Pemerintah kembali menggunakan istilah baru untuk memberlakukan kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat. Kini, istilah yang digunakan adalah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro atau PPKM mikro.
Setelah dua jilid PPKM di Pulau Jawa dan Bali dinilai tak efektif menekan laju penyebaran Covid-19, mulai Selasa (9/2/2021) pemerintah akan memberlakukan PPKM mikro di sejumlah wilayah di 7 provinsi. Wilayah pemberlakuan PPKM dan PPKM mikro sama seperti sebelumnya, berlaku di 7 provinsi. Lalu, apa perbedaan PPKM mikro dan PPKM? Jika menilik detil aturannya, berikut beberapa perbedaannya:
- Pada PPKM berbasis mikro, ada ketentuan pembentukan posko penanganan Covid-19 di tingkat desa dan kelurahan dalam rangka pengendalian Covid-19. Sebelumnya, ketentuan ini tidak ada pada PPKM jilid I dan II.
- Pada PPKM jilid I, jam operasional restoran dan pusat perbelanjaan dibatasi hingga pukul 19.00. Sementara, pada PPKM jilid II, jam operasional lebih longgar, hingga pukul 20.00 WIB. Aturan pada PPKM mikro lebih longgar lagi, di mana jam operasional mal/pusat perbelanjaan diizinkan hingga pukul 21.00 WIB.
- Pada PPKM, pembatasan di perkantoran adalah 25 persen work from office, dan 75 persen work from home. Sementara, pada PPKM mikro, aturannya lebih longgar, dengan 50 persen work from office dan 50 persen work from home.
PPKM Mikro
Presiden Joko Widodo meminta pemberlakuan PPKM Mikro hingga level RT/RW. PPKM Mikro diusung sebagai respons atas pelaksanaan PPKM di Jawa-Bali yang dinilai tidak berjalan efektif.
Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2021, PPKM Mikro diterapkan di 7 provinsi yang ada di Jawa-Bali yaitu Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, dan Bali. Ada beberapa wilayah prioritas penerapan PPKM mikro di 7 provinsi itu, dengan memperhatikan kondisi masing-masing daerah. Berikut rinciannya:
- Banten: Kab. Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan.
- DKI Jakarta: seluruh wilayah kota administratif
- Jawa Barat: Kab. Bogor, Kab. Bekasi, Kab. Cimahi, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, dan Bandung Raya.
- Jawa Tengah: Semarang Raya, Banyumas Raya, dan Kota Surakarta.
- DIY: Kota Yogyakarta, Kab. Bantul, Kab. Gunungkidul, Kab. Sleman, dan Kab. Kulon Progo
- Jawa Timur: Surabaya Raya, Madiun Raya, dan Malang Raya.
- Bali: Kab. Badung, Kab. Gianyar, Kab. Klungkung, Kab. Tabanan, dan Kota Denpasar.
Aturan yang diberlakukan dalam PPKM Mikro didasarkan pada zonasi Covid-19 suatu daerah, apakah masuk zona hijau, kuning, oranye, atau merah. Pada zona merah, PPKM dilakukan hingga tingkat RT. Mulai dari penutupan rumah ibadah, tempat bermain anak, dan tempat umum lain yang sifatnya nonesensial.
Masyarakat juga dilarang berkumpul lebih dari 3 orang. Mobilitas warga untuk keluar masuk wilayah RT dibatasi maksimal pada pukul 20.00.
Terakhir, seluruh kegiatan kemasyarakatan di lingkungan RT yang menumbulkan kerumunan harus ditiadakan.
Pelasanaan PPKM mikro di daerah zona merah ini dilakukan berdasarkan koordinasi lintas sektor di wilayah itu mulai RT, RW, kepala desa, Babinsa, Bhabinkamtibmas, Satpol PP, Tim PKK, Posyandu, Dasawisma, para tokoh masyarakat, termasuk tenaga kesehatan.
Ada pun di wilayah non zona merah, PPKM akan tetap dilakukan dengan aturan penerapan bekerja dari rumah sebesar 50 persen, pelaksanaan belajar-mengajar daring. Di daerah-daerah ini, sektor esensial tetap diperbolehkan beroperasi 100 persen dengan pembatasan jam, kapasitas, dan pengetatan protokol kesehatan.
Restoran hanya boleh menerima 50 persen kuota untuk makan/minum di tempat, begitu juga dengan tempat ibadah hanya bisa diisi 50 persen kuota.
Pusat perbelanjaan/mall maksimal buka hingga pukul 21.00, semua fasilitas umum dan kegiatan sosial budaya yang menmbulkan kerumunan dihentikan semetara, transportasi umum dibatasi kapasitas dan operasionalnya, lalu kegiatan konstruksi diizinkan beroperasi penuh dengan pengetatan protokol.
Pengawasan
Demi memastikan PPKM Mikro berjalan dengan optimal, akan dibentuk posko di tingkat desa yang diawasi oleh posko di tingkat kecamatan.
Posko tingkat desa melakukan fungsi pencegahan, penanganan, pembinaan, dan pendukung pelaksanaan penanganan Covid-19 yang diketuai oleh kepala desa dibantu perangkat dan mitra desa.
Mereka berkoordinasi dengan Satgas Covid-19 yang ada di tingkat atasnya atau TNI/Polri.