DAFTAR ISI
MODUL 1 : FUNGSI DAN PERAN HUKUM SERTA ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA
MODUL 2 : TINDAK PIDANA EKONOMI
MODUL 3 : TINDAK PIDANA KORPORASI
MODUL 4 : TINDAK PIDANA PASAR MODAL
MODUL 5 : TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
MODUL 6 : TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN
MODUL 7 : TINDAK PIDANA PERBANKAN
MODUL 8 : TINDAK PIDANA KORUPSI
MODUL 9 : TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
MODUL 1
FUNGSI DAN PERAN HUKUM SERTA ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA
KB 1 : TINJAUAN DASAR FUNGSI DAN PERAN HUKUM DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA
A. TINJAUAN DASAR FUNGSI DAN PERAN HUKUM DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA
Pembangunan; adalah perubahan yang positif; Perubahan itu direncanakan dan arahnya tertuju pada kemajuan.
Hukum selain berfungsi mengatur, juga berfungsi untuk memperlancar hubungan masyarakat; Hukum dalam zaman pembangunan ini adalah sebagai sarana memperlancar perubahan masyarakat.
Orde Baru Hukum dipandang sebagai penghambat kegiatan ekonomi, hukum tidak dijadikan sebagai landasan dan penegak dalam aktivitasekonomi. Oleh penguasa hukum hanya untuk membela politik ekonomi Orba yang mengadi pada kepentingan ekonomi negara maju dan konglomerat serta Multi National Corporation (MNC).
Dalam menempatkan Hukum sebagai instrumen yang berwibawa untuk mendukung pembangunan ekonomi maka peran apa yang dikehendaki bidang ekonomi dari keberadaan hukum di masyarakat; Pembangunan Hukum ekonomi harus diarahkan untuk menampung dinamika kegiatan ekonomi, dengan menciptakan kegiatan yang efisien dan produktif dan mengandung daya prediktabilitas.
Douglass C. North : Nobel 1993; Institution and Economic Growth; And Historical Introduction ; Kunci memahami peranan hukum dalam mengembangkan atau bahkan menekan pertumbuhan ekonomi terletak pada pemahaman konsep ekonomi "transaction cost" atau biaya-biaya transaksi; biaya-biaya non produktif yang harus ditanggung untuk mencapai suatu transaksi ekonomi.
Tiga Komponen dasar biaya transaksi yang mencakup :
1. Ongkos menggunakan pasar (market transaction costs)
2. Biaya melakukan hak untuk memberikan pesanan (orders) didalam perusahaan (managerial transaction costs)
3. Biaya yang diasosiasikan untuk menggerakkan dan menyesuaikan dengan kerangka politik kelembagaan (political transaction costs); transaction costs yang tinggi berdampak pada peningkatan harga jual produk, sehingga membebani masyarakat konsumen.
Peranan lain dari hukum yang sangat penting dalam kehidupan ekonomi adalah kemampuannya untuk mempengaruhi tingkat kepastian dalam hubungan antarmanusia didalam masyarakat.
H.W. Robinson; ekonomi modern semakin berpandangan bahwa pengharapan individu-individu merupakan determinan-determinan tindakan-tindakan ekonomi dan oleh karenanya merupakan faktor-faktor yang merajai ketika orang yang menentukan ekuilibrium ekonomi dan stabilitas ekuilibrium yang telah dicapai itu.
Burg's; 5 Unsur yang harus dikembangkan supaya hukum tidak menghambat ekonomi; yaitu Stabilitas (Stability), prediksi (predictability), keadilan (fairness), pendidikan (education), dan pengembangan khusus dari sarjana hukum (the special development abilities of the lawyer); Unsur pertama dan kedua merupakan persyaratan supaya sistem ekonomi berfungsi.
"stabilitas" berfungsi untuk mengakomodasi dan menghindari kepentingan-kepentingan yang saling bersaing; "prediksi" merupakan kebutuhan untuk bisa memprediksi ketentuan-ketentuan yang berghubungan dengan ekonomi suatu negara.
Sesuai pemikiran Burg's; J.D. Ny Hart yang juga mengemukakan; Enam konsep dalam ilmu hukum yang mempunyai pengaruh bagi pengembangan ekonomi :
PERTAMA ; Prediktabilitas : Hukum harus mempunyai kemampuan untuk memberikan gambaran pasti dimasa depan mengenai keadaan atau hubungan-hubungan yang dilakukan pada masa sekarang.
KEDUA ; Kemampuan Procedural : Pembinaan dibidang Hukum Acara memungkinkan hukum material itu dapat merealisasikan dirinya dengan baik ke dalam pengertian hukum acara ini termasuk tidak hanya ketentuan-ketentuan hukum perundang-undangan, melainkan juga semua prosedur penyelesaian yang disetujui oleh para pihak yang bersengketa, misalnya bentuk-bentuk arbitrasi, konsiliasi, dan sebagainya. Apabila diharapkan, kesemua lembaga tersebut hendaknya dapat bekerja dengan efisien. Bahwa kehidupan ekonomi itu ingin mencapai tingkatannya maksimum.
KETIGA ; Kodifikasi Tujuan-Tujuan : Perundang-undangan dapat dilihat sebagai suatu kodifikasi tujuan serta maksud sebagaimana dikehendaki oleh negara. Misalnya dibidang ekonomi, kita akan dapat menjumpai tujuan-tujuan itu seperti dirumuskan didalam beberapa perundang-undangan yang secara langsung atau tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap bidang perekonomian.
KEEMPAT ; Faktor Penyeimbangan : Sistim hukum harus dapat menjadi kekuatan yang memberikan keseimbangan diantara nilai-nilai yang bertentangan didalam masyarakat. Sistem hukum yang memberikan "kesadaran akan keseimbangan" dalam usaha-usaha negara melakukan pembangunan ekonomi.
KELIMA ; Akomodasi, perubahan yang cepat sekali pada hakikatnya akan menyebabkan hilangnya keseimbangan yang lama, baik dalam hubungan atar individu maupun kelompok di masyarakat.
Keadaan ini sendiri menghendaki dipulihkannya kesimbangan tersebut melalui satu dan lain jalan. Sistim hukum yang mengatur hubungan atara individu baik secara material maupun formal memberikan kesempatan kepada keseimbangan yang terganggu itu untuk menyesuaikan diri kepada lingkungan yang baru sebagai akibat perubahan tersebut.
KEENAM ; Definisi serta Kejernihan tentang Status : Fungsi hukum juga memberikan ketegasan mengenai status orang-orang dan barang-barang di masyarakat; Kepastian hukum merupakan salah satu faktor yang sangat menunjang daya tahan ekonomi suatu negara; Diharapkan hukum mampu memainkan peranannya sebagai faktor pemandu, pembimbing, dan menciptakan iklim kondusif pada bidang ekonomi.
Disamping kepastian hukum, Penigkatan efisiensi secara terus menerus merupakan salah satu perhatian sistem ekonomi; Hukum harus senantiasa diusahakan agar dapat menampung berbagai gagasan baru serta disesuaikan dengan kondisi-kondisi yang berubah apabila hendak memperoleh tingkat efisiensi yang setinggi-tingginya
Imanuel Kant; Achmad Ali; " Noch suchen die juristen eine definition zu ihrem begriffe von rech " (Tidak ada seorang yuris pun yang mampu membuat satu definsi hukum yang tepat).
Lioyd; " ....... although much juristie ink has been used in an attempt to provide a universally acceptable definition of law " ( ....... Meskipun telah banyak Tinta pada yuridis yang habis digunakan di dalam usaha untuk membuat suatu definisi hukum yang dapat diterima diseluruh dunia, namun hingga kini hanya jejak kecil dari niat itu dapat dicapai).
Definis Hukum; Oxford English Dictionary : " Law is the body of role, whether formally enacted or customary, whish a state or comunity recognises as binding on its members or subjects " (Hukum adalah kumpulan aturan, perundang-undangan atau hukum kebiasaan, dimana suatu negara atau masyarakat mengakuinya sebagai suatu yang mempunyai kekuatan mengikat terhadap warganya).
Utrecht; Hukum tidak sekedar sebagai kaidah, melainkan juga sebagai gejala sosial dan sebagai segi kebudayaan; Jika hukum dilihat sebagai kaidah akan memberikan definisi hukum sebagai himpunan petunjuk hidup, perintah-perintah dan larangan-larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan.
Hukum meliputi beberapa unsur antara lain :
1. Hukum merupakan peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat
2. Peraturan itu bersifat mengikat dan memaksa
3. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi
4. Pelanggaran terhadap peraturan tersebut dikenakan sanksi yang tegas
5. Hukum dapat juga berbentuk tidak tertulis berupa kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat
6. Tujuan Hukum adalah untuk mengadakan keselamatan, kebahagiaan dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat.
Sebagaimana Ilmu Hukum, Ilmu ekonomi juga tidak ada kesamaan para ahli ekonomi dalam memberi definisi yang kongkret.
M. Manulang; dikutip Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanungsong; Ilmu Ekonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari masyarakat dalam usahanya untuk mencapai Kemakmuran; Kemakmuran adalah suatu keadaan dimana manusia dapat memenuhi kebutuhannya, baik barang-barang maupun jasa.
Rachmad Sumitro; Hukum Ekonomi adalah sebagian dari keseluruhan norma yang dibuat oleh pemerintah atau penguasa sebagai satu personifikasi dari masyarakat yang mengatur kehidupan kepentingan ekonmi masyarakat yang saling berhadapan.
Hukum ekonomi tidak dapat di aplikasikan sebagai satu bagian dari salah satu cabang ilmu hukum, melainkan merupakan kajian secara indisipliner dan multidimensional.
Hubungan hukum dengan ekonomi merupakan hubunagan timbal balik dan saling memengaruhi.
Dasar Kegiatan Hukum ekonomi terletak pada pasal 33 UUD 1945 dan beberapa peraturan derivatif lainnya.
B. HUBUNGAN HUKUM DENGAN EKONOMI
Caoter dan Ulen; dikutip Fajar Sugianto; bahwa interaksi antara ilmu hukum dan ilmu ekonomi tidak dapat dipisahkan, karena keduanya mempunyai persamaan dan keterkaitan didalam teori-teori keilmuan tentang perilaku (scientific theories of behavior)
Ilmu ekonomi menyediakan acuan normativ untuk mengevaluasi hukum dan kebijakan, sementara hukum berupa alat untuk mencapai tujuan-tujuan sosial yang penting; ilmu ekonomi memproteksi terhadap efisiensi kebijakan.
Richard A Panser : Teori-teori hukum telah mengasimilasi banyak konsep ekonomi; misalnya incentive costs, oppurtunity costs, risk oversion, transaction, cost, free ridring, credible commitmen, adverse selection, terutama keberadaan hukum kontrak didalam pertumbuhan ekonomi.
Disisi lain konsep-konsep ekonomi telah melahirkan prinsip-prinsip hukum; seperti litigations costs, property rules, strictleability, mon monetery sanctions, efficiency, dan breach.
Contoh penrapan Ilmu ekonomi terhadap hukum kontrak antara lain teori tawar menawar (bargaining theory) yang menjadi jembatan penghubung keinterdepensian antara ilmu hukum dan ilmu ekonomi, dari sudut pandang ekonomi kontrak merupakan transaksi hukum yang menyatakan pencapaian peningkatan kesejahteraan (wealth maxminization); Untuk mencapai hak ini diharapkan transaksi hukum dapat dituangkan kedalam kontrak secara sukarela, namun memiliki pengaturan yang ketat untuk melindungi proses pertukaran hak dan kewajiban.
Fajar Sugianto; Ilmu ekonomi dapat membantu untuk mengamati hukum dan ilmu hukum dengan cara-cara baru; misalnya dalam mencermati keberadaan kontrak; Cara pandang ekonomi terhadap hukum dapat membantu hukum dan ilmu hukum tidak saja menjadi alat untuk mencapai tujuan hukum atau hanya berperan sebagai penyedia keadilan, tetapi sebagai subjek hukum mencapai sasaran dan cita-cita hukum.
Prinsip management accros tidak bisa dibendung lagi dan bergerak terus kearah satu pemahaman bagaimana meratakan ekonomi dunia; Negara-negara yang mengasingkan diri dari pergaulan ekonomi dunia, tidak meratifikasi hukum ekonomi internasional menjadi hukum ekonomi nasional, maka negara tersebut akan ketinggalan zaman.
Sunaryati Hartono; Pembangunan Nasional : " ..... pembangunan itu tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah .... atau kepuasan batiniah......, melainkan keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara keduanya sehingga pembangunan itu merata diseluruh Tanah Air .... "
Satjipto Rahardjo; Pembangunan Ekonomi berkelanjutan : " ..... pembangunan bukan merupakan suatu perubahan yang bersifat sepotong-sepotong. Sekalipun misalnya kita dapat menunjukkan ...... terjadinya perubahan secara kualitatif pula "
Arah Pembangunan Nasional terkandung dalam UUD 1945 yang pada dasarnya sejalan dengan Tujuan dari sebuah negara Kesejahteraan (Welfare State).
Pembangunan Ekonomi pada penjajahan Belanda diarahkan segala potensi untuk mendapatkan keuntungan yang besarnya dari Hindia Belanda; dengan bantuan Pasal 163 dan 131 Indische Staatsregeling yang dinyatakan berlaku bagi orang-orang Timur Asing, Belanda lebih mundah mendapat bahan mentah untuk industri negerinya dengan menjadikan orang timur asing pedagang perantara, antara Bumi Putera pengahsil barang mentah dan pedagang besar eropa (the big five).
Setelah Proklamasi Kemerdekaan; Hukum ekonomi mulai di tata dengan mengubah ciri hukum ekonomi dari kaidah hukum yang membatasi hukum perdata (Droit Economique) menjadi Droit de I'economie; yakni menjadi kaidah hukum yang berserakan dalam hukum perdata, hukum dagang, hukum tata negara, hukum internasional, hukum administrasi negara,dalam Kaidah Hukum Ekonomi.
Pada Masa Orde Lama belum banyak perkembangan dalam bidang pembangunan ekonomi, pada waktu itu peran pemerintah lebih menonjol dalam bidang pembangunan politik daripada pembangunan ekonomi; Indonesia menerapkan kebijaksanaan ekonomi yang tertutup (inword oriented); Prinsip berdiri diatas kaki sendiri (berdikari) dan kebijakan untuk tidak menerima bantuan dari pihak luar membuat ekonomi nasional stagnasi; Praktis tidak ada kemajuan di bidang pembangunan karena ketiadaan sumber dana untuk pembiayaan.
KB 2 : HUKUM PIDANA DAN SUBJEK HUKUM PIDANA
A. PENGERTIAN HUKUM PIDANA DAN TINDAK PIDANA SERTA UNSUR-UNSURNYA
Hukum Pidana; adalah peraturan hukum mengenai Pidana; "Pidana" berarti hal yang "dipindahkan" yaitu oleh instansi yang berkuasadilimpahkan kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan.
Ada alasan untuk melimpahkan pidana dan ada balasan ini selayaknya ada hubungan dengan suatu keadaan, yang didalamnya seorang oknum yang bersangkutan bertindak kurang baik, Maka unsur "Hukuman" sebagai suatu pembalasan tersirat dalam kata "Pidana".
"Tindak Pidana" terjemahan dari "Strafbaarfeit" ; feit (Belanda) berarti "sebagian dari suatu kenyataan" atau "een gedeelte van de werkelijkheid" sedang "Strafbaar" berarti "dapat dihukum". Secara harfiah "Tindak Pidana" diterjemahkan "Sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum"; Yang sudah barang tentu tidak tepat karena kemudian diketahui yang dapat dihukum itu manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan ataupun tindakan.
Istilah Tindak Pidana berasal dari istilah hukum Belanda yaitu Strafbaarfeit; Merupakan istilah resmi dalam Wetboek van Strafrecht (WvS) Belanda yang berdasarkan asas konkordasi istilah ini terdapat juga dalam WvS Hindia Belanda yang sekarang lebih dikenal dengan KUHP.
Dikenal istilah delict berasal dari delictum (latin), disebut delict (Jerman), delit (Perancis), delict (Belanda).
KBBI; delict : "Perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap UU Tindak Pidana"
1. UNSUR TINDAK PIDANA
Adami Chazawi; rumusan tindak pidana tertentu didalam KUHP; Delapan Unsur Tindak Pidana :
1. Unsur Tingkah Laku; 2. Unsur Melawan Hukum; 3. Unsur Kesalahan; 4. Unsur akibat Konstitutif; 5. Unsur Keadaan yang menyertai; 6. Unsur syarat tambahan untuk dapat dituntut tindak pidana; 7. Unsur syarat tambahan memperberat pidana; 8. Unsur syarat tambahan untuk dapat dipidana.
Unsur Melawan Hukum Yang Subjektif.
PAF Lamintang; Seorang dapat dijatuhi pidana apabila telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang telah dirumuskan dalam KUHP; Pada umumnya pasal-pasal dalam KUHP terdiri dari unsur-unsur tindak pidana yang terbagi menjadi unsur subjektif dan unsur objektif.
a. Unsur Subjektif; adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri sipelaku, dan termasuk kedalam yaitu segala sesuatu yang terkandung didalam hatinya. Termasuk Unsur subjektif antara lain :
1. Kesengajaan atau Ketidaksengajaan (Dolus atau Culpa)
2. Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan (poeging); dimaksud Pasal 52 ayat (1) KUHP
3. Macam-Macam maksud atau oogmerk
4. Merencanakan terlebih dahulu
5. Perasaan Takut
b. Unsur Objektif; yaitu unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu didalam keadaan-keadaan dimana tindakan-tindakan si pelaku itu harus dilakukan; Adapun unsur objektif tindak pidana, antara lain :
1. Sifat melanggar hukum atau ederrechttilijkheid
2. Kualitas diri si pelaku
3. Kausalitas yaitu hubungan antara tindakan sebagai penyebab dengan kenyataan sebagai suatu akibat.
Wirdjono Prodjodikoro; Dua Unsur dari Hukum Pidana :
1. Adanya suatu norma; yaitu suatu larangan atau suruhan (kaidah)
2. Adanya Sanksi; adanya sanksi (sanctie) atas pelanggaran norma itu berupa ancaman dengan hukum pidana.
Norma-norma ini ada pada salah satu bidang hukum lain, yaitu bidang hukum tata negara (staatsrecht), bidang hukum tata usaha negara (administratief recht), dan bidang hukum perdata (privaatrecht atau bugerlijk recht)
2. JENIS TINDAK PIDANA
Andi Hamzah; dibedakan atas dasar-dasar tertentu :
a. Menurut KUHP dibedakan :
"Kejahatan" yang dimuat dalam Buku II dan
"Pelanggaran" yang dimuat dalam Buku III.
b. Menurut cara merumuskannya, dibedakan dalam :
Tindak Pidana Formil (formeel delicten) : Tindak Pidana yang dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan perbuatan tertentu; Misalnya Pasal 362 KUHP (pencurian).
Tindak Pidana Materil (Materiil delicten) : Inti larangannya adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang, siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulsh ysng dipertanggungjawabkan dan dipidana.
c. Menurut Bentuk Kesalahan; dibedakan menjadi :
Tindak Pidana Sengaja (dolus delicten) : contoh Pasal 338 KUHP (Pembunuhan) yaitu dengan sengaja menyebabkan hilangnya nyawa orang lain, Pasal 354 KUHP yang dengan sengaja melukai orang lain.
Tindak Pidana Tidak Sengaja (culpose delicten) : delik Kelalaian (culpa) orang juga dapat dipidana jika ada kesalahan; misalnya Pasal 359 KUHP yang menyebabkan matinya seseorang, contoh lain Pasal 188 dan 360 KUHP.
d. Menurut Macam Perbuatannya;
Tindak Pidana Aktif (positif); juga disebut perbuatan materil adalah perbuatan untuk mewujudkannya diisyaratkan dengan adanya gerakan tubuh orang yang berbuat, misalnya Pencurian (362 KUHP) dan Penipuan (378 KUHP).
Tindak Pidana Pasif; dibedakan menjadi :
Tindak Pidana Murni : Tindak Pidana yang dirumuskan secara formil atau Tindak Pidana yang pada dasarnya unsur perbuatannya berupa perbuatan pasif; misal 224, 304, dan 552 KUHP.
Tindak Pidana Tidak Murni ; adalah Tindak Pidana yang pada dasarnya berupa tindakan pidana positif, tetapi dapat dilakukan secara tidak aktif atau tindak pidana yang mengandung unsur terlarang tetapi dilakukan dengan tidak berbuat, misalnya 338 KUHP.
Adam Chazawi; Jenis Tindak Pidana dibedakan atas dasar tertentu :
1. Menurut Sistem KUHP; Kejahatan (misdrijven) dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran (overtredunggen) dalam Buku III
2. Menurut Cara Merumuskannya; Tindak Pidana Formil (formed delicten) dan Tindak Pidana Materiil (materiel delicten)
3. Berdasarkan Bentuk Kesalahannya; Tindak Pidana Sengaja (doleus delicten) dan Tindak Pidana Tidak dengan sengaja (culpose delicten)
4. Berdasarkan Macam Perbuatannya; Tindak Pidana Aktif/Positif dapat juga disebut Tindak Pidana Komisi (delicta commissionis) dan Tindak Pidana Pasif/Negatif dapat juga disebut Tindak Pidana Omisi (delicta ommissionis).
5. Berdasarkan Saat dan Jangka Waktu Terjadinya; Tindak Pidana Terjadi seketika dan Tindak Pidana Terjadi dalam waktu lama atau berlangsung lama/berlangsung terus
6. Berdasarkan Sumbernya; Tindak Pidana Umum dan Tindak Pidana Khusus
7. Dilihat dari Sudut Subjek hukumnya; Tindak Pidana Communia (delicta communia) yang dapat dilakukan oleh siapa saja, dan Tindak Pidana Proporia (dapat dilakukan hanya oleh orang memiliki kualitas pribadi tertentu)
8. Berdasarka perlu tidaknya pengaduan dalam hal penentuan; Tindak Pidana Biasa (growne delicten) dan Tindak Pidana Luar aduan (klacht delicten).
9. Berdasarkan Berat Ringannya pidana yang diancamkan; Tindak Pidana Bentuk Pokok (eenvoudige delicten), Tindak Pidana yang diperberat (gequalificeerde delicten) dan Tindak Pidana yang diperingan (gepriviligieerde delicten)
10. Berdasarkan Kepentingan Hukum yang dilindungi; Tindak Pidana tidak terbatas macamnya bergantung dari kepentingan hukum yang dilindungi;
Seperti tindak pidana terhadap nyawa dan tubuh, terhadap harta dan benda, tindak pidana pemalsuan, tindak pidana terhadap nama baik, terhadap kesusilaan dan lain sebagainya.
11. Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan; Tindak Pidana Tunggal (enklelvoudige delicten) dan Tindak Pidana Berangkai (samegestelde delicten)
Pendapat Para Ahli Mengenai Tindak Pidana :
Aliran Monolistik; D. Simons; Sudarto : Strafbaar Feit artinya Suatu tindakan atau perbuatan yang diancam dengan pidana oleh UU, bertentangan dengan hukum dan dilakukan dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab.
Van Hamel : Strafbaar feit artinya perbuatan manusia yang dirumuskan dalam UU yang melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan dan patut dipidana.
Moeljanto; dikutip Sudarto : Perbuatan oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang. Sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.
Pandangan Dualistis; membedakan pemisahan antara dilarangnya suatu perbuatan dengan sanksi ancaman pidana (criminal act dan actus reus) dan dapat dipertanggungjawabankannya si pembuat (criminal responsibility atau adanya mens rea)
Dalam KUHP juga sudah disebutkan mengenai unsur objektif dan subjektif :
a. Unsur Objektif;
Dalam buku Leden Marpaung mengenai asas Teori Praktik Hukum Pidana menguraikan mengenai unsur-unsur objektif sebagai berikut :
1). Perbuatan manusia yang termasuk unsur pokok objektif adalah sebagai berikut :
a). Act adalah perbuatan aktif yang disebut dengan perbuatan positif
b). Ommision adalah tidak aktif berbuat dan disebut juga dengan perbuatan negatif.
2). Akibat yang ditimbulkan dari perbuatan manusia
Erat hubungannya dengan kausalitas, akibat yang dimaksud adalah membahayakan atau menghilangkan kepentingan-kepentingan yang dipertahankan oleh hukum, misalnya nyawa, badan, kemerdekaan, hak milik atau harta benda, atau kehormatan.
3). Keadaan-Keadaan; dibedakan atas :
a). Keadaan pada saat perbuatan dilakukan
b). Keadaan setelah perbuatan dilakukan
4). Sifat dapat dihukum dan Sifat melawan hukum
5). Berkenaan dengan alasan-alasan yang membebaskan terdakwa dari hukuman. Sifat Melawan Hukum bertentangan dengan Hukum, yakni berkenaan dengan larangan atau perintah.
b. Unsur Subjektif;
Leden Marpaung menguraikan mengenai Unsur-Unsur Subjektif sebagai berikut :
1). Kesengajaan; Tiga Bentuk Kesengajaan :
a). Kesengajaan sebagai Maksud
b). Kesengajaan dengan sadar kepastian
c). Kesengajaan dengan sadar kemungkinan
2). Kealpaan; adalah bentuk kesalahan yang lebih ringan daripada kesengajaan; Dua Bentuk Kealpaan :
a). Tidak Berhati-hati
b). Tidak Menduga-duga akibat perbuatan itu
3. UNSUR SIFAT MELAWAN HUKUM
Salah satu unsur utama tindak pidana yang bersifat objektif adalah Sifat Melawan Hukum, dikaitkan dengan Asas Legalitas Pasal 1 ayat (1) KUHP. Dalam Bahasa Belanda Melawan Hukum adalah wederrechtlijk. Dalam menentukan perbuatan dapat dipidana pembentuk UU menjadikan sifat melawan hukum sebagai Hukum Tertulis.
Untuk dapat dipidananya seseorang yang telah melakukan Tindak pidana ada ketentuan dalam Hukum Acara yaitu :
1. Tindak Pidana yang dituduhkan atau didakwakan harus dibuktikan
2. Tindak Pidana itu hanya dikatakan terbukti jika memenuhi semua unsur yang terdapat didalam rumusannya tertulis.
Jika Unsur Melawan Hukum dengan Tegas terdapat didalam rumusan delik, maka unsur ini harus dibuktikan. sedangkan Jika dengan Tegas Unsur Melawan Hukum Tidak dicantumkan maka tidak perlu dibuktikan.
Berdasarkan Paham Sifat Melawan Hukum, Doktrin membedakan Sifat Melawan Hukum :
1. Sifat Melawan Hukum Formil; yaitu suatu perbuatan melawan hukum apabila perbuatan tersebut sudah diatau dalam UU. Jadi, Menggunakan Literatur Hukum yang tertulis.
2. Sifat Melawan Hukum Materil; yaitu terdapat suatu perbuatan melawan hukum walaupun belum diatur dalam UU. Sandarannya memakai asas umum yang terdapat dalam lapangan hukum.
4. UNSUR KESALAHAN
Disebut Schuld (Belanda); Merupakan unsur utama suatu tindak pidana, yang berkaitan dengan tanggungjawab pelaku terhadap perbuatannya, termasuk perbuatan pidana atau tindak pidana.
Adagium Pentingnya unsur kesalahan "Tiada Pidana Tanpa Kesalahan" ("geen straf zonder schuld"); "Perbuatan tidak membuat orang bersalah, Kecuali terdapat sikap batin yang salah" ("actus non factim reum, nisi mens sit rea"); Batin yang salah atau quality mind atau mens rea inilah kesalahan yang merupakan sifat subjektif dari tindak pidana, karena berada dalam diri pelaku.
Pendapat Pakar Hukum Pidana tentang Kesalahan (Schuld) yang hakikatnya pertanggungjawaban pidana :
1. Metzger : Kesalahan adalah keseluruhan syarat yang memberikan dasar untuk adanya pencelaan pribadi terhadap pelaku hukum pidana
2. Simons : Kesalahan adalah terdapatnya keadaan psikis tertentu pada seseorang yang melakukan tindak pidana dan adanya hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan, yang sedemikian rupa hingga orang itu dapat dicela karena melakukan perbuatan pribadi
3. Van Hamel : Kesalahan dalam suatu delik merupakan pengertian psikologis, berhubungan antara keadaan jiwa pelaku dan terwujudnya unsur-unsur delik karena perbuatannya. Kesalahan adalah pertanggungjawaban dalam hukum.
4. Pompe : Pada pelanggaran norma yang dilakukan karena kesalahan, biasanya sifat melawan hukum itu merupakan segi luarnya. Yang bersifat melawan hukum adalah perbuatannya. Segi dalamnya, yang berhubungan dengan kehendak pelaku adalah kesalahan.
5. Moeljatno : Orang dikatakan memiliki kesalahan, jika dia pada waktu melakukan perbuatan pidana, dilihat dari segi masyarakat dapat dicela karenanya yaitu mengapa melakukan perbuatan yang merugikan masyarakat, padahal mampu mengetahui makna jelek perbuatan tersebut.
B. TINJAUAN MENGENAI SUBJEK HUKUM TINDAK PIDANA
1. Manusia sebagai Subjek Tindak Pidana
Manusia adalah pendukung hak dan kewajiban; Lazimnya dalam hukum dan pergaulan hukum dikenal dengan istilah Subjek Hukum dan pergaulan hukum dikenal dengan istilah Subjek Hukum (subjectim juris).
Subjek Hukum merupakan salah satu pengertian pokok dan bentuk dasar yang dapat dipelajari oleh teori hukum, karena itu pertanyaan apa itu subjek hukum merupakan persoalan teori hukum yaitu teori hukum positif, artinya teori yang hanya dapat diuraikan bertalian dengan hukum positif.
Teori hukum tersebut tidak menghendaki penggambaran tentang isi dari sesuatu hukum positif dan tidak mempersoalkan dasar dari isi hukum itu tetapi berhasrat memahami bentuk-bentuknya, kemudian membuat gambaran tentang fakta-fakta dan unsur-unsur yang akan dijadikan bahan oleh hukum dan ilmu pengetahuan untuk membangun sistemnya.
Paul Schelton; dikutip Chidir Ali; Manusia adalah orang (persoon) dalam hukum, mengandung dua pengertian :
a. Manusia dalam hukum sewajarnya diakui sebagai yang berhak atas hak-hak subjektif dan sewajarnya diakui sebagai pihak atau pelaku dalam hukum objektif; "manusia" bagi hukum memiliki nilai etis; Yang menjadi persoalan ialah suatu sollen dan juga dinyatakan sebagai suatu asas hukum.
b. Dalam hukum positif manusia merupakan persoon adalah Subjek Hukum, mempunyai wewenang; Dalil ini mengandung petunjuk dimana tempat manusia dalam sistem hukum dan dengan demikian dinyatakan suatu kategori hukum.
Pertama : Subjek Hukum itu adalah yang berhak atas hak-hak Subjektif dan pelaku dalam hukum Objectif
Kedua : Subjek Hukum dalam Hukum Positif adalah Orang (Persoon).
Rumusan Tindak Pidana buku kedua dan ketiga KUHP dimulai dengan "Barang Siapa"; mengandung arti yang dapat melakukan tindak pidana atau subjek tindak pidana pada umumnya adalah manusia.
Dari ancaman pidana yang dapat dijatuhkan sesuai dengan Pasal 10 KUHP seperti pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda dan pidana tambahan mengenai pencabutan hak dan sebagainya menunjukkan bahwa yang dapat dikenai pada umumnya manusia atau persoon.
Ketentuan KUHP yang masih menganut asas umum bahwa suatu tindak pidana hanya dapat dilakukan oleh manusia atau naturlijke persoon, sehingga apabila ada Badan Hukum atau korporasi melakukan perbuatan pidana, maka yang berkedudukan sebagai pelaku atau dader adalah pengurus korporasi (manusia); Pasal 59 KUHP :
" Dalam hal-hal dimana karena pelanggaran ditentukan pidana terhadap pengurus, anggota-anggota pengurus atau komisaris-komisaris, maka pengurus atau komisaris yang ternyata tidak ikut campur melakukan pelanggaran tindak pidana "
Dari rumusan Pasal 59 terlihat bahwa penyusun KUHP dipengaruhi asas "Societas delinquere non potest" (Badan-badan hukum tidak dapat melakukan Tindak Pidana).
Korporasi atau Badan Hukum tidak dapat ditetapkan sebagai (dader) tindak pidana, sehingga kesalahan yang ada pada Korporasi menjadikan kesalahan para pengurus korporasi. Hal ini terjadi karena KUHP masih berpedoman kepada bahwa (dader) tindak pidana hanya dapat dilakukan oleh manusia.
2. Korporasi Sebagai Subjek Tindak Pidana
Pengakuan Korporasi (rechts persoon) sebagai Subjek Hukum Pidana penuh dengan hambatan-hambatan teoritis, tidak seperti pengakuan Subjek hukum pidana pada manusia; Dua alasan mengapa ini terjadi :
Pertama; Kuatnya pengaruh Teori Fiksi (Von Savigny) yakni berkepribadian hukum sebagai kesatuan-kesatuan dari manusia merupakan hasil suatu khayalan. Kepribadian hanya ada pada manusia (Hamzah Hatrik).
Kedua; Dominannya asas "Societas delinquere non potest" (Badan-badan hukum tidak dapat melakukan Tindak Pidana); Asas ini merupakan hasil pemikiran dari abad ke-19, dimana kesalahan menurut hukum pidana selalu disyaratkan dengan sesungguhnya hanya kesalahan dari manusia sehingga erat kaitannya dengan individualisasi KUHP.
Adanya usaha menjadikan Korporasi sebagai Subjek Hukum dalam Hukum Pidana, yaitu adanya Hak dan Kewajiban yang melekat padanya; dilatarbelakangi fakta bahwa tidak jarang korporasi mendapat keuntungan yang banyak dari hasil kejahatan yang dilakukan oleh pengurusnya. Begitu juga dengan kerugian yang dialami masyarakat yang disebabkan tindakan-tindakan pengurus koorporasi. Oleh karena hal itu dianggap tidak adil bila koorporasi tidak dikenakan hak dan kewajiban seperti halnya manusia.
Tahap-Tahap perkembangan korporasi sebagai subjek hukum dalam hukum pidana :
1). Tahap pertama ditandai dengan adanya usaha-usaha agar sifat delik yang dilakukan oleh korporasi dibatasi pada perorangan.
2). Tahap Kedua ditandai dengan pengakuan yang timbul sesudah PD I dalam perumusan UU, bahwa suatu tindak pidana dapat dilakukan oleh korporasi. Namun, tanggung jawab untuk itu menjadi beban dari pengurus korporasi.
3). Tahap ketiga merupakan permulaan adanya tanggung jawab korporasi. Dalam tahap ini dibuka kemungkinan untuk menuntut korporasi dan meminta pertanggungjawaban menurut hukum pidana.
MODUL 2
TINDAK PIDANA EKONOMI
KB 1 : PENGANTAR TINDAK PIDANA EKONOMI
A. ISTILAH, PENGERTIAN SERTA PERKEMBANGAN DARI TINDAK PIDANA EKONOMI DAN KEJAHATAN EKONOMI
Tindak Pidana Ekonomi; adalah bagian dari Hukum Pidana tetapi yang memiliki kekhususan; Mulai dikenal sejak diundangkan UU Darurat No 7 Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi (TPE).
Pidana perbankan bagian dari TPE selain Tindak Pidana bea cukai (smuggling), Kecurangan dibidang kebeacukaian (customs fraud), kejahatan dibidang pengangkutan laut (maritime), Kejahatan dibidang perikanan (illegal fishing).
TPE adalah Hukum Pidana Khusus yang berkembang diluar kodifikasi (KUHP); sudah dikenal sejak UU Darurat No 7 Tahun 1955, akan terus berkembang seiring perkembangan ekonomi utamanya International business dan Internasional banking.
Secara Internasional untuk merujuk pada TPE kecendrungan dengan atau pada kejahatan perbankan sehingga dikenal istilah financial crimes atau bussines crime; TPE bahkan dimasukan kedalam transnational organized crimes.
Pompe; Dua kriteria pengertian pidana khusus; Yang menunjukkan hukum pidana khusus ialah orangnya khusus, maksudnya subjek atau pelaku yang khusus dan kedua adalah perbuatannya yang khusus.
Pompe menunjuk Pasal 103 KUHP; Jika ketentuan UU diluar KUHP banyak menyimpang dari ketentuan-ketentuan umum hukum pidana umum, itu merupakan Hukum Pidana Khusus.
Nolte; Dua macam pengecualian berlakunya Pasal 103 KUHP :
1. UU lain menentukan dengan tegas Pasal 103 KUHP
2. UU lain menentukan secara diam-diam pengecualian atau sebagian dari Pasal 103 KUHP.
Memakai patokan Pompe dan Nolte; Hukum pidana ekonomi di Indonesia adalah Hukum Pidana Khusus.
Dalam kategori mana kejahatan ekonomi, pendapat Paul Scholten memberi patokan "berlaku umum" dan "berlaku khusus"; Hukum Pidana yang berlaku umum disebut Hukum Pidana Umum; sedangkan Hukum Pidana Khusus adalah Perundang-undangan bukan pidana yang bersanksi pidana, disebut juga Hukum Pidana Pemerintahan.
Andi Hamzah; Perundang-Undangan pidana khusus bagi semua perundang-undangan diluar KUHP yang mengandung ketentuan pidana, dan perundang-undangan pidana umum bagi ketentuan yang tercantum dalam KUHP.
Mengacu asas lex specialis derogat legi generalis; Kejahatan ekonomi dapat dikategorikan kedalam hukum pidana khusus. Hukum Pidana ekonomi adalah bagian dari hukum pidana yang merupakan corak tersendiri, yaitu corak ekonomi. Hukum Pidana ekonomi hendaknya mengambil tempat disamping hukum Hukum Pidana.
Moch Anwar; Hukum Pidana Ekonomi sebagai sekumpulan peraturan bidang ekonomi yang membuat ketentuan-ketentuan tentang keharusan/kewajiban dan atau larangan, yang diancam dengan hukuman.
Payung Hukum Pidana Ekonomi Indonesia adalah UU No 7 Darurat 1955 dan peraturan lain yang mengatur Bidang Ekonomi; Konsekuensinya Pengertian Tindak Pidana Ekonomi dapat dibagi kedalam arti sempit/Terbatas dan arti luas.
Pengertian TPE dalam arti sempit; adalah terbatas pada perbuatan-perbuatan yang dilarang dan diancam pidana oleh peraturan yang berlaku seperti yang disebut secara limitative dalam Psl 1 UU 7 drt 1955 ; atau semata-mata dengan mengaitkan pada UU TPE khusunya apa yang disebut pasal 1.
Pengertian TPE dalam arti luas; adalah tindak pidana yang selain dalam arti sempit mencakup juga tindak pidana dalam peraturan-peraturan ekonomi diluar yang memuat dalam UU 7 drt 1955.
Secara Akademik; TPE dalam arti luas bisa ditafsirkan sebagai perbuatan seseorang yang melanggar peraturan pemerintah dalam lapangan ekonomi.
B Mardjono Reksodiputro; Kejahatan Ekonomi; setiap perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan dalam bidang ekonomi dan dibidang keuangan serta mempunyai sanksi pidana.
Perbuatan Tindak Pidana dalam arti sempit penentuannya tergantung arah politik ekonomi pemerintah; selalu berubah sesuai perkembangan terjadi secara nasional, regional, dan internasional; sulit untuk mengidentifikasi peraturan mana yang masih berlaku atau tidak berlaku; berimbas sulitnya menentukan mana TPE mana yang bukan.
Masih banyak peraturan ekonomi yang tidak diberi sanksi pidana, artinya pelanggaran terhadap UU itu bukan merupakan TPE; misalnya pelanggaran terhadap UU Pertambangan 1967, UU tentang Penanaman Modal Asing, dll.
TPE; Tindak Pidana di bidang perekonomian; adalah Tindak Pidana Khusus dalam Hukum Pidana yang materinya diatur dalam suatu kesatuan UU tersendiri; Konkritnya dikontraskan dengan KUHP, UU ini bersifat sektoral dan kaidahnya berada diluar kodifikasi KUHP.
Dr Andi Hamzah; Hukum Pidana Ekonomi adalah bagian dari Hukum Pidana, yang merupakan corak-corak tersendiri, yaitu corak-corak ekonomi.
Secara Historis; TPE adalah sebagaimana diatur UU 7 drt 1955 tentang pengusutan, penuntutan dan peradilan TPE; merupakan saduran dari Wet op de Economische Delicten Belanda 1950; secara khusus mengatur bagaimana agar efektif perlindungan atas pelanggaran terhadap suatu tindakan yang disebut secara tegas dalam UU itu yakni ketentuan dalam atau berdasarkan :
(i). gecontroleerdegoederen, (ii). prijsbehersing, (iii). penimbunan barang-barang, (iv). rijsterdonnantie, (v). kewajiban penggilingan padi, (vi). devizen
TPE dalam arti luas juga disebut Tindak Pidana di Bidang Ekonomi (Economic Crime).
Sunarjati Hartono; Economic Crime lebih luas dari Bussines Crime; karena kerugian yang ditimbulkan bukan saja secara ekonomi tetapi juga secara sosial bahkan bisa berdampak politik.
Economic Crime; menunjukkan kepada kejahatan-kejahatan yang dilakukan dalam kegiatan atau aktivitas ekonomi (dalam arti luas).
Economic Criminality; menunjukkan kepada kejahatan-kejahatan konvensional yang mencari keuntungan yang bersifat ekonomis, misalnya pencurian, perampokan, pencopetan, pemalsuan, atau penipuan.
Ensiklopedia; Crime and Justice; tidak ada kesepakatan pendapat mengenai istilah Economic Crime; Kegiatan kriminal yang memiliki kesamaan tertentu dengan kegiatan ekonomi pada umumnya yaitu kegiatan usaha-usaha yang nampak non kriminal.
American Bar Association; Economic Crime; Setiap tindakan ilegal tanpa kekerasan, terutama menyangkut penipuan, perwakilan tidak sah, penimbunan, manipulasi, pelanggaran kontrak, tindakan curang atau tindakan menjebak secara ilegal.
Aktivitas pelaku ekonomi baik individu maupun kelompok selalu mengejar keuntungan, sehingga sering dilakukan ilegal atau melanggar hukum memunculkan kejahatan berdimensi ekonomi atau economic crime atau Kejhatan dibidang Bisnis atau Business Crime.
Clarke : Business Crime sudah termasuk tindak pidana yang berkaitan dengan dan terjadi didalam kegiatan perdagangan, keuangan, perbankan dan kegiatan perpajakan; Business Crime yaitu Suatu kegiatan yang (selalu) memiliki konotasi legitimate business dan tidak identik dengan kegiatan suatu sindikat kriminal; Membedakan secara tegas business crime disatu pihak dengan kegiatan yang dilakukan oleh sindikat kriminal yang juga bergerak dalam kegiatan perdagangan; Dua Wajah khas Business Crime yaitu, pertama, suatu keadaan legitimatif untuk melaksanakan kegiatannya yang bersifat eksploitasi, dan kedua, suatu akibat khas ialah sifat kontestabiliti dari kegiatannya dalam arti kegiatan yang dipandang legal menurut UU masih dapat diperdebatkan oleh para pelakunya.
Sutan Remy Sjahdeini; Selain business crime juga muncul economic crime; yaitu kejahatan ekonomi atau kejahatan terhadap ekonomi (crime against economy); atau financial abuse yang memiliki pengertian yang sangat luas termasuk bukan saja aktivitas ilegal yang mungkin merugikan system keuangan (financial system), tetapi juga aktivitas lain yang bertujuan mengelak dari kewajiban pembayaran pajak (tax evasion); atau istilah financial crime yang merupakan subset dari financial abuse yang dalam pengertiannya yang sempit dapat diartikan sebagai setiap non-violent crime yang pada umumnya mengakibatkan kerugian keuangan (financial loss) yang menggunakan atau melalui lembaga keuangan termasuk pula di dalam kejahatan tersebut adalah aktivitas-aktivitas ilegal seperti money laundering dan tax evasion atau istilah Corporate Crime.
Istilah umum dari kejahatan ekonomi atau kejahatan bisnis atau kejahatan korporasi adalah "white collar crime" lawan istilah "street crime".
E.H. Sutherland karyanya "White Collar Crime" mematahkan tesis lama "crime to be a result of poverty or pshychopatic and sociophatic conditions";
Sutherland juga menggambarkan bahwa kejahatan-kejahatan dari individu-individu yang berada dalam posisi memegang kekuasaan sebagai kriminal dan bukan merupakan pelanggaran perdata dan merupakan isu yang signifikan menjadi perhatian masyarakat.
Tindak pidana ekonomi, adalah salah satu bentuk dan dimensi perkembangan kejahatan yang saat ini sedang menjadi pusat perhatian dan keprihatinan dunia internasional. Hal ini, terbukti dengan banyaknya resolusi-resolusi PBB yang menyangkut problem ini, misalnya salah satu laporan Kongres PBB ke VII dilaporkan bahwa kejahatan sebagai masalah sosial timbulnya disebabkan olch faktor ekonomi. Ciri penting dari economic crime ialah proses pemilikan harta benda dan kekayaan secara licik atau dengan pcnipuan dan beroperasi secara diam-diam (tersembunyi) dan sering dilakukan oleh perorangan yang memiliki status sosial dan ekonomi yang tinggi.
Membicarakan suatu konsep kejahatan di bidang ekonomi hanya dengan dasar kehidupan suatu negara hanya menghasilkan sesuatu yang tidak memuaskan, sebab persoalan ekonomi merupakan bagian antar bangsa dalam kerangka globalisasi ekonomi.
Oleh karena itu, kejahatan ekonomi sudah dibicarakan dalam Guilding Principles for Crime Prevention and Crindnal Justice in the Context of Development and New Econondc Order. yang diadopsi oleh the seventh Crime Congress, Milan, September 1985 dan disahkan Majelis Umum PBB dalam resolusinya nomor 40/32.
Muladi mengatakan bahwa mengenai definisi dan ruang lingkup kejahatan ekonomi telah banyak dikemukakan oleh para sarjana. Apabila kita menggunakan pendekatan teknis, maka kejahatan ekonomi lebih menampakkan dirinya sebagai kejahatan di lingkungan bisnis yakni bilamana pengetahuan khusus tentang bisnis diperlukan untuk menilai kasus yang terjadi. Dalam hal ini batasan yang dapat dikemukakan adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh orang dan atau badan hukum, tanpa menggunakan kekerasan, bersifat melawan hukum, yang hakekatnya mengandung unsur penipuan, memberikan gambaran salah, penggelapan, manipulasi, melanggar kepereayaan, akal-akan atau pengelakan peraturan.
Selanjutnya Muladi mengatakan pendekatan social dapat digunakan apabila kita bermaksud untuk menitikberatkan kepada kepentingan-kepentingan negara dan masyarakat dalam artian bahwa perbuatan tersebut melanggar kepentingan negara dan masyarakat seeara umum, tidak hanya kepentingan korban yang bersifat individual. Pendekatan seperti ini menghasilkan istilah tindak pidana social ekonomi.
Dengan demikian tindak pidana ekonomi paling tidak mengandung unsur-unsur sebagai berikut: 1. Perbuntan dilakukan dalam kerangka kegiatan ekonorni yang pada dasamya bersifat normal dan sah 2. Perbuaum tersebut melanggar atau merugikan kepentingan negara atau masyarakat secara umum. tidak hanya kepentingan individual. 3. Perbuatan itu mencakup pula perbuatan di lingkungan bisnis yang merugikan perusahaan lain atau individu lain.
Berikut ini pendapat beberapa pakar mengenai arti istilah "business crime" yaitu:
• Braithwaite, 1982: "Business crime as conduct of corporation, or indiyiduals acting on behalf of the cmporation, that is proscribed by linv"
• Clarke, Michael "Businas crime is misconduct that take place in a business environment or the course og legitimate business".
• Shrager & Short. 1978: "Cmporate crime as the ilegal acts of commission or commission of an individual or group individuals in a legitimate formal organization in accordance with the operational goals of the otganization,
• Shapiro, 1976: "Cotporate crime is committed by organization or by collectivities of discteate individuals",
• Marshall B. Clinard and Peter C Yeager: "A corporate crime is any act committed by corporations that is punished by the state, regardless of whether it is punished under administrative, or criminal law". Artinya kejahatan korporasi adalah setiap tindakan yang dikkukan oleh kotporasi yang dapat dijatuhi hukuman apakah itu huktan admMistrai, hulann perdata, maumm huktunitidana.
• Andenaes, Johannes, 1983: memberikan pemaluunan mengenai "Economic Crime" sebagai: "any non violent, illegal activity which principally involves decen, misreprensentation, concealment, manipulation, breach of tmst, subtafige or circumvention".
Johannes Andenaes, 1983, juga mengemukakan karakteristik dari kejahatan ekonomi, yang mengandung tiga elemen ialah:
• Economic offenses are offenses committed in the course of an economic activity, which in itself is, or at least pretens to be, a normal and legal business activity. This excludes from the concept economic which is in itself illegal, such as illegal gambling, trading in narcotics or organized prostitution.
• Economics offenses are offenses which violeithe interest of the state or society in general, not only individual victim. Economic crimes are business crime, but not all business crime are economic crimes this sence. Ordinary cases of fraud or embezzlement are exclude.
• Economics crime including also offences committed in business life against other business firms or aginst private individuals, or at least some types of such offences.
Dalam tindak pidana ekonomi nampak aspek bidang hukum ialah aspck hukum perdata, aspek hukum administrasi dan aspek hukum pidana. Untuk menentukan adanya aspek hukum pidana haruslah dilihat dengan menggunakan parameter yang mengandung nuansa hukum pidana seperti: kccurangan ("deceit"), manipulasi ("manipulation"), pcnycsatan (misreprentation"), penyembunyian kenyataan ("concealment of facts"), pclanggaran kepercayaan ("breach of facts"), akal-akalan ("subtelfuge"), atau pengelakan peraturan ("Illegal circumvention")
Edmund W. Kitch dalam artikelnya berjudul "Economic Crime" yang dimuat dalam "Encyclopedia of Crime and Justice", Editor Sanford H. Kadish (hal. 670678) mengemukakan bahwa: "Economic crime...as crime undertaken for economic motives" artinya kejahatan ekonomi sebagai kcjahatan yang dilakukan dengan motif atau tujuan-lujuan ekonomi.
Beliau juga mendefinisikan “economic crime...as criminal activity with significant to the economic activity of normal, non criminal business". Kejahatan ekonomi sebagai aktivitas criminal dengan kesamaan yang signifikan dengan aktivitas ekonomi yang norma, non-criminal bisnis.
Ada dua corak dari "economic crime" adalah :
1. Consist of crime committed by businessman as an adjunk to their regular business activities. Kcjahatan-kejahatan yang dilakukan oleh para pelaku bisnis sebagai tambahan kegiatan bisnis mereka yang tetap.
Penguasa mempunyai tanggung jawab atas pemberian kesempatan kepadanya untuk melakukan penggelapan, pelanggaran peraturan-peraturan yang berhubungan dengan kegiatan usahanya, atau mengelak pembayaran pajak. Corak kcjahatan ekonomi ini disebut "White Collar Crimc".
2. The provision of illegal goods and services of provision of goods and services in an illegal manner. Penyediaan barang-barang dan jasa-jasa yang illegal atau penyediaan barang-barang dan jasa-jasa dengan cara illegal. Penyediaan barang-barang dan jasa-jasa illegal diselaraskan dengan tuntutan kegiatan ekonomi seperti usaha yang normal. tetapi kesemuanya itu termasuk dalam kcjahatan. Kejahatan model ini disebut "organized crime". Hal ini disebabkan..."the necessity of economic coordination outside the law leads to the formation of criminal group with elaborate organizational customs and practices" (Kitch, (983: 671). Disebut kejahatan terorganisasi karena kepentingan ekonomi dikoordinasikan dengan pimpinan kelompok criminal di luar hukum dengan elaborasi kebiasaan-kebiasaan dan praktik-praktik organisasi.
Kitch (1983) mengemukakan bahwa kejahatan ekonomi atau "economic crime" memiliki tiga ciri yang mcnjadikannya sebagai "special interest" ialah:
1. The cconomics crime adopts methods of operation that are difficult to distinguish from normal commercial behavior.
2. Economic crime may involve the participation of economically successful individual of otherwise upright community standing.
3. Many economic crimes present special challenges to prosecutors, to the criminal justice system, and to civil liberties.
- (Kejahatan ekonomi pelaksanaan menggunakan metode atau cara yang sulit membedakannya dengan perilaku komersial yang normal).
- (Kejahatan ekonomi bisa melibatkan partisipasi dari individu-individu yang sukses di bidang ekonomi, partisipasi individu-individu yang mempunyai status yang bagus dalam masyarakat).
- (Banyak kcjahatan ekonomi menghadirkan tantangan khusus terhadap penuntut umum, terhadap sistim peradilan pidana, dan terhadap kebebasan perorangan).
Di dalam literatur dijumpai kejahatan yang berhubungan dengan korporasi, namun memiliki pengertian yang berbeda, yaitu (1) crimes for corporations, (2) crime against corporations. dan (3) criminal corporation.
• Crime for corporation ini mcrupakan kcjahatan korporasi schingga dapat dikatakan bahwa "corprate crimc arc clearly committed for the corporate and not against" artinya kejahatan korporasi dilakukan untuk kepentingan korporasi dan bukan sebaliknya.
• Crime against comoration atau kejahatan terhadap korporasi sering juga diberi nama dengan sebutan "employee crimcs" ialah kcjahatan yang dilakukan oleh para karyawan terhadap korporasi, seperti pcnggelapan dana perusahaan olch pejabat atau karyawan perusahaan.
• Criminal corporation ialah korporasi yang sengaja didirikan uniuk melakukan kejahatan. di sini korporasi hanya sebagai topeng untuk menycmbunyikan wajah asli dari pelaku kcjahatan.
Kitch ((983) membedakan 3 (tiga) tipe secara umum dari "economic crime" ialah property crimes, regulatory crimes, and tax crimes.
- Properry crimes adalah "acts that threaten property held by private person or by stale".
- Regulatory crimes are actions violate government regulations.
- Tax crimes are violations of the liability or reporting requirement of tax laws.
Salah satu bentu dari "white collar crime" adalah "corporate crime" atau "kejahatan korporasi". Bentuk-bentuk kejahatan korporasi beserta korbannya sangat beraneka ragam dimana pada dasarnya mempunyai nilai ckonomis, seperti kejahatan di bidang konsumen, kejahatan di bidang lingkungan hidup, kejahatan perpajakan, kejahatan pencucian uang dan korbannya juga sangai luas bisa individu, kelompok, masyarakat dan Negara.
Menurut Kitch yang sangat penting dalam kejahatan ekonomi bahwa "...is the organized appropriation of goods and property by stealth or fraud" Kejahatan ekonomi " .... are often committed by individuals of high social and economic standing". Keadaan ini merupakan hasil interaksi beberapa faktor:
1. Individuals with background in productive enterprise have a 1arge comparative advantage in the commission of certain kinds of economic crime.
2. Government regulatory or tax regimes often create conditions that make their
violations extraordinary profitable.
3. The criminal conduct may be difficult to distinguish morally from legal activity.
Seperti telah dikemukakan bahwa tnenurut Edwin H. Sutherland "White Collar Critne" adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang ierhormat dan status sosial tinggi dalam kaitannya dengan okupasinya.
Dengan demikian dalam "white collar crime" terdapat dua hal yang penting ialah (1) status si pelaku ("the status of the offender") dan (2) karakter okupasional dari kejahatan ("the character occupational of the offence").
Kejahatan ini pada mulanya dikaitkan dengan para manager dan eksekutif perusahaan. untuk membuktikan bahwa di kalangan ataspun ("upper classes") dapat terjadi kejahatan yang merugikan masyarakat, sekalipun dengan cara yang berbeda dengan kejahatan kelas bawah ("blue collar crime"). White collsr crime ini meruntuhkan hipotesis yang menyatakan seolah-olah sebab musabab kejahatan adalah kemiskinan ("proverty”).
B. PERLUASAN DALAM TINDAK PIDANA EKONOMI
Sebagaimana telah dikemukakan pada pembahasan sebelumnya bahwa dari definisi dan pengertian lindak pidana ekonomi-pun tidak ada keseragaman.
Di satu pihak ada yang mengatakan bahwa hukum pidana ekonomi adalah bagian dari hukum pidana yang bercorak ekonomi yang meliputi economic crime, business crime, white collar crime, dan socio economic crime, serta pihak lain ada yang mendefinisikan sebagai setiap perbuatan pelanggaran atas kebijakan negara di bidang ekonomi yang dituangkan dalm peraturan hukum ekonomi yang memuat ketentuan pidana terhadap pelanggarnya.
Definisi seperti ini, jelas melakukan penyimpangan terhadap KUHP yang hanya mengenal perbedaan kejahatan dan pelanggaran itu dari ukuran kuantitatif/deduktif. Sedangkan dalam undang-undang tindak pidana ekonomi dikenal perbedaan kekras antara tindak pidana ekonomi berupa kejahatan dan tindak pidna ekonomi berupa pelanggaran.
Hal ini bisa dilihat dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 drt Tahun 1955 :
1. Tindak pidana ekonomi pada Pasal 1 sub 1 c adalah kejahatan atau pelanggaran, sekedar tindak itu menurut ketentuan undang-undang yang bersangkutan adalah kejahatan atau pelanggaran. tindak pidana ekonomi yang lain yang tersebut dalam Pasal 1 sub e adalah kejahatan apabila tindak itu dilakukan dengan sengaja, jika tindak itu tidak dilakukan dengan sengaja tindak itu adalah pelanggaran.
2. Tindak pidana ekonomi tersebut dalam Pasal 1 sub 2 e adalah kejahatan
3. Tindak pidana ekonomi tersebut dalam Pasal 1 sub 3 c adalah kejahatan, apabila tindak mengandung anasir sengaja. Tindak itu adalah pelanggaran satu dengan yang lainnya jika dengan undang-undang itu ditentukan lain.
Dari Pasal-Pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa kebijakan legislatif yang ditempuh dalam mengklasifikasikan tindak pidana ekonomi itu kejahatan atau pelanggaran menggunakan ukuran sebagai berikut:
Pertama-tama diserahkan kepada undang-undang bersangkutan, artinya bahwa suatu jenis tindak pidana ekonomi merupakan kejahatan atau pelanggaran diserahkan sepenuhnya kepada undang-undang. Dalam hal ini undang-undang tidak menentukan yang dipakai ukuran adalah unsur kesengajaan, artinya apabila suatu tindak pidana dilakukan dengan sengaja maka merupakan kejahatan. sedangkan apabila tidak dilakukan dengan sengaja maka tindak pidana ekonomi itu merupakan pelanggaran.
1. Perluasan Subjek Hukum Pidana Ekonomi
Dalam KUHP ditentukan bahwa subjek hukum pidana adalah orang. Hal ini terlihat dari bunyi Pasal-Pasal dalam KUHP selalu didahului dengan kata-kata ......barang siapa,....scorang dokter yang.,.. scorang ibu yang....di pidana penjara (hanya orang yang dapat dipidana penjara). Doktrin hukum pidana lama hanya mengenal subjek hukum pidana itu adalah orang, karena asas hukum pidana mengatakan Soceitas delenquere non protest artinya kumpulan/organisasi tidak merupakan subjek hukum. Dengan demikian KUHP Indonesia menganut bahwa suatu delik hanya dapat dilakukan olch manusia sedangkan badan hukum yang dipengaruhi olch pemikiran Von Savigny yang terkenal dengan teori fiksi (Fiction Theory) tidak diakui dalam hukum pidana.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 drt Tahun 1955 subjek hukum pidana itu diperluas. Selain orang, juga meliputi badan hukum, perseroan, perserikatan, dan yayasan. Semuanya menunjukan scbuah korporasi. Dan ini adalah undang-undang pertama yang menempaikan korporasi sebagai subjek hukum pidan. Hal serupa juga dikemukakan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup.
Rancangan KUHP tahun 2005 telah mencantumkan secara tegas bahwa korporasi bisa menjadi subjek hukum pidana. Rancangan KUHP menyatakan korporasi dapat diperianggungjawabkan dalam melakukan tindak pidana. Kedua undang-undang tersebut dan RUU KUHP menyiratkan bahwa yang bisa melakukan maupun yang bisa dipertanggungjawabkan adalah orang dan/badan hukum itu sendiri.
Dengan demikian korporasi diakui scbagai subjek hukum pidana yang terbatas hanya pada peraturan perundang-undangan di luar KUHP sedangkan dalam KUHP korporasi scbagai subjek hukum pidana sampai saat ini belum diakui sebagaimana telah dikatakan di atas.
Pcrkembangan selanjutnya, korporasi mutlak harus menjadi subjek hukum pidana mengingat perkembangan kejahatan ekonomi semakin canggih. Dijadikannya korporasi sebagai subjek hukum pidana dilakukan melalui tahap-tahap :
Tahap pertama ditandai dengan usaha-usaha agar sifat delik dari korporasi dibatasi pada perseorangan. Apabila tindak pidana terjadi dalam lingkungan korporasi tindak pidana tersebut dianggap dilakukan oleh pengelola korporasi. Dalam tahap ini tekannya pada pembebanan tugas pengurus kepada pengurus.
Tahap kedua muncul sesudah berakhirnya perang dunia pertama yang memperkenalkan doktrin bahwa perbuatan pidana dapat dilakukan olch korporasi dengan catatan tanggungjawab menjadi beban pengurus.
Tahap ketiga mulai dibuka kemungkinan untuk membuat korporasi dan memintanya pertanggungjawaban menurut hukum pidana. Dengan melihat ketentuan Pasal 15 Undang-Undang tindak pidana ekonomi tersebut, serta perundang-undangan lainnya sebagaimana disebutkan di atas suatu korporasi bisa merupakan subjek hukum pidana apabila memenuhi persyaratan bahwa tindak pidana ekonomi tersebut dilakukan oleh orang-orang yang ada hubungan kerja, dalam arti orang-orung itu bertindak dalarn lingkungan badan hukum/korporasi.
Yang dimaksud hubungan kerja dalam undang-undang tindak pidana ekonomi adalah hubungan hukum antara majikan dan buruh, sedangkan hubungan lain bertindak dalam lingkungan badan hukum. Di sini harus diartikan sebagai lingkungan aktivitas badan hukum tersebut. Jadi, dalam hal tindak pidana ekonomi dilakukan oleh korporasi maka yang bertanggungjawah secara hukum adalah korporasi tersebut, orang yang member perintah atau benindak sebagai pemimpin dalam perusahaan atau kedua-duanya.
2. Klasifikasi Kcjahatan dan Pelanggaran
KUHP menctukan suatu perbuatan termasuk kejahatan dan pelanggaran didasarkan atas pertimbangan kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan ukuran kualitatif kejahatan berasal dari delik bukum. Sedangkan pelanggaran berasal dari delik undang-undang. Berdasarkan ukuran kuantitatif kejahatan ancaman pidananya lebih berat dan pelanggaran ancaman pidananya lebih ringan. Sedangkan Undang-Undang Nomor 7 drf Tahun 1955 menentukan menjadi tiga golongan :
Golongan kesatu sebagaimana termuat dalam Pasal 2 ayat (1) kejahatan tindak pidana ekonomi berupa kejahatan dilakukan dengan sengaja, sedangkan tindak pidana ekonomi yang berupa pelanggarnn dilakukan dengan tidak sengaja.
Golongan kedua sebagaimana disebut dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 26, Pasal 32, dan Pasal 33, semuanya kejahatan.
Golongan ketiga adalah sebagaimana tersebut dalam Pasal 2 ayat (3) yang menentukan bahann suatu tindak pidana ekonomi merupakan kejahatan apabila perbuatan tersebui dilakukan dengan sengaja, dan apabila dilakukan tidak dengan sengaja kualifikasinya adalah pelanggaran, keeuali ditentukan lain.
3. Perluasan Berlakunya Hukum Pidana Ekonomi
Yang dimaksud perluasan berlaku di sini adalah perluasan UUTPE yang berlaku melewati batas-batas territorial suatu negara sebagaimana ditentukan dalam KUHP. Dangan demikian, UUTPE melakukan penyimpangan terhadap asas territorial Pasal 2 KUHP yang menyatakan: HUHP Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melukukan tindak pidana di wilayah Indonesia. Pasal 3 UUTPE mengatakan. barang siapa turut melakukan suatu tindak pidana ekonomi yang dilakukan di dalam daerah hukum Republik Indonesia dapai dihukum, begitu pula jika ia turut melakukan tindan pidana itu di luar negeri. Dengan demikian UUTPE menetapkan perluasan berlaku. tidak hanya terbatas pada wilayah territorial Indonesia, melainkan sampai ke luar negeri. Artinya bahwa UUTPE akan menuntut dan mengadili orang-orang yang melakukan tindak pidana ekonomi di luar negeri dan mereka yang terlibat/ikut serta sapat diajukan ke pengadilan di Indonesia dengan menggunakan UUTPE, walaupun yang bersangkutan turut serta melakukan perbuatan tersebut di luar negeri.
Ketentuan Pasal 3 UUTPE memperluas ketentuan Pasal 2 KUHP. Berarti menganung konsekuensi:
a. UUTPE meninggalkan asas territorial menurut Pasal 2 KUHP
b. Semua pelaku dianggap sama dengan pembuat
c. Ancaman hukuman disamakan dengan pelaku tindak pidana
d. Tindak pidana ckonomi merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri.
4. Sanksi Pidana Ekonomi
Berbeda dengan KUHP yang hanya mengenal sangsi pidana sebagaimana tersebut dalan Pasal 10 KUHP yang berupa pidana pokok dan pidana tambahan, maka dalam UUTPE menentukan tiga jenis pidana yaitu: (1) pidana pokok (Pasal 6 UUTPE), (2) pidana tambahan (Pasal 7 UUTPE) dan (3) pidana tata tertib (Pasal 8 UUTPE).
Khusus pidana tambahan, dalam UUTPE telah memperluas ketentuan Pasal 10 KUHP berupa penutupan seluruh/sebagian perusahaan, pencabutan seluruh/sebagian hak-hak tertentu, penghapusan seluruh bagian keuntungan tertentu.
Pasal 7 UUTPE menentukan putusan pidana tambahan yang meliputi pidana tambahan seperti yang dinyatakan dalam Pasal 10 KUHP sub b jo Pasal 35 KUHP dan pencabutan hak tertentu, perampasan barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim.
Pasal 7 UUTPE menentukan pidana tambahan, yang meliputi hukuman tambahan, adalah:
a. Pencabutan hak-hak tescbut dalam Pasal 35 KUHP untuk waktu sckurang-kurangnya cnam bulan dan selama-lamanya cnam tahun lebih lama dari hukuman kawalan atau dalam hal dijatuhkan hukuman denda sekurang-kurangnya enam bulan dan selama-lamanya enam tahun.
b. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan si terhukum, di mana tindak pidana ekonomi dilakukan untuk waktu selama-lamanya satu tahun.
c. Perampasan berang-barang tak tetap yang berwujud dan tidak berwujud dengan mana atau mengenai mana tindak pidana ekonorni itu dilakukan atau yang scluruhnya atau sebagian diperolehnya dengan tindak pidana ekonorni itu, begitu pula harga lawan barang-barang yang menggantikan barang tersebut, tak peduli apakah barang-barang atau harga lawan itu kepunyaan si terhukum atau bukan.
d. Perampasan barang-barang yang berwujud dan tidak berwujud. Yang termasuk perusahaan si terhukum, di mana tindak pidana ekonomi itu dilakukan, begitu pula harga lawan barang-baramg itu yang
menggantikan barang-barang itu, tak peduli apakah barang-barang harga lawan itu kepunyaan terhukum atau bukan, akan tetapi sekedar barang-barang itu scjenis dan mengenai tindak pidana bersangkutan dengan barang-barang yang dapat dirampas menurut ketentuan tersebut sub c.
e. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian ketentuan tertentu, yang telah atau dapat diberikan si tertukum oleh pemerintah berhubung dengan perusahaannya untuk waktu selama-lamanya dua tahun.
f. Pengumuman putusan hakim
g. Perampasan barang-barang yang bukan kepunyaan si terhukum tidak dijatuhkan, sekedar hak-hak pihak ketiga dengan itikad baik tidak terganggu.
h. Dalam hal perampasan barang-barang, maka hakim dapat memerintahkan bahwa hasilnya seluruh atau sebagian akan diberikan kepada si terhukum.
Perampasan barang-barang tertentu tersebut memperluas ketentuan Pasal 39 KUHP yang hanya mengenal perampasan barang-barang milik terhukum yang dijadikan alat untuk melakukan kejahatan (instrument delicti) dan barang milik terhukum yang merupak hasil kejahatan yang dilakukan olch terhukum (corpora delicti)
Sclain pidana pokok dan pidana tambahan, UU TPE mengenal juga jenis pidana baru yang disebut dengan tindakan tata tertib (Pasal 9). Penjelasan Pasal 9 menetapkan bahwa pidana tindakan tata tertib tidak merupakan hukuman yang dimaksudkan untuk menakuti, akan tetapi tindakan itu bermaksud untuk mencabut keuntungan yang diperoleh dengan tanpa hak dan untuk memperbaiki perekonomian secepat mungkin.
Tindakan tata tertib sebagai salah satu jenis pidana dalam tindak pidana ekonomi merupakan penyimpangan dari sistem dua jalur (double track system) dalam hukum pidana Indonesia berupa jalur pidana dan jalur tindakan.
Tindakan di sini bukan diartikan sebagai nestapa, melainkan bentuk perlindungan kepada masyarakat (sociai protection). Oleh karena itu, dibedakan dengan sistem pidana.
Jenis pidana tata tertib ini pada dasarnya tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri, bersifat accesoir yang berarti bergantung ada tidaknya pidana pokok. Hal ini, dikecualikan dalam hal apabila terpidana dianggap tidak/kurang mampu dipertanggungjawabkan secara hukum. Dalam hal demikian dimungkinkan tindakan tata tertib dijatuhkan tersendiri tanpa pidana.
Pengertian hukum pidana khusus telah dikemukakan oleh beberapa ahli, dua diantaranyaa oleh Sudarto serta Kanter dan Sianturi. Sudarto mengatakan bahwa hukum pidana khusus diartikan sebagai 'ketentuan hukum pidana yang mengatur mengenai kekhususan subyeknya dan perbuatannya yang khusus (bijzonderlijk feiten). Sedangkan Kanter dan Sianturi mengartikan hukum pidana khusus sebagai 'ketentuan hukum pidana yang mengatur ketentuan khusus yang menyimpang dari ketentuan umum baik mengenai subjek, maupun perbuatannya'.
Berdasarkan dua pengertian ini, hukum pidana khusus adalah suatu aturan hukum pidana yang menyimpang dari hukum pidana umum. Aspek penyimpangan ini penting dalam hukum pidana khusus, karena apabila tidak ada penyimpangan, tidaklah disebut hukum pidana khusus. Hukum pidana khusus mengatur perbuatan tertentu atau berlaku kepada orang tertentu. Dengan kata lain, hukum pidana khusus harus dari substansi dan berlaku kepada siapa hukum pidana khusus itu.
Dalam hukum pidana khusus asas yang berlaku adalah 'lex specialis derogat lex generalis', ketentuan (hukum) pidana khusus mengalahkan atau lebih diutamakan daripada hukum pidana umum. Dalam KUHP, asas ini terdapat dalam Pasal 63 ayal (2) yaitu 'jika suatu perbuatan, yang dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang dikenakan'.
tertentu/khusus dari perkara pidana lain, adanya pengaturan mengenai gugatan perdata terhadap tersangka/ terdakwa, penuntutan kembali terhadap pidana bebas atas dasar kerugian Negara, diadilinya perkara pidana khusus di Pengadilan khusus, dianutnya peradilan in absentia, diakuinya terobosan terhadap rahasia bank, dianutnya pembalikan beban pembuktian, dan adanya ketentuan mengenai larangan menyebutkan indentitas pelapor suatu tindak pidana.
Dasar hukum pidana khusus mengacu kepada Pasal 103 KUHP. yaitu 'ketentuan-ketentuan dalam Bab 1 sampai Bab VIII buku juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain'. Rumusan Pasal ini mengandung dua makna. Pertama, semua ketentuan yang ada dalam Bab 1-V111 Buku 1 KUHP berlaku terhadap perundang-undangan pidana diluar KUHP sepanjang perundang-undangan itu tidak menentukaan lain. Kedua, adanya kemungkinan mengatur hal-hal baru dan berbeda dalam perundang-undangan pidana diluar KUHP, karena KUHP tidak mengatur seluruh tindak pidana di dalamnya, KUHP tidak lengkap dan tidak mungkin lengkap.”
5. Obyek Kajian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Khusus
Dengan mcmahami pengertian hukum pidana khusus sebagai hukum pidana yang menyimpang dari ketentuan hukurn pidana umum baik dari segi hukum pidana materiil maupun hukum pidana formil, maka objek yang dikaji dalam hukum pidana khusus adalah semua perundang-undangan pidana diluar KUHP yang menyimpang baik dari hukum pidana materiil maupun hukum pidana formil disebut hukum pidana khusus.
Sebaliknya, jika pcnyimpangan ini hanya dalam lapangan hukum pidana materiil saja, sebutan yang disematkan kepada undang-undang itu adalah (undang-undang) hukum pidana administrasi (administrative penal law).
Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa undang-undang pidana khusus diluar KUHP memiliki dua corak, yaitu : substansi yang diatur dalam suatu undang-undang murni terkait hukum pidana dan terkait bidang hukum administrasi.
Yang pertama disebut intra aturan pidana, seperti undang-undang pemberantasan tindak pidana terorisme, undang-undang pengadilan hak asasi manusia, dan undang-undang pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Perbuatan-perbuatan yang dilarang didalam undang-undang tersebut merupakan perbuatan yang tercela (malum in se crimes) dilihat dari sifat dasar perbuatan itu. Meskipun undang-undang tidak melarangnya, tetap saja perbuatan itu terlarang.
Sedangkan yang kedua disebut ekstra aturan pidana, seperti undang-undang narkotika, undang-undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, undang-undang pertambangan mincral dan batu bara, dan undang-undang keimigrasian. Perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam perbuatan itu pada dasamya merupakan pelanggaran di bidang hukum administrasi (malum prohibitum crimes), Hanya saja. untuk lebih mengefektifican daya provensi dan penjeraan, maka perbuatan ini diancam dengan sanksi pidana.
Kembali kepada objek kajian hukum pidana khusus, paling tidak empat undang-undang pidana diluar KUHP yang sesuai dengan kriteria di atas, yakni : Undang-undang Nomor 7 Drt Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pcradilan Hak Asasi Manusia, Undang-undang Nomor 15 Prp tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1955 tentang Pengusutan. Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi dimasukkan ke dalam undang-undang pidana khusus adalah karena disamping memuat penyimpangan dari segi hukum pidana materiil, misal mengatur tentang sanksi tindakan berupa penuntutan seluruh atau sebagian perusahaan, juga karena aparat penegak hukum dan pengadilannya adalah khusus untuk tindak pidana ekonomi. Jaksanya harus jaksa ckonomi, panitcranya harus panitcm ekonomi dan hakimnya harus hakim ekonomi, demilcian juga pengadilannya harus pengadilan ekonomi.
Dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia penyimpangan hukum pidana materiil adalah diaturnya ancaman pidana minimum khusus, diaturnya pidana penjara melebihi maksimum umum pidana penjara , dan diakuinya asas retroaktif.
Sedangkan dalam hukum pidana formil penyimpangan tersebut tampak pada diakuinya prinsip tidak adanya kadaluarsa dalam penanganan perkara pelanggaran hak asasi manusia berat, dan jaksa agung sebagai pcnyidik dan pcnuntut umum pelanggaran hak asasi manusia.
Sedangkan dalam UU Nomor 15 Prp Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, panyimpangan antara lain : korporasi diakui sebagai subjek delik yang bersifat khusus seperti militer dan polisi, perumusan pidana secara kumulaatif antara pidana penjara dan pidana denda, kewenangan baagi penyidik untuk menahan tersangka paling lama 6 bulan. dan perluasan alat bukti..
Ruang lingkup hukum pidana khusus adalah semua perundang-undangan pidana diluar KUHP yang memuat penyimpangan baik dari segi hukum pidana materiil maupun dari segi hukum pidana formil. Ruang lingkup ini tidaklah bersifat tetap, akan tetapi dapat berubah bergantung kepada apakah ada penyimpangan atau menetapkan sendiri ketentuaan khusus dari perundang-undangan pidana yang mengatur substansi dan prosedur tertentu.
KB 2 : KARAKTERISTIK TINDAK PIDANA EKONOMI
A. KARAKTERISTIK DAN TIPE TINDAK PIDANA EKONOMI
Johannes Andenaes (1983); Nyoman Serikat Putra Jaya; Economic Crime sebagai "any non violent, illegal activity which principally involves deceit, misreprensentation. concealment, manipulation, breach of trust, subterfuge or illegal circumvention" ; Karakteristik dari kejahatan ekonomi mengandung tiga elemen.
Dalam Tindak Pidana Ekonomi nampak aspek bidang hukum ialah; aspek hukum perdata, aspek hukum administrasi, dan aspek hukum pidana.
Untuk menentukan adanya aspek hukum pidana menggunakan parameter hukum pidana seperti; kecurangan (deceit), manipulasi (manipulation), penyesatan (misreprentation), penyembunyian kenyataan (concealment of facts), pelanggaran kepercayaan (breach of facts), akal-akalan (subterfuge), atau pengelakan peraturan (illegal circumvention)
Edmund Kitch; Tiga Karakteristik atau features of economic crime yaitu sebagai berikut : Pertama, pelaku menggunakan modus operandi kegiatan ekonomi pada umumnya; Kedua, tindak pidana ini biasanya melibatkan pengusaha-pengusaha yang sukses dalam bidangnya; Ketiga, tindak pidana ini memerlukan penanganan atau pengendalian secara khusus dari aparatur penegak hukum.
Ensiklopedi Crime and Justice; dibedakan menjadi Tiga Tipe Tindak Pidana Ekonomi; yaitu property crimes, regulatory crimes, dan tax crimes.
Property Crimes; memiliki pengertian yang lebih luas dari pengertian pencurian dalam Pasal 362 KUHP; meliputi objek yang dikuasai individu (perseorangan) dan juga yang dikuasai oleh negara; Misalnya Amerika Serikat dikenal adanya integrated theft offense meliputi tindakan sebagai berikut :
1. Tindakan pemalsuan (forgery)
2. Tindakan penipuan yang merusak (the fraudulent destruction)
3. Tindakan memindahkan atau menyembunyikan instrument yang tercatat atau dokumentasi (removal or concealment of recordable instrument)
4. Tindakan mengeluarkan cek kosong (passing bad checks)
5. Menggunakan kartu kredit yang diperoleh dari pencurian dan kartu kredit yang ditanggungkan.
6. Praktik usaha curang (deceptive business practices)
7. Tindakan penyuapan dalam usaha (commercial bribery)
8. Tindakan perolehan atau pemilikan sesuatu dengan cara tidak jujur atau curang (the rigging of content)
9. Tindakan penipuan terhadap kreditur beritikad baik
10. Pernyataan bangkrut dengan tujuan penipuan
11. Perolehan deposito dari lembaga keuangan yang sedang pailit.
12. Penyalahgunaan dari asset yang dikuasai
13. Melindungi dokumen dengan cara curang dari tindakan penyitaan.
Regulatory Crimes adalah : setiap tindakan yang merupakan pelanggaran terhadap peraturan pemerintah yang berkaitan dengan usaha dibidang perdagangan atau pelanggaran atas ketentuan-ketentuan mengenai standarisasi dalam dunia usaha.
Termasuk dalam Regulatory crime ini pelanggaran atas larangan perdagangan marijuana illegal atau penyelenggaraan pelacuran atau peraturan tentang lisensi, pemalsuan kewajiban pembuatan laporan dari aktivitas usaha di bidang perdagangan, dan melanggar ketentuan upah buruh dan larangan monopoli di dunia usaha serta kegiatan usaha yang berlatar belakang politik.
Edmund W. Kitch; Kejahatan ekonomi sebagai kejahatan yang dilakukan dengan motif atau tujuan-tuajuan ekonomi; Kejahatan ekonomi sebagai aktivitas kriminal dengan kesamaan yang signifikan dengan aktivitas ekonomi yang norma, non criminalbusiness.
Dua Corak Economic Crime :
1. Consist of Crime committed by businessman as an adjunk to their regular business activities
Kejahatan oleh pelaku bisnis sebagai tambahan kegiatan bisnis mereka yang tetap.
Penguasa mempunyai tanggung jawab atas pemberian kesempatan kepadanya untuk melakukan penggelapan, pelanggaran peraturan-peraturan yang berhubungan dengan kegiatan usahanya, atau mengelak pembayaran pajak; White Collar Crime
2. The provision of illegal goods and services of provision of goods and services in an illegal manner
Penyedian barang-barang dan jasa-jasa yang illegal atau penyediaan barang-barang dan jasa-jasa dengan cara illegal.
Penyediaan barang dan jasa illegal diselaraskan dengan tuntutan kegiatan ekonomi seperti usaha yang normal, tetapi kesemuanya itu termasuk dalam kejahatan; disebut "organized crime"; disebut Kejahatan terorganisasi karena kepentingan ekonomi dikoordinasikan dengan pimpinan kelompok criminal diluar hukum dengan elaborasi kebiasaan-kebiasaan dan praktik-praktik organisasi.
Kitch (1983); Tiga Ciri "Economic Crime" (Kejahatan Ekonomi) : Special Interest :
1. Pelaksanaan menggunakan metode atau cara yang sulit membedakannya dengan perilaku komersial yang normal
2. Bisa melibatkan partisipasi dari individu-individu yang mempunyai status yang bagus dalam masyarakat
3. Menghadirkan tantangan khusus terhadap penuntut umum, terhadap sistem peradilan pidana, dan terhadap kebebasan perorangan.
Kitch (1983); Tiga Tipe secara umum "Economic Crime" :
1. Property Crimes ; adalah acts that threaten property held by private person or by stale
2. Regulatory Crimes; are actions violate government regulations
3. Tax Crimes; are violations of the liability or reporting requirement of tax laws.
B. TATA CARA DAN PENGUSUTAN PENUNTUTAN TINDAK PIDANA EKONOMI
Diatur dalam UU 7 drt 1955; akan tetapi tidak mengatur tentang Hukum Acara, yang diberlakukan adalah UU 8/1981 tentang KUHAP.
Dalam melaksanakan pengusutan, penuntutan dan pemeriksaan tindak pidana ekonomi terdapat berbagai kekhususan yaitu :
1. Dapat dijatuhkan tindak pidana kumulatif (gabungan dua pidana pokok yaitu hukuman badan dnegan hukuman denda) yang dalam tindak pidana biasa tidak mungkin dilakukan.
2. Dapat diadakan peradilan in absentia, dengan maksud untuk menyelamatkan kerugian negara
3. Dapat menjatuhkan pidana kepada terdakwa yang sudah meninggal dunia berupa perampasan barang bukti hasil kejahatan
4. Subjek hukum terdiri dari orang dan badan hukum
5. Percobaan pelanggaran dapat dihukum
6. Dapat dijatuhkan tindakan tata tertib sebagai hukuman tambahan
Yang mengusut tindak pidana ekonomi adalah; mereka yang pada umumnya dibebani pengusutan tindak pidana, dan pegawai-pegawai yang ditunjuk oleh Presiden.
Pegawai Pengusut; berwenang menyita atau menuntut penyerahan untuk disita semua barang yang dapat dipergunakan untuk mendapat keterangan atau yang dapat dirampas atau dimusnahkan menurut UU; Berhak memasuki tempat dalam menjalankan tugas, baik dengan sukarela maupun atas bantuan alat kekuasaan umum.
Ditiap Pengadilan Negeri ditempatkan seorang hakim atau lebih untuk mengadili perkara pidana ekonomi, dan dapat diperkerjakan pada PN lain dengan tugas yang sama.
MODUL 3
TINDAK PIDANA KORPORASI
KB 1 : PENGANTAR TINDAK PIDANA KORPORASI
A. KORPORASI DIAKUI SEBAGAI SUBJEK DELIK HUKUM PIDANA
Dalam ketcntuan umum KUHP lndoncsia yang digunakan sampi saat ini, Indonesia masih menganut bahwa suatu delik hanya dapat dilakukan oleh manusia. Scdangkan fiksi badan hukum (rechts persoon) yang dipengaruhi olch pcmikiran Von Savigny yang terkenal dengan tcori fiksi (fiction theory), tidak diakui dalam hukum pidana. Karena pemerintah Belanda pada saat itu tidak bersedia mengadopsi ajaran hukum perdata kedalam hukum Pidana. Subjek delik (Perbuatan pidana) yang diakui olch KUHP adalah manusia (naturlijk person). Konsekuensinya, yang dapat menjadi pelaku perbuatan pidana hanyalah manusia. Hal ini dapat dilihat pada rumusan delik dalam KUHP yang dimulai dengan kata-kata "barang siapa ". Kata "barang siapa" jelas mcnunjukkan pada orang atau manusia, bukan badan hukum.
Dalam perkembangannya ada usaha untuk mcnjadikan korporasi scbagai subjek hukum dalam hukum pidana, yaitu asasnya hak dan kewajiban yang melekat padanya. Usaha tersebut dilatar belakangi olch fakta bahwa tidak jarang korporasi mcndapat keuntungan yang banyak dari hasil kcjahatan uang dilakukan oleh pengurusnya. Begitu juga dengan kerugian yang dialami oleh masyarakat yang disebabkan olch tindakan-tindakan pengurus-pengurus korporasi. Dianggap tidak adil bila korporasi tidak dikenakan hak dan kewajiban seperti hal nya manusia. Kenyataan inilah yang kemudian memunculkan tahap-tahap perkembangan korporasi sebagai subjek hukum dalam hukum pidana.
Dimulai tahap pertama yang ditandai dengan usaha-usaha agar sifat dclik yang dilakukan korporasi dibatasi pada perorangan (naturlijk persoon). Apabila suatu tindak pidana terjadi dalam lingkungan korporasi, maka tindak pidana unsebut dianggap dilakukan olch pengurus korporasi tersebut.
Dalam tahap ini membebankan "tugas pengurus" kepada pengurus. Pada tahap ini pula pengurus yang tidak memenuhi kewajiban-kewajiban yang sebenarnya merupakan kewajiban korporasi dapat dinyatakan bertanggungjawab. Namun demikian, kesulitan yang muncul adalah dalam hal pcmilik atau pengusahanya adalah suatu korporasi, sedangkan tidak ada pengaturan bahwa pengurusnya benanggung jawab, maka bagaimana memutuskan tentang pembuat dan pertanggungjawabannya?. Kesulitan ini dapat diatasi dengan perkembangan tentang kedudukan korporasi sebagai subyek hukum pidana pada tahap kedua.
Tahap kedua ditandai dengan pengakuan yang timbul sesudah Perang Dunia I dalam perumusan undang-undang, bahwa suatu perbuatan pidana dapat dilakukan oleh korporasi. Namun penanggungjawaban untuk itu menjadi beban dari pengurus badan hukum tersebut.
Perumusan yang khusus ini yaitu apabila suatu perbuatan pidana dilakukan olch suatu atau karena suatu badan hukum, tuntutan pidana dan pidana harus dijatuhkan terhadap anggota pimpinan. Secara perlahan-lahan tanggung jawab pidana beralih dari anggota pengurus kepada mereka yang memerintahkan, atau kepada mereka yang secara nyata memimpin dan melakukan perbuatan yang dilarang tersebut.
Dalam Tahap ini korporasi diakui dapat melakukan tindak pidana, akan tetapi yang dapat dipertangsungjawabkan secara pidana adalah pengurusnya yang secara nyata memimpin korporasi tersebut. Pertanggungjawaban pidana korporasi pada tahap ini secara langsung masih belum muncul.
Tahap ketiga ini merupakan permulaan adanya tanggung jawab langsung dari korporasi. Dalam tahap ini dibuka kemungkinan untuk menuntut korporasi dan meminta pertanggungjawaban menurut hukum pidana.
Alasan lain adalah karena dalam ekonomi dan fiskal misalnya, keuntungan yang diperoleh korporasi atau kerugian yang diderita masyarakat dapat demikian besarnya, sehingga tidak akan mungkin seimbang bilamana pidana hanya dijanthkan kepada pengurus korporasi saja. Juga diajukan alasan bahwa dengan hanya memidana para pengurus tidak atau belum ada jaminan bahwa korporasi tidak akan mengulangi delik tersebut. Dengan memidana korporasi dengan jenis dan beratnya yang sesuai dengan sifat korporasi itu, diharapkan korporasi dapat dipaksa untuk mentaati peraturan yang bersangkulan.
Dalam undang-undang korupsi subjek delik yang dapat melakukan tindak pidana korupsi tidak hanya manusia sebagaimana dalam KUHP, tetapi juga korporasi. Makna setiap orang tidak hanya menunjukkun pada orang perorangan tapi termasuk juga korporasi Pasal 1 ayat (3)). Sedangkan korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum (Pasal 1 ayat (1)). Pengaturan yang demikian jelas merupakan penyimpangan (lex specialis) terhadap subjek delik dalam KUHP.
1. Kriteria Perhuatan Pidana olch Korporasi
Selain mengakui korporasi sebagai subjek delik di damping manusia, undang-undang tindak pidana korupsi juga mcngatur kriteria tindak pidana yang oleh korporasi. Pasal 20 ayat (2) Undang-undang No 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa "tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama".
Maksud dari rumusan Pasal tersebut adalah bahwa korporasi dikatakan melakukan tindak pidana korupsi jika (1) dilakukan orang-orang berdasarkan hubungan kerja berdasarkan hubungan lain, dan (2) bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.
Dua kriteria itulah yang menjadi penanda bahwa korporasi melakukan tindak pidana. Penjelasan lebih terperinci tentang dua kriteria tersebut dirasa penting untuk memudahkan aparat penegak hukum atau pihak lain yang berkepentingan untuk memahami persoalan ini.
Paling tidak ada dua teori yang dapat digunakan sebagai pijakan yuridis untuk menjelaskan persoalan diatas.
Pertama, tcori pelaku fungsional (functioneel daadershap). Teori ini berpandangan bahwa dalam lingkungan sosial ekonomi pembuat (korporasi) tidak perlu selalu melakukan perbuatan itu secara fisik , tetapi dapat saja perbuatan tersebut dilakukan oleh pegawainya, asalkan saja perbuatan tersebut masih dalam ruang lingkup fungsi-fungsi dan kewenangan korporasi.
Tetapi karena korporasi tidak bisa melakukan perbuatan itu sendiri, maka perbuatan itu dialihkan kepada pegawai korporasi berdasarkan ketentuan-ketentuan yang secara tegas tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggamn Rumah Tangga. pegawai tersebut melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh hukum (Perbuatan pidana), sesungguhnya perbuatan itu mcrupakan perbuatan pidana yang hakikatnya dilakukan oleh korporasi.
Kedua, teori identifikasi. Teori ini pada intinya menyatakan bahwa korporasi dapat melakukan perbuatan pidana secara langsung melalui orang-orang yang sangat berhubungan erat dengan korporasi dan dipandang sebagai korporasi itu sendiri.
Perbuatan yang dilakukan oleh anggota-anggota tertentu dari korporasi, sclama perbuatan itu berkaitan dengan korporasi, dianggap sebagai perbuatan dari korporasi itu sendiri. Oleh karena itu, bila perbuatan tersebut mengakibatkan terjadinya kerugian. atau, jika anggota tertentu korporasi melakukan tindak pidana, maka sesungguhnya perbuatan pidana tersebut merupakan tindak pidana yang dilakukan korporasi, yang pada akhimya korporasi juga bisa diminta pertanggung jawaban atas perbuatan pidana yang dilakukan.
Korporasi dianggap melakukan sualu tindak pidana jika orang diidentifikasi dengan korporasi bertindak dalam ruang lingkup jabatannya. Namun, jika orang tersebut melakukan tindak pidana dalam kapasitasnya sebagai pribadi, maka perbuatan tersebut bukan perbuatan korporasi.
KB 2 : PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI
KEGIATAN BELAJAR 2
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi
A. PERKEMBANGAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI
Mardjono Reksodiptaro mengatakan bahwa dalam perkembangan hukum pidana di Indonesia, ada tiga sistem penanggungjawaban korporasi sebagai subjek tindak pidana, yaitu :32 I. Pengurus Korporasi sebagai pembuat, maka penguruslah yang bertanggungjawat, 2. Korporasi sebagai pembuat, maka pegurus yang benanggungjawab: 3. Korporasi sebagai pembuat dan yang bertanggungjawab.
Sistem pertanggung jawaban yang pertama ditandai dengan agar sifat tindak pidana yang dilakukan korpornsi dibatasi pada peromngan (naturlijk persoon). Sehingga apabila suatu tindak pidana terjadi dalam lingkungan komorasi, maka tindak pidua itu dianggap dilakukan pegurus korporasi itu. Pada sistem ini pula, penyusun Kitab Undang-Undang Hukum Pidana masih menerima asas "universitas delinguere non potest" (Badan hukum tidak dapat melakukan tindak pidann). Asas ini sebetulnya berlaku pada abad lalu pada selurull negara Empa Kontinental. Hal ini sejalan dengan pendapat-pendapat hukum pidana individual dari aliran klasik yang berlaku pada waktu itu dan kernudian juga aliran modem dalam hukum pidana. Dalam memori penjelasan Kitab Undang-undnag Hukum Pidana yang diberlakukan pada tanggal I September 1886, dapal dibaca "suatu perbuman pidana haanya dapat dilakukan oleh perorangan (naturlijk persoon). Pemikiran fiksi ((ietie) tentang sifai badan hukum (recht persoon) lidak berlaku pada bidang hukum pidana.33 Pengurus-pengurus yang lidak
Bentuk sanksi pidana salah satunya adalalt pidana denda, sedangkan salah satu bentu sanksi tindakan adalah penutupan seluruh atau ubagian perusahaan, sehingga dengan demikian ketentuan pasal 20 ayat (7) berbicara dalam komeks sanksi pidana bukan unksi tindakan. Sanksi pidana yang dapat dijatuhkan kepada korporasi yang melakukan iindak pidana korporasi hanyalah pidana denda, sedangkan pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan tidak diterapkan kepada korporasi disebabkan oleh karakter dan sifat korporasi yang berbeda dengan subjek hukum manusia. Adapun bentuk sanksi tindakan berupa penumpan seluruh atau sebagian perusahaan jika dianalogikan dengan sanksi pidana sama halnya dengan pidana mati. Sebab Keiika korporasi ditutup. maka eksistensinya tidak ada alias mati. Pertumbuhan korporasi sebagai salah satu jaringan perusahaan multinasional tidak dapat dihindarkan, antara lain di sektor perbankan, perusalman ekspor-impor, asuransi, pelayaran dan lain-lain. Reflelui kemajuan teknologi di berbagai bidang khususnya teknologi komunikasi, informatika akan membawa suasana kondusif bagi perkembangan korporasi. Porsi perhatian terhadap hukum ekonomi semakin besar. karena penyimpangan dalam hukum ekonomi yang berindikasi tindak pidana dilihat sebagai suatu yang istimewa. Tindak pidana ekonomi dapat mengganggu program pemerintah dalam bidang ekonomi, dan dapat mengganggu sismm ekonomi nasional yang berlandaskan Pasal 33 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.47 D. Schaffmeirter dalam Nyoman Serikat Putra Jaya menyatakan bahwa A.L.J. van Strien mengemukakan tiga teori dasar dalam menentukan badan hukum (korporasi) sebagai subjek hukum pidana, ialah: I. Ajaran yang bertendensi "psikologis" dari J. Remmelink, yang berpendapat bahwa hukum pidana rnemandang manusia sebagai makhluk rasional dan bersusila (redefijk :edelijk wezen). 2. Pendekatan yang bertendensi "sosiologis" dari J.Ter Heidi, dimana yang menjadi pokok perhatian bukanlah manusia teiapi tindakan (berkaitan dengan ini Ter Heidi menyebutnya sebagai hukum pidana yang dilepaskan dari manusia — ontmenseljik strafrecht). 3.25
3. Wawasan dari A.C.'t Hart. dimana pengertian "subjek hukum" dipandang sebagai pengertian yuridis yang Contrafokisch (D. Schaffmeister, 1994: 230).48
Contrajaktisch hukum berani bahwa konscp-konsep yuridis lidak bolch dimengeni semata-maia sebagai kenyalaan empiris maupun sebagai gagasan ideal yang secara apriori menetapkan suatu norma yang berada di atas kenyataan histories sosiologis. Karena konsep yuridis ini menempati posisi perantara, maka ia tidak dapat dipandang sebagai bagian kedua pengertian tersebut, namun condong sebagai lawan dari keduanya. Bukan saja dalam posisi terisolasi. namun terlebih dalam saling keterkaitannya menurut struktur pengenian dan logikanya sendiri-konsep yuridis. dengan demildan. terhadap berbagai cara interpretasi lain. Dengan cara , konsep yuridis memberikan pada i ntu ndividu ruang gerak uk membela diri atau menentang tidak saja individu lain yang bcrada dalam wawasan hidupikenyataan itu sendiri .49 Dari sudut pandang Remmelink, bahwa hukum pidana melulu merupakan soal kesalahan dan hukuman (schuld en boete) dimana pidana yang dijatuhkan didasarkan pada tindak metnpersalahkan secara etis yang hants dibebankan pada si tersangka. Lebih jauh lagi, dalani penjamhan pidana, peranun kehendak manusi juga memainkan peranan penting (dalam hal ini, manusia menempatkan kehendaknya secara sukarela terhadap kehendak negara). Berkaiian dengan tuniutan terakhir ini, yaitu bahwa pemidanaan harus didasarkan pada unsur kehendak manusia, menimbulkan masalah bila yang harus dipidana adalah badan hukum (D. Schaffmeister, 1994: 232).50 Berkaban dengan pemidanaan badan hukum ini. Remmelink menulis: "Harus saya akui bahwa saya mengalami kesulitan dalatn menghadapi soal penetapan dapat dipidananya badan hukum di dalam hukum pidana komunal. Saya rnemandang hukum pidana, sebagaimanapun ia mampu melayani kepentingan masyarakat. terlalu terjalin erat dengan hulcum dan karena itu suatu makhluk yang tidak memiliki akal dan hati nurani (...), schingga tidak dapat dinyatakan betsalah aiau dikenakan penghukuman, tidak
3.26
mungkin dapat menurnikan peranan utanta di dalamnya" (D. Schaffmeister, 1994: 236).51 Pernyataan dari Remmelink ini harus diperhatikan terbatas pada hukum pidana komunal, yang tnemang memerlukan unsur kesalahan dalam pemidanaan dalam arti memang menuntut adanya aspek kcjiwaan asli yang ada pada Jiri manusia alamiah. Ter Heide memilih pendekatan Itukum pidana yang lebih bemuansa "sosiologis", dan menytuakan ballwa terdapat suatu kecenderungan dimana hukum pidana semakin dilepaskan dari konteks manusia. Jika dahulu karena pengaruh "psikologisme, biologismc, subjektivisme dan lain-lain ismc", manusia menempati sentral perhatian Itukum pidana, maka saat ini menurut Ter Heide apa yang menjadi pokok soal dari hukum pidana adalah tindakan. Pelepasan dari komcks manusia ini menuruinya, berkaitan crat dengan kenyataan bahwa semakin lama orang semakin condong pada pendekatan fungsional terhadap hukum pidana, dimana yang menjadi pusat perhatian adalah makna sosial dan normatif dari suatu lindakan. Yang menjadi pokok persoalan adalah apakah si tersangka telah memainkan peranan sosialnya secara tepat atau tidak. Selanjutnya karena hukum pidana telah ..terlepas dari komeks maka Ter Heide kemudian menyimpulkan pandangan bahwa hanya manusia yang pada prin.sipnya dapat diperlakukan sebagai subjek hukum dapat disimpangi (D. Schaffmeister, 1994: 237).52
Nina H.B. Jorgensen menjelaskan ada 2 teori yang umum ientang Corporate Criminal Liability yaitu: identification and imputation. Menurui tcori Idemification, the basis for liability is that the acts of certain natuml persons are actually the acts of the comoration. These people are seen not as the agents of company but as its very person, and their guilt is the guilt of the company (Nina H.B. Jorgensen, 2000: 75).53
Dengan demikian menurut teori Identillkasi, landasan dad pertanggungjawaban pidana dari korporasi adalah bahwa perbuatan manusia alamiah iertentu mcrupakan perhuaum nyata dari korporasi. Manusia alamiah
3.27
tedentu ini tidak dipandang sebagai pengurus atau wakil dari korporasi tetapi sebagai manusia istimewa, dan kesalahan mereka adalah kesalahan dari korporasi.54 Menurut teori lmputations, the cmporation is liable for the acts and intent of its employees, acting on behalf of the cmporation, which are imputed to the entitv (Nina H.B. Jorgensen, 2000: 75). Komorasi bertanggung jawab atas perbuatan dan kesalahan dari pelayannya yang bertindak atas nama korporasi. Teori imputasi ini sebenamya memakai dasar Vi:ssisisiisbiiiyissiiiiiiisdsssisissfsisspississisiipississ,yis.iigisiisisyisiiskssi bah. atasan (the master) baik dalam bentuk individual maupun korporasi bedanggungjawab terhadap perbuatan dad scomng bawahan (subordinate, the servant) dalam kerangka pekerjaan bawahan tersebut. Doktrin ini bersumber . the law of tort yang berkembang di abad 17 dengan tujuan untuk mengatur kompensasi terhadap pihak ketiga yang dirugikan oleh seorang bawahan dari scorang atasan, sedangkan bawahan iersebut sedang menjalankan pekerjaan yang ditugaskan oleh atasan tersebut (Muladi, 2004: 4).55 Doktrin respondeat superior menentukan bahwa a master is liable . certain cases for the wrongfid acts of his serant, and a principal for those of his agent. Pertanggungjawaban pidana pengganti ini juga didasadmn pada employment principle yang menyaiakan bahwa majikan (employer) adalah penanggungjawab utama dari perbuatan para bur.aryawan, dengan demikian, perbuman karyawan merupakan perbuatan dari pejabatimajikan atau senymrs acts is the master's act Pertunggungjawaban pidana secara vicarious ini juga dapat didasarkan pada the delegation principle, yang menentukan bahwa kesalahan dari buruhikaryawan dapat dihubungkan ke majikan apabila ada pendelegasian kewenangan dan kewajiban yang relevan. Dengan demikian harus ada a relevant delegation of power and duties, menurut undang-undang. Penanggungjawaban secara vicarious ini hanya terjadi dalam delik-delik yang mampu dilakukan secaravicarious sedangkan berdasarkan emplopnent principle hanya ierjadi pada delik-delik yang
3.28
merupakan summary offences yang berhubungan dengan peraturan di bidang perdagangan. 56 Teori Identifikasi (IdentificationTheory) atau the alter Ego Theory hampir sam abad dipergunakan dalam pengadilan Inggris. Atas dasar teori ini, maka semua tindakan atau lindak pidana yang dilakukan oleh orang-orang yang dapat dfidentifikasikan dengan organi.i atau mereka yang disebut who consthute . directing mind and will of the corporation yaitu individu-individu seperti para pejabat atau pegawai yang mempunyai findakan manager, yang dalam tugasnya tidak di bawah perimah atau arahan dari kewenangan atasan yang lain dalam organisasi, dapat dirdentifikasikan sebagai perbuatan atau tindak pidana yang dilakukan korporasi. Dengan demikian. pertanggungjawaban korporasi tidak didasarkan atas konsep tanggung jawab pcmgganti (vicarious liability) (Muladi, 2004: 6)37 Mengingat bahwa seeara tradisional pertanggungjawaban pidana tetap mempersoalkan pembuktian kesalahan (proof of criminal fauh) dalam kaitannya dengan intended something or lorew something dari korporasi, maka Viscount Haldane rnenemukan “Theory of PrimaryCorporate Criminal yang kemudian terkenal sebagai Identrfication Theory atau A.r Ego Theory Ferguson sebagaimana dikutip Muladi, menyatakan:
.7he identification doctrine, as median nde, states that the actions and mental state of the corporations will be fowld in the actions arul state of mind of employees or officers of the corporation who may be considered the directing mind and will of the cor,ration in a given sphere of the corporation's activitie, (Muladi. 2004: 6)58
Lacobucci memberikan beberapa kategori temang parameter apa yang dinamakan kewenangan untuk menentukan the nation of direc6ng mind sebagai berikut:
3.29
Kewenangan pengambilan keputusan dalam akiivitas korporasi yang relevan, termasuk kewenangan untuk mendesain dan mengawasi implementasi kebijakan korporasi; 2. Korporasi untuk melakukan pengambilan keputusan dalam kerangka kebijalcan korporasi. lebih dari sekedar memberilcan efek kebijakan secara operasional, baik di kamor pusat maupun di pelbagai cabang; 3. Penentuannya harus didasarkan ams pendekatan kasus per kasus (case by case analysis); 4. Korporasi tidthc dapat dipenanggungjawabkan selama orang yang melakukan tindak pidana tidak memiliki kewenangan untuk mengembangkan kebijakan korporasi yang harus dilaksanakannya; 5. Korporasi tidak dapat dipertanggungja»bkan, bilamana orang yang memiliki direcring mind tersebut terlibat dalam keeurangan (fraud) korporasi. sedangkan korporasi sama selcali tidak memperolch keuntungan dari perbuatan tersebut (Muladi, 2004, 8).59
Di Negara Belanda yang menganutCiil Low System memiliki nuansa yang berbeda, hakim akan selalu melakukan "lompatan pemikimn" dan mempenimbangkan apakah tindalcan yang dilakukan olch perorangan dapat ia pertanggungjawabkan pada korporasi. Dengan kata lain, hakim mempertimbangkan apakah tindakan tettentu dapat diatribusikan pada korporasi. Sekarang ini hakim sudah scring melakukan "lompatan. tersebut, khususnya bilamana ihwalnya adalahperilaku perorangan yang dilakukan dalam konteks dunia usaha. Dalam hal ini patut diperhatikan fungsional, satu bentuk usaha kriminal yang cocok untuk diterapkan pada korporasi. Dengan demikian dapat diandaikan baltwa perilaku korporasi akan selalu merupakan tindakan fungsional. Dalam hal ini, para pelaku benindak dalam konteks rangkaian kerjasama antar manusia, in casu melalui organisasi tenentu. Karena itu, para pelaku tersebut pada prinsipnya bertanggungjawab atas akibat yang dianggap secara adekuat muncul dari perluasan actieradius merelca
3.30
pembalasan penentuan (syarat) badan hukum sebagai pelaku tindak pidana. Namun demildan bagaimana asas-asas ini akan dikonkritkan akan berbeda dari satu delik dengan delik yang lain. Misalnya dalam delik fungsional cara bagaimana asu kesalaban dikonkritkan akan berbeda dengan konkritisasi asas yang sama dalam delik tidak fungsional. Berkaitan dengan ini, yang dimaksud dengan delik fungsional adalah yang berasal dari lingkup atau suasana sosial ekonomi dimana dicaniumkan syarat-syarat bagaimana aktivitas sosial atau ekonond tertentu harus dilaksanakan dan yang teraralilditujukan pada kelompok-kelompok fungsionaris tertenm (D. Schaffmeister, 1994: 254).61 Di dalam delik "fungsional" secara umum akan lebih cepat diasumsikan bahwa terdakwa telah bertindak secara tercela adalah karena delik fungsional bila dibandingkan dengan lain lebih bersifat administnitif. Sanksi-sanksi yang dijatuhkan dalam rangka pemeriksaan fungsional scringkali bersifat reparator. Tujuannya terutama adalah pengembalian ke keadaan semula atau perbaikan dari keadaan yang onrechtmatige atau melawan hukum. Untuk penjawhan pidana dendkian. secara umum disyaratkan derajat kesalahan yang lebih ringan daripada pengenaan sanksi-sanksi yang lebih personal. (D. Schaffmeister, 1994: 255).62 Dalam kerangka ini. Schaffmeister berpendapat bahwa berbicara tentang kepelakuan (kepembuatan) fungsional, apakah seseorang yangbukan pembuat fisik, berdasarkan fungsi sosialnya. umpamanya majikan, ditinjau dari hukum pidana berianggungjawab. Kepelakuan fungsional juga disebut kepelalcuan sosial. lebih-lebih terdapat di bidang sosial ekonond. Atas dasar Arrest HR 23-2-1954 (Arrest kawat benluri)lfzerdraad arrest), maka terdapat 2 hal yang menentukan yaitu (a) kewenangan untuk mengatur dapat tidaknya perbuatan dilakulcan dan, (b) perbuatan tersebut tergolong dalam perbuatan sedemikian rupa sehingga pelaksanaannya seperti temyata dari perkembangan keadaan (selanjutnya) diterima atau diterima oleh tertuduh. Apabila yang bersangkutan (misalnya yang empunya alau majikan) tidak mengetahui perbuatan yang berada di luar garis maka orang itu tidak bertanggung jawab menurut hukum pidana (Schaffmeister, 1995: 380).
3.31
Peraturan perundang-undangan yang menentukan yang rnelakukan tindak pidana orang daniatau korporasi dan yang dipenanggungjawabkan dalam hukum pidana juga orang dan/korporasi antara lain: • UU. No. 7 Drt. 1995 temang Tindak Pidana Ekonomi. • UU. No. 11 PNPS 1963 temang Tindak Pidana Subversi (sudah dicabut). UU. No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian. UU. No. 6 Tahun 1984 ternang Pos. UU. No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (sudah diganti). UU. No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. UU. No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. UU. No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. UU. No. 23 Tahun 1997 temang Lingkungan Hidup. UU. No. 5 Tahun 1999 tentang Laningan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, UU. No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. UU. No. 31 Tahun 1999 jo UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. UU. No. 15 Tahun 2002 jo UU. No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Formulasi dari yang melakukan orang danktau korporasi dan yang dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana orang dan/aum korporasi dapat dilihat dalam Pasal 4 dan Pasal 5 UU. No. 15 Tahun 2002 jo UU. No. 25 Tahun 2003 yakni : I. Apabila tindak pidana dilakukan oleh pengurus danknau kua.sa pengurus atas nama korporasi. maka penjatuhan pidana dilakukan ierhadap pengurus dan/atau kuasa penguru.s maupun ierhadap korporasi. 2. Perlanggungjawaban pidana bagi pengurus korporasi dibatasi sepanjang pengurus mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur korporasi. 3. Korporasi tidak dapat dipenanggungjawabkan secara pidana terhadap suaiu tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh pengurus yang mengatasnamakan korporasi, apabila perbuatan tersebut dilakukan melalui kegiaran yang tidak termasuk dalam lingkup
3.32
usahanya sebagaimana ditentukan dalam anuaran dasar atau ketentuan lain yang berlaku bagi korporasi yang bersanglcutan. 4. Hakim dapat memerimalikan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di sidang pengadilan. 5. Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh korpormi, maka panggilan untuk menghadap dan penyemhan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat 6nggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.
Pasal 5 UU. No. 15 Tahun 2002 jo UU. No. 25 Tahun 2003 menyebuikan: I. Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi adalah pidana denda dengan ketentuan maksimum pidana denda ditambah 1/3 (satu pertiga). 2. Selain pidana denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1 ) terhadap korporasi juga dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan ijin usaha dan/atau pembubaran korporasi yang diikuti dengan likuidasi.64
Dalam hukum, dikenal berbagai dasar atau prinsip dari tanggung jawab 1.0111, yaitu :65 I. Prinsip tanggung jawab berdasarkan atas adanya unsur, kesalahan (fital( liability, liability based on fauh principle). Prinsip ini membebankan pada korban untuk membuktikan bahwa Flaku itu telah melakukan perbuatan melawan hukum yang telah merugikan dirinya. 2. Prinsip tanggung jawab berdasarkan adanya praduga (rebuttable presumption of liabilityprinciple). Prinsip ini menegaskan bahwa tanggung jawab si pelaku bisa hilang jika dapat membuktikan tidak bersalah kepada korbanya.
3.33
3. Prinsip tanggung jawab ttlttk)t.ftttttttittbttity.ttbttttttttttttttttttt,ittt liability principle), yaitu tanggung jawab tanpa harus membuktikan kesalahannya.
Disamping unsur perbuatannya. maka unsur yang mutlak harus ada yang akan bisa mengakibatkan dimimakannya pertanggungjawaban pidana dari si pelaku tindak pidana adalah unsur kesalahan. Untuk bisa dimintakan pertanggungjawaban pidana, maka unsur kesalahan. yang muilak ditemukan itu, sangat terkaii dengan elemen mental . pembuatnya, yang dalam dogma system common /aw dinamakan mens rea, dimana unsur kcsalahan ini harus ada bersamaan dengan perbuatan seseomng dalam melakukan findak pidananya, yang disebut dengan actus reus. 66 Pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukan olch .seseorang itu adalah untuk menentukan kesalahan dari tindak pidana yang dilakukannya. Pertanggungjawaban pidana atau criminal liability artinya adalah bahwa orang yang telah melakukan suatu iindak pidana itu, belum bemM ia harus dipidana, melainkan ia harus memperianggungjwabkan atas perbuatannya yang tclah dilakukan, jika ditemukan unsur kesalahan padanya,67 karena suatu tindak pidana itu terdiri atas dua unsure, criminal act lactus reus) dan a criminal intent mens rea).68 Actus reus atau guilty act dan mens rea atau Ruilty mind ini harus ada untuk bisa diminiukannya pertanggungjawaban pidana. Kedua unsur itu, actus reus dan mens rea. atau yang disebut juga conduct elements dan fault elements tersebut, harus dipenuhi untuk menuntut adanya tanggung jawab pidana. Periggungjawaban pidtttttittt hanya dapat terjadi setelah sebelumnya seseorang melakukan suatu tindak pidana. Tidak aka nada pertaggungjawaban pidana, jika lidak didahului dengan dilakukannya suatu tindak pidana. Dengan demikian, tindak pidana itu dipisahkan dari unsur kesalahan. Pengecualian prinsip actus retis dan mens rea ini adalah hanya
3.34
pada yang basifat strict dimana pada tindak pidana yang demikian itu adanya unsur kesalahan atau mens rea tidak perlu dibuktikan.69
A. TEORI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI
1. Teori Pertanggunglawaban Mullak Di negara common law, penerapan teori penangungjawaban muilak atau stdct liability without fault ini adalahpada delik dalam undang-undang (statutory offences atau regulatory offences), yang pada umumnya merupakan tindak pidana terhadap kesejahteraan umum,70 keamananikesehatan makanan,7I termasuk consumer protection,72 disamping iindak pidana yang menyangkut ketertiban umum, fitnah atau pencemaran nama baik, dan conionin of court serta pelanggaran lalu lintas.735,ricr liability dimaksudkan umuk menanggulangi tindak pidana kesejahterdan masyarakat (public welfare offences), bersifat tindak pidana ringan, yang diancam dengan pidana denda74 Strict fiabilin atau absolute aum without fault atau pertanggungjawaban mutlak atau penanggungjawaban lanpa kesalahan ini dianikan oleh Black, Law Dictionary sebagai :75 "liability that does not depend on actual negligence or intent to harm, but that ts based on the breach of an absolute duty to make something safe. Strick liability most often applies either to ultra hazardous activities or in product case."
