasan, sistem kelakuan dari hasil karya. Berbagai definisi diatas juga menunjukkan bahwa terdapat kebudayaan yang dapat kita lihat dan amati maupun yang tidak.
Terkait dengan hal ini, Koentjaraningrat mengemukakan bahwa kebudayaan memiliki tiga wujud yaitu :
1. Wujud Kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
Wujud pertama ini merupakan wujud idela dari kebudayaan. Sifat abstrak, tidak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada di dalam kepala-kepala, atau dengan kata lain, dalam alam pikiran warga masyarakat di mana kebudayaan bersangkutan itu hidup. Kalau warga masyarakat tadi menyatakan gagasan mereka dalam tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal sering berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat yang bersangkutan.
Sekarang kebudayaan-kebudayaan juga banyak tersimpan dalam disk, arsip, koleksi mikro film, kartu komputer, vcd, dsb. Ide-ide dan gagasan-gagasan manusia banyak yang hidup bersama dalam suatu masyarakat, dan memberi jiwa kepada masyarakat itu. Gagasan-gagasan itu tidak berada lepas satu dari yang lain, melainkan selalu berkaitan menjadi suatu sistem. Sistem ini disebut sistem budaya atau cultural system.
2. Wujud Kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
Wujud kedua dari kebudayaan ini disebut sistem sosial atau social system. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan lainnya dari detik ke detik, dari hari ke hari dan dari tahun ke tahun.
Hubungan ini selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagai rangkaian aktivitas manusia-manusia dalam suatu masyarakat, sistem sosial ini bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa di observasi, di foto dan di dokumentasi.
3. Wujud Kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik, dan tidak memerlukan banyak penjelasan karena merupakan seluruh hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat. Sifatnya paling konkret dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat di raba, dilihat, dan di foto.
Ada benda-benda yang sangat besar seperti pabrik baja, ada benda-benda yang sangat kompleks dan canggih seperti komputer berkapasitas tinggi, atau benda-benda yang besar dan bergerak seperti kapal tangki minyak, ada bangunan hasil seni arsitek seperti candi atau benda-benda kecil seperti kain batik atau kancing baju.
B. MANUSIA SEBAGAI PENCIPTA KEBUDAYAAN
Suatu kebudayaan tercipta atau terwujud sebagai hasil interaksi antara manusia dengan alam. Manusia adalah makhluk yang sangat kompleks dibandingkan makhluk hidup lain. Kekompleksan tersebut tidak hanya menyangkut masalah fisik, namun juga menyangkut kebutuhan, pola perilaku, daya nalar, bahkan kehidupan yang dihadapi manusia. Sehubungan dengan hal tersebut, manusia memiliki berbagai kemampuan dalam mengatasi kompleksitas kebutuhan hidupnya karena manusia mempunyai :
1. Akal, Intelegensia, dan Intuisi
Manusia memiliki otak sehingga mempunyai kemampuan berfikir. Dengan memilik otak yang sehat maka manusia mampu berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya sendiri, orang lain maupun alam. Manusia mampu belajar sehingga menjadi cerdas, memiliki teknologi dan pengetahuan dengan kadar intelegensia yang dimilikinya. Intuisi adalah bentuk pikiran yang samar, semacam bisikan hati. Intuisi sering setengah disadari tanpa diikuti proses berpikir cermat sebelumnya, namun bisa menuntun pada suatu keyakinan.
2. Perasaan dan Emosi.
Perasaaan adalah kemampuan psikis yang dimiliki seseorang baik yang berasal dari rangsangan di dalam atau di luar dirinya. Ini berhubungan dengan aspek kejiwaan atau hati manusia. Hati adalah tempat perasaanmanusia itu timbul. Emosi adalah rasa hati atau rasa gerak. Emosi sering berbentuk perasaan yang kuatdapat menguasai seseorang, tetapi tidak berlangsung lama.
3. Kemauan
Kemauan adalah keinginan atau kehendak untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Kemauan baik adalah keinginan untuk berbuat baik. Kemauan zaman adalah berbuat sesuatu sesuai dengan zamannya. Kemauan adalah dorongan kehendak yang terarah pada tujuan-tujuan hidup tertentu yang dikendalikan oleh akal budi. Kemauan dapat dibedakan antara kemauan biologis dan psikologis.
4. Fantasi
Secara harfiah Fantasi diartikan sebagai lamunan, khayalan atau angan-angan. Fantasi merupakan paduan unsur pemikiran dan perasaan yang ada pada manusia untuk menciptakan kreasi baru yang dapat dinikmati. Kemampuan menciptakan selalu ada hubungannya dengan kemampuan seseorang berfantasi, walaupun fantasi juga mempunyai sisi buruk dalam kehidupan manusia.
5. Perilaku
Perilaku adalah tabiat atau kelakuan. Perilaku merupakan jati diri seseorang yang berasal dari lahir sebagai faktor keturunan. Faktor lingkungan kemudian mewarnai jati diri seseorang ini.
Manusia dapat menciptakan kebudayaan dengan berbagai kemampuan yang telah dijelaskan di atas. Dalam hal ini terdapat hubungan antara manusia dan kebudayaan. Kebudayaan adalah produk manusia, namu manusia itu sendiri adalah produk kebudayaan. Terkait dengan pengertian ini, Peter L. Berger menyatakan bahwa di dalam masyarakat terdapat proses dialektika mendasar yang terdiri dari tiga langkah yaitu eksternalisasi, objektivitas dan Internalisasi.
6. Eksternalisasi
Manusia dapat dibandingkan dengan makhluk hidup lain merupakan makhluk yang secara biologis mempunyai kekuarangan karena dilahirkan sengan struktur naluri yang tidak lengkap, yaitu tidak terarah dan kurang terspesialisasi. Oleh karena adanya ketidaksempurnaan tersebut, maka manusia senantiasa harus menciptakan suatu dunia manusia yaitu kebudayaan.
Dengan cara membangun dunia (world building) ini, manusia tidak hanya menciptakan suatu dunia, melainkan juga menciptakan dirinya dalam suatu dunia. Oleh sebab itu, dapat dikatakan masyarakat adalah produk manusia.
7. Objektivasi
Inti dari proses objektivasi adalah bahwa kebudayaan yang diciptakan menusia kemudian menghadapi penciptanya sebagai suatu fakta di luar dirinya. Dunia yang diciptakan manusia tersebut menjadi sesuatu yang berada di luarnya (menjadi suatu realita objektif).
8. Internalisasi
Pada langkah internalisasi ini, dunia yang telah di objektivasikan itu diserap kembali ke dalam struktur kesadaran subjektif manusia sehingga menentukan manusia tersebut. Manusiamempelajari makna yang telah di opbjektivasikan sehingga terbentuk olehnya dan mengidentifikasikan dirinya dengannya sehingga makna tersebut masuk ke dalam dirinya dan menjadi miliknya. Individu tidak hanya memiliki makna tersebut tetapi juga mewakili dan menyatakannya. Secara singkat, melalui internalisasi maka fakta objektif dari dunia sosial menjadi fakta subjektif dari individu. Pada tahap ini manusia merupakan produk masyarakat.
Manusia sebagai makhluk budaya adalah pencipta kebudayaan. Kebudayaan adalah ekspresi eksitensi manusia di dunia. Berbicara tentang kebudayaan nasional Indonesia, maka kebudayaan nasional adalah paduan seluruh lapisan kebudayaan Bangsa Indonesia yang mencerminkan semua aspek perilaku kehidupan bangsa, totalitas kepribadian bangsa dalam wujudnya berupa pandangan hidup, cara berpikir dan sikap.
C. PERUBAHAN KEBUDAYAAN DARI LOKAL MENUJU GLOBAL
Perubahan merupakan karakteristik semua kebudayaan, tetapi tingkat dan arah perubahan sangat berbeda-beda menurut kebudayaan dan waktunya. Perubahan kebudayaan dapat berjalan secara lambat, memakan waktu yang lama atau cepat, atau memakan waktu yang relatif singkat. Terdapat beberapa sebab yang dapat melatarbelakangi terjadinya perubahan kebudayaan, diantaranya yaitu :
1. Perubahan Lingkungan Alam
Perubahan lingkungan alam pada suatu wilayah dapat menyebabkan perubahan pada kebudayaan di wilayah tersebut. Contohnya, perubahan pada pola bercocok tanam di beberapa daerah luar Pulau Jawa. Semakin sempitnya lahan yang dapat dipergunakan untuk bercocok tanam membuat perubahan pada pola bercocok tanam yang dilakukan sekelompok masyarakat, yaitu dari pola bercocok tanam yang lokasinya berpindah-pindah, berubah ke pola bercocok tanam yang lokasinya menetap.
2. Perubahan yang disebabkan Adanya Kontak dengan Suatu Kelompok Lain.
Kontak dengan kelompok lain ini menyebabkan masuknya gagasan-gagasan dan cara-cara baru yang akhirnya menimbulkan perubahan pada nilai dan norma masyarakat setempat. Pada era globalisasi ini, kontak dengan kelompok lain menjadi sedemikian besar dan mudah, sehingga dapat dibayangkan betapa derasnya laju perubahan kebudayaan pada umat manusia.
Perubahan kebudayaan akibat kontak dengan sekelompok lain ada yang berbentuk difusi atau akulturasi. Difusi adalah perubahan kebudayaan akibat dimasukkannya unsur budaya lain ke dalam budayanya sendiri. Perubahan terjadi karena suatu masyarakat atau bangsa mengadopsi beberapa elemen kebudayaan material yang telah dikembangkan oleh bangsa lain di tempat lain. Di sini terjadi proses peniruan. Contohnya adalah adopsi cerita Mahabarata dan falsafahnya dari India pada cerita wayang Mahabarata dari Jawa dan falsafah hidup orang Jawa. Sedangkan akulturasi adalah perubahan kebudayaan akibat dua kelompok yang berbeda kebudayaannya saling bertemu di mana terjadi perubahan yang besar pada salah satu kelompok tersebut atau pada kedua-duanya.
Perubahan terjadi karena kelompok tersebut memodifikasi cara hidupnya dengan mengadopsi suatu pengetahuan atau kepercayaan baru, atau karena perubahan dalam pandangan hidup dan konsepsinya tentang realitas. Contohnya adalah pertemuan berbagai kebudayaan dari suku bangsa yang datang ke Batavia menghasilkan kebudayaan Betawi yang merupakan percampuran kebudayaan berbagai suku bangsa tersebut seperti kebudayaan Cina, Arab, Melayu, dsb.
3. Perubahan karena Adanya Penemuan (Discovery)
Penemuan ini dapat berupa cara kerja, alat, atau prinsip baru yang kemudian diterima oleh orang-orang lain sehingga menjadi milik masyarakat. Contohnya adalah penemuan internet menyebabkan perubahan pada berbagai aspek kebudayaan masyarakat, misalnya perubahan gaya hidup, hubungan sosial, dll.
Salah satu yang menarik, pada akhir abad XX adalah kecendrungan untuk menjadi global. Giddens mengemukakan bahwa kesalingketergantungan masyarakat dunia akan semakin meningkat. Proses peningkatan salingketergantungan masyarakat dunia ini dinamakan globalisasi. Tokoh lain Walters, berpandangan bahwa globalisasi berlangsung di tiga bidang kehidupan yaitu perekonomian, politik dan budaya. Globalisasi ekonomi berlangsung di bidang perdagangan, produksi, investasi, ideologi organisasi, pasar modal dan pasar tenaga kerja. Globalisasi politik terjadi di bidang kedaulatan negara, fokus kegiatan pemecahan masalah, organisasi internasional, hubungan internasional dan budaya politik. Globalisasi budaya terjadi dalam bidang apa yang dinamakan ide keagamaan (sacriscape), etnisitas (ethnoscape), pola petukaran benda berharga (econoscape), produksi dan distribusi gambaran yang sama ke seluruh dunia (mediascape), serta pariwisata (leisurescape)
Prof. Puad Hasan berpandangan bahwa peningkatan pertemuan kebudayan global akan saling mempengaruhi, tetapi pertemuan antarbudaya itu tidak berlangsung secara timbal balik, melainkan tetap cenderung berpihak satu arah. Pihak yang didukung oleh teknologi canggih akan lebih berfungsi sebagai pengalih (transmitter) nilai-nilai kebudayaan dan norma-norma kemasyarakatan.
Bila kita ingin kebudayaan Indonesia mengglobal, maka terlebih dahulu kita harus memperkuat ketahanan budaya. Karena jika hal tersebut tidak dilakukan maka bangsa Indonesia hanyalah menjadi penerima. Pencerahan kebudayaan nasional telah dimulai dengan melakukan antisipasi dari budaya daerah, yang dapat diharapkan memberikan sumbangan yang berarti pada perkembangan dan kelestarian budaya nasional. Jika kebudayaan daerah kuat maka kebudayaan nasional akan kuat. Jika kebudayaan nasional kuat maka budaya mampu menghadapi budaya global.
KEGIATAN BELAJAR 2 : MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA
A. FUNGSI AKAL DAN BUDI BAGI MANUSIA
Salah satu hal yang membedakan manusia dengan makhluk Tuhan lainnya adalah akal dan budi. Kadar akal dan budi berbeda antara setiap orang, kelompok, masyarakat, serta suku bangsa.
Akal adalah kemampuan berpikir manusia sebagai kodrat alami yang dimiliki manusia. Berpikir adalah merupakan perbuatan operasional yang mendorong untuk aktif berbuat demi kepentingan dan peningkatan hidup manusia. Secara sederhana dikatakan bahwa fungsi akal adalah untuk berpikir. Kemampuan berpikir manusia mempunyai fungsi mengingat kembali apa yang telah diketahui sebagai tugas dasarnya, kemudian membentuk konsep-konsep untuk memecahkan masalah-masalah dan akhirnya membentuk tingkah laku.
Budi juga berarti akal yang berasal dari kata budhi (sansekerta). Budi adalah akal yang merupakan unsur rohani dalam kebudayaan. Budi diartikan sebagai batin manusia, serta paduan akal dan perasaan yang dapat menimbang baik buruk segala sesuatu. Sutan Takdir Alisyahbana menyebutkan bahwa budi menyebabkan manusia mengembangkan suatu hubungan yang bermakna dengan alam sekitarnya dengan jalan memberikan penilaian terhadap objek dan kejadian. Uraian di atas menggambarkan bahwa fungsi akal dan budi manusia adalah untuk menunjukkan martabat manusia dan kemanusiaan.
B. MEMANUSIAKAN MANUSIA
Pada saat seseorang anak manusia dilahirkan di dunia maka ia adalah makhluk yang sangat lemah. Keberlangsungan hidupnya sangat tergantung pada orang lain dan kebudayaan yang ada disekitarnya. Dengan cara ini anak tersebut berproses menjadi manusia.
Dalam memahami proses menjadi manusia tersebut, maka kita perlu mengetahui dan memahami konsep-konsep budaya dasar yang penting didalam kehidupan manusia. Konsep-Konsep tersebut di antaranya :
1. Cinta
Cinta merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Secara sederhana cinta dapat diktakan sebagai panduan rasa simpati antardua makhluk. Cinta milik semua orang. Rasa simpati ini tidak hanya berkembang diantara laki-laki dan perempuan, akan tetapi bisa juga berkembang diantara orang tua dan anak, saudara kandung ataupun cinta kita pada sesama manusia. Perasaan cinta yang kita tunjukkan pada korban bencana alam tidak sama persis dengan perasaan yang kita tunjukkan pada ibu atau saudara kandung. Tetapi pada kenyatannya, kita biasa menggunakan ungkapan yang sama untuk melukiskan perasaan cinta kita terhadap sesama manusia. Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya perasaan itu memiliki bagian atau unsur-unsur yang sama.
Cinta manusia ada untuk diungkapkan terhadap siapa pun (suami, isteri, orang yang dicintai, orang tua, anak-anak, dlsb). Pada saat kita mengatakan mencintai seseorang sebenarnya kita sedang mengatakan orang yang kita maksudkan itu memiliki tempat yang istimewa dan positif dalam perasaan kita. Makna dari perasaan cinta adalah kita merasakn bahwa orang-orang yang kita cintai itu secara objektif memang patut mendapatkan perlindungan khusus karena mereka mempunyai sifat-sifat istimewa yang dapat kita rasakan.
Cinta merupakanikatan yang kita bentuk dengan individu-individu diluar diri kita sebagai bagian dari usaha kita untuk menempatkan dan memberi makna terhadap kehidupan kita. Kebutuhan akan keterlibatan emosional dengan orang lain diluar diri kita begitu menekan sehingga jarang sekali dan hanya dalam pengertian terbatas sekali kita benar-benar dapat memilih secara aktif orang-orang yang akan terlibat secara emosional dengan diri kita.
Dari saat kita dilahirkan, kita setia dan menyayangi orang di sekitar kita dan tidak mebiarkan mereka lepas sampai kita meninggal dunia. Cinta merupakan sikap dasar ideal yang memungkinkan dimensi sosial manusia menemukan bentuknya yang khas manusiawi.
2. Keindahan
Pengertian keindahan berdasarkan cakupannya dibedakan antara keindahan sebagai suatu kualitas abstrak dan sebagai suatu benda tertentu yang indah. Selain itu, terdapat juga perbedaan menurut luasnya pengertian. Keindahan dalam arti terluas merupakan pengertian yang mengandung arti kebaikan. Keindahan dalam arti sempit atau terbatas yaitu hanya menyangkut benda-benda yang dapat diserap oleh penglihatan, yaitu keindahan bentuk dan warna. Misalnya Plato seorang filsuf dari Yunani menyebut watak yang indah dan hukum yang indah adalah yang mengandung pengertian ide kebaikan.
Aristoteles merumuskan keindahan sebagai sesuatu yang selain baik juga menyenangkan . Ada juga filsuf yang menulis tentang ilmu yang indah, kebajikan yang indah, buah pikiran yang indah dan adat kebiasaan yang indah. Bagi bangsa Yunani juga dikenal pengertian keindahan dalam arti estetis yang disebut symmetria atau keindahan berdasarkan penglihatan (karya pahat dan artisektur) dan harmonia untuk keindahan berdasarkan pendengaran (musik). Dari pembagian keindahan dapat disimpulkan bahwa keindahan adalah suatu kumpulan hubungan yang selaras dalam suatu benda dan diantara benda itu dengan si pengamat, atau sesuatu yang menyenangkan terhadap penglihatan atau pendengaran.
Teori objektif berpendapat bahwa keindahan atau ciri-ciri yang menciptakan seni estetis adalah sifat yang memang telah melekat pada benda indah yang bersangkutan, terlepas dari orang yang mengamatinya. Pengamatan seseorang hanyalah menemukan atau menyingkapkan sifat-sifat indah yang sudah ada pada suatu benda dan sama sekali tidak berpengaruh untuk mengubahnya. Teori mengenai keindahan ini mengungkapkan bahwa ciri-ciri khusus yang membuat suatu benda menjadi indah atau bernilai estetis adalah terpenuhinya asas-asas tertentu mengenai bentuk pada suatu benda (khususnya karya seni yang diciptakan seseorang).
Sebaliknya, teori subjektif tentang keindahan mengatakan bahwa ciri-ciri yang menciptakan keindahan pada suatu benda sesungguhnya tidak ada. Yang ada hanyalah tanggapan perasaan dalam diri seseorang yang mengamati suatu benda. Adanya keindahan semata-mata tergantung pada penyerapan dari si pengamat itu.
Jika dinyatakan bahwa suatu benda mempunyai nilai estetis, hal itu diartikan bahwa seseorang pengamat memperoleh suatu pengalaman estetis sebagai tanggapan terhadap benda itu. Eksistensi manusia di dunia diliputi dan digairahkan oleh keindahan. Manusia tidak hanya penerima pasif tetapi juga pencipta keindahan bagi kehidupan.
3. Kegelisahan
Manusia pada dasarnya menyukai kenikmatan hidup. Jika ditanyakan pada setiap manusia apa yang diinginkannya bagi kehidupannya di dunia ini maka jawabnya adalah kebahagiaan dan kemudahan, artinya tidak ada hambatan, tidak ada malapetaka, dan tidak ada kesengsaraan di dalam kehidupan yang dijalaninya.
Apabila hal-hal tersebut tidak didapatkannya maka manusia biasanya akan gelisah, tidak tenang dan tudak nyaman. Kegelisahan adalah merupakan gambaran keadaan seseorang yang tidak tenteram hati maupun perbuatannya, merasa khawatir, maupun tidak tenang dalam tingkah laku. Kegelisahan adalah salah satu ekspresi kecemasan. Huijbers mengemukakan bahwa terdapat situasi-situasi hidup yang bisa mendatangkan kegelisahan, ketidaknyamanan dan ketidaktenangan, yaitu :
a. Keadaan jasmani yang kurang baik
Cacat jasmani menyebabkan manusia merasa tidak percaya diri, malu, bahkan berusaha mengingkari diri. Bagi orang yang tidak bisa menerima cacat jasmani yang dimilikinya maka hidupnya menjadi tidak tenang, karena dia kan selalu membayangkan andaikata badannya sempurna atau dia akan selalu berpikir dan berusaha bagaimana menghilangkan asas menyembunyikan cacat tubuhnya tersebut.
b. Kemiskinan
Manusia dapat mengalami kemiskinan karena kelaparn dan penyakit, maupun karena sama sekali tidak memiliki suatu proyek hidup yang cerah (tidak bisa hidup secara manusiawi). Kondisi ini dapat menyebabkan kegelisahan, ketidaknyamanan dan ketidaktenangan.
c. Situasi perempuan
Diberbagai belahan bumi, perempuan merasa belum diperlakukan secara adil. Aturan budaya, bahkan aturan agama, masih dianggap memperlakukan mereka secara diskriminatif. Hal ini dapat menyebabkan kegelisahan yang lebih lanjut dapat mereka anggap sebagai penderitaan.
d. Malapetaka
Manusia dpat ditimpa malapetaka yang memusnahkan nilai-nilai hidup yang diciptakan manusia tersebut. Malapetaka yang paling ditakuti orang adalah perang, dimana akibat dari perang itu menimbulkan kegelisahan yang pada akhirnya merupakan suatu penderitaan.
Tidak adanya masa depan bagi seseorang adalah sesuatu yang menggelisahkan. Faktanya dia harus hidup, harus bergerak dan harus maju, Namun kesempatan untuk hal ini tidak ada, tertutup baginya, atau tidak dibuka lebar-lebar baginya.
Kegelisahan bisa dialami siapa saja, baik yang berada dalam kondisi kesempitan maupun kelonggaran. Hal ini berkaitan erat dengan watak pribadi manusia. Faktor ini berperan dalam menentukan penilaian hidup. Dua orang yang ada dalam situasi yang sama mungkin akan berbeda reaksinya terhadap situasi dunia.
4. Penderitaan
Penderitaan merupakan realitas dunia dan juga realitas manusia. Di dalam dunia pasti ada penderitaan dan penderitaan itu pasti akan terjadi pada manusia. Penderitaan disebabkan oleh beberapa hal. Ada penderitaan karena alasan fisik seperti bencana alam, penyakit, dan kematian. Ada pula penderitaan karena alasan moral seperti kekecewaan dalam hidup, kehilangan sahabat, kebencian kepada orang, dll. Penderitaan karena alasan fisik biasanya lebih mudah diobati (dinetralkan), tetapi penderitaan karena alasan moral sangat sukar dinetralkan. Penderitaan karena alasan moral ini akan selalu menghantui hidup seseorang sepanjang masa hidupnya.
Penderitaan pada dasarnya merupakan kelanjutan dari kegelisahan. Artinya kegelisahan yang tidak terkendali, yang terjadi terus menerus, akan mengakibatkan munculnya perasaan menderita. Selain karena kegelisahan, penderitaan juga muncul akibat dari kekecewaan. Apa yang diharapkan akan diperoleh atau terjadi ternyata tidak diperoleh atau tidak terjadi. Penderitaan ini muncul karena manusia tidak melihat adanya harapan . Fromm mengartikan bahwa sebagai siap setiap saat terhadap apa yang belum terjadi dan tidak menjadi sedih jika tidak ada yang terjadi dalam hidupnya .. Harapan bukan berarti menunggu secra psif, tetapi juga bukan berarti pemaksaan yang tidak realistis terhadp keadan yang tidak bisa dilakukan.
5. Keadilan
Keadilan merupakan salah satu moral dasar bagi kehidupan manusia. Keadilan menjadi relatif apabila dilihat dari kacamata mnusia, tetapi ia dipercaya menjadi bersifat mutlak dan absolut manakala keadilan dipandang dari sudut pandang Ke-Tuhan-an.
Keadilan dalam hidup dan kehidupan manusia menjadi hak yang harus diperoleh dan sekaligus menjadi kewajiban yang harus ditunaikan. Keadilan merupakan upaya manusia untuk menegakkan hak dan kewajiban secara seimbang. Pada hakikatnya, keadilan adalah implementasi anatara hak dan kewajiban secara seimbang dan harmonis di dalam hidup dn kehidupan manusia. Keadilan mengacu pada suatu tindakan baik yang harus dilakukan oleh setiap manusia.
Keadilan memberikan setiap orang harapan untuk memperoleh pengakuan dan penghargaan atas eksistensinya secara utuh. Artinya, dengan keadilan, setiap orang berharap dapat mewujudkan keinginan, harapan atau cita-citanya untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik.
Keadilan memiliki beberapa ciri atau karakteristik, antara lain :
a. Adil (jus)
b. Bersifat Hukum (Legal)
c. Sah Menurut Hukum (Lawful)
d. Tidak Memihak (Unpartial)
e. Sama Hak (Equal)
f. Layak (Fair)
g. Wajar secara moral (Equitable)
h. Benar secara moral (righteous).
Ketidakadilan kemudian menjadiunsur-unsur negasi atau pengingkaran dari karakteristik konsep keadilan di atas yang dalam kehidupan sehari-hari bentuknya dapat bermacam-macam, anatar lain pengkhianatan, pembunuhan. sifat atau sikap ingkar, pelecehan, penipuan, dlsb, yang secara hakiki merupakan implementasi dari hak dan kewajiban yang tidak harmonis dan tidak seimbang.
6. Pandangan Hidup
Pandangan hidup berada pada dunia ide, dunia angan-angan, dan dunia imajinasi, yaitu dunia yang ada dalam alam pikiran manusia. Pandangan hidup manusia akan terlihat pada perbuatan, perilaku atau sikap hidupnya. Contoh sederhana, seseorang yang mempunyai cita-cita untuk memiliki hidup yang berkecukupanmaka ia akan bekerja keras dan tekun agar dapat mewujudkan cita-citanya tersebut. Bekrja keras dan ketekunan itu merupakan pandangan hidup, dan hal tersebut dinyatakan kedalam perbuatan atau perilaku dengan cara bekerja dengan keras dan tekun. Sebaliknya, orang yang tidak mempunyai angan-angan, keinginan, atau cita-cita, dia tidak akan memiliki pandangan hidup yang kuat sebagai landasan dalam mewujudkan keinginan atau cita-citanya.
Seseorang yang mempunyai pandangan hidup akan menyadari bahwa dunia ini tidak sempurna. Dunia yang tidak sempurna berarti bahwa kesempurnaan itu selalu terikat kepada hukum kontradiksi. Kadang diatas, kadang dibawah. Tidak selamanya seseorang itu berhasil, adakalanya dia menghadapi kegagalan. Tetapi dengan bekal pandangan hidup yang kuat, setiap kesulitan dan kegagalan yang timbul merupakan suatu tantangan yang harus dihadapi dan diatasi.
Dengan pandangan hidup yang baik, manusia diharapkan, bahkan diharuskan untuk berprilaku baik. Oleh karena itu, manusia harus menyadari bahwa berbuat baik merupakan suatu keharusan. Manusia harus berbuat baik kepada dirinya sendiri, kepada sesama, kepada lingkungannya, dan kepada Tuhan. Pandangan hidup berkaitan dengan eksistensi manusia di dunia dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan sesama dan dengan alam tempat kita berdiam.
7. Tanggung Jawab
Tanggung Jawab adalah kewajiban untuk melakukan tugas tertentu. Dasar tanggung jawab adalah hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk yang mau menjadi baik dalam memperoleh kebahagiaan. Tindakan atau perbuatan manusia yang mengacu kepada nilai-nilai etik dan nilai-nilai moral pada dasarnya merupakan perbuatan yang bertanggung jawab.
Di dalam klenyataannya, konsep tanggung jawab tidak dapat kita lihat dan terapkan sebagai suatu hal yang hitam atau putih. Hal ini dikarenakan, pada tindakan-rindakan manusia terdapat tindakan yang pada satu sisi dapat kita lihat sebagai tindakan yang bertanggung jawab> Contoh; seseorang yang mencuri obat untuk mengibati ibunya yang sedang sakit parah. Dari sudut pandang hukum, pencurian yang dilakukan tidak dapat dibenarkan, namun dari sudut pandang kriteria moral, tindakan mungkin dapat diterima karena sifatnya yang relatif dan situasional.
8. Pengabdian
Pengabdian berasal dari kata abdi. Abdi artinya hamba atau orang bawahan. Mengabdi berarti memperhambakan dirinya. Dengan kata lain, dalam arti yang positif, mengabdi mempunyai pengertian melayani dengan setia, tulus dan ikhlas. Dalam pengertian yang lebih luas, pengabdian merupakan perwujudan dari rasa setia yaitu melayani dengan penuh hormat, penuh kepercayaan, penuh kecintaan dan penuh ketulusan kepada orang lain kepada siapa dia mengabdi. Sisi negatif dari pengabdian ini adalah sikap atau perilaku mengagungkan yang cenderung mengkultuskan orang yang diagungkan tersebut. Pengabdian diartikan pula sebagai perihal mengabdi atau memperhamba diri kepada tugas-tugas yang (dianggap) mulia.
Pengabdian (yang positif) sudah seharusnya dilandasi dengan kesadaran moral. Pengabdian yang dilakukan dapat mencakup berbagai hal seperti pengabdian kepada kebaikan, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara, serta kepada Tuhan.
Berbagai konsep dasar di atas menunjukkan bahwa kita dapat berproses menjadi manusia yang lebih beradab (berbudaya) apabila dapat menerapkan berbagai konsep di atas di dalam kehidupan kita sehari-hari. Selain mempelajarinya dari kehidupan sehari-hari, berbagai konsep diatas juga dapat kita pelajari dari lembaga pendidikan. Perguruan Tinggi sebagai salah satu lembaga pendidikan juga telah mempersiapkan pengetahuan budaya yang bertujuan membuat manusia menjadi lebih manusia dalam artian lebih berbudaya. Pengetahuan tentang budaya ini memiliki sejumlah tujuan untuk mengembangkan mahasiswa yaitu :
a. lebih peka dan terbuka terhadap masalah kemanusiaan dan budaya, serta lebih bertanggung jawab terhadap masalah-masalah tersebut.
b. mengusahakan kepekaan terhadap nilai-nilai lain untuk lebih mudah menyesuaikan diri
c. menyadarkan mahasiswa terhadap nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, hormat-menghormati serta simpati pada nilai-nilai lain yang hidup dalam masyarakat
d. mengembangkan daya kritis terhadap persoalan kemanusiaan dan daya kebudayaan
e. memiliki latar belakang poengetahuan yang cukup luas tentang kebudayaan Indonesia
f. menimbulkan minat untuk mendalaminya
g. mendukung dan mengembangkan kebudayaan sendiri dengan kreatif
h. tidak terjerumus kepada sifat kedaerahan dan pengkotakkan disiplin ilmu
i. menambahkan kemampuan mahasiswa untuk menanggapi masalah nilai-nilai budaya dalam masyarakat dan dunia tanpa terikat oleh disiplin ilmu
j. mempunayi kesamaan bahan pembicaraan, tempat berpijak mengenal masalah kemanusiaan dan kebudayaan
k. terjalin interrelasi antara cendekiawan yang berbeda keahlian agar lebih positif dan komunikatif
l. menjembatani para sarjana yang berbeda keahliannya dalam bertugas menghadapi masalah kemanusiaan dan budaya
m. memperlancar pelaksanaan pembangunan dalam berbagai bidang yang ditangani oleh berbagai cendekiawan yang berlatarbelakang pendidikan berbeda
n. agar mampu memenuhi tuntutan masyarakat yang sedang membangun
o. agar dapat memenuhi tuntutan dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya dharma pendidikan.
B. PROSES PEMBUDAYAAN
Hubungan antara manusia dengan kebudayaan tidak dapat terpisahkan. Tidak akan ada kebudayaan tanpa ada manusia, dan manusia tidak akan pernah mencapai puncak potensinya sebagai manusia tanpa kebudayaan. Didalam kebudayaan itulah manusia dibentuk, tetapi kebudayaan juga merupakan cermin dari perkembangan manusia pemilik kebudayaan tersebut.
Proses perkembangan kebudayaan tidak akan pernah berhenti seiring dengan terus mengalirnya kebutuhan manusia sebagai pemilik kebudayaan tersebut yang juga tidak pernah berhenti. Manusia dengan kemampuan akal dan budinya, terus mengembangkan berbagai macam sistem tindakan demi memenuhi keperluan hidupnya, dan ini diperoleh dengan cara belajar. Dari proses belajar itu selanjutnya muncul apa yang dinamakan kebudayaan.
Hampir semua tindakan manusia adalah kebudayan, karena sangat sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar (tindakan naluriah). Bahkan berbagai tindakan manusia yang sifatnya naluriah pada akhirnya juga diubah menjadi tindakan kebudayaan. Contoh : manusia mempunyai tindakan naluriah untuk makan dan minum, namun cara-cara serta sopan santun dalam makan dan minum harus dipelajari terlebih dahulu.
Proses pembudayaan adalah tindakan-tindakan yang menimbulkan dan menjadikan sesuatu lebih bermakna untuk kemanusiaan. Ini merupakan suatu proses nilai tambah dalam arti yang sebenarnya secara berkelanjutan.
Proses pembudayaan dapat diperoleh melalui proses belajar baik dalam bentuk formal maupun informal. Contoh proses belajar secara formal dapat dipelajari melalui keluarga.
Lebih jauh, Proses belajar kebudayaan yang dilalui manusia diantaranya dapat dilihat sebagai berikut :
1. Proses Internalisasi
Pada proses internalisasi kebudayan diserap ke dalam struktur kesadaran subjektif manusia sehingga menentukan manusia tersebut. Manusia mempelajari kebudayaan tersebut sehingga terbentuk olehnya, mengidentifikasi diri dengannya, serta kebudayaan itu masuk ke dalam dirinya dan menjadi miliknya. Individutidak hanya memiliki kebudayan tersebut tetapi juga mewakili dan menyatakannya. Pada proses ini kita dapat melihat bagaimana fakta objektif dari dunia sosial menjadi fakta subjektif dari individu.
2. Proses Sosialisasi
Berger mengemukakan bahwa sosialisasi adalah proses melalui mana seorang anak belajar menjadi anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat. Sosialisasi mengajarkan berbagai peran. Menurut Mead, setiap anggota baru masyarakat harus mempelajari peran-peran yang ada di dalam masyarakat. Proses ini dinamakan pengambilan peran.
Dalam proses ini seorang anak belajar untuk mengetahui peran yang harus dijalankan serta peran yang harus dijalankan orang lain. Melalui penguasaan peran yang ada dalam masyarakat seseorang dapat berhubungan (berinteraksi) dengan orang lain. Pada tahap awal, sosialisasi seorang anak biasanya terbatas pada sejumlah kecil orang lain yang biasanya adalah anggota keluarga (significant others) terutama ayah dan ibu. Namun pada tahap yang lebih jauh, sosialisasi seseorang menjadi lebih luas. Ia telah dianggap mampu mengambil peran-peran yang dijalankan orang lain di dalam masyarakat (generalized others). Seseorang yang tidak mengalami sosialisasi tidak akan dapat berhubungan dengan orang lain.
3. Proses Enkulturasi
Enkulturasi adalah proses penerusan kebudayaan dari generasi yang satu kepada generasi berikutnya. Melalui enkulturasi manusia mengetahui cara yang secara sosial tepat untuk memenuhi kebutuhannya yang ditentukan secara biologis. Dalam hal ini penting untuk membedakan antara kebutuhan yang bukan hasil belajar (biologis) dengan cara-cara yang dipelajari untuk memenuhinya (kebudayaan). Proses ini dimulai segera sesudah kelahiran.
Dalam semua masyarakat, pelaksana-pelaksana enkulturasi yang pertama adalah para anggota keluarga tempat seseorang dilahirkan. Setelah umur individu bertambah maka, orang-orang diluar keluarga dilibatkan dalam prosesnya. Pihak-pihak di luar keluarga dapat terlibat secara informal misalnya dalam bentuk kelompok-kelompok bermain atau secara formal misalnya dalam asosiasi-asosiasi usia.
4. Proses Akulturasi
Akulturasi terjadi bila kelompok-kelompok individu yang emiliki kebudayaan yang berbeda saling berhubungan secara langsung dengan intensif, sehingga timbullah kemudian perubahan-perubahan besar pada pola kebudayaan dari salah satu atau kedua kebudayan yang bersangkutan.
Akulturasi dapat terjadi antara kebudayaan dua masyarakat yang posisinya relatif sama, namun juga dapat terjadi antara dua masyarakat yang posisinya tidak sama. Contohnya; pada masa penjajahan, kita melihat bahwa kebudayaan orang Belanda di Indonesia menyerap berbagai unsur Kebudayaan Indonesia seperti cara berbusana, cara makan dan gaya berbahasa.
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa kebudayaan mempunyai kemampuan berubah untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang selalu berubah. Fuad Hasan mengemukakan bahwa selama suatu kebudayaan masih memiliki masyarakat yang mengemban kebudayan tersebut, maka setiap tahap di dalam perkembangan kebudayan akan menjadi pijakan bagi perkembangan tahap-tahap selanjutnya. Setiap kebudayaan yang hidup memiliki dua daya yang saling berlawanan yaitu daya preservatif (melestarikan) dan daya progresif (pembaharuan).
Dalam rentang antara dua daya inilah kebudayaan menampilkan sifatnya yang dinamis. Dinamika kebudayaan dalam suatu masyarakat adalah interaksi antara daya preservatif dengan daya progresif, dimana pelestarian dan kemajuan kebudayaan adalah tanggung jawab masyarakat pendukung kebudayaan itu sendiri.
MODUL 3 :
MANUSIA DAN PERADABAN
Sebelumnya telah dipelajari mengenai kebudayaan dan bagaimana keterkaitannya dengan manusia. Sekarang akan dibahas pengertian mengenai peradaban (civilization) yang memiliki keterkaitan dengan kebudayan (culture), dengan manusia serta masyarakatnya, serta juga dengan perubahan yang terjadi dalam arti yang lebih luas. Uraian penjelasan tersebut akan melihat keterkaitan antara peradaban dengan evolusi kebudayaan sebagai salah satu bentuk perubahan, dan juga pengertian gejala perubahan lainnya, seperti modernisasi, globalisasi serta berbagai permasalahan yang muncul berkaitan dengan adanya perubahan-perubahan tersebut.
Materi yang dipelajari pada modulini ditelaah melalui dua disiplin dasar dalam ilmu-ilmu sosial yaitu disiplin ilmu antropologi dan disiplin ilmu sosiologi, karena keduanya digunakan untuk saling melengkapi pengertian dan pemahaman tentang topik pembahasan dalam modul ini. Kegiatan Belajar 1 berisi penjelasan tentang pengertian seperti peradaban, evolusi kebudayaan dan perubahan. Kegiatan Belajar 2 akan dibahas keterkaitan antara manusia dan peradaban.
KEGIATAN BELAJAR 1 :
PERADABAN
A. HAKIKAT PERADABAN DAN MASYARAKAT YANG ADAB
1. Pengertian Adab dan Peradaban
Adab dalam kamus Bahasa Indonesia berarti akhlak atau kesopanan dan kehalusan budi pekerti. Manusia yang beradab berarti manusia yang mempunyai akhlak, kesopanan dan budi pekerti. Hal-hal ini merupakan suatu ukuran untuk melihat apakah manusia itu beradab atau sebaliknya "tidak beradab". Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah "Siapakah yang mengukur beradab atau tidaknya manusia tersebut?".
Mengenal kata "civilization" atau yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia sebagai kata peradaban. Kata civilization berasal dari kata civis yang artinya ornag yang tinggal di sebuah kota, dan kata civitas berarti komunitas dimana orang-orang tinggal. Dengan demikian kata "civilization" yang berarti peradaban mengandung gagasan tentang "clification' atau "the coming to be of cities".
Akhlak kesopanan dan budi pekerti adalah suatu konsep yang bersifat normatif, artinya ada tolok ukur yang mengikuti norma-nomra tertentu yang ada didalam suatu masyarakat dan kebudayaan tertentu. Norma adalah sekumpulan gagasan dan juga sekaligus merupakan sekumpulan tingkah laku yang dianggap wajar, serta diterima oleh banyak orang di dalam suatu masyarakat tertentu.
Dengan demikian suatu norma tidak datang dengan sendirinya di dalam suatu masyarakat dan kebudayaan tertentu. Akan tetapi norma adalah produk yang berasal dari suatu masyarakat dan kebudayaan tertentu, yang digunakan oleh masyarakat dan kebudayaan tertentu tersebut untuk mempedomani hidup mereka dalam bermasyarakat dan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain norma juga ada nilai-nilai, aturan dan peraturan yang sifatnya lebih jelas terlihat (konkret). Ke semua ini mempunyai fungsi yang sama, seperti halnya norma, dan juga merupakan hasil produk dari kebudayaan dari suatu masyarakat.
Dengan demikian, setiap masyarakat dan kebudayaan dimanapun di dunia ini dapat menghasilkan produk yang disebut sebagai nilai, norma, aturan dan peraturan menurut kebudayaan mereka masing-masing. Jadi setiap produk dari tiap-tiap masyarakat dan kebudayaan ini dapat berbeda-beda. Hal ini disebabkan masing-masing masyarakat memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda-beda sesuai dengan kebudayaan dan peradaban masing-masing masyarakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa setiap kebudayaan dan peradaban bersifat sangat khas dan uni, serta tidak dapat dibandingkan satu sama lain.
Peradaban (civilization) didefinisikan Hutington sebagai berikut ; " ..... the highest social grouping of people and the broadest level of cultural Identity people have short of that which distinguish humans from other species ...."
Dalam penjelasan Huntington tentang hal ini dapat dilihat adanya empat penjabaran :
Pertama, bahwa suatu peradaban berlawanan dengan istilah yang disebut sebagai "barbarisme". Biasanya suatu peradaban, berkaitan dengan ciri urban (kota), hidup menetap dan terpelajar.
Kedua, peradaban merupakan sebuah entitas kultural, di mana di dalamnya tercakup nilai-nilai, norma-norma, pola-pola pikir, institusi-institusi yang menjadi bagian penting dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Ketiga, sebuah peradaban adalah suatu totalitas.
Keempat, peradaban adalah fakta kesejarahan yang membentang dalam kurun waktu yang sangat panjang dan memiliki sifat yang dinamis.
Kelima, karena peradaban bukan entitas politik, maka suatu peradaban tidak berpegang pada suatu tatanan, penegakan keadilan, kesejahteraan bersama,upaya perdamaian, mengadakan berbagai negosiasi atau menetapkan berbagai "kebijakan" yang biasa dilakukan oleh suatu pemerintahan. Komposisi politis peradaban yang sangat bervariasi menyajikan peradaban-peradaban di dalam peradaban itu sendiri. Suatu peradaban bisa mencakup satu atau beberapa kesatuan politis. Kesatuan tersebut dapat berupa negara-kota, kekaisaran-kekaisaran, federasi-federasi, konfederasi-konfederasi, negara-negara, atau negara-negara multinasional.
Sebagai contoh adalah Peradaban Islam. Peradaban ini mulai berkembang dari abad VII M menyebar secara cepat hingga Afrika Utara, Semenanjung Iberia, Asia Tengah, Anak Benua, hingga Asia Tenggara. Sedangkan Peradaban Cina, telah berkembang sejak 1500 SM dan juga diperkirakan beribu-ribu tahun sebelumnya. Sebenarnya istilah/term peradaban Cina diterapkan untuk menggambarkan kebudayaan Cina dan komunitas-komunitas Cina yang tinggal di Asia Tenggara dan yang berada dimanapun di luar daratan Cina.
Kemudian, untuk Peradaban Barat yang muncul sekitar 700 - 800 M, memiliki tiga komponen utama yaitu Eropa, Amerika Utara dan Amerika Latin. Dengan demikian dari beberapa contoh sebelumnya, menurut Christopher Dawson, "......agama-agama besar adalah bangunan-bangunan bagi peradaban-peradaban besar ...." atau dengan kata lain agama adalah karakteristik utama yang mencirikan suatu peradaban.
Penjelasan diperkuat Weber yang menyatakan bahwa empat dari lima agama besar di dunia diasosiasikan dengan peradaban utama, seperti Kristen, Islam, Hindu, Confusianisme, Sedangkan Budhisme tidak termasuk didalamnya, karena terpecah menjadi dua, yang salah satunya adalah Budhisme Mahayana yang antara lain menyebar pada abad 1 M ke Cina, Korea, Vietnam dan Jepang. Di sana ajaran ini terasimilasi dengan kebudayaan setempat.
Sedangkan tokoh lainnya yang berbicara tentang peradaban adalah Ibnu Khaldun, sejarawan Arab; yang menjelaskan peradaban adalah suatu organisasi sosial manusia, kelanjutan dari suatu proses lewat ashbiyah (group feeling, esprit de corps). Dengan demikian peradaban didefinisikan sebagai keseluruhan kompleksitas produk pikiran kelompok manusia yang mengatasi negara, ras, suku atau agama yang membedakannya dari yang lain, tetapi tidak monolitik dengan sendirinya.
Bila kita mengaitkan kebutuhan manusia dan peradaban, maka kita harus melihat bahwa setiap masyarakat dan kebudayaan di dunia ini memiliki kebutuhan hidup yang berbeda-beda sesuai dengan cara hidup, organisasi sosial mereka masing-masing, yang kemudian membentuk kebudayaan dan peradaban Barat, manusia yang dianggap beradab adalah manusia yang berpendidikan, memiliki sopan santun dan berbudaya.
Contoh kebiasaan makan dan makan malam bersama merupakan salah satu tradisi yang dianggap penting pada masyarakat Barat. Di dalam kesempatan ini seluruh anggota keluarga serta menggunakan Busana yang pantas dan baik. Kebiasaan makan malam bersama ini, diatur oleh sejumlah norma-norma kebiasaan setempat, seperti dalam hal penggunaan berbagai alat-alat makan. Selain itu, adanya hierarki dalam keluarga, dimana setiap anggota keluarga diberi kesempatan untuk mengambil makanan melalui urutan hierarki yang sudah ditetapkan menurut kebudayaan barat. Disamping itu adanya aturan cara makan dengan 'baik', contohnya tidak mengecap, tidak berbicara ketika sedang makan dan lainnya. Ke semua hal ini didalam masyarakat tersebut dianggap sebagai salah satu aspek dari peradaban kebudayaan barat yang dianggap penting dan seharusnya dilakukan dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Peradaban barat dalam pengertian sebelumnya, tentunya berbeda dengan peradaban di wilayah-wilayah lain di dunia, seperti peradaban Maya di Tikal, Amerika Latin, peradaban Mesopotamia (Irak dan sekitarnya), Peradaban Cina atau Peradaban Mesir Kuno di masa lampau.
Peradaban Cina di masa lampau menganggap bahwa manusia yang beadab adalah mereka yang mempunyai kemampuan antara lain menguasai kesenian, menulis dan membaca. Serta melakukan tradisi harakiri (aksi membunuh diri), apabila seseorang atau dirinya telah melakukan suatu tindakan yang memalukan masyarakatnya, seperti kalah dalam perang dan kemudian menghunuspedangnya ke arah tubuhnya sendiri atau melakukan tradisi hukum pancung, bila ditemukan seseorang telah berbuat aib bagi masyarakatnya.
Sebaliknya, beberapa ratus tahun yang lalu ketika Columbus dan bangsa-bangsa Eropa menemukan wilayah-wilayah baru di luar daratan Eropa, seperti benua Amerika dan lainnya, maka pada waktu itu, bangsa Barat menganggap bahwa bangsa-bangsa di wilayah tersebut dianggap tidak beradab, antara lain seperti suku-suku bangsa Indian yang memilki cara hidup dan kebudayaan yang sangat berbeda dengan cara hidup dan kebudayaan di Eropa.
Bangsa Eropa pada waktu itu menyebut orang-orang diluar Eropa sebagai bangsa yang buas (barbar) dan tidak memiliki peradaban (uncivilized). Hal ini dikarenakan bangsa Barat mempunyai tolak ukuran penilaian yang sangat berbeda dengan tolak ukr penilaian bangsa Indian dalam konteks kehidupan sehari-hari pada masa itu. Tingkah laku dan cara hidup Orang Indian ini dianggap bertentangan dengan norma-norma kesopanan dan kehalusan budi did alam peradaban Barat. Sehingga pada saat koloni-koloni Barat di bangun di wilayah Amerika, bangsa-bangsa Indian dipaksa untuk mengikuti norma-norma yang ada dalam peradaban bangsa Eropa tersebut, dengan maksud agar mereka lebih beradab. Misalnya orang-orang Indian tidak dapat lagi berpindah-pindah tempat tinggal, tidak mengikuti tradisi mengupas kulit kepala musuh mereka yang kalah perang (scalp), dlsb.
Hal penting dalam suatu peradaban yang perlu dikaji adalah adanya tradisi tulis dan baca (lettered-melek huruf) pada masyarakat tersebut, selain manusia mempunyai akhlak, sopan santun dan memilki budi pekerti. Sedang hal lainnya adalah aspek mitos, religi, bahasa, seni dan ilmu pengetahuan merupakan faktor-faktor penting pembentuk sebuah peradaban. Sebenarnya hal-hal ini sejalan dengan yang pernah diuraikan oleh Koentjaraningrat tentang peradaban (civilization) sebagai berikut :
"... Istilah peradaban dapat kita sejajarkan dengan kata asing 'civilization'. Istilah itu biasanya dipakai untuk bagian-bagian dan unsur-unsur dari kebudayaan yang halus dan indah, seperti kesenian, ilmu pengetahuan, sopan santun dan sistem pergaulan yang kompleks ... Sering juga istilah peradaban dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan yang mempunyai sistim teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks ..."
Dengan demikian, dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa peradaban adalah bagian dari suatu kebudayaan yang memiliki unsur-unsur kebudayaan yang khas yaitu halus, indah, dan kompleks seperti dalam seni, sistem teknologi, ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks dan lainnya.
B. EVOLUSI KEBUDAYAAN DAN WUJUD PERADABAN DALAM KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA
Berbeda dengan uraian sebelumnya, maka menurut Fairchild; peradaban sebagai suatu perkembangan kebudayaan telah mencapai tingkat tertentu yang diperoleh manusia pendukungnya. Dalam uraian Firchild ini tersirat bahwa tingkat tertentu dari suatu peradaban tercermin dari para pendukung suatu kebudayaan, apakah masyarakatnya dapat dikatakan masyarakat yang beradab, tidak beradab (uncivilized) atau kurang beradab. Hal ini sejalan dengan pendapat Lewis Henry Morgan; tentang adanya suatu proses evolusi yang akan dan sudah terjadi di seluruh masyarakat dan kebudayaan di dunia yang terdiri dari beberapa tingkatan :
1. Perubahan
Berdasarkan penjelasan sebelumnya terlihat, bahwa setiap kebudayaan pada masyarakat maupun di dunia ini selalu mengalami proses perubahan dan perkembangan secara sekaligus. Perubahan disini dapat menyangkut tentang berbagai hal, baik perubahan fisik oleh proses alami dan proses perubahan yang ada dalam kehidupan manusia oleh dinamika kehidupan itu sendiri.
Perubahan yang menyangkut kehidupan manusia ini atau terkait dengan lingkungan kehidupannya yang berupa fisik, alam dan sosial disebut perubahan sosial. Perubahan sosial tidak dapat dipelajari terlepas dari lingkupnya, yaitu masyarakat. Tetapi suatu perubahan sosial, tidak selalu merupakan suatu perubahan kebudayaan, walaupun kedua jenis perubahan itu mungkin berjalan bersama.
Robert H Lauer mengutip Moore; terkait dengan perubahan sosial, menyatakan bahwa " ... change as the significant alteration of social structures ...". Disini yang dimaksud dengan social structure atau struktur sosial adalah " ... the patterns of social action and interaction ...". Dengan demikian, perubahan sosial menurutnya adalah perubahan penting dari struktur sosial yang berupa pola-pola perilaku dan interaksi sosial. Tercakup didalamnya berbagai pernyataan tentang struktur seperti norma, nilai dan gejala budaya lainnya. Selain itu, Lauer mengutip Fairchild mengenai gejala yang sama, menyatakan bahwa "... variations of modifications in any aspect of social process, patterns or form ...". Jadi perubahan sosial yang dimaksud adalah "... as an inclusive concept that refers to alterations in social phenomena at various levels of human life from from the individual to the global...". Terjemahannya adalah suatu konsep inklusif yang menunjuk kepada perubahan gejala sosial di berbagai tingkat kehidupan manusia dari mulai tingkat individual sampai global. Dengan demikian, menurut Lauer perubahan sosial dapat dipelajari pada satu atau lebih tahapan dengan menggunakan berbagai bidang studi dan satuan analis.
Sedangkan yang dimaksud sebagai perubahan kebudayaan adalah suatu perubahan yang terjadi pada sistem budaya, bahasa, kesenian dan cita rasa pada suatu masyarakat. Perubahan sistem budaya yang dimaksud adalah perubahan pada sejumlah nilai-nilai, norma-norma yang penting di suatu masyarakat. Proses perubahan kebudayan ini biasanya memakan waktu cukup lama dan biasanya merupakan kelanjutan dari perubahan sosial.
Kehidupan manusia adalah proses dari satu tahap hidup ke tahap hidup lainnya. Karena itu, perubahan sebagai proses dapat menunjukkan perubahan sosial dan perubahan kebudayaan atau keduanya pada satu runtunan proses tersebut. Dengan demikian, secara singkat perubahan dapat dinyatakan sebagai, "...means simply the process of becoming different in any sense...".
Proses perubahan pada tiap kebudayaan di dunia dapat berjalan secara cepat ataupun lambat. Perubahan yang berjalan secara perlahan dan gradual ini sering tidak dirasakan oleh masyarakat dan perubahan seperti ini disebut sebagai evolusi.
Sedangkan perubahan bentuk lainnya adalah proses perubahan yang berjalan secara cepat, yang sering disebut sebagai revolusi, sehingga mengubah tatanan yang ada sebelumnya. Selain itu perubahan dapat berupa suatu proses involusi seperti temuan Clifford Geertz tentang kasus pertanian dan penduduk di Jawa. Involusi kebudayaan adalah "...a form of innovation that attemps to preserve an extant structure, solving its new problem by "fixing it up" ...The initial survival value of a favorable innovation is conservative in that it tenders possible the maintanance of a traditional way of life in the face of changed circumstances. Thus the likelihoad is that involution wilbe a prevalent form of cultural change ..."
Jadi menurut Geertz, penetrasi kapitalisme Barat terhadap sistem sawah di Jawa membawa kemakmuran di Barat, tetapi mengakibatkan suatu proses tinggal landas, yang berupa peningkatan jumlah penduduk pedesaan.
Kelebihan penduduk ini dapat diserap sawah melalui proses involusi, yaitu suatu kerumitan berlebihan yang semakin rinci yang memungkinkan tiap orang tetap, menerima bagian dari panen, meskipun bagiannya menjadi semakin kecil.
Evolusi adalah suatu proses perubahan dan perkembangan yang berjalan secara lambat dari sesuatu yang sederhana menuju ke arah yang lebih kompleks, memakan waktu yang panjang dan biasanya melalui berbagai tahapan diferensiasi yang sambung menyambung.
Proses evolusi ini dapat bersifat lancar, seperti suatu pergerakan dari suatu titik ke titik lainnya dalam satu garis saja. Jadi arah perkembangan mengikuti suatu pola yang pasti. Tetapi, proses ini dapat pula bersifat multilinear, yaitu suatu proses perubahan yang mengikuti suatu garis, yang kemudian pada suatu titik tertentu, garis tersebut pecah menjadi cabang-cabang dan kemudian begitu seterusnya. Proses ini seperti evolusi manusia yang terjadi ribuan tahun yang lalu, dari makhluk primata menjadi manusia (homo spiens)
Dengan demikian, evolusi menurut Elman R. Service adalah "... sequences of related forms also basically opposed it to kinds of changes that are chaotic or cataclysmic. This is to say evolutionary change is orderly, which means that it can be analyzed scientifically in terms of cause and effect; and further, that characteristics of any given phenomenon cannot be fully understood, or explained, without knowing something about its ancestry-the antecedent sequence of related forms from which it "unfolded" ...".
Terjemahannya adalah bahwa bentuk tahapan-tahapan yang berkaitan, yang juga macam perubahannya secara mendasar bertentangan, chaos / cataclysmic. Dengan demikian, perubahan evolusi memiliki keteraturan, yang artinya gejalanya dapat dianalisis secara ilmiah dan dalam konteks sebab dan akibat, serta lebih jauh lagi, ciri-ciri gejalanya tidak dapat dipahami dan dijelaskan tanpa mengetahui asal muasalnya - kejadian yang muncul sebelumnya yang berkaitan dengan sesuatu yang sudah ada.
2. Evolusi Kebudayaan dan Peradaban, serta Tahapannya.
Pendapat Elman R. Service, sebagaimana diarahkan diatas. sejalan dengan pendapat Herbert Spencer, seorang ahli filsafat Inggris yang menjelaskan bahwa seluruh alam itu, baik yang berwujud monoorganis, organis maupun yang superorganis akan berevolusi karena didorong oleh kekuatan mutlak yang ia sebut sebagai evolusi universal.
Hal ini terjadi juga pada tiap kebudayaan dan masyarakat yang ada di dunia, dimana spencer melihat perkembangan masyarakat dan kebudayaan dari tiap bangsa di dunia ini telah atau akan melalui tingkatan-tingkatan evolusi yang sama. Disini pemikiran Spencer dapat diklasifikasikan sebagai pemikiran yang bersifat unilinear dengan salah satu karyanya yang menjelaskan bahwa struktur sosial berkembang secara evolusioner dari struktur yang homogen menjadi heterogen. Perubahn struktur ini, kemudian diikuti dengan perubayhan fungsi.
Kelompok suku-suku yang sederhana hidupnya bergerak maju secara evolusioner ke arah ukuran yang lebih besar, keterpaduan, kemajemukan dan kepastian sehingga tejelma suatu bangsa yang beradab. Tetapi menurutnya secara khusus, tiap bagian masyarakat atau sub-sub kebudayaan bisa mengalami proses evolusi pula melalui tingkat-tingkat yang berbeda.
Contoh masyarakat Papua-Irian Jaya mengalami proses perubahan sosial dan budaya yang dapat dikatakan sangat lambat. Ketika di tahun 1960an, sebagian besar masyarakat Papua Irian Jaya masih hidup dengan menggunkan teknologi batu, sedangkan di wilayah lain Indonesia, seperti di Pulau Jawa, temuan artefak yang berupa sisa-sisa teknologi yang hampir sama, sudah ada beberapa ribu tahun yang lampau.
Hal ini diketahui dengan adanya temuan artefak dan fossil manusia purba di daerah lembah sungai Bengawan Solo dan desa Trinil, Jawa Timur lebih kurang 800.000 - 200.000 tahun yang lampau oleh para arkeolog dan para pakar paleontropologi. Tetapi, pada saat ini setelah lebih kurang 46 tahun, kondisi sosial budaya masyarakat-masyarakat suku-suku bangsa di Papua-irian Jaya sudah banyak berubah, terkecuali di wilayah-wilayah tertentu yang amasih tetap mempertahankan adat dan tradisi masyarakat setempat, seperti pada masyarakat Suku Dani, di distrik Kurulu, wilayah pegunungan Tengah Jayawijaya, Papua Irian Jaya, yang masih tetap mempertahankan holim (koteka) sebagai busana sehari-hari mereka.
Peradaban dapat diartikan sebagai perkembangan budaya yang menjadi ciri khas dan milik manusia sesuatu masyarakat. Peradaban juga dapat berarti tahapan yang tinggi dalam skala evolusi kebudayaan, yang mengacu kepada perbedaan antara manusia yang beradab terhadap mereka yang biadab.
Bila bicara penggunaan istilah peradaban yang lebih akurat, acuannya pada perbandingan antara manusia atau yang lebih beradab terhadap mereka yang kurang beradab. Karakteristik utama acuan tersebutadalah pada perbedaan tingkat intelektual, cita rasa keindahan, penguasaan teknologi dan tingkat spiritual yang dimiliki. Peradaban merupakan tahapan dari evolusi kebudayaan yang tyelah berjalan bertahap dan berkesinambungan yang memperlihatkan karakter yang khas pda tahap tersebut, yang dicirikan oleh kualitas tertentu dari unsur budaya yang menonjol, yang meliputi tingkat ilmu pengetahuan, seni, teknologi dan spiritual yang bersangkutan.
Contoh dalam peradaban Mesir Kuno tercermin tahap hasil budaya yang tinggi dari sosok bangunan (pyramid, sphinx) yang terkait dengan ilmu bangunan, tulisan serta gambar yang memperlihatkan tahap budaya. Dengan demikian, dari uraian sebelumnya dapat dipahami bahwa evolusi kebudayaan dan peradaban merupakan jalur yang sejalan yang dilalui oleh proses perkembangan budaya yang bersangkutan.
Buku The Third Wave karya Alvin Toffler, mengatakan bahwa evolusi kebudayaan terjadi dalam tiga gelombang dalam kehidupan umat manusia.
Pertama, adalah gelombang yang merupakan tahap peradaban pertanian. Kedua, adalah gelombang yang merupakan tahap peradaban industri. Ketiga, adalah gelombang yang merupakan tahap peradaban informasi.
Pendapat Toffler hampir menyerupai temuan L.H. Morgan yang muncul beberapa dekade sebelumnya, bahwa proses evolusi masyarakat dan kebudayaan apapun di dunia akan atau telah mengalami 8 tahapan, dimulai dari tahapan yang paling sederhana sampai ke tahapan masyarakat dan kebudayaan yang terkompleks.
Dalam melihat proses evolusi tersebut, Morgan tidak mengabaikan kekhususan dan keistimewaan dari perkembangan tiap masyarakat ataupun pengaruh-pengaruh dari luar masyarakat, yang akan mempengaruhi proses evolusi tersebut di dalam tiap masyarakat dan kebudayaannya.
Kedelapan tahapan dalam proses evolusi tersebut adalah :
a. Zaman Liar Tua
Di zaman ini manusia hidup dari meramu dan mulai ditemukannya api.
b. Zaman Liar Madya
Di zaman ini, manusia sudah menemukan alat untuk menangkap hewan buruan, seperti busur panah, api dan mulai melakukan kegiatan mata pencaharian yang baru yaitu berburu dan menangkap ikan.
c. Zaman Liar Muda
Mulai memiliki kepandaian membuat tembikar
d. Zaman Barbar Tua
Mulai beternak dan bercocok tanam
e. Zaman Barbar Madya
Sudah memiliki kepandaian membuat benda-benda dari logam
f. Zaman Barbar Muda
Mulai mengenal tulisan
g. Zaman Peradaban Purba
Di zaman ini kota-kota mulai berdiri, seperti kota Harrapa dan Mohenjo Daro
h. Zaman Peradaban Masa Kini
Di zaman ini di mulainya industrialisasi.
Pada tahapan-tahapan peradaban menurut L. H. Morgan ini terlihat bahwa setiap kemunculan tahapan ditandai dengan munculnya berbagai teknologi yang baru pada saat itu, misalnya adanya temuan api, tembikar, logam, dan tulisan. Berikut saya sajikan temuan-temuan yang menandai suatu peradaban.
Toynbee mecoba mendeskripsikan sebab-sebab muncul, tumbuh dan gulung tikarnya suatu kebudayaan dan/peradaban dari kesejarahan. Terkait dengan hal ini maka ia menekan sisi "intelligence" (semacam penalaran) studi sejarah, dimana peradaban muncul bila manusia menghadapi situasi sulit yang menantang hingga bertumbuh kegiatan-kegiatan kreatif untuk melakukan usaha-usaha yang tidak terdugadalam proses "challenge and response".
Melalui tantangan itu muncullah peradaban. selnjutnya, bila proses kreatif terus berlanjut, maka akan menumbuhkan tanggapan yang makin canggih dengan kreativitas yang makin optimal. Rangsangan kebudayaan terus diasah dan dipertajamsecara lahiriah dan bathiniah yang progresif.
Selanjutnya suatu peradaban akan mengalami keruntuhan, bila gagal memunculkan kreativitas dalam menghadapitantangan. Puncak keruntuhan terjadi bila ada disintegrasi peradaban, dimana kesatuan sosial pecah dan terjadi ketidakmampuan kebudayaan serta peradaban yang bersangkutan untuk memberi tanggapan kreatif pada tantangan zaman.
3. Peradaban dan Wujudnya.
Peradaban merupakan tahapan yang tertinggi dalam skala evolusi kebudayaan yang telah berjalan bertahap dan berkesinambungan, serta memperlihatkan karakter yang khas pada tahap tersebut, yang dicirikan oleh kualitas tertentu dari unsur-unsur budaya yang menonjol, yang meliputi tingkat ilmu pengetahuan, seni, penguasaan teknologi dan tingkat spiritual yang bersangkutan.
Hal ini telah diungkapan sebelumnya oleh Koentjaraningrat, dimana peradaban dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan yang memiliki unsur dan ciri, antara lain memiliki sistem teknologi yang tinggi, memiliki seni rupa, seni bangunan dn aspek seni lainnya yang berkualitas tinggi, serta sistem kenegaraan dan ulmu pengetahuan yang maju dan kompleks. Dengan kata lain, bahwa tidak semua kebudayaan di dunia memiliki kualitas unsur-unsur kebudayaan tertentu untuk menjadi sutu peradaban.
Akan tetapi, karena suatu peradaban adalah suatu kebudayaan pula, maka kebudayaan memiliki tiga wujud kebudayan, yaitu adanya sistem gagasan atau sering disebut sebagai sistem budaya, sistem sosial dan kebudayaan material.
Selain itu, juga mempunyai tujuh unsur kebudayaan yang bersifat universal, seperti bahasa, sistem pengetahuan, sistem teknologi dan peralatan hidup, sistem organisasi sosial, sistem ekonomi, serta agama dan kepercayaan.
Dalam hal ini beberapa unsur kebudayaan dalam suatu peradaban memiliki kualitas tertentu yang lebih, yang tidak dapat ditemukan pada banyak kebudayaan lain di dunia ini, yang bukan suatu peradaban, seperti telah dijelaskan Koentjaraningrat sebelumnya,
KEGIATAN BELAJAR 2 :
MANUSIA DAN PERADABAN
A. PENGERTIAN MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BERADAB DAN MASYARAKAT ADAB
Manusia yang beradab berarti manusia yang mempunyai akhlak, kesopanan dan budi pekerti. Ketiga elemen ini tentunya tidak datang dengan sendirinya ketika seorang individu manusia baru lahir, atau dengan kata lain bahwa ketiga elemen tersebut tidak terlahirkan bersama-sama dengan bayi manusia.
Akan tetapi ketiga elemen ini merupakan bagian dari sistem nilai, norma dan aturan, atau dengan kata lain merupakan bagian dari suatu kebudayaan dari suatu kelompok atau suatu masyarakat, yang kemudian diperkenalkan, diinternalisasikan dan disosialisasikan sejak awal dalam kehidupan seorang individu oleh keluarga, komunitas dan masyarakatnya.
Dengan demikian konsep manusia yang beradab hampir sama dan sebangun dengan konsep manusia yang berbudaya atau dengan kata lain adalah manusia yang memiliki kebudayaan.
Manusia pada hakikatnya memilki beberapa sifat yang sama seperti beberapa makhluk hidup lainnya yang terbiasa hidup secara kolektif, seperti serigala, singa, primat dan lainnya. Beberapa ciri makhluk hidup yang biasa hidup secara kolektif ini, antara lain, adalah memiliki pembagian kerja yang tetap, tergantung dengan individu lainnya, berkomunikasi, bekerja sama dan memiliki sifat diskriminatif terhadap individu lain di luar kelompoknya.
Sifat-sifat khas hidup secara kolektif inilah yang berperan untuk membentuk suatu masyarakat dan bentuk-bentuk pengelompokkan lebih kecil lainnya, seperti keluarga, kelompok, dan komunitas individu manusia itu sendiri.
Berbicara mengenai masyarakat yang beradab, yaitu tentang pengertian adab. Adab memiliki pengertian akhlak atau kesopanan dan kehalusan budi pekerti. Sedangkan, Apabila kita berbicara tentang masyarakat beradab maka ketiga sifat penting yang menjadi elemen pembentuk manusia yang beradab (akhlak, kesopanan, dan kehalusan budi pekerti) adalah sesuatu yang dengan sendirinya terkandung didalamnya.
Koentjaraningrat mendefinisikan massyarakat sebagai "... kesatuan hidup manusia yang berinteraksimenurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama ...". Elemen yang penting untuk membentuk suatu masyarakat antara lain adalah kumpulan-kumpulan individu manusia, interaksi sosial, sistem norma yang berkelanjutan, serta adanya identitas sosial.
Pengertian adab itu sendiri sebenarnya ada di dalam sistem norma atau di dalam kebudayaansuatu masyarakat, yaitu didalam sistem gagasan atau sistem budaya suatu masyarakat. Ketiga elemen dalam pengertian adab sebenarnya merupakan suatu bentuk tolak ukur yang sarat dengan penilaian bagaimana sebaiknya manusia itu harus hidup.
Adab juga ada di dalam konsep identitas suatu masyarakat. Hal ini dikarenakan identitas sosial adalah suatu kumpulan atribut atau simbol bagaimana seseorang individu harus bertindak dan bertingkah laku sebagai bagian dari suatu keluarga, kelompok, komunitas atau bagian dari suatu masyarakat dan kebudayaan tertentu. Misalnya sebagai warga masyarakat Indonesia, maka para individu diharapkan mampu memerankan dirinya khususnya kepada bangsa lain, sebagai manusia yang menjalankan kehidupankeagamaaan dan mempunyai sifat toleransi kepada agama yang berbeda sesuai dengan salah satu falsafah bangsa.
Tetapi dalam hal yang lebih sederhana misalnya kita adalah seorang bapak, maka dengan sendirinya kita harus menjalankan semua kewajiban kita sebagai seorang ayah, yaitu bekerja mencari nafkah, dan mendidik anak. Dengan demikian, nampak bahwa aturan dan norma dalam hidup untuk bagaimana berperan, bertindak dan menjalankan sejumlah kewajibandi masyarakat, keluarga dan kelompok sebenarnya sudah tertanam dalam sistem budaya dan implemantasinya ketika seseorang menjalankan perannya sehari-hari sebagai ayah, WNI, dsb.
Kemudian, bila kita berbicara tentang masyarakat, maka pembicaraan tentang masyarakat selalu terkait dengan istilah kebudayaan itu senidri. Istilah masyarakat tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan. Karena itu apabila kita melihat konsep masyarakat dan elemen pembentuknya, maka elemen-elelmen pembentuknya merupakan elemen penting dari konsep kebudayaan itu sendiri.
Pembicaraan tentang kebudayaan perlu "refreshing" kembali, mengingat pentingnya hubungan antara konsep kebudayaan dengan konsep peradaban. Bila kita berbicara tentang kebudayaan, maka konsep ini dapat dipilah menjadi tiga wujud :
Pertama, adalah wujud yang paling abstrak yaitu sistem budaya, yang merupakan gagasan, nilai-nilai, norma, aturan, pandangan hidup dan lainnya;
Kedua, Sistem sosial adalah kumpulan aktivitas dan tindakan yang berpola dari manusia dalam suatu masyarakat
Ketiga, adalah kebudayaan materi, yaitu benda-benda hasil karya manusia.
Ketiga wujud kebudayaan ini, tentunya juga ada dalam suatu peradaban. Karena peradaban adalah suatu kebudayaan yang memiliki karakter tertentu, yang tidak dimiliki oleh kebudayaan lainnya.
Yang membedakan peradaban dengan kebudayaan hanyalah ciri khasnya, sehingga yang dimaksud dengan masyarakat adab adalah masyarakat dari suatu peradaban tertentu, yang memiliki beberapa unsur kebudayaan yang bersifat halus, kompleks dan memiliki kemampuan yang tinggi.
Setiap masyarakat di dunia ini mempunyai harapan untuk hidup tenteram, nyaman serta sejahtera. Hal ini adalah suatu kebutuhan hidup manusia yang tidak dapat ditawar dan diharapkan dapat terpenuhi. Dengan demikian, biasanya peradaban-peradaban besar di dunia memilki suatu mekanisme untuk mendapatkan hidup yang lebih baik, salah satunya adalah pemimpin yang mereka pilih harus adil, setia, bijaksana dan bertanggung jawab.
Tetapi, kebutuhan ini bersifat universal. Hal ini dapat terlihat dari pola kepemimpinan dari berbagai tahapan masyarakat, di mana pada sebagian besar masyarakat dunia memiliki pandangan yang sama tentang ciri-ciri ideal dari para pemimpin mereka. Dengan demikian, harapannya adalah bahwa dengan memilki pimpinan yang memilki ciri-ciri ideal tersebut, maka diharapkan masyarakat akan memperoleh hidup yang lebih baik dan lebih berkualitas, yaitu damai, tenteram, tenang dan nyaman.
B. MASYARAKAT MADANI
Kata masyarakat madani muncul dari terjemahan "civil society", yang awalnya diterjemahkan sebagai masyarakat sipil, kemudian disebut masyarakat madani atau masyarakat adab. Sebenarnya konsep itu sudah lama ada dan berasal dari kata Societies Civilize atau Political Society. Konsep ini sebenarnya menekankan adanya hubungan antara pemerintah dan rakyat, kemudian negara dan masyarakat.
Di masa lalu, politik selalu dikaitkan dengan negara, sehingga kemudian muncul konsep Civil Society sebagai arena bagi warga negara yang aktif dalam politik. Tetapi dalam kenyatannya, konsep ini digunakan lebih luas lagi yaitu dikaitkan dengan konsep civilization - peradaban, yang disini berkaitan dengan kualitas suatu masyarakat dan suatu kebudayaan yang ditandai dengan adanya supremasi hukum.
Konsep ini menyangkut suatu ruang gerak masyarakat yang berada di luar negara. Di sini, warga negara dapat secara terus menerus mengembangkan kemandirian di luar institusi negara, yang kemudian merupakan landasan bagi terwujudnya pranata politik formal, seperti partai politik.
C. KETENTRAMAN, KETENANGAN, DAN KENYAMANAN
Berbicara tentang tentram, damai dan tenang pada suatu masyarakat dan kebudayaan atau suatu peradaban tertentu, maka sebenarnya terkait dengan istilah yang disebut sebagai tertib. Salah satu kebutuhan mendasar dari makhluk hidup, termasuk manusia, adalah keamanan. Kondisi aman dapat tercipta apabila tidak terjadi bahaya apapun, baik yang bersumber dari manusia atau makhluk hidup lainnya ataupun dari kondisi alam.
Seperti peperangan dapat dihindari dengan jalan perdamaian. Sesama manusia selalu mengusahakan upaya tertib dan aman, misal tidak menempati dan mengambil tanah orang lain. Selain itu, istilah ini berkaitan dengan istilah lainnya yaitu damai, tenteram dan tenang. Sebenarnya, ketiga istilah ini berkaitan dengan konsep dan mekanisme sistem pengendalian sosial (social control) di dalam masyarakat.
Sistem pengendalian sosial di masyarakat sebenarnya sangat erat terkait dengan kebudayaan di masing-masing masyarakat. Sistem pengendalian sosial di masyarakat bersifat internal dan eksternal. Bentuk mekanisme pengendalian sosial yang bersifat internal biasanya sudah terinternalisasi dan tersosialisasi di dalam masyarakat dalam bentuk pola pencegahan, seperti rasa malu atau rasa takut pada hukuman supernatural.
Sebaliknya sistem pengendalian sosial yang bersifat eksternal berbetuk sistem sanksi yang didasarkan pada tindakan yang diambil oleh anggota masyarakat lain terhadap perilaku yang disetujui atau tidak disetujui oleh masyarakat. Selain itu ada pula sanksi yang berbentuk formal dan dilaksanakan oleh badan politik yang berwenang, yang disebut sebagai hukum.
Dengan demikian dalam menjalankan mekanisme sistem pengendalian sosial diberbagai masyarakat, maka pemeliharaan tata tertib tidak hanya melulu melalui mekanisme hukum saja tetapi juga melalui mekanisme lainnya, yaitu dalam bentuk kepercayaan dan keyakinan setempat, seperti santet dan lainnya.
Dengan demikian individu didalam masyarakat menjadi takut untuk berbuat salah, misalnya mengambil isteri orang lain, mengambil barang bukan miliknya dan lainnya. Dari contoh ini dapat dilihat bahwa ada mekanisme lain di dalam masyarakat yang dapat bekerja tanpa sistem hukum formal yang ada. Ke semua mekanisme pengendalian sosial ini membuat anggota masyarakat "dipaksa" untuk menjalankan hidup sesuai dengan norma dan aturan yang ada, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, sehingga warga menjadi tertib dan memperoleh rasa aman. Dengan demikian, adanya mekanisme pengendalian sosial di masyarakat sebenarnya membawa dampak positif bagi kehidupan bermasyarakat yaitu keadaan yang tertib, tercipta rasa aman, damai, tenang, dan tentram di masyarakat.
Keadaan dan kondisi nyaman sebenarnya berkorelasi dengan perasaan yang aman, damai, tenteram dan tenang dari individu atau suatu komunitas dalam kehidupan sehari-hari mereka di masyarakat. Warga suatu masyarakat dapat melaksanakan kegiatan keseharian mereka dengan baik, tanpa ada tekanan dari perasaan sesuatu yang menghalangi, seperti perasaan was-was, takut dan lainnya.
Disamping itu juga dapat menjalankan kegiatan keseharian mereka dengan perasaan puas. Dengan demikian, kenyamanan mungkin dapat diperoleh apabila keadaan sebelumnya diperoleh, yaitu perasaan aman, tenteram dan tenang. Misal para penumpang pesawat maskapai di Indonesia tidak pernah akan merasa nyaman, apabila mereka tidak merasa yakin mengenai keamanan pesawat yang mereka tumpangi, baik karena teknologi pesawat yang dianggap sudah cukup tua atau karena penumpang mempunyai pengetahuan bahwa maskapai penerbangan sering kali lengah merawat pesawat mereka.
Walaupun didalam pesawat penumpang diberikan kemewahan sebagai penumpang VIP, misal dengan menu makan yang lengkap dan enak, kualitas tempat duduk penumpang yang sangat baik, pelayanan lainnya yang prima, dengan maksud memberi rasa nyaman ke penumpang, tetapi dalam kasus ini maksud tersebut sulit untuk tercapai, karena permasalahan mendasar yaitu aman tenteram dan tenang belum dapat diperoleh dengan nyata.
Dengan demikian, kondisi kondusif atau kondisi yang tertib, aman dan damai di dalam masyarakat dapat terjadi apabila mekanisme pengendalian sosial di masyarakat berjalan sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat. Disini maksudnya, mekanisme pengendalian sosial bekerja secara proporsional, baik sistem sanksi yang formal, dalam hal ini hukum, maupun sistem pengendalian sosial yang bersifat internal yang mampu memberhentikan individu untuk bertindak "semau gue".
D. DINAMIKA PERADABAN GLOBAL
Berbicara tentang dinamika, berarti kita berbicara tentang perubahan, sedangkan bila melihat perubahan maka perubahan tidak pernah lepas dari gejala modernisasi dan juga globalisasi, yang sudah merupakan arus utama yang bergerak melanda seluruh bangsa di dunia, termasuk Indonesia.
1. Modernisasi
Modernisasi; Koentjaraningrat; mempunyai arti "...usaha untuk hidup sesuai dengan zaman dan kontelasi dunia sekarang ...". Berdasarkan penjelasan tersebut, maka sebenarnya modernisasi tidak akan datang dan terjadi begitu saja, melainkan harus diusahakan dan diupayakan. Modernisasi merupakan usaha sesuai denganzaman konstelasi hidup yang berlangsung sekarang atau kehidupan aktual, bahkan antisipasi terhadap perkembangan serta arus kemajuan yang terus berlangsung.
Perbuatan dan tindakan yang demikian itu bukan suatu kinerja yang spontan, tanpa kemampuan dan tidak bermutu, melainkan merupakan suatu penampilan yang penuh keyakinan dan percaya diri akan kemajuan dan pembaruan yang wajib dilakukan. OLeh karena itu, hal-hal baru dan sedang mengarus dalam kehidupan merupakan masukan yang wajib diolah sesuai dengan kondisi serta tantangan yang menjadi ciri kehidupan dewasa ini.
Modernisasi; Anthony D. Smith; tidak berbeda dengan apa yang diungkapkan Koentjaraningrat; bahwa modernisasi bukan semata-mata proses yang spontan tanpa perencanaan. Modernisasi ini merupakan proses yang dilandasi oleh seperangkat rencana dan kebijakan yang bertujuan untuk mengubah masyarakat ke arah kehidupan masyarakat yang kontemporer, yang menurut pemikiran para pemimpin lebih maju dalam derajat kehormatan tertentu. Selain itu, modernisasi merupakan proses yang mengangkat kehidupan suasana batin yang lebih baik dan maju daripada kehidupan sebelumnya dan suasana kehidupan yang serasi dengan kemajuan zaman. Oleh karen aitu, pada kehidupan modern tercermin alam pikiran yang rasional, ekonomis, efektif, efisien menuju ke kehidupan yang makin produktif.
Modernisasi adalah suatu bentuk perubahan sosial yang biasanya terarah serta didasarkan atas perencanaan (social planning). Modernisasi merupakan suatu persoalan yang harus dihadapi masyarakat yang bersangkutan. Hal ini berbeda dengan istilah lainnya yang sering dikaitkan, yaitu istilah westernisasi.
Westernisasi adalah suatu usaha untuk meiru gaya dan cara hidup orang Barat. dengan demikian, kedua istilah (modernisasi dan westernisasi) ini sangatlah berbeda dan tidak dapat disamakan.
Tetapi, bila melihat pendapat Keller Light dan Calhoun tentang modernisasi, maka negara-negara terbelakang akan menempuh jalan yang sama dengan negara industri maju di Barat, sehingga kemudian akan menjadi negara berkembang melalui proses modernisasi. Di sini, masyarakat yang belum berkembang perlu mengatasi berbagai kekurangan dan permasalahannya, sehingga dapat mencapai tahap tinggal landas ke arah perkembangan ekonomi.
Proses transisi ini, dari keadaan yang tradisional ke modernitas, melibatkan revolusi demografi, maksudnya di sini antara lain adalah usaha untuk menurunkan angka kematian dan kelahiran, kemudian terbukanya sistem stratifikasi, beralihnya dari struktur feodal ke birokrasi, menurunya pengaruh agama, beralihnya fungsi pendidikan dari keluarga dan komunitas ke sistem pendidikan yang formal, munculnya kebudayaan massa dan munculnya perekonomian pasar serta industrialisasi.
2. Globalisasi
Kemdian, proses perubahan yang sekarang sedang terjadi adalah adanya proses globalisasi. Bila berbicara mengenai proses globalisasi, maka globalisasi dijelaskan sebagai arus informasi dan kemudian tanpa batas terhadap kehidupan masyarakat di dunia.Arus informasi yang berkembang cepat menumbuhkan cakrawala pandangan manusia yang semakin terbuka menembus batas daratan, perairan dan udara di bumi ini 30.
Sedangkan menurut Anthony Giddens; Globalisasi merupakan proses saling ketergantungan masyarakat dunia yang semakin meningkat. Proses peningkatan salingketergantungan masyarakat di dunia ini, ditandai adanya kesenjangan yang besar antara kekayaan dan tingkat hidup masyarakat-masyarakat industri dan masyarakat-masyarakat dunia ketiga. Menurutnya tiap tahun jutaan penduduk akan mati kelaparan, meskipun produksi makanan di seluruh dunia mencukupi.
Hal ini karena ada sejumlah besar bahan makanan tersimpan atau yang dimusnahkan di negara-negara maju. Gejala perubahan sosial lainnya, menurut Giddens adalah tumbuh dan berkembangnya negara-negara industri baru dan semakin meningkatnya komunikasi antar negara sebagai dampak teknologi komunikasi yang semakin canggih.
Dalam hal ini, teknologi yang sebenarnya merupakan alat bantu kemampuan diri manusia telah menjadi sebuah kekuatan yang otonom yang membelenggu tingkah laku dan gaya hidup manusia pada masa kini. Hal ini dimungkinkan, karena pengaruhnya yang sangat besar serta ditopang sistem sosial yang kuat, atau dengan kata lain oleh masyarakat.
Dalam kecepatan yang semakin tinggi, teknologi telah menjadi pengaruh hidup manusia. Dalam kondisi ini, masyarakat-masyarakat yang tidak mempunyai kemampuan untuk membangun teknologi, cenderung akan menjadi tergantung dan hanya mampu bereaksi terhadap dampak yang ditimbulkan oleh kecanggihan teknologi yang dimiliki oleh masyarakat yang lebih maju.
Globalisasi yang semakin kita rasakan pada saat ini memang makin jelas pengaruhnya, karena didukung kemajuan teknologi yang semakin pesat, khususnya dalam bidang komunikasi dan informasi. Secara tidak disadari hal ini menimbulkan kekacauan yang bersifat normatif.
Norma-norma yang ada dalam masyarakat menjadi simpang siur (anomie) dan manusia mengalami disorientasi, karena ketidakpastian. Dalam kondisi semacam ini, memungkinkan timbulnya respons dalam bentuk "pengaturan-pengaturan" baru yang mengubah tingkah laku budaya manusia tanpa menghilangkan esensi nilai yang dimiliki, misalnya pola tradisi bersilaturahmi dari rumah ke rumah berubah menjadi hubungan jarak jauh melalui telepon.
Namun adopsi norma-norma yang tidak selaras dengan nilai-nilaiyang dianut, karena ketidakmampuan untuk menolak, menimbulkan kecanggungan dalam tingkah laku sehari-hari dan menimbulkan aliensi-keterasingan, akibat dari tingkah laku yang diadopsi tersebut.
Keadaan yang menggejala di seluruh dunia adalah akibat dari pesatnya teknologi yang secara tidak disadari menimbulkan dampak secara global. Dampak ini, seperti telah dijelaskan sebelumnya, membuat tekonologi mempunyai kekuatan yang otonom dan mampu mempengaruhi gaya hidup manusia, seperti ketergantungan manusia terhadap mobile phone, internet, dan lainnya. Disini, ada dua unsur dimensi dari kemajuan teknologi yang dampaknya besar yaitu power dan speed. Hal ini terlihat dari contoh diatas dimanapun manusia berada, manusia memiliki kemampuan berkomunikasi dengan cepat.
Salah satudampak globalisasi yang terlihat adalah bahwa masyarakat mengalami anomie-dalam hal ini adalah adanya kebingungan pada masyarakat untuk menggunakan norma yang mana, karena banyaknya norma yang ada (heteronomie). Hal inilah yang kemudian memunculkan kompromi sosial, seperti teknologi celana jeans yang awalnya dibuat untuk para pekerja dan sekarang ini digunakan untuk segala lapisan masyarakat di dunia di segala occasion - waktu dan kesempatan.
Contoh lainnya adalah tradisi pola bersilaturrahmi yang dimodifikasi oleh adanya mobile phone - hp, dengan tidak berkunjung atau mengirimkan kartu ucapan, tetapi cukup mengirimkan surat melalui teknologi sms dan hp secara cepat dan ringkas ataupun dengan cara mengirimkan surat email dengan teknologi internet.
Globalisasi menurut Waters; berlangsung di tiga bidang kehidupan yaitu perekonomian, politik dan budaya. Globalisasi ekonomi berlangsung di bidang perdagangan, produksi, investasi, ideologi oraganisasi, pasar modal dan pasar kerja. Sedangkan globalisasi politik terjadi dibidang kedaulatan negara, yang fokus pada pemecahanmasalah, organisasi internasional dan budaya politik. Kemudian, globalisasi budaya terjadi dalam bidang sacriscape (ide keagamaan), ethnoscape (etnisitas), econoscape (pola pertukaran benda berharga), mediascape (produksi dan distribusi gambaran sama ke seluruh dunia) dan leisurescape (pariwisata).
Sebebnarnya yang dijelaskan oleh Waters ini, dapat dilihat gejalanya antara lain dalam bidang perdagangan. Kita melihat maraknya perdagangan antar negara baik yang bersifat "legal", mupun perdagangan yang sifatnya "ilegal". Misalnya perdagangan illegal yang marak disekitar kita adalah apa yang disebur dengan iilegal logging, yaitu perdagangan kayu-kayu yang sebenarnya dilindungi oleh Pemerintah Indonesia karena makin terbatas dan langkanya jenis-jenis kayu-kayu tertentu dikawasan hutan-hutan di Indonesia, seperti kayu besi atau juga disebut sebagai kayu hitam. Tetapi jenis kayu ini tetap diambil secara kasat mata dan diperjualbelikan ke luar Indonesia, walaupun dengan jalan "kucing-kucingan" dengan para petugas. Kemudian, maraknya perdagangan obat dan narkoba yang berasal dari luar Indonesia ke Indonesia ataupun sebaliknya.
E. PROBLEMATIKA: PERADABAN PADA KEHIDUPAN MANUSIA INDONESIA MASA KINI
Pada masa kini bagi masyarakat Indonesia ada kewajiban ganda yang perlu dihadapi dan dilakukan. Pertama, melestarikan warisan budaya bangsa yang kaya raya. Kedua, Membangun kebudayaan nasional Indonesia yang kuat dan modern. Hasil akhir dari kedua upaya tersebut adalah membangun masyarakat modern yang khas Indonesia, maksudnya adalah masyarakat yang tidak hanya mampu membangun dirinya sederajat dengan bangsa-bangsa lainnya tetapi juga memiliki ketangguhan untuk menghadapi tantangan seperti adanya kemerosotan lingkungan hidup, akibat dari arus ilmu dan teknologi modern, serta kecendrungan global yang membawa daya tarik yang kuat menuju ke arah pola hidup yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa.
Selain itu, kita menyaksikan dunia sekitar kita dilanda arus perubahan besar yang telah membuat konsep-konsep lama mengenai tata hubungan antar bangsa menjadi usang, disamping berkembangnya pandangan-pandangan baru. Arus perubahan dan perkembangan ini didorong oleh kemajuan teknologi yang berkembang dengan sangat cepat dalam abad ke-21 ini.
Banyak ahli menyimpulkan bahwa suatu era akan segera selesai dilalui dan segera memasuki era selanjutnya yang baru, yaitu dari era industri menuju era informasi. Proses perubahan yang sekarang sedang berlangsung dikatakan sebagai proses transformasi dari masyarakat industri menuju ke masyarakat informasi, di mana di masa ini kehidupan masyarakat dan segala kemajuannya sangat dipengaruhi oleh penguasaan atas informasi.
Sejarah mencatat bahwa adanya evolusi dalam hal tehnologi mengubah peradaban manusia dari satu masa ke masa berikutnya. Perubahan dalam hal tehnologi melahirkan evolusi kebudayaan, misal ketika mesin uap ditemukan di Eropa, maka terjadi perubahan drastis dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri.
Perkembangan tehnologi di abad 21 sudah tidak bisa dikatakan sebagai evolusi, karena yang terjadi adalah lompatan-lompatan besar jauh ke depan dalam jangka waktu yang cukup singkat - dlam konteks sejarah peradaban manusia. Beberapa terobosan tehnologi telah membawa manusia ke suatu masa depan. Pada masa kini, yang sedang terjadi adalah perkembangan tehnologi informasi dan komunikasi yang ditunjang oleh perkembangan tehnologi elektronika dan informatika yang sangat cepat.
Adanya revolusi informasi dan komunikasi dalam abad 21 ini mempengaruhi kecendrungan perubahan mendasar dalam kehidupan manusia, yang salah satu aspek diantaranya adalah adanya globalisasi. Adanya perkembangan tehnologi informasi dan komunikasi membuat dunia menjadi makin sempit, ruang dan waktu menjadi sangat relatif dan dalam banyak hal batas-batas negara sering menjadi makin kabur, bahkan mulai tidak relevan.
Proses perubahan berlangsung terus menerus dan belum tahu akan berhenti di mana dan kapan. Tidak ada manusia satu pun yang tidak akan luput dari pengaruhnya. Azyumardi Azra; disorientasi, dislokasi atau krisis sosial budaya dikalangan masyarakat Indonesia semakin bertambah. dengan meningkatnya penetrasi dan ekspansi budaya barat, sebagai akibat globalisasi yang hampir tidak terbendung.
Berbagai ekspresi sosial budaya yang sebenarnya asing dan tidak memiliki basis dan preseden kultural dalam masyarakat kita, semakin menyebar dan memunculkan kecenderungan gaya hidup baru, yang tidak selalu positif dan kondusif bagi kehidupan sosial budaya. Misalnya semakin maraknya budaya serba instan yang menyebarkan pesan permissiveness, kekerasan, dan hedonisme. Hal ini tidak lain, seperti ungkapan Edward Said, merupakan cultural imperialism (imperialisme kebudayaan) yang menggantikan imperialisme klasik yang terkandung dalam orientalism.
Arus informasi dan komunilasi telah membuat makin globalnya berbagai nilai budaya yang berasal dari kebudayan "adi daya", seperti budaya nge"jeans", "MTV"nisasi dan juga makin memicu adopsi budaya luar, seperti makan sushi di warteg, maraknya lomba "cost play" tokoh animasi Jepang di berbagai ajang remaja.
Dengan demikian, secara lebih mendalam terjadi interaksi dan peng"instruksi"an budaya yang sangat intensif dan menjurus ke arah terciptanya nilai budaya universal di mana-mana, khususnya di kalangan generasi muda.
Azyumardi Azra melihat bahwa dari berbagai kecendrungan ini, maka orang dapat melihat munculnya kultur hybrid yang tidk terelakkan khususnya karena proses globalisasi yang semakin sulit dihindari. Tetapi, disisi lain kultur hybrid yang sumbernya dari dominiasi budaya luar, dapat mengakibatkan krisis budaya nasional dan lokal yang lebih jauh.
Selain itu, budaya ini dapat mengakibatkan lenyapnya identitas kultural nasional dan lokal, yang mana hal ini sangat krusial bagi terciptanya integrasi sosial, kultural dan politik masyarakat dan negara bangsa.
Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, nampak dari adanya keanekaragaman, yang dapat dilihat secara sinkronis maupun diakronis. Secara sinkronis, masyarakat Indonesia terdiri dari 500 suku bangsa dengan budaya dan adat dan bahasa yang tersendiri, serta menganut baik agama tradisi besar maupun tradisi lokal.
Selain itu, juga mewarisi ciri-ciri biologis dari berbagai ras dan menetap di berbagai jenis komunitas, mulai dari komunitas sekitar hutan sampai komunitas yang tinggal di kota-kota metropolitan seperti Jakarta, Surabaya. Sedangkan secara diakronis, masyarakat Indonesia mengalami perubahan sosial dan budaya sejak datangnya agama-agama besar dunia, seperti Hindu, Budha, Islam, Kristen, secara bergelombang, baik di wilayah pesisir maupun di wilayah pedalaman, serta di pulau-pulau terpencil di Indonesia.
Derasnya pengaruh globalisasi yang ada tentunya membuat pertanyaan-pertanyaan seperti "bagaimana kebudayaan Indonesia menyikapi pengaruh peradaban dunia tersebut? bagaimana peradaban Indonesia itu sendiri?". Soeryanto; meliohat bahwa letak geografis kepulauan Indonesia yang sangat khas tersebut, yaitu terletak antara dua benua besar dan dua samudra besar, membuat posisi tersebut sewajarnya membuka peluang yang besar untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan peradaban lainnya untuk membentuk atau memperkuat jati diri.
Disamping itu, perlu disadari bahwa Indonesia adalah masyarakat yang pluralistik, baik dari sudut etnis, bahasa, kepercayaan, adat istiadat dan kebudayaannya. Karena itu, tanggapan masyarakat itu senidiri dalam proses enkulturasi tersebut berjalan secara heterogen, karena terjadinya diferensiasi dalam tingkat dan intensitas transformasi sosial tersebut.
Dalam sejarah masa lalu Indonesia, seperti diungkapkan sebelumnya kita mengenal dan menyerap berbagai peradaban agama besar yang masuk ke bumi Nusantara, seperti Hindu, Budha, Islam dan Kristen. Di sini yang menarik perhatian adalah bahwa proses penyerapan peradaban dan kebudayaan agama tersebut mendorong terjadinya transformasi budaya yang bersifat linear evolutif, sedangkan dalam komunikasi dengan peradaban Barat dengan industrialisasinya serta proses modernisasi yang ada terjadi perubahan yang revolutif sifatnya.
Dengan demikian, dalam proses akulturasi dan enkulturasi terbentuklah corak peradaban Indonesia yang bervariasi, termanifestasi dalam struktur sosial yang tradisional dan modern, seperti sistem feodal dan demokrasi. sikap hidup yang terbuka dan sinkretik, serta individualistik. Hal ini juga terlihat pada pola hidup gotong-royong yang kemudian berubah menjadi pola yang bersifat konsumtif dan produktif. Hal ini terjadi karena benturan-benturan yang timbul terkait dengan pola hidup yang heterogen, sehingga mengakibatkan timbulnya konflik batin dan krisis budaya.
Masuknya penjajahan Belanda pada masa lampau ke Indonesia, tidak banyak mendorong kemajuan masyarakat Indonesia, karena kepentingan Belanda di Indonesia pada saat itu adalah mengambil hasil bumi Indonesia sebanyak-banyaknya dan bukan mengangkat martabat manusia Indonesia dengan memperkenalkan bentuk peradaban baru.
Oleh karenanya, pendidikan masyarakat Indonesia yang masih carut marut bukan tugas utama dalam misi Belanda ke Indonesia pada masa itu. Pembangunan pendidikan oleh Pemerintah Belanda pada saat itu cenderung dimaksudkan untuk menghasilkan orang-orang Indonesia yang terdidik untuk menjaga kelestarian pengelolaan pemerintah Hindia Belanda menjadi efektif dan efisien.
Kaum priyayi (sebutan untuk orang pribumi terdidik yang bekerja di kantor pemerintah Belanda) baru di Jawa ini sebenarnya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pegawai kantor pemerintah kolonial Belanda. Jadi sejauh ini, kepribadian dasar (basic personality structure) orang Indonesia pada umumnya dirumuskan sebagai memiliki sikap terbuka, ramah, kekeluargaan, suka gotong royong, hidup boros, terpaku pada kekinian dan lainnya.
Kesulitan pembentukan peradaban memuncak dalam jaman kemerdekaan. Pokok persoalannya adalah sejauh mana peradaban modern yang masuk bisa membawa perbaikan dan kemajuan bagi masyarakat dengan proses yang tertib dan kontinu. Akar problematika yang dirasakan sejak tahun tigapulhan adalah cerminan dalam polemik kebudayaan yang terjadi di masa itu, yang pertanyaannya adalah "apakah pembangunan peradaban modern itu tidak identik dengan proses waternisasi?".
Selain itu juga tentang perumusan kebudayaan nasional itu sendiri di masa itu yang hingga pada hari ini mengalami polemik kebudayaan yang berkepanjangan serta merupakan "pekerjaan rumah" bersama.
Hal ini pun juga terlihat pada masa sidang BPUPKI, mengenai pertanyaan Rajiman Widyodiningrat tentang landasan negara Republik yang akan didirikan. Di sisni Supomo menjawab dengan mengemukakan konsep negara sebagai hasil perpaduan anatara persepsi tradisional dengan persepsi modern yaitu negara integralistik.
Selain itu Bung Karno mengemukakan lima prinsip yang kemudian di sebut sebagai "Pancasila" dan merupakan "inti hakiki dari makna peradaban Indonesia", yang kemudian dituangkan sebagai pedoman ideologis ke dalam UUD '45. Di sisni Bung Karno melihat bahwa nilai fundamental yang sewajarnya dijadikan "leitstar" bagi kehidupan bangsa, perlu diwujudkan secra konkret dalam peradaban Indonesia.
Dengan demikian, berdasarkan motivasi politik itulah langkah strategis yang pertama dilakukan adalah membangun National dan Character Building bangsa Indonesia.
Tetapi, Kebijakan strategis itu tidak berlanjut karena adanya perubahan kepemimpinan nasional dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto. Di sisni, pemimpin baru mengambil kebijakan yang berbeda yaitu prioritas pada pembangunan ekonomi. Dengan demikian proses peradaban yang belum mantap itu dengan kondisi kebijakan yang berubah menimbulkan implikasi, seperti membanjirnya peradaban materiil yang tidak tertampung dalam struktur mental yang seharusnya menjadi basis dan sumber kekuatan budaya yang membuat basic personality structure yang dimiliki melemah.
Dengan demikian,krisis multidimensional yang tidak dapat diatasi menunjukkan bahwa kondisi peradaban Indonesia semata-mata bertumpu pada bentuk-bentuk eksternal dan tidak didukung oleh kekuatan dari dalam. Reformasi yang maksudnya untuk menjalankan koreksi total dengan meluruskan peradaban yang sedang terkena krisis, ternyata tidak berdaya sama sekali. Di sisni terjadi euphoria kebebasan yang sewenang-wenang, opurtunisme, hipokrisi, pragmatisme, dan materialisme. Di sini terlihat peradaban Indonesia terlihat makin dangkal dan makin menurun kualitasnya.
MODUL 4 :
MANUSIA SEBAGAI INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL
Akan dibahas bagaimana melihat manusia sebagai seorang individu dan sebaliknya, yaitu manusia sebagai makhluk sosial. Kedua pembahasan dipisahkan, karena telah diuraikan sebelumnya bagaimana keterkaitan manusia dengan kebudayaan dan peradaban, serta melihat sisi manusia sebagai makhluk budaya.
Nantinya anda diharapkan mampu menjelaskan kaidah-kaidah hidup, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Kemudian secara khusus diharapkan mampu menjelaskan :
1. manusia sebagai individu
2. manusia sebagai makhluk sosial.
3. peran dan fungsi manusia sebagai individu dan makhuk sosial
4. manusia sebagai bagian dari suatu masyarakat
5. dinamika interaksi sosial
6. dilema antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat
KEGIATAN BELAJAR 1 :
HAKIKAT MANUSIA SEBAGAI INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL
A. MANUSIA SEBAGAI INDIVIDU
Manusia sebagai salah satu makhluk hidup yang hidup di bumi ini, merupakan suatu makhluk hidup yang dianggap paling sempurna, apabila dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Menurut para ahli, apabila melihat dan mempelajari secara intensif dan mendetail organisme manusia maka banyak yang belum mengetahui tentang adanya pola-pola kelakuan manusia.
Pola kelakuan manusia atau sering disebut sebagai patterns of behavior, menurut para ahli antropologi, sosiologi dan psikologi berbeda dengan apa yang disebut sebagai pola tindakan atau pola tingkah laku (patterns of action) dari individu manusia.
Bila para ahli berbicara tentang pola kelakuan (patterns of behavior) maka para ahli berbicara tentang kelakuan dalam arti yang khusus, yaitu kelakuan organisme manusia yang ditentukan oleh naluri, dorongan-dorongan, refleks-refleks atau berbagai kelakuan yang tidak dipengaruhi oleh akal dan jiwanya. Contohnya adalah kelakuan yang membabi buta.
Apa yang disebut dengan kepribadian atau personality; Koentjaraningrat; adalah susunan akal dan jiwa yang menentukan perbedaan tingkah laku atau tindakan tiap-tiap individu manusia. Secara populer istilah kepribadian, dapat berarti ciri-ciri watak seseorang/individu yang konsisten yang memberikan kepadanya suatu identitas sebagai individu yang khusus.
Istilah sehari-hari, memiliki kepribadian diartikan sebagai mempunyai ciri watak yang diperlihatkan secara lahir, konsisten dan konsekuen dalam tingkah lakunya. Memang, istilah kepribadian dalam penggunaan bahasa sehari-hari sering kali salah kaprah. Contohnya, Amin mempunyai banyak kepribadian, yang maksudnya si Amin adalah orang yang bersemangat dan menarik. Sebenarnya penggunaan kata kepribadian di sini adalah untuk menjelaskan kecendrungan karakter tingkah laku dari tokoh si Amin tersebut.
Sebenarnya seseorang tidak mempunyai lebih banyak kepribadian dibandingkan orang yang lainnya, tetapi memiliki kepribadian yang berbeda dari orng yang lainnya. Menurut Yinger, Kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seseorang individu dengan sistem kecendrungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian situasi. Maksudnya, bahwa setiap orang mempunyai cara berprilaku yang khas dan bertindak sama setiap hari dan perilaku tersebut merupakan produk gabungan dari kecendrungan perilaku seseorang dan situasi perilaku yang dihadapi seseorang individu.
Secara umum, kepribadian memiliki beberapa unsur, yang mana unsur-unsur ini mengisi akal dan alam jiwa manusia secara sadar dan nyata terkandung dalam otak manusia.
Pertama, adalah pengetahuan yang didapat manusia secara sadar atau tidak disadari.
Kedua, adalah perasaan.
Alam sadar manusia juga mengandung berbagai macam perasaan yang biasa bersifat subjektif, karena adanya unsur penilaian dan kemudian akan menghasilkan suatu kehendak. Misalnya, seseorang mendengar pemberitaaniklan di radio tentang nikmatnya makan es krim di hari yang sangat panas. Oleh karena penjelasannya sedemikian realistis maka muncul kesadaran atau suatu perasaan yang positif tentang rasa nikmat yang nyata, yang mendorong keluarnya air liur.
Ketiga, adalah dorongan naluri.
Dalam kesadaran manusia menurut para ahli psikologi, juga terkandung naluri. Naluri ini terkandung dalam organisme manusia, khususnya dalam gennya. Kemauan yang sudah merupakan naluri pada tiap makhluk manusia itu disebut oleh para ahli psikologi sebagai dorongan (drive).
Ada berbagai macam dorongan yang terkandung dalam naluri manusia, antara lain adalah :
1. dorongan untuk mempertahankan hidup
2. dorongan seks
3. dorongan untuk mencari makan
4. dorongan untuk berinteraksi sesama manusia
5. dorongan untuk meniru tingkah laku sesamanya
6. dorongan untuk berbakti
7. dorongan akan keindahan
Dalam pola tingkah laku atau pola tindakan manusia ada kecendrungan-kecendrungan untuk menyatakan bahwa setiap orang memilki tingkah laku yang khas. Maka kita perlu melihat perkembangan dari kecendrungan tingkah laku yang dimiliki seseorang manusia melalui interaksi denganberbagai hal yang sifatnya sosial dan budaya.
Dalam bukunya Hurton & Hunt; mengemukakan berbagai faktor yang mempengaruhi kepribadian manusia terkait dengan perkembangan dan kecendrungan tingkah laku manusia, yaitu :
1. warisan biologis
2. lingkungan fisik
3. kebudayaan
4. pengalaman kelompok
5. pengalaman unik
1. Warisan Biologis dan Kepribadian
Bila dilihat secara biologis, semua manusia yang normal dan sehat mempunyai persamaan biologis tertentu, yaitu mempunyai dua tangan, pancaindera, kelenjar seks dan otak yang rumit. Keseluruhan persamaan biologis ini membantu menjelaskan beberapa persamaan dalam kepribadian dan perilaku semua manusia. Setiap warisan yang bersifat biologis pada seseorang manusia juga dapat bersifat unik, yang berarti bahwa tidak ada seseorang manusia pun yang mempunyai karakteristik fisik yang sama, bahkan sepasang anak, kembar hanya memiliki ciri fisik yang hampir sama.
Belum terlampau lama banyak orang yang percaya bahwa kepribadian seseorang tidak lebih dari sekadar penampilan warisan biologi semata. Ciri kepribadian seperti pemarah, ambisius, tekun dan lainnya dianggap sebagai kecendrungan dari keturunan. Tetapi pada saat ini, pemahaman tersebut mulai ditinggalkan dan karakteristik kepribadian seseorang manusia diketahui dibentuk oleh pengalaman. Disamping itu ada beberapa pakar menyatakan bahwa perbedaan individual dalam kemampuan, prestasi dan perilaku hampir semuanya berhubungan dengan lingkungan, dan bahwa perbedaan individu dalam warisan biologis tidak dianggap penting lagi.
Sejak beberapa lama, antara "bawahan dan asuhan" merupakan masalah yang kontroversial (nature vs nurture). Hal ini antara lain dapat dilihat dari suatu penelitian pada 2.500 anak kembar siswa SMA. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa hampir setengah variasi diantara orang-orang dalam spektrum psikologis yang luas adalah sebagai akibat dari perbedaan karakteristik genetis, sedangkan setengahnya lagi adalah sebagai akibat dari lingkungan.
Kemudian hasil penelitian lainnya adalah tentang anak kembar di Moskow oleh Medico Genetical Institute, dimana 1000 anak kembar dipisahkan sejak mereka masih bayi dan dimasukkan kedalam lingkungan yang terkendali selama dua tahun. Salah satu hasil dari riset ini menyatakan bahwa pasangan anak kembar dapat memiliki perbedaan kecerdasan yang sangat berbeda, tetapi di sisi lainnya mereka tetap memiliki ciri-ciri dasar keturunan yang sama.
Dengan demikian perbedaan individual dalam warisan biologis adalah nyata, terlepas dari apakah kenyataan demikian menyebabkan seseorang manusia menjadi bahagia atau tidak. Karena untuk beberapa ciri warisanbiologis tertentu dianggap lebih penting dari yang lain. Terkait dengan hal itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa IQ anak angkat lebih mirip dengan IQ orang tua kandung daripada orng tua angkat. Namun, meskipun perbedaan individual dalam IQ nampaknya lebih banyak ditentukan oleh keturunan daripada lingkungan, tetapi banyak perbedaan lainnya ditentukan oleh lingkungan. Lihat contoh-contoh berikut ini :
a. anak gemuk adalah periang
b. manusia dan kening yang lebar adalah cerdas
c. manusia dengan bentuk rahang yang lebar mempunyai kepribadian yang kuat.
Kesemua contoh diatas ini adalah bagian dari keyakinan umum yang telah di uji secara empiris, dimana hasilnya adalah tidak benar. Walaupun menurut Bar terkadang ditemukan beberpa hubungan yang absah (relevan).
Kemungkinan penjelasan lainnya adalah bahwa ada kharakteristik fisik didefinisikan secara sosial dan kultural dalam setiap masyarakat. Misalnya gadis yang gemuk dikagumi di wilayah Dahomey Amerika, sementara barangkali di wilayah lain gadis yang gemuk sering dijadikan bahan ejekan. Jadi suatu karakteristik fisik dapat menjadikan seseorang cantik id dalam suatu masyarakat tertentu dan di dalam masyarakat lainnya menjadi seperti cerita "si anak bebek yang buruk rupa". Memang ada kemungkinan bahwa ada hubungan genetis yang benar-benar ada dalam karakteristik fisik dan sifat perilaku. Tetapi dalam kebanyakan kasus, setiap hubungan yang statis barangkali adalah akibat dari reaksi kultural dan sosial terhadap karakteristik fisik tersebut.
2. Lingkungan Fisik dan Kepribadian.
Beberapa manuskript yang paling dini, misalnya tulisan Sorokin yang merupakan kesimpulan dari teori beratus-ratus penulis seperti dari Conficius, Aristoteles sampai dengan Huntington, menjelaskan tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan iklim dan geografis. Tulisan tersebut menekankan bahwa perbedaan perilaku kelompok terutama disebabkan oleh perbedaan iklim, topografi, dan sumber alam. Teori ini sesuai dengan kerangka etnosentris, karena geografi memberi keterangan yang cukup baik dan jelas objek terhadap kebajikan nasional dan sifat-sifat buruk manusia.
Disini, lingkungan fisik sebagai salah satu faktor yang sifatnya minor dalam teori-yeori evolusi kebudayaan, menjadi tidak begitu penting dalam perkembangan kepribadian. Tetapi apabila kita lihat secara lebih seksama maka segala jenis kepribadian, dapat kita temui di setiap jenisiklim. Contohnya, orang pedalaman Australia harus berjuang dengan gigih untuk tetap hidup, padahal Bangsa Samoa hanya memerlukan sedikit waktu setiap harinya untuk mendapatkan lebih banyak makanan daripada yang bisa dimakan.
Kemudian Suku Quolla di Peru digambarkan Trotter sebagai kelompok orang yang paling keras di dunia dan di sini Trotter menghubungkan hal ini dengan hipoglikemia yang timbul karena kekurangan makanan.
Nampaklah bahwa lingkungan fisik mempengaruhi kepribadian perilaku. Walaupun demikian, dari kelima faktor yang mempengaruhi kepribadian maka lingkungan fisik merupakan faktor yang tidak begitu penting dibandingkan faktor-faktor lainnya.
3. Kebudayaan dan Kepribadian
Pengalaman yang beragam adalah suatu hal yang umum bagi seluruh umat manusia di seluruh kebudayaan di muka bumi ini. Seorang anak manusia dan setiap manusia di muka bumi belajar makan, belajar berkomunikasi, menerima pujian atau juga menerima hukuman. Semua yang dipelajari ini merupakan sejumlah pengalaman umum yang dialami oleh berbagai manusia di berbagai belahan di dunia.
Setiap warga kelompok atau komunitas di bumi ini biasanya memberikan pengalamannya atau memahami pengalaman orang-orang lain di kelompoknya sebagai bagian dari kebutuhan dirinya. Dengan demikian pengalaman sosial yang sebenarnya bersifat umum bagi seluruh anggota komunitas atau kelompok tertentu dapat memunculkan suatu konfigurasi kepribadian yang sangat khas dari anggota masyarakat tersebut. Du Bois menyebutnya sebagai "modal personality" atau diterjemahkan oleh Koentjaraningrat sebagai watak umum atau kepribadian umum.
Seorang bayi lahir ke dunia sebagai organisme kecil yang memiliki banyak kebutuhan fisik. Tetapi kemudian ia menjadi seorang manusia yang memiliki seperangkat sikap dan nilai, kesukaan dan ketidaksukaan, dan banyak hal lainnya, melalui suatu proses yang kita sebut sebagai proses sosialisasi.
Proses ini adalah suatu proses belajar yang mengubah dari "suatu makhluk" menjadi "seorang manusia" yang memiliki kepribadian tertentu.
Jadi, sosialisasi adalah suatu proses dimana seseorang menghayati norma-norma kelompoknya yang berbeda dengan norma-norma kelompok-kelompok lainnya, di mana ia hidup sebagai diri yang unik.
Di awal kehidupan tidak ditemukan apa yang disebut "diri". Ada organisme fisik, tetapi tidak ada rasa pribadi. Kemudian sang bayi mulai berkenalan dengan sekelilingnya, dengan sosok awal yang biasa selalu bersamanya, baik ketika ia lapar, ketika ia ingin tidur, ketika ia merasa tidak nyaman karena pakaiannya basah, dan banyak hal lainnya.
Ia diajar untuk memanggilnya sosok awal tersebut dengan sebutan "ibu" "mama" "mom". Kemudian ia juga belajar untuk memanggil sosok-sosok lainnya yang sering ada didekatnya seperti "papa', "kakak", "eyang" dan lainnya. Semakin lama perbendaharaan kata panggilan terhadap orang-orang di sekelilingnya ini menjadi semakin banyak.
Sementara itu, ia pun belajar untuk mengidentifikasi dirinya sendiri dengan sebutan tertentu, selain ia belajar mengidentifikasi serta memanggil individu-individu di sekelilingnya dengan sebutan yang berbeda-beda. Hal ini terjadi, ketika sang bayi sudah semakin besar usianya. Sekitar usia 18 bulan - 2 tahun, seorang anak mulai menyebut dirinya dengan kata panggilan "saya". Hal ini merupakan pertanda yang jelas dari adanya kesadaran diri. Seorang anak telah semakin sadar sebagai manusia yang berbeda dari individu lain yang ada di sekelilingnya.
4. Delapan Tahap Kehidupan
Menurut Erik Erikson, orang asli Jerman yang hidup di Amerika Serikat, siklus kehidupan manusia dapat dicapai atas delapan tahap, yang mana dari tahapan satu ke tahapan yang lainnya ada suatu krisis identitas (identity crisis).
Penjelasan Erikson ini disebut sebagai teori tentang sosialisasi siklus kehidupan (life cycle socializayion). Krisis identitas disini adalah titik balik dalam perkembangan individu, ketika seseorang harus masuk kedalam perkembangan yang lebih lanjut.
Sebagai ilustrasi, dalam tahap pertama, sang bayi sebenarnya belajar tentang rasa percaya ataupun tidak percaya pada tokoh ibu ataupun tokoh pengganti ibu. Karena di masa ini, seorang ibu akan memberikan rasa cintanya sepenuh hati atau tidak dan juga memperhatikan kebutuhan fisik sang bayi dalam hal lapar, sakit, tidak nyaman, dlsb. Apabila seorang ibu tidak memperhatikan secara konsisten, maka sang bayi akan mengalami perasaan yang tidak percaya dan tidak aman pada orang-orang lainnya. Kemudian, didalam tahap kedua, yaitu masa kanak-kanak awal, anak-anak belajar tentang berbagai hal seperti berjalan, berbicara, memanjat dan lainnya. Di sisni anak-anak ini mulai membangun otonomi, yaitu mulai memilih-milih dan mengungkapkan keinginannya, seperti memilih makanan yang disukai dan tidak disukai, dengan cara memakannya atau memuntahkannya. Disamping itu juga membentuk dan mengejar harapan-harapannya.
Dalam tahap ketiga, seseorang memutuskan konflik Oedipus dan mulai mengembangkan pengertian moralnya. Sedangkan tahap keempat, teori Erikson sama dengan teori yang dikembangkan oleh Sigmund Freud tentang perkembangan psikoseksual anak, yakni oral, anal, genital dan laten. Tahap kelima, remaja mengembangkan rasa identitas pribadi melalui interaksi dengan orang lain. Tahap keenam, orang dewasa mengembangkan hubungan kasih yang awet dengan lawan jenisnya. Selanjutnya pada tahap ketujuh, orang dewasa usia lanjut akan mengembangkan sesuatu kepada keluarga dan pada masyarakat. Sedangkan pada tahap kedelapan, seorang individu menghadapi masa akhir hidup baik secara terhormat ataupun penuh keputusasaan.
Dengan demikian menurut Erikson, dalam setiap tahap ada kebajikan mendasar yang harus menyertai setiap tahapan tersebut, yang terus berkembang dengan berlalunya krisis Erikson, dengan teorinya ini, mempunyai pengaruh besar dalam dunia akademis, karena ia mempopulerkan istilah "krisis identitas" yang sering digunakan setiap periode sebagai masa yang ragu-ragu dan bimbang.
5. Pentingnya Gambaran Diri
Berbicara tentang gambaran diri pribadi, yaitu faktor yang sangat mempengaruhi dan menentukan tingkah laku seorang individu, dapat dilihat dari beberapa hasil penelitian yang menggambarkan pentingnya gambaran diri ini. Salah satunya adalah tulisan Campbell; menemukan bahwa dari semua faktor yang ada kaitannya dengan "kepuasan hidup" maka perasaan seseorang tentang "kepuasan dengan diri" menduduki rangking tertinggi, sedangkan untuk standar hidup menduduki rangking kedua. sementara kepuasan dengan kehidupan keluarga berada pada rangking ketiga.
Hal ini terlihat dalam suatu studi yang cukup terkenal, yaitu
"Equality of Educational Oppurtunity". Studi ini menemukan bahwa ciri-ciri kepribadian yang paling penting berkaitan dengan pelajaran sekolah adalah konsep diri anak dan rasa penguasaan terhadap lingkungan, yaitu perasaan bahwa ushanya akan membuahkan perbedaan.
Pendidikan yang efektif di sekolah terletak pada pembangunan kepercayaan diri pelajar. Sebaliknya, kurangnya gambaran diri yang memuaskan hampir selalu merusak prestasi kerja dan prestasi belajar. Studi lainnya yaitu Leviton; menunjukkan bahwa anak-anak sekolah kulit hitam memiliki harga diri yang lebih rendah daripada anak-anak kulit putih.
Akan tetapi dalam penenlitian terakhir tentang masalah yang sama, kondisi sudah jauh berubah. Anak-anak kulit hitam sudah memiliki harga diri yang lebih baik dibandingkan hasil penelitian sebelumnya.
Gambaran diri yang tidak memuaskan sejak dini akan menyebabkan tingkah laku yang negatif, seperti nakal, anti sosial dan tidak menyenangkan. Sebenarnya sejumlah tingkah laku, mulai dari kebiasaan-kebiasaan yang agak mengganggu sampai kepda kebiasaan yang
sifatnya neurosis yang serius berhubungan dengan gambaran diri ini.
Dengan demikian, konsep diri berkembang melalui proses yang bertahap dan rumit yang berlangsung seumur hidup. Konsep ini merupakan gambaran bahwa seseorang hanya dapat berkembang dengan bantuan orang lain. Contohnya orang tua yang memiliki anak gadis yang emnurut mereka cantik, yang selalu mengatakan bahwa mereka memiliki anak gadis yang cantik pada orang lain, akan menyebabkan gadis ini pun merasa diri cantik pula.
Jadi konsep gambaran diri ini tidak perlu berkaitan dengan fakta-fakta objektif. Konsep diri yang ditemukan melalui tanggapan orang lain dinamakan sebagai diri cermianan orang lain. Dengan demikian, sebagaimana gambaran dalam cermin, maka cermin memberikan bayangan mengenai diri fisik kita, dan persepsi tanggapan orang lain memberikan gambaran diri sosial kita.
6. Pengalaman Unik dan Kepribadian
Pengalaman individu akan berbeda satu dengan yang lainnya, dan akan menghasilkan individu yang berbeda walaupun individu-individu tersebut dilihat dari latar belakngnya mereka ini berasal dari kelompok keluarga yang sama.
Pertanyaannya, mengapa demikian? Jawabannya adalah kita perlu melihat pada "pengalaman". Pengalaman sifatnya sangat individual, artinya walaupun individu tersebut saling memiliki hubungan kekerabatan serta memiliki hubungan keturunan yang sama tetapi dari sudut pengalaman dapat berbeda satu dengan yang lainnya. Walaupun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa ada pula pengalaman yang serupa untuk beberapa hal tertentu.
Dengan demikian, pengalaman setiap orang adalah unik dan tidak ada pengalaman siapa pun yang sempurna dan dapat menyamainya. Selain itu, pengalaman tidak hanya sekedar bertambah, tetapi sifatnya menyatu. Maksud dari penjelasan terakhir adalah bahwa sebuah kepribadian tidak dibangun seperti menyusun "puzzle" atau yang kita lihat sebagai kepingan-kepingan peristiwa yang merupakan suatu pengalaman bagi individu.
Makna dan pengaruh sebuah pengalaman tergantung pada pengalaman-pengalaman sebelumnya. Contohnya, bagi seorang mahasiswa Indonesia yang bersekolah di Perguruan Tinggi di Amerika, makan soto ayam adalah suatu hal yang luar biasa dan jarang dilakukan. Dengan demikian pengalaman makan soto ayam di negeri lainmenjadi pengalaman yang sangat berkesan, ketika sehari-harinya dia hanya dapat makan hamburger, steak, pasta dan lainnya.
Tapi, berbeda bagi pengalaman mahasiswa Indonesia yang tinggal di Jakarta yang mana makan soto ayam adalah makanan sehari-hari, baik di rumah, di kantin kampus ataupun di warteg dekat kampus. Jadi makan soto ayam adalah suatu pengalaman yang biasa dalam kehidupan individu ini.
Para psikoanalisis menjelaskan bahwa peristiwa tertentu dalam pengalaman seseorang adalah penting sekali karena peristiwa tersebut mewarnai reaksi seseorang atas pengalaman berikutnya. Jadi, pengalaman setiap orang merupakan suatu jaringan dari jutaan peristiwa, dimana masing-masing dimaknai dan merupakan pengaruh dari pengalaman-pengalaman yang sebelumnya. Dengan demikian, bisa dimengerti apabila dikatakan bahwa analisis kepribadian merupakan hal yang rumit.
B. MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL
Manusia sebagai individu memerlukan individu lain untuk dapat hidup sebagai manusia. Mengapa demikian? Tentu ini ada kaitannya dengan apa yang kita sebut sebagai proses belajar sebagai manusia. Seperti halnya kucing yang akan berkembang dengan ciri-ciri kehidupan kucing bila hidup dan berinteraksi dengan sesama kucing.
Anda mengetahui cerita "Tarzan", digambarkan bagaimana seorang bayi yang sedari kecil dipelihara oleh seekor monyet. Setelah dewasa, walaupun secara fisik ia berupa manusia, cara dia bertindak, berprilaku dan berbicara lebih menyerupai seekor monyet.
Berdasarkan cerita, bila ingin hidup sebagai manusia maka kita pasti akan butuh manusia lain untuk mengajari bagaimana cara hidup seseorang manusia. Seperti juga hewan, ada hewan yang jinak dan ada yang ganas. Manusiapun demikian, ada manusia yang baik dan ada manusia yang jahat. Akan tetapi, manusia bukan hewan. Karena secara kodrati, manusia memiliki akal. Dengan akalnya, manusia mampu berpikir untuk memilih menjadi baik atau tidak baik (jahat atau buruk).
Bila kita belajar dari manusia yang baik maka kita akan menjadi manusia baik, akan tetapi sebaliknya, bila kita belajar dari manusia yang jahat, maka kita akan menjadi jahatpula. Apakah memang selalu demikian?.
Terlepas menjadi baik atau tidak baik, manusia sebagai individu akan selalu membutuhkan individu lain untuk dapat hidup sebagai manusia. Karena kebutuhannya itu maka manusia pada hakikatnya adalah merupakan makhluk sosial. Mengapa makhluk sosial? Penjelasan tentang pengertian makhluk sosial dan bagaimana manusia merupakan makhluk sosial pada uraian berikut ini.
Kata "sosial" berasal dari kata socioes yang artinya berkumpul. Kata "sosial" dapat diartikan dalam beberapa pengertian, antara lain merujuk pada :
1. sikap yang menunjukkan kebutuhan untuk masuk dalam bagian orang-orang lain.
2. karakteristik umum dari orang-orang (sekelompok orang)
3. hubungan antar orang-orang (social relation)
4. interaksi-interaksi antarorang
5. keanggotaan dari suatu kelompok orang atau suatu komunitas orang
6. karakteristik manusia untuk saling bekerja sama
7. saling ketergantungan
Kata sosial menunjuk pada society (masyarakat) sebagai suatu sistem dari kehidupan bersama. Sebagai suatu sistem dari kehidupan bersama, maka manusia pada hakikatnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia memiliki kebutuhan untuk hidup secara berkelompok (bersama) dalam suatu ikatan nilai-nilai bersama. Nilai-nilai inilah yang dipegang dan disosialisasikan kepada generasi manusia berikutnya yang menjadi anggota dari kelompok mereka kelak.
Dalam kehidupannya sebagai makhluk sosial, manusia terus berusaha mengembangkan self-nya untuk tetap dapat diterima oleh kelompoknya. Perkembangan diri (self) manusia, oleh Charles H. Cooley dijelaskan dalam teorinya yang dinamakan looking-glass self, dimana Cooley melihat bahwa konsep diri seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Ia menganalogikan proses pembentukan diri seseorang dengan perilaku yang sedang bercermin.
Pada seseorang yang sedang bercermin, cermin akan memantulkan apa yang terdapat didepannya. Dengan demikian diri seseorang pun memantulkan apa yang dirasakan sebagai tanggapan dari orang lain terhadapnya.
Proses pembentukan diri ini, menurut Cooley, terbentuk melalui 3 tahap yaitu :
1. Seseorang mempunyai persepsi mengenai pandangan orang lain terhadapnya
2. seseorang mempunyai persepsi mengenai penilaian orang lain terhadap penampilannya
3. seseorang memiliki perasaan terhadap apa yang dirasakan sebagai penilaian orang lain terhadapnya.
Contoh berikut untuk dapat memahami pendapat Cooley; Bila seseorang memiliki perawatan gemuk dan pendek merasa orang menganggapnya tidak menarik, maka ia merasa ia tidak akan mendapatkan perhatian orang lain. Karena persepsi mengenai dirinya seperti itu, maka ia cenderung untuk menutup diri dan tidak memiliki kepercayaan diri. Ia akan memiliki perasaan rendah diri bila berhadapan dengan orang lain, apalagi dengan lawan jenis, terlepas dari apakah pada kenyatannya orang memang menganggap ia tidak menarik atau justru menganggapnya menarik.
Dengan kata lain, proses perkembangan diri kita sebagai manusi sangat tergantung pada orang lain disekitar kita. Untuk itulah manusia pada hakikatnya memiliki naluri untuk selalu hidup dengan orang lain (gregoriusness).
Akan tetapi, setiap individu manusia akan berusaha mengambil jarak dan memproses dirinya untuk membentuk perilaku yang selaras dengan keadaan dan kebiasaan yang banyak dianut oleh sebagian besar orang-orang laindi sekitarnya.
Manusia sebagai individu selalau berada di tengah-tengah kelompok individu yang sekaligus mematangkan dirinya untuk menjadi seorang pribadi. Proses seseorang menjadi pribadi tidak hanya didukung dan disambut oleh dirinya, tetapi juga oleh kelompok sekitarnya.
Manusia dapat dikatakan juga sebagai monodualis, yaitu sebagai makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial maka manusia butuh berhubungan dengan orang lain atau manusia lain, akan tetapi sebagai makhluk individu manusia mempunyai keinginan untuk mengadakan hubungan dengan dirinya sendiri, dan mengambil jarak dengan individu lain. Berakitan dengan kedudukannya sebagai makhluk sosial, manusia dihadapkan pada adanya fakta-fakta sosial.
Fakta Sosial; Emilie Durkheim; adalah cara bertindak, berpikir dan berperasaan, yang berada diluar individu, dan mempunyai kekuatan memaksa serta mengendalikannya. Apa yang dipikirkan, apa yang rasakan dan apa yang dilakukan oleh individu sesungguhnya bukanlah karena semata-mata keinginannya sebagai individu akan tetapi lebih dikarenakan adanya paksaan dan pengaruh dari luar dirinya.
Sebagai makhluk sosial manusia selalu dihadapkan pada keharusan (paksaan yang tadi diistilahkan sebagai bagian dari fakta sosial) untuk melakukan tindakan sosial dan interaksi sosial.
Tidak semua tindakan yang dilakukan manusia dapat disebut sebagai tindakan sosial. Karena suatu tindakan hanya dapat disebut sebagai tindakan sosial apabila tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain, dan berorientasi pada perilaku orang lain. Misalnya bersiul untuk mendapat perhatian orang lain, berdandan untuk tampil didepan umum, maka karena disuruh orang tua, dll. Sednagkan yang bukan tindakan sosial muisalnya bersiul untuk menghibur diri sendiri, makan karena lapar, dll.
Dalam tindakan sosia, kita melakukan transfer simbol kepada orang lain; dapat dikatakan bahwa pada saat yang sama kita melakukan apa yang selanjutnya disebut sebagai interaksi sosoial.
Dalam batasan konsepnya, interaksi sosial diartikan sebagai hubungan antara individu satu dan individu lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat hubungan yang saling timbal balik. Akan tetapi, karena manusia biasa hidup berkelompok maka konsep interaksi sosial bukan hanya berlaku pada hubungan antarindividu, melainkan juga antara individu dengan kelompk dan antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
Pada saat seseorang atau suatu kelompok melakukan interaksi, maka sesungguhnya mereka melakukan apa yang disebuit dengan pertukaran simbol, baik simbol verbal (bahasa yang doituangkan dalam kata-kata) maupun non-verbal (isyarat atau bahasa tubuh). Ahli sosiologi membahasnya dalam teori interaksionisme simbolis. Sednagkan dalam bahasa ilmu komunikasi maka hal ini lebih lazim disebut dengan komunikasi verbal dan komunikasi non-verbal.
Karena dalam interaksi sosial yang dipertukarkan adalah simbol, maka dapat saja terjadi kesalahan melakukan interprestasi atas makna simbol yang diberikan dari orang atau kelompok lain. Penafsiran yang berbeda antara satu individu ke individu lain atau satu kelompok ke kelompok lain dapat menimbulkan pertentangan makna simbol. Inilah yang kemudian dapat menimbulkan konflik dalam interaksi.
Anda tentu pernah mendengar peristiwa terjadinya tawuran antar pemuda yang disebabkan karena kesalahmengertian dari tindakan sosial seseorang. Karena tindakan yang dilakukan pemuda A, yang sesungguhnya sama sekali tidak bermaksud menghjina pemuda B, akan tetapi ditafsirkan justru menghina oleh pemuda B, akan dapat menyulut munculnya konflik antara kedua pemuda tersebut.
Bahkan hal ini bisa terjadi pada konflik antarkelompok (misalnya konflik antarsuku bangsa, konflik antarpemeluk agama, dlsb). Untuk itulah, dalam melakukan penyelesaian konflik sosial biasanya ditempuh dengan jalan musyawarah untuk mufkat. Apa yang disepakati? Tentunya simbol. Tiap-tiap pihak yang berkoflik mencoba mencari persamaan atas simbol yang mereka pertentangkan. Dan selanjutnya mencari jalan keluar agar simbol (baik simbol verbal maupun simbol non verbal) tersebut tidak lagi dipertentangkan.
Berdasarkan bentuknya, interaksi sosial dapat berupa konflik dan kerja sama. Konflik sosial yang terjadi dapat bersifat laten maupun manifes. Konflik sosial yang manifes adalah konflik sosial yang nampak dan dapat kita lihat dengan jelas (misalnya tawuran pelajar, perang antarsuku, baku hantam antarpemuda, dll).
Senagkan konflik sosial laten adalah konflik sosial yang tidak nampak dipermukaan dan tersembunyi dalam hubungan sosial yang dikemas dengan baik diluarnya. Dari luar, orang akan melihat bahwa hubungan antara individu, atau antara kelompokyang ada tidak ada maslah, akan tetapi sesungguhnya masing-masing memiliki benih-benih konflik.
Banyak pihak melihat bahwa konflik laten akan lebih berbahaya daripada konflik yang manifes, karena benih-benih konflik yang terakumulasi dalam jangka waktu yang lama dapat meledak menjadi konflik terbuka yang dahsyat kapanpun. Bentuk-bentuk konflik sosial antara lain persaingan, pertentangan, kecemburuan, dll. Sedangkan interaksi sosial yang berupa hubungan kerja sama, dapat dilakukan dalam benyuk pemberian dukungan dan bantuan baik fisik maupun non-fisik (psikologis), baik materiil maupun non materiil, baik berupa verbal maupun non-verbal (tindakan).
Untuk itu, sebagai manusia yang juga merupakan makhluk sosial, kita dihadapkan pada pilihan kehidupan sosial kita, yaitu bagaimana interaksi sosial yang akan kita bangun dengan sesama manusia lain di sekitar kita. Manusia selalu butuh berinteraksi dengan orang-orang. Pada saat baru dilahirkan manusia melakukan interaksi awalnya dengan ibu. Kemudian akan mulai mengenali adanya orang-orang lain disekitarnya selain ibu. Lalu mulai mengenal sosok ayah, kakek/nenek, kakak, dll.
Disini seorang anak mulai mengerti makna dari suatu interaksi yang dilakukan oleh orang-orang lain disekelilingnya. Misalnya ia akan tertawa bila seseorang menampakkan mimik wajah lucu atau menggelitik tubuhnya, akan menangis bila ia dicubit, dan lainnya. Itulah tahap awal dari interaksi sosial manusia.
Proses selanjutnya, seorang anak akan mengalami apa yang kemudian disebut sebagai sosialisasi. Sosialisasi adalah sesuatu yang paling penting dalam kehidupan manusia, terutama anak. Mengapa seorang anak/individu manusia perlu memperoleh sosialisasi? Karena sosialisasi merupakan proses dimana setiap anggota barusuatu masyarakat belajar menjadi anggota yang dapat berpartisipasi dalam masyarakatnya. Seorang anak/individu manusia akan belajar bagaimana makhluk sosial yang mampu menjalankan harapan-harapan dari kelompok sosialnya dan bagaimana ia belajar berinteraksi dengan manusia-manusia lain di sekelilingnya.
Peter L. Berger mendefinisikan sosialisasi sebagai " a process by which a child learns to be a participant member of society ". Definisi ini disjikannya dalam suatu pokok bahasan berjudul Society in Man, dari sini tergambar pandangannya bahwa melalui sosialisasi masyarakat dimasukkan ke dalam manusia. Sehingga dalam perkembangannya sebagai manusia, seorang individu juga sekaligus berepran sebagai makhluk sosial dalam suatu masyarakat.
Apa yang dilewati seorang anak/individu pada proses awal sosialisasinya sehingga ia mampu berinteraksi sebagai makhluk sosial?
Manusia sebagai makhluk sosial selalu melakukan interaksi sosial untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Interaksi sosial merupakan syarat mutlak individu untuk untuk bertahan hidup. Kemampuan berinteraksi sosial individuberbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Interaksi sosial melibatkan diri dan lingkungan sekitarnya.
Individu yang memiliki konsep diri yang baik akan selalu berhati-hati dalam melakukan interaksi sosial sehingga ia tidak akan menyalahi aturan-aturan yang berlaku. Kemampuan berinteraksi sosial individu tergantung dari konsep diri yang dimilikinya.
George Herbert Mead; dalam teorinya tentang tahap perkembangan diri (self) manusia, melihat bahwa manusia yang baru lahir belum mempunyai diri. Diri manusia berkembang secara bertahap melalui interaksinya dengan orang lain, yaitu :
1. Tahap Play Stage, yaitu tahap di mana seorang anak mulai belajar mengambil peran orang lain yang ada di sekitarnya. Ia muali menirukan peran orang lain yang ada disekitarnya, terutama orang tua. Misalnya anak-anak yang mulai bermain seolah-olah ia adalah seorang Ibu, seorang Bapak, dsb. Akan tetapi pada tahap ini seorang anak tidak mengetahui makna atau isi dari peran yang ditirunya. Ia hanya menirukan perilaku, kebiasaan dan tingkah laku (gerak tubuh dll) yang ia lihat.
2. Tahap Game Stage, yaitu tahap di mana seorang anak tidak hanya mahir menirukan perilaku, kebiasaan dan tingjkah laku orang-orang lain di sekitarnya, akan tetapi ia sudah mulai memahami apa makna dan arti dari peran orang yang ditirunya. Misalnya, pada saat ia bermain sebagai ibu dalam suatu permainan, ia akan tahu ibu biasanya berinteraksidengan siapa saja, dan apa yang diharapkan orang-orang lain dari seorang ibu, dan sebagainya. Dengan kata lain, ia sudah mulai dapat mengambil peran orang lain.
3. Tahap Generalized Other, yaitu tahap dimana seorang anak telah mampu memahami perannya dan peran-peran orang lain disekitarnya. Ia sudah mampu berointeraksi dengan orang lain dengan baik, karena ia tahu bagaimana dan apa yang diharapkan orang lain terhadap dirinya, dan apa peranan orang-orang tersenbut untuk dirinya.
Pada tahap ini seorang anak juga telah dapat mengambil peran-peran yang dijalankan orang lain dalam masyarakat (generalized other). pihak-pihakatau orang-orang yang berperan penting dalam tahap sosialisasi ini dinamakan significant other.
Berdasarkan pandangan ini maka melalui sosialisasi seorang individu akan berkembang menjadi makhluk sosial dalam interaksinya dengan orang lain, dengan cara mempelajari dan belajar mengambil peran-peran yang ada dialam masyarakat. Lalu bagaimana bila seseorang manusia tidak mengalami sosialisasi? Jawabannya tentu jelas, yaitu manusia itu tidak akan mampu untuk berinteraksi dengan orang lain. Dengan kata lain, ia tetapmanusia akan tetapi ia tidak dapat berperan sebagai makhluk sosial.Mengapa? Karena untuk menjadi makhluk sosial, kita dituntut untuk dapat berinteraksi dan hidup dengan orang lain.
Sedangkan untuk mendapatkan keterampilan sosial itu (agar dapat berinteraksi dan berpartisipasi dalam masyarakat), kita sangat bergantung pada sosialisasi. Sepanjang kehidupannya sebagai makhluk sosial, manusia kan terus mengalami dan mendapatkan sosialisasi. Bila pada usia awal manusia mendazpat sosialisasi dari keluarga (orang-tua) maka pada usia-usia selanjutnya hingga dewasa dan tua, seorang manusia akan tetap mengalami dan mendapatkan sosialisasi dari pihak-pihak lain disekitarnya.
Pihak-pihak yang berperan dalam sosialisasi pada seorang individu manusia disebut sebagaoi agen sosialisasi. secara umum, agen sosialisasi utama bagi perkembangan diri seseorang antara lain adalah keluarga (baik keluarga inti maupun keluarga luas), teman bermain (peer groups), sekolah dan media massa.
Sosialisasi menjadi sangat penting dalam proses dimana seorang individu dapat menjadi makhluk sosial. Kita dapatlah memahami tentang apa yang dimaksud dengan makhluk sosial dan bagaimana pemahaman tentang manusia sebagai makhluk sosial. Pemahaman tentang apa dan bagaimana sesungguhnya manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari keberadaan manusia itu sendiri di dalam masyarakatnya. Dalam pemahaman tentang masyarakat, manusia adalah bagian dari masyarakat.
C. FUNGSI DAN PERAN MANUSIA SEBAGAI INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL
Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu, manakala unsur-unsur tersebutmenyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut tidak lagi menyatu maka seseorang tidak disebut sebagai individu. Dalam diri individu ada unsur jasmani dan rohanimya, atau ada unsur fisik dan psikisnya, atau ada unsur raga dan jiwanya.
Manusia diberi potensi dan kemampuan (akal, pikiran dan perasaan) sehingga sanggup berdiri sendiri dan bertanggung jawab pada dirinya sendiri. Disadari atau tidak, manusia akan senantiasa menggunakan kemampuan pribadinya untuk memenuhi hakikat individunya. Sebagai individu, manusia memiliki peran yang harus ia jalankan.
Peran sering kali dikaitkan dengan tindakan-tindakan yang harus dilakukan. Sebagai individu manusia memiliki peran untuk memnuhi kebutuhannya sebagai individu. Terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan jasmanai dan kebutuhan rohaninya. Jasmani adalah tubuh atau jasad yang terlihat ini, sedangkan rohani adalah unsur yang tidak terlihat, seperti akal, hati nurani, dan nafsu.
Manusia sebagai individu, memiliki peran untuk memnuhi segala kebutuhan dirinya sendiri, antara lain :
1. Peran manusia dalam pemenuhan kebutuhan jasmani dirinya sendiri, yaitu :
a. Peran terhadap kebersihan dan kesehatan badan.
Manusia harus dapat berprilaku bersih dan sehat untuk dirinya sendiri. Kebersdihan dan kesehatan badan tiap individu menjadi kewajiban individu yang bersangkutan. Peran kewajiban ini disosialisasikan sejak kecil oleh orang tua. Saat menjadi besar dan dewasa, peran kewajiban ini sepenuhnya berada di tangan individu itu sendiri. Misalnya, membiasakan mandi minimal 2 kali sehari, menjaga kebersihan seluruh anggota badan, tidak memaksakan diri bekerja pada saat lelah dan sakit, membuat tubuh memiliki cukup istirahat, tidak merusak diri dengan penggunaan obat-obat terlarang, dlsb.
b. Peran terhadap terpenuhinya akan kebutuhan sandang, pangan, dan papan.
Terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, dan papan adalah kebutuhan dasar manusia. Manusia harus makan dan minum untuk tetap hidup. Manusia harus juga berperan aktif dalam melindungi tubuh dan dirinya dari segala hal di luar dirinya, yang mengancam keselamatan dan kesehatan. Oleh karena itu, manusia butuh pakaian dan tempat tinggal.
2. Peran manusia dalam pemenuhan kebutuhan rohani dirinya sendiri :
a. Peran terhadap pemenuhan kebutuhan akal dan pikiran
Manusia memiliki akal untuk berpikir. Akal harus diberi pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Pikiran manusia harus diisi dengan nilai-nilai dan norma-norma yang baik. Manusia harus berperan memenuhi kebutuhan akal dan pikirannya sendiri. Setelah tumbuh besar, seorang manusia dituntut untuk mampu mencari tahu,belajar, mendalami agama, mempelajari seni, dan nilai-nilai kebaikan sehingga akal pikirannnya tidak hanya pintar dan cerdas, tetapi juga mampu berpikir bijaksana, arif, adil, dan dapat berpikir mana yang benar dan mana yang salah.
b. Peran terhadap hati nurani
Hati nurani adalah norma perbuatan terkait dengan rasa kebersalahan dan merupakan inti dari hati kita. Hati nurani dapat bertindak sebagai pemandu dalam pengambilan keputusan dari segi moral. Saat ini tuntutan kehidupan menjadi semakin tinggi dan kompleks. Hati nurani adalah kemampuan untuk mawas diri dan menilai diri sendiri secara utuh dalam situasi bebas, bebas dalam arti tanpa disuruh dan diawasi oleh siapapun. Sebab isilah hati nurani menunjuk pada cahaya yang menerangi sanubari seseorang untuk memberikan keinsyafan terhadap kondisi diri sendiri secara utuh sehingga dapat membedakan di antara yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, dan yang membuat seseorang merasa wajib berbuat sesuatu sesuai dengan situasi yang dihadapi sebagai perwujudan sikapnya. Oleh karena itu, hati nurani merupakan ciri pokok eksistensi moral seseorang maka sering disebut kesadaran moral, suara batin, atau suara hati seseorang.
Oleh karena itu, manusia harus memberikan isi pada hati nuraninya dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial budaya, serta agama yang menjadi bagian dari kehidupannya. Hati nurani bagi seseorang individu adalah penting, individu tanpa hati nurani seakan bukanlah manusia sehingga sebagai manusia penting juga untuk mengembangkan kemampuan dan menggunakan hati nurani dalam kehidupannya.
c. Peran terhadap pengendalian nafsu
Pada awalnya manusia memang hanyalah sebuah kumpulan nafsu-nafsu. Manusia adalah sosok yang terus berhasrat. Oleh karena itu, nafsu manusia tidak akan pernah habis, dan manusia tidak akan pernah merasa puas karena nafsu yang tidak terbatas itu harus dipenuhi oleh dunia yang terbatas.
Nafsu-nafsu itu, kemudian juga bersaing satu sama lain dalam diri manusia dan pada kahirnya inilah yang menjadikan manusia itu seperti apa, sosok yang menjadi bahan penilaian banyak orang. Manusia tidak pernah memiliki sebuah nafsu yang tunggal, Nafsu pada manusia senantiasa majemuk. Oleh karena itu, menjadi jelas mengapa manusia memiliki banyak sifat, seperti pemarah, murah hati, rendah hati, dlsb. Sebenarnya, hal ini merupakan bentuk yang muncul dari perealisasian nafsu yang ada dalam diri manusia tersebut.
Saat nafsu tidak terpenuhi, misalnya maka kita akan menjadi marah, namun sebaliknya disaat nafsu kita terpenuhi, ada kesenangan menyelimuti dan terpancar juga ke orang-orang disekitar kita. Ketika ada hasrat untuk berbagi maka manusia itu disebut murah hati. Nafsu harus dikendalikan oleh akal dan hati nurani. Manusia harus berperan aktif untuk mengendalikan nafsunya dengan akal dan hati nuraninya sendiri. Dengan kata lain, manusia harus berperan aktif untuk menjadikan dirinya sebagai individu yang baik.
Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang bebas, namun tidak bebas. Oleh karena itu Jean-Jacques Rousseau dalam bukunya "The Social Contract" mengatakan bahwa "man is born free, and everywhere he is chains". Dengan kata lain, manusia memang bebas tapi ia selalu terbelenggu dimana-mana. Apa yang membelenggunya?
Seperti yang telah kita bahas sebelumnya, bahwa manusia selain sebagai individu juga sebagai makhluk sosial. Dalam hakikatnya sebagai makhluk sosial yang dihadapkan pada peranannya dalam masyarakat. Peran erat kaitannya dengan kewajiban dan hak. Manusia tidak bisa hanya menuntut hak, tetapi juga harus melakukan kewajibannya sebagai makhluk sosial.
Sebagai makhluk sosial, manusia harus dapat memiliki keterampilan sosial yang baik dalam hubungannya dengan manusia lain.
Libet dan Lewinsohn; mengemukakan keterampilan sosial sebagai kemampuan yang kompleks, untuk menunjukkan perilaku yang baik dan akan dinilai secara positif atau negatif oleh lingkungan, dan jika perilaku itu tidak baik akan diberikan punishment oleh lingkungan. Morgan; keterampilan sosial adalah kemampuan untuk menyatakan dan berinteraksi secara positif dengan orang lain. Keterampilan sosial juga diartikan sebagai kemampuan untuk berprilaku sesuai dengan keinginan lingkungan sosial, dan menghindari perilaku negatif dari berbagai konteks sosial.
Ada beberapa bentuk keterampilan sosial menurut Gresham & Reschly, antara lain sebagai berikut :
1. Perilaku Interpersonal; adalah perilaku yang menyangkut keterampilan yang digunakan selama melakukan interaksi sosial yang disebut dengan keterampilan menjalin persahabatan.
2. Perilaku yang berhubungan dengan Diri Sendiri; merupakan ciri dari seorang yang dapat mengatur dirinya sendiri dalam situasi sosial, seperti keterampilan menghadapi stress, memahami perasaan orang lain, mengontrol kemarahan, dsb.
3. Perilaku yang Berhubungan dengan Kesuksesan Akademis; Perilaku ini berhubungan dengan hal-hal yang mendukung prestasi belajar di sekolah, seperti mendengarkan guru, mengerjakan pekerjaan sekolah dengan baik, dan mengikuti aturan-aturan yang berlaku di sekolah.
4. Penerimaan Teman Sebaya; Hal ini didasarkan bahwa individu yang mempunyai keterampilan sosial yang rendah akan cenderung ditolak oleh teman-temannya karena mereka tidak dapat bergaul dengan baik. Beberapa bentukperilaku yang dimaksud adalah memberi dan menerima informasi, dapat menangkap dengan tepat emosi orang lain, dsb.
5. Keterampilan Berkomunikasi; Keterampilan ini sangat diperlukan untuk menjalin hubungan sosial yang baik, berupa pemberian umpan balik dan perhatian terhadap lawan bicara, dan menjadi pendengar yang responsif.
Keterampilan sosial ini sangat penting dimiliki tiap makhluk sosial untuk membangun hubungan dengan manusia lainnya dalam ikatan masyarakat. Sebagai bagian dari anggota masyarakat, manusia berperan dalam membentuk dan menjalankan kebudayaan. Karena dengan kebudayaan , manusia kan dituntun untuk berpikir, berperasaan, dan berprilaku seperti yang diharapkan masyarakatnya. Tentu saja sesuai dengan unsur-unsur kebudayaan dalam masyarakat di mana ia tinggal, seperti nilai, norma, aturan, kebiasaan, adat istiadat, bahasa, dsb. Dengan demikian manusia akan dengan mudah masuk dan diterima sebagai anggota kelompok dari masyarakat tersebut.
Dengan kata lain, keterampilan sosial meberikan dasar bagi manusia untuk dapat berperan sebagai makhluk sosial, yaitu :
1. melakukan interaksi dengan mamnusia lain atau kelompok dalam masyarakat.
2. membentuk kelompok-kelompok sosial
3. mencipatakan dan menjalankan norma-norma sosial sebagai pengaturan tata tertib kehidupan kelompok
4. menjadi agen sosialisasi bagi generasi penerusnya dalam rangka terpeliharanya kehidupan sosial di masa yang akan datang.
Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk menjalankan peran-peran kita sebagai makhluk sosial didalam masyarkat, sikap tidak peduli dan individuallistik hanya kan menghancurkan kehidupan sosial budaya yang sudah ada. Bahkan, justru akan membuat kita merasa asing, sendiri, dan tersingkir dari kehidupan sosial budaya di lingkungan kita sendiri. Sebagai makhluk sosial, tidak ada manusia yang dapat bertahan dalam kondisitersebut, Untuk itu, mulailah menanamkan nilai-nilai keterampilan sosial di dalam diri anda.
KEGIATAN BELAJAR 2 :
DINAMIKA DAN DILEMA DALAM INTERAKSI SOSIAL
A. MANUSIA SEBAGAI BAGIAN DARI SUATU MASYARAKAT
"Masyarakat" menurut Marion Levy, memiliki 4 kriteria, yaitu :
1. memiliki kemampuan untuk bertahan melebihi masa hidup seorang individu.
2. rekrutmen seluruh atau sebagian anggota melalui reproduksi
3. kesetiaan pada suatu "sistem tindakan utama bersama"
4. adanya sistem tindakan utama yang bersifat "swasembada"
Talcott Parsons; mendefinisikan masyarakat sebagai suatu sistem sosial yang swasembada, melebihi masa hidup individu noirmal, dan merekrut anggota secara reproduksi biologis, serta melakukan sosialisasi terhadap generasi berikutnya.
Dalam batasan masyarakat tersebut, dapat kita lihat bahwa masyarakat itu berbeda dengan kelompok. Akan tetapi kelompok dapat menjadi bagian dari suatu masyarakat. Mengapa? Coba kita lihat dalam batasan tentang masyarakat di atas, dimana salah satu kriteria dari masyarakat adalah bahwa masyarakat memiliki kemampuan bertahan melebihi masa hidup individu. Sedangkan masa bertahan individu, tentu saja terbatas (tergantung dari angka harapan hidupnya). Selain itu, masyarakat akan terus ada selama aktivitas reproduksi (manusia) ada, sehingga masyarakat terus melakukan rekrutman anggotanya.
Jika Talcott Person melihat masyarakat sebagai suatu sistem sosial, maka anggota-anggota masyarakatjuga disebut makhluk sosial. Pada pembahasan sebelumnya, dijelaskan bahwa apa yang kita sebut sebagai makhluk sosial adalah makhluk yang tidak bisa hidup sendiri dan selalu memiliki kebutuhan untuk dapat berinteraksi dengan orang laindalam rangka memenuhi kebutuhannya.
Dengan kata lain manusia tidak dapat hidup sendiri, artinya manusia selalu hidup berkelompok. Karenanya, dalam masyarakat terdapat banyak kelompok-kelompok di mana antara satu denga yang lainsaling berhubungan atau berinteraksi. Ini yang selanjutnya kita sebut sebagai hubungan antarkelompok, atau interaksi antarkelompok.
Di sisi lain, dalam kehidupan berkelompoknya, manusia tidak hanya hidup dan tergantung pada satu kelompok tertentu saja. Akan tetapi, karena ada kebutuhan saling berinteraksi antara kelompok yang satu dengan yang lain maka anggota dari satu kelompok tertentu akan dapat saling berinteraksi dengan anggota dari kelompok yang lain, bahkan ia dapat juga masuk dan menjadi bagian dari kelompok yang lain tanpa harus terlepas dari kelompok asalnya.
Contohnya adalah seorang anak yang merupakan anggota dari suatu keluarga, pada saat perkembangannya ia akan mulai banyak berinteraksidan memasuki dunia pertemanan sebaya. Untuk selanjutnya mereka akan menjadi bagian dari sauatu peer group (teman sebaya/sepermainan), temntunya peran anak tersebut dalam kelompok asalnya (keluarga) tidak hilang.
Dengan kata lain, pada saat yang bersamaan ia berada dan berpertisipasi dalam dua kelompok yang berbeda. Begitu pula selanjutnya, di mana dalam perkembangan diri seorang manusia, ia akan banyak dan semakin banyak menemukan kelompok-kelompok lain yang sesuai dengan tujuan dan kebutuhan hidupnya yang mungkin akan terus berubah dan berkembang.
Bukan hanya manusia (makhluk individu) yang berinteraksi dengan manusia lain (sehingga menjadi makhluk sosial), akan tetapi juga kelompok perlu berinteraksi dengan kelompok lain (hubungan antarkelompok). Hubungan antarindividu dan hubungan antarkelompok dalam suatu masyarakat akan membentuk apa yang disebut sebagai pola hubungan / pola interaksi. Di dalam pola interaksi sosial terbentuk sesungguhnya berisikan pola-pola tindakan dari tiap-tiap individu yang ada didalamnya yang terlibat dalam interaksi sosial tersebut.
Inilah yang selanjutnya oleh Kornblum disebut sebagai struktur sosial. Menurut Kornblum, dalam kaitannya dengan pola perilaku individu dan kelompok, struktur sosial dapat didefinisikan sebagai "the recurring patterns of behaviour that create relationships among individuals and groups within a society" ... pola perilaku berulang-ulang yang menciptakan hubungan antarindividu dan antarkelompok dalam masyarakat.
Dalam membahas tentamng struktur sosial, kita dihadapkan pada dua konsep utama dari struktur sosial itu sendiri, yaitu konsep "status" (status) dan konsep "peran" (role). Ralp Linton mendefinisikan status sebagai kumpulan hak dan kewajiban, sedangkan peran adalah aspek dinamis dari status. Sehingga dalam statusnya, seseorang akan memiliki peran tertentu yang berhubungan dengan tatusnya di dalam kelompok dan masyarakatnya.
Contohnya bila seseorang yang berstatus sebagai dokter maka ia akan memiliki hak dan kewajibannya sebagai dokter. Sedangkan peran seorang dokter mengacu pada bagaimana ia menjelaskan hak dan kewajibannya sebagai dokter, misalnya berperan memeriksa pasien, memberikan resep obat, memutuskan pasien harus ditangani secara operasi atau tidak, dll.
Dengan demikian, dalam setiap statusnya seseorang akan memiliki banyak peran, Hal ini berarti bahwa bila orang tersebut memiliki banyak status dalam masyarakatnya, maka secara otomatis ia juga memiliki banyak sekali peran yang berkaitan dengan status-statusnya tersebut. Misalnya, seorang wanita yang berstatus sebagai ibu, ia akan memiliki beberpa status dalam masyarakatnya, yaitu status sebagai ibu, sebagai isteri, sebagai seorang yang beragama, sebagai karyawati dari suatu perusahaan, dll. Dalam setiap statusnya, ia akan dihadapkan pada sejumlah peran. Dalam kondisi seperti ini Robert K. Merton menyebutnya dengan konsep perangkat status (status-set).
Status seseorang dalam masyarakat memiliki hierarki (tingkatan). Seorang manager memiliki status yang lebih tinggi daripada seorang karyawan. Seseorang yang berstatus sebagai karyawan akan memiliki status yang leboih tinggi daripada seseorang yang berstatus officve boy/girl. Hierarki status ini biasanya dikaitkan dengan status sosial ekonomi.
Sumber daya itu terbatas. Baik Sumber Daya Alam, teknologi, uang, kekuasaan dll. Keterbatasan sumber daya inilah yang membuat individu-individu manusia bersaing untuk memperoleh lebih banyak dari yang lain (persaingan).
Kadangkala, dalam persaingan tersebut terjadi konflik (pertikaian). Dalam usahanya untuk memperoleh sumber daya tersebut, manusia yang juga merupakan makhluk sosial berusaha melakukan berbagai interaksi dan hubungan sosial dengan individu lain untuk memperoleh bantuan (kerja sama dan saling mempengaruhi), baik langsung maupun tidak langsung. Pada saat itu, seseorng melkukan banyak interaksi sosial dengan orang lain, baik sebagai individumauun sebagai suatu kelompok (hubungan antar kelompok), yang tentunya berkaitan dengan statusnya dalam masyarakat.
Interaksi yang dibangun tiap-tiap anggota masyarakat ini ternyata membentuk pola-pola perilaku. Pola-pola perilaku yang terbentuk ternyata menunjukkan adanya perbedaan yang cukup jelas, antara pola perilaku antarindividu dan antarkelompok dari sekelompok orang yang memiliki status tuinggi, menengah dan bawah. Hal ini terjadi karena status seseorang mempengaruhi kemampuan orang tersebut dalam upaya memperoleh sumber daya yang terbatas tadi.
Bila status seseorang dalam hierarkinya tinggi maka ia kaan memiliki banyak kemampuan untuk memperoleh sumber daya yang juga lebih tinggi dari orang yang memiliki status dibawahnya. Status tersebut berkaitan dengan perannya di dalam masyarakat. Sehingga biasanya kita menyebutnya sebagai status sosial. Sedangkan keberadaan hierarki status seseorang, telah dijelaskan tadi, akan memiliki berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas sumber daya yang akan dimilikinya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (ekonomi). Dengan demikian kitabiasa menyebutnya dengan konsep "status sosial ekonomi" (SSE). Konsep status sosial ekonomi inilah yang se;lanjtnya sering kali dikaitkan dengan konsep kelas sosial.
Tiap-tiap individu dalam suatu kelas sosial tertentu, tidak serta merta hanya berinteraksi dengan sesama individu dan kelompok dari kelas sosial yang sama. Akan tetapi ada suatu kebutuhan hidup yang menuntut mereka juga berinteraksi dengan individu dan kelompok lain dari kelas sosial yang berbeda. Begitu juga untuk individu (anggota masyarakat) dari kelas sosial menengah dan bawah, di mana mereka juga butuh berhubungan atau membangun interaksi sosial dengan individu dan kelompok dari kelas sosial yang berbeda.
Mengapa hubungan sosial dan interaksi sosial itu perlu ada? Berdasarkan pandangan Comte, yang juga merupakan Bapak Sosiologi, masyarakat pada dasarnya dapat dianalogikan sebagai organisme biologis dalam tubuh manusia, dimana ada saling keterkaitan fungsional di antara semua organ biologis tubuh manusia. Bila satu bagian tubuh sakit maka hal ini akan berpengaruh terhadap organ tubuh lainnya.
Contoh sederhana yang dapat anda bayangkan adalah apabila anda sakit gigi. Memang hanya gigi anda yang sakit, akan tetapi bila didiamkan maka rasa sakit itu tidak hanya akan anda rasakan di gigi tetapi juga diseluruh bagian tubuh anda. Selanjutnya anda tidak akan dapat menjalankan aktivitas anda. Dengan kata lain, semua bagian tubuh anda akan dapat bekerja dengan baik bila kondisi gigi anda baik, begitu pula yang terjadi pada semua anggota atau unsur tubuh anda.
Dalam suatu masyarakat, hubungan fungsional ini juga dapat kita lihat dengan jelas dalam kehidupan keseharian kita. Coba anda bayangkan bila anda sama sekali tidak berhubungan dan berinteraksi dengan orang-orang dari kelompok kelas sosial bawah (misalnya tukang sampah, pemulung, pembantu/pesuruh, dll). Bayangkan apakah anda dapat bekerja dengan baik dan tenang, bayangkan sampah dirumah anda tidak akan diambil dan terus menumpuk, bayangkan anda harus melakukan semua pekerjaan kotor dan berat sendiri.
Apakah anda mungkin dapat mengandalkan norang-orang yang memiliki kelas sosial yang sama dengan anda untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut? Cobalah pikirkan dan anda jawab sendiri untuk memberikan pemahaman tentang bagaimana kita semua saling membutuhkan, tanpa memandang kelas sosial seseorang. Ini tentunya dapat membuka wawasan anda untuk kemudian dapat membangun kearifan anda dalam bersikap dan berprilaku dengan orang-orang di sekitar anda.
Dengan demikian, kita dapat melihat pada kenyataannya kita semua mengakui bahwa manusia adalah makhluk sosial yang hidup dalam masyarakat manusia. Sejak kecil sampai dengan kematiannya, dia tidak pernah hidup "sendiri" tetapi selalu berada dalam suatu lingkungan sosial yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya.
Lingkungan sosial adalah suatu bagian dari suatu lingkungan hidup yang terdiri atas antarhubungan individu dan kelompok dan pola-pola organisasi serta segala aspek yang ada dalam masyarakat yang lebih luas dimana lingkungan sosial tersebut merupakan bagian daripadanya.
B. DINAMIKA INTERAKSI SOSIAL
Interaksi sosial adalah tindakan yang terjadi antara dua orang atau lebih yang saling menentukan arah, tujuan, dan cara tindakan kedua belah pihak. Berkaitan dengan arah dan tujuan dari segala tindakan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam suatu interaksi. Gillian dan Gillian menggolongkan interaksi sosial atas interasksi sosial yang prosesnya bersifat asosiatif, dan interaksi sosial yang prosesnya bersifat disosiatif.
Peoses yang bersifat asosiatif adalah suatu bentuk proses sosial yang mempersatukan mereka yang berinteraksi, sedangkan proses yang bersifat disosiasif adalah suatu bentuk proses sosial yang memecah mereka yang berinteraksi.
Mark L. Knapp; bukunya yang berjudul Social Intercourse: From Greeting to Gppdbye, menjelaskan bahwa bentuk-bentuk interaksi sosial yang terjadi melalui proses-proses yang asosiatif diawali dengan tahap memulai (initiating), menjajaki (experimenting), meningkatkan (intensifying), menyatupadukan (integrating), dan mempertalikan (bonding).
Contoh yang dapat anda amati adalah sepasang kekasih yang melewati tahap perkenalan, lalu berpacaran, lalu merencanakan menikah, kemudian melewati tahap pertunangan, dan kemudian menikah.
Untuk bentuk-bentuk interaksi sosial yang terjadi melalui proses-proses yang disosiatif diwali dengan tahap membeda-bedakan (differentiating), membatasi (circumscribing), memacetkan (stagnating), menghindari (avoiding), dan memutuskan (terminating). Contoh yang mudah yang dapat anda amati adalah proses berpisahnya sepasang kekasih.
Perlu diingat bahwa Knapp memvisualisasikan tahap interaksi, seperti jenjang-jenajng anak tangga, manakala kita dapat bergerak terus ke atas sampai mencapai puncak anak tangga (pertalian); atau kita dapat bergerak terus ke bawah sampai anak tangga terendah (pemutusan hubungan). Tetapi, kita juga dapat berhenti di satu anak tangga tanpa ke atas ataupun ke bawah.
Dalam menjalankan tahapan interaksi sosial tersebut, interaksi sosial manusia bisa saja berubahn dari yang memulai, lalu menjajaki, lalu membeda-bedakan, kemudian membatasi. Misalnya pada saat seorang pebisnis yang ingin mendekati calon rekan bisnisnya. Pada awalnya, ia mencoba memulai interaksi, lalu menjajaki kemungkinan melakukan kerja sama dengan mengajukan beberapa pertanyaan dalam perbincangan perkenalannya. Sayang ternyata ia tidak menemukan prospek bisnis yang bagus yang dapat ia kembangkan bersama calon rekan bisnisnya. Pada saat uitu, ia mulai membicarakan perbedaan orientasi bisnis yang dijalani. Kemudian, memutuskan untuk menyudahi interaksinya dalam pertemuan bisnis tersebut, dan membatasi interaksi dengan calon bisnisnya tersebut.
Telah dijelaskan di awal bahwa berkaitan dengan arah dan tujuan dari segala tindakan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam suatu interaksi. Gillian dan Gillian menggolongkan interaksi sosial atas interaksi sosial yang prosesnya bersifat asosiatif dan interaksi sosial yang prosesnya bersifat disosiatif. Dalam kaitannya dengan itu, Gillaian dan Gillian melihat bahwa terdapatt beberapa bentuk dari interaksi sosial, yaitu :
1. Bentuk-bentuk interaksi sosial yang bersifat asosiatif, diantaranya :
a. Kerja sama (Co-operation)
Bentuk interaksi seperti ini, biasanya timbul karena adanya suatu tujuan yang sama dari tiap-tiap orang yang berinteraksi, dan mereka merasa akan dapat lebih mudah dan lebih cepat bila dilakukan secara bersama-sama (bekerja sama). Akan tetapi, dalam suatu kerja sama harus ada saling memahami dan memiliki kesadaran untuk salaing mengendalikan diri. Kerja sama antar individu atau kelompok, timbul karena msing-masing pihak yang berinteraksi menyadari bahwa mereka memiliki kepentingan yang hanya dapat terwujud bila mereka salaing bekerja sama.
Misalnya pada saat gotong royong membersihkan lingkungan. Setiap warga masyarakat sadar bahwa lingkungan yang bersih akan memberikan pengaruh pada keindahan dan kesehatan lingkungan tempat tinggal mereka. Warga juga akan lebih sehat karena udara pada lingkungan yang bersih akan lebih bersih juga sehingga papara warga lingkungan mau bekerja sama dalam membersihkan lingkungan.
Di sisi lain, kerja sama timbul karena orientasi seseorang terhadap kelompoknya. Kerjasama antarindividu dalam satu kelompok mungkin akan semakin kuat apabila ada bahaya atau serangan dari kelompok lain terhadap kelompoknya. Contohnya, pada saat suatu kampung mendapat serangan dari warga kampung tetangga, warga di kampung tersebut akan saling bekerja sama untuk menghadapi serangan dari kampung tetangganya.
b. Akomodasi
Dalam kaitannya dengan interaksi sosial, akomodasi dipandang sebagai suatu proses interaksi sosial yang ditujukan untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan, dengan saling mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangabn. Misalnya, sepasang suami isteri yang berkonflik dan berencana melakukan perceraian. Sebagai bagian dari keluarga, biasanya orang tua berusaha membantu kedua belah pihak untuk tidak bercerai. Yang biasanya dilakukan orang tua adalah melakukan mediasi sehingga kedua belah pihak mau dan berusaha kembali melakukan interaksi untuk memperbaiki keadaan. Tentunya dengan cara saling menyesuaikan diri untuk tidak menimbulkan ketegangan lagi.
c. Asimilasi dan Akulturasi
Asimilasi adalah suatu bentuk ninteraksi sosial yang ditandai dengan usaha mengembangkan sikap-sikap yang sama, walaupun kadang bersifat emosional untuk tujuan mencapai kesatuan dan integrasi. Asimilasi ini terjadi pada pihak-pihak yang berbeda kebudayaannya, yang saling berinteraksi secara intensif untuk waktu yang lama sehingga masing-masing pihak berubah, dan saling menyesuaikan diri. Jadi, pada asimilasi kedua belah pihak yang berinteraksi melakukan peleburan ubnsur-unsur kebudayaan sehingga menghasilkan pola-pola adat istiadat dan interaksi sosial baru yang mereka miliki bersama, yang berbeda dengan pola-pola adat istiadat dan interaksi sosial yang yang masing-masing mereka miliki sebelumnya.
Sementara itu, apabila interaksi sosial tersebut tidak diusahakan untuk meleburkan dua perbedaan menjadi satu, tetapi justru pihak yang satu mengambil pola-pola adat istiadat dan interaksi yang dimiliki pihak lain maka yang terjadi adalah suatu interaksi sosial yang berbentyuk akulturasi. Baik asimilasi maupun akulturasi akan terjadi, apabila interaksi diantara pihak-pihak yang terlibat terjadi terus menerus, intensif, dan dalam jangka waktu yang lama.
2. Bentuk-bentuk interaksi sosial yang bersifat disosiatif, diantaranya :
a. Persaingan
Persaingan atau kompetisi dapat diartikan sebagai suatu bentuk interaksi manakala tiap-tiap individu/kelompok saling berusaha mendapatkan perhatian, penghormatan, pengakuan, dlsb, lebih baik dibandingkan individu/kelompok yang lain.
Bentuk-bentuk persaingan diantaranya adalah persaingan ekonomi, persaingan kebudayaan, persaingan keududukan dan peranan, dan persaingan ras. Misalnya, persaiungan di antara siswa untuk memperebutkan juara I di kelas, persaingan diantara pedagang, persaingan diantara karyawansuatu kantor untuk mendapatkan promosi jabatan, dll.
b. Kontravensi
Kontravensi atau pertentangan adalah suatu bentuk interaksi sosial yang didasarkan atas sikap yang tersembunyi dari satu atau dua pihak yang berinteraksi, yang dapat berubah menjadi suatu kebencian, akan tetapi tidak sampai menjadi suatu konflik.
Misalnya, interaksi sosial antara 2 orang/kelompok yang saling memperdebatkan suatu pendapat/perilaku yang mereka anggap benar.
c. Konflik
Konflik atau pertikaian adalah bentuk interaksi sosial manakala seorang/kelompok berusaha mencapai atau memenuhi tujuannya dengan jalan menantang orang/kelompok lain dengan berbagai cara, seperti ancaman, hujatan, celaan, dan atau tindakan kekerasan.
Contohnya dalam interaksi dengan teman, kita kadang berkonflik, kadang diwarnai dengan celaan atau bahkan kekerasan. Konflik antarsuku bangsa, konflik antarwarga, konflik rumah tangga, dsb.
Interaksi antarmanusia atau kelompok, sifatnya sangat dinamis. Dalam inyteraksi sosial di dalam masyarakat, terjadi kemungkinan interaksi yang awalnya bersifat asosiatif menjadi disosiatif. MIsalnya, koinflik antara dua orang sahabat yang tadinya sangat dekat dan selalu bekerja sama dalam kehidupan keduanya. Akan tetapi karena suatu hal, interaksi keduanya mulai diwarnai persaingan dan konflik. Pasangan suami isteri yang awalnya saling mencintai dan selalu menjalin kerja sama dalam membangun rumah tangga karena suatu hal, keduanya mulai mempertentangkan banyak maslah dalam rumah tangga. Konflik mulai sering terjadi hingga berakhir dengan perceraian.
Dalam hubungan antarkelompok sosial dapat juga terjadi perubahan bentuk interaksi. Anda tentu pernah mendengar tentang perpecahan di dalam suatu partai politik. Konflik antarsuku bangsa yang pada awalnya saling hidup berdampingan secara fungsional, dlsb.
Dinamika interaksi sosial juga dapat berubah dari yang awalnya diwarnai dengan konflik lalu berubah menjadi kerja sama.
Interaksi sosial yang bersifat disasosiatif terjadi karena adanya perebutan sumber daya. Sumber daya bisa berupa kekayaan, pengaruh, kekuasaan, penghargaan, perhatian, dsb. Kesemuanya itu sifatnya terbatas sehingga setiap manusia berusaha mendapatkannya. Dalam usahanya itu, manusia/kelompok memperlihatkan interaksi yang disasosiatif dengan manusia/kelompok lain. Akan tetapi, dalam usahanya mendapatkan sumber daya yang terbatas tersebut, manusia juga dapat mengembangkan interaksi yang bersifat asosiatif untuk mencapai tujuannya.
Dapat dipahami bahwa pada hakikatnya manusia saling membutuhkan satu sama lain. Kesadaran akan pentingnya membanghun suasana damai, saling mengerti dan menghormati, membangun kerja sama yang baik adalah menjadi keinginanan semua manusia. Untuk itu penting bagi manusia untuk mengisi akal, hati hnurani, dan nafsu dengan nilai-nilai dan norma dlam berkehidupan bersma sehingga dapat mengontrol perasaan, pikiran, dan perilaku yang bersifat merusak interaksi sosial dalam berkehidupan bersama yang telah ada.
C. DILEMA ANTARA KEPENTINGAN INDIVIDU DAN KEPENTINGAN MASYARAKAT
Sebagai individu, manusia memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Tetapi, sebagai makhluk sosial, manusia dihadapkan pada perannya untuk membentuk suatu kelompok, dan berinteraksi secara baik dalam ikatan masyarakjat. Kadang kala, ddua hal tersebut bertentangan. Pada saat itulah, manusia menghadapi pilihan anatara kepentingan pribadi (individu) dan kepentingan kelompok (masyarakat).
Kondisi dihadapkannya manusia pada pilihan atas kepentingan individu dan kepentingan masyarakat bukanlah suatu hal yang mudah. Ini yang kemudian dapat menyebabkan seseorang mengalami konflik peran. Perannya sebagai individu dan sebagai makhluk sosial. Pada pembahasan sebelumnya, sempat disinggung bahwa manusia adalah makhluk yang bebas, tetapi tidak sebebas-bebasnya.
Dalam sosiologi dikatakan bahwa manusia selalu dihadapkan pada social force dalam setiap kehidupannya. Social force adalah kekeuatan diluar diri manusia yang mempengaruhi dan berifat memaksa manusia untuk bertindak sesuai dengan tuntuntan sosial. Social force inilah yang kemudian memengaruhi segala pilihan dan perilaku manusia dalam kehidupannya.
Sebagai makhluk sosoial manusia dituntut untuk mengutamakan sosial (masyarakat) dibandingkan kepentingan individu (pribadi). Pada saat seseorang memilih untuk mengutamakan kepentingan masyarakat, pada saat yang sama ia harus dapat menerima kerugian yang ia sebabkan sendiri. Sementyara itu, bila pada saat itu ia lebih memilih mengutamakan kepentingan pribadi, pada saat yang sama ia harus dapat menerima sanksi sosial dari masyarakat di lingkungannya.
Sebagai contoh, seorang mahasiswa yang lebih memilih pulang ke rumah karena mengantuk, akibat semalam tidur larut untuk menghadapi ujian, daripada berkumpul dengan teman-temannya untuk mengerjakan tugas kelompok. Bila pada saat itu, teman-temannya memutuskan untuk tidak mencantumkan nama anak itu dalam tugas kelompok, secara sosial inilah yang disebut sanksi sosial.
Seorang warga yang tidak pernah ikut berpartisipasi dalam kegiatan kerja bakti dengan alasan harus bekerja, setidaknya harus dapat menerima sanksi sosial dipergunjingkan warga.
Kadang ada juga seseorang yang lebih memilih mengutamakan kepentingan masyarakat dibandingkan kepentingan pribadinya. Secara sosial, tuntutannya memang demikian, Tetapi, bila itu dilakukan secara terus menerus, tentu itu akan berdampak pada dirinya sendiri. Karena sebagai individu, manusia butuh memenuhi kebutuhan jasmanai dan rohaninya sendiri. Timbulnya stress yAng diakibatkan oleh tuntutan sosial juga dapatb terjadi pada diri seseorang. Untuk itu, penting bagi manusia untuk dapat bijaksana pada dirinya sendiri.
Pada saat manusia dihadapkan pada kepentingan individu dan kepentingan msyarakat secara bersamaan, yang dilihat adalah mana yang harus lebih diutamakan. Mana yang pada saat itu lebih pentoing diutamakan. Dalam kondisi ini, seseorang butuh melibatkan akal dan hati nuraninya untuk memilih. Apapun yang menjadi pilihan tentu ada konsekuensinya.
Dalam berkehidupan bersama, tentunya kita harus mengutamakan kepentingan bersama (sosial). Hal ini karena kita hidup dalam satu kesatuan unit yang lebih luas. Apapun yang kita pilih, dampaknya tidak hanya akan berimplikasi ke diri kita sendiri, tetapi juga orang-orang lain di di sekitar kita. Misalnya, seseorang koruptor yang karena merasa memiliki kebutuhan hidup yang besar, kemudian mendorongnya melakukan korupsi dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan ekonomisw, memberikan malu yang berkepanjangan pada nanak-anak, istri/suami, orang tua, dan keluarga luasnya. Usaha penyoitaan harta dari pihak pengadilan akan membuat keluarganya makin terpuruk dalam kehidupan mereka.
Contoh lain, misalnya ada seorang kontraktor yang ingin mengambil untung besar dari proyek kontraktor yang dikelolanya. Usaha mengurangi kualitas material dengan tujuan untuk mendapatkan biaya material di bawah harga yang tealh ditentukan, akan berdampak sangat serius dikemudian hari. Bangunan yang tidak terlalu kuat karena kualitas material yangtb buruk, mungkin akan mengakibatkan kornan jiwa. Yang menjadi korban atas tindakan yang dilakukan atas pilihan kepentingan pribadi ini., ternyata berdampak sangat besar bagi nyawa manusia -manusia lain.
Untuk itu, penting menggunakan akal dan budi pekerti kita, dan tanggungjawab sosial kita pada orang-orang lain di sekitar kita, pada saat kita dihadapkan pada pilihan antara kepentoingan pribadi dan kepentoingan kelompok (sosial).
Kehidupan didalam negara Indonesia yang berfalsafahkan Pancasila, hakikat manusia dipandang memiliki sifat pribadi, sekaligus soisal secara seimbang. Manusia bukanlah makhluk individu dan sosial, tetapi manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Frans Magnis Suseno menyatakan bahwa manusia dalah individu yang secara hakiki bersifat sosial dan sebagai individumanusia bermasyarakat. Paduan harmoni antara individu dan sosial dalam diri bangsa Indonesia diungkap dalam sila kedua dan ketiga Pancasila. Bangsa Indonesia memiliki prinsip menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan, Namun, demi kepentingan bersama tikdakdengan mengorbankan hak-hak dasar setiap warga negara. Intinya, manusia pada akhirnya ditunutt untuk dapat berpikir dan bertindak bijaksana terhadap diri sendiri, dan orang lain pada saat yang sama.
MODUL 5 :
MULTIKULTURALISME DAN KESEDERAJATAN
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang heterogen, artinya bila kita melihat masyarakat Indonesia dan membedahnya secara vertikal maka keragaman dapat kita lihat dari berbagai kelas sosial yang hidup berdampingan. Dalam bidang politik keberagaman itu dapat kita temukan pada adanya kelompok yang berkuasa dan tidak memiliki kekuasaan.
Sedangkan jika masyarakat kita bedah secara horizontal maka keberagaman lebih banyak ditunjukkan dari aspek budaya. Secara horizontal, keberagaman terlihat dari adanya berbagai kelompok etnis, agama, atau jenis kelamin yang harus hidup berdampingan dalam kesatuan unit politik, yaitu negara Indonesia.
Kita dapat melihat dan bahkan mengalami bahwa hidup berdampingan dengan berbagai kelompok yang berbeda secara budaya, ekonomi dan politik tidaklah mudah. Banyak konflik yang terjadi di dalam masyarakatkita yang melibatkan isu perbedaan identitas kelompok etnis, agama, atau jenis kelamin.Seperti konflik-konflik sosial yang mengususng isu identitas kultural seperti kerusuhan Mei 1998 di Jakarta yang melibatkan Tionghoa dan kelompk pribumi, antara Dayak dan Madura di Kalimantan, atau di Maluku mengusung isu Kristen dan Islam. Bahkan dalam banyak kasus, tumpang tindihnya berbagai identitas seperti orang Dayak cenderung beragama Kristen dan orang Madura sebagian besar beragama Islam, membuat masalah hubungan antara kelompok menjadi semakin kompleks.
Memasuki era globalisasi di mana batas-batas negara dan kelompok semakin cair, maka persoalan pertemuan berbagai kebudayaan yang berbeda akan semakin sulit untuk dihoindari. Seperti yang diungkapkan oleh Samuel Hutington bahwa dunia akan menghadapi perang peradaban. Menurutnya masa Pasca Perang Dingin, perbedaan yang paling penting antara umat manusia bukan ideologi, politik, atau ekonomi, melainkan perbedaan budaya. Hal ini juga membawa pengaruh pada bentuk-bentuk konflik yang berbahaya yang terjadi antarumat manusia bukan antarakelas sosial melainkan antara kelompok-kelompok budaya, sebagaimana uraian pada cuplikan berikut :
In this new world the most pervasive, important, and dangerous conflicts will not be between social classes, rich,and poor, or other economically definef groups, but between peoples belonging to different cultural entities. Tribal wars and ethnic conflicts will be accurred within civilizations. Violence between states and groups from different civilizations, however, carries with it the potential for escalation as other states and groups from these civilizations rally to the support of their kin countries
Kemajuan teknologi membuat semakin cairnya batas-batas negara sehingga justru membuka ruang untuk pertemuan berbagai kebudayaan. Masalahnya pertemuan berbagai kebudayaan ini tidak selalu berjalan mulus, banyak perbedaan-perbedaan yang muncul di permukaan yang belum tentudapat diterima kelompok lain. Disamping itu demokratisasi yang mengusung nilai-nilai kebebasan berekspresi justru menjadi ladang yang subur untuk tumbuhnya kesadaran-kesadaran kelompok budaya, baik itu etnis, agama maupun jenis kelamin.
Pada persimpangan jalan inilah konsep multikulturalisme menjadi penting untuk dibahas dan dikaji baik secara ilmiah maupun secara praktis dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa ahli seperti Will Kymlicka, Bikhu Parekh, atau Parsudi Suparlan, memandang multikulturalisme sebagai jawaban untuk menjembatani pertemuan-pertemuan budaya yang semakin marak dan tidak dapat dihindari. Akan dibahas pada modul ini beberapa pokok bahasan mengenai multikulturalisme, yaitu :
1. Masyarakat multikultural
2. Multikulturalisme
3. Kesederajatan
4. Kesederajatan dalam Multikulturalisme.
KEGIATAN BELAJAR 1 :
KEBERAGAMAN
A. PENGERTIAN KEBERAGAMAN
Saat ini hampir seluruh masyarakat didunia dapat dikatakan sebagai masyarakat yang multikultur. Dalam pengertian sehari-hari kita memahami masyarakat multikultur sebagai masyarakat yang beragam dan terdiri dari berbagai budaya. Kita sebenarnya juga mengenal konsep masyarakat plural dengan arti yang kurang lebih sama, bahkan dalam bahasa sehari-hari kadang kala kita menggunakan konsep ini secara tumpang tindih. Oleh karena itu secara ilmiah perlu memahami makna masyarakat multikultur dan masyarakat plural dengan lebih mendalam.
Mari kita mulai dengan pengertian masyarakat plural. Sepanjang sejarah Indonesia, ketika kita bicara tentang keberagaman, kita perlu mulai dengan mengenal lebih mendalam konsep masyarakat plural. Indonesia pra kemerdekaan (atau pada masa kolonial lebih dikenal sebagai Hindia Belanda atau Dutch East Indie) pernah mendapatkan julukan sebagai masyarakat plural. Adalah J.S. Furnivall, seorang administrator dan penulis politik inggris, pada kahir kolonialisme Barat di Asia Tenggara memperkenalkan konsep masyarakat plural..
Masyarakat plural ini berasal dari praktik kolonialisme yang dahulu dikenal dengan istilah British Malaya dan Hindia Belanda. Setelah masa kolonialisme, baik melalui perjuangan kemerdekaan atau tidak, menghasilkan negara-negara baru dengan contoh yang menoinjol adalah negara Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
Furnivall menggambarkan masyarakat Indonesia pada masa kolonial sebagai masyarakat yang plural. Apa yang dimaksud dengan masyarakat yang plural? Masyarakat Plural adalah masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih elemen atau tatanan sosial yang hidup berdampingan, namun tanpa membaur dalam satu unit politik.
Beberapa hal penting untuk diingat dalam konsep masyarakat plural di atas adalah adanya segregesi sosial yang diikuti dengan adanya sistem pembagian kerja di antara kelompok-kelompok etnis religius, dalam hal ini setiap kelompok memiliki peran ekonomi yang berbeda. Artinya, terjadi tumpang tindih antara stratifikasi ekonomi dengan perbedaan budaya kelompok etnis. Oleh karena itu, dalam masyarakat plural ini tidak ada kehendak sosial umum dan tidak memiliki perasaan mengenai diri sendiri sebagai sebuah bangsa atau sebuah budaya. Kelompok-kelompok etnis dan agama yang secara keseluruhan membentuk masyarakat, begitu berlainan satu sama lain sehingga mereka tidak memiliki banyak kesamaan selain pertukaran pasar mereka.
Pengertian tersebut diatas, tidak jauh berbeda dengan definisi yang diungkapkan oleh J. Rex :
Plural society (largely unequal) institutionalization of ethnic differences, and which is more likely to perpetuate social divisions and ethnic group conflicts
Pasca kemerdekaan, secara politis keberagaman masyarakat Indonesia juga dituangkan dalam simbol-simbol kebnegaraan. Kita tentu mengenal slogan Bhineka Tunggal Ika yang memiliki arti harfiah "berbeda-beda, tetapi tetap satu". Slogan ini mulai disosialisasikan kepada seluruh masyarakat Indonesia sebagai semboyan Negara Reublik Indonesia pada masa Presiden Soekarno, yang tertera dalam Lambang Negara Burung Garuda Pancasila. Lambang Negara ini disahkan dalam UUD 1945 Pasal 36A.
Semboyan ini juga berusaha untuk menggambarkan keberagaman masyarak Indonesia dari sisi etnisitas, agama, bahasa, dan membangun semngat persatuan di antara kelompok-kelompok yang berbeda tersebut.
Seperti kita ketahui bahwa sebelum Indonesia terbentuk sebagai suatu Negara, wilayah nusantara ini dihuni oleh kerajaan-kerajaan otonom yang dipertemukan melalui praktik kolonialisme Belanda. Walaupun semboyan Bhineka Tunggal Ika masih berlaku hingga saat ini, namun sejak reformasi 1998 sosialisasi tentang slogan Bhineka Tunggal Ika mulai jarang dilakukan oleh Negara. Banyak kritik yang muncul karena "berbeda-beda tetapi tetap satu" hanyalah sebuah slogan tanpa diikuti dengan pemerataan pembangunan antarwilayah di Indonesia, belum lagi ada indikasi yang terjadi adalah dominasi kultur Jawa di Indonesia.
Oleh karena itu, seiring dengan perkembangan kajian nasionalisme, demokratisasi, dan maraknya konflik-konflik internal di negara-negara di dunia, konsep masyarakat multikultur dan multikulturalisme mulai sering didengungkan. Walaupun sering digunakan secara tumpang tindih dengan istilah masyarakat plural, mari kita mencoba memahami lebih dalam tentang makna masyarakat multikultur.
J. Rex mendefinisikan masyarakat multikultural sebagai :
Masyarakat multikultur adalah masyarakat yang membedakan antara kehidupan publik dan kehidupan pribadi. Kehidupan publik, yang meliputi area politik, ekonomi, pendidikan, dan hukum, berlandaskan pada prinsip-prinsip budaya yang universal. Sedangkan dalam kehidupan pribadi yang meliputi kepercayaan atau agama, pendidikan moral dan sosialisasi primer, keberagaman nilai-nilai budaya dari berbagai kelompok etnis ditujukan untuk terus hidup dan berkembang.
Artinya, masyarakat multikultur adalah masyarakat yang membedakan antara kehidupan publik dan kehidupan pribadi. Kehidupan publik, yang meliputi area politik, ekonomi, pendidikan, dan hukum berlandaskan pada prinsip-prinsip budaya yang universal.
Sementara itu, dalam kehidupan pribadi yang meliputi kepercayaan atau agama, pendidikan moral, dan sosialisasi primer, keberagaman nilai-nilai budaya dari berbagai kelompok etnis ditujukan untuk terus hidup dan berkembang.
Beberapa negara di Asia Tenggara mendefinisikan negara mereka sebagai negara multikultur, seperti Singapore dan Malaysia. Hal ini tercermin dalam pengakuan Negara terhadap beberapa kelompok etnik dan budayanya, serta penguatan pada kebijakan publik untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat secara luas. Sebagai contoh, pemerintah Singapore mengakui Chinese, Malay, India, and Others (CMIO) sebagai klasifikasi kelompok etnis di negaranya. Beberapa fasilitas publik, seperti terminal, transportasi publik, menyajikan informasi dalam 4 bahasa untuk mengakomodasi perbedaan bahasa diantara kelompok-kelompok tersebut.
Berikut adalah bagan yang mencoba menggambarkan masyarakat multikultural dengan membandingkan dengan masyarakat plural dan monokultur.
Persamaan dari konsep masyarakat multikultur dan masyarakat plural :
1. Peran negara; Tidak bisa diabaikan peran negara, artinya baik masyarakat multikultur maupun plural menekankan adanya suatu ikatan politik yang lebih luas daripada kelompok-kelompok suku bangsa, agama, dll sebagai unsur pembentuk masyarakat itu sendiri.
2. Adanya Segresi Sosial; Sama-sama mengakui dan menitikberatkan pada adanyan keberagaman dan perbedaan di antara kelompok-kelompok pembentuk masyarakat tersebut.
Perbedaan antara masyarakat multikultur dan plural :
Terletak pada bagaimana perbedaan budaya ini ditempatkan dalam kehidupan sehari-hari masyarkat tersebut. Pada masyarakat multikultur terdapat pembagian yang jelas antara bagian-bagian yang diatur secara universal oleh negara dengan unsur-unsur perbedaan budaya yang tetap hidup dan berkembang di wilayah personal setiap kelompok yang juga direstui dan dimungkinkan oleh negara. Artinya, kesetaraan antara berbagai kelompok budaya adalah penting.
Sementara itu, dlam masyarakat plural, keragaman budaya memang ada, namun negara justru memandang isu perbedaan dan keragaman budaya sebagai suatu masalah karena tidak ada pemisahan antara peran keragaman budaya dalam kehidupan bernegara dengan keragaman budaya yang tumbuh dan berkembang di ruang personal masing-masing individu. Terdapat kecendrungan negara untuk melakukan asimilasi ke dalam budaya dominan karena perbedaan dipandang sebagai masalah dalam integrasi bangsa. Dengan demikian, dalam masyarakat plural, kesetaraan anatar berbagai kelompok budaya yang ada sangat minim.
Kita sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, tentu sudah tidak asing lagi dengan keberagaman, pluralisme, dan perbedaan budaya. Bahkan semboyan negara Bhineka Tunggal IKa (berbeda-beda, tetapi tetap satu jua) telah akrab di telinga kita sejak kita duduk di bangku SD. Di satu sisi kita sebagai bagian dari masyarakat Indonesia bangga kan keberagaman budaya yang kita miliki. Apakah anda mengetahui jumlah suku bangsa yang hidup dan menetap di wilayah Indonesia? Berapa bahasa daerah yang digunakan untuk berkomunikasi, selain bahasa nasional Bahasa Indonesia? Berapa kepercayaan atau agama yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat kita, selain agama yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai agama resmi negara? Berapa jenis masakan daerah? Berapa macam adat istiadat yang masih menjadi pedoman berprilaku masyarakat berbagai daerah di Indonesia? Jumlah suku bangsa yang kurang lebih 365 suku, sudah dapat menggambarkan betapa beragamnya masyarakat Indonesia. Untuk Industri pariwisata, keberagaman ini adalah potensi yang menjanjikan. Keberagaman ini juga merupakan aset negara yang tidak terhitung karena menyumbang pada pembentukan identitas nasional dan perkembangan peradaban karena berbagai filosofi, nilai-nilai, bahkan teknologi yang berakar dari budaya adalah beragam.
Pada sisi lain, keberagaman ini sering kali menimbulkan persoalan internal dalam masyarakat. Mulai dari kompetisi mengolah sumber daya, kebutuhan akan ruang berekspresi secara budaya, otonomi daerah, perwakilan politik, sampai tuntutan pemisahan diri. Persoalan-persoalan mayoritas dan minoritas juga mewarnai peta hubungan antar kelompok-kelompok yang berbeda budaya dalam negara ini. Bahkan, di beberapa kasus, penggunaan bahasa, penentuan hari-hari besar nasional, kepahlawanan, dapat menjadi masalah yang seroius dalam negara yang terdiri dari beragam budaya.
Coba ingat, beraa kali negara ini mengalami maslah atau konflik internal yang melibatkan isu perbedaan budaya! Banyaknya konflik yang terjadi di Indonesia terlihat dalam tabel dibawah ini :
Bagaimana keragaman budaya dapat muncul dalam satuan unit politik seperti negara? Wil Kymlica mengungkapkan terdapat 2 pola besar, munculmnya keberagaman budaya, yaitu keragaman budaya timbul dari masuknya minoritas ke dalam negara yang lebih besar atau ke dalam budaya-budaya yang berkuasa, yang sebelumnya terkonsentrasi secara teritorial.
Kebudayaan yang bergabung itu disebut sebagai minoritas bangsa. Mereka ingin mempertahankan diri sebagai masyarakat tersendiri, di sisi kebudayaan mayoritas, dan menuntut berbagai bentuk otonomi atau pemerintahan sendiri untuk memastikan keberlangsungannya sebagai masyarakat tersendiri. Keragaman budaya timbul dari imigrasi perorangan atau keluarga. Para imigran itu, sering bergabung ke dalam suatu perkumpulan lepas yang disebut sebagai kelompok etnis.
Mereka biasanya ingin berintegrasi ke dalam masyarakat yang lebih besar dan diterima sebagai anggota penuh masyarakat tersebut. Sementara itu, mereka sering mencari pengakuan yang lebih besar atas identitas etnis mereka. Tujuan mereka bukanlah untuk menjadi bangsa terpisah dan mempunyai pemerintahan tersendiri di sisisi masyarakat yang lebih besar, melainkan mengubah institusi dan undang-undang masyarakat dominan untuk menjadikannya agar lebih dapat menerima perbedaan.
Coba kita ingat kembali sejarah berdirinya negara Indonesia, sebelum negara ini terbentuk. Teritoti yang saat uni kita sebut sebagai Indonesia didiami oleh berbagai kerajaan dengan budaya yang berbeda-beda. Bahkan belum lama berselang sebuah perusahaan jamu terkemuka di Indonesia meluncurkan sebuah buku yang berjudul "Indonesia Negeri Seribu Raja". Karya yang diilhami oleh penelitian yang pernah dilakukan oleh Clifford Geertz tentang "Negara Teater" ini, mengungkap sejarah kerajaan-kerajaan yang pernah atau masih berkuasa diberbagai wilayah di Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Berbagai kerajaan yang pernah maupun bertahan saat ini, tidak dapat dipandang sebelah mata. Berbagai warisan seni budaya, filosofi kehidupan, bahkan filosofi politik yang dihasilkan dari sistem kenegaraan dan pemerintahan yang juga beragam masih menjadi warisan dalam kehidupan masyarakat saat ini. Kita bisa menyebut beberapa contoh kerajaan masa lampau, seoperti Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, yang diduga sebagai kerajaan Hindu tertua di Nusantara atau Kerajaan Tarumanagara di Jawa Barat, sebuah kerajaan yang didirikan oleh imigran dari India.
Kemudian Kerajaan Mataram Kuno (abad ke-8) di Jawa Tengah dan Jawa Timur, pada masa kerajaan ini berbagai Candi Budha seperti Borobudur dan Mendut, serta candi Hindu seperti Candi Prambanan dan Kompleks Candi Dieng didirikan, serta masih banyak lagi lainnya, seperti Kerajaan Majapahit, Kerajaan Singasari, dll.
Saat ini dalam kesatuan unit politik Negara Republik INdonesia (sejak akhir masa kolonialisasi) masih terdapat pula keturunan keluarga-keluarga kerajaan yang masih hidup di tengah-tengah masyarakat, walaupun kekuasaannnya telah menjadi sangat terbatas dalam balutan Negara Republik Indonesia.
Beberapa contoh dapat disebutkan, seperti Kesultanan Aceh di Nanggroe Aceh Darussalam (abad 13), yang diduga sebagai kerajaan Islam pertama di Nusantara. Kesultanan Deli di Medanyang terkenal sebagai penghasil tembakau di seluruh dunia. Kerajaan Banten (abad 16) dengan masyarakat Badui adalah salah satu warisan Kerjajaan Banten yang sampai saat ini masih mempraktikkan kepercayaan dan tradisi asli mereka, serta hidup terisolir dari pengaruh modernisasi. Abad 17, Banten juga pernah menjadi kota pelabuhan dan kota terbesar di Asia Tenggara dengan penduduk 100.000 orang.
Selain itu, terdapat juga Kerajaan Klungkung dan Karangasem di Bali, Kesultanan Bima di Pulau Sumbawa, Kerajaan Kupang yang merupakan kerajaan federasi di Pulau Timor Nusa Tenggara Timur, Kerajaan Mempawah di Kalimantan Barat, Kerajaan Gowa di Sulawesi, Kesultanan Ternate di Maluku Utara. Contoh lain adalah Keraton Surakarta dan Yogyakarta di Jawa Tengah yang sampai sekarang masih mempunyai peran penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Beberapa tokoh-tokoh keturunan kerajaan juga mulai masuk dalam kancah dan peta politik negara Indonesia.
Dalam dimensi yang lain, kondisi geografis yang berbeda dalam wilayah Kepulauan Indonesia juga menambah mosaik keberagaman budaya yang terlihat dari berbagai kelompok suku bangsa yang hidup dan menetap di wilayah Indonesia. Data menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia terdiri dari kurang lebih 365 suku bangsa yang telah lama hidup menetap di berbagai wilayah di Negara Indonesia dari sabang sampai merauke. Suku bangsa tersebut termasuk didalamnya adalah juga kelompok pendatang yang menetap. dan kemudian menjadi suatu kelompok tersendiri, seperti keturunan Tionghoa dan "orang Tionghoa", "orang Arab", serta "orang India".
Jika dilihat dari peta penyebaran suku bangsa di Indonesia maka semakin ke bagian Timur wilayah Indonesia semakin banyak jumlah suku bangsa yang mendiami pulau-pulau di sana. Beberapa dari mereka masih merupakan suku bangsa yang hidup di pedalaman damn terisolir dari dunia luar. Sistem mata pencaharian mereka juga masih bercorak berburu dan nomaden.
Sementara itu, di wilayah bagian barat seperti Pulau Jawa, jumlah suku bangsa cenderung lebih sedikit, namun dari segi jumlah cukup besar. Kehidupan modern sudah mulai merasuk dalam kehidupan keseharian mereka dengan sistem mata pencaharian bertani atau masuk ke dalam industri-industri modern, dengan pola tempat tinggal yang menetap. Pembauran antar suku bangsa juga sudah banyak terjadi sehingga kadang sulit untuk mengidentifikasi seseorang berdasarkan suku bangsanya.
Contoh ekstrim dapat dilihat pada masyarakat Jakarta sebagai kota yang penduduknya berasal dari berbagai suku bangsa dan mulai membaur satu sama lain . Konsep yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi ini adalah "melting pot".
Menarik untuk dipahami bahwa pada suatu titik wktu yang sama perbedaan atau kesenjangan peradaban juga terjadi pada masyarakat Indonesia. Masyarakat di Jakarta mungkin sudah biasa dengan perkembangan dan cara berpikir yang lebih luas dan menduia, namun di bagian lain terutama di desa-desa dan wilayah terpencil, masih banyak masyarakat kita yang hidup dengan nilai-nilai adat istiadat setempat dan wawasan berpikir yang masih terpaku pada dunia keseharian dan budaya mereka.
Keberagaman juga ditandai oleh kepercayaan atau agama yang dianut. Berbagai kerajaan maupun suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia menganut berbagai bentyuk kepercayaan dan agama. Pemerintah Indonesia sebenarnya telah berusaha menetapkan beberapa agama yang resmi, seperti Islam, Katolik, Protestan, Budha, dan Hindu. Akan tetapi, pada praktiknya di masyarakat terdapat berbagai model kepercayaan mulai dari pengaruh animisme dan dinamisme (khuisunya bagi suku-suku yang masih hidup di pedalaman), maupun bentuk kepercayaan lain, seperti "kejawen" (pada masyarakat Jawa yang masih percaya pada hal-hal mistis dan gaib), Kong Hu Cu, atau ajaran-ajaran Tao, Zen, dll. yang pada saat ini semakin berkembang dan mulai mempengaruhi tidak saja masyarakat Indonesia, tetapi juga masyarakat dunia.
Sementara itu, perlu disadari pula bahwa pada masyarakat yang semakin modern, isu keberagaman juga muncul. Darri perbedaan gender dapaty dikatakan terdapat perbenturan kebudayaan antara budaya patriarki yang menitikberatkan pada dominasi laki-laki dengan budaya feminin yang mencoba membongkar dominasi tersebut dengan mengangkat isu kesetaraan dan keadilan dengan cara menampilkan keunggulan-keunggulan kaum perempuan.
Kemiskinan juga menjadi isu penting dalam melihat keberagaman budaya. Kemiskinan ternyata telah membentuk stratifikasi budaya antara kelas bawah dengan kelas menengah dan kelas atas. Kita mengenal tentang konsep budaya kemiskinan. Hal lain yang menjadi isu keberagaman adalah di antara kelompok yang memiliki keterbatasan fisik, kelompok transgender, dan kelompok homoseksual dengan kelompok lain dari sudut pandang masyarakat kelompok yang normal.
B. MULTIKULTURALISME
.... Seorang keturunan Tionghoa di Indonesia pada masa orde baru bertanya, mengapa kami tidak boleh bercakap dengan bahasa dialek kami? Mengapa kami merasa salah menganut Kong Hu Chu?
.... Seorang Suku Asmat di Papua bertanya, mengapa saya dikategorikan miskin karena saya tidak makan nasi? ....
.... Seorang pendeta Kristen bertanya, mengapa saya dan jemaat sulit mengadakan ibadah dui lingkungan pemukiman salah satu jemaat saya?
.... Seorang lain bertanya, mengapa kita tidak dapat memandang orang lain dari persamaan-persamaan kita sebagai manusia, dan bukan dari hal-hal yang membedakan kita?
Pertanyaan-pertanyaan di atas, mungkin pernah atau masih menjadi pertanyaan beberapa anggota dari kelompok-kelompok budaya yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Memang kalau kita pikirkan kembali, kita tidak dapat memungkiri kenyataan bahwa keberagaman kelompok budaya yang menjadi unsur masyarakat Indonesia, sering kali menjadi batu sandungan, baik dalam interaksi sehari-hari maupun dalam penyusunan kebijakan pembangunan. Misalnya, salah satu upaya pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan dengan program raskin (bantuan beras untuk kelompok miskin) sebenarnya dalah suatu program yang memiliki maksud dan tujuan yang baik. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya di lapangan ketidakpekaan terhadap keragaman budaya setempat membuat program ini menjadi masalah di beberapa tempat yang tidak menggunakan beras sebagai bahan makanan pokok. Akhirnya terjadi benturan-benturan budya manakala bantuan raskin sering kali disalahgunakan untuk dimaknai berbeda oleh kelompok-kelompok budaya yang berbeda.
Selain itu, ketidakpekaan terhadap keberagaman budaya atau ketidakmampuan untuk berhadapan dengan budaya yang berbeda dapat memunculkan stereotipe, prasangka, bahkan diskriminasi, dan rasialisme. Dalam konteks hubungan antara kelompom budaya, prasangka memiliki konotasi yang negatif. Stereotipe adalah suatu citra yang dilekatkan pada suatu kelompok tertentu yang belum tentu benar. Misalnya, orang Minang dikonotasikan pelit, orang Tionghoa di Indonesia dikonotasikan licik, orang Jawa dikonotasikan malas, perempuan dikonotasikan emosional, atau laki -laki dikonotasikan rasional.
Sementara itu Prasangka adalah suatu perdugaan yang dilakukan seseorang terhadap kelompok lain yang dipandang memiliki karakteristik yang negatif atau buruk atau tidak menyenangkan. Pendugaan ini dilakukan tidak berdasarkan pengetahuan dan tidak memiliki bukti yang cukup memadai. Apakah anda sering kali berpikiran bahwa orang Minang lebih maju dalam berusaha karena orang Minang pelit, kelompok etnis Tionghoa di Indonesia leboih maju dalam berdagang karena kelompok etnis ini cenderung "licik", atau seorang yang membutuhkan karyawan langsung menolak memperkerjakan orang Jawa karena dipandang malas. Ini adalah contoh prasangka-prasangka yang bisa saja muncul terhadap kelompok yang berbeda, padahal belum tentu benar dan sulit untuk dibuktikan. Stereotipe yang terpelihara dapat menghasilkan prasangka-prasangka dan juga pada praktiknya memuncuylkan tindakan-tindakan diskriminasi yang berkonotasi negatif.
Diskriminasi adalah suatu tindakan yang membeda-bedakan perlakuan berdasarkan karakteristik budaya kelompok tertentu. Misalnya, seorang pimpinan menolak mempromosikan seorang karyawan karena berasal dari kelompok budaya tertentu. Atau yang leboh khusus lagi adalah rasialisme, seperti yang terjadi di masyarakat Amerika, dalam hal ini kelompok ras tertentu (kulit hitam) dipandang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok ras lain (kulit putih).
Ketidakmampuan dan bahkan ketidakinginan menerima kelompok budaya yang berbeda dengan dengan kelompok budaya kita, ditambah adanya etnosentrisme (yaitu budaya sendiri dipandang lebih baik dan unggul dibandingkjan budaya kelompok lain) yang berlebihan dapat pula mengarah pada tindakan pemusnahan suatu kelompok etnis, atau budaya tertentu atau yang biasanya disebut dengan ethnic cleansing. Dapat anda bayangkan bukan betapa kompleksnya masalah yang dapat muncul akibat sulitnya menerima perbedaan budaya.
Namun, perlu diingat bahwa memang tidak semua pertemuan budaya menghasilkan hubungan yang negatif. Di sisi lain, banyak juga terjadi pembauran antara satu budaya dengan budaya lain secara alamiah tanpa paksaan. Namun dalam era globalisasi, pertemuan budaya akan semakin sulit dihindari dan apabila kita tidak dapat menanggapi pertemuan-pertemuan budaya ini secara positif maka akan terjadi semakin banyak benturan budaya.
Terkait dengan masalah diatas maka perlu adanya suatu pandangan yang dapat menerima dan menghargai perbedaan kelompok budaya dan yang paling penting dapat hidup berdampingan tanpa usaha-usaha salah satu kelompok budaya ingin mendominasi kelompok budaya yang lain.
Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan, yang mencakup perbedaan-perbedaan individual dan perbedaan secara budaya. Multikulturalisme menjadi acuan keyakinan untuk terwujudnya pluralisme budaya, dan terutama memperjuangkan kesamaan hak berbagai golongan minoritas baik secara hukum maupun secara sosial.
Menurut Bhikhu Parekh, multikulturalisme bukan sebuah doktrin politik maupun teori filsafat tentang manusia dan dunianya, melainkan sebuah perspektif tentang kehidupan manusia.
Demikian menurut
Parsudi Suparlan, kar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Kebudayaan dalam konteks ini harus dipandang sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, multikulturalisme tercermin dalam interaksi yang ada dalam berbagai struktur kegiatan kehidupan manusia, baik itu kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan berbagai kegiatan lainnya dalam masyarakat yang bersangkutan.
Secara umum multikulturalisme biasanya berhubungan dengan konsep etnisitas. Menurut H.A.R. Tilaar; multikulturalisme pada masa modern, terutama dalam era globalisasi, berbeda dengan multikulturalisme pada masa lalu. Multikulturalisme tidak hanya berarti beragamnya kelompok etnis dalam sebuah negara, tetapi juga seluruh kelompok etnis yang beragam di luar batas-batas negara, termasuk didalamnya perkembangan agama, isu jender, dan kesadaran kaum marjinal.
Bagaimana seseorang dapat memiliki kesadaran multikultur adalah hasil dari perkembangan pribadi seseorang yang bangga terhadap budayanya, namun dapat menghargai budaya lain dalam ikatan komunitas yang lebih luas. Kesadaran multikultural berarti seseorang mempunyai kesadaran serta kebanggaaan memiliki dan mengembangkan budaya komunitasnya sendiri, namun demikian dia akan hidup berdampoingan secara damai, bahkan saling bekerja sama dan saling menghormati dengan anggota kelompok lain yang berbeda budaya.
Dari definisi diatas, jelas terlihat jika kita bicara tentang multikulturalisme maka kita bicara tentang perbedaan yang ada dan selalu dihadapi oleh manusia dalam kehidupannya dan dalam interaksi sehari-hari. Perbedaan adalah suatu kenyataan yang hakiki, ketika manusia hidup dalam lingkungan geografis dan mendapatkan sosialisasi, mauppun memaknai interaksi dan situasi yang dihadapinya secara berbeda. Kebudayaan adalah suatu produk berpikir manusia yang menjadi acuan dalam bertindak dan menjalani kehidupannya, yang pada akhirnya mampu membedakan antara manusia yang satu dengan lainnya. Namun, kebudayaan juga sebagai unsur pemersatu antara manusia dengan manusia lainyang kurang lebih memiliki sejarah, sosialisasi, dan hidup dalam lingkungan yang kurang lebih sama.
Bhiku Parekh menekankan bahwa ada beberapa hal yang menjadi faktor-faktor kunci untuk memahami tentang multikulturalisme, yaitu :
1. Manusia dan kebudayaannya tidak dapat dipisahkan dalam artian bahwa manusia tumbuh berkembang dan hidup dalam dunia yang terstruktur oleh budaya, kemudian manusia mengatur hidup dan hubungan sosialnya dalam suatu kerangka sistem makna tertentu, dan menempatkan identitas budaya sebagai sesuatu yang bernilai dalam hidupnya. Coba pikirkan apakah anda merasa berbeda dengan teman-teman anda dalam hal budaya? Pernahkah anda merasa tidak nyaman atau kesepian ketika berada di suatu tempat yang baru yang kebudayaannya berbeda dengan kebudayaan yang kita miliki? Coba anda menonton film "Lost in Translation".
2. Budaya yang berbeda juga menggambarkan sistem makna dan visi tentang hidup yang baik, yang berbeda antara satu budaya dengan budaya yang lain. Artinya, sulit menentukan apakah suatu budaya lebih baikjk dari budaya yang lain. Setiap kebudayaan berhak untuk dihargai karena budaya itu berarti bagi anggotanya dan budaya mencerminkan kekuatan kreatif. Tidak ada kebudayaan yang sempurna dan berhak untuk memaksa kebudayaan lain, sementara perubahan budaya yang baik selalu datang dari komponen dalam budaya itu sendiri. Menurut anda, apakah kita dapat mengatakan bahwa orang-orang suku pedalaman Papua lebih rendah dari pada orang-orang di Jawa karena makanan pokok mereka bukan beras? Padahal dengan hidup di pegunungan dan ditengah-tengah hutan tidak mungkin pada bisa tumbuh dengan subur dan baik.
3. Pada dasarnya, hampir semua kebudayaan adalah plural, artinya kebudayaan mencerminkan hasil interaksi yang terus menerus antara beragam tradisi dan berbagau cabang pemikiran. Sulit untuk menentukan sebuiah kebudayaan yang murni (sui generis). Kebudayaan tumbuh dan berkembang dari interaksi, baik secara sadar maupun tidak sadar dengan kebudayaan lain. Sebagian mendefinisikan identitas mereka dalam kerangka apa yang mereka pandang sebagai sesuatu yang penting dan baik bagi mereka (significant others) dan sedikitnya sebagian dari asal-0muasalnya dapat dikatakan multikultur.
Contohnya, Orang Betawi yang saat ini dikatakan sebagai penduduk asli Jakarta. Kebudayaan Betawi merupakan hasil interaksi antarberbagai kelompok budaya yang hidup berdampingan dalam wilayah Batavia pada masa kolonial. Simaklah cuplikan dibawah ini :
Orang Betawi merupakan keturunan budak atau bangsa Asia kelas rendah yang banyak terdapat di Batavia pada masa kolonial. Karena kebijakan pemisahan etnis VOC, diperlukan hampir 2 abad sebelum Betawi tampil sebagai kelompok etnis tersendiri yang lahir dari kawin campur berbagai keturunan, seperti Cina, Bali, Jawa, Sunda, dan orang-orang dari berbagai latar belakang etnis lainnya.
Konsep multikulturalisme menjadi penting dalam rtuang ketika pertwmuan-pertemuan budaya tidak dapat dihindari. Ketidak mampuan untuk menerima perbedaan dan keberagaman budaya secara sadar maupun tidak sadar dapat menjerumuskan kita ke dalam praktik diskriminasi, bahkan dalam beberapa kasus mengarah pada rasisme, bahkan konflik dengan kekerasan sampai dengan genocide/ethnic cleansing (pembunuhan seluruh anggota kelompok etnis tertentu yang dilakukan oleh kelompok etnis lain). Apakah anda masih ingat dengan kasus tentang pembunuhan massal kelompok Yahudi oleh NAZI, kerusuhan Los Angeles di USA antara kelompok kulit putih dengan kelompok kulit hitam, praktik diskriminasi terhadap kelompok etnis Tionghoa khususnya pada masa Orde Baru, atau konflik terbuka antara kelompok etnis Dayak dengan kelompok etnis Madura sebagai pendatang di Kalimantan Barat?
Dalam masyarakat yang modern, negara adalah suatu ruang nyata, manakala berbagai budaya bertemu dan harus berdampingan. Negara harus dapat menjadi unsur pemersatu sekaligus pemecah, bahkan kadang penghancur beberapa budaya minoritas yang menjadi unsur pembentuknya.
Dalam membahas tentang konsep multikulturalisme maka kita tidak dapat memisahkannya dengan konsep negara sebagai satu kesatuan politik produk masyarakat modern. Atau dengan kata lain, ketika ketika bicara tentang multikulturalisme maka harus ada definisi ruang atau kelompok yang lebih luas yang melingkupi perbedaan atau membuat adanya pertemuan budaya itu. Hal lain yang perlu ada dalam pemikiran multikulturalisme adalah terciptanya kesetaraan antara kelompok-kelompok budaya yang ada. Berikut gambaran dari aspek-aspek multikultural.
KEGIATAN BELAJAR 2 :KESETARAAN DAN MULTIKULTURALISME
A. KESETARAAN
Kesetaraan menjadi konsep penting dalam memaknai keberagaman budaya. Kita telah paham bahwa kehidupan kita saat ini tidak mungkin terhindar dari keberagaman, khususnya keberagaman budaya.
Pertama; Kesetaraan bicara tentang bagaimana cara pandang kita tentang keberagaman budaya. Apakah kita memandang orang lain yang berbeda budaya dengan kita lebih rendah daripada budaya kita? MIsal, pernakah anda berpikir bahwa suku-suku di pedalaman Papua yang masih menggunakan pakaian tadisional mereka dan percaya pada kekuatan-kekuatan ghaib di alam lebih rendah daripada masyarakat suku lain? Atau apakah kita memandang perempuan dengan kebiasaannya yang fokus pada hal-hal kecil lebih rendah dari kelompok laki-lakiu yang lebih rasional?
Kedua; Dalam hal interaksi, kita bicara tentang bagaimana perilaku kita terhadap perbedaan tersebut? Apakah kita berusaha untuk menghilangkan perbedaan tersebut dengan mencoba memaksa mereka yang berbeda masuk dan menganut kebudayaan dominan yang berlaku untuk membuat kelompok minoritas menjadi setara?
Apakah arti kesetaraan? Apakah dengan memperlakukan berbagai kelompok yang berbeda dengan aturan dan kebijakan yang sama berarti kita mengedepankan kesetaraan? Atau ketika kita memberikan perlakuan yang sama kepada mereka yang berbeda berarti kita telah memperlakukan mereka setara dengan kita?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka kita pahami dulu arti kesetaraan. Pertama; kita kembali terlebih dahulu pada karakteristik dasar manusia. Manusia memiliki dua karakteristik utama, yaitu selain semua manusia memiliki karakteristik yang sama sebagai hasil proses natural dan ciptaan Tuhan, manusia juga merupakan makhluk kultural.
Penekanan pada karakteristik pertama, menghasilkan pandangan yang biasanya dianut bahwa manusia harus diperlakukan setara karena manusia memiliki karakteristik yang sama, dan kesetaraan diartikan dengan memberi perlakuan yang kurang lebih sama dan memberi mereka hak-hak yang kurang lebih sama. Contoh, dalam suatu kelas seorang siswa yang menganut agama Hindu di Bali meminta izin untuk tidak masuk kelas bukan karena sakit, tetapi untuk mengikuti upacara potong gigi yang merupakan ritual penting yang harus ia jalani, namun siswa-siswa lain yang berasal dari suku dan agama lain, menuntut bahwa mereka juga harus diberikan izin untuk tidak masuk. Demi kesetaraan maka sang guru memberikan izin kepada semua siswa untuk tidak masuk 1 hari, untuk menjalani ritual budaya masing-masing yang belum tentu ada.
Sementara itu, pandangan lain (Bhiku Parekh) menitikberatkan kesetaraan pad akarakteristik Kedua; yaitu sebagai makhluk kultural. Manusia memiliki beberapa kemampuan dan kebutuhan yang sama, tetapi perbedaan kultural yang dimiliki, membentuk dan menyusun kemampuan dan kebutuhan setiap manusia secara berbeda dan bahkan, dapat membuat kemampuan dan kebutuhan baru yang berbeda.
Manusia juga memiliki identitas bersama yang dimediasi oleh budaya. Manusia adalah makhluk yang sama, tetapi juga berbeda. Oleh karena itu, manusia harus diperlakukan setara karena dua karakteristik sebagai makhluk sama dan sebagaui makhluk yang berbeda. Dengan argumentasi ini maka kesetaraan bukan berarti keseragaman perlakuan, tetapi lebih kepdaa interaksi anatara keragaman dan perbedaan. Contoh dalam kasus diatas, berarti sang guru tidak p[erlu mengambil kebijaksanaan untuk memberikan hari libur yang sama kepada seluruh siswa dan siswi tanpa melihat kepentingan dan kebutuhan dari masing-masing ritual budaya yang berbeda.
Hak yang setara tidak berarti adanya hak-hak yang sama karena individu yang memiliki latar belakang budaya dan kebutuhan yang berbeda, mungkin membutuhkan hak-hak yang berbeda untuk menikmati kesetaraan. Kesetaraan harus mampu tidak saja menolak perbedaan-perbedaan yang tidak relevan, namun juga harus diikuti oleh pengakuan yang penuh terhadap perbedaan-perbedaan yang sah dan relevan dalam konteksnya. Kesetaraan diwujudkan dalam beberapa tingkatan.
B. PROBLEMATIKA KERAGAMAN DAN KESETARAAN SERTA SOLUSI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN NEGARA
Seperti yang telah dijelaskan dalam definisi masyarakat multikultur maka isu kesetaraan di antara kelompok-kelompok budaya yang mediami suatu unit politik, yaitu negara menjadi tujuan yang penting untuk dicapai dalam multikulturalisme. Bagaimana mencapai kesetaraan? Peran negara dalam bentuk kebijakan dan pro aktif terhadap kelompok-kelompok budaya, terutama kelompok minoritas untuk mencapai kesetaraan, memiliki peran yang penting dalam multikultyuralisme . Bagaimana kelompok-kelompok yang berbeda budaya, dapat hidup berdampingan tanpa menghilangkan identitas kebudayaannya, atau merasa tertindas karena budaya yang berbeda merupakan kondisi yang harus diciptakan. Will Kymlicka mengungkapkan terdapat sekurangnya tiga bentuk hak spesifik kelompok, yang perlu diperhatikan:
Hak atas pemerintah sendiri; Dikebanyakan negara multibangsa, unsur bangsa cenderung menuntut bentuk otonoomi politik atau yuridiksi wilayah, agar dapat memastikan pengembangan yang bebas dan penuh dari kebudayaan mereka dan kepentingan rakyatnya.Pada tingkat ekstrim, bangsa dapat menginginkan melepaskan diri, apabila mereka berpiklir bahwa penentuan nasib sendiri itu, tidak mungkin di dalam negara yang lebih besar.
Suatu mekanisme untuk mengakui tuntutan akan pemerintahan sendiri adalah federalisme, yang membagi-bagi kekuasaan antara pemerintahan pusat dan sub-unit regional. Apabila kelompok minoritas terkonsentrasi secara regional, batas-batas subunit federal dapat ditarik sehingga minoritas kebangsaan dapat membentuk suatu mayoritas di salah satu subunit. Dalam keadaan semacam itu, federalisme dapat memberikan pemerintahan sendiri yang ekstensif bagi kelompok minoritas, yang menjamin kemampuannya untuk mengambil keputusan di bidang=-bidang tertentu tanpa dikalahkan oleh masyarakat yang lebih besar.
Hak-hak polietnis; Kebijakan-kebijakan khusus kelompok yang dimaksudkan untuk membantu kelompok etnis dan m inoritas agama, untuk menyatakan kekahasan budayanya dan harga diri, tanpa menghalangi keberhasilan mereka dalam lembaga ekonomi dan politik dari masyarakat yang dominan.
Hak polietnis tidak dipandang sebagai hak sementara karena perbedaan budaya yang dilindungi ini bukan merupakan sesuatu yang ingin kita hapus. Namun, hak-hak polietnis ini biasanya dimaksudkan untuk mempromosikan integrasi ke dalam masyarakat yang lebih besar, bukan untuk pemerintahan sendiri.
Hak-hak perwakilan khusus; Diilhami oleh keprihatinan yang terjadi pada demokrasi barat, bahwa proses politik kurang terwakili, dalam arti proses tersebut gagal mencerminkan keragaman penduduk. Proses yang mewakili akan menyertakan anggota dari kelompok minoritas etnis, ras, perempuan, orang miskin, penyandang cacat, dll. Keterwakilan yang kurang dari kelompok-kelompok yang secara historis dirugikan sudah menjadi fenomena umum. Salah satu cara untuk mereformasi proses itu adalah menjdaikan partai politik lebih inklusif dengan mengurangi hambatan yang menghalangi perempuan, minoritas etnis, atau kaum mmiskin, untuk menjadi calon dari paretai atau pemimpin partai. Cara lainnya adalah merupakan bentuk perwakilan proposional, yang telah dihubungkan dengan keterbukaan yang lebih besar.
Sementara itu, tokoh lain seperti Bhikhu Parekh mengungkapkan terdapat beberapa teori yang menitikberatkan pada peran aktif negara untuk mewujudkan integrasi dalam masyarakat multikultur. Berikut adalah Tiga Teori Integrasi dalam masyarakat multikultur :
Proceduralist : Pandangan ini menunjukkan bahwa perbedaan moral dan budaya yang mendasar yang ada dalam masyarakat multikultur tidak dapat ditentukan secara rasional, dan perhatian utama harus diberikan pada bagaimana menjaga kedamaian dan stabilitas. Hal ini membutuhkan negara (state) yang secara luuas formal dan netral, dan mengesampingkan peraturan-peraturan umum yang perlu ada secara minimal, dalam hal ini setiap warga negara tetap bebas menentukan pilihan-pilihan hidup mereka. Apabila negara berusaha untuk mencapai tujuan substantifnya sendiri, itu berarti melanggar otonomi moral, dan melakukan diskriminasi kepada mereka yang memiliki pandangan yang berbeda tentang kehidupan yang baik.
Menurut Proceduralist negara yang formal dan mempunyai pengaruh minimal, berusaha mengkombinasikan kesatuan politik yang maksimal, dengan keberagaman yang maksimal. Kesatuan politik yang maksimal perlu dicapai karena hal ini berarti negara tidak terlibat dengan ketidaksepahaman moral dan kultur warga negaranya, dan tidak ada permintaan yang kontroversial terhadap mereka. Keragaman yang maksimal perlu dicapai karena mengurangi hambatan terhadap pilihan-pilihan mereka.
Civic Assimilationist : Tidak seperti proceduralist, menurut pandangan ini, komunitas politik tidak hanya setuju pada struktur kekuasaan, tetapi juga pada kebudayaan bersama. Namun, tidak seperti pandangan assimilationist, kebudayaan bersama seharusnya tidak meluas dan tidak melingkupi seluruh aspek kehidupan. Kesatuan komunitas politik mendasarkan diri pada budaya politik bersama, yang termasuk didalamnya nilai-nilai publik dan politik, praktik, ide-ide, institusi, model pemikiran politik, dan pemahaman diri. Jika warga negara tidak tidak memiliki kesamaan pandang tentang budaya politik tersebut maka mereka tidak dapat terlibat dalam dialog-dialog penting, memformulasikan dan mengatasi perbedaan mereka, dan mencapai tujuan bersama. Terlepas dari hambatan dalam budaya politik bersama, warga negara harus bebas untuk menjalankan hidup menurut jalan hidup yang dipilihnya sendiri dalam area personal.
Bagi civic assimilasionist, are publik menggambarkan keseragaman, sedangkan area personal, termasukl di dalammhya keluarga dan kehidupan bermasyarakat, menggambarkan keragaman. Keseragaman dalam area publik memastikan adanya kesatuan dan menyediakan prinsip-prinsip untuk menentukan keberagaman yang diperbolehkan. Pada area personal, masyarakat diberikan kepercayaan untuk bertoleransi dan bahkan, memperbolehkan adanya perbedaan-perbedaan yang mendasar.
Millet Models : Dalam pandangan ini, manusia adalah makhluk budaya yang tertanam dalam komunitasnya. Semua hal yang berarti buat hidup manusia, seperti tradisi, kegiatan, nilai, sistem makna, identitas, keberlanjutan sejarah, norma perilaku, dan kehidupan keluarga berasal dari budaya mereka. Sebagai institusi legal dan administratif, negara tidak memiliki startus moral. Negara adalah sebuah federasi komunitas yang longgaratau kuat bersatu. Merupakan sebuah kerangka kasar manakala komunitas harus secara bebas menjalankan cara hidup tradisional mereka dan terlibat dalam interaksi sosial, politik dan ekonomi yang dipandang perlu.
Negara diharapkan tidak saja untuk menghindar dari mencampuri masalah internal kelompok, tetapi juga untuk mengakui dan menginstitusionalisasikan otonomi mereka, serta mendukung tradisi dan kegiatan mereka. Individu diasumsikan memberikan loyalitasnya kepada komunitasnya terlebih dahulu, dan baru kemudian kepada negara.
Namun, perlu disadari bahwa kenyataannya ketiga teori ini cukup sulit dilaksanakan karena masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihannya. Coba, apakah anda dapat mengidentifikasikan kelemahan-kelemahan dari masing-masing teori, dengan menggunakan kasus Negara Indonesia? Bhikhu Parekh sendiri banyak mengkritisi 3 model tadi, pertama untuk teori Proceduralist, pertanyaannya bagaimana menjamin negara selalu netral? Lalu untuk teoori kedua Civic Assimilasionist, pertanyaan yang perlu diangkat adalah apakah area publik dan area personal dapat selalu dipisahkan dengan tegas? Misalnya institusi pendidikan adalah institusi yang merupakan bagian dari area area personal maupun area publik. Orang tua memiliki kepemntingan untuk mensosialisasikan nilai-nilai budaya dalam ppendidikan anak, namun sekolah kadang mensosialisasikan nilai-nilai budaya yang dapat saja bertentangan dengan nilai-nilai yang ditanamkan dalam keluarga berdasarkan nilai dengan nilai-nilai yang ditanamkan dalam keluarga berdasarkan nilai budayanya.
Sementara itu, untuk Millet Model, salah satu kelemahannya adalah sulit akhirnya untuk mempertahankan kesatuan unit politik dan menumbuhkan solidaritas dan kohesi antara kelompok-kelompok budaya yang ada. Kemudian maslah lainnya adalah berbagai kelompok budaya kadang tumpang tindih, seperti misalnya antara kelompok agama dan etnis. Dengan demikian kelompok mana yang akan diberikan otonomi?
Selain itu, kritik lain terhadap pandangan multikulturalisme juga muncul dari Anne Philips;
Pertama: permasalahan dalam multikulturalisme akan selalu bersarang pada bagaimana mewujudkan kebijakan yang dapat mengakomodasi seluruh kepentingan, terutama kepentingan kelompok yang tidak beruntung atau minoritas. Kebijakan yang awalnya dipertahankan atas nama seluruh anggota kelompok yang kurang beruntung atau minoritas, ternyata pada akhirnya hanya menguntungkan sebagian kelompok, malah menciptakan ketidak adilan yang baru. Terdapat beberapa masalah yang dapat muncul sebagaimana berikut ini :
1. Kecendrungan yang muncul adalah sering kali kebijakan untuk mengakomodasi kepentingan seluruh kaum minoritas, justru menimbulkan masalah ketidakadilan yang baru.
2. Ada kekhawatiran bahwa kebijakan multikultural akan mengikis atau sedikit demi sedikit akan merusak prinsip-prinsip utama kewarganegaraan yang sama, mengesampingkan fondasi atau prinsip dasar kesatuan sosial, dan membuat warga negara tidak mungkin untuk mempertahankan rasa identitas nasional yang kuat.
3. Kecendrungan dalam sebuah kelompok budaya yang menekan kelompok budaya minoritas dalam kelompoknya sendiri juga sering kali terjadi. Kebijakan multikultural sering kali justru memberi ruang bagi penguasa kelompok minoritas untuk menekan anggota kelompoknya sendiri (minorites within minorities). Multikulturalisme mendorong adanya ketimpangan kekuasaan, seperti yang diungkapkan oleh Ayelet Shachar, akomodasi yang ditujukan untuk menjembatani ketimpangan kekuasaan antarkelompok, justru dapat berakhir dengan mendorong munculnya hierarki kekuasaan dalam kelompok tersebut.
Kritik Kedua; menitikberatkan pada kelemahan multikulturalisme yang cenderung mengesampingkan kohesi sosial, mencerai-berai identitas nasional. Menurut Anne Philips, hal ini sangat terlihat ketika kita menghubungkannya dengan pollitik redistribusi. Multikulturalisme membuat oarang fokus pada perbedaan kelompok dan bersatu dalam kelompok-kelompok berdasarkan kesamaan-kesamaan karakteristik atau budaya yang dimiliki. Di lain pihak, hal ini justru melemahkan ikatan solidaritas, padahal ikatan ini penting untuk mengarahkan warga negara, agar mendukung kebijakan redristribusi, khusunya dalam konteks negara kesejahteraan. Artinya, masing-masing kelompok budaya memiliki kepentingan masing-masingsehingga ada kecendrungan memiliki solidaritas yang lemah terhadap kelompok budaya lain.
Selain itu, usaha toleransi kultural justru mencwgah kelompok minoritas untuk berintegrasi, dalam hal ini dapat menciptakan lahan yang subur untuk tumbuhnya aksi-aksi militan. Toleransi memang disatu pihak justru membuat perbedaan kelompok semakin jelas. Pada kahirnya, banyak pula praktik-praktik multikulturalisme yang salah kaprah, seperti ,munculnya gerakan separatisme (pemisahan diri) yang membuat orang susah untuk memandang dirinya sebagai bagian dari komunitas nasional yang sama. Jika hal ini terjadi maka sulit bagi mereka untuk menerima kebijakan redistribusi bagi kelopok lain, manakala mereka kemungkinan besar juga tidak ragu-ragu untuk membunuh warga negara lain yang mereka pandang berbeda.
Kritik Ketiga; terhadap multikulturalisme menitikberatkan pada gagasan budaya itu sendiri. Pada dasarnya, multikulturalisme adalah sebuah jalan menuju masyarakat yang lebih toleran dan inklusif karena multikulturalisme adalah pandangan yang mengakui adanya perbedaan budaya dan menolak adanya asimilasi pada tradisi budaya kelompok yang dominan. Namun, hal ini dipandang membesar-besarkan kesatuan internal suatu budaya, menonjolkan perbedaan-poerbedaan yang sekarang sebenarnya sudah semakin cair, dan membuat orang dari budaya lain terlihat lebih eksotis dan berbeda sekali daripada yang sebenarnya. Pada titik ini, multikulturalisme muncul tidak sebagai suatu bentuk pembebasan budaya, tyetapi justru menjadi penghambat budaya untuk berkembang. Artinya multikulturalisme memaksa anggota-anggota kelompok budaya khusunya yang minoritas masuk dalam sebuah rejim keaslian, mengingkari adanya kemungkinan untuk melintasi batas, meminjam pengaruh-pengaruh kultural kelkmpok lain dalam mendefinisikan dan mendefinisikan dirinya sendiri.
Masyarakat multikultural harus selalu mencri cara untuk menyatukan tuntutan-tuntutan terhadap kesatuan dan keberagaman, mencapai kesatuan politik, tetapi tanpa adanya penyeragaman budaya, menjadi inklusif tanpa melakukan asimilasi, mencari unsur-unsur rasa memiliki bersama dengan menghargai perbedaan kultural yang mereka miliki dan mensyukuri identitas budaya yang beragam, tanpa melemahkan identitas bersama sebagai warga negara.
MODUL 6
MANUSIA, NILAI, MORAL, DAN HUKUM
Dalam berkehidupan bersama, manusia merupakan bagian dari anggota masyarakat yang satu sama lain harus mampu menjaga tata cara kehidupan bersama. Ada aturan yang disepakati secara bersama yang menjadi pegangan dan pedoman dalam berprilaku bermasyarakat.
Sebagai makhluk yang beradab, tentunya manusia diharapkan mampu memiliki nilai-nilai moral yang disepakati bersama dalam masyarakat dimana ia tinggal dan sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya. Untuk itu, sebagai bagian dari masyarakat harus mampu hidup dalam nilai-nilai moral dan aturan yang berlaku dalam masyarakat dan negara, manusia harus paham dengan apa yang kemudian kita sebuit sebagai moralitas dan hukum.
Kebudayaan tentunya tidak dapat dilepaskan begitu saja dengan keberadaan nilai-nilai moral dan hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat. Dengan demikian, dalam modul ini akan memberikan pemahaman tentang pengertian dan moralitas dalam hukum itu sendiri, serta bagaimana moralitas dan hukum itu, bekerja di dalam masyarakat.
KEGIATAN BELAJAR 1 :
HAKIKAT DAN FUNGSI NILAI, MORAL, DAN HUKUM DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT DAN BERNEGARA
A. NILAI, MORAL, DAN HUKUM SEBAGAI SUMBER BUDAYA DAN KEBUDAYAAN
Kebudayaan sebagai suatu konsep, pertama kali dikembangkan oleh para ahli Antropologi menjelang akhir abad kesembilan belas. Sementara itu, konsep kebudayaan pertama berasal dari seorang ahli antropologi asal Inggris, EB Taylor, yang menjelaskan kebudayaan sebagai :
" .... kompleks keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum , moral, kebiasaan, dan lain-lain kecakapan kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat ....".
Sebenarnya apabila dilihat satu per satu maka sangat banyak definisi kebudayaan yang telah dirumuskan. Akan tetapi, berdasarkan hasil penjelajahan kepustakaan pada waktu yang lalu tentang konsep-konsep kebudayaan oleh beberapa pakar antropologi, seperti Al Krober dan kawan-kawan makla terlihat adanya perbedaan dalam mendefinisikan kebudayaan.
Satu pihak cenderung melihat pada perilaku atau tingkah laku yang nyata, sementara pihak yang lain melihata pada nilai-nilai dan kepercayaan. Kedua pihak tersebut mempunyai perbedaan dalam cara menganalisis, dalam rangka mencoba memahami suatu gejala sosial budaya didalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, terlihat bahwa sebenarnya, kebudayaan bukan perilaku atau tingkah laku yang selalu nyata dan kelihatan di dalam keseharian kita. Tetapi, kebudayaan lebih berupa nilai-ni;lai dan kepercayaan yang digunakan oleh manusia untuk menafsirkan pengalaman, membuahkan tingkah laku dan yang mencerminkan tingkah laku tersebut. Dengan demikian, bila dilihat definisi kebudayaan yang lebih baru mmaka bunyinya adalah sebagai mana berikut ini.
" .... kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan standar, yang apabila dipenuhi oleh para anggota masyarakat, menghasilkan perilaku yang dianggap layak dan dapat diterima oleh para anggotanya ....".
Dengan demikian, berdasarkan rujukan referensi awal di atas mengenai konsep kebudayaan maka terlihat bahwa kepercayaan, moral, dan hukum merupakan bagian dari perangkat peraturan dan standar yang dapat menghasilkan tingkah laku yang layak dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat.
Kemudian, apabila dilihat konsep kebudayaan yang berkembang selanjutnya, seperti definisi kebudayaan sebagaimana yang dikemukakan oleh pakar dan pendiri ilmu antrop[ologi Indonesia, Prof. Dr. Koentjaraningrat, maka kebudayaan dilihat sebagai :
" .... kebudayaan adalah keseluruhan gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar ....".
Kemudian, menurut Koentjaraningrat definisi tersebut, juga sejalan dengan pemikiran JJ Honigmann yang mengatakan bahwa kebudayaan dapat dilihat dan dibedakan atas tiga wujud yaitu :
1. kompleks ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dsb.
2. kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakt
3. kompleks benda-benda dan hasil karya manusia
Berkaitan dengan pembahasan mengenai nilai, moral, dan juga pembahasan sebelumnya tentang kebudayaan maka salah satu wujud kebudayaan adalah apa yang disebut sebagai 'sistem budaya'. Sistem budaya ini berisi kumpulan gagasan nilai-nilai, norma-norma, pandangan-pandangan hidup, berbaagai aturan, berbagai pengetahuan, dan hal-hal lainnya yang bersifat abstrak, termasuk moral. Menurut Prof Dr Koentjaraningrat sistem budaya atau sering disebutnya sebagai sistem nilai budaya adalah :
" .... merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat. Suatu sistem nilai budaya terduiri dari konsepsi-konsepsi, yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyaarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Karena itu, suatu sistem nilai budaya biasanyaberfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem-sistem tata kelakuan manusia lain yang tingkatnya lebih konkret, seperti aturan-aturan, hukum, norma, semuanya berpedoman kepada sistem nilai budaya .... sistem nilai budaya seolah-olah berada diluar dan diatas diri para individu yang menjadi warga masyarakat yang bersangkutan. Para individu itu, sejak kecil telah diresapi dengan nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakatnya sehingga konsepsi-konsepsi itu, sejak lama telah berakar dalam alam jiwa mereka. Itulah sebabnya nilai budaya tadi sukar diganti dengan nilai-nilai budaya lain .... "
Dengan demikian, pada dasarnya manusia dalam kehidupan bermasyarakat telah mempunyai bekal dalam berprilaku, yaitu dengan menjunjung tinggi nilai-nilai budayanya. Akan tetapi, nilai-nilai budaya yang oleh sebagian orang dianggap penting dan harus di junjung tinggi, belum tentu dianggap penting oleh warga masyarakat lainnya. Disamping itu, nilai-nilai budaya tercakup secara lebih konkret dalam norma-norma sosial, yang diajarkan kepada setiap warga masyarakat supaya dapat menjadi pedoman berprilaku pada saat melakukan berbagai peranan dalam berbagai situasi sosial.
B. NILAI MORAL SEBAGAI RUJUKAN NILAI BUDAYA
Bila kita berbicara tentang moral maka banyak istilah yang menjelaskan tentang apa itu moral, moralitas, immoral, dan amoral. Istilah dan kata moral ini, sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, baik melalui percakapan, tulisan, maupun berita.
Penggunaan istilah moral dapat digunakan untuk maksud yang berbeda, tentu sesuai dengan konteks dan makna pembicaraan yang dimaksud. Bila melihat asal usul kata dan istilah moral maka kata ini berasal dari bahasa latin yaitu mos (yang artin jamaknya mores) yang berarti adat, kebiasaan. Istilah moral berarti nilai-nilai, norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Sementara itu, moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk, sedangkan istilah amoral berarti tidak berhubungan dengan konteks moral, di luar suasana etis atau nonmoral. Sementara itu, immoral berarti bertentangan dengan moralitas yang baik, atau secara moral buruk atau tidak etis. Dalam kamus Indonesia amoral berarti immoral dalam pengertian diatas. Pengertian immoral ini kurang dikenal.
Dari sudut pandang filsafat, khususnya berhubungan dengan cara manusia mencari hakikat sesuatu maka dapat dilihat secara aksiologi, dalam hal ini termasuk bidang kajian filsafat nilai. Filsafat nilai sendiri memiliki dua kajian utama, yaitu etika dan estetika. Di sini yang dimaksud dengan etika adalah kajian yang berhubungan dengan baik dan buruk, layak atau tidak layak, salah dan benar, sedangkan estetika berkaitan dengan boidang keindahan.
Berbicara tentang etika, menurut Bertens, ada tiga jenis makna etika yaitu; pertama, ketika etika dapat dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatyur tingkah lakunya. Kemudian, kedua, etika dapat merupakan kumpulan asas atau nilai moral atau yang sering disebut sebagai kode etik. Ketiga, etika berkaitan dengan penilaian baik dan buruk. Jadi, etika memiliki arti yang sama dengan filsafat moral.
Dalam pendidikan, ketiga pengertian diatas ini menjadi materi bahasan. Dengan demikian, bukan hanya nilai moral individu yang dikaji, tetapi juga membahas kode-kode etik yang menjadi patokan individu dalam kehidupan sosialnya.
Dalam hal ini, orang tidak cukup memahami apa yang diyakininya tanpa menggunakan aturan main yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tetapi juga mempertimbangkan dan mengembangkan keyakinan diri dan aturan masyarakat, dalam hal ini dibutuhgkan pemahaman dan perenungan yang mendalam tentang ,mana yang sejatinya dikatakan baik dan mana yang beanr-benar disebut buruk. Hal inilah yang disebut sebagai kawasan filasafat moral.
Nilai berkaitan erat dengan manusia, baik dalam bidang etika yang mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan sehari-hari, maupun bidang estetika yang berhubungan dengan persoalan keindahan. Bahkan, nilai juga termasuk sesuatu yang penting ketika manusia memahami agama dan keyakinan beragama. Oleh karena itu, nilai berhubungan dengan sikap seseorang sebagai warga masyarakat, warga suatu bangsa, sebagai pemeluk suatu agama, dan sebagai warga dunia.
Manusia sebagai makhluk yang bernilai akan memaknai nilai dalam dua konteks, pertama memandang nilai sebagai sesuatu yang objektif. Dalam hal ini, manusia memandang nilai itu ada, meskipun tanpa ada yang menilainya, bahkan memandang nilai telah ada sebeluum adanya manusia sebagai penilai. Baik dan buruk, benar atau salah, bukan hadir karena hasil persepsi dn penafsiran manusia, tetapi ada sebagai sesuatu yang ada dan menuntun manusia dalam kehidupannya.
Persoalannya bukan bagaimana seseorang harus menemukan nilai yang telah ada tersebut, tetapi lebih kepada bagaimana manusia menerima dan mengaplikasikan nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Nilai bagi pandangan objektivitas tidak tergantung pada objek, melainkan objeklah sebagai penyangga perlu hadir dan menampakkan nilai tersebut. Numn meski tanpa hadirnya objek, nilai memang telah ada dengan sendirinya.
Pandangan kedua, memandang nilai itu subjektif, yang artinya nilai sangat tergantung pada subjek yang menilainya. Jadi, nilai memang tidak akan ada dan tidak akan hadir tanpa hadirnya penilai. Oleh karena itu, nilai melekat dengan subjek penilai. Nilai dalam penegertian ini, bukan di luar si penilai, tetapi inheren dengan subjek yang menilai. Nilai dalam objek bukan penting atau tidak penting pada objek sejatinya, melainkan tergantung si penilai memberi persepsi terhadap objek tersebut. Dengan demikian, sebagai contoh suatu lukisan itu dinilai indah, bukan karena lukisannya memang indah, tetapi karena penilai yang menyukai dan memandang indah lukisan tersebut.
Nilai itu objektif atau subjektif dapat dilihat dari dua kategori, yaitu pertama, apakah objek itu memiliki nilai sehingga kita mendambakannya, atau karena kita mendambakannya maka objek itu memiliki nilai. Kategori ini dapat ditelusuri melalui pertanyaan "apakah nilai menarik perhatian subjek atau subjek yang memberikan nilai pada suatu objek?".
Kategori kedua, apakah hasrat kenikmatan dan perhatian yang memberikan nilai pada suatu objek, atau kita memiliki pilihan karena objek tersebut memiliki nilai yang asing bagi reaksi psikologis badan kita. Kategori ini dapat ditelusuri melalui pertanyaan "Apakah kecendrungan, selera, kehendak akan menentukan nilai suatu objek?" dan "Apakah suatu objek itu diperhatikan dan diinginkan karena memang memiliki nilai?"
Dengan demikian, pertanyaannya adalah apakah manusia itu sebagai pemilik nilai (subjektif) atau sebagai pengguna nilai (objektif)? Persoalan objektif dan subjektif nilai ini, akan sangat erat kaitannya dengan pendidikan. tatkala dihubungkan dengan isi nilai apa yang harus diajarkan. Apakah ada nilai-nilai objektif yang harus diajarkan pada individu, manakala suka atau tidak suka individu harus menerimanya karena nilai tersebut, dianggap diturunkan dari dunia transeden sebagai ide yang mutlak. Di sisi lain, apakah nilai itu harus dicari melalui suatu proses karena sebenarnya, individu sendiri adalah makhluk yang bernilai. Yang paling penting adalah bagaimana individu tersebut menyadari dengan jelas nilai dirinya.
Setiap benda, zat, makhluk, serta apapun yang ada di alam semesta ini memiliki kualitas, dalam hal ini kualitas adalah sifat. Kualitas menentukan tinggi rendah derajat atau menentukan berharga atau tidak berharga sesuatu. Kualitas bersifat melekat, ada, serta terlihat karena keberadaan objek yang ditempati sifat atau kualitas tersebut. Kualitas dapat dibagi dua, yaitu kualitas primer dan sekunder. Kualitas primer adalah kualitas dasar yang tanpa objek tidak dapat menjadi ada. Kualitas primer merupakan bagian dari dari eksistensi objek, seperti panjang dan berat kayu. Sementara itu, kualitas sekunder adalah kualitas yang ditangkap oleh panca indra, seperti rasa, bau, dan warna. Jenis kualitas ini dipengaruhi oleh tingkat subjektivitas individu. Keberadaan kulalitas sekunder ini, merupakan bagian dari eksistensi atau realitas objek.
Di dalam melihat hal ini, pertanyaan yang mendasar adalah apakah nilai sebagai sifat itu sama dengan kualitas primer atau sekunder? Jawabannya adal;ah 'tidak sama". Nilai tidak menambah atau memberi eksistensi kepada objek. Nilai bukan keniscayaan bagi esensi objek. Nilai bukan bendaatau unsur benda, melainkan sifat kualitas / sui generis yang dimiliki oleh objek tertentu. Nilai milik semua objek dan nilai tidaklah independen (bebas). Dengan demikian, sebelum ada objek, nilai merupakan kemungkinan karena nilai tidak memiliki eksistensi yang riil dan nilai bersifat parasitis.
C. MANUSIA DAN MORAL
Hampir sebagian perbuatan manusia berkaitan dengan nilai baik dan buruk, hal ini terjadi sejak masa lampau. Sejarah telah membuktikan bahwa dalam segala zaman ditemukan keinsafan manusia tentang tingkah laku mereka yang baik dan buruk, atau yang harus dilakukan dan tidak dapat dilakukan. Tetapi, tidak semua bangsa dan tidak semua zaman mempunyai pengertian yang sama tentang nilai yang baik dan buruk, walaupun pengertian baik dan buruk merupakan sesuatu yang umum dalam kehidupan manusia. Dengan kata lain, bahwa moralitas merupakan fenomena kemanusiaan yang universal.
Banyak orang berpendapat bahwa perbedaan khas manusia dan binatang adalah manusia memiliki rasio atau bakat untuk menggunakan bahasa, atau lebih luas lagi menciptakan dan menggunakan simbol-simbol. Perbedaan lainnya adalah manusia memiliki kesadaran moral. Menurut Magnis :
" .... moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia ... bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari sudut kebaikannya sebagai manusia. Norma moral adalah tolok ukur untuk menentukan betul atau tidaknya sikap atau tindakan manusia dilihat dari segi baik buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas ...."
Sedang menurut K. Bertens, moralitas merupakan ciri khas manusia yang tidak dapat ditemukan pada makhluk lain. Pada tahap sebagai binatang maka tidak ada kesadaran tentang baik dan buruk, boleh dan tidak boleh, atau pantas dan tidak pantas. Keharusan, menurutnya dibedakan antara keharusan alamiah dan kehharusan moral. Keharusan alamiah merupakan keharusan yang didasarkan atas hukum alam dan alam yang telah mengaturnya sedemikian rupa sehingga berjalan secara otomatis, sedangkan keharusan moral dijalankan berdasarkan hukum moral. Hukum moral merupakan suatu himbauan pada kemauan manusia, dengan menyuruh untuk melakukan sesuatu. Jadi, hukum moral meruapakan kewajiban, hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa manusia mengatur tingkah lakunya menurut kaidah-kaidah atau norma-norma. Tetapi, manusia itu sendiri harus menaklukkan dirinya pada norma-norma tersebut. Manusia harus menerima dan menjalankannya.
Berbicara tentang moral berarti berbicara tentang tingkah laku manusia dan juga pemikiran atau pendirian manusia tentang apa yang baik dan buruk atau yang patut dan tidak patut untuk dilakukan. Dalam hal ini, Thaib menjelaskan bahwa :
" .... karena itu dari aspek moral setiap perbuatan, pemikiran, dan pendirian manusia yang dilakukan dengan sadar, pasti mempunyai tujuan, kalau dikaitkan dengan norma agama, maka tujuan akhir hidup manusia adalah mengabdi kepada Al Khalik, pencipta manusia, dalam rangkaian mencapai kebahagiaan yang dalam prosesnya dilakukan secara baik dan patut melalui hubungan manusia dengan manusia, dan manusia dengan Tuhan. Dengan demikian, dapat dirumuskan bahwa moral adalah relasi antara manusia dengan perbuatan manusia, manusia dengan manusia, manusia dan tujuan akhir hidupya. Karenanya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara perbuatan moral manusia dikategorikan bermoral baik apabila perbuatan itu mendekatkan pada tujuan akhir hidupnya. Moral itu akan baik apabila sesuai dengan pedoman sebagaimana digariskan oleh kehendak Tuhan. hukum yang ditetapkan oleh pemerintah, serta kepentingan dan kesejahteraan umum ...."
Karena norma moral merupakan standar perilaku yang disepakati maka moral dapat dipakai mengukur diri sendiri, sekaligus dapat dipakai untuk mengatur perilaku orang lain. Dalam hal ini, Magnis berpendapat bahwa norma moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang. Dengan demikian, dengan norma moral kita betul-betul dinilai, apakah kita ini baik atau buruk.
Menurut Thaib, orientasi moral berhubungan dengan Al Khalik, tetapi Lawrence Kohlberg mengatakan bahwa orientasi moral seseorang yang dijadikan dasar pertimbangan nurani, berbeda bagi setiap orang. Minimal ada empat orientasi moral, yaitu orientasi :
1. normatif;
yang mempertahankan hak dan kewajiban serta taat pada aturan yang berlaku
2. kejujuran;
yang menekankan pada keadilan dengan fokus pada kebebasan, kesamaan, pertukaran hak, dan kesepakatan.
3. utilitarisme;
yang menekankan konsekuensi kesejahteraan dan kebahagiaan tindakan moral seseorang pada orang lain
4. perfeksionimse;
yang menekankan pada pencapaian martabat dan otonomi, kesadaran dan motif yang baik, serta keharmonisan dengan orang lain.
Orientasi moral ini, dipandang penting karena akan menentukan arah keputusan dan tindakan seseorang. Menurut Magnis :
" .... salah satu kebutuhan manusia yang paling fundamental adalah orientasi, tujuannya agar kita tidak hidup dengan cara ikut-ikutan saja terhadap berbagai pihak yang mau menetapkan bagaimana kita harus hidup, melainkan agar kita dapat mengerti sendiri mengapa kita harus begini atau begitu ...."
Oleh karena itu, orientasi moral akan sangat berpengaruh terhadap moralitas dan pertimbangan moral seseorang , karena pertimbangan moral merupakan hasil proses penalaran, yang dalam proses penalaran tersebut ada upaya memprioritaskan nilai-nilai tertentu, berdasarkan orientasi moral, serta pertimbangan konsekuensinya.
Setiap masyarakat memiliki orientasi moral yang menjadi sumber moralitas masing-masing. Tidak selamanya bersandar pada temuan empirik manusia, bagi masyarakat yang beragama, keyakinan terhadap nilai-nilai ke-TTuhan-an pasti diletakkan sebagai sumber utama. Oleh karena itu, Djahiri menyatakan ada enam norma acuan, yaitu norma agama, budaya agama, budaya adat atau tradisi, hukum positif atau negara, norma keilmuan, dan norma metafisis.
D. NILAI-NILAI LUHUR BUDAYA BANGSA
Keanekaragaman dalam hal kebudayaan dan bahasa pada orang Indonesia sering membuat kita sebagai Orang Indonesia, bangga dan sekaligus juga prihatin mengingat aneka warna masalah yang dapat timbul karena sifat keanekaragaman yang kita miliki tersebut. Masalah yang paling dasar yang bersangkut paut dengan sifat keanekaragaman tersebut adalah masalah kebudayaan nasional Indonesia. Prof Dr Koentjaraningrat dalam bukunya Kebudayaan Mentalitas dan Prmbangunan mengemukakan bahwa :
" .... masalah kebudayaan nasional menyangkut masalah kepribadian bangsa dan juga menyangkut soal tujuan kita bersama untuk hidup sebagai bangsa dan menyangkut soal motivasi kita untuk membangun ...."
" .... menurut hemat saya, agar satu kebudayaan nasional dapat diodukung oleh sebagian besar dari warga sesuatu negara maka sebagai syarat mutlak, sifatnya harus khas dan harus dapat dibanggakan oleh warga negara yang mendukungnya .... hal ini perlu karena suatu kebudayaaan nasional harus dapat memberi identitas kepada warga negara tersebut ...."
Dengan demikian, ketika berbicara tentang kebudayaan nasional maka secara tersirat kita juga akan berbicara tentang nilai-nilai luhur budaya bangsa karena salah satu wujud dari kebudayaan adalah sistem budaya atau soistem nilai budaya. Jadi, terkait dengan pembahasan sebelumnya maka dalam hal ini, nilai-nilai luhur budaya bangsa adalah nilai-nilai budaya orang Indonesia yang khas dan yang harus dapat dibanggakan oleh warga negara yang mendukungnya. Dalam hal ini, nilai-nilai tersebut haryus dapat memberi identitas kepada warga negaranya, yaitu Warga Negara Indonesia.
KEGIATAN BELAJAR 2 :
HUKUM DALAM MASYARAKAT DAN NEGARA
A. PENGERTIAN HUKUM DALAM MASYARAKAT
Dalam anggapan awal, Hukum adalah unsur yang mutlak bagi semua masyarakat manusia. Kemudian, hukum dianggap merupakan gagasan yang pokok dalam masyarakat manusia, dan tidak dapat dipungkiri bahwa tanpa hukum maka tidak akan ada masyarakat manusia. Kemudian, bila melihat dari studi hukum dan studi kebudayaan (dalam hal ini adalah antropologi) maka dalam tahap perkembangan studi antroppologi pada abad ke-19, sudah disadari bahwa hukum sebagai salah satu sistem normayif merupakan aspek dari kebudayaan, Hal ini dapat dilihat dari pengertian kebudayaan sebagaimana yang dirumuskan oleh E.B. Tyler berikut I ini :
" Culture or Civilization is that complex whole which includers knowledge, belief, art, morals, law, custom and any other capabilities and habits acquired by man as a member of society".
Dengan demikian, dari pengertian diatas maka sttudi-studi hukum dapat dilakukan dalam rangka pengertian bahwa hukum merupakan salah satu aspek kehidupan, atau dapat dilakukan sebagai suatu objek yang otonom., yang terpisah dari kebudayaan. Hal akhir (studi-studi hukum dapat dilakukan sebagai suatu objek yang otonom, yang terpisah dari kebudayaan) dimungkinkan sejak hukum mengalami kodifikasi, sehingga secara material merupakan suatu sistem tertulis yang luas dan dapat dijadikan sasaran kajian. Dengan demikian, dalam hal ini kebudayaan mencakup hukum yang hidup didalam ingatan kolektif suatu masyarakat dan diturunkan secara lisan dari suatu generasi ke generasi yang lain.
Bila berbicara mengenai hukum melalui pendekatan kebudayaan maka Hoebel dan Lwellyn dalam buku Cheyenne Way mengidentifikasikan ada tiga bentuk manifestasi hukum, yaitu :
1. sebagai aturan abstrak yang mencakup isi dari kodifikasi hukum dalam masyarakat yang sudah kompleks atau berbentuk cita-cita yang terumus dalam ingatan orang-orang arif dalam masyarakat-masyarakat sederhana.
2. sebagai pola-pola kelakuan yang aktual dari para warga suatu masyarakat.
3. Sebagai prinsip-prinsip yang diabstraksikan dari keputusan para pemegang otoritas hukum ketika menyelesaikan sengketa dalam masyarakat.
Dengan demikian, kelompok sosial, kegiatan bersama dan berkesinambungan, tingkah laku berpola, kemampuan meramalkan motif individu yang beragam dan tuntutan mereka yang sewaktu-waktu dapat bertentangan dengan masyarakat, menurut Lwellyn dan Hoebel merupakan unsur-unsur pokok bagi timbulnya hukum dan memang menyebabkan adanya hukum sebagai gejala yang bersifat universal. Selain itu, menurut keduanya dalam buku mereka Cheyenne Way, ada empat unsur hakiki dari hukum, yaitu :
1. unsur dapat dilaksanakannya suatu "imperatif" (yang memerintahkan bahwa warga dari suatu masyarakat
2. unsur "supremasi" (yang mengidentifikasi sesuatu gejala sebagai hukum berdasarkan fakta)
3. unsur sistem (hukum merupakan bagian dari tatanan yang berlangsung)
4. unsur pengetahuan resmi (bahwa hukum memiliki kualitas publik dan diakui resmi)
Keempat unsur ini, biasanya mengelompok dan menjadi suatu gejala yang biasa disebut sebagai otoritas di dalam kelompok atau suatu kebudayaan.