A. MEMAHAMI PENGERTIAN ADVOKAT
Manusia sebagai zoon politicon (makhluk sosial) dapat saja mengalami permasalahan hukum. Setiap manusia yang bermasalah dengan hukum, pasti ingin terbebas dan terlepas dari jeratan hukum. Dalam penyelesaian masalah hukum tersebut, ia dapat menyelesaikannya secara sendiri maupun dengan perwakilan atau dapat didampingi seorang advokat atau tim kuasa hukum, pengacara dan advokat.
Apakah yang dimaksud dengan Kuasa Hukum, Pengacara, dan Advokat? Dalam Perundang-Undangan Indonesia terdapat keseragaman dalam penyebutan Advokat, misalnya UU 8 / Tahun 1981 tentang KUHAP, UU 2 / Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, serta UU 5 / Tahun 2004 tentang Perubahan UU 14 / Tahun 1985 tentang MA menggunakan istilah Bantuan Hukum dan Penasihat Hukum.
Departemen Hukum dan HAM menggunakan istilah Pengacara, dan Pengadilan Tinggi menggunakan istilah Advokat dan Pengacara.
Kemudian UU 18 / Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) menggunakan istilah Advokat, disamping itu ada juga yang menyebutkan dengan istilah Pembela.
Berdasarkan aspek etimologinya, ada perbedaan antara istilah Kuasa Hukum, Pengacara, dan Advokat. Perbedaan tersebut adalah :
1. Kuasa Hukum
Apakah yang dimaksud dengan Kuasa Hukum, Pengacara, dan Advokat? Dalam Perundang-Undangan Indonesia terdapat keseragaman dalam penyebutan Advokat, misalnya UU 8 / Tahun 1981 tentang KUHAP, UU 2 / Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, serta UU 5 / Tahun 2004 tentang Perubahan UU 14 / Tahun 1985 tentang MA menggunakan istilah Bantuan Hukum dan Penasihat Hukum.
Departemen Hukum dan HAM menggunakan istilah Pengacara, dan Pengadilan Tinggi menggunakan istilah Advokat dan Pengacara.
Kemudian UU 18 / Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) menggunakan istilah Advokat, disamping itu ada juga yang menyebutkan dengan istilah Pembela.
Berdasarkan aspek etimologinya, ada perbedaan antara istilah Kuasa Hukum, Pengacara, dan Advokat. Perbedaan tersebut adalah :
1. Kuasa Hukum
Istilah Kuasa Hukum biasa disebut dengan Pokrol Bambu; sebab dalam hal ini kuasa hukum yang menjalankan profesinya tidak dilatarbelakangi oleh Pendidikan Tinggi Hukum. Sebagaimana diketahui bahwa bambu itu bentuknya bulat dan keras, namun jika dibelah isinya "kosong" sama halnya dengan pokrol.
Ia menjalankan pekerjaannya sebagai seorang kuasa hukum hanya berdasarkan pada pengalamannya semata dengan tidak dibekali dengan pendidikan tinggi hukum. Oleh karena tidak dibekali dengan Pendidikan Tinggi Hukum, maka Kuasa Hukum model ini disebut dengan Pokrol Bambu.
Walaupun Pokrol Bambu dalam menjalankan pekerjaannya tidak dibekali oleh pendidikan hukum, namun keberadaannya dilegitimasi oleh Peraturan Kehakiman No 1 / Tahun 1965. Pasal 1 Peraturan Kehakiman menegaskan Pokrol adalah mereka yang memberikan bantuan hukum sebagai mata pencaharian tanpa pengangkatan oleh Menteri Kehakiman, dan wajib memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 3, meliputi :
a). WNI
b). Lulus ujian yang diadakan oleh Kepala Pengadilan Negeri tentang Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Pidana, Pokok-Pokok Perdata dan Pidana
c). Sudah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum mencapai umur 60 (enam puluh tahun)
d). Bukan Pegawai Negeri atau yang disamakan oleh Pegawai Negeri.
Setiap orang yang ingin menjadi pokrol, diharuskan terlebih dahulu lulus dari ujian yang disleenggarakan oleh Pengadilan Negeri yang bahan/materi yang akan diujikan telah disiapkan oleh Pengadilan Tinggi setempat.
Permohonan atau pendaftaran ujian pokrol dilakukan pada kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat. Setiap orang yang lulus ujian tersebut, sebelum mendaftarkan pekerjaannya harus mendaftarkan diri di Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang meliputi tempat kediamannya dan diambil sumpahnya dengan membayar biaya yang telah ditentukan.
Kuasa Hukum hanya memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang hukum dan beracara di muka pengadilan setelah melewati serangkaian ujian yang telah diselenggarakan oleh Pengadilan Negeri setempat, tanpa ahli di bidang hukum.
2. Pengacara
Istilah Pengacara berasal dari Bahasa Belanda yaitu Procureur yang artinya orang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan beracara didepan sidnag pengadilan.
Dan oleh karena pengetahuan dan keterampilan yang diminatinya tersebut, maka ia sering kali memberikan jasa-jasanya dalam mengajukan perkara-perkara ke pengadilan untuk mewakili pihak lain berperkara di pengadilan.
Procureur tidak berbeda dengan kurir, Kurir adalah seorang pembantu atau asisten yang bertugas mengantarkan atau menyampaikan sesuatu dari pihak satu ke pihak lainnya. Secara singkat kurir diartikan sebagai utusan.
Dan berangkat dari sinilah, kemudian Procureur atau pengacara diterjemahkan sebagai orang yang diutus untuk beracara didepan sidang pengadilan oleh pihak lain yang berperkara atau pihak yang diwakilinya. Tidak perduli orang tersebut memiliki pengetahuan di bidang ilmu hukum atau tidak. Asalkan ia memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk beracara didepan sidang pengadilan - an sich - cukuplah orang tersebut dianggap memiliki kemampuan untuk menjadi kurir dari pihak lain untuk beracara didepan sidang pengadilan.
3. Advokat
Istilah Advokat berasal dari Bahasa Belanda Advocaat yang berarti orang yang berprofesi memberikan jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan.
Black's Law Dictionary mendefinisikan terpisah Pengertian Advokat dan Pengertian orang yang berprofesi sebagai Advokat.
Pengertian Advokat yaitu "to speak in favour of or defend by argument" (berbicara untuk keuntungan dari atau membela dengan argumentasi untuk seseorang);
Pengertian orang yang berprofesi Advokat adalah "One who assist, defends, or pleads for another. One who renders legal advice and aid, pleads the cause of another before a court or a tribunal, a counselor" (Seseorang yang membantu, mempertahankan, atau membela untuk orang lain. Seseorang yang memberikan nasihat hukum dan bantuan membela kepentingan orang lain di muka pengadilan atau sidang, seorang konsultan).
Definisi Advokat oleh Ismantoro Dwi Yuwono; berasal dari bahasa Inggris advice yang artinya nasihat, yang kemudian didepan kalimat advice tersebut diimbuhi istilah legal menjadi legal advicer. Legal Advicer memiliki pengertian yaitu orang yang memiliki keahlian hukum, dan oleh karena itu Advokat sering menasihati orany yang sedang berurusan dengan perkara hukum. Penasihat hukum juga melakukan penanganan perkara dan pembelaan terhadap pihak lain (klien) yang diwakilinya dalam menjalankan proses hukum acara.
Secara singkat Advokat memiliki pengertian yaitu suatu profesi yang bebas, mandiri, dan bertanggungjawab dalam rangka terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan.
Ishaq menguraikan, sebelum dikeluarkannya UU Advokat terdapat beberapa jenis penasihat hukum/pengacara yang berpraktik di muka pengadilan, yaitu sebagai berikut :
a. Advokat
Advokat adalah penasihat hukum yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM dalam Surat Keputusan tersebut dijelaskan beberapa ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
(1). Berdasarkan SK Menteri Hukum dan HAM tersebut, telah ditetapkan tempat kedudukannya atau domisilinya pada suatu kota tertentu di dalam wilayah Pengadilan Negeri
(2). Pada dasarnya Advokat tersebut akan beracara di muka Pengadilan di semua lingkungan badan, termasuk di Pengadilan Agama di seluruh wilayah RI.
(3). Dalam rangka penerbitan administrasi pengawasan dan pembinaan maka apabila advokat tersebut akan beracara di muka pengadilan di luar daerah hukum Pengadilan Tinggi dimana ia berdomisili, maka advokat tersebut wajib melaporkan diri kepada Ketua Pengadilan Tinggi secara tertulis dengan menyampaikan tembusan kepada :
a). Mahkamah Agung RI
b). Ketua Pengadilan Tinggi Agama yang dituju
c). Pengadilan Agama yang dituju.
b. Pengacara Praktik
Pengacara praktik adalah penasihat hukum yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan Ketua Pengadilan Tinggi.
c. Kuasa Isidentil
Kuasa Isidentil merupakan kuasa hukum yang dimintakan oleh seseorang yang berperkara untuk memberikan bantuan atau nasihat hukum selama perkara berjalan. Ia tidak harus Sarjana Hukum dan tidak pula melakukan kegiatan memberikan bantuan hukum atau jasa hukum sebagai profesinya. Ia cukup memperoleh izin dari Ketua Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri , di wilayah hukum dimana ia diminta untuk memberikan bantuan hukum dan dalam waktu satu tahun untuk satu perkara saja. Ia tidak perlu memiliki izin berpraktik dari Ketua Pengadilan Tinggi.
d. Lembaga Bantuan Hukum Perguruan Tinggi
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Fakultas Hukum atau Syariah dapat memberikan bantuan hukum di muka pengadilan daerah hukum pengadilan dimana LBH tersebut terdaftar.
Setelah dikeluarkannya UU Advokat, Istilah Advokat sudah menjadi baku dan berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri dijamin oleh hukum serta wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Pasal 1 ayat (1) UU Advokat memberikan definisi mengenai Advokat, yaitu orang yang berprofesi memberikan jasa hukum, baik di dalam atau di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan ini (dalam artian UU Advokat).
Jasa hukum yang diberikan oleh seorang Advokat berupa konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.
B. ALASAN MEMILIH PROFESI ADVOKAT
Seorang yang memiliki law education background tidak pernah terlepas dari suatu karier yang bernama Advokat. Seseorang yang sudah lama menjadi Advokat, baik dia sukses atau gagal dikemudian hari, pasti pernah terpikir olehnya mengenai alasan mengapa menjadi Advokat.
Begitu pun ketika seseorang sedang melanjutkan studi di Fakultas Hukumatau Sekolah Tinggi Ilmu Hukum. Orang lain di sekitarnya akan mulai bertanya-tanya mengenai, "Mengapa memilih profesi Advokat?", "Apa tujuan menjadi Advokat?", "Tahukah, bahwa profesi Advokat merupakan profesi yang memiliki kredibilitas yang kurang baik di masyarakat?", "Bagaimana menyikapi orang-orang yang rnencoba merendahkan profesi Advokat?", "Bagaimana cara memulai karier untuk menjadi seorang Advokat?", "Bukankah menjadi seorang Advokat yang sukses tidak semudah membalikkan tangan", serta pertanyaan dan pernyataan lainnya yang mungkin akan menjatuhkan impian calon Advokat.
Dalarn hal ini, yang harus dilakukan adalah mulai rnencari tahu lebih mendalam informasi seputar menjadi Advokat yang handal dan sukses rnelalui buku, internet, serta kawan dan kerabat di sekitar yang memiliki mimpi untuk berprofesi sebagai Advokat. Berikut diuraikan alasan-alasan yang dapat memudahkan untuk mengetahui dan memahami lebih jauh mengenai profesi Advokat:
1. Indonesia Adalah Negara hukum
Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana termuat dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Istilah mengenai Negara hukum adalah suatu pengertian yang berkembang, dan terwujud sebagai reaksi masa lampau, karena itu unsur negara hukum berakar pada sejarah dan perkembangan suatu bangsa. Setiap negara tidak memiliki sejarah yang sama, oleh karenanya pengertian negara hukum di berbagai negara akan berbeda.
Berkenaan dengan konsep negara hukum dalam kepustakaan Indonesia, diterjemahkan rechstaat atau the rule of law sama dengan negara hukum. Muh. Yamin menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat, goverment of law). Di samping penggunaan kata rechstaat, juga dipakai istilah the rule of law sebagaimana dikernukakan oleh Mauro Cappeletti.
Konsep negara hukum dikemukakan oleh Friedrich Julius Stahl, mempunyai ciri-ciri:
1. Adanya perlindungan hak-hak asasi manusia;
2. Pemisahan atau pembagaian kekuasaan untuk menjamin hak-hak asasi manusia;
3. Pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan;
4. Peradilan administrasi negara dalam perselisihan.
Sri Soemantri menguraikan bahwa unsur-unsur terpenting dari negara hukum, yaitu:
1. Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus ber-dasar atas hukum atau perudang-undangan;
2. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara);
3. Adanya pembagian kekuasaan;
4. Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan (recheterlijke controle).
Lebih lanjut Padmo Wahyono menyatakan bahwa di dalam negara hukum terdapat suatu pola sebagai berikut:
1. Menghormati dan melindungi hak-hak manusia;
2. Mekanisme kelembagaan negara yang demokratis;
3. Tertib hukum;
4. Kekuasaan kehakiman yang bebas.
Hal ini berarti bahwa ajaran negara berdasarkan atas hukum mengandung esensi bahwa hukum adalah "supreme" dan kewajiban bagi setiap penyelenggara negara atau pemerintah untuk tunduk pada hukum (subject to the law). Tidak ada kekuasaan hukum (above to the law), semuanya ada di bawah hukum (under the rule of the law).
Dalam hubungan inilah tidak boleh ada kekuasaan yang sewenang-wenang (arbitrary power) atau penyalahagunaan kekuasaan (misuse of powerlabuse of power). Oleh karena itu, ajaran negara berdasar atas hukum memuat unsur pengawasan terhadap kekuasaan agar tidak terjadi kesewenang- wenangan.
Berdasarkan penjabaran di atas, pengertian mendasar mengenai negara hukum, yaitu di mana kekuasaan tumbuh pada hukum dart semua orang sama di hadapan hukum. Atau negara yang menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan penyelenggara kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya dilakukan di bawah kekuasaan hukum.
Untuk menjamin bahwa penyelenggaraan kekuasaan yang dilakukan benar-benar di bawah kekuasaan hukum, maka bangsa Indonesia membutuhkan anomali-anomali penegak hukum yang dapat menintropeksi dan merestorasi diri secara mendasar, khususnya falsafah dan ideologi hukum Indonesia, serta dapat merenungkan hakikat tentang teori hukum, agarr :
a. Dapat menjamin penegakan hukum alias rechtsordening itu sendiri;
b. Mampu menjamin hak asasi manusia dan warga negara;
c. Dapat menjamin birokrasi kedap korupsi.
2. Advokat Salah Satu Bentuk Aparat Penegak Hukum
Hukum dibentuk untuk dilaksanakan, sebab hukum tidak dapat dikatakan sebagai hukum apabila hukum tidak pemah dilaksanakan. Oleh karena itu, hukum dapat disebut konsisten dengan pengertian hukum bilamana terwujud sebagai sesuatu yang harus dilaksanakan. Artidjo Alkostar mengatakan bahwa:
"Apabila penegak hukum di suatu negara tidak bisa diciptakan maka kewibawaan negara tersebut pun runtuh."
Pelaksanaan hukum tersebut diwujudnyatakan dalam bentuk tindakan-tindakan yang harus dilaksanakan, tindakan-tindakan itu disebut sebagai penegak hukum (law enforcement). Di dalam penegakan hukum inilah peranan para penegakan hukum dibutuhkan, yang tidak lain adalah manusia-manusia.“
Definisi mengenai lembaga penegak hukum tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan secara khusus. Istilah penegak hukum dapat ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) serta peraturan perundang-undangan lainnya. Menurut KBBI, definisi penegak hukum adalah petugas yang berhubungan dengan masalah peradilan.
Istilah penegak hukum juga dapat ditemukan dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan penjelasannya yang berbunyi: "Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan."
Dalam penjelasan Pasal 5 ayat (1): "Yang dimaksud dengan Advokat berstatus penegak hukum adalah Advokat sebagai salah satu perangkat dalam proses peradilan yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum Iainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan."
Advokat memiliki peran sebagai penegak hukum dengan cara mewakili kepentingsn klien agar hak-hakmya tidak dilanggar. Apabila Advokat berkeyakinan bahwa seorang klien bersalah, maka Advokat sebagai penegak hukum akan menyodorkan asas "clemecy" atau sekedar memohon keadilan.
selain peran di atas, Advokat juga memiliki peran dalam pengawasan penegak hukum, penjaga kekuasaan kehakiman dan sebagai pekerja sosial. Peran tersebut akan dijabarkan sebagai berikut :
a. Peran Advokat sebagai pengawas penegak hukum
Fungsi pengawasan penegak hukum terutama dijalankan oleh perhimpunan Advokat. Pengawasan ini mencakup dua hal, yaitu:
(1) Intemal, secara internal peran himpunan Advokat harus dapat menjadi sarana efektif mengawasi tingkah laku Advokat dalam profesi penegakan hukum atau penerapan hukum. Harus ada cara-cara yang efektif untuk mengendalikan Advokat yang tidak mengindahkan etika profesi dan aturan-aturan untuk menjalankan tugas Advokat secara baik dan benar.
(2) Ekstemal, secara eksternal baik himpunan Advokat maupaun Advokat secara individual harus menjadi pengawas agar peradilan dapat berjalan secara benar dan tepat. Bukan justru sebaliknya, Advokat menjadi bagian dari upaya menghalangi suatu proses peradilan.
b. Peran Advokat sebagai penjaga kekuasaan kehakiman
Perlindungan atau jaminan kehakiman yang merdeka tidak boleh hanya diartikan sebagai bebas dari pengaruh atau tekanan dari kekuasaan negara atau pemerintahan. Kekuasaan kehakiman yang merdeka harus juga diartikan sebagai lepas dari pengaruh atau tekanan publik, baik yang terorganisasi dalam infrastruktur maupun yang insidental.
Tekanan itu dapat dalam bentuk melancarkan tekanan nyata, membentuk pendapat umum yang tidak benar, ancaman dan pengerusakan prasarana dan saran pengadilan. Tekanan tersebut dapat pula bersifat individual dalam bentuk menyuap penegak hukum agar berpihak. Advokat sebagai penegak hukum, terutama yang terlibat dalam penyelenggaraan kehakiman semestinya ikut menjaga agar kekuasaan kehakiman yang merdeka dapat berjalan sebgaimana mestinya.
c. Peran Advokat bebagai pekerja sosial
Pekerja sosial dalam hal Ini adalah pekerja sosial di biddng hukum. sebagaimana diketauhi, betapa banyak rakyat yang menghadapi persoalan hukurn , tetapi tidak berdaya. Mereka bukan saja tidak berdaya secara ekonomis, tetapi mungkin juga tidak berdaya menghadapi kekuasaan, Berdasarkan hal tersebut, maka persoalan-persoalan hukum yang dihadapi rakyat kecil dan lemah yang memerlukan bantuan, termasuk dari para Advokat. UU Advokat Pasal 21 dalam hal ini memamparkan bahwa Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma (probono) kepada pencari keadilan.
Dari berbagai peran Advokat tersebut memberikan pemahaman bahwa Advokat adalah seorang ahli hukum yang memberikan jasa dan bantuan hukum kepada kliennya. Bantuan hukum tersebut bisa berupa nasihat hukum, pembelaan atau mewakili (mendampingi) kliennya dalam beracara dan menyelesaikan perkara yang diajukan ke pangadilan.
3. Advokat Merupakan Profesi yang Mulia
Profesi Advokat sebagai salah satu unsur sistem peradilan merupakan salah satu pilar dalam menegakkan supermasi hukum dan hak asasi manusia. Sebagai salah satu aparat penegak hukum, profesi Advokat dikenal sebagai profesi yang mulia, "noble". Seorang Advokat dapat dikatakan sebagai profesi yang mulia dan terhormat apabila menjalankan profesinya sesuai dengan kode etik Advokat, yaitu:
a. Nilai-nilai kemanusiaan (humanity) dalam artian penghormatan terhadap hak asasi manusia. Dalam hal ini menghormati klien dengan cara mewakili kepentingan klien agar hak-haknya tidak dilanggar. b. Nilai keadilan (justice), dalam artian dorongan untuk selalu memberikan kepada orang yang menjadi haknya.
c. Nilai kepatutan atau kewajaran (reasonabless), dalam artian bahwa upaya mewujudkan ketertiban dan keadilan di dalam masyarakat.
d. Nilai kejujuran (honesty), dalam artian adanya dorongan kuat untuk memelihara kejujuran dan menghindari diri dari perbuatan yang curang.
e. Kesadaran untuk selalu menghormati dan menjaga integritas dan kehormatan profesinya.
f. Nilai pelayanan kepentingan publik (to serve public interest), dalam arti bahwa di dalam pengembangan profesi hukum telah inherent. Semangat keberpihakan pada hak-hak dan kepuasan masyarakat pencari keadilan yang merupakan konsekuensi langsung dari dipegang teguhnya nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan kredibilitas profesinya.
Nilai-nilai moralitas umum atau dasar di atas harus dimiliki, dan tertanam dalam hati nurani setiap pribadi Advokat, hubungan dengan klien, hubungan dengan ternan sejawat, bertindak menangani perkara, dalam rangka untuk mewujudkan keadilan, kebenaran, dan kepastian hukum bagi setiap orang.
C. PERSYARATAN MENJADI ADVOKAT
Untuk dapat diangkat menjadi Advokat harus memenuhi sembilan persyaratan yang diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003, yaitu:
1 Warga negara Indonesia;
2. Berternpat tinggal di Indonesia;
3. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara;
4. Berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;
5. Berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU Advokat memberikan syarat yang mengikat untuk menjadi Advokat, yang berbunyi: "Yang dapat diangkat sebagai Advokat adalah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus profesi Advokat yang dilaksanakan oleh Organisasi Advokat."
Menurut Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU Advokat menegaskan bahwa, yang dimaksud dengan "berlatar belakang pendidikan tinggi hukum- adalah lulusan fakultas hukum, fakultas hukum syariah, perguruan tinggi militer, dan perguruan tinggi ilmu kepolisian."
Mengikuti ujian Advokat dan lulus, merupakan salah satu syarat untuk diangkat menjadi Advokat. Apabila seorang calon Advokat tidak lulus dalam ujian tersebut, ia masih bisa mengulang pada ujian periode selanjutnya. Ujian Profesi Advokat diselenggarakan oleh organisasi Advokat. Setelah lulus ujian, calon Advokat akan mendapatkan sertifikat lulus Ujian Profesi Advokat yang dapat digunakan untuk magang di kantor Advokat, serta pengurusan surat izin praktik sementara Advokat.
6. Lulus ujian yang adakan oleh Organisasi Advokat.
7. Magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus-menerus pada kantor Advokat.
8. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
9. Berprilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang tinggi.
10. Sebelum rnenjalankan profesinya, Advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh atau berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya.
Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud di atas dapat dilihat pada Pasal 4 ayat (2) UU Advokat, yang lafalnya sebagai berikut :
"Demi Allah saya bersumpah / saya berjanji :
1. Bahwa saya akan memegang tegulh dan mengarnalkan Pancasila sebagai dasar Negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia;
2. Bahwa saya untuk memperoleh profesi ini, langsung atau tidak langsung dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapa pun juga:
3. Bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi jasa hukum akan bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan kedilan;
4. Bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi di dalam dan di luar pengadilan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lainnya agar memenangkan atau menguntungkan perkara klien yang sedang atau akan saya tangani;
5. Bahwa saya akan menjaga tingkah laku saya dan akan menjalanakan kewajiban saya sesuai dengan kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Advokat;
6. Bahwa saya tidak akan menolak untuk melakukan pembelaan atau memberi jasa hukum di dalam suatu perkara yang menurut hemat saya merupakan bagian daripada tanggung jawab saya sebagai seorang Advokat."
1 Warga negara Indonesia;
2. Berternpat tinggal di Indonesia;
3. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara;
4. Berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;
5. Berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU Advokat memberikan syarat yang mengikat untuk menjadi Advokat, yang berbunyi: "Yang dapat diangkat sebagai Advokat adalah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus profesi Advokat yang dilaksanakan oleh Organisasi Advokat."
Menurut Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU Advokat menegaskan bahwa, yang dimaksud dengan "berlatar belakang pendidikan tinggi hukum- adalah lulusan fakultas hukum, fakultas hukum syariah, perguruan tinggi militer, dan perguruan tinggi ilmu kepolisian."
Mengikuti ujian Advokat dan lulus, merupakan salah satu syarat untuk diangkat menjadi Advokat. Apabila seorang calon Advokat tidak lulus dalam ujian tersebut, ia masih bisa mengulang pada ujian periode selanjutnya. Ujian Profesi Advokat diselenggarakan oleh organisasi Advokat. Setelah lulus ujian, calon Advokat akan mendapatkan sertifikat lulus Ujian Profesi Advokat yang dapat digunakan untuk magang di kantor Advokat, serta pengurusan surat izin praktik sementara Advokat.
6. Lulus ujian yang adakan oleh Organisasi Advokat.
7. Magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus-menerus pada kantor Advokat.
8. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
9. Berprilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang tinggi.
10. Sebelum rnenjalankan profesinya, Advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh atau berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya.
Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud di atas dapat dilihat pada Pasal 4 ayat (2) UU Advokat, yang lafalnya sebagai berikut :
"Demi Allah saya bersumpah / saya berjanji :
1. Bahwa saya akan memegang tegulh dan mengarnalkan Pancasila sebagai dasar Negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia;
2. Bahwa saya untuk memperoleh profesi ini, langsung atau tidak langsung dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapa pun juga:
3. Bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi jasa hukum akan bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan kedilan;
4. Bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi di dalam dan di luar pengadilan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lainnya agar memenangkan atau menguntungkan perkara klien yang sedang atau akan saya tangani;
5. Bahwa saya akan menjaga tingkah laku saya dan akan menjalanakan kewajiban saya sesuai dengan kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Advokat;
6. Bahwa saya tidak akan menolak untuk melakukan pembelaan atau memberi jasa hukum di dalam suatu perkara yang menurut hemat saya merupakan bagian daripada tanggung jawab saya sebagai seorang Advokat."
Sumpah di atas adalah janji calon Advokat kepada Tuhan, diri sendiri dan masya-rakat. Dengan demikian, kata Allah dapat ditambah menjadi Allah/Tuhan, karena tidak semua warga Indonesia menghayati makna Allah pada umumnya yang menganut non-Islam. Bila demikian halnya, tentu orang yang bersumpah itu tidak sungguh-sungguh meresapinya dan menjalankannya, hanya sebagai formalitas. Jika bersumpah hanya sebagai formalitas, tentu hukum dan keadilan tidak akan dapat ditegakkan, yang akan berimplikasi pada kerugian masyarakat secara umum.
Setelah diangkat dan disumpah, maka Advokat dapat menjalankan praktiknya di seluruh Indonesia dan memiliki kedudukan sebagai penegak hukuni. Menurut Jimly Asshiddiqie, ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU Advokat yang memberikan status kepada Advokat sebagai penegak hukum yang niempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Setelah diangkat dan disumpah, maka Advokat dapat menjalankan praktiknya di seluruh Indonesia dan memiliki kedudukan sebagai penegak hukuni. Menurut Jimly Asshiddiqie, ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU Advokat yang memberikan status kepada Advokat sebagai penegak hukum yang niempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.