3.35
2. Teori Pertanggujawahan Pengganti Teori pertanggungjawaban Pengganti atau vicariouslbbilily ini pada dasamya adalah untuk tnenjawab pertanyaan. apakah terhadap seseorang itu dapat dipertanggungjawabkan secara pidana atas tindak pidana yang dilakukan olch omng lain. Dengan perkataan lain, apakah perbuatan dan kesalahan sescorang itu bisa ditnintakan pertanggungjawabannya kepada orang lain. Pertanyaan ini muncul karena pada dasamya pertanggungjawaban pidana itu merupakan hal pribadi.76 Vbb:1bbiliydiartikan oleh Blacles Law Dictiona, sebagai:77
"liability that a supervis, party (such as an employer) bears for the actionable conduct of subordinate or associate (such an entployee) based on the relationship between the two partie,"
Ajaran ini berpngkal tolak pada teori keagenan yang berkembang dalam lingkup hukum perdata dalam kaitannya dengan rorr raw. yang kemudian secam gradual diadopsi serta diimplementasikan bidang hukum pidanan. Menurut teori keagenan ini, korporasi bertanggungjawab atas perbuatan dan kesalahan karyawannya.78 Sccara umum tidak dimungkinkan udanya permintaan pertanggungjawaban secar pidana kepada seseorang atas tindak pidana yang dilakukan oleh orang lain. karem pertanggungjawaban pidana itu sifanya pribadi utau personal, dan seseorang itu dipidana akibat dari kesalahannya sendiri, dan bukan akibat dari kesalahan orang lain.79 Sehubungan dengan doktrin pertanggungjawaban pengganti atau vicarious liability ini. dapat dikemukakan 3 (tiga) hal yang berkaitan dengannya, yaitu. pertanta, doktrin ini berpangkal toWc dari ajaran respottdeat superior, yang adagiumnya bisa diarlikan sebagai "a master is liable in certain cases for the wrong1,1 acts of his senant, and a principal for
3.36
those of this agents", Kedw, doktrin ini didasarkan pada .employment principle", dimana scorang majikan adalah penanggungjawab utama dari perbuatan para karyawan, sehingga dikatakan bahwa " the servont's aa is the master's act in iow". Dengan demikian, kesalahan atau guiltymind dari karyawan hanya dapat dihubungkan ke majikan, apabila ada pendelegasian kewenangan dan kewajiban yang relevan. Jadi, harus ada " a releran delegation of powers and duities" menunu undang-undang.80 Ajaran pertanggungjawaban penggami ini memberikan pengecualian atas prinsip pertanggungjawaban suatu pethuatan, yang padanya harus melekat unsure kesalahan. Perianggungjawaban pidana yang umumnya hanya dapat terjadi jika pada diri pembuatnya ada unsure kesalahan, maka dengan ajaran viciarious diberikan pengecualian,81 dimana seseorang itu krtanggungjawab atos perbuatan yang dilakukan olch orang lain.82 Contohnya adalah seorang majikan dinyatakan bertanggungjawab secam pidana atas tindak pidana yang dilakukan pegawainnya. Bahkan ajaran ini telah berkembang lebih jauh, sehingga meskipun pengu.saha itu tidak mengetahui, atau tidak memberikan kewenangan, atau tidak berpartisipasi dalam tindak pidana yang dilakukan bawahannya, tetap saja seorang majikan bisa dinyatakan bertanggung jawab secara pidana aias tindak pidana yang dilakukan pegawainya. sepanjang karyawm tersebut bertindak dalam lingkup kewenangannya. Ajaran ini juga timbul karena hubungan delegasi, misalnya anara scorang pemegang izin usaba dengan orang yang menyelenggarakan usahanya. Jadi, pendeknya, pertanggungjawaban dalam vicariout Irabiliq pada hakikatnya bukan ditujukan atas kemlahan omng lain, tempi terhadap thubungannya' dengan orang
3. Teori IdentifIkasi Tethadap korporasi, yang merupakan penamaan atas berbagai bentuk badan hukum. maka dalam kaitannya dengan pengenaan petunggungjawaban pidana, akan mcnimbulkan permasalahan hukum bila bertemu dengan bagian
3.37
dari hukum yang berlaku terhadap orang alamiah, yang membumhkan penilaian terhadap keadaan memal sescorang itu. Dalam menghadapi hal yang demikian, pengadilan di Inggris telah mengambil jalan menerapkan tcori organ, yang menyamakan badtm hukutn itu selayaknya manusia dengan organ-organnya. yang salah satu organnya adalah pusat pikiran toau otak. Dengan menggunakan teori organ, pengadilan bisa secara bijaksana menetapkan dan memperlakukan the state of mind of the comparty. Karenanya ada yang berpendapat bahwa teori identifikasi ini, atau yang disebut juga directing mind theory tersebut seemsto represent a middi-ground between strict liability and no Penerapan teori organ pada korporasi dalam kaitannya dengan hal ini menunjukkan bahwa badan hukum itu adalah sesuatu yang riil, yang mampu melakukan perbuatan melawan hukum. yang dilakukan dengan kesalahannya, yang merugikan pihak lain dalam pengenian pidana, dan terhadap korporasi yang bersangkutan dapat dimimakan pertanggungjawaban pidananya. Teori ini dinamakan identification therny atau teori identifikasi, dimana menurut teori ini konspirasi bisa mcleakukan tindak pidana sccara langsung mclalui orang-orang yang mngat berhubugan erat dengan korporasi. atau yang disebut juga sebagai controlling officer dan dipandang sebagai korporasi itu scndiri. scpanjung tindakan yang dilakukun itu berkaaan dengan korpotasi. Teori ini pada dasamya berkembang dalam rangka untuk membuktikan bahwa suatu komorasi bim langsung bertanggung jawab secar pidana, karena pada dirinya tcrdapat kesalahan atau mens rea. Teori ini juga dianggap sebagai penyeimbang antara penerapan doktrin vicarious liability yang bisa terjadi secara ekstrem, deng“idak ada tanggung jawab korporasi sepanjang pengurusnya yang ada tidak melakukan tindak pidana.
3.38
MODUL 4
KEGIATAN BELAJAR 1
Pengantar Tindak Pidana Pasar Modal
A. PENGERTIAN TINDAK PIDANA l'ASAR MODAI.
Kcjahatan di bidang Pasar modal adalah kejahatan yang dilakukan olch pelaku pasar modaHalam kegiman pasar modal. Kejahatan dibidang pasar modal dapal terjadi karena adanya kesalahan pelaku, kelemahan aparat yang mencakup integrtias dan profesionalisme dan kelemahan pemturan. Lembaga Pasar Modal merupakan lembaga kepercayaan, yartu sebagai lembaga perantara (intennediary) yang menghubungkan amara kepentingan pemakai dana (issuwer, uitimare borrower), dan para pemilik dana pemodal, (ultimate lender). Undang-undang Pasar Modal mcngatur pelanggaran undang-undang yang bersifat administratif dan perdaia serta tindak pidana. Pelanggaran di bidang pasar modal merupakan pelanggaran yang sifatnya teknis administratif dapat dilihat dari tiga pola, yartu:Pelanggaran yang dilakukan secam individual; Pelanggamn yang dilakukan secara berkelo,k; Pelanggaran yang dilakukan langsung atau berdasarkan periniah atau pengaruh pihak lain. Memperhatikan pola pelanggaran dibidang kegiatan pasar modal, pihak pelanggar adalah omng yang mempunyai pendidikan dan pengetahuan tentang pasar dan keuangan yang cukup tinggi. Apabila dilihat dari status sosial, pihak pelanggar adalah emiten atau perusahaan publik dan pihak-pihak yang mempunyai posisi strategis di dalam pnuahann seperti direksi, komisaris dan para pemegang saham umma. Pihak lain yang berpotensi se-perti penasihat investasi, manajer investasi, akuntan, konsultas hukum, penilai, dan notaris. Tindak Pidana Pasu Modal berupa penipuan, perdagangan orang dalam dan manipulasi pasar. Tindak pidana Pasar modal terutama tindak pidana penipuan tidaklah sama dengan penipuan sebagaimana di dalam KUHP, akan tetapi unsumya temp memenuhi unsur tindak pidana penipuan. Tindak pidana penipuan pasar modal yang berhubungan dengan pencucian uang sehingga uang illegal dipergunakan dalam kegiatan bisnis. Tindak pidana pasar modal seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan penduduk berikut dengan kebutuhan masyarakat. Menurut M
4.2
Irsan Nasarudin dan Indra Surya, tindak pidana pasar modal mempunyai karakteristik yang khas. Karakteristik ini dipergunakan sebagai sarana pencucian uang. Ktuakteristik itu penama barang yang menjadi objek dari tindak pidana adalah infonnasi. Kedua pelaku tidak mengandalkan kemampuan lisik. akan tetapi kemampuan membaca siwasi pasar serta memanfinakan secara maksimal. Dampak tindak pidana berakibat fatal dan mcluas. Pelanggaran yang signifikan dan jumlah dan kualitas akan meruntuhkan kredibilitas pasar modal. Untuk mengantisipasi masalah ini pasar modal perlu dilengkapi perangkat hukum, fasilitas, infrastruktur dan SDM yang seimbang dengan kegiatan pasar modal. Pelanggaran yang terjadi dapat mengakibalkan hilangnya sejumlalt uang yang besar yang ada dalam kegiatan perdagangan efek, jumlah kothan cukup banyak dan beragam.I Undang-undang Nomor No 8 tallun 1995 Tentang Pasar Modal BAB Xl (selanjutnya disebut UUPM) mengatur secara tersendiri mengenai tindak pidana penipuan. manipulasi pasar dan perclagangan orang dalam. Memperhatikan unsur-unsur yang disebutkan dapat dirumuskan bahwa lindak pidana penipuan dengan cara membuat pcmyataan tidak benar mengcnai fakta material, atau tidak mengungkapkan fakta material agar pemyataan yang dibuat tidak menye-satkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau pihak lain, atau dengan tujuan mempengaruhi pihak lain untuk membeli atau menjual efek. Tindak pidana penipuan pada kegiatu pasar tnodal beruhubungan dengan kegiatan perdagangan efek yang meliputi kegiatan penawaran. pembelian. dan atau penjualan efek yang terjadi dalam rangka penawaran umum, atau terjadi di bursa efek maupun di luar bursa efek atas efek emiten atau perusahaan publik. Metode pcnipuan ini diNrgunakan schingga uang illegal akan ikut dalam dunia bisnis dalam bentuk pembelian saham. Contoh: Kasus saham perusalman penambangan Kanada Bre-X Minerals LId pada tahun I997:Manager Eksplorasi Bre-X Michael de Gusman melaporkan bahwa Bre-X menemukan cadangan emas dalam jumlah 712 juta ounce dengan nilai
4.3
20 miliar dollar AS di Bursa — Kalimantan. Laporan itu mengakibaikan mham Bre-X di Bursa Efek Toronto mengalami kenaikan cukup tajam dari 10 dollar Kanada menjadi 28.65 dollar Kanada. Beberapa hari kentudian diketahui bahwa laporan Michael de Gusman ternyam iidak benar. Hal tersebut menyebabkan saham Bre-X turun secara tajam menjadi 5,50 dol. Kanada. Perbuatan Michael de Gu.sman tersebut mengakibatkan investor membeli sallam-saluim Bre-X pada harga tinggi mengalami kerugian, karena harga saham tersebut jatuh ke tingkat harga sangat rendah.2
B. TEORI DAN KEGIATAN PASAR MODAL
I. Insider Trading Insider trading inerupakan istilah teknis yang hanya dikenal di pasar modal. Istilah tersebut mengacu lepada praktik di mana onmg dalam (cmporate insider) melakukan transaksi sekwitas dengan inenggunakan informasi eksklusif yang mereka miliki yang belum tersedia bagi masyarakat atau investor. 3 Batasan pengenian insider nading pada mulanya hanya mengenai transaksi yang dilakukan oleh orang dalam. Batasan insider trading banyak sekali. Salah hadala batasan insider trading menurut Blacles Law Dictionary adalah:
" Buying and of cotporate shares by officers, directors and stockholders who OWn more than lO%bffhsbS?bbfbBBphsfibhlibbdbh a nacional Erehange. Duch transactions must be reporeted monthly to Securities and Exchange Comisidn."
Batasan insider trading iersebut di atas adalah merujuk pada Securities Exchange Act 1934 yang berlaku di Amerika. (Securities Exchange Act of
4.4
1934 (Act. 1934) mengatur mengenai perdagangan sekuritas di pasar sekunder termasuk di dalanmya insider Trading, sedangkan Securities Act of 1933 (Act. 19331 mengatur mengenai perdagangan saham pada pasar perdana. Insider trading adalab perdagangan efek yang dilakukan oleit mereka yang tergolong omng dalam perusahaan Malam arti luas), perdagangan mana didasarkan atau dimotivasi karena adanya statu informasi orang dalam Iincide information) yang penting dan belum dibuka untuk umum. Dengan perdagangan mana, pihak pedagang insider tersebut mengharapkan akan mendapatkan keuntungan ekonomi secam pribadi, langsung atau tidak langsung, atau merupakan keuntung, jalan pintas. Dari pengertian di aias, maka secara yuridis ditemukan beberapa eleven dari status pranata hukum insider froding, yaitu sebagai berikut a. Adanya perdagangan efek b. Dilakukan orang dalam perusahaan c. Adanya inside information d. Inside injormation terscbut belum terbuka untuk umum e. Perdagangan dimotivisir oleh adanya inside information tersebut, dan f. Bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang tidak layak.4
Inside infonnation merupakan isiiighiiikiiis yang hanya dikenal di pasar modal. Istilah tersebut mengacu kepada praktik dimana orang dalam (corporate itisider) melakukan tmnsaksi sekuritas dengan menggunakan informasi eksklusif yang mereka miliki yang belum tersedia bagi masyarakat atau investor. Perdagangan efek dapat digolongkan sebagai praktik insider trading apabila memenuhi tiga unsur, yaitu Adanya orang dalam b. Informasi material yang belum tersedia bagi masyarakat atau belum disclosure. dan c. Melakukan transaksi karena informasi material.
4.5
Orang dalam yang dimaksud dalam Pasal 95 Undang-Undang Pmar Modal adalah: a. Komisaris, direktur, atau pegawai emiten; b. Pemegang saham utanta etnitem c. Orang perorangan yang karena kedudukan atau profesinya atau karena hubungan umhanya dengan etniten atau perusahaan publik memungkinkan orang tersebut memeperolch informasi; atau d. Pihak yang dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir tidak lagi menjadi pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf I, huruf 2, atau Ituruf 3 di mas. Informasi atau fakta material adalah informasi atau fakta penting dan relewm mengenai peristiwa, kcjadian, atau fakm yang dapat tnempengaruhi harga efek pada bursa .k dan atau keputusan pemodal, calon pemodal, atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau data tersebut.Contoh informasi atau data material adalah mbagai berikut: a. Penggabungan usaha (merger, pengambilalihan lacquisirion), peleburan usaha (consolidarion) atau pembentukan usaha; b. Pemecahan saham tttlrtttttttplrrltttttttpttrrtbrtgittttdtttttdttttrttthttttttttrrrtk dividen, c. Pcndapatan dan dividen yang luar biasa: d. Perolehan atau kehilangan kontrak penting; e. Produk aiau penemuan baru yang berarti: f. Perubahan tahun buku perusahaan; g. Perubahan dalam pengendalian atau perubahan penting dalam manajemcn.
Menurut Yulfasmi, bcrdasarkan informasi material tersebut, terdapat tiga teori yang dikenal dalam praktik perdagangan efek di pasar modal, yaitu: a. Diselose or Abstain Theo, Adalah omng yang memiliki hubungan pekerjaan (omng dalam) dengan emiten dilarang melakukan perdagangart terhadap sekurims dari emiten tersebut karena adanya informasi yang belum terbuka kcpada masyarakat investor. Berdasarkan infolumsi yang dimilikinya maka orang dalam terhadap masalah tersebut dapat menentukan pilillannya yaitu menbuka informasi tersebut (disclosc) kepada pedagang/investor lain aiau tidak membuka informasi material tetapi juga tidak bolch melakukan transaksi perdagangan (abstain) aiau tidak
4.6
merekomendasikan kepada pihak lain untuk melakukan transaksi di bursa terhadap sekuritm perusahaan. Bentuk tersebtalah yang dinamakan dengan disclose or abstain theory.
b. Fiduckay Duty Fiduciary theory didasarkan kepada doktrin hukum common law yang menegaskan bahwa utiap orang mcmpunyai fiduciary duty atau hubungan lain yang berdasarkan kepercayaan (trust or confidence) dengan permahaan. Berdasarkan teori tersebut siapa saja yang dibayar oleh perusahaan untuk melaksanakan tugas yang diberikan, malta dia mempunyai duty kepada perusahaan untuk menjalankan hal tersebut sebaik-baiknya (due diligence) dengan ukuran etis dan ekonomis yang tinggi. Dalam menjalankan tugasnya. yang bersangkutan lidak bolch mengambil manfam bahkan harus mengorbankan kepentingan pribadi untuk kepentingan permaintan. Orang dalam yang mempunyai informasi material tetapi tidak membuka kepada publik dengan alasan apabila informasi tersebut dibuka maka dapat merugikan perusahaan dan berani harus bertanggungjawab kepada perusahaan karena pelanggar breach of liduciary duty maka itu harus menahan atau tidak melakukan transaksi.
c. Misappropriation Theoty Misappropriation theory adalah tcori mengenai transaksi yang dilakukan olch orang luar perusaliaan sccara tidak sengaja berdasarkan inforamsi yang belum tersedia bagi masyarakat maka dianggap sama dengan telah melakulcan inside nading. Teori ini sangat komprehensif, artinya teori tersebut mampu menjangkau praktik tran.si efek yang dilakukan oleh seseorang berdasarkan informasi secara tidak langsung atau dengan kata lain teori tersebut dapat diterapkan terhadap orang yang mendapat tip orang dalam. Dapat disimpulkan bahnn yang dimaksud dengan insider trading adalah perdagangan efek yang dilakukan oleh orang dalam maupun bcrdasarkan informasi orang dalam baik secara langsung maupun ti. langsung mengenai infonnasi yang belum terbuka kepada masyarakat yang dari orang dalam patut diduga bahwa informasi material tersebut dapat mcmpengaruhi harga efek yang bersangkutan.
4.7
Dapat diibaratkan jika suatu insi. trading lidak dilarang maka berjalannya pasar seperti berjalannya sebuah mobil tanpa IMnyak pelumas. Hal ini disebabkan karena 11 Pembentukan harga pasar yang tidak fair (teori informed market): 2) Perlakuan yang tidak adil di antara pam pelaku pasar (teori market egalitarism atau fair p)ay); 3) Berbahaya bagi kelangsungan hidup pasar modal. 5
Pasar modal di berbagai negara memang sangat mwan terhadap tindakan penipuan dan manipulasi. Dengan berbagai cara tertentu yang ingin mendapatkan keuntungan melakukan penipuan dan manipulasi pasar dalam pasar modal. Pelaku tersebut ada yang terdeteksi kemudian ada yang tidak terdeteksi. sehingsa jika tidak hati-hati tidak teriutup kemungkinan sanksi dapat dijatuhkan kepada pihak yang tidak melakukan penipuan dan manipulasi pasar tersebut. Selain dari tindak pidana insider tmding. perbuatan lain yang dapat dikenakan ancaman pidana oleh UUPM adalah tindak pidana penipuan di pasar modal dan tindak pidana manipulasi pasar. Perbedaan antara tindakan penipuan dan manipulasi pasar terletak pada akibat diui .rbualan tersebut. Pada manipulasi pasar, altibat dari perbuatan tersebut harga saham akan menjadi semu, sedangkan pada tindakan penipuan maka akibat dari informasi atau keadaan yang tidak sebenarnya tersebut akan dapat merugikan pihak alin tanpa mesti mempunyai akibat terhadap pasar yang termanipulasi.
C. JENIS4ENIS TINDAK PIDANA PASAR MODAL
I. Tindak Pidana Penipuan dan Pengelabuan di Pasar Modal Menurut Munir Fuady, tindak pidana penipuan dan pengelabuan di pasar modal merupakan salah satu tindak pidana Idiusus pasar modal, di samping tindakan manipulasi pasar. insider tmding, praktik tanpa izin, dan lain-lain. Yang tergolong ke dalam tindak pidana penipuan dan pengelabuan adalah sebagai berikut
4.8
a. Menipu atau mengelabui pihak lain dengan menggunalcan sarana dan/atau eara apa pun (vide Pasal 90 Ayat I Undang-Undang Pasar Modal no.8 Tahun 1995). b. Turut seria inenipu atau mengelabui piltak lain, vide Pasal 90 Ayat (2) Undang-Undang Pasar Modal. Menurut Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, baik terhadap pihak yang melakukan tindak pidana penipuan dan pengelabuan di pasar modal, maupun pihak yang turut serta dalam tindak pidana penipuan dan pengelabuan. diancam dengan hukuman penjara maksimum 10 taltun dan denda maksimum Rp 15 Milyar.
Menurut M lrsan Nasarudin dan Indra Surya (2004 : 261-262) yang dimaksud dengan melakukan pcnipuan menurut UUPM Pasal huruf c adalah membuat pernyataan tidak benar tnengenai fakta material atau tidak mengungkapkan fakia maierial agar pemyataan yang dibuai tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud umuk menguntungkan atau mcnghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi pihak lain untuk membeli atau menjual efek. Larangan ini ditujukan kepada semua pihak yang tcrlibat dalam perdagangan cfck. bahkan turut serta mclakukan penipuan pun tak lepas dari jerat pasal ini. Bagi kalangan terteniu yang mempunyai kernampuan fasilitas teknologi yang dengan itu semua mereka dapat mclakukan pcnipuan pun tidak dapat Icpas . pasal ini.6 Dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam Pasal 378. disebutkan penipuan yaitu lindakan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan eara: a. Melawan hukum b. Memakai nama paIsu atau martabat palsu c. Tipu muslihat d. Rangkaian kebohongan
4.9
e. Membujuk orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya. atau supaya memberi uang atau menghapuskan piwang.
Pasal 90 UUPM menegaskan bahwa dalam kegiatan perdagangan efek, setiap pihak dilarang secara langsung atau tidak langsung menipu atau mengelabui piltak lain dengan menggunakan dan atau cara apa pun, turut serta menipu atau menipu pihak lain, dan membuat pemyataan yang tidak benar mengenai fakta material atau tidak mengungkapkan fakta yang material agur pemyataan yang dibum cidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pemyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan a(au menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau piltak lain atau dengan tujuan mempengaruhi pihak lain untuk membeli atau menjual efek. (M. Irsan Nasarudin. 2004 : 261-262)7
2. Tindak Pidana Manipulasi Pasar Selain tindak pidana penipuan dan pengelabuan, Undang-Undang Pasar Modal juga mengintrodusir suatu tindak pidana yang disebut dengan "manipulasi pasar" UlJPM mensejajarkan kedua bentuk tindak pidana tersebut dengan memberikan ancaman pidana yang sama beratnya. yaitu ancaman pidana maksimum 10 tahun penjara dan denda maksimum Rp 15 Milyar. Beberapa macam tindakan yang dapat digolongkan tindak pidana manipulasi pasar versi Undang-Undang Pasar Modal adalah sebagai berikut a. Menciptakan gambaran pasar modal yang semu dengan jalan I) Melakukan transaksi efek yang tidak mengakibatkan perubahan pemilikan, atau 2) Melakukan penawaran jual beli atau penawaran beli efek pada harga tertentu, sedangkan pihak lain yang merupakan sekongkolnya juga melakukan penawamn beli atau penawaran jual pada harga yang kurang lebih sama(lih3lPasal 91 UUPM).
4.10
b. Melakukan dua atau lebih transaksi efek di bursa efek sehingga menyebabkan harga efek tetap naik atau turun, dengan tujuan agar piltak lain terpengaruhi uniuk untuk membeli. menjual atau menahan efek tersebut. Akibatnya harga efek tersebut tidak berdasarkan pada pemOntaan jual atau beli yang sesungguhnya (Pasal UURM).
c. Membuat pemyalaan atau memberi keterangan yang secara material tidak benar yang dapat mempengaruhi harga atau dengan tujuan untuk mempengaruhi pihak lain untuk membeli ntau menjual efek.8
Salah satu sikap preventif yang penting dalam hal tindak pidana di bidang pasar modal adalah baltwa pihak pialang harus dahulu mengenal baik pihak investomya. maupun sahain yang diperdagangkannya. Katena posisi pialang menyebabkan seringkali merupakan pihak yang pertama sekali dimintakan tanggungjawabnya jika terjadi transalcsi saham-saham palsu. Munir Fuady, dalam bukunya Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum) menuliskan bahwa dalam perkembangan setiap pasar modal, banyak trik bisnis dilakukan yang paling banyak di antaranya potensial untuk menjadikan penipuan dan manipulasi pasar. Di antaranya adalah a. Pigging. dan Stabilizing Tindakan seperti ini terjadi pada saat atau segera setelah proscs IPO. Dalam hal ini, pihak emiten secara scmu menstabilkan harga suntu sekuritas. Di mana pihak-pihak tertentu seperti emiten, dealer, underwriter, mesti diwanti-wanti kalnu mereka terlibat dalam perdagangan saham yang terajadi segera setelah IPO karena hal tersebut potensial untuk terjadinya tindakan-tindakan pigging, fixing, dan stabilizing di atas.
4.11
b. Mvestinent Syndicate Dalam hal ini, pihak sindicat underwriter memborong semua atau sebagian besar saham di pasar perdana atau bahkan melakukan sesuatu "bid.. di pasar sekunder, seltingga harga menjadi fixed.
c. Workour Market Ini merupakan perbuatan yang dilakukan sedemikian rupa schingga seolah-olah telah terjadi oversubscribed terhadap sekuritas tenentu, yang sering dilakukan oleh emiten atau undenvriter.
d. Special Alloisments lika pihak underwriter sengaja mengalokasikan suatu sekuritas pada IPO kepada pam partner. officer. pekerja. atau sahabat dekamya sehingga kelihatan seolah-olah saham tersebut oversubscribed, sehingsa kemudian harga saham menjadi mahal.
e. Menciptakan Trading Firms Dilalcukan oleh undemiter suatu sekuritas dialokasikan ke perusahaan tenentu yang bukan anggota selling group. Selanjuinya perusahaan tersebut menciptakan pasar untuk sekuritas yang bersangkutan dengan menawarkan kembali sekuritas yang bersangkutan kepada publik dan setelah itu, akan diikuti oleh kegiatan perdagangan dengan harga jauh di atas harga wajar.
f. Free Riding Pembeli IPO yang berharap dapat menjualnya kembali dengan harga tertentu yang mahal, dan akan membatalkan pembelianr, begitu suasana menjelang alokasi saham kelihatan kurang menguntungkan
g. Chanelling Bahwa suatu IPO, sekuritas tersebut dialokasikan kepada kelompok tertentu. Biasanya hal tersebut dianggap bermasalah jika kelompok tertentu merupakan kelompok inder.
h. Margin Suatu transaksi yang dilakukan sekuritas tenentu oleh pihak tenentu, di mana ada pihak yang memberi kredit kepadanya untuk membeli
4.12
saham tersebut. Sementara saham yang bersangkwan menjadi jaminan yang bersangkutan.
Put ount call option Dalam put option, pihak penjual sekuritas mcmpunyai kebebasan untuk menjual sekurnasnya itu pada surau mat nanti dengan harga yang tclah ditentukan sekarang. Sementara pada Call option, pihak pembeli mempunyai kebebasan untuk membeli sekuritas nanti suatu masa tempi dengan harga yang telah ditetapkan sekarang.
j. Shonsak Dengan shonsale ini. semorang menjual suatu sekuritas di mana penjual terscbut scbenamya tidak mcmiliki sckuritas tersebut. Atau menjual sekuritas yang dipinjam dari piahk lain. Shortsale ini sangat riskan karena setiap kenaikan huga saham merupakan kerugian bagi investor.
k. Sale against the Box Dalant Sale against the box ini, pihak pembeli sekuritas sudalt terlebih dahulu berkedudukan sebagai kreditur dimana debitur pemilik sekuritas tersebut sebenarnya pada awalnya merupakan jaminan hutangnya yang lalu kemudian dijualnya kepada kreditur tersebut.
E.schange-based transaction Ini mermakan wansaksi yang beralaskan "tukar menukar. Hal ini seperti akan memberikan kman seolah.olah adanya pasar yang aktif, yang padahal tidak benar sama mkali. Karena itu. semmasnya dilarang transalmi yang demikian. Salah satu variant dari kodel tukar menukar ini adalah apa yang dikenal dengan matching orders. Yakni saling melakukan pembelian dengan menggunakan pialang yang mling bethMa, hanya untuk memberi kesm aktifnya transaksi tettiadap saham yang bersangkutan.
m. Wash sale Wash mle merupakan tninmksi semu, yakni suatu wansaksi saltam yang tidM mengakibatkan terjadinya pentlihan saham yang secam riil.
4.13
Hal seperti ini juga dapat mengelabui pasar dari kenyataan yang sebenarnya.
n. Abarted Seller Ini adalah tindakan dari pihak pembcli efek, di mana dia melakukan kontrak untuk membeli sesuatu efek, tetapi tidak punya niat untuk membayar harganya. Jadi hanya tindakan pura-pura.
. pre-arranged Trade pihak broker sebenarnya tclah mclakukan transaksi scbclumnya pada harga yang lebih murah (di luar bursa) telapi dilaporkan kepada klien tmnsaksinya dilakukan kemudian (di Bursa) pada saat harga lebih mahal, schingga broker tersebut mendapat keuntungan selisilt harga.
p. Chuming Dalam hal diberikan discoetionary account dapat terjadi bahwa pihak brokcr melakukan transaksi yang secara berlebih-lebihan schingga mendapat fee yang lebih banyak.
Front frading Pihak pialang terlebih dahulu membeli saham dengan accountnya sendiri atau account sekongkolnya, untuk kemudian menjualnya kepada kliennya dengan harga yang mahal, sehingga pialling iersebut menerima selisih harga. Cmss trading Dalam hal ini pihak broker menempadtan dirinya sendiri pada posisi lawan dan posisi investor (klientnya schingga harga dapat dipermainkan. yang akan memberikan keuntungan kepada pihak broker tersebui.
s, Pumppump manipulation Dalam hal ini, suatu cfck dikuasai dalam jumlah yang besar untuk kemudian menjualnya pada saat yang tcpat sehingga harga dapat didiktenya karena penguasaan tadi.
4.14
Contering Sebelum dikuasainya sampai terjadi shonage di pasar dan kemudian dia dapat mengontrol harga. Scringeomering dilakukan dengan cara terlebih dahulu melakukan penjualan dengan tidak memiliki efek (shon selling), dengan cara me.njamkan efek dari comering kepada pelaku shonselling, tetapi kemudian menarik kembali saham dalam pinjaman tersebut sehingga pihak pelaku shoil selling harus mencarinya di pasar.
u. Pemberian kompensasi oleh pialang terhadap investor terterau yang menderita rugi. Memberi atau menjanjikan kompensasi oleh pialang lerhadap investor tertentu yang menderita rugi di pasar modal umumnya juga tidak dapat dibenarkan.9
Menurut UUPM Pasal 91 setiap pihak dilarang melakukan baik secara langsung atau tidak langsung menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai kegiatan penlagangan, kegiatan pasar atau harga efek di Bursa Efek. Rumusan Pasal 91 ini menjelaskan bahwa gambaran semu mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga efek, antara a. Melakukan transaKsi efek yang tidak mengakibatkan perubahan pemilikan, atau b. Melakukan penawaran jual atau penawaran beli efek pada harga tertentu. dimana pihak tersebut juga telah bersekongkol dengan pihak lain yang mela.kukan penawaran beli atau penawaran jual efek yang sama pada harga yang kurang lebih sama.
Mtutipulation is done to influence prices so the persort doing the manipu-lating can anhieve a more advantageous market. Kesalahan
4.15
semacam ini mendorong pihak lain melakultan tindakan jual atau beli suatu efek pada iingkat harga yang diinginkan manipulator. Kegiatan manipulasi pasar dapat berupa pola • False infomuaion yaitu dengan menyebarluaskan infonnasi palsu mengenai emiten dengan tujuan untuk mempengaruhi harga cfck perusahaun yang di-maksud di Bursa Efek. ( menyebarkan rumor bahwa emiten A akan pasar merespon yang menyebabkan harga efeknya jamh tajam di Bursa) Misinfonnollon dengan cara menyebarkan informasi yang menyesatkan atau informasi yang tidak lengkap (menyebarkan rumor bahwa emben A tidak termasuk perusahaan yang akan dilikuidasi olch petnerintah. padahal emiten A iennasuk yang diambil alih oleh pcmerin(ah). I 0
Selanjutnya M.Irsan Nasarudin dan Indra Surya (2004 265) mengemukakan beberapa kegiatan sebagai manipulasi pasar, yaitu a. Marking ihe elose yaitu merekayasa harga perminman atau penawaran efek pada saat amu mendekati saat penumpan perdagangan dengan tujuan mem-bentuk harga efek atau harga pembukaan yang lebih Iinggi pada hari perda-gangan berikutnya.
b. Painling the tape, yaitu kegiatan perdagangan antara rekening efek satu de-ngan rekening efek yang lain yang masih berada dalam penguasaan satu pi-hak atau mempunyai keterkaitan sedemikian rupa schingga tercipta perda-gangan semu. Pada dasamya kegiatan ini mempunyai kemiripan dengan makhrg the dose, namun dapat dilakukan setiap saat.
c. Pembentukan harga berkaitan dengan merger. konsolidasi, atau akuisisi.
4.16
d. Conceming the market, yaitu membeli efek dalam jundah besar sehingga dapat menguasai pasar. Kegiatan seperti ini dapat dengan cara short yaitu menjual efek dimana pihuk penjual belum memiliki efeknya Bursa efek mempunyai ketentuan bahwa jangka waktu penyelesaian iransaksi penjual wajib menyerahkan efeknya pada hari ke tiga setelah transaksi. liask hal ini tidak terlaksana maka yang bersangkman harus membeli efek di pasar tunai dengan harga yang lebih tinggi dari pasasr regular. Tuan A dapat membeli dalam junilah besar efek tertentu dan mcnahannya schingga akan banyak penjual gagal serah efek dan terpaksa membeli di pasar tunai yang dikuasai oleh Tuan A.
r. Pools, merupalan penghimpunan dana dalam jumlah besar oleh sekelompok investor dimana dana tersebut dikelola oleh broker atau seseorang yang me-mahami kondisi pasar. Manager dad pools tersebut membeli saham suatu perusahan dan menjualnya kepada anggota kelompok investor terschut untuk mendorong frekuensi jual beli efek sehingga dapat meningkatkan harga efek tersebut. Contoh
A.B.0 dan D membentuk suatu kelompok investor dan mengumpul-kan dana dalam jumlah besar dan menyeruhkan pengelolaan dana itu pada broker X. Kemudian X menggunakannya untuk membeli saham FT Y yang kurang aktif diperdagangkan dan harga rendah (missal: Rp. 1000) atau statis. Broker X kemudian menjual saham FT Y kepada kelompok ABC dan D. Hal ini akan mengakibatkan frekuensi perdagangan saham PT Y yang mengakibatkan ierbentuk-nya harga yang Icbih tinggi (misal Rp. 1200) dan akan semakin tinggi. Setelah harga terbentuk barulah ke-lompok investor melalui broker X menjual saham PT Y kepada pihak lain di luar kelompok tersebut. f 1Vash Sales. Order beli dan order jual antara anggota asosiasi dilakukan pada saat yang sama dimana tidak terjadi perubahan kepemilikan manfaat atas efek. Manipulasi tersebut dilakukan dengan maksud bahwa mereka membuat gambaran dari aktivitas pasar dimana tidak terjadi penjualan alau pembe-lian yang sesungguhnya.
4.17
g. Perdagangan Orang Dalam (Insider Tmding) Insider Trading merupakan bentuk perdagangan orang dalam. Bentuk ini secara teknis terdiri dari penama pihak yang mengemban kepercayaan secara langsung maupun lidak langsung dari emiten atau perusahaan publik atau disebut juga sebagai pihak yang berada dalam fiduciary position dan kedua yang menerima informasi orang dalam . piltak penama (fiducimy position) atau dikenal dengan Tippees.
4.18
KEGIATAN BELAJAR 2 Pengaturan Tindak Pidana Pasar Modal Di Indonesia
engaturan mengenai penyelenggaraan kegiatan Pasar Modal Indonesia diatur dalam Undang-Undang No 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
(selanjuinya di singkat UUPM), Peraturan Pemerimah No.45 Tahun 1995 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal, Peratumn Pemerintah No. 12 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Peraturan Pemeri. N. 45 Tahun 1995 tentang Penyclenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal. Di bawah ini adalah paparan mengenai pengaturan dari masing-masing peraturan hukum baik dalam iingkat Undang-undang dan Peraturan Pemerintahnya yakni sebagai berikut:
A. KETENTUAN TINDAK PIDANA PASAR MODAL BERDASARKAN UNDANG•UNDANG NO 8 TAIIUN 1995
Dalam UUPM tet,apai beberapa Pasal yang mengatur mengenai bentuk dan jenis tindnk pidana dalam Pasar Modal, yaitu sebagai berikut :
1. Pasal 90 UUPM dalam kegiman perdagangan Efek, setiap Pihak dilarang secara langsung atau tidak langsung a. Menipu atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apapunt b. Turut wrta mcnipu atau mengelabui Piltak lain; dan c. Membuat pernyaiaan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta y, material agar pemyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pemyataan dibuat dengan maksud untuk mengunmngkan autu menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau Pihak lain atau dengan iujuan mempengaruhi Piltak lain untuk membeli atau menjual Efek.
4.22
Penjelasan Pasal UUPM tersebut yakni Yang dimaksud dengan "kegiatan perdagangm Efer dalam Pasal ini adalah kegiatan yang meliputi kegiatan penawaran, pembelian. dan alau penjualan Efek yang terjadi dalam rangka Penawaran Umum, atau terjadi di Bursa Efek, maupun kegiatan penawaran, pembelian dan atau penjualan efek di luar Bursa efek atas Efek Emiten atau Perusahaan Publik.
2. Pasal 91 UUPM menyebutkan"setiap Pihak dilarang melakukan tindakan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan tujuan untuk menciptakan gambaron semu atau menyesatkan mengenai kegiatan penlagangan. keadaan pasar, aum harga Efek di Bursa Efer. Penjelasan Pasal 91 UUPM yakni sebagai berikut, Masyarakat pemodal sangat memerlukan informasi mengenai kegiatan perdagangan. keadaan pasar, atau harga Efek di Bursa Efek yang tercermin dari kekuatan penawaran jual dan penawaran beli Efek sebagai dasar untuk mengambil keputusan investasi dalam Efek. Sehubungan dengan itu, ketentuan ini melarang adanya tindakan yang dapai menciptakan gambaran semu mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga Efek, aniara lain : a. Melakukan transaksi Efek yang tidak mengakibatkan perubahan pemilikan; atau b. Melakukan penawaran jual atau pcnawaran beli Efek pada harga tertentu, dimana Pihak tersebut juga telah bersekongkol dengan Pihak luin yang melakukan penawaran beli atau penawaran jual Efek yang sama pada harga yang kurang lebih sama.
3. Pasal 92 Menyebutkan"setiap Pihak baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Pihak lain. dilarang melakukan 2 (dua) transaksi Efek atau lebih, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga menyebabkan harga Efek di Bursa Efek tetap, naik, atau turun dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli, menjual, atau menahan Ekk".
Penjelasan Pasal 92 yakni sebagai berikur. Ketentuan ini melarang dilakukannya serangkaian transaksi Efek oleh saiu Pihak atau beberapa Pihak yang bersekongkol sehingga menciptakan harga Efek yang semu di Bursa Efek karena lidak didasarkan pada kekuatan
4.23
permintaan jual aiau beli Efek yang sebenamya dengan maksud mengumungkan diri sendiri atau Piltak lain. 4. Pasal 93 UUPM menyebutkan"setiap Pihak dilarang dengan cara apapun, membuat pemyataan atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan sehingga mempengaruhi harga Efek di Bursa Efek apabila pada saat pemyataan dibuat atau keterangan diberikan : a. Pihak yang bersangkulan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pemyataan atau keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan; alau b. Pihak yang bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau keterangan iersebur.
5. Pasal meyebutkan bahwa "Bapepam dapai menetapkan tindakan tenentu yang dapat dilakukan oleh Perusahaan Efek yang bukan merupakan tindakan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dan Pasal 92".
Penjelasan Pasal 94 yakni sebagai berikut; Yang dimaksud dengan lindakan tertentu" dalam Pasal ini, antara lain menyangkut tindakan sebagai berikut: a. Stabilisasi harga Efek dalam rangka Penawaran Umum sepanjang hal tersebut dicantumkan dalam Prospektus: dan b. Penjualan dan pembelian Efek oleh Perusahaan efek selaku pembentuk pasar untuk rekeningnya sendiri secara terus menerus untuk menjaga likuiditas perdagangan efek.
6. Pasal 95 UUPM menyebutkan "Orang dalam dari En6ien atau Penisahaan Publik yang mempunyai informasi omng dalam dilamng melakukan pembelian alau perjanjian atas Efek : a. Enaten atau Perusahaan Publik dimaksud; atau b. Perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan Emiten atau Perusahann Publik yang bersangkutan.
Penjelasan Pasal 95 UUPM menyebutkan bahwa:Yang dimaksud dengan "orang dalam " dalam Pasal ini adalah sebagai berikut:
4.24
a. Komisaris, direktur, atau pegawai Emiten atau Perusahaan Publik; b. Pemegang saham wama Emiten atau Perusahaan Publik; c. Orang perseorangan yang karena keduilukannya atau profesinya atau karena hubungan usahanya dengan Emiten alau Perusahaan Publik memungkinkan orang tersebut memperoleh informasi orang dalam: a. d. Pihak yang dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir iidak lagi menjadi Pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a. huruf b, atau huruf c di was.
Yang dimaksud dengan "kedudukan" dalam penjelasan huruf c ini adalah jabatan pada lembaga. institusi, atau badan pemerintah. Yang dimaksud dengan "hubungan usaha" dalam penjelasan huruf c adalah hubungan kerja atau kemitraan dalam kegiatan usaha. antar-a lain hubungan nasabah, pemasok. kontraktor, pelanggan atau kredi. Yang dimaksud dengan "informasi orang dalam" dalam penjelasan huruf c da. Informasi Material yang dimiliki oleh orang dalam yang belum tersedia untuk umum. Sebagai comoh penjelasan huruf d adalah Tuan A berhenti sebagai direktw pada tanggal I Januari. Namun demikian Tuan A masih dianggap sebagai orang dalam sampai dengan .ggal 30 Juni pada .un yang bersangkwan.
Hund a
Larangan bagi orang dalam untuk melakukan pembelian atau penjualan atus Efek Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan didusarkan Was pertimbangan bahwa kedudukan orang dalam seharusnya mendahulukan kepentingan Emiten, Perusahaan Publik, atau pemegang saham secara keselunthan termasuk di dalamnya untuk tidak menggunakan informasi orang dalam untuk kepentingan diri sendiri atau Pihak lain.
Iliinif
Di samping larangan tersebut dalam hw-uf a, orang dalam dari suaw Emiten atau Perusahaan Publik yang melakukan mansaksi dengan perusahaan lain juga dikenakan larangan untuk melakukan transaksi atas Efek dari
4.25
perusahaan lain tersebut, meskipun yang bersangkutan bukan orang dalam dari perusahaan lain tersebut. Hal ini karena infonnasi mengenai perusahaan lain tersebut lazimnya diperoleh karena kedudukannyu pada Emiten amu PentsMiaan Publik yang melakukan transaksi dengan perusahaan lain tersebut. Yang dimaksud dengan "transaksi" dalam huruf ini adalah sentua betttuk transaksi yang ierjadi antara Emiten atau Perusahaan Publik dan perusahaan lain. termasuk transaksi atas Efek perusalman lain tersebut yang dilakukan olch Emiten atau Permahaan Publik yang bersangkutan.
7. Pada Pasal 96 UUPM menyebutkan “Orang dalam mbagaimana dimaksud dalam Pasal dilarang untuk melakukan a. Mempertgaruhi Pihak lain untuk melakukan pembelian amu penjualan atas Efek dimaksud: atau b. Memberi informasi orang dalam kepada Pihak amnapun yang patut diduganya dapat menggunakan informasi dimaksud uniuk melakukan pembelian atau penjualan atas Efek.
Penjelasan Pasal 96 UUPM yakni sebagai berikut: Orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 dilarang mempengamhi Pihak lain untuk melakukan pembelian dan mau penjualan atas Efek dari Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan. walaupun orang dalam dimaksud tidak memberikan informasi orang dalam kepada Pihak lain. karena hal ini dapat mendorong lain untuk melakukan pembelian mau penjualan Efek berdasarkan informasi omng dalam. Sclain itu, orang dalam dilarang memberikan informasi orang dalam kepada Piltak lain yang diduga akan menggunakan infonnasi tersebut untuk melakukan pembelian dan mau penjualan Efek. Dengan demikian, orang dalam mempunyai kewajiban untuk berhati-hati dalam menyebarkan informasi agar informasi tersebut tidak dimlahgunakan olch Pihak yang menerima informasi tersebut untuk melakukan pembelian atau penjualan atas Efek.
8. Pada Pasal 97 ayat (1) UUPM menyebutkan: Sctiap Pihak yang berusaha untuk emmperolch infonnasi orang dalam dari omng dalam seeara melawan hukum dan kemudian memperolchnya
4.26
dikenakan larangan yang sama dengan larangan yang berlaku bagi orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96.
Pcnjelasan Pasal 97 ayat (1) yakni sebagai berikut: Sctiap Pihak yang dcngan sengaja bcrusaha secara melawan hukum untuk memperolch dan pada akhimya memperolch informasi orang dalam mengenai Emiten autu Perusahaan Publik, juga dikenakan larangan yang sama seperti yang berlaku bagi orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96. Artinya, mereka dilarang untuk melakukan transaksi atas Efck yang bersangkutan, serta dilarang mcmpcngaruhi Pihak lain untuk melakukan pembelian dan atau penjualan aias Efek tersebut atau memberikan informasi orang dalam tersebut kepada Pihak lain yang patut diduga akan menggunakan informasi tersebut untuk melakukan pembelian dan penjualan Efek. Sebagai contoh perbuatan melawan hukum, antara lain a. Berusaha memperolch informasi orang dalam dengan cara mencurit b. Berusaha memperoleh informasi orang dalam dengan cara membujuk orang dalam: dan c. Berusaha memperoleh informasi orang dalam dengan cara kekerasan atau ancaman.
9. Pada Pasal 97 ayat (2) UUPM menyebutkan: Setiap Pihak yang berusaha memperoleh informasi orang dalam dan kemudian memperolchnya tanpa melawan hukum tidak dikenakan larangan yang berlaku bagi orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pa.•al 96, sepanjang informasi tersebut disediakan olch Emiten atau Perusahaan Publik tanpa pembatasan. Penjelusan pada Pasal 97 ayat (2) UUPM yakni sebagai berikutt
Ayat (2) Sebagai contoh, apabila seseorang yang bukan orang dalam meminta informasi dari Emiten atau Perusahaan Publik dan kemudian memperolchnya dengan mudah tanpa pembatasan, orang tersebut tidak dikenakan larangan yang berlaku bagi orang dalam. Namun, apabila pemberian informasi orang dalam disertai dengan persyaratan untuk mcrahasiakannya atau persyanuan lain yang bersifat pembatasan. terhadap Pihak yang memperoleh informasi orang dalam berlaku larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96.
4.27
10. Pada Pasal UUPM menyebutkan "Perusahaan Efek yang memiliki informasi orang dalam mengenai Emiten atau Perusahaan Publik dilarang melakukan transaksi Efek Emben atau Perusahaan Publik tersebut, kecuali apabila a. Transaksi tersebut dilakukan bukan atas tanggungannya sendiri, tetapi atas perimah nasabahnya; dan b. Perusahaan efek tersebut fidak memberikan rekomendasi kepada nasabahnya mengenai Efek yang bersangkutan.
Penjelasan Pasal 98 memberikan penjelasnya sebagai berikut: Ketentuan Pasal ini memberikan kemungkinan Perusahaan Efck untuk melakukan transaksi Efek semata-mata untuk kepentingan nasabahnya karena salah satu kegiataan Perusahaan Efek adalah sebagai Peramara Pedagang efek yang wajib melayani nasabahnya dengan sebaik-baiknya. Dalam melaksanakan transaksi Efek dimaksud, Perusahaan Efek tidak memberikan rekomendasi apa pun kepada nasabahnya tersebut. Apabila larangan dalam Pasal ini dilanggar, Perusahaan Efek melanggar ketentuan orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal dan Pasal 96.
11. Pada Pasal UUPM menyebutkan "Bapepam dapat menetapkan transaksi Efek yang tidak termasuk transaksi Efek yang dilarang sebagaimana dimabud dalam Pasal 95 dan Pasal 96"
Penjelasan Pasal UUPM yakni sebagai berikui: Transaksi Efek tenentu yang tidak termasuk dalam transaksi Efek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96 ditetapkan dengan peraturan Bapepam. Sebagai comoh, transaksi Efek tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini adalah transaksi Efek antar orang dalam.
4.28
UUPM dalam penjelman umuntnya menymakan bahwa dengan lahirnya Undang-Undang tentang Pa.sar Modal dapat memberikan kontribusi yang lebilt besar dalam pembangunan sehingga sasaran pembangunan di bidang ekonomi dapat tereapai.12 Ketentuan pidana baru baru ditemukan dalam Pasal 103 sampai dengan Pasal 110 sebagai berikut:13
Pasal 103: Kegiatan Pasar Modal Tanpa Izin. ( I ) Setiap Pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal tanpa izin, persetujuan, atau pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. Pasal 13, Pasal 18, Pasa130, Pasal Pasal 43. Pasal 48, Pasal 50. dan Pasal 64 diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling hanyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (2) Setiap Pihak yang melakukan kegiatan tanpa memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 diancam dertgan pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2. Pasal 104: Ancaman Pidana, Penjara dan Denda. Setiap Pihak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90. Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97 ayat (1), dan Pasal 98 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (scpuluh) tahun dan denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
3. Pmal 105: Pidana Terhadap Manajer Investmi dan atau Pihak Terafiliasi. Manajer Investasi dan atau Pihak teraliliasinya yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaltsud dalam Pasal 42 diancam
4.29
dengan pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
4. Pasal 106. (1) Setiap Pihak yang melakukan pelanggaran cuas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). (2) Setiap Pihak yang melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) lahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
5. Pasal 107: Menipu atau Merugikan Pihak Lain atau Menyesatkan Bapepam. Setiap Pihak yang dengan sengaja benujuan menipu atau menigikan Pihak lain atau menyesatkan Bapepam. menghilangkan, memusnahkan, menghapuskan, mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, atau memalsulcan caiatan dari Pihalc yang memperoleh izin, persetujuan, atau pendaharan termasuk Emiten dan Perusahaan Publik diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (t(ga) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
6. Pasal 108: Ancaman Pidana Umuk Pihak yang Mempengaruhi. Ancaman pidana penjara atau pidana kurungan dan denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103, Pasal 104, Pasal 105, Pasal 106, dan Pasal 107 berlaku pula bagi Pihak yang, baik langsung maupun tidak langsung, mempengaruhi Pihak lain untuk melakukan pelangsaran Pasal-Pasal dimaksud.
7. Pasal 109: Ancaman Pidana, Penjara dan Denda Setiap Pihak yang tidak mematuhi atau menghambat pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 (sa(u) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (saiu miliar rupiah).
4.30
8. Pasal 110: Tindak Pidana ini adalah Pelanggaran dan Kejahatan. ( I ) Tindalc pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (2), Pasal 105. dan Pasal 109 adalah pelanggaran. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (I), Pasal 104, Pasal 106, dan Pasal 107 adalah kejahatan.
B. PERATURAN PEMERINTAH N0.45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL
Peraturan Pemerintah No.45 Tahun 1995 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Di Bidang Pasar Modal merupalcan peraturan pelaksana dari Undang.Undang Nomor 8 Taltun 1995 Tentang Pasar Modal. Dalam peraturan ini diatur mengenai ketentuan sanksi administratif di bidang pasar modal. Pihak yang mempunyai wewenang untuk menjatuhkan sanksi administratif teMadap pelanggaran hukum di bidang pasar modal adalah Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), karena oleh Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, vide Pasal 102 UUPM, telah diberikan kewenangan tersebut. Pihak yang dapat dijatuhi sanksi administmtif tersebut adalah I. Pihak yang memperoleh izin dari Bapepanr, 2. Pihak yang memperolch persetujuan dari Bapepanr, 3. Pihak yang melakukan pendaftaran kepada Bapepam.
Selanjutnya ke tiga pihak tersebut dapat diperinei secara lebilt konkret ntenjadi 25 golongan sebagai berikut : • Emiten: • Perusahaan Publik; • Bursa Efek: • Lembaga Kliring dan penjaminam • Lernbaga Penyimpanan dan Penyelesaian; • Reksa Dana; • Perusahaan Efek; • Penasihat Investasi; • Wakil Penjamin Emisi Efek; • Wakil Perantam Podagang Efek;
4.31
• Wakil Manajer Investasi; • Biro Administrasi Efek; • Kusiodian; • Wali Amanat; • Notaris: • Konsultan Hukum; • Akuntan Publik; • Penilai: • Pihak-pihak lain yang memperoleh izin/persetujuaNpendaftaran dari Bapepam: • Direktur dari l'erusahaan Publik; • Komisaris Pemsahaan Publik; • Pemegang Minimal 5% Saham Perusahaan PubIik; • Direktur dari Emiten; • Pemegang Minimal 5% Saham dari Emiten.
Scmcniam itu, sanksi administratif yang dapat dijatuhkan olch Bapepam adalah sebagai berikut: • Peringatan tenulis; • Denda pembayaran sejundah uang iertentu (bukan denda pidana); Pembatasan Kegiatan Usaha; • Pembekuan Kegiatan Usaha • Pencabuian Izin Usaha; • Pembatalan Persetujuan; • Pembatalan Pendanaran.
Selanjutnya PP No. 45 Tahun 1995 tersebut le■vat Pasal 63 juneto Pasal 64 UUPM memperinci tentang hukuman denda adndnistrasi, yaitu ierdiri dari empat kategori sebagai berikui I. Denda Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) per hari dengan maksimum Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); 2. Denda Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) per hari dengan maksimum Rp. 100.000.000,00 (seratus )uta rupiah); 3. Denda maksimum Rp. 500.000.000,00 (lima ratus jum rupiah); 4. Denda maksimum Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
4.32
Tentang masing-masing sanksi pidana, sanksi perdata dan sanksi administratif berlaku prinsip hukum yang umum dipraktekkan yaitu ke tiga jenis sanksi tersebut dapat (tempi bukan harus) berlaku secara kumulatif sekaligus.
4.33
MODUL 5
KEGIATAN BELAJAR 1
Pengantar Tindak Pidana Lingkungan
A. PERNIASALAHAN PENEGAKAN 11UKUM LINGKUNGAN
Secara makro kondisi penesakan hukum lingkungan saat ini belum sesuai dengan yang diharapkan. Permasalalum lingkungan hidup cendenmg makin menumpuk, rumit bahkan mengarah jadi sumber ancaman ketentraman. Penegabn hukum lingkungan masih menjadi wacana birokrat/pemerintalt, belum menuju pada tindakan konkrit. Pendapat yang berkembang saat ini khususnya pendapat para investor. bahwa dalam memacu pertumbultan dan kemajuan ekonomi munculnya dampak sampingan berupa pencemaran dan perusakan lingkungan merupakan hal yang tidak dapat dihindari dan merupakan konsekuensi yang harus diterima. Pendapat tersebut tentu saja bertemangan dengan asas.asas dan tujuan pengelolaan lingkungan hidup yang baik untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, sebab penanganan lingkungan yang baik akan memberi kontribirn ekonomi, sebaliknya terjadinya pelanggaran di bidang lingkungan hidup tanpa disadari telah mengalihkan biaya ekonomi lingkungan kepada masyarakat. Masyarakatlah yang harus menanggung biaya dari setiap planggaran lingkungan. Pemerimalt juga belum menyinkronkan elemen ekonomi, sosial dan ekologi dalam setiap kebijakan pembangunan, schingga banyak dilihat kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemcrintah merugikan kepentingan lingkungan seperti telah dikeluarkannya Perp No. 1 Tahun 2004 tentang kebijakan pemberian konsesi pertambangan di hutan lindung, kepada 13 perusahaan pertambangan. dimana ketentuan ini bertentangan dengan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang melarang dilakukannya kegiatan pertambangan di hutan lindung. Terabaikannya masalah lingkungan ini disebabkan belum sempurnanya penanganan lingkungan hidup oleh berbapi departemen terkait seperti Kementerian Lingkungan Hidup, Deparienten Perdagangan. Perindustrian, Kehutanan, Periambangan. Masing-masing sektor diatur dengan undang-undang sektoral sendiri, dan masing-tnasing sektor mempunyai interpretasi yang bcrbcda dalam menangani permasalahan lingkungan. Contoh, jika
5.2
disuatu kawasan penambangan yang terdapat di satu kawasan humn terjadi konflik, maka ada tiga undang-undang yang mengatur yaitu Undang-Undang Sumber Daya Air, Undang-Undang Kehutanan dan Undang-Undang Pertambangan di samping itu ada tiga departemen yang terlibat dan ada tiga insiansi yang mengatur dan mengelola. Sementam masing-masing sektod depanemen hanya menguas•i dan memahami perundangan di bidangnya tanpa mau melihat .wa peraturan aniar departemen tersebut saling terIcait, sehingga apabila tidak dipahami akan terjadi perbenturan kepentingan dan akibatnya lingkungan yang menjadi permasalahan umma yang harus diselamatkan malah ierabaikan. Olch karena itu harus ada persamaan visi, misi, oriemasi dan periguasaaan peraturan di bidang lingkungan secara komprehensif olch masing-masing departemen yang terkait agar permasalahan lingkungan dapat diselaraskan tanpa harus mengorbankan kepentingan masyamkat, pengusalm, pernerintah dan kepentingan lingkungan. Kurang berluisilnya penegakan hukutn lingkungan juga disebabkan karena adanya penyimpangan pada proses penegakan hukum lingkungan, hal ini dapat dilihat pada aplikasi Pasal 30 (2) Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungatt Hidup yang menyebutkan bahwa penyclesaian sengketa di luar pengadilan scbagaimana dimaksud pada ayat (1 ) iidak berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup sebagaintana diatur dalam undang-undang ini atau dengan kata lain terhadap tindak pidana lingkungan hidup tidak dapat diselemikan melalui ADR, tetapi pada prateknya kelentuan Pasal 30 (2) Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ini banyak dilanggar atau disimpangi. Dilihat dari politik kriminal meningkatnya tindak kriminal di bidang lingkungan disebabkan antara lain proyek-proyek dan program pembangunan yang direncanakan dan dilaksanakan baik pada tingkat lokal, regional, dan nasional mengabaikanitidak memperhatikan faktor lingkungan, tidak didasarkan pada penelitian yang akurat dan perkiman akan perkembangan atau kecenderungan kcjahatan baik pada saat ini maupun saat yang akan daiang. Di samping itu disebabkan tidak adanya penelitian mengenai pengaruh dan aldbat-akibat sosial dan keputusan-keputusan sena inkstasi kebijakan, studi-studi kelayakan yang meliputi faktor-faktor sosial sena kemungkinan timbulnya akibal kriminogen sena strategi altematif untuk menghindarinya tidak pernah dilakukan. oleh karena itu tidak mengherankan bila kasu.s-kasus lingkungan pada skala nasional tidak dapat diselesaikan
5.3
secam tuntas. Padahal kejahatan di bidang ling8ungan oleh kongres PBB ke 5 tdun 1975 di Jenewa mengenai The Prevention Oferime and The Treatment of Ofenders. dikatagorikan sebagai C#lbissyikjdlyg benujuan mendapatkan keumungan materiil mclalui kegiatan dalam bisnis atau industri, yang pada umumnya dilakukan secara icrorganisir dan dilakukan oleh mereka yang mempunyai kedudukan terpandang dalam masyaralcat, yang biasa dikenal dengan "organizedCrimes" "White Collar Crime". Selanjulnya di dalam Kongres ke-7 tahun 1985, antara lain dimintakan perhatian terhadap kejahatan-kejahatan tertentu yang dipandang membahayakan seperti "economic crimes", "Enviummental offences","illegal trafficking . drugs", "terorism" dan "apartheid". Schubungan dengan peranan dari pertumbubn industri sena kemajuan ilmu dan teknologi. Kongres ke-7 juga meminta perhatian khusus terhadap masalah "industrial crimes", khususnya yang berhubungan dengan masalah: I. Keschatan dan kesejahteraan masyaraka1 (public health) 2. Kondisi para pekerja/buruhAcaryawan flabour condition.ij 3. Eksploitasi sumber-sumber alam dan lingkungan (the exploittation ofnatural resourees and environmenij 4. Pelanggaran terhadap ketentuan/persyaratan barang dan jasa bagi para konsumen. (offenees against the provision of goods and services toconstuners).
B. DIMENSI KRIMINALITAS DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP
Di cra globalisasi kualitas dan kuanthas kriminalitas di bidang lingkungan hidup berkembang sangat dahsym. Perkembangan masyarakat modern yang konsumtif yang mengutamakan kepentingan ekonomi temyata diikuti kejahatan lingkungan yang semalcin canggih pula, seperti pencemaran lingkungan, baik pencemamn air yang disebabkan karena limbah industri dan limbah domestik, pencemaran udara karena asap yang disebabkan pem-bakaran hutan, perusakan dan penggundulan humn secara liar dan penggalian tambang di hutan lindung. Pencemaran air yang disebabkan karena limbah industri dan limbah domestik yang tidak toicendali telah menimbulkan pencemaran hampir seluruh sungai di Indonesia terutama di Pulau Jawa. Menuru1 hasil penelitian yang dilakukan J1CA, temyata 73% sumur penduduk telah terkontaminasi oleh zat kimia amoniak yang bersumber dari
5.4
limbah industri. Tingkat konsen•rasi pencemaran kimia juga terhitung tinggi di sebagian besar sumur penduduk, karena seldtar 13"/o dari sumur-sumur penduduk yang diperikm di wilayah Jakana Selatan mengandung zat kimia jenis merkuri, yang berasal dari bakteri coli dan amoniak dari limbah tinja, organo chloride dan organo phospor yang berasal dari pupuk kimia, detergen, pestisida, limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) dari industri. Kondisi lingkungan seperti ini juga menyebabkan sebagian air sungai di Pulau Jawa menjadi tidak layak lagi diproses dan diproduksi menjadi air minum. Hasil pemantauan Bapedal terhadap air sungai memperlihatkan sebanyak 25-50% dari polutan yang mencemari air sungai temyata berasal dad indusni.industri yang mcmbuang limbahnya ke Sungai. Setiap tahun diperkirakan lebih dari 2.2 jula ton limbah B3 telah dibuang ke sungai-Sungai di wilayah Jakarta dan Jawa Bara1.1 Lingkungan hidup yang merupakan hana warisan yang harus dijaga keutuhannya dari tangan-tangan yang tidak benanggung jawab. tampaknya tidak dapat dipertahankan lagi keutuhannya, sebagai akibat kerakumn man.ia dalam memenuhi kebutuhan ekonominya. Pemenuhan kebutuhan ekonomi tampala, adalah segalanya meskipun harus mengorbankan kepentingan lingkungan yang nom bene adalah kepentingan seluruh bangsa didunia pada umumnya dan bangm Indonesia khususnya. Pemuasan dan pemenuhan kebutuhan ekonomi pada masyarakat modem yang konsumtif, kerakusan manusia, korupsi dan persekongkolan yang dilakukan elit penguasa, kerjasama antara elit penguasa dengan pebisnis kelas dunia, tampaknya yang menjadi penycbab munculnya berbagai penyimpangan dalam pengelolaan lingkungan baik yang dilakulum oleh clit penguasa, pebisnis maupun masyarakat. Dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup telah diatur perbuatan yang dianggap sebagai tindak pidana Ikejahatan) antara lain: • Perbuatan pencemaran lingkungan hidup; • PeMuatan perusakan lingkungan hidup.
1. Perbuatan Pencemaran Lingkungan Hidup Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup telah merumuskan secara tegas tentang difinisi pencemaran lingkungan sebagimana yang dirumuskan dalam Pasal 1 angka 12.
5.5
Pasal 1 angka 12 berbunyi: "pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat. energi, dan/ atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitas turun sampai ke iingkat tertemu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya, Dengan demikian Pasal 1 angka 12 ini memuat unsur-unsur dari perbuatan pencemaran lingkungan hidup itu adalah sebagai berikut: a. masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup. zat. energi, dan /atau komponen lainnya ke dalam lingkungan hidup b. dilakukan oleh kegiatan manusia c. menimbulkan penunman kualitas lingkungan, sampai pada tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup iidak dapat berfungsi wsuai dengan peruntukannya.
2. Perbuatan Perusakan Lingkungan Htdup Perusakan lingkungan hidup perumusannya teniapat dalam Pasal 1 angka . yaitu tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau langsung tatadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan.3 Pasal 1 angka 14 memuat unsur-unsur perbuatan perusalcan lingkungan hidup yaitu: a. adanya suatu tindakan manusia b. yang menimbulkan perubahan terhadap sifat fisik dan/ atau hayati lingkungan c. mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjulan.
Pencemaran dan perusakan dikatagorikan sebagai perbuatan pidana karena perbuatan pencemaran dan pentsakan mengakibatkan nmaknya ekosistem bahkan biosfir bumi, yang dapat menyebablcan ierganggunya kelestarian lingkungan hidup baik untuk generasi masa sekarang maupun yang akan datang. Sebagaimana dikatabn Abdurahman, bahaya yang senantiasa mengancam lingkungan dari waktu ke waktu ialah pencemaran
5.6
dan perusakan lingkungan. Ekosistem dari suatu lingkungan dapat ierganggu kelestariannya karena pencemaran dan perusakan lingkungan.4 Sedangkan menurut Ketentuan PROPER (program peringkat kinerja perusahaan) bahwa perilaku perusahaan yang dapat dikangorikan sebagai lindak pidana lingkungan, adalah perusahaan berperingkat hitam dan merah yang iidak memiliki sarana pra.sarana sebagai berikut
Penisahaan berperingkat hitam I. Perusahaan tidak mempunyai IPAL 2. Perusahaan tidak melakukan pengolahan air limbah 3. Air limbah >500% dari BMAL (izin) 4. Perusahaan tidak mempunyai alat pengendalian pencemaran udara 5. Perusahaan tidg melakukan pengendalian udara 6. Emisi udara >500% dari BME (inn) 7. Perusahaan tidak mengelola limbah B3 dan mempunyai dampak terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat 8. Perusahaan tidak mempunyai dokumen Amdal atau RKL/ RPL yang disetujui instansi yang benvenang.
Perusahaan yang berperingkat merah
a. Pencemaran air I) Perusahaan tidak mempunyai izin pembuangan air limbah (apabila telah diwajiblcan) 2) Perusahaan tidak melakukan pengambilan contoh dan analisis air limbah kurang dari sekali per bulan. 3) Perusahaan belum melakukan pelaporan hasil pemantauan air limbah. 4) Perusahaan belum mempunyai alat ukur debil atau alat ukur debit iidak berfungsi dengan baik. 5) Tidak dilakukan pengukuran debit harian. 6) Konsentrasi air limbah belum memenuhi BMAL atau persyaratan yang ditetapkan di dalam izin. 7) Kualitas air limbah berdasarkan beban air limbah belum memenuhi BMAL yang ditetapkan di dalam izin
5.7
b. Pencemaran air laut • Perusahaan belum mempunyai izin wauk pembuangan I imbah ke laut (dumping).
e. Pencemaran udara I ) Stack yang mengcluarkan cmisi belum dilengkapi dengan tempat-tempat sample emisi udara dan peralawn pendukung lainnya. 2) Stack yang ada belum dilengkapi dengan alat pemantauan udara sebagaimana yang dipersyaratkan (tergantung jenis industri) 3) Belum dilakukan pengukuran emisi udara untuk semua stack scbagaimana yang dipersyaratkan dalam peraturan (harian atau setiap 6 bulan) 4) Perusahaan tidak mclaporkan hasil pemantauan emisi udara kepada instansi terkait sebagaimana mestinya. 5) Emisi udara yang dihasilkan bclum memenuhi Baku Mutu Emisi Udara sebagaimana yang dipersyaratkan.
d. Pengelolaan Limbah B3 I ) Perusahaan tidttk mempunyai semua izin pengelolaan limbah B3 yang dilakukan untuk semua aspek sebagaimana yang dipersyaratkan. 2) Perusahaan belum melakukan pelaporan pengelolaan limbah B3 s.uai dengan yang dipersyaratkan. 3) Penyimpanan limbah B3 belum dilakukan sebagaimana yang dipersyaraikan dalam izin. 4) Pengelolaan limbah B3 di lokasi (on site incinerator) belum dilakukan sesuai dengan yang dipersyaratkan. 5) Pengelolaan limbah B3 di lokasi (on site landfill) belum dikelola dengan baik dan sesuai dengan sebagaimana yang dipersyaratkan dalam izin.
e. AMDAINKUUPL I ) Perusahaan belum melakukan persyaratan-persyaratan di dalam AMDAL dan RKU/RPL. 2) Perusahaan lidak melakukan pelaporan UKL aiau UPL kepada instansi terkait sebagaimana yang dipercayakan.
5.8
Selanjutnya untuk memperoleh penjelasan tentang peneemaran dan perusakan lingkungan hidup tidak dapat dilihat dari kacamma hukum saja, tetapi perlu ditentukan oleh ukumn ilmiah dari berbagai disiplin ilmu lain. Di samping itu perlu dibatasi bahwa lingkungan itu tereemar dan rusak atau sehingga perlu adanya baku mutu lingkungan. Baku mutu lingkungan adalah untuk menilai ambang batas yang menentukan bahwa lingkungan masih atau tidak berfungsi sesuai dengan peruntukannya, atau untuk menenlukan bahwa lingkungan belum atau telah terjadi perubahan sifat fisik dan atau hayati lingkungan hidup.
Menurut Andi Hamzeb,5 Dalam ruang lingkup yang paling luas, hukum lingkungan menyangkut hukum intemasional (publik dan privat) dan hukum nasional. Termasuk hukum lingkungan imemasional ialah perjanjian-perjanjian bilateral antamegara, perjanjian regional karena semuanya ini adalah sumbcr hukum yang supranasional. Dalam ruang nasional, hukum lingkungan menempati titik silang pelbagai bagian hukum klasik yaitu hukum publik dan hukum privat. Termasuk hukum publik ialah hukum pidana, hukum pemerintahan (administrasif), hukum pajak, hukum lata negara, bahkan menurut Andi Hamzah agraria pun bersangkutan dengan hukum lingkungan. Hukum lingkungan sangat komplek baik dilihat dari aspek pengertiannya, fungsinya, masalah yang dihadapi, kepentingan yang dilindungi, penegakan yang dilakukan, peraturan perundang-undangan yang mengaluniya, serta melibmkan berbagai kepentingan, institusi, dan bidang hukum. Dari aspek pengertiannya hukum lingkungan bisa dipandang sebagai lingkungan fisik dan lingkungan sosial termasuk di dalamnya adalah gejala sosial. Dari sudut pandang lingkungan fisik maka yang menjadi sorman, kajian adalah pencemaran, perusakan, pengurasan, terhadap lingkungan dan sumber daya alam, sedanglcan dari aspek lingkungan sosial dan gejala sosial maka yang menjadi konsentrasinya adalah menurut Ray Darville6 "Masalah lingkungan tidak hanya berkonsentmi dan berkontribusi pada tingkat kesehatan fisik atau kematian seseorang saja, tetapi juga kesehatan menial dan masalah-masalah emosional. Belum lagi karena beban sejumbh
5.9
pajak untuk menyclamalkan lingkungan dengan pemikiran bahwa anak cucu Itita di masa mendatang akan masih dapat mengecap keindahan alatn. minimal sama dengan yang ada di masa kini." Dari aspek kcpentingan yang dilindungi malca hukum lingkungan tidak hanya melindungi lingkungan alam saja seperti bumi, air udara dan seisinya, tennasuk di dalamnya adalah makhluk hidup yang menghuninya, tempi juga lingkungan sosial misalnya bagaimana upaya mencegah masuknya pengaruh budaya asing ke Indonesia sebagai akibat adanya globalisasi. Selanjutnya Andi hamzah mengemukakan,7 "bahwa masalah lingkungan berkai. pula dengan gejala sosial sepeni penumbultan penduduk. migrasi dan tingkah laku sosial dalam memproduksi, mengkonsumsi dan rekreasi". Dilihat dari fungsinya maka hukum lingkungan bertujuan untuk mclindungi scluruh alam besena isinya sepern, bumi, air. dan udara sena makhluk hidup yang ada di dalamnya dari kepunahan, perusakan. pencemaran dan pengurasan, . tangan-tangan yang tidak berunggung jawab agar tercipta lingkungan hidup yang baik, sehat, aman. nyaman, dan indah. Untuk mendukung terciptanya tujuan tersebut maka diperlukan instrument hukum guna melindungi, menyelesaikan permasalahan yang muncul sehubungan adanya upaya untuk merusak tujuan tersebui. Instrument tersebut adalah hukum administrasi, hukum pidana dan hukum perdata. Dilihat dari bentuk-bentuk pelanggarannya juga sangat komplek dapat termasuk pelanggaran terhadap hukum perdata, hukum administrasi, dan hukum pidana. Pelanggaran terhadap hukum perdata akan diselcsaikan mclalui mrana hukum perdata, pelanggaran terhadap hukum pidana akan diselesaikan mclalui sarana hukum pidana dan pelanggaran terhadap hukum administrasi akan diselesaikan melalui sarana hukum administrasi. Oleh karena maka menurut Andi Hannalt.8 "Hukum lingkungan merupakan hukum fungsional yang merupakan litik silang perlbagai bidang hukum klasik". Perbuatan pencemamn dan pennakan lingkungan hidup sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah merupakan tindak pidana lingkungan yang diatur dalam Bab IX Pasal 41 s.d Pasal 48 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu masih ada perbuatan pencemaran dan
5.10
perusakan lingkungan yang diatur dalam tindak pidana khusus di luar KUHP dan di luar UU No. 23 Tahun 1997 yang menimbulkan dampak negatif ter-hadap upaya pelestarian lingkungan hidup dan atau perlindungan kelestarian lingkungan hidup. Dengan demikian maka yang dimaksud dengan tindak pidana lingkungan hidup tidak hanya terbatas pada tindak pidana lingkungan hidup yang diatur dalam UU No. 23 tahun 1997 tempi juga termasuk bebempa tindak pidana yang mempunyai dampak terhadap lingkungan hidup yang diatur dalam: 1. UU No. 11 Tahun 1974 temang Pengairan Pasal 15 ayat (1)(2)(3) 2. UU No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Ekslusif Indoncsia Pasal 16, Pasal 17. Pasal 18 3. UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian 4. UU No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28. Pasal 29. Pasal 30 5. UU No. 5 Tahun 1990 temang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Pasal 40 (1)(2)(3)(4)(5) 6. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan 7. PP No, 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan air
Dilihat dari ruang lingkup tindak pidana sebagaimana diatur olch UU tersebut di atas maka dapat dillhat demikian banyak jenis, macam kriminalitas yang bersangkut paut dengan upaya pelestarian lingkungan hidup dan atau perlindungan kelestarian lingkungan hidup, telah diatur secara rinci.
C. BEBERAPA PANDANGAN/PEMIKIRAN UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK P1DANA L1NGKUNGAN HIDUP DENGAN HUKUM PIDANA
Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Kondisi ini menempaikan Indonesia sebagai salah satu Negara yang paling terc.cmar di Asia. Bila ditclusuri penyebab terjadinya degradasi lingkungan di negeri ini maka akan terlihat dengan jclas bahwa penegakan hukum tidak berjalan. Mengapa den6kian, karena sampai detik ini
5.11
berbagai kasus besar di bidang pencemaran dan perusakan linglcungan belum dapat diselesaikan, tnenurut ICEL penyebabnya amara lain, 9 Penama. Hulcum belum dimuliakan sebagai panglitna dalam menyelesaikan kasus- kasus lingkungan hidup. Kedua. Unsur-unsur yang terdapat dalam penegakan hukum pidana lingkungan yaitu Polisi, Jaksa, Hakim, Pengacam belum memiliki visi dan rnisi yang seirama di dalam menegakan hukum lingkungan. Ketiga. Ketrampilan pengaeara, masyarakai, polisi. aparatur lembaga pengelolaan lingkungan hidup, jaksa dan pengadilan sangat terbatas, koonlinasi dan kesamaan persepsi diantara penegak hukum tidak memadai, itdak ada perencanaan yang sistemaiis dan jangka panjang dalam melaksanakan penegaldon hukum. dan kurangnya integritas dari penegak hukum yang dapat mempengaruhi proses penegakkan hukum, Keempat. • Pengawasan dan penegakan hukum tidak terencana, reaktif dan improvisatoris. • proses pengumpulan bahan keterangan penyidikan dan penuntutuan dilakukan olch instansi yang berbeda-beda dengan kesenjangan pema-haman antara penegak hukum yang berasal dari berbagai instansi, dan dengan koordinasi yang sangat • Belum meratanya pengetalwan dan pemahaman hakim dalam menagani kasus-kasus sumber dnya alam dan fungsi lingkungan hidup, terlebih pernbangunan berkelanjutan secara lebih luas. Kesenjangan pengetahtum dan pemahaman para hakim diperburuk dengan tidak dikenalinya hakim ad hoc untuk mengatasi keawaman hakim di bidang lingkungan dan sumber daya alam. • Masih rendahnya integrims para penegak hukum (aparat pemerintah, polisi, jaksa dan yang mengancam indepedensi dan profesional-isme merelca.
Menumt Barry Stuart 10 Pelanggaran terhadap hukum lingkungan bervariasi mulai dari pelanggaran peraturan yang kecil dan bersifal teknis
5.12
sampai ke kcjahatan yang serius yang membahayakan masyarukat dan kesehatan manusia. U. mengatasi kejahatan lingkungan yang sangat serius tersebut diperlukan penegakan hukum dan pemberian pidana yang setimpal untuk mencapai ierciptanya upaya penangkalan yang bersifat umum maupun khusus. Pemberian pidana yang setimpal schingga memberikan efek mencegah adalah mngat penting bagai keberhasilan dalam mengelola dan nielindungi lingkungan hidup. Selanjutnya menurut Barry Stuart, perlunya pembalasan dan pemidanaan dalam kasus pelanggaran/kejahatan lingkungun bersutnber pada dua prinsip dasar I I I. pencemar harus membayar (the polhaer , principle). Pidana yang dijatultkan tidak bolch dianggap sebagai biaya dalam melakukan kegiatan usaluL Untuk mcmastikan pertanggung jawaban scpcnuhnya dalam kasus pelanggaran lingkungan, pidana yang diberikan harus memperhatikan kepentingan korban langsung yang menderita kerugian sebagai akibat dari pelanggaran tersebut maupun kepentingan orang banyak. 2. pendidikan masyarakat (Public Education). Pidana yang diberikan harus dengan jelas mengungkapkan bahwa pelanggaranl kejahatan lingkungan adalah perbuatan yang tercela, dan karenanya pidana yang diberikan adalah penegasan dari nilai yang ada dalam masyarakat yang berkenaan dengan perlindungan lingkungan hidup. Pemidanaan dapai meningkatkan kesadaran dan pcmahaman masyarakat akan pcntingnya memililci lingkungan hidup yang schat.
UU Kekuaman Kehakiman telah inemberikan peluang kepada aparat penegak hukum untuk secara bebas menggali hukum. menciptakan hukum. yang berdasarkan hukum yang tidak tertulis yang hidup dalam masyarakat. tentu saja nuisyarakat moderen yang saat ini sedang berkembang. Tetapi tampaknya hal itu tidak pemah dilakukan. Sebagai contoh penggunaan hukum pidana dalam penyelesalan kasus di bidang lingkungan terhambat olch sejumlah asas dan doktrin yang sudah ketinggalan jaman. Schubungan dengan penggunaan sanksi pidana dalam penyclesaian kasus lingkungan
5.13
hidup. Amerika Serikat sebagai negara termaju di dunia telah memanfaatkan sattksi pidana dalam penyelemian masalah lingkungan hidup secara maksimal. hal ini dapat dari upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Negara Adidaya tersebut sebagaimana dikemukakan olch Harkristuti Harkris-nowo 12 I. ne independent use the criminal sanction Penggunaan sanksi pidana yang secara langsung melarang kegiatan pencemaran lingkungan, yakni dengan merumuskan bahwa melakukan kegiatan yang tems menerus mencemarkan air, udam, dan ianah mcrupakan suatu tindak pidana
2. The dependent-direct ilSe of the criminal sanction Pemanfaatan sanksi pidana terbams, yakni dengan menetapkan ambang bi polutan yang dapal dikeluarkan olch suatu pemsahaan dalam melaksanakan kegiatannya. Pelanggaran terhadap ambang batas inilah yang dirumuskan sebagai tindak pidana.
3. The dependent — indirect approach of the criminal sanction Pendekatan ini mereservasi sanksi pidana bagi pemsahaan yang tidak memenuhi standar yang telah ditentukan
4. Thepreventive use a f the ctiminal sanction Hukum yang digunakan dalam hal ini menentukan langkah-langkah preventif apa saja yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan untuk melindungi lingkungan (misalnya mcnyaring limbah cair. menempatkan saringan udara sebelum asap dikeluarkan dan lain-lain) apabila langkah ini tidak dilakukan maka akan sanksi pidana akan dijatuhkan.
Menurut Baffy Stuart pemberian pidana yang layak yang mencerminkan msa keadilan masyamkat mempunyai peran yang strategis dalam upaya penanggulangan lingkungan hidup yaitu sebagai berikut I 3 I. Mendidik masyarakat dan pelanggar tentang akibat pencemaran bagi lingkungan
5.14
2. Menguatkan nilai dalam masyanakai terhadap perlindungan lingkungan 3. Pencapaian pencegahan/penangkalan khusus dan umum 4. Menguatkan kembali tujuan dari instansi lingkungan 5. Memberikan ganti rugi kepada korban pencemaran.
Penegakan hukum pidana lingkungan yaitu suatu tindakan/ upaya yang dilakukan aparat penegak hukum dani penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan penjatultan sanksi pidana oleh hakim. Sedang yang dimaksud dengan tindak pidana lingkungun hidup semua tindak pidana yang diatur dalam Bob, XV (Potol9B00000poi dengan Pasal 115) UU No, 32 Tahun 2009 (Undang-Undang Perlindungan dan Penge)olaan Lingkungan Hidup) dan tindak pidana umum lainnya di luar KUHP dan di luar UU No. 32 Tahun 2009 yang menimbulkan dampak negatif terhadap upaya pelestarian lingkungan hidup dan atau perlindungan lingkungan hidup. Dengan demikian yang dimaksud dengan tindak pidana lingkungan hidup tidak hanya terbatan pada tindak pidana lingkungan hidup yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 1997 Jo UU No. 32 Tahun 2009 (Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) tetapi juga termasuk beberapa tindalc pidana yang mempunyai dampak terhadap lingkungan hidup yang diatur dalam: 1. UU No. I I Tahun 1974 tentang Pengairan 2. UU No. 5 Tahun 1983 tentang 2ona Ekonomi Ekslusif Indonesia 3. UU No. 5 Tahun 1984 teniang Perindantrian 4. UU No. 9 Tahun 1985 teniang Perikanan 5. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Koservani Sumber Daya Alam Hayati dan Elcosistemnya. 6. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. 7. PP No. 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air. 8. PP No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai.
Selama ini perhatian, pemahaman, dan pengetahuan aparat penyidik, penuntut dan hakim hanya terfokus pada UU No. 23 Tahun 1997 Jo UU No. 32 Tahun 2009 (Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) saja, padaanl permanalahan lingkungan bersifat kompleks, meliputi betbagal aspek, seperti air, udara, tanah, hutan, makhluk hidup, yang bersifat lintas baias dan lintas sektoral. Oleh karena itu dalam menangani berkas penyidikan tindak pidana lingkungan hidup, perantian aparat penegak hukum
5.15
seperti polisi yang bertugas tnenyidik, jaksa yang bertugas dalam pra penuntutan dan jaksa penumut UMUM jangan hanya terfokus pada tindak pidana yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 1997 Jo UU No. 32 Tahun 2009 (Undang-Undang Perlindungan dan Pengeloloan Lingkungan Hidup) saja tetapi harus memperhatikan pula dcngan scksama apakah perbuatan-perbuat-an pidana yang diungkapkan dalam berkas perkara juga mcmenuhi unsur-unsur pasal-pasal pidana di dalam delapan ketentuan perundang-undangan tersebut di atas yang juga mengatur tindak pidana umum lain yang dapat menganeam, mengganggu atau menghambai upaya pelestarian atau perlindungan kelesiarian lingkungan hidup.14 Penegakan hukum lingkungan dengan menggunakan sarana hukum pidana jarang sekali digunakan. Hal ini disebabkan antara lain, adanya asas subsidiaritas sebagaimana dimuat dalam penjela.san umum UU No. 23 Tahun (997 Jo UU No, 32 Tahun 2009 (Undang-Undang Perlindungan dan Pengelo)aan Lingkungan Hidup) sebagai berikut: Sebagai penunjang hukutn administrasi, berlakunya ketentuan hukum pidana tetap memperhaiikan a. subsidiarnas yaitu bahwa hukum pidana hendaknya didayagunakan apabila sanksi bidang hukum lain seperd sanksi administrasi dan sanksi perdata dan alternatit penyelesaian sengketa lingkungan hidup tidak efektif dan/atau tingkat kesalahan pclaku relatif bcrat danlatau akibat perbuatannya relatif besar dan/atau perbuatannya menimbulkan keresahan masyarakat (Penjelasan UU No. 23 Ta)tun 1997 UU No. 23 Tabun 1997 Jo UU No. 32 Tahun 2009 (Undang-Undang Per)indungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). Atau dengan kata lain penggunaan instrumen penegakan hukum pidana lingkungan hidup baru dapai dilakukan bila memenuhi minimal salah saw persyaratan berikut: I. Sanksi hukum tata usaha negara. sanksi hukum perdata, penyelesaian sengke. secara altematif melalui negosiasi/ mediasiimusyawarah di luar pengadilan, setelah diupayakan tidak efektif atau diperkirakan tidak akan efektif: 2. Tingkai kesalahan pelaku terlalu berah
3. Akibat perbuatan pelaku pelanggaran relatif besar:
4. Perbuatan pelaku pelanggaran ketentuan perundang-undangan lingkungan hidup tersebut menimbulkan keresahan masyarakat.
5.16
KB 2 : PERTANGGUNG JAWABAN TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
A. KEBIJAKAN FORMULASI PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA DALAM UNDANG•UNDANG NO. 23 TAHUN 1997 JO UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.
Azas pertanggungjawaban dalam hukum pidana adalah tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (Geen straf zonder schuld; actus non facitreum nisi mensit rea).
Azas ini tidak tersebut dalam hukum tertulis tapi dalam hukum yang tidak tenulis, demikian juga yang berlaku di Indonesia.15 Bicara masalah pertanggungjawaban pidana, iidak dapat dilepaskan dengan tindak pidana. Walaupun di dalam pengenian tindak pidana tidak cermasuk masalah penanggungjawaban pidana. Tindak pidana hanya menunjuk kepada dilarangnya suatu perbuatan.16 Tindak pidana tidak berdiri sendiri, ia baru bermakna manakala terdapat penanggungjawaban pidana, ini berani setiap orang yang melakukan tindak pidana tidak dengan sendirinya harus dipidana. Untuk dapat dipidana harus ada pertanggungjawaban pidana. Pertanggungjawaban pidana lahir dengan ditcruskannya celaan (verwijtbaarheid) yang obyektif tcrhadap perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana berdasarkan Itukum pidana yang berlaku, dan secara subyektif kepada pembuat yang memenuhi persyaratan untuk dapat dikenai pidana karena perbuatan tersebuL17 Penanggungjawaban pidana itu sendiri adalah diteruskannya celaan yang obyektif yang ada pada tindak pidana dan sceara subyektif kepada seseorang yang memenulti syarat untuk dapat dijatulti pidana karena perbuatan tersebut.18 Dasar adanya tindak pidana adalah adanya azas legalitas,
5.21
sedangkan dasar dapat dipidananya pembuat adalah aim kesalahan. Ini berarti bahwa pembuat tindak pidana hanya akan dipidana jika ia mempunyai kesalahan dalam melakukan tindak pidana tersebut. Kapan seseorang dikatakan mempunyai kesalahan merupakan hal yang menyangkut masalah penangsungjawaban pidana. Seseorang mempunyai kesalahan bilamana pada waktu melakukan tindak pidana, dilihat d. segi kemasyarakatan ia dapat dicela oleh karena perbuatan tersebut.I9 Hal yang mma dikatakan oleh Sudado. "dipidananya seseorang cukup apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifal melawan hukum. Jadi meskipun perbuman tersebut memenuhi rumusan delik dalam undang-undang dan tidak dibenarkan. namun hal tersebut belum memenuhi syarai untuk penjatuhan pidana. Untuk pemidanaan masih perlu adanya syarat untuk penjatuhan pidana. Untuk pemidmaan masih perlu adanya syarat, baltwa omng yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau bersal. Dengan perkataan lain, orang tersebut harus dapat dipenanggungjawablcan ams perbuatannya atau jika dilihat dari sudut perbuatannya. perbuatannya baru dapat dipertanggungjawabkan kepada orang tersebui.20 D. berbagai penjelasan mengenai pertanggungjawaban pidana, maka dapai diambil kesimpulan baltwa pedanggungjawaban pidana yang dianut hukum pidana Indonesia adalah berdasarkan azas kasalahan (azas cupabilitas). Karena KUHP adalah dasar bagi berlakunya hukum pidana di Indonesia, maka semua asailketentuan yang berlaku dalam KUHP secara momatis juga berlaku bagi selumh peraturan pidana yang ada di luar KUHP. Salah mtu peraturan yang mengandung aspek pidana adalah Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Jo Undang-Undang No 32 Tahun 20()9 temang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sistem pertanggungjawaban pidananya otomatis beMasarican azas kesalahan (azas cuipabilitas). Hal ini dapat pada perumusan indak pidana, semua mencantumk. unsur sengaja atau kealpaan/kalalaian. Dengan tercantumnya unsur sengaja atau kealpaan. maka dapat dikatakan bahwa periang,gung-jawaban pidana dalam undang-undang lingkungan ini menganut prinsip
5.22
liability based on fault (pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan). Jadi Pada prinsipnya menganut asas kesalahan atau asas culpabilitas.21 Perumusan lindak pidana dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Jo Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup selalu dia‘trali dengan kata-lcata "Barang siapa" yang menunjuk pada pengertian "orang". Namun dalam Pasal 1 sub-24 ditegaskan, bahwa yang dimaksud dengan "orang" adalah "perseorangan, dan/atau kelompok orang dantatau badan Itukum". Demikian pula dalam Bab XV tentang ketentuan pidana, ada pasal yang mengatur tentang pertanggungjawaban badan hukum. perseroan. perserikatan. yayasan atau oraganisasi lain (lihat Pasal 116 .mpai dengan Pasal 119). Dengan demildan. dapat disimpulkan bahwa orang dan korporasi (badan hukum dan sebagainya) dapat menjadi subjek tindak pidana lingkungan hidup dan dapal dipertangguntjawabkan secara pidana atas pedmatannya. Pasal 116 sampai dengan 117 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Jo Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyebutkan bahwa, Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakulcan olch atau atas nama suatu badan hukum. perseroan, perserikatan, yayasan atau organisui lain, aneaman pidana denda diperberat dengan sepertiga. Mengingat korpora.si ti. dapat dijatulfi hukuman badan, tetapi mempunyai sumberdaya manusia dan sumberdaya keuangan yang luar biasa maka untuk penjatuhan aneaman pidana denda yang hanya diperberat dengan sepertiga terlalu ringan, kedepan scharusnya bagi korporasi yang melakukan tindak pi.a lingkungan aneaman pidana denda diperberat menjadi dua kali lipat Selanjutnya menurut Pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 pertanggungjawaban pidana (penuntutan dan pemidanaan) dapat dikenakan terhada, I. Badan hukum. Perseroan, Perserikatan,Yaya.n a.0 organisasi lain tersebut; 2. Mereka yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana atau yang bertindak sebagai pemimpin; atau 3. Kedua-duanya.
5.23
Masalah pertanggungjawaban pidana dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 diatur dalam Pasal 45 dan Pasal 46 yang merupakan rumusan kejahatan korporasi sebagaimana diatur dalam Pasal 51 KUHP Belanda. Korporasi sebagai legal person merupakan subyek hukum yang dapar dipidana berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997. Perkembangan ini merupakan suatu perubahan paradigma dalam hukum pidana yang pada awalnya menganut prinsip bahwa bartan hukum tidak dapat melakukan tindak pidana oleh karenanya tidak dapat dihukum (sociews delinnquere non posest). Namun demikian sejalan dengan perkembangan kegia. ekonomi di belahan dunia, gejala kriminalitas merupakan suatu kelanjulan . kegiatan dan pertumbuhan ekonomi dinurna korporasi banyak berperan dalam mendukung atau memperlancar kcjahatan tersebut. Karena perkembangan . pertumbuhan korporasi dampaknya dapai menimbulkan cfck negatif, maka kedudukan korporasi mulai bergeser dari subyek hukum perrtata menjadi subyek hukum pidana.23 Subyek tindak pidana yang dapat dikmagorikan sebagai korporasi terdiri I. Setiap orang yang diangkat sebagai pengurus yang memiliki kewenangan mengambil keputusan atas nama korporasi atau mewakili korporad untuk melakukan perbuatan hukum atau rnemiliM kewenangan untuk mengendalikan dan/atau mengawasi korpordsi. 2. Setiap orang yang bertindak atas nama korporasi dan orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, yang bertindak dalam lingkungan korporasi. 3. Mereka yang bertindak sebagai pemimpin atau yang memberi perimah, tanpa harus melihat apakah di antara mereka ada hubungan kerja arau hubungan lain. 4. Orang-orang yang berkepentingan terhadap pengeloban korporasi. 5. Orang-orang yang memberikan nasihat kepada Direktur atau anggota, yang dalam perjalanan kinerjanya memililci kapasitas Fofesional. 6. Orang yang mempunyai peran nyatalsebenamya dalam pro. korporasi dan bukan hanya posisi yang diduduki orang tersebut di dalam struktur korporasi. 7. Orang-orang yang ada di luar korporasi yang wewenang untuk mengendalikan masalah terientu dalam korporasi.
5.24
8. Pengambil keputman yang mempengaruhi perusahaan korporasi sebagai keseluruhan, mereka yang benanggungjawab bukan harus bagian dari dewan direktur dan tak harus pejabat eksekutif. 9. Pimpinan scnior, pimpinan menengah atau katyawan bawahan yang sudah didelegasikan dengan tanggungjawab sepenuhnya. 10. Mereka yang punya kewenangan mengendalikan korporasi dalam hubungannya dengan perilaku Icriminal, atau dengan perbuatan korporasi yang tidak sah. 11. Mereka inilah yang harus dapat dipertanggung jawabkan baik atas nama badan hukum/korporasi maupun aias nama pribadifiltdividu.
11. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASUBADAN 11UKUM YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
1Corporasi sebagai pelaku tindak pidana dewasa ini sudah tidak ada permasalahan lagi, sebab peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia sudah rnengatur hal tersebut. Salah satunya dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 pada Pasal 45 dan Pasal 46 lo Undang-Undang No 32 Tahun 2009 pada Pasal 118, mengatur mengenai badan hukum dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas perbuatan yang dilakukan. Tetapi memang tidak semua undang-undang di bidang lingkungan mengatur mengenai penanggungjawaban pidana olch badan hukum, salah satunya dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1983 tentang ZEEL dimana dalam undang-undang ini tidak ditemui istilah badan hukum, organisasi, yayasan atau sejenisnya, baik dalam batang tubuh maupun dalam penjelasan, sehingga dapat disimpulkan bahwa UU No. 5 Tahun 1983 Tentang ZEEI tidak menge-nal pertanggungjanban pidana yang dilakukan oleh badan hukum,dan hanya mengenal pertanggungjawaban terhadap orang. Padahal kejahatan yang dilakukan di kawasan ZI..E1 meskipun tidak semua lapi pada umumnya dilakukan oleh suatu organisui yang berbadan hukum, jadi subyek pelaku tindak pidana adalah badan hukum, oleh karena itu ke depan kata-kata "setiap orang" harus dijelaskan termasuk di dalamnya adalah badan hukum atau kor-porasi. Lebih baik lagi apabila korporasi/badan hukum diatur dalam rumusan pasal tersendiri, sehingga kejahatan yang terjadi di wilayah ZEEI yang pada umumnya dilakukan oleh korporasi dan menimbulkan kerugian negara yang besar dapat diselesaikan.
5.25
Berikutnya di dalam Pasa. PP No. 18 Tahun 1999 letung Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun disebutkan bahwa subyek dari tindak pidana selain orang juga disebutkan badan usaha yang dapat dari kata-kata "setiap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan penyimpanan"dan seterusnya. karena badan usaha menjadi subyek tindak pidana otommis PP ini juga mengenal pertanggungjawaban pidana korporasi, karena Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 sebagai rujukannya mengenal pertanggungjawaban pidana korporasi yang diatur dalam Pasal 45 dan Pasal 46 Jo Undang-Undang No 32 Tahun 2009 Pada Pasal 118, dimana komorasi dapat dimintakan pertanggung jawabannya dalam tindak pidana lingkungan hidup. Selanjulnya mencermati rumusan norma dalam PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udam, Pasal 21. Pasal 22 (I), Pasal 23, Pasal 24(1). Pasal 25. Pasal 30, Pasal 39. Pasal 47. Pasal 48. dan Pasal 50. mengenal adanya subyek tindak pidana orang dan badan usaha/korporasi. Hal ini antara lain dapat dilihat dalam kata-kata, "setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib" (Pasal 50 ayat I). Kata-kata setiap orang danlatau penanggungjawab usaha menunjuk pada omng dan badan malia/korporasi, berani PP ini mengerd pertanggungjawaban terhadap orang dan terhadap badan usaha. Uniuk adanya pertanggungjawaban pidana terhadap orang dan badan hukum ini menurut, BaMa Nawawi Aricf, Harus dipmtikan terlebih dahulu siapa yang dinymakan sebagai pembuat karena dalam kenyataannya untuk mcmastikan siapa si pembuat adalah tidak mudah setelalt pembuat ditentukan, bagaimana selanjutnya mengenai pertanggungjawaban pidananya. Masalah pertanggungjawaban pidana ini merupakan segi lain dari subjek tindak pidana yang dapat dibedakan dari masalah si pembuat (yang melakukan tindak pidana). Artinya pengertian subjek tindak pidana dapat meliputi 2 hal yaitu siapa yang melakukan tindak pidana (si pembuat) dan siapa yang dapat dipertanggungjawabkan. Pada umumnya yang dapai dipenanggungjawabkan dalam hukurn pidana adalah si pembuat, tapi tidaklah sclalu demikian. Masalah ini tergamung juga pada cara aiau sistem perumusan penanggungjawaban yang ditempuh oleh pembuat undang-undang.
5.26
Berdasarkan uraian di mas yang menyangkut permasalahan pertanggungjawaban pidana, temyata konstmksi yuridis dari semua literatur, temang pertanggungjawaban pidana beroriemasi kepada manusia/orang. Hal tersebut dapat dintengeni sebab ide tentang konstruksi penanggungjawaban pidana berdasarkan ketentuan KUHP. KUHP yang sekarang berlaku becorientasi kepada subjek iindak pidana berupa orang dan bukan korporasi. Pertanyaan yang mendasar adalah apakah korporasi dapat dikatalcan cacat jiwanya sehingga tidak mampu bertanggungjawab. Menurut Dwidja Priyatno untuk menentukan kemampuan bertanggungjawab komorasi sebagai subjek tindak pidana, hal tersebut tidaklah mudah karena korporasi sebagai subjek tindak pidana tidak memililci sifat kejiwaan seperti halnya manusia alamiah. Konstruksi tersebut berlaku pula bagaimanal. kalau yang melakukan suatu korporasi atau badan hukum tanpa spesilikasi yang jelas atau identiias yang jelas. maka masalah kesulitan siapa pembuatnya akan selalu timbul dan masalah ini membawa konsekuensi temang masabh pertanggungjawaban korporasi.25 Berkaitan dengan dapamya korporasi sebagai subyek hukum pidana Mardjono Reksodiputro berpendapat, Sehubungan dengan diterimanya korporasi sebagai subjek tindak pidana, maka hal ini berarti telah terjadi perluasan dari pengertian siapa yang merupakan pelaku tindak pidana. Pemasalahan yang segera muncul adalah sehubungan dengan pertanggungjawaban pidana asas utama dalam penanggungjawaban pidana adalah hann adanya kesalahan pada pelaku. Bagaimanakah harus dikonstruksikan kesalahan dari suatu korpordsi? Ajaran yang banyak dianut sekarang ini mcmimlikan antara perbuatan yang melawan hukum (menurut Itukum pidana) dengan pertanggungjawabannya menurut hukum pidana. Perbuman melawan hukum ini dilakukan olch suatu korporasi. Ini sekarang telah dimungkinkan. Tempi bagaiman mempenimbangkan tentang penanggungjawabannya? Dapatkah dibayangkan pada korporasi terdapat unsur kesalahan (baik keseng(baan maupun kelalaian). Dalam keadaan pelaku adalah manusia, maka kesalahan ini dikaitkan dengan celaan dan karena itu berhubungan dengan mentalitas amu psyche pelaku bagaimana halnya dengan pelaku yang bukan manusia yang dalam hal ini korporasi?
5.27
Dalam kenyautan diketahui banwa korporasi berbuat atau benindak melalui manusia (yang dapat pengurus maupun orang lain). Jadi pertanyaan yang penama adalah. bagaimana konsanksi hukumnya bahwa perbuatan pengurus (orang lain) dapat dinyatakan sebagai peranatan korporasi yang melawan hukum (menurui hukum pidana). Dan penanyaan kedua adalah bagaiman kontruksi hukumnya bahwa pelaku korporasi dapat dinyatakan mempuyai kesalaann dan karena itu dipertanggungjawabkan menurut hukum pidana. Pertanyaan kedua menjadi lebih sulit apabila dipahami bahwa hukum pidana Indonesia mempunyai asas yang sangat mendasar yaan bahwa" tidak dapat diberikan pidana apabila tidak ada kesalahan,26 Adapun model pertanggungjawaban korporasi dalam hukum pidana adalah sebagai berikut: I. Pengurus korporani sebagai pembuan dan penguruslah yang beranggungjawab 2. Korporasi sebagai pembuat dan pengurus benangsungjawab 3. Korpontsi sebagai pembuat dan juga sebagai yang benanggungjawab.27
Selanjulnya dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Pankanan. ketentuan mengenni dimungkinkannya korporasi sebagai pelaku tindak pidana dan dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya tercantum dalam Pasal 101 sebagai berikut: Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaltsud dalam Pasal 84 ayat (1), Pasal 85. Pasal 86. Paanl 87, Pasal 88, Pasal 89. Pasal 90, Pasal 91. Pasal 92. Pasal 93, Pasal 94, Pasal 95 dan Pasal 96 dilakukan oleh korporasi, tuntutan dan sanksi pidananya dijalankan terhadap pengurusnya dan pidana dendanya anambah 1/3 (sepeniga) dan pidana yang dijatuhkan. Bila diamati Pasal 101 maka hanya terhadap pengurus kotporasi saja yang dapat dimintakan pertanggung jawaban pidana dan dijatuhi sanksi, sedangkan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain. mereka yang memberi periman untuk melakukan tidak pidana atau yang bertindak sebagai pemimpin aiau kedua-duanya tidak dapan dimianakan pertanggung jawaban anas kesalahannya. Karena pengurus di sini belum tentu sebagai orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak
5.28
pidana atau yang bertindak sebagai pemimpin atau kedua«duanya bertindak sebagai yang memberi perintah dan juga sebagai pemimpin. Hal ini dapat dibenarkan kalau scandainya Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Jo Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup berperan sebagai undang-undang payung, karena di sini berarti penyebuian pengurussaja merupakan kekhususan dalam UU Perikanan, sedangkan secara umumnya sudah diatur dalam UU Pokoknya/payungnya yaitu UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 46 Jo Undang-Undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan Hidup Pasal 188 yang menyatakan bahwa pertanggung jawaban dapat dikenakan terhadap: I. Badan hukum, perseroan. perserikatan, yayasan atau organisasi lain terschut 2, Mereka yang memberi perimah untuk melakukan tindak pidana atau yang beriindak scbagai pcmimpin, atau 3. Kedua-duanya.
C. KEBIJAKAN FORMULASI PERUMUSAN SANKSI PIDANA DALAM UNDANG- UNDANG NO. 23 TAHUN 1997 JO UNDANG-UNDANG NO 32 TAHUN 2009
I. Jenis sanksi Undang-Undang No. 23 Taltun 1997 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Jo Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Ilidup mengcnal 2 (dua) jenis sanksi, yang dapat di-kenakan terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup
a. Sanksi pidana Jenis sanksi pidana yang digunakan hanya pidana pokok berupa pidana penjara dan denda, tidak dicantumkannya pidana kurungan pembemuk undang-undang menganggap bahwa semua findak pidana lingkungan hidup yang ada dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Jo Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dikualifikasikan sebagai kejahatan. Untuk masalah ini Barda Nawawi Arief mengingatkan bahwa menurut pola yang dianut sclama ini (di dalanildi luar
5.29
KUHP) bisa saja suatu kejahatan diancam dengan pidana kurungan.28 Penulis setuju dengan pendapat Barda Nawawi Arief, bahwa pidana kurungan patut dipenimbangkan untuk dimasukkan dalam Undang-Undang ini, apalagi ke depan diharapkan bahwa pelanggaran administmtif di bidang lingkungan patut dikriminalisasi, oleh karena itu untuk mengamisipasi permasalahan ini pidana kurungan harus dipenimbangkan.
b. Sankri iindakan tata tertib Pasal 47 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Jo Pasal 119 Undang-Undang No 32 Tahun 2009 menyebutkan: Sclain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan undang-undang ini, terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup dapat pula dikenakan tindakan tata tenib berupa: I) perampasan keuntungan yang diperolch dari tindak pidana daniatau 2) penutupan scluruhnya atau sebagian perusaltaan:daalaiau 3) pethaikan akibat tindak pidana:dan/atau 4) mewajibkan mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hakt dan/ atau 5) meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak: daniatau 6) menempatkan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tgun.
Dari kedua jenis sanksi tesebut di atas yaitu sanksi pidana dan tindakan tata tertib, terlihat bahwa Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Jo Unda, Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pcngelolaan Lingkungan Hidup tidak mcnyebut adanya pidana tarnbahan.
Namun menurut Barda Nawawl Arief, Bentuk iindakan berupa "perampasan keuntungan" dan "penutupan perusahaan" (Pasa) 47 sub a dan sub b di a.) pada .1catuya dapat dikelompokkan ke dalam pidana tambahan. "Perampasan keuntungan" pada hakikat, merupakan perluasan dan "perampasan barang" yang merupakan salah satu pidana tambahan menurut KUHP. Demikian pula penutupan perusahaan pada hakikautya merupakan perluasan dari pidana tambahan
5.30
krupa "pencabutan hak" karena knutupan krusakan dapat mengandung di dalamnya peneabutan haldiain berusaha.29
Selanjutnya menurut Barda Nawawi Arief, Satu hal lagi yang patui dicatat dari jenis-jenis sanksi tersebut di atas ialah, bahwa di dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Jo Undang-Undang No 32 Tahun 2009 teniang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tidak ada perumusan eksplisit mengenai jenis sanksi pidana/tindakan yang berupa "pemberian ganti rugi" langsung kepada korban. Namun kntuk-bentuk tindakan dalam Pasal 47 UU No 23 Taltun 2007 Jo Pasal 199 UU No 32 Tahun 2009 sub c, sub d dan sub e di atas dapat dikaiakan merupakan bentuk-bentuk pemberian "restitusi".30 Menanggapi ketersediaan tindakan tata tertib yang ada dalam Undang-Undang No. 23 tahun 1997 Jo Undang-Undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menurut knulis krlu adanya penambahan bentuk-bentuk iindakan, mengingat ditmapkannya pidana diharapkan dapat menunjang tercapainya tujuan pemidanaan. Tujuan pemidanaan dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Jo Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tenung Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup antara lain agar pclaku jera. masyarakat scbagai korban terlindungi, lingkungan yang tnenjadi korban tindak piduna dapat dipulihkan. Oleh karena itu perlu dipilih tindakan yang sesuai dengan sifat hakiki dari suatu kejahman yang akan diberanias, dengan menyusun strategi pidana yang lepat. Selain tindakan yang sudah disebutkan dalam Pasal 119 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Jo Undang-Undang No 32 Taltun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di atas inaka perlu ditambahkan jenis tindakan yang disesuaikan dengan Aturan Standar Minimum yang diterima oleh Majelis Umum PBB dalam Resolusi 45/110 tertanggal 4 Desember 1990. Tindakan-tindakan non cusrodial yang dapat diberikan antara lain: Sanksi lisan (verbal sanction)seperti admonllion (tegumn/ nasikt baik) reprimand (regunm keras/pencercaan) dan warning (peringatan). Sanksi ini sangat penting mengingat ke depan dulam undang-undang lingkungan yang baru pelanggaran administrasi harus sebagaimana diketahui
5.31
awal mula terjadinya tindak pidana berawal dari ketidak patuhan dalam bidang administmi.
2. Juntlah ilamanya, sanksi dan si.stem ancaman pidananya Tindak pidana pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Jo Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diatur dalam Pasal 98 sampai dengan Pasal 118. Pasal 98 (kesengajaan) dan Pasal 99 ayat 1 (untuk delik culpa), adapun maksimum aneaman pidananya dirumusan sebagai berikut: a. untuk kesengajaan (Pasal 98) Minimum 3 tahun penjara maksimal (0 tahun penjara dan denda minimum sebesar Rp 3.000.000.000,- (tiga miliyar rupiah) dan denda maksimal Rp.16000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) apabila mensakibatkan orang mati atau luka berat.
b. untuk kealpaan (Pasal 99 ayat 1) 1 (satu) tahun penjara dan denda Rp.1.000.000.000,-(sam miliar rupiah) yang dapat diperberat nwnjadi 3 (tiga) tahun penjara . denda Rp. 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah) apabila mengakibatkan orung mati atau luka berat.
c. Dari rumusan ancaman pidana scbagaimana disebut di atas, jelas tcrlihat bahwa Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 lo Undang-Undang No 32 Tahun 2009 temang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menganut sistem perumusan kumulatif.
D. KEBIJAKAN FORMULASI PERUMUSAN SANKSI PIDANA I11 LUAR UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 1997 JO UNDANG-UNDANG NO 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Pembahasan terhadap kebijakan formulasi perumusan sanksi pidana yang terdapat di luar Undang-Undang No, 23 Tahun 1997 lo Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengclolaan Lingkungan Hidup, difokuskan pada jenis sanksi, jumlah (lamanya) sanksi dan sistem ancaman sanksi
5.32
I. Jenis sanksi Ketentuan perumusan sanksi Undang-Undang No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia menurut Andi Hamzah terdapat hal-hal yang unik, yang berbeda jault dari ketentuan dalam KUHP. 31 Dalant ketentuan pidana Pasal 16 dan Pasal 17 diatur hal-hal sebagai berikut: Pasal 6 (1)(2) berbunyi sebagai berikut: a. Barangsiapa melakukan tindakan-lindakan yang bertentangan dengan keientuan Pasal 5 ayat (1), Pasal 6, dan Pasal 7 dipidana dengan pidana denda setinggi-tingginya Rp.225.000,000,- (dua ratus dua puluh lima jula rupiah). b. Hakim dalam keputusannya dapat menetapkan perampasan terhadap hasil kegiatan, kapal dan/atau alat perlengkapan lainnya yang digunakan untuk mclakukan tindak pidana terschui dalam ayat (1), c. Barangsiapa dengan sengaja melakukan tindakan-tindakan yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup dan/atau tereemarnya lingkungan hidup dalam Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, diancam dengan pidana scsuai dengan peraturan penmdang-undangan yang berlaku di bidang lingkungan hidup.
Pasal 17 Barangsiapa merusak atau mentusnaltkan barang-barang bukti yang digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayai (1), dengan maksud untuk menghindarkan tindalcan-tindakan penyitaan terhadap barang-barang tersebut pada waktu dilakukan pcmeriksaan, dipidana dengan pidana denda setinggi-tingginya Rp 75.000.000,- (tujuh puluh lima juia rupiah). Dalam Pasal 16 dan Pasal 17 tereantum sanksi pidana denda masing-masing maksimum Rp.225.000.000,-(dua ratus dua puluh lima juta mpiah) untuk perbuatan yang melanggar Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 (eksplorasi dan eksploitasi, membuat dan menggunakan pulau-pulau buatan dan mengadakan penelitian ilmiah), maksimum Rp.75.000.000; (tujuh puluh lima jula rupiah) untuk perbuatan yang mennak dan memusnahkan barang-barang bukti dalam melakukan tindak pidana yang penama tersebut. Keunikan ketentuan pidana tersebut ialah tidak adanya pidana penjara, kurungan, maupun kurungan penggami jika denda tidak dibayar. Hal ini
5.33
disebabkan karcna dalam penjelasan Pasal 4 Undang-Undang No. 5 Tahun 1983 dijelaskan baltwa sanksi-sanksi dalam undang-undang ini berbeda dengan sanksi-sanksi dalam undang-undang yang berlaku di wilayah Republik Indonesia. Menurut Andi Hanizah32 tidak adanya sanksi pidana penjam dan pidana kurungan dalam undang-undang ini disebabkan karena adanya larangan dulam Konferensi Hukum Laut Imernasional di Caracas untuk menjatuhkan pidana badan bagi yang melanggar di wilayah 200 tnil itu. Menuna penulis karena tidak ada pidana penjara dan kurungan dalam Undang-UntMng ZEE ini maka sanksi piduna denda sebesar Rp.225.00.00,- (dua ratus duapuluh lima juta rupiah) terlalu kecil bila dibandingkan dengan kejahaian yang dilakukan dan kerugian yang diderita oleh Negara. Ke depan tttihttltttttyttpidttttitdttditdiliptttgttttdttkttttttliitittgltttpittithkttlihpitU Pidana tamballan dalam undang-undang ini ialah perampasan tcrhadap hasil kegiatan, kapal dan atau alat perlengkapan lain yang digunakan untuk mclakukan tindak pidana Masal 16 ayat 2). Sedangkan sanksi yang berupa tindakan. yaitu ganti kerugian karena perbuatan yang melanggar hukum Indonesia dan hukum Intemasional mcngcnai pulaupulau buatan, htstansi-instansi dan bangunan-bangunan lain di zona ekonomi eksIdusif Indonesia dan mengakibatkan kerugian, wajib memikul tanggung jawab dan membayar ganii kcrugiun kepada pcmilik pulau-pulau buatan, insiansi-instansi dan bangunan-bangunan lain (Pasal 9). Demikian pula membayar ganti kerugian kepada Pemerintah Indonesia olch mereka yang melanggar perundang-undangan Rcpublik Indonesia dan hukum Intemasional yang berlaku di bidang penelitian ilmiah yang mcngakibatkan kerugian (Pasal 10). Selanjuinya dikenal pula kewajiban membayar biaya rehabilitasi lingkungan laut autu sumber daya alam dengan segera dalam jumlah yang rnemadai akibat perbuatan yang menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan laut dan atau kerusakan sumber daya alam. Tanggung jawab membayar biaya tersebut bersifat muilak (Pasal 11 ayat I). Perampasan hasil kegiatan, kapal danMtau alat perlengkapan lain yang digunakan untuk melakukan tindak pidana dalam Pasal 16 (I).
Satu hal lagi yang perlu mendapat bahasan adalah ketentuan Pasal 16 tentang ketentuan pidana dimana dicantumkan haltwa iindakan-tindakan yang
5.34
menyebabkan rusaknya lingkungan hidup atau tercemamya lingkungan hidup dalam Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, diancam pidana sesuai peraturan yang berlaku di bidang lingkungan hidup. menurut Andi Hanuall Harus dise-laraskan dengan undang-undang ini yang tidak mengenal pidana badan.33 Menurut pendapat penulis selain memang harus diselaraskan karena Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 mengenal pidana penjara/pithum badan sanang undang-undang ZEEI tidak mengenal pidana badan, oleb karena itu sebaiknya undang-undang mengenai Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia harus segera diganti. karena banyak hal-hal yang sudah lidak sanuai lagi dengan perkembangan kejahatan dan teknologi yang berkembang. seperti besamya sanksi pidana denda dan besamya ganti kerugian sudan tidak sesuai lagi dengan tingkat kejahatan saat ini. deankian juga mengenai tindakan/perbuatan yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan perusakan yang terjadi di wilayah scharusnya tidak merujuk kepada undang-undang lingkungan hidup, tetapi diatur secara mandiri dalam undang-undang ZEEI yang baru. schingga proses penegakan hukum lingkungan dapat berjalan lancar. Karena undang-undang ZEEI tidak mengenal hukuman badanmaka selain hukuman denda dan ganti kerugian seria pemulihan lingkungan yang rusak sebagaimana yang sudah ditetapkan dalam undang-undang ZEEI. maka ke depan sebaiknya juga dikenakan hukuman tindakan baik yang dijatultkan pada tahap sebelum proses peradilan (pre trial stage), pada tahap peradilan dan pemidanaan (rial and sentencing) dan pada tahap setelah pemidanaan (post semencing stage). Menurui aturan standar minimum yang diterima oleh Majelis Umum PBB dalam resolusi 45/110 tertanggal 14 Desember 1990. lindakan-tindakan non-custodial yang dapat diberikan antara Berikutnya akan dijelaskan kebijakan formulasi perumusan sanksi Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 Temang Perikanan. Dalam undang-undang ini kmentuan mengenai kejahatan diatur dalam Pasal mmpai dengan Panal 94 sedangkan pelanggaran diatur dalam Pasal 87 sampai dengan Pasal 100, undang-uanang ini mengganti Undang-Undang No. 9 Tahun 1985 tananng Perikanan. Ada hal baru dalam undang-undang yang baru ini, karena di dalam Pasal 71 dinyatakan bahwa akan dibentuk pengadilan khusus tindak pidana di bidang perikanan. luga akan dibeniuk forum komunikasi penyidikan oleh Menteri Perikanan. Penuniutan pun diatur
5.35
secara khusos di dalam Pasal 75 yang menyamkan bahwa Jaksa Agung menentukan penumut umum dengan syarat-syarat yang ketat antara lain harus berpengalantan selama 5 (lima) tahun. Hakim yang akan mengadili pelanggaran di bidang perikanan juga khusus, yaitu hakim ad hoe yang terdiri atas dua hakim ad hoc dan satu hakim karier. Pemeriksaan pengadilan dapat dilakulcan secara in absentia, begitu pula penahanan diatur secara khusus. Uniuk kejahman Pasal 86 (I) diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) mhun dan denda paling banyak Rp.2.000.000.000,- (dua milyar rupiah), sedangkan untuk pelanggaran Pasal 87 (I) diancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.I.000.000.000,- (satu mi)yar rupiah). Bila dibandingkan dengan undang-undang perikanan yang lama maka dilihat d. jenis pidananya sama. Karena kedua undang-undang perikanan ini sama-sama menerapkan pidana penjara, kurungan dan denda, . tidak mengenal pidana tambahan dan tindakan tata teoib.
E. JUMLAH (LAMANYA) SANKSI DAN sisTEm ANCAMAN SANKS1
Untuk membahas jumlah (lamanya) sanksi dan sistem ancaman sanksi pertama akan diuraikan kebijakan fortnulasi perumusan s.ksi pidana dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1983 temang ZEE1, dimana undang-undang ini menggunakan sistem kumulasi yang dapat dilihat pada kata-kata "dan", perumusan sanksi yang bersifat kumulatif ini juga mengandung kelemahan sebagaimana sudah diuraikan sebelumnya karena bersifat imperatif, di sini hakim tidak diberikan keleluasaan dalam memilih sanksi terutama yang ditujukan kepada korporasi. Kemudian untuk jumlah (lamanya) sanksi undang-undang ini hanya mencantumkan sanksi pidana denda sebagaimana diatur dalam Pasal 16 dan Pasal 17, sanksi pidana denda masing-masing maksimum Rp.225.000.000,- (dua ratus dua puluh lima juta rupialt) untuk perbuatan yang melanggar Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 (eksplorasi dan eksplobasi, rnembuat dan menggunakan pulau-pulau bualan dan mengadakan penelitian ilmiah), maksimum Rp.75.000.000,- (oujuh puluh lima juta rupiah) untuk perbuatan yang merusak dan memus.kan barang-bamng buIcti dalam melakuk. tindak pidana yang pertama tersebut.
5.36
Karena undang-undang ini menurut ketentuan konferensi hukum laut Intemasional di Caracas, melarang menjawhkan pidana badan bagi yang melanggar di wilayah 200 mil mau dengan kata lain undang-undang ini iidak mengenal pidana penjara/kurungan, menurut penulis karena tidak ada pidana penjara dan kurungan dalam Undang-Undang ZEE ini maka sanksi pidana denda sebesar Rp 225.00.00,- (dua ra. duapuluh lima jum rupiah) terlalu kecil bila dibandingkan dengan kejahatan yang dilakukan dan kerugian yang diderita oleh negara. Ke depan seharusnya pidana denda dilipat gandakan minimal sepuluh kali lipat. Selanjutnya jumlah dan sistem ancaman sanksi dalam UU No. 5 Taltun 1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati apabila dilihat dari jundah (lamanya) sanksi dapat dilihat bahwa perumusan sanksi Pasal 40 ayat (1)(2)(3)(4) dirumuskaw Ayat 1 Untuk kesengajaan melanggar Pasal 19 ayat (I) dan Pasal 33 ayat (I) diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) taltun dan denda paling banyak Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), sedangkan kesenga-jaan yang melanggar Pasal 21 ayat (I) dan ayat (2), serta Pasal 33 ayat (3) diancum pidana paling lama 5 Tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus jum rupiah). Ayat 2 Untuk kealpaan diancam pidana paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) melanggar Pasal 19 ayat (I) dan Pasal 33 ayat (I), sedangkan, yang melanggar Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) diancam pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000.- (lima puluh juta rupial0 Jumlah/lamanya sanksi pidana menurut Undang-Undang No. 5 Taltun 1990 tentang Kcanekaragaman suntber Hayati. masih lebih ringan dihandingkan dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dimana kesengajaan pidana penjara 10 (sepuluh) mhun dapat diperbemt menjadi 15 (lima belas) taltun dan denda Rp.500.000.000,41ima ratus juta rupian). Sedangkan untuk culpa diancam pidana 3 (tiga) tahun dapat diperberat menjadi 5 (lima) tahun, dengan denda Rp.150.000.000,4seraws lima puluh juta rupiah). Dalam rangka ius consti-wendum sebaiknya ditetapkan pidana minimal khusus dari setiap rumusan tindak pidana untuk menghindari terjadinya disparitas pidana dan rasa ketidakadilan masyarakat. Sedangkan kebijakan sistem ancaman sanksi dari undang-undang ini memakai sistetn kumulatif.
5.37
Berikutnya akan dibahas kebijakan formulasi perumusan sanksi pidana Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Pasal 63 berbunyi: Barangsiapa yang melangsar ketentuan Pasal 3, Pasal 4, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 32, Pasal 34, Pasal 36, Pasal 37, pasal 39 dan Pasal 60 yang mengakibaikan dan/atau dapat mcnimbulkan pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan hidup diancam dengan pidana sebagaimana diatur pada Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, dan Pasal 47 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Karena PP No. 18 Tahun 1999 ini dalam hal penjatuhan pidana merujuk ke Undang—Undang No. 23 tahun 1997 tentang l'engelolaan Lingkungan Hidup, maka jenis sanksi pidananya hanya mengenal jcnis sanksi pidana penjara. denda, dan tindakan tata tenib. dan tidak mengenal jenis sanksi pidana iambahan dan kunmgan, hal ini dikannakan selunth rumusan tindak pidana yang ada di dalam UU No. 23 Tahun 1997 sentua dikatagorikan sebagai kcjahatan. Demikian juga mengenai jumlah maksimum pidananya baik pidana penjara maupun denda maupun sistem perumusan sanksinya sama dengan Undang-Undang No, 23 tahun 1997. Sclanjutnya bila jenis sanksi yang terdapat dalam PP No. 18 Taltun 1999 ini semuanya berjenis sanksi negatif. Salah satunya dapat dilihat dalam Pasal 3 yung berbunyi: "Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kcgiatan yang menghasilkan limbah B3 dilarang membuang limbah B3 yang dihasilkannya itu sccara langsung ke dalam mcdia lingkungan hidup, tanpa pengolahan terlebih dahulu." Rumusan sanksi dalant norma tersebut di atas berbentuk negatif yaitu melarang setiap orang membuang limbali B3 secara langsung ke media lingkungan tanpa diolah terlebih dahulu. Atau dapat dikatakan setiap orang yang membuang limbah B3 ke media lingkungan tanpa diolah lebih dahulu dikenakan sanksi. Sanksi negatif ini bersifat represif dan mempunyai kelemahan, karcna perlindungan terhadap lingkungan dilakukan setelah terjadinya kerusakan, akan baik apabila dalam PP No. 18 Tahun 1999 ini juga dicantumkan sanksi yang bersifat positif.
5.38
Menurut Soerjono Soekanto34 Secara konvensional dapat diadakan pembedaan antara sanksi positif yang merupakan imbalan, dengan sanksi negatif yang berupa hukuman. Dasar gagasan tersebut adalah, bahwa subyek hukum akan memilih salah satu dan menghindari yang lain. Kalangan hukum lazimnya beranggapan bahwa hukuman merupakan penderitaan, sedangkan imbalan merupakan suatu kenikmatan, sehingga akibat-akibatnya pada perilaku serta merta akan mengikutinya. Sanksi-sanksi yang terdapat PP No. 18 Tahun 1999 pada umumnya berupa sanksi negatif. PadahaHalam kenyataannya. di samping sanksi negatif, juga terdapat sanksi positif, kalangan hukum lazimnya kurang memperhaiikan masalah imbalan atau sanksi positif. Secara sepintas akan tampak bahwa sanksi negatif lebih banyak dipergunakan bila dibandingkan dengan sanksi positif, oleh kamna adanya anggapan kuat bahwa hukuman lebih efektif. Ancaman hukuman mempunyai efek menakut-nakuti, sedangkan imbalan bnya merupakan suatu insentif belaka. Namun ada pula anggapan bahwa ancaman hukum merupakan suatu dorongan umuk melakukan kejahatan, oleh karena perbuatan-perbuatan yang merupakan penyelewengan, merupakan penyalur pelbagai hasrai manusia yang mengalami pelbagai tekanan. Selanjutnya akan dibahas jundah dan sistem ancaman sanksi yang terdapat dalam dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. Bila dibandingkan antara undang-undang perikanan yang baru dengan undang-undang perikanan yang lama yaitu Undang-Undang No. 9 Tahun 1985, maka jumlalt (lamanya) pidana penjara dan kurungan yang diancamkan, banyak kemajuan sebab dalam undang-undang perikanan yang baru. untuk kejahatan ancaman pidana 10 (sepuluh) tahun dan denda Rp.2.000.000.000,- (dua milyar rupial). untuk pelanggaran ancaman pidana kurungan 2 (dua) .hun dan denda Rp.1.000.000.000,-(satu milyar rupiah), sedang dalam UU perikanan yang lama ancaman sanksi terdapat dalam Pasal 24 sampai dengan Pasal 28. Pasal 24 dan Pasal 25 (sub a dan sub b) merupakan lejahatan", Pasal 26, Pasal 27 sub c, d dan e merupalcan "pelanggaran". Untuk kejahatan dipidana dengan pidana penjara maksimum 10 (sepuluh) tahun datilatau denda maksimum Rp.100.000.000,- (seratus juia rupiald, sedangkan untuk pelanggaran diancam dengan pidana kurungan
5.39
maksimum 6 (enam) bulan atau denda Rp. 50.000.000.- (lima puluh jula rupiah). LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di mas, kerjakanlah latihan berikui,
I) Apa yang dimaksud dengan asas Geen straf mnder schuld, actus non facitreum mensit rea? 2) Sebutkan jenis sanksi yang diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup!
Petunjuk Jawaban Latihan
I) Ams penanggungjawaban dalam hukum pidana adalah tidak dipidana jika tidak ada kesalahan. 2) Jenis sanksi yang terdapat dalam Undang-Undang No 23 tahun 1997 yakni sanksi pidana dan sanlmi tindakan tata tertib. «ZI RANGICUMAN Ams penanggungjawaban dalam hukum pidana adalah tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (Geen stmf zonder scludd, acms non facitreum nisi mensa rea). Aus ini tidak tersebut dalam hukum tertulis tapi dalam hukum yang tidak tenulis. demikian juga yang berlaku di Indonesia.
2) Penanggungjawaban pidana dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 diatur dalam Pasal 45 dan Pasal 46 yang merupakan rumusan kejahatan korporasi sebagaimana diatur dalam Pasal 51 KUHP Belanda. Komorasi sebagai legal person merupakan subyek hukum yang dapat dipidana berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997. Perkembangan ini merupakan suatu perubahan paradigma dalam hukum pidana yang pada awalnya menganui prinsip bahwa badan hukum tidak dapat melakukan tindalc pidana oleh karenanya iidak dapat dihukum (socimas delinnquere non potesi).
5.40
MODUL 6
KEGIATAN BELAJAR 1
Jenis Kejahatan di Bidang Perpajakan
A. TENTANG HUKUM PAJAK, ART1, TUGAS, DAN GUNANYA
Hukum pajak, yang juga disebut hukum fiskal, adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekeayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara. sehingga ia merupakan bagian dari hukum public, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan-badan (hukurn) yang berkewajiban membayar pajak (selanjutnya disebut wajib pajak). I Tugasnya adalah menelaah keadaan-keadaan dalam masyarakat yang dapat dihubungkan dengan pengenaan pajak, merumuskan dalam peraturan-peraturan hukum dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum ini; dalam pada itu adalalt penting selcali bahwa tidak harus diabaikan begitu saja latar belakang ekonomis dari keadaan-keadaan dalam masyarakat tersebut.2 Hukum pajak memut pula unsur-unsur hukum tata negara dan hukum pidana dengan acara pidananya. Dalam lapangan lain hukum administratif, unsur-unsur tadi tidak begitu Nampak seperti dalam hukum pajak juga administratifnya diatur dengan sangat rapinya. Jus. inilah, ditambah dengan luasnya lapangan karena eratya hubungannya dengan ekonomi. maka dalam abad ini banyak satjana hukum, sarjana ekonomi, dan , cerdik pandai lainnya yang mencurahkan perhatiannya yang cukup terhadap hukum pajak ini, yang kini dalam beberapa negara telah merupakan ilmu yang berdiri tersendiri.3 Yang terutama tnenarik pedudian para cendikiawan adalah scringnya berubah ,turan-peraturannya. yaitu sebagai akibat dari perubahan yang terdapat pada kehidupan ekonomi dalam masyarakat di mana perubahan ini
6.2
mengharuskan pengubahan pennuran-peraturan pajaknya. Donikianlah halnya dengan negara-negara yang telah maju (juga dalum caranya mengatur pajaknya), yang telah menyesuaikan segala aparatumya dengan kebutuhan masyarakatnya urttuk secepat-cepainya bereaksi terhadap segala perubahan, terutatna yang tennasuk dalam lapangan perekonomian.4
B. PAJAK
Batasan atau definisi pajak berbagai macanr. dalam rangka buku ini tidaklah akan akan diselidiki batasaan manakah di antara yang bennacam-macam ragam itu yang lebih tepat daripada hasilnya. Akan bermanfaailah kiranya bilamana diadakan peninjauan dari kupasanterhadal hal.iltwal yang dirumuskan dalant beberapa di antaranya: salah satu di antara balasan-batasan itu diajarkan oleh Prof. Dr. PJ.A Adriani (pernah menjabal guru besar dalam hukum pajak pada Universims Amsterdam, kentudian Pernimpin International Bureau of Fiscal Documentation, juga di Amsterdam) yang berbunyi sebagai berikut.5 "Pajak adalah ivaran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang olelt yang wajib membayarnya menurut pemturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali. yang langsung dapat ditunjuk. dan yung gunanya adalalt untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umu berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintaltan"6 Kesimpulan yang ditarik dari definisi tersebut adalah bahwa Prof Adriani memasukan pajak sebagai pengertian yang dianggapnya sebagai suatu species ke dalam genus pungutan (jadi, pengutan adaah lebih luas). Dalam definisi ini titik berat diletakkan pada fungsi budgetair dari pajak, sedangkan pajak masth mempunyai fungsi lain yang tidak kalah pentingnya. yaitu fungsi mengatur 7 Yang dimaksud dengan tidak medapat prestasi kembali dari negara ialah pretasi khusus yang erat hubungannya dengan pembayaran "iuran" itu.
6.3
Prestasi dari negam seperli hak untuk menggunakan jalan-jalan umum. perlindungan dan penjagaan dari pihak polisi dan temara, sudah barang tentu diperoleh oleh para pembayar pajak itu, tetapi diperolellnya itu ridak secara individual dan tidak ada hubungannya langsung dengan pembayaran itu. Buktinya: orang yang iidak membayar pajak pun dapat pula mengenyam kenikmatanS
I. Definisi Pujak Sekadar untuk perbandin, berikut ini disajikan defini dari bebempa sarjana yang dimuat secara kronologis. a. Definisi Prancis, termuat dalam buku Lcory Beaulieu yang berjudul Traite de la Science des Finances, 1906. berbuny,
"L" impor er la contirbution, soir directo soit dissinudee. que La Puissance Publique exige des habiumis ou des biens pur subvenir aux depenses du Gouvernmem".9
"Pajak adalah bantuan. baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintah."
b. Definisi Deutsche Reichs Abgaben Ordnung (RA0-1919), berbunyi: "Steuem sind einmalige oder laufende Geldleistungen die nicht eine Gegenleistung fur eine besondere Leistung darstellen, und von einem offentlichrestlichen Gemeinwesen zur Enielung von Einkunften allen auferlegt werden, bei denen der Taibestand zutrifft den das Fesetz dic Leistungsplicht knupft." "Pajak adalah bantuan uang secara insidential atau secara periodik (dengan tidak ada kontraprestasinya), yang dipungut oleh badan yang bersifat umum (= negara), untuk memperoleh pendapatan, dimana teriadi suatu tatbestand (=sasaran pemajakan), yang karena undang-undang telah menimbulkan utang pajak."10
6.4
c. Definisi Prof.Edwin R.A. Seligman dalam Essays in Taxation, (new York, 1925), berbunyi:
"Tar is a compulsery contribution from the person, to the govemment defmy the expenses incurred in the conunon interest gfll. withow reference to special benefit conferred."11
Banyak terdengar keberatan atas kalimat, "without reference" karena bagaimanapun juga uang-uang pajak tersebut digunakan untuk produksi barang dan jasa. jadi benefit diberikan kepada masyarakat. hanya tidak mudah ditunjukkannya, apalagi secara perorangan. 12
d. Phillip E.Taylor dalam bukunya The Economics of Public Finance, 1984. mengganti "without reference" menjadi "with little reference".13 Definisi Mr.Dr.N..I. Feldmann dalam bukunya De overheidsmiddelen van Indonesia, Leiden, 1949, adalah:
"Belastingen rifn aan de Overheid lvolgens algemene, door haar vastgestelde normen, verschuldigde afdwingbare prestries, ivaar geen tegenpmstatie tegenover staat en uitsluitend dienen tot dekking publieke uitgaven."
"Pajak adalah prestasi dipaksakan scpihak olch dan Icrutang kcpada penguasa (nenurut nonnao-norma yang ditetapkannya secara uinum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum."15 Feldmann (seperti juga halnya dengan Seligman) berpendapat, bahwa terhadap pembayaran pajalL tidak ada kontraprestasi dari negara. Dalam
1,1 R.Sam4cso Brolodihardjo.2013.Penganzar lb. Ilakum PajakBandung:Refika Adimma. 12 R.Santwo Broiodihudjo..»13.Pengamar Ihnu Pojak.Bandung:Refika Adimma. Halaman 4 13 R Samaso Ilmiodihadjo.2013.Pengantar Ihnu Pajak.Bandung:Relika Adimma. Halaman 4 14R.Sammo Bmodihardjo.2013.Pengantar fintu Hukom Pajnk.Bandung:Relika Aditama. Huluman 4 15 k.Samoso Bromdthardp.2.013.Pengontar linsu liukum Pajnk.Banduny:Refika Aditatna. HaLunan 4
6.5
mengemukakan kritik-kritiknya terhadap delinisi dari sarjana.satjana lain seperti Taylor, Adriani, dan lain-lain temyam, bahwa Feldmann tidak berhasil pula dengan definisinya untuk memberikan gambaran temang pengertian pajak. 16
e. Definisi Prof. Smeets dalam bukunya De Economische Betekenis der Belastingen. 1951, adalah,
Belastingen zijrt aan de overheid frolgens nortnert, verschuligde, afdwingbare prerties, zonder dat hiertegenover. het nulividuele gewl, aanwijsbare tegen,staties staan; zij strekken tot dekking vanpublieke uftgaven."17
..Pajak adalah prestasi kepada pemrintah yang termang mclalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan. tanpa adakalanya kontraprestasi yang dapat ditunjuldcan dalam hal yang individual; maksudt. adalah untuk memblayai pengeluaran pemerimah.“18 Dalam bukunya ini, Smeets mengakui bahwa definisinya hanya menonjo. fungsi budgmer saja; baru kemudian ia menambahkan fungsi mengatur pada definisinya.I9
2. Huhungan dengan ilukum Pidana Hukum Pidana, seperti yang telah tercantum dalam Idtab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan yang terdapat di luamyn yaitu dalam ketentuan-ketentuan undang-undang yang khusus untuk mengadakan peraturan-peraturan dalam segala lapangan, merupakan suatu keseluruhan yang sistematis, karena kmentuan-ketentuan dalam Buku I dari KUHP (kecuali ditemukan lain) juga berlaku untuk perisiiwa-peristi. pidana
6.6
(peristiwaa yang dapat dikenakan hukuman = stratbeer feit) yang diuraikan di luar KUHP itu (1ihat Pasal 103 KUHP).20 Adapun hak untuk menyimpang dari peraturan-peraturan yang tercantum dalam KUHP Indonesia ielah diperoleh pembuat ordonansi semenjak Mei 1927, dan kesempatan ini banyak dipergunakannya karena kenyataan, bahwa peraturan-peraturan administratif pun sangat mernerlukan sanksi-sanksinya yang menjamin di.tinya oleh 1.1ayak ramai. Juga dalam peraturan-peraturan pajak terdapat sanksi-sanksi yang bersifat khusus, misalnya tentang dapatnya badan hukum dikenakan suatu hukuman (sedanglcan sebagai asas yag terpenting dari hukum pidana umum hingga kini adalah bahwa badan hukum tidalc pcmah dapat mclakukan perbuatan yang dapat dihukum karena hukum pidana ini smeata-mata ditujukan kepada individu, demikian Prof Mr. J.E Jonkers dalam bukunya Handbock van hct Indonesisch Srafrecht) walaupun KUHP telah banyak memuat ancaman bagi pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan-peraturan pajak ini. An. lain dimuatlah dalam pasal 322 KUHP ancaman terhadap (bekas) pegawai yang dengan sengaja telah membuka rahasia jaba. yang seharusnya disimpan baik-baik Dalam undang-undnag pajalc pun prinsip ini dengan nyata-nyata dimuat, antara lain dalam pasal 21 yo 25 Ordonansi Pajak Pendapa. (Peralihan) 1. dan Ordonansi Pajak Perseroan dalam pasal 47 jo 49.21 Penyimpangan lainnya dari prinsip utama hukum pidana umum yang terdapat dalam Undang-Undang Pajak dan yang ang timbul dari dasar pikiran, bahwa bagaimanapun uga Fiskusharus diberi penggantian kerugian (sebagai hukuman terhadap wajib pajak yang berbuat salah), dinyatakan dalam pasal 367 dan pasal 368 dari Reglemen Indonesia yang diperbaharui (HIR= Henelene Indonesisch Reglement). Peraturan tersebut menetapkan bahwa antara lain uniuk pajak. pasal 77 dari KUHP tidak berlaku, sehingga yang berianggungjawab atas benda-benda. penyitaan-penyitaan, dan biaya-biaya (yang scharusnya ditanggung olch wajib pajak sendiri, tetapi karena ia meninggal dunia setelah dijatuhi hulcuman karena suatu pelanggaran terhadap peraturan pajak), adalah ahli warisnya.22
6.7
Adapun bams-batas antara tugm aturan-aturan tentang hukuman dalam Undang-Undang Pajak iii (ada yang menamakannya: hukum pidana fiskal) dan hukum pidana umum setelah dikurangi dengan hukum pidana militer) tidak pasti letaknya, seakan-akan tidak diatur dengan ,menentu, misalnya pemakaian (lagi) materai tempel yang telah terpakai, hingga mulai saat berlakunya S-1941 No.49I merupakan kejahatan fiskal dan diancam dalam pasal 122 ayat 1 dari aturan Bea Materai 1921, tetapi kini, semenjak saat diancam dalam pasal 260 KUHP.23
Kebutuhan untuk memasukkan peraturan-peraturan yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan umum dalam hukum pidana fiskal. telah temyata makin lama makin berkurang. Keeenderungan (tendensi) ini mungkin sekali disebabkan oleh keinsafan, bahwa pengertian modem mengenai tata tertib hukum ini meliputi segala lapangan, lagipula karena keyakinannya bahwa diadakannya segala macam hukuman adalah tenlorong oleh keinginan . pihak penguasa untuk menyelamatkan kepentingan umum dalam segala lapangan, dengan sejitu-jitunya.
Prof. . Mr. J. van der Poel (Direktur Pajak Kerajaan Belanda dan Direktur merangkap Guru Besar Akademi Pajak Rotterdam) dalam bukunya Rondom Composite en Compromis mengutarakan bahwa hukum pidana fiskal sebanyak mungkin harus sesuai dengan hukum pidana umum. Sudah barang tentu tetap ada ketinggalan perbedaannya yang khusus, karena hukum pajak sangat membutuhkannya dalam detail-detailnya. Lagipula, sekalipun dasar pikirannya sama, namun dalam sejarah ternyata pertumbuhannya agak menyimpang. Menurut pendapatnya, sebelah setengah abad yang lalu, pelanggaran.pelanggaran pajak terlalu dianggap simplistic (remeh) dan terlalu formal, sedangkan teori dalam filsafat yang terbaru mengenai hal itu tidak lagi membedakan antara “pencurian" terhadap negara dan pencurian terhadap individu.
Dalam soal pajak ini, negara berhadap-hadapan muka dengan para wajib pajak sebagai penguasa dalam menunaikan tugasnya untuk mengatur hubungannya dengan warganya. lnilah sebabnya maka di muka dikatakan bahwa hukum pajak merupakan bagian dari hukum administrative yaitu peraturan-peraturan mengenai luasnya dan cara penunaian tugas pemerintah dan aparatur-aparatur negara, pula peraturan-pennuran penyclenggaraannya.
Karena dalam pcnyelenggaraan hukum publik sangat diperlukan control oleh pemerintah terhadap pelaksanaan hukum itu, dan pengawaann tadi diperkuat dengan sanksi-sanksinya secara pidana (seperti akan kita lihat bukan saja terhadap pelanggar-pelanggar, melainkan juga terhadap pelaksananya), maka khalayak ramai selalu harus berhubungan erat dengan instansi-instansi yang berkewajiban melaksanakannya. yaitu Direktorat Jenderal Pajak dengan kantor-kantor inspeksinya dan Ditektorat Jenderal Bea dan Cukai dengan kantor-kantor cabangnya. Bagi hukum pajak, hubungan ini bercorak khusus, dan diatur dengan panjang lebar dalam undang-undang masing-masing.
C. TINDAK PIDANA PERPAJAKAN SEBAGAI TINDAK PIDANA EKONOMI
Tindak pidana yang berkaitan dengan perekonomian adalah tindak pidana perpjakan, karena perpajakan berkaitan dengan pendapatan dan pengeluaran yang mempunyai dampak pada kondisi perekonomian secara umum. Secara yuridis, kejahatan dibidang perpjakan menunjukkan bahwa kejahatan ini merupakan substansi hukum pajak karena terlanggamya kaidah hukum pajak. Soeara sosiologis, kejahatan dibidang perpajakan tclah memperlihaikan suatu keadaan nyata yang terjadi dalam masyarakat sebagai bentuk aktivitas pegawai pajak, wajlb pajak, pejabat pajak, atau pihak lain. Sementara itu, secara tersirat makna bahwa telah terjadi perubahan-pembahan nilai dalam masyaralcat ketika stuttu aktivitas perpajakan dilakmnakan sebagai bentuk peran serta dalam berbangsa dan bemegara.27 Kejahatan dibidang perpajakan dapat berupa melakukan perbuatan mau tidak melakukan perbuatan yang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pada hakikatnya, ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dikategorikan sebagai kaidah hukum pajak yang
6.9
menjadi koridor umuk beMuat atau lidak berbum. Dengan thmikian. melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan dibidang perpajakan tergolong sebagai kejaltatan dibidang perpajakan ketika memenuln rumusan kaidah hukum pajak. 28 Melakubn perbuman atau iidak melakukan perbuatan sebagai bentuk kejahatan dibidang perpajakan memerlukan uraian analisis yang mendasar sehingga mudah dipahami secara prinsipil. Pertama, melakukan perbuthn tapi benentangan dengan kaidah hukum pajak sehingga dikategorikan sebagai kejahatan dibidang perpajakan. Misalnya, wajib pajak melakulcan perbuman berupa menyampaikan surat pemberthhuan letapi substansinya tidak benar, tidak lengkap. tidak jelas, atau tidak ditandaiangani. Kethm, tidak melakukan perbuatan. tetapi memenuhi rumusan kaidah hukum pajak sehingga dikategorikan sebagai melakukan kejahaian dibidang pemajakan. Misalnya, wajib pajak tidak membayar pajak untuk suatu saat atau masa pajak bagi liap-tiap jenis pajak, paling lama lima belas hari wtelah terutangnya pajak atau berakhimya masa pajak tersebut. Korban kejahatan dibidang perpajakan tidatc selalu tertuju pada negara, melainkan wajib pajak dapat pula menjadi korban. Ketika korban dari kejathtan tertuju pada negara berard pihak yang melakukan kejahatan adalah pegawai pajak atau wajib pajak. Contoh, pegawai pajak dengan maksud menguntungkan diri sendiri melawan hukurn dengan mcnyalahgunakan kekuasaannya memaksa sescorang untuk memberikan sesuatu,untuk membayar atau menerima pembayamn, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri dengan tindakan atau perbuatan itu dapat menimbulkan kenigian pada pendapatan negma. Ataukah, wajib pajak menyampaikan surat pemberitahuan, tetapi substansinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.30 lika korban tertuju kepada wajib pajak berani pihak yang melakukannya adalah pegawai pajak atau pejabat pajak. Comoh, pegawai pajak tithk memberikan pelayanan secara benar dan baik kepada wajib pajak sebagai
6.10
pelaksanaan ,istem self assessment" yang Manut dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Perubahan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata cana Perpajakan (UUKUP). Ataukah, pejabat pajak tidak memenuhi kewajiban meranasialum ranasia wajib pajak yang telan dikmanui, baik dalam bentuk tertulis maupun lisan. Kemhasiaan itu termju pada mhasia wajib pajak yang terkait dengan perpajakan. 31 Ketika kejahatan dibidang perpajakan telah memenuhi unsur-unsur delik pajak, berani pelaku kcjahatan wajib dikenakan sanksi pidana sebagaimana ditentukan dalam kaidah hukum pajak. Apabila ditclusuri sanksi pidana sebagai suatu ancaman hukuman yang ditujukan kepada pelaku kejahatan yang memenuhi rumusan kaidah hukunt pajak, hanya berupa hukuman penjara, hukuman kurungan, dan hukuman denda. Ketiga jenis hukuman ini berada pada tataran hukuman pokok. Dalam arti, ketika ditclusuri ancaman hukunum yang bolch dikenakan kepada pelaku kejahman dibidang perpajakan, temyata tidak mengaitkan hukuman tambahan sebagaimana dikenal dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hal ini memerlukan pengkajian lebih mandalam, mengapa hukuman tambahan tidak diancamkan sebagai bagian dari penghukuman kepada pelaku kcjahatan dibidang perpajakan?32
D. JENIS4ENIS KEJAHATAN PERPAJAKAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERPAJMUN
Hukum Pajak sanagai hukum positif merupakan bagian tak terpisalikan dari Itukum publik. Substansi hukum pajak memuat kaidah hukum tertulis karena dalam kenyataannya bahwa kelahimnnya didaanrkan pada undang-Undang Pajak sebagai produk politik dari Dewan Penvakilan Rakyat bersama dengan Presiden. Ketentuan ini tersebar dalam berbagai Undang-Undang PttjttkyttttgbttottitttttotttttttlttottttpttttbttttittttttttttttoALttttlittibttttlttjtttttttttttttk mcngingatkan kepada pihakpihak yang terkait dengan hukum pajak agar memahami kaidah hukum pajak dalam pelaksanaan dan penegalumnya, baik
6.11
diluar maupun di dalam lembaga peradilan pajak. Dengan demikian, hukum pajak tidak mengenal keberadaan kaidah hukum pajak termlis karena kelahirannya tidak dilandasi dengan praktik perpajakan dicialam masyarakat.33 Disamping itu, dikenal pula kaidah hukum pajak yang bersifat umum maupun bersifat abstrak dan terarah kepada pihalc-pihak yang diharapkan menami hukum pajak. Sehingga menurut Asshiddiqie (2010;4) karena ditujukan kepada semua subjek yang terikat tanpa menunjulc atau mengaitkannya dengan subjek konkret, pihalc atau individu tertentu. Kaidah hukum yang bersifat umum maupun bersifat abstrak, inilah yang biasanya menjadi maieri peraturan hukum yang berlaku bagi setiap orang atau siapa saja yang dikenai perumusan kaidah hukum yang terMang dalam penituran perundang-undangan yang terkait. 34 Munculnya kejahatan di bidang perpajakan, didasarkan pada kaidah hukum pajak yang berupaya membedakan dalam bentuk sepeoi "karena kelalaian" atau "dengan kesengajaan". Adanya pembedaan itu tergantung pada niat dari pelaku untuk mewujudkan perbuatannya yang terjaring dalam kaidah hukum pajak. Sebenamya kejahatan di bidang perpajakan muncul karena didasarkan pada niat pelakunya saat melaksanakan tugas dan kewajiban masing-masing.35 Kejahatan yang terkait dengan pelaksanaan hukum pajak memiliki keanekaragaman, karena didasarkan pada berbagai kepentingan yang hendak dilindungi termama kepentingan terhadap pendapatan negara. Keanckaragaman kejahatan di bidang perpajakan sangat terkait dengan kaidah hukum pajak yang wajib dilakmnakan olelt piltak-pihak berdasarkan mgas dan kewajiban di bidang pemajakan. Kaidah hukum pajak yang memiliki keterkailan dengan pelaksanaan tugas merupakan tanggung jawab pegawai pajalc maupun pejabat pajak. Sementara itu, kaidah hukum pajak yang terkait dengan pemenuhan kewajiban merupakan tanggung jawab wajib pajak dan pihak lain.
6.12
Kejahatan dibidang perpajakan tidak boleh digolongkan ke dalam kejahatan yang bersifat menimbulkan kerugian pada keuangan negam atau perekonomian negara. Oleh karena itu, unsur kerugian pada keuangan negara atau perekonomian negara merupakan salah satu unsur delik korupsi. Sebaliknya, kejahatan di bidang perpajakan memiliki unsur ndapat menimbalkan kerugian pada pendaparan negara“. Dalam arti, delik pajak memiliki unsur kerugian yang berbeda dengan unsur kerugian pada delik korupsi. Walaupun demildan, baik delik pajak maupun delik korupsi, keduanya merupakan kejahatan yang berada diluar janglcauan KUHP karena diatur secara tersendiri dalam undang-undang yang berbeda. 37 KUHP mengatur secara global mengenai delik, baik yang bersifat umum maupun bersifat khusus. Delik yang bersifat umum, misalnya kejahatan berupa perbuatan yang menghilangkan nyawa orang lain. Kemudian delik yang bersifat umum, misalnya kejahatan berupa perbuatan memperkaya diri sendiri alau omng lain yang menimbulkan kerugian pada negara. Berhubung delik busus diatur dalam peraturan tersendiri, maka ketentuan dalam KUHP tidak diberlakukan lagi. Penimbangannya adalah pada adanya asas hulcum lex specialis derogat legi genemr. Misalnya, delik pajak telah diatur dalam hukum pajak, khususnya dalam UUKUP. Sementara itu, delik korupsi telah diatur pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembemmasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK). Kedua jenis delik ini diatur dalam pemturan hukum yang berbeda schingga tidak boleh disanwkan antara delik pajak dengan delik korupsi, walaupun dalah satu unsur delik hampir mma, tecapi tetap memiliki perbedaan substantif. 38 Kata "da," dalam unsur delik pajak berupa dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara tidak selalu hxyus terjelma atau terjadi. Oleh karena pendapatan negara dad sektor pajak yang ditetapkan dalam Undang-Undang Anggamn Pendapatan dan Belanja Negara (UUAPBN) hanya bersifat perkiraan atau dugaan dalam jangka walctu satu tahun. Perkiraan atau dugaan itu merupakan bagian dari kata ..dapar menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Apalagi kalau terbukti menimbulkan
6.13
kerugian pada pendtitxtian negara sehingga tidak perlu diragukan kebenarannya. 39 Kejahalan di bidang perpajakan merupakan awal dari dclik pajak yang terkait dengan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Tidak boleh disamakan dengan kejahatan sebagai awal dari delik korupsi yang diatur dalam UUPTPK. Adapun jenis kcjahman di bidang perpajakan. antara lain sebagai berika:40 I. Menghitung atau menetapkan pajak; 2. Bertindak di luar kewenangan; 3. Melakukan pemerasan dan pengancaman; 4. Penyalahgunaan kekuasaan; 5. Tidak mendaftarkan diri atau melaporkan usahanya; 6. Tidak menyampaikan surat pemberitahuan; 7. Pcmalsuan sumt pemberiMhuan; 8. Menyalahgunakan nomor pokok wajib pajak: Menggunakan tanpak hak nomor pokok wajib pajak; 10. Menyalahgunakan pengukuhan pengusaha kena pajak; 11. Menggunakan tanpa hak nomor pokok wajib pajak: 12. Menolak untuk diperiksa; 13. Pemalsuan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain; 14. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain; 15. Tidak menyimpan buku, cata. atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan; 16. Tidak menyetor pajak yang telah dipotong atau dipungui; 17. Menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak. bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak dan/atau bukti setoran pajak; 18. Menerbitkan faktur pajak tempi belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak; 19. Tidak memberikan keterangan aiau bukti; 20. Menghalangi atau mempersulit penyidikan delik pajak; 21. Tidak memenuhi kewajiban memberikan data atau informasit
6.14
22. Tidak terpenuhi kewajiban pejabat pajak dan pihak lain; 23. Tidak memberikan daia dan informasi pemajakan; 24. Menyalaligunakan data dan infonnasi perpajakan; 25. Tidak memenuhi kewajiban merahasiakan mhasia wajib pajak; dan 26. Tidak dipenuhi kcwajiban merahasiakan mhasia wajib pajak. LATIHAN Untuk memperdalam pemahaman Anda mcngenai nulteri di atas, kerjakanlah latihan berikut!
I) Berikan I (satu) contoh Kcjahatan Pajak yang dilakukan oleh Pegawai pajak!
2) Jelaskan mengapa kejahatan perpajakan disebutjuga scbagai kejahatan dibidang perekonomian,
Petunjuk Jawaban Latihan
I) Pcgawai pajak dcagan maksud inenguntungkan diri sendiri melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran, atau untuk mengerjakan s.uatu bagi dirinya sendiri dengan iindakan atau perbuatan itu dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
2) Tindak pidana yang berkanan dengan perekonomian adalah tindak pidana perpajakan, karena perpajakan berkaitan dengan pendapatan dan pcngcluaran yang mempunyai dampak pada kondisi perekonomian secara umum.
RANGKUMAN
I ) Kejahatan dibidang perpajakan menunjukkan bahwa kejahatan ini merupakan substansi hukum pajak karena terlanggamya kaidah hukum pajak. Secara sosiologis, kejahatan dibidang pcmajakan tclalt memperlihatkan suatu kcadaan nyata yang terjadi dalam masyamkat scbagai bentuk aktivitas pegawai
6.15
KEGIATAN BELAJAR 2
Kejahatan oleh Pegawai Pajak, Wajib Pajak, Pejabat Pajak dan Kejahatan oleh Pihak Lain
A. KEJAHATAN OLEH PEGAWAI PAJAK
Sebagai pegawai negeri sipil. pegawai pajak wajib menaati ketentuan peraturan perundang.undangan yang berlaku, termasuk ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Kewajiban ini merupakan konsekuensi dari sumpah/jardi yang diucapkan pada saat pelantikannya dihadapan pejabai yang berwenang untuk itu. .dangkala pejabat yang mengambil sumpah/janji pegawai negeri sipil tersebut merupakan ausan langsungnya schingga memiliki iangsungjawab untuk melakukan pengawasan imernal terhadap pegawai pajak yang bersangkutan. 41 Salah saiu tugas pegawai pajak yang terkait dengan kementriannya, Idiususnya Direktorat lenderal Pajak adalah melaksanakan peraturan penmdang-undangan perpajakan. Dalam pelaksanaan tugas itu, pegawai pajak tidak boleh melakukan kejahaian yang mengarah kepada perbuatan melanggar hukum pajak. UUKUP telah menemukan secara teg. jenis kejahatan di bidang perpajakan yang dilakukan oleh pegawai pajak dalam mngka memberikan pelayanan kepada wajib pajak. Diharapkan pegawai pajak dalam memberikan pelayanan kepada wajib pajak tidak melakukan kejahatan yang terdapat dalam UUKUP yaitu ;42
l. Menghltung atau Menetapkan PaJak Kejahman menghitung atau menetapkan pajak yang tidak scsuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan merupakan salah satu bentuk kejahaian yang dilakukan oleh pegawai pajak. Ketentuan yang terkait dengan kejahatan ini diatur pada Pasal 36A ayat (1 ) UUKUP bahwa Vegawai pajak yang knrena kelakiannya atau dengan sengaja menghitung atau menetapkan pajak tidak sesuai dengan ketemuan undang-undang
6.19
NIUKUM PIDANA ERONOMI
peryxijakan dikenai sanksi sesuai dengan pennuran perundang-undangan", Untuk mengetabui bahwa kejahatan itu termasuk delik pajak menurut Pasal 36A ayat (1) UUKUP, harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikui. 43 a. Dilakukan olch pegawai pajak, b. Karena kelahriam atau c. Dengan k.engajaan: d. Menghitung pajak tidak sesuai dengan kmentuan undang-undang perpajakan: atau e. Menetapkan pajak tidak sesuai dengan kmentuan undang-undang perpajakan.
Pegawai pajak merupakan aparatur negara dan abdi negara yang beriugas di bidang perpajakan. Secara profesional, pegawai pajak scyogianya rnenghasilkan pekerjaan yang terbaik untuk kepentingan negara. Konsekuensi dari itu, pegawai pajak wajib memberikan pelayanan yang berhubungan dengan wajib pajak dan menghormati hak-hak wajib pajak sebagai penjelmaan dari “sistem sdf assessm, yang dianut dalam hukum pajak. Sebaliknya, pegawai pajak wajib memperoleh penghasilan dari pekerjaannya yang bersifat lebih dari pegawai negeri sipil lainnya yang bemda pada kementerian di luar kemcnterian kcuangan. 44 Bentuk pelayanan yang diberikan oleh pegawai pajak kepada wajib pajak adalah menghitung atau menetapkan pajak secara benar dan sah menurui kmentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Menghitung atau menetapkan pajak. pegawai pajak wajib bemedoman atau berdasarkan pada surat pemberitahuan yang disampaikan olch wajib pajak. Untuk dijadikan pedoman atau dasar. terlebih dahulu surat pemberitahuan kebenarannya agar dalam menghitung alau menetapkan pajak tidak terdapat kesalahan yang mengarah kepada suatu kejahatan dibidang perpajakan. Perhitungan aum penempan pajak secara benar menurut ketentuan peraturan pemndang-undangan perpajakan merupakan dasar bagi wajib pajak untuk melunasi pajak yang termang. Sebaliknya, bila terdapat kelebilum pemhayaran pajak yang dilakukan olch wajib pajak dapat dimohonkan
6.20
pengembaliannya (restitusi) berdasarkan kthentuan pemturan perundang-undangan perpajakan, lika dicerman. Pasal 36A ayat (1) UUKUP dapat dipahami bahwa terjadinya kejahatan menghitung atau menetapkan pajak tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Kejahatan itu dilnkukan oleh pegawai pajak karena kelalaian atau dengan sengaja sehingga terjadi kesalahan meng,hitung atau menthapkan pajak. Kejahatan itu dapat berupa berkurangnya pajak yartg dibayar atau ierdapat kelebihan pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak. 46 Kemudian dalam penjelasan pada Pasal 36A ayat (I) UUKUP ditentukan Valam rangka mengumankrm penerimaan negara dan meningktukan profesionalisme pegawai pajak dalam melaksanakan ketentuan undang. undang perpajakan. Pegawai pajak yang dengan sengaja menghltung atau menetapkan pajak yang tidak sesuai dengan undanpundang sehingga mengakibatkan kerugian pada pendapatan negara dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan". Benlasarkan penjela.san ketentuan ini, terlihat bahwa kejahatan yang dilakukan oleh pegawai pajak berupa menghbung athu menetapkan pajak berakibat terhadap kerugian pada pendapatan negara. Ketika kerugian pada pendapatan negara yang dijadikan pegangan, berani kejahthan itu tergolong ke dalam delik materiil. Namun, hal ini terdapat dalam penjelasan, berani yang menjadi patokan adalah yang tercantum dalam kaidah hukum pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 36A ayat (1) UUKUP. 47
2. Bertindak di Luar Kewenangan Pelakthnaan tugas oleh pegawai pajak harus didasarkan pada kewenangan yang dimilikinya. Kewenangan ini dilaksanakan berdaarkan ketentuan peraturan penthdang-undangan perpajakan agar wajib pajak memperoleh keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum untuk melakthnakan hak dan kewajibannya. Hal ini merupakan petwerminan dari
6.21
sistem self assessment yang dianut dalam rangka peningka. pendapatan negara dari sektor pajak.48 Sebenamya. pegawai pajak dilarang bertindak di luar kewenangan yang diberikan oleh hukum pajak. Larangan ini bertujuan agar pegawai pajak tidak melakukan kejahatan di bidang perpajakan yang berakibat kepada korbannya. Saamya pegawai pajak benindak sesuai dengan kewenangannya sehingga wajib pajak memili. ketaatan agar tidak melakukan Icejahatan di bidang perpajakan. Dalam hal ini, pegawai pajak diharapkan mampu berperilaku terbaik ketika bertindak berdasarkan kewenangan kepada wajib pajak. 49
3. Melakukan Pemerasan dan Penganeanum dalam pemberian pelayanan. pegawai pajak terbyata melakukan pemerasan dan pengancaman kepada kepada wajib pajak be.i pegawai pajak mclakukan kcjahatan di bidang perpajakan dan kotbannya adalah wajib pajak di satu sisi. Sementara itu, di sisi lain, terdapat kerugian yang dialami oleh negara yang terkait dengan pendapatan dari sektor pajak sehingga Negara merupakan korbannya. Pengecualian agar tidak tedadi kejaha. berupa pemerasan dan pengancaman terhadap wajibpajak dimmuskan kaidah hokum pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 36A ayat (3) UUKUP.50 Pegawai pajak yang dalam melakukan tugasnya tabukti melakukan pemerasan dan pengancaman kepada wajib pajak untuk menguntungkan . sendiri secara melawan hukum diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalain pasal 368 KUHP. Untuk mengetahui bahwa kcjahatan itu merupakan delik pajak, harus memenuhi unsure-unsur sebagai berikut51 a. dilakukan oleh pcgawai pajale, b. perbuatan itu berupa pemerasan dan pengancamaw, c. ditujukan kepada wajib pajak.. d. untuk menguntungkan diri sendirk e. dilakukan secara melawan hukum.
6.22
4. Penyalahgunaan Kekuasaan Penyalahgunaan kekuasaan oleh pegawai pajak diatur pada Pasal 36A ayat (4) UUKUP. Ketentuan ini menentukan "pegawai pajak png dengart maksad menguntungkan diri sendiri secara mekaran hokum dengan memalahgunakan kekuasaan, memaksa seseomng untuk memberikan sesuatu, wauk membayar atau menerima pembapran, atau untuk mengeijakan sesuam bagi dirinya sendirk diancam dengan pidana sebagainwna dimaksud dtdam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahart /999 tentang Pemberantason Tindak Pidana Kompsi dan perubuhunnya, 52 Untuk mengetahui kejahatan ini merupakan delik pajak, harus memenuhi unsure-unsur sebagai berikut53 a. dilakukan pegawai pajak; b. dengan maksud mengumungkan diri sendiri; c. secam melawan hukum; d. menyalahgunakan kekuasaannya; e. memaksa sescorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar; atau mcnerima pembayaran. atau untuk mengerjakan scsuatu bagi dirinya sendiri.
B. SANKSI PIDANA DALAM RUANG LINGKUP PERPAJAKAN
Keempat jenis kejahatan di bidang perpajakan sebagaimana ditentukan pada Pasal 36A UUKUP mcmiliki sanksi pidana yang berbeda-beda. Perbedaan itu didasarkan pada substansi kejahatan terhadap kerugian yang olch negam dan bahkan kerugian wajib pajak yang memerlukan perlindungan hukum dalam melaksanakan kewajibannya. Sememara itu. sanksi pidana bagi pegawai pajak yang melakukan kejahatan di bidang perpajakan merupakan bentuk pembinaan secara langsung melalui insuumen hukum ierkait dengan perbuatan yang dilakukannya.54 Sanksi tedmdap kejahatan menghitung atau menetapkan pajak tidak sesuai dengan ketemuan undang-undang perpajakan berdasarkan Pasal 36A ayat (1 ) UUKUP adalah sesuai ketentuan peraturan pemndang-undangan.
6.23
lika dijabarkan lebih lanjut sanksi terhadap kcjahatan ini, berani pelakunya dapat dikenakan sanksi pidana maupun sanksi disiplin pegawai negeri sipil merupakan wewenang dari pcjabat yang berwenang tanpa melalui puiusan letthaga peradilan. 55 Sementara berdasarkan Pasal 36A ayat (2) UUKUP baliwa kejahaian benindalc di luar kewenangan pegawai pajak dikenakan sanksi s.uai dengan ketentuan pemiuran pennulang-undangan. Penjelasan ketemuan ini, mcngatur pelanggaran yang dilakukan pegawai pajak, misalnya apabila pegawai pajak melakukan pelanggaran di bidang kepegawaian, pegawai pajak dapai diadukan karcna telah mclanggar peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian. Apabila pegawai pajak dianggap melakukan tindalc pidana, pegawai pajak dapat diadukan karena telah melakukan tindak pidana. Demikian pula, apabila pegawai pajak melakukan delik korupsi, pcgawai pajak dapat diadukan karena melakukan delik korupsi. Dalam keadaan demikian, wajib pajak dapat mengadukan pelanggaran yang dilakukan pegawai pajak tersebut kepada unit internal kementerian negara.56 Pengaduan itu wajib disampaikan dalam bentuk tertulis dengan membuat identitas pelapor maupun terlapor. Selain itu, memuat pula substansi terjadinya pelanggaran disiplin dan/atau kejahatan berupa bertindak di luar kewenangan yung dilakukan olch pegawai pujak. Hal ini bertujuan agar pihak yang berwenang melakukan penyidikan untuk memperoleh gambaran tentang hal-hal yang diadukan sehingga diputuskan secani berkeadilan melalui lembaga peradilan yang berkompetcn untuk itu. Surat pengaduan itu harus ditandatangani oleh pihak pelapor agar dapat dipertanggungjawabkan schingga tidak tennasuk ke dalam pengaduan yang ilcgal. Pcnandatanganan surat pengaduan iersebut benujuan untuk memberi kepastian hukum akan keberadaan pengaduan itu. 57 Apabila terkait dengan delik pajak (bernuansa korupsi atau tidak) bentrti pegawai pajak wajib dilaporkan kepada pejabat penyidik pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat lenderal Pajak sebagai penyidik khusus. Berhubung karena, pegawai pajak yang melakukan delik pajak tidak bolelt dilakukan
6.24
penyidikan oleh pejabat penyidik di luar penyidik pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. 58 Pengecualiaan itu didasarkan pada Pasal 44 ayat ( I) UUKUP bahwa penyidikan delik pajak hanya dapat dilakukan olch pejobat penyidik pegawai negcri sipil tertentu di lingkungan Direktomt Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik delik pajak. 59 Kemudian, sanksi pidana terhadap kejahatan melakukan pemerasan dan pengancaman menurut Pasal 36A ayat (3) UUKUP dianeam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 KUHP. Ketentuan ini (Pasal 36A ayat (3) UUKUP) mengambil-alih sanksi pidana yang temantum dalam Pasal 368 KUHP untuk diterapkan pada kejahatan melakukan pemerasan dan pengancaman kepada wajib pajak dengan tujuan menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum. Sanksi pidana tersebut berupa pidana penjara paling lama sembilan tahun. Sanksi pidana ini tidak inemberikan suatu kepastian hukum karena tidak mutlak sembilan tahun. Hal ini disebabkan adanya kata "paling lama", seyogianya tidak perlu ada demi kepastian hukum serta membuat pegawai pajak tidak melakukan kejahatan ini ke dapan. 60 Jilca dicermati kejahatan menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseomng untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran, atau untuk mengerjakan s.uatu bagi kepentingan pegawai pajak sebagaimana dimaksud pada P.I 36A ayat (4) UUKUP dikenakan sanski pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 12 UUPTPK. Sanksi pidana tersebut berupa pidan penjara scumur hidup .0 pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama dua puluh tahun dan denda paling sedikit dua ratus juta rupiah dan paling banyak satu nfiliar rupiall. Pada hakikatnya, sanksi pidana bagi pegawai pajak yang melakukan kejahatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 36A ayat (4) UUKUP berada pada tataran hukuman pokok dan tidak ada hukuman tambahan.
6.25
C. KEJAHATAN OLEII WAJIB PAJAK
I. Pengerilan Wajib Pajak Pelaku kejahatan dalam komeks pelaksanaan hukum pajak tidak hanya terfokus pada pegawai pajak, melainkan tennasuk wajib pajak. Hal ini didasarkan bahwa wajib pajak adalah subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban dalam perhubungan hukum di bidang perpajakan. Lain penataan, subjek pajak pada hakikatnya bukan merupakan wajib pajak. karena tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum pajak. Kapan nalnya subjek pajak merupakan wajib pajak, yaitu ketika telah memenula syarat-syarat objektif.62 Pasal I angka 2 UU KUP secara tcgas menentukan bahwa "wajib pajak adaMh orang pribadiatau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pennmgut pajak, yang mettmugyai hak dan kewajiban popajakan sesuai dengan ketentuan peraturan penuMang.undangan perpajakan". Pada hakikatnya wajib pajak tidak boleh terlepas dari konteks perorangan agar tetap dalamlcedudukannya sebagai orang pribadi. Sememara au, badan sebagai wajib pajak. dapat berupa badan lidak berstatus badan hukum dan badan yang bentatus badan hukum, baik yang tunduk pada hukum privat maupun yang tunduk pada hukum publik.63 Pengertian badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun. firma, kongsi, koperasi, dana pensiun. persekutuan, perkumpulan, yayasan, organismi massa, organisasi atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk komnk investasi kolektif dan bentuk asaha tetap.
6.26
Wajib pajak pada hakikainya adalah subjek hukum yang wajib menaati hukum pajak. Wajib pajak berdasarkan Pasal 1 anglca 2 UUKUP terdiri dari:65 a. Pembayar pajak; b. Pemotong pajak; c. Pemungut pajak.
Wajib pajak berdasarkan Pb 1 angka 2 UUKUP mempakan wajib pajak dalam arti normatif. Akan tetapi, bila dikaji secara keilmuan dalam bidang hukum pajak temyata ketiganya terdapat perbedaan secara prinsipil. Pembayar pajak sebagai wajib pajak berada dalam miaran kebenaran karena telah memenuhi syarat-syarat subjektif dan syarat-syarat objektif. Sementara itu, pemotong pajak dan pemungut pajak tidak boleh dikategorikan sebagai wajib pajak karena syarat-syarat objektif tidak terpenuhi. Pajak yang dipotong atau dipungut tidak bolch dikaicgorikan sebagai objek pajak yang melainkan adalah pajak dari pihak-pihak yang dikenakan pemotongan pajak atau pemungutan pajak. Pemotong pajak atau pemungut pajak adalah tepat kalau dimasukkan ke dalam kategori sebagai petugas pajak bulcan merupakan wajib pajak.66 Pemoiong pajak adalah orang atau badan yang wajib melakukan pemotongan pajak. lenis pajak yang dipotong adalah pajak penghasilan berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Pcnghasilan sebagaimana telah diubah keempat kalinya, temkhir dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UUPPh). Sementara itu, pemungut pajak adalah orang atau badan yang wajib memungut pajak terhadap berbagai jenis pajak yang berlaku. Adapun jenis pajak yang bolch dipungut. antara lain sebagai berikut.67 a. Pajak penghasilan berdasarkan Pasal 23 dan Pasal 26 UUPPh; b. Pajak pertambahan nilai barang dan jasa; c. Pajak penjualan atas barang mewah; d. Pajak bumi dan bangunan; e. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.
6.27
Wajib pajak mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Akan tetapi, bila ditclusuri kaidah hukum pajak dalam UUKUP iemyata kcjahatan berasal wajib pajak hanya terkait dengan pemenuhan kewajiban perpajakan. Dalam arti, tidak ada kejahatan bila wajib pajak melaksanakan haknya di bidang perpajakan. Hal ini perlu diantisipasi ke depan karena banyak cara wajib pajak menggunakan haknya, tetapi secara tosirat telah melalculcan kejahatan di bidang perpajakan yang dapat dikategorikan sebagai delik pajak.68 Sebenamya. hukum pajak berada dalam kedudukan yang sama dengan hukum pidana (KUHP), tetapi bukan merupakan bagian hukum pidana yang sclama ini diketahui dan dipahatni. Hal ini didasarkan pada kcjahatan di bidang perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak tidak terikat pada KUHP mclainkan pada hukum pajak karena memiliki landasan hukum untuk itu.69 Landasan hukum bagi kcjahatan di bidang perpajakan yang dilakukan olch wajib pajak tertuju pada Pasal 38. Pasal 39, Pasal 39A, Pasal 4IA, Pasal 41 B, dan Pacal 4IC UUKUP. Ketika dieermati ketentuan tersebut, temyata wajib pajak melakukan kejahatan di bidang perpajakan dilandasi pada unsur "karena kealpaa, atau "dengan kesengajaan" dan bahkan posisi terbanyak adalah dengan kesengajaan. Hal ini teriadi karena wajib pajak berupaya untuk mengelak atau menghindarkan diri dari pemenuhan kewajiban tanpa menghiraukan kepentingan negara seltingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.70
2. Kejahatan Dilakukan oleh Wajib Pajak Telah dikemukakan terdahulu, bahwa kejahatan di bidang pemajakan yang dilakukan oleh wajib pajak dilandasi pada unsur "Icarena kealpaan" alau "dengan kesengajaan" dan balikan posisi terbanyak adalah dengan kesengajaan. Tidak mengherankan bila demikian halnya. karena hukum pajak menitikberaikan pada unsur kesengajaan daripada karena kealpaan pada wajib pajak. Berhubung karena substansi hukum yang terkandung dalam tia,
6.28
tiap delik pajak tenuju pada pemenuhan kewajiban yang harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang ditentukan.71 Berbagai jenis kcjahman di bidang perpajakan yang terkait dengan pemenuhan kewaftban wajib pajak. Sebenamya tidakperlu terjadi kejahatan di bidang perpajakan bila wajib pajak memiliki kesadaran hukum yang tinggi untuk melaksanakan kewajibannya tepat pada waktu yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Hal ini perlu disadari oleh wajib pajak agar tidak berurusan dengan pihalc-pihak yang diwajibkan menegakkan hukum pajak, baik di luar lembaga peradilan pajak maupun di dalam lembaga peradilan pajak.72 Kejahatan tidak mendaftarkan diri atau melaporkan usahanya umuk dikukuhkan sebagai pengusaha kcna pajak mcrupakan bagian dari kcjahatan di bidang perpajakan yang dilakukan olch wajib pajak. Ketentuan yang mengatur tentang kcjahatan tidak mendaflarkan diri atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak diatur pada Pasal 39 ayal (I) huruf a UUKUP. Ketentuan ini secara tegas menentukan bahwa "seriap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri tauuk diberikan nomor pokok wajib pajak afau tidak melaporkan usahanya unink dilarkuhkan sebagai pengusaha kena pajak".73 Secara hakikat, kejahatan yang diatur pada Pasal 39 ayat (I) huruf a UUKUP terd. dari (I) kejahatan tidak mendaftarkan diri untuk diberikan nomor pokok wajib pajak. dan (2) kejahman tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. Kedua jenis kcjahatan ini memiliki unsur-unsur yang berbeda satu dengan lainnya. Perbedaan ini bertujuan untuk mentherikan pemahaman bagi pihak-pihak yang terkait agar mampu membedakannya berdasarkan submansi yang dikandungnya.74 Pertama, kejahatan tidak mendafiarkan diri untuk diberikan nomor pokok wajib pajak, yang memuat unsur-unsur sebagai berikut.
6.29
a. dilakukan oleh seliap orang: b. dengan sengaja; c. tidak mendaftar diri umuk diberikan nomor pokok wajib pajak; d. dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Keabsahan untuk melakukan perhubungan hukum di bidang petpajakan, wajib pajak terlebih dahulu wajib mendaftarkan Kewajiban ini tidalc boleh diabaikan karena dapat dikenakan hukuman. baik yang bersifat administratif maupun kepidanaan. Kewajiban mendaflarkan diri dimaksudkan untuk menjaring sebanyak-banyaknya wajib pajak agar berperan dalam pembiayaan pemerintahan negara melalui pajak sebagai sumber pendapatan negara. Pada hakikatnya, wajib pajak sebagai warga negara merupakan pemilik negara yang memiliki kedaulatan untuk membiayai negara dalam rangka pelalcsanaan tugas sebagaimana yang ditentukan.76 Wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif s.uai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, wajib mendaftarkan diri untuk diberikan nomor pokok wajib pajak. Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang telah ditentukan sebagai subjek pajak berdasarkan ketentuan dalam UUPPh atau UUPDRD. Sementara itu. persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima penghasilan atau memperoleh penghasilan. Ataukah. diwajibkan untuk melakukan pemotongan atau pcmungutan pajak s.uai dengan keientuan UUPPh atau UUPDRD.77
Oleh karena itu, pendaftaran diri bagi wajib pajak merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan dan tidak bolch dikesampingkan. Kccuali wajib pajak memperoleh i7.in dari kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukannya. Apabila wajib pajak tidak mendaftarkan diri dengan sengaja sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, berarti telah melakukan kejahatan.
6.30
Kedua. Kejahatan iidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak yang mentuat unsur-unsur sebagai berikut.79 a. Dilakukan oleh setiap orang: b. Dengan kesengajaant c. Tidak melaporbn usahanya untuk dikukuldran sebagai pengusalta kena pajak; d. Dapat menimbulkan kerugian pada pndapatan negara.
Pengusaha adalah orang pribadi alitu badan dalam beniuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang. melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak benvujud dan luar daerah pabean. melakukan usaha jasa atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabpn. Pengusaha oning pribadi berkewajiban melaporkan usahanya pada kamor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan. Sementara itu, pengusaha badan wajib pula melaporkan usahanya tersebut pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang kerjanya meliputi tempat kedudukan pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan. Oleh karena itu, kewajiban melaporkan usaha bagi pengusaha tidak hanya ditujukan kepada pengusaha orang pribadi termasuk pula pengusalta badan.80 Tujuan untuk melaporkan u.saha bagi pengusaha agar kepadanya diberikan keputusan pengukuhan pengusaha kena pajak.
D. KEJAHATAN OLEH PEIABAT PAJAK
1. Pengerlian Pejabal Pgjak Pada hakikamya, pejabat adalah petups pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan. Petugas pajak berdasarkan pmbagian pajak negara dan pajak daerall meliputi peiugas pajak negara dan ptugas pajak daerah. Selain itu, kaidah hukum pajak mempersamakan aniara petugas pajak dengan tenaga ahli yang ditunjuk oleh direktur jenderal pajak atau yang ditunjuk oleh gubemur kepala daerah dan bupati/ walikota kepala
6.31
daerah untuk membaniu pelaksanaan hukum pajak. Tcnaga ahli. scperti ahli bahasa. akuntan, dan pengacara yang diperbantukam dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.8 I Adapun pihak-pihak yang tergolong sebagai pcjabat pajak, adalah sebagai berikut.82 a. direlaur jendeml pajak: b. direktur jendeml bea dan cukai: c. gubemur kepala daerah d, bupati/walikota kepala daeratr, dan c. pcjabat yang ditunjuk untuk mclaksanakan perintah perundang-undangan perpajakan. sepeni kepala kamor pelayanan pajak atau kepala dinas pendapatan daerah f. tenaga yang ditunjuk oleh direktur jenderal pajak atau oleh kepala daerah.
Pejabat pajak yang berasal dari petugas pajak dibebani wewenang, kewajiban, dan lamngan dalam mngka pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sementara ini pejabat pajak yang berasal dari tenaga ahli hanya memiliki kewajiban dan larangan, Perbedaan ini disebabkan karena petugas pajak merupakan pemangku jabatan di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Sebaliknya. tenaga ahli pada Itakikatnya bukan tnerupakan petugas pajak dalam kapasitasnya sebagai pegawai negeri sipil. Dengan demikian. tanggungjawab terhadap pelaksanaan ketentuan peraturan penmdang-undangan perpajakan terdapat perbedaan secara prinsipiI.83 Meskipun terdapat perbedaan secara prinsipil amara petugas pajak dengan tenaga ahli dalam kedudukan sebagai pcjabat pajak, tetapi keduanya merupakan pengawal terhadap ketentuan peraturan penmdang-undangan perpajakan. Perbedaan itu bukan merupakan faktor yang dapai memengaruhi terjadinya kcjahatan di bidang perpajakan. Hal ini dimaksudkan agar keduanya tetap mencermati kandungan dari sumpah atau janji yang diucap pada sam pelantikannya, Oleh karena ini substansi . sumpah/janji itu
6.32
bertujuan agar berperilaku dengan tidak bertentangan peraturan perundang-undangan perpajakan. 84 Substansi kejahatan yang dilakukan oleh pejabat pajak berbeda dengan kejahatan yang dilakukan oleh pegawai pajak. Walaupun keduanya merupalm pihg-pihak yang tergolong melakukan kejahatan dalam pelaksanaan hukum pajak. Perbedaan itu didasarIcan pada tanggung ja. yang dibebankan kepadanya agar bertindak dalam koridor hukum pajak.85
2. Landasan Hukuro Kejahatan di bidang perpajakan yang dilakukan oleh pejabat pajak sangat terbit dengan mhasia perpajakan dari wajib pajak. Berhubung karena, pejabat pajak memiliki kewajiban untuk memhasiakan rahasia perpajakan dari wajib pajak yang telah diketahui orangnya. Kewajiban ini terlanggar karena kalpaan atau dengan kesengajaan dilakukannya kejahatan untuk itu. Hal tersebut dilandasi pada Pasal 41 ayat (I) dan (2) UUKUP. Namun kejahatan ini dikategorikan ke dalam delik aduan, karena memuut Pasal 41 ayat (3) UUKUP terlebih dahulu harus diadukan agar boleh dilakukan penuntutan.86
3. Kejahatan Dilakukan olch Pejahat Pajak Telah diumikan terdahulu, bahwa pejabat pajak terdiri dari pejabat dan bubn pcjabat, tetapi diperbantukan oleh direktur jenderal pajak dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpjakan. Pcjabat pajak terikat pada kaidah hukum pojak yang terkait dengan kerahasiaan wajib pajak dalam bentuk kewajiban hukum yang tidak boleh dilanggar. lika pcjabat pajak tidak memenuhi kewajiban itu, berarti telah melakukan kejahatan di bidang perpajakan.
6.33
a. Tidak Memenuld Kewajiban Merahasiakan Rahasia Wajib Pajak Setelah disampaikan surat pemberitahuan secara benar pada kantor Direktorat Jendeml Pajak ang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak, berar6 pejabat pajak telah memperoleh informasi mengenai rahasia perpajakan yang oleh wajib pajak. Ketika rahasia pemajakan itu berada dalam penguasaannya bemrti pejabat pajak tidak boleh memberitahukan kepada pihak lain. Berhubung karena pejabat pajak memiliki kewajiban untuk tidak memberitahukan kepada pihak lain terhadap rahasia perpajakan wajib pajak yang telah diungkapkan melalui surat pemberitahuan yang disampaikan itu.88 Soeara legas pada Pasal 41 ayat (I) UUKUP ditemukan bahwa "pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ...dst ...". Ketentuan ini mengaitkan Pasal 34 UUKUP sebagai bagian tak terpisah dengan kewajiban pejabat pajak untuk tidak memberitaltukan rahasia pemajakan wajib pajak. Hal ini dimaksudkan agar wajib pajak dalam melakmnakan kewajibannya tetap berada dalam perlindungan hukum, khusus mengenai rahasia pemajakan yang telah diberitahukannya melalui surat pemberitahuan.89 Bila dicermati secara saksama, temyata setiap pejabat baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan dilarang mengungkapkan kerahasiaan wajib pajak yang bethlitan masalah perpajakan, antara lairr.90 I) Surat pemberitahuan, laporan keuangan, dan lain.lain yang dilaporkan oleh wajib pajak; 2) Dain yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaam 3) Dokumen dan/atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat rahasilr, dan 4) Dokumen danktau rahmia wajib pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan untuk
6.34
Lain halnya, bila pejabat pajak berada pada posisi yang dibutuhkan untuk mengungkapkan kebenaran yang terkait dengan kerahasiaan wajib pajak tidak bolch dikenakan hukuman. Misalnya, ( I) bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam isdang pengadilan, atau (2) ditunjuk atau ditetapkan oleh menteri keuangan untuk memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan negara. Demikian pula, uniuk kependngan negara maka menteri keuangan berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat pajak agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti tertulis dari atau mengenai wajib oajak kepada pihak yang ditunjuk91. Keterangan yang bolch diberitahukan adalah identitas wajib pajak dan informasi yang bersifat umum tentang perpajakan. Identitas wajib pajak meliputk92 I) Nama wajib pajak; 2) Nomor pokok wajib pajak; 3) Alamat wajib pajak 4) Alamat kegiatan tnalur, 5) Merek usaha; danfatau 6) Kegiatan usaha wajib pajak.
Sementara itu, infonnasi yang bolch diberitahukan adalah yang bersifat umum tentang perpajakan yang meliputi,93 I) Pencrimaan pajak seeara nasionak 2) Pencrimaan pajak perkantor wilayah Direktorak Jenderal Pajak dan/atuu per kanior pelayanan pajak; 3) Penerimaan pajak per jenis pajak 4) Penerimaan pajak per klasifikasi lapangan usaha 5) Jumlah wajib pajak daniatau pengusaha kena pajak terdaftan 6) register permohonan wajib pajak;
6.35
HUKUM PIDANA CRONOMI
7) tunggakan pajak sccara nasional: daniatau 8) tunggakan pajak per kantor wilayah Direktorat Jenderal l'ajak daatatau per kantor pelayanan pajak
Selain itu, untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana, perdata atau sengketa pajak, atas permintaan hakim sesuai dengan hukum acara pidana, hukum acam perdata atau hukum acara penyclesaian sengketa pajak, menteri keuangan dapat memberi izin tenulis kepada pejabat pajak tersebut. Kata "dapat" dimtikan sebagai suatu ketergantungan pada persetujuan menteri kcuangan dengart mempcnimbangkan kepentingan negara. Pemberian izin kepada pejabat pajak dengan tujuan untuk memberikan dan memperlihatkan bukti tenulis maupun keterangan wajib pajak yang ada padanya.94 Pengungkapan kemhasiaan perpajakan wajib pajak berdasarkan ketentuan ini. dilakukan karena kealpam dalam ani lalai, tidak hati.hati, aiau kurang mengindahkan sehingga kewajiban untuk merahasiakan keterangan atau bukti.bukti yang ada pada wajib pajak. Walaupun pada kejahatan ini hanya dititikberatkan pada kealpaan, tetapi inisiatif untuk tidak merahasiakan perpajakan wajib pajak teiap berada pada pcjabai pajak yang bersangkutan. Sebenamya. tidak ada ketergantungan pejabat pajak dari pihak lain untuk mengungkapkan kerahasiaan perpajakan wajib pajak. kecuali dari menieri keuangan.95 Kejahatan karena kcalpaan bagi pejabat pajak tidak tncmenuhi kewajiban merahasiakan perpajakan wajib pajak Termasuk delik pajak sebagaimana dimabud pada Pasal ayat (I I UUKUP. Dclik pajuk tersebut tergolong ke da)am delik aduan (klacht delicten). yaitu delik yang didasarkan dengan adanya pengaduan dari wajib pajak yang kerahasiannya dilanggar. Konsekuensi dari delik aduan adalah sebelum ada pengaduan dari wajib pajak yang dirugikan berani penyidik maupun penuniui umum tidak boleh melakukan penyidikan atau penuntutan tethadap pelaku delik aduan tersebut.
6.36
b. Thlak Dipenuhi Kewajiban Merahasiakan Rahasia Wajib Pajak Pasal 41 ayat (2) UUKUP secara tegas menentukan "pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau sescorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ... dst Sementara itu. kewajiban pcjabat pajak berdasarkan Pasal 34 UUKUP adalah merahasiakan rahasia wajib pajak yang terkaii dengan perpajakan. Oleh Icarena itu, ketentuan tersebut memuat dua jenis kejahatan di bidang perpajakan dengan modus opemndinya yang berbeda-beda satu dengan lainnya, yaitu:97 I) Kcjahatan yang dengan sengaja dilakukan oleh pejabat pajak lidak mcmenuhi kewajiban merahasiakan rahasia wajib pajak; 2) Kcjahatan yang dengan sengaja dilakukan oleh sescorang yang mcnyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pcjabai pajak merahasiakan ralmsia wajib pajak.
ICewajiban bagi pejabat pajak adalah merahasiakan rahasia wajib pajak yang telah disampaikan rnelalui surat pemberiuhuan. pemeriksaan, diperoleh, dari pihak kmiga, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hu.98
E. SANKSI PIDANA
Pada hakikatnya. kejahatan di bidang perpajakan yang dilakukan olch pejabat pajak hanya dua jenis kejahatan. yaitu keng. Kedua kejahatan tidak memenuhi kewajiban merahasiakan rahasia wajib dan kcjahaian tidak dipenuhinya kewajiban merahasiakan rahasia wajib pajak karena pengarult seseorang. Kedua jenis kejahatan ini mempunyai sanksi pidana yang berbda, di satu pihak dilakukan karena kealpaan dan di lain pihak dilakukan dengan kesengajaan. Hal ini merupakan taktor Yang menyebabkan berat atau ringannya sanksi pidana yang dikenakan pada kejahatan di bidang perpajakan tersebut.
6.37
Sanksi pidana kejahrian tidak mcmenuhi kewajiban merahasiakan rahasia wajib pajak berdasarkan Pasal 41 ayat (I) UUKUP adalah pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah. Kedua jenis sanksi pidana ini merupakan pidana pokok yang bersufat kumulatif. Arlinya, tidak bolch hanya satu jenis sanksi pidana yang dikenakan kepada pcjabat pajak ketika melakukan kejahatan dan terbukti mclakukan delik pajak. Sebenarnya, sanksi pidana tersebut harus dikcnakan sceara bersama.sama tanpa ada pilihan lagi karena bukan merupakan sanksi pidana yang bersifat altematif.100 Sementara itu, sanksi pidana bagi kcjahatan tidak dipenuhinya kcwajiban merahasiakan rahasia wajib pajak karena pengaruh sescorang berdasarkan Pasal 41 ayat (2) UUKUP adalah dipidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak lima pulult juta rupiah. Kedua jenis sanksi pidana ini merupakan pidana pokok yang bersifat kumulatif. Artinya, tidak boleh hanya satu jenis sanksi pidana yang dikenakan kepada pejabat pajak ketika melakukan kcjahatan dan ierbukti melakukan delik pajak. Sebenamya, sankri pidana tersebut harus dinckanakn secara bersama-sama tanpa ada pilihan lagi karena bukan mcrupakan sanksi pidana yang bersifat alternatif.101 Ketika dieermati kedua sanksi pidana yang diatur pada Pasal 41 ayat ( I) dan ayat (2) UUKUP, pada dasamya merupakan sanksi pidana yang sangat menguntungkan bagi pejabai pajak yang terbukti melakukan kejahatan itu. Mengingat, kerugian yang dialami oleh wajib pajak terhadap kerahasiaannya telah diketahui oleh masyaralcat sangat bemgaruh pada usahanya dan bahkan dapat menimbulkan kepailitan. Seoyjanya, sanksi pidana tersebut diubah dan discsuaikan dengan perkembangan perekonomian saat terkini dan ke depan.IO2 Menurut Luhut M.P. Pangaribuan, Tindak pidana di Bidang Perpajakan diatur di dalam Undnag-Undang No. 6 tahun 1983 teniang Ketentuan Umum Dan Tata Cam Pelpajakan yang telah diubah dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atau UU No.6 Tahun 1983 tentang ketentuan
6.38
Umum Perpajakan. Ketentuan Pidana ditemukan dalam Pasal 38 sampai dengan Pasal 43, sebagai beriku, 103 I. Pa.sal 38: Kealpaan Nlenyampaikan SPT Isloya TIdak benar. Barang siapa karena kealpaannya: a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, ietapi yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya satu ialtun daniatau denda setinggi-tingginya sebesar dua kali juml. pajak yang tedmiang.
2. Pasal 39: Kesengajaan N1enyampaikan SFE isinya Tidak Benar. (I) Barang siapa dengan sengaja: a. lidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, atau b. tidak menyampaikan Surat Pemberit.uan; dan/atau c. menyampaikan Surat Pemberitahuan danJatau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lenglcap; dan/atau d. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar; dan/atau e. tidak memperlihatkan autu tidak meminjamkan pembukuan. pencatatan, atau dokumen lainnya;danJatau f. tidak menyetorkan pajak yang telah dipoiong atau dipungut; sehingga dapat menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tiga tahun dan/atau denda setinggi tingginya sebesar empat kali jumlah pajak yang terhutang yang kurang atau yang tidak dibayar. (2) Ancaman pidana sebagaimana dimaksud dalam ayai (I) dilipatkan dua apabila seseorang melakukan lagi iindak pidana di bidang perpjakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan.
3. Pasal 40: Tindak Pidana Pajak Daluwarsa 10 Tahun. Tindak pidana di bidang petpajakan dapat dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak saat terhulangnya pajak, berakhimya Masa Pajak, berakhimya Bagian Tahun Pajak, atau beraldiimya Tahun Pajak yang bersangkutan.
6.39
4. Pasal 41: Kewajiban Pejabat Nlerahasiakan Masalah l'erpajakan. (1) Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban mcrahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya enam bulan darijatau denda setinggitingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah). (2) Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pcjabai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara selama. lamanya satu tahun daniatau denda setinggi-tingginya Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah). (3) Penuntutan icrhadap tindak pidana scbagaimana dimaksud dalum ayat ( () dan ayat (2) lianya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar.
5. Pasal 42, Tindak Pidana I'ajak Risa Pelanggaran atau Kcjahatan. (1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasa. I ayal (I) adalah pelanggaran. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 41 ayat (2) adalah kejahatan.
6. Pasal 43, Perluasan Tanggungjawab terhadap Wakil, Kuasa atau Pegawal. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 39, berlaku juga bagi wakil, kuasa, atau pegawai dari Wajib Pajak.
Undang —Undang Nomor 9 Tahun 1994 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
I. Kealpaan Menyampaikan SPT Isinya Tidak Benar. Ketentuan Pasal 38 diubah. sehingga menjadi berbunyi scbagai berikut,
Pasal 38 Barang siapa karena kealpaannya a. tidak mcnyampaikan Surat Pemberitahuan, atau b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya iidak benar, Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negam, diancam dengan pidana kurungan selamalamanya satu
6.40
tahun dan denda setinggitingginya dua kali jundah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
2. Kesengajaan Tidak Punya NPWP dan Menyampaikan SPT Isinya Tidak Benar. Ketentuan Pasal 39 ayat (1) diubah dan ditambah dengan ayat (3), sehingga Pasal 39 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikutt
Pasal 39 a. Barang siapa dengan sengaja I ) tidak mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2; atau 2) tidak menyampaikan Sunit Peinberitahuant atau 3) menyampaikan Surat Pemberitahuan datilatau keterangan yang isinya lidak benar atau tidak lengkapt atau 4) memperlihatkan pembukuan. peneatatan, amu dokumen lain yang p.0 atau dipalsukan seolah-olah benart atau 5) tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencataum, tidak memperlihatican atau tidak meminja.an buku. catatan, atau dokumen lainnyat .0 6) tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat mcnimbulkan kerugian pada pendapatan negara. diancam dengan pidana penjara selanm-lamanya enam tahun dan dengan sminggi-tingginya empat kali jundah pajak termang yang tidak atau kurang dibayar.
b. Ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilipatkan dua apabila sescomng melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penj. yang dijatuhkan. c. Barang siapa melakukan percobaan untuk mclakukan tindak pidana menyalahgunakan aum menggunaka tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajok atau Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud ayat ( I) huruf a. atau menyampaikan Surat Pemkritahuan dan mau keterangan yang isinya tidak benar atau lidak lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat I) huruf c dalam rangka
6.41
mengajukan pennohonan restitusi alau melakukan kompensasi pajak, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua lahun dan denda setinggi-tingginya empat kali junilah restitusi yang dimohon daniatau kompensