Seseorang tergeletak di halaman Mabes Polri dengan senjata pistol. Foto: Dok. Istimewa |
Jakarta - Perempuan penyerang Mabes Polri, Jakarta Selatan, bernama Zakiah Aini (25) ditembak mati di dekat Gedung Utama, tak jauh dari kantor Kapolri. Zakiah ditembak mati setelah melepaskan 6 kali tembakan ke polisi.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, pihaknya terpaksa melakukan penembakan karena mengancam keselamatan jiwa orang lain.
“Kita lakukan tindakan tegas pelaku teror mencoba melakukan aksi di Mabes Polri,” kata Sigit di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Rabu (31/3).
Dari video yang beredar, tampak Zakiah sempat menghampiri pos pengamanan di gerbang depan Mabes Polri setelah dia berhasil masuk lewat gerbang belakang. Sesampainya di pos depan, Zakiah mengeluarkan pistol lalu menembakkannya ke arah polisi sebanyak 6 kali.
Polisi lain yang berada di lokasi dan cukup jauh dari Zakiah langsung bereaksi. Setelah menunggu Zakiah lemah, polisi menembak tepat di jantung dan membuat perempuan kelahiran 1995 itu ambruk dan tewas seketika.
Saat itu polisi memilih langsung menembak mati pelaku. Bagaimana sebenarnya aturan penanganan kejahatan seperti yang dilakukan Zakiah, hingga polisi bisa memutuskan menembak mati pelaku kejahatan?
Penggunaan senjata api diatur dalam Pasal 47 Perkapolri 8/2009. Pasal 1 Penggunaan senjata api hanya boleh digunakan bila benar-benar diperuntukkan untuk melindungi nyawa manusia.
Dalam Pasal 2 diatur soal penggunaan senjata api oleh petugas. Senjata api hanya boleh digunakan untuk:
a. Dalam hal menghadapi keadaan luar biasa.
b. Membela diri dari ancaman kematian dan/atau luka berat.
c. Membela orang lain terhadap ancaman kematian dan/atau luka berat.
d. Mencegah terjadinya kejahatan berat atau yang mengancam jiwa orang.
e. Menahan, mencegah atau menghentikan seseorang yang sedang atau akan melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa.
f. Menangani situasi yang membahayakan jiwa, di mana langkah-langkah yang lebih lunak tidak cukup.
Penggunaan senjata api oleh polisi juga diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009. Dalam Pasal 8 Ayat 1 disebutkan penggunaan senjata api dilakukan apabila:
a. Tindakan pelaku kejahatan atau tersangka dapat secara segera menimbulkan luka parah atau kematian bagi anggota Polri atau masyarakat.
b. Anggota Polri tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan/perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka tersebut.
c. Anggota Polri sedang mencegah larinya pelaku kejahatan atau tersangka yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat.
Penggunaan senjata api merupakan upaya terakhir untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka seperti yang tercantum dalam Pasal 8 Ayat 2 Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009.
(Berita & Photo : kumparan.com)