Tugas.3
Era reformasi dengan kebijakan desentralisasi menjadikan politik lokal di Indonesia dinamis. Pilkada langsung, pemberdayaan masyarakat dan memaksimalkan potensi ekonomi lebih mudah untuk dilakukan.
Buatlah makalah atau paper terkait politik lokal yang ada di daerah Anda tinggal!
Anda dapat memfokuskan pada salah satu isu/persoalan saja seperti Pilkada, Pembangunan Daerah, Pemberdayaan Masyarakat atau lainnya!
Petunjuk pengerjaan soal:
- Format tugas tutorial ke-3 ini adalah dalam bentuk makalah atau paper
- Jumlah halamah makalah atau paper minimal 3 (tiga) halaman dan maksimal 5 (lima) halaman.
- Font times new roman, dengan ukuran 12; margin default; spasi 1,5; dan ukuran kertas A4.
- Tidak copy paste dan mengutip harus disertai sumber rujukan. Apabila terbukti melakukan plagiarisme maka nilai yang diberikan adalah 0 (nol).
- Adapun penilaian meliputi format dan teknis penulisan jawaban, orisinalitas dan ketajaman gagasan, serta informasi dan pengetahuan valid yang diberikan.
- File dokumen tugas adalah sebagai berikut Nama NIM T2 ISIP4213 atau sebagai contoh: Evidakartini 0123456 T2 ISIP4213
- Pengumpulan tugas paling lambat satu minggu dari waktu pemberian tugas. Sistem secara otomatis akan tertutup sesuai jadual yang sudah ditetapkan.
PARTISIPASI POLITIK
PADA PILKADA KOTA LUBUK LINGGAU TAHUN 2018
LATAR BELAKANG
Pada era
reformasi di Indonesia, pemilihan umum menganut asas langsung umum bebas dan
rahasia,yang sering disingkat asas Luber dan asas Jurdil (jujur dan adil). Asas
langsung berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan
tidak boleh diwakilkan. Umum berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga
negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara. Bebas berarti pemilih
diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun, kemudian
Rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya
diketahui oleh si pemilih itu sendiri. Sedangkan asas jujur dan adil,
mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan
untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih
sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama
untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Disamping itu mendapat
perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada
pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu.
Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu,
tetapi juga penyelenggara pemilu.
TUJUAN PENULISAN
Pemilihan kepala
daerah (Pilkada) di Indonesia dilaksanakan secara serentak mulai digulirkan
tahun 2015. Salah satu daerah yang melaksanakan pilkada tersebut Pada tahun
2018 adalah Kota Lubuklinggau, Untuk memilih Bupati Walikota dan Wakil Walikota.
Dalam pilkada Lubuklinggau 2018 diikuti Pasangan SN Prana Putra Sohe dan
Sulaiman Kohar yang didukung mayortias partai.
Kemudian Rustam Effendi dan Riezki Aprilia yang diusung Koalisi PDIP dan
pasangan terakhir adalah H Toyeb
Rakembang dan Sopyan yang maju lewat jalur independen.
Para kandidat Walikota
dan Wakil Walikota secara serentak melakukan kegiatan kampanye untuk
mensosialisasikan visi dan misi serta program kerjanya. Kampanye yang dilakukan
melalui dua cara yaitu, pertama, kampanye secara langsung dan terbuka melalui
kunjungan dan tatap muka secara langsung dengan masyarakat pemilih; dan kedua,
kampanye secara tidak langsung dan bersifat tertutup melalui iklan politik.
Lewat iklan politik ini, para kandidat berkampanye untuk menyampaikan visi dan
misi dengan memanfaatkan media massa baik media cetak maupun media elektronik.
Melalui kampanye
tersebut, masing-masing kandidat menawarkan program kerja dan mengajak para
konstituen untuk berpartisipasi dalam pilkada dengan memilih dirinya menjadi
pimpinan daerah. Partisipasi politik masyarakat menjadi hal yang sangat penting
untuk suksesnya pelaksanaan pilkada, sehingga hal ini menjadi alasan untuk
diangkat sebagai tema penelitian.
RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan
masalah dalam tulisan ini adalah bagaimanakah partisipasi politik pada Pilkada Kota
Lubuklinggau Tahun 2018 dalam perspektif pendidikan politik? Sedangkan tujuan penulisan
adalah untuk mengetahui partisipasi politik pada Pilkada Kota Lubuklinggau
tahun 2018.
PEMBAHASAN
Partisipasi
politik bisa diartikan sebagai keterlibatan individu sampai pada bermacammacam
tingkatan di dalam sistem politik. Partisipasi politik merupakan usaha
terorganisir oleh para warga negara untuk memilih pemimpin mereka dan
mempengaruhi bentuk dan jalannya kebijaksanaan umum. Usaha ini dilakukan
berdasarkan kesadaran dan tanggung jawab mereka terhadap kehidupan bersama
sebagai satu bangsa dalam suatu negara.( Maran, 1999: 147).
Berdasarkan
tahapan pilkada Kota Lubuklinggau, ditetapkan jumlah pemilih tetap yang
berjumlah 155.153 orang. Setelah itu dilanjutkan dengan proses sosialisasi
pilkada kepada masyarakat Kota Lubuklinggau baik dilakukan oleh Panwaslu dan
KPU Lubuklinggau. Pemungutan suara untuk pilkada Kota Lubuklinggau dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 27 Juni
2018. Dari hasil rekapitulasi di tingkat kecamatan maupun rekapitulasi hasil
pilkada ditingkat Kota, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Pasangan SN
Prana Putra Sohe dan Sulaiman Kohar tersebut unggul dengan perolehan suara
sebanyak 62.917 suara. Kemudian di
posisi kedua ditempati pasangan nomor urut 3, Rustam Effendi dan Riezki Aprilia
dengan raihan suara sebanyak 41.179 suara. Lalu raihan terendah, yakni pasangan
nomor urut 1, H Toyeb Rakembang dan Sopyan dengan raihan suara sebanyak 7.886.
Dari 155.153
pemilih yang terdaftar sebagai pemilih tetap, hanya ada 114.772 pemilih atau 73,97
persen yang menggunakan hak pilihnya, sedangkan yang tidak menggunakan hak
pilihnya 40.381 pemilih atau sebesar 26,03 persen.
Dengan adanya regulasi
dibidang pemerintahan khususnya dalam pemerintahan daerah, diharapkan
meningkatnya partsipasi politik masyarakat dalam memilih kepala daerah, dan
sekaligus menurunkan angka golput dalam perpolitikan di daerah. Semangat
otonomi daerah memberikan dampak yang sangat berarti untuk terwujudnya
integrasi nasional dan mempercepat proses pembangunan di daerah untuk
mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Disamping itu regulasi dalam bentuk
otonomi daerah menurut Syaukani (2009: 274-275), fungsi dari otonomi daerah
adalah fungsi pendidikan politik, yang mana dengan otonomi daerah ini akan
terbentuk di daerah sejumlah lembaga demokrasi seperti partai politik, kelompok
kepentingan, kelompok penekan, media massa lokal, dan lembaga perwakilan
rakyat. Lembaga-lembaga tersebut akan memainkan peranan yang strategis dalam
rangka pendidikan politik warga masyarakat,yang tentu saja menanamkan
nilai-nilai dan normanorma yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Nilai-nilai tersebut mencakup nilai yang bersifat kognitif, afektif
maupun evaluatif. Ketiga nilai tersebut menyangkut pemahaman dan kecintaan
serta penghormatan terhadap kehidupan bernegara, simbol, dan para pemimpin
negara yang kemudian diikuti oleh kehendak untuk ikut mengambil bagian dalam
proses penyelenggaraan negara atau proses politik.
Tingginya angka
golput dalam pilkada, pada umumnya disebabkan oleh rendahnya pemahaman terhadap
pendidikan politik dan umumnya masyarakat pemilih di pedesaan masih
merefleksikan tipe budaya politik kaula dalam terminologi Almond dan Verba
(1984) (dalam http://ilmupemerintahan
.wordpress.com/2009/12/30/pemilu-bali-2010/ diakses tanggal 21 Juli 2016).
Dalam tipe ini masyarakat patuh dan ikut serta dalam Pemilu karena dianggap
sebagai kewajiban semata atau akibat adanya kontrol sosial. Sebagian besar
rakyat berduyun-duyun mendatangi bilik suara, walau tidak memahami visi, misi,
dan rencana strategis sang kandidat, tidak tertarik dengan materi kampanye yang
disodorkan,
Selanjutnya,
demokrasi tanpa dikelola dengan baik dan pada sisi lain kesejahteraan rakyat
tidak juga baik maka disitulah awal hancurnya demokrasi. Sedikitpun tiada
keraguan bahwa Pemilu merupakan ekspektasi demokrasi yang sangat tinggi karena
ruang partisipasi rakyat dalam menentukan pemimpinnya menjadi sangat besar.
Ruang bagi rakyat untuk mencari pemimpin yang lebih baik menjadi lebih besar
pula. Akan tetapi, karena tingkat pendidikan yang masih rendah, tingkat
kemiskinan yang masih tinggi dan mulai tumbuhnya ‘budaya memberi’ dari pasangan
calon dan ‘budaya menerima’ rakyat dalam setiap kunjungan kampanye, akan
mengakibatkan pengambilan keputusan dalam memberikan pilihan saat Pemilu tidak
selalu bersifat ideal. Ada lebih banyak pertimbangan pragmatis dalam
pengambilan keputusan itu. Berbagai kasus ’money politics’ dalam pelaksanaan
Pemilu (walau sangat sulit dan sedikit yang terungkap ke permukaan) bisa
terjadi dalam kondisi masyarakat pemilih yang lebih mengutamakan pertimbangan
pragmatis daripada rasional.
KESIMPULAN
Pemilihan
umum/pilkada merupakan sarana demokrasi dalam membentuk sistem kekuasaan negara
yang berkedaulatan rakyat dan permusyawaratan atau perwakilan seperti yang
digariskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Regulasi pemerintahan
khususnya dalam pemerintahan daerah dengan semanagt otonomi aerah, memberi
peluang untuk mempecepat proses pembangunan di daerah dengan menempatkan sosok
putra daerah yang berpengaruh melalui pemilhan kepala daerah secara langsung..
Dari 155.153
pemilih yang terdaftar sebagai pemilih tetap, hanya ada 114.772 pemilih atau 73,97
persen yang menggunakan hak pilihnya, sedangkan yang tidak menggunakan hak
pilihnya 40.381 pemilih atau sebesar 26,03 persen. Dalam pilkada Lubuklinggau
2018 Pasangan SN Prana Putra Sohe dan Sulaiman Kohar tersebut unggul dengan
perolehan suara sebanyak 62.917 suara. Kemudian
di posisi kedua ditempati pasangan nomor urut 3, Rustam Effendi dan Riezki
Aprilia dengan raihan suara sebanyak 41.179 suara. Lalu raihan terendah, yakni
pasangan nomor urut 1, H Toyeb Rakembang dan Sopyan dengan raihan suara
sebanyak 7.886.
Dalam rangka
meningkatkan peran serta masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pemilihan
kepala daerah maka perlu ditingkatkan sosialisasi tentang kesadaran politik
pada masyarakat, agar masyarakat mau menggunakan hak pilihnya dengan
sebaik-baiknya dan hadir ke TPS untuk memilih sesuai dengan azas pemilu .
Kepada petugas yang memberika penyuluhan pemilu hendaknya dapat memberikan tata
cara dalam menggunakan hak pilih atau memilih dengan memotivasi masyarakat awam
untuk ikut serta dalam pemilihan kepala daerah untuk memberikan suara. Kepada
setiap warga Negara sangat diharapkan dapat menggunakan hak pilihnya serta
dapat mengendalikan dirinya agar tidak terjadi bentrokan dalam pelaksanaan
kampanye maupun dalam pencontrengan atau pencoblosan.
DAFTAR PUSTAKA
------------ 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Otonomi
Daerah dan Pilkada. Wacana Intelektual.
------------ Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun
2002.Tentang Partai Politik (Parpol). Dilengkapi UU RI. No.2 Tentang
Parpol-1999. PP RI. No. 5 Tentang PNS Jadi Anggota Parpol-1999 beserta
penjelasannya. Surabaya: Pustaka-Dua
Gaffar, Afan. 2000. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Irtanto. 2008. Dinamika Politik Lokal Era Otonomi Daerah.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar