Komisi II DPR RI memutuskan tidak melanjutkan pembahasan RUU Pemilu. Dengan begitu, pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak akan digelar di tahun yang sama yakni 2024.
Meski pelaksanaan Pemilu dan Pilkada masih tiga tahun lagi, KPU sudah mengeluarkan simulasi tahapan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024.
"Dalam hal UU Pemilu dan UU Pilkada yang masih berlaku sekarang ini dijadikan dasar hukum bagi penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 dapat diperoleh gambaran simulasi tahapan yang saling bersinggungan/beririsan," kata Komisioner KPU Hasyim Asyari dalam keterangannya, Jumat (12/2).
Hasyim kemudian memaparkan pelaksanaan Pemilu 2024 telah diatur dalam UU 7/2017 tentang Pemilu. Hal itu tertuang dalam Pasal 167 ayat 2, 3, 6 dan 7.
Berikut bunyinya:
(2) Hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara Pemilu ditetapkan dengan keputusan KPU.
(3) Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.
(6) Tahapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dimulai paling lambat 20 (dua puluh) bulan sebelum hari pemungutan suara.
(7) Penetapan Pasangan calon terpilih paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum berakhirnya masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden.
Sedangkan pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 diatur dalam UU 10/2016 tentang Pilkada dan tertuang dalam Pasal 201 ayat 8.
Berikut Bunyinya:
(8) Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali kota dan Wakil Wali kota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024.
Hasyim menuturkan, berdasarkan ketentuan di atas, KPU menyusun simulasi tahapan Pemilu 2024 dan Pilkada 2024.
Berikut rinciannya:
Pilpres 2024
1.1. Masa jabatan presiden selesai 20 Oktober 2024.
1.2. Paslon terpilih harus sudah tersedia 14 hari sebelum masa jabatan selesai (6 Oktober 2024).
1.3. Pencoblosan Maret 2024.
1.4. Antisipasi pilpres putaran kedua bila peserta pilpres lebih dari dua.
1.5. Tahapan dimulai 20 bulan sebelum pencoblosan (Juli 2022).
1.6. Mempertimbangkan paslon terpilih sudah dapat terlibat dalam penyusunan program dan APBN 2025.
Pileg 2024
2.1. Penetapan Hasil Pemilu Nasional April 2024 (pengalaman pemilu 2019 Mei 2019).
2.2. Putusan MK sengketa hasil pileg Agustus 2024 (pengalaman pemilu 2019 Putusan MK Agustus 2019).
2.3. Hasil Pileg DPRD harus sinkron dengan tahapan pencalonan Pilkada (Agustus 2024).
2.4. Pencoblosan Maret 2024.
2.5. Tahapan dimulai 20 bulan sebelum pencoblosan (Juli 2022).
Pilkada Serentak 2024
3.1. Pencoblosan November 2024.
3.2. Pencalonan Agustus 2024 (harus sinkron dengan hasil Pileg DPRD 2024).
3.3. Tahapan Pilkada 11 bulan sebelum pencoblosan (mulai Oktober 2023).
"Ketentuan regulasi yang perlu diperhatikan berkaitan dengan syarat pencalonan dan syarat calon dalam Pemilu dan Pilkada. Sehubungan dengan tahapan Pemilu dan Pilkada 2024 yang saling bersinggungan/beririsan," kata Hasyim.
Mekanisme dan Aturan Peserta Pemilu
Selain memberikan simulasi tahapan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024, Hasyim juga menyampaikan mekanisme dan aturan yang harus diikuti oleh peserta Pemilu.
Dalam UU 7/2017 tentang Pemilu disebutkan pejabat negara yang dicalonkan menjadi capres atau cawapres harus mengundurkan diri dari jabatannya. Hal itu tertuang dalam Pasal 170 ayat 1, 2 dan 3.
Berikut bunyinya:
(1) Pejabat negara yang dicalonkan oleh partai politik peserta, Pemilu atau Gabungan Partai Politik sebagai calon presiden atau calon wakil presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya, kecuali presiden, wakil presiden, pimpinan dan anggota MPR, Pimpinan dan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota.
(2) Pengunduran diri sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat pada saat didaftarkan oleh partai politik atau gabungan partai politik di KPU sebagai calon presiden atau calon wakil presiden yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali.
(3) Surat pengunduran diri sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh partai politik atau gabungan partai politik kepada KPU sebagai dokumen persyaratan calon presiden atau calon wakil presiden.
Sedangkan bagi mereka yang menjabat sebagai kepala daerah jika dicalonkan menjadi capres atau cawapres harus mendapat izin dari presiden. Hal ini diatur dalam Pasal 171 UU 7/2017 tentang Pemilu.
Berikut bunyinya:
(1) Seseorang yang sedang menjabat sebagai gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota yang akan dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebagai calon presiden atau calon wakil Presiden harus meminta izin kepada presiden.
(2) Presiden memberikan izin atas permintaan gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal presiden dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari setelah menerima surat permintaan izin dari gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum memberikan izin, izin dianggap sudah diberikan.
(4) Surat permintaan izin gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada KPU oleh partai politik atau gabungan partai politik sebagai dokumen persyaratan calon presiden atau calon wakil presiden.
Terakhir, terkait mekanisme Pilkada Serentak 2024, Hasyim membeberkan aturan yang harus dilakukan oleh calon kepala daerah. Aturan itu tertuang dalam Pasal 7 ayat 2 UU 10/2016 tentang Pilkada.
Berikut bunyinya:
p. berhenti dari jabatannya bagi Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Wali kota, dan Wakil Wali kota yang mencalonkan diri di daerah lain sejak ditetapkan sebagai calon;
q. tidak berstatus sebagai penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Wali kota;
s. menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan;
t. menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai Negeri Sipil serta Kepala Desa atau sebutan lain sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta pemilihan; dan
u. berhenti dari jabatan pada badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah sejak ditetapkan sebagai calon.
Lalu partai politik, baru bisa mencalonkan kepala daerah jika sudah memenuhi syarat 20 persen dari jumlah kursi di DPRD atau 25 persen dari akumulasi suara sah hasil Pemilu anggota DPRD daerah. Hal ini diatur dalam Pasal 40.
Berikut bunyinya:
(1) Partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan.
(3) Dalam hal partai politik atau gabungan partai politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk partai politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(Sumber Berita dan Photo : kumparan.com)