Jakarta - Usai menerima surat persetujuan dari DPR, Presiden Joko Widodo hari ini meneken Keputusan Presiden ihwal amnesti bagi Saiful Mahdi.
Saifu Mahdi adalah dosen Universitas Syiah Kuala yang dipenjara akibat mengkritik sistem calon pegawai negeri sipil di kampus tersebut.
Pratikno berharap dosen itu bisa keluar dari sel secepatnya.
“Hari ini presiden menandatangani Keppres untuk amnesti Saiful Mahdi. Hari ini pula kami akan mengirimkan Keppres kepada Mahkamah Agung, Jaksa Agung dan kepada yang bersangkutan, untuk ditindaklanjuti lebih lanjut,” kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Selasa (12/10/2021).
Perkara ini berawal ketika Saiful mengkritik sistem CPNS untuk Dosen Fakultas Teknik Unsyiah pada akhir tahun 2018. Kala itu Saiful menemukan ada seorang peserta yang mengunggah berkas yang di luar dari persyaratan, dan orang itu kemudian lulus administrasi.
Maka Saiful menyampaikan temuan itu di grup WhatsApp, ia bilang “Innalillahiwainnailaihirajiun. Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin. Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup?” Namun kritik tersebut justru dilaporkan ke polisi oleh pihak kampus.
“Dalam kritik ini, Saiful sama sekali tidak menyebutkan nama (atau) menyerang seseorang. Tapi yang disampaikan harusnya Fakultas Teknik melakukan sesuatu dengan sistem yang salah ini sebagai institusi pendidikan tinggi,” terang Syahrul, kuasa hukum Saiful, 2 September 2021. Mestinya pihak fakultas tak diam saja ketika ada kesalahan dalam proses perekrutan.
Namun pihak fakultas menganggap kata ‘dikorup’ itu bermakna korupsi, padahal korup yang dimaksudkan Saiful ialah sistem yang salah. Lantas Dekan Fakultas Teknik melaporkan Saiful ke Polresta Banda Aceh.
Saiful lantas ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian dan dijerat dengan Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Ia pun resmi menjadi narapidana setelah kasasi Mahdi di Mahkamah Agung menguatkan putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh. Putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh menyatakan Mahdi divonis bersalah dalam kasus pencemaran nama baik dan dihukum 3 bulan penjara serta denda Rp10 juta subsider 1 bulan kurungan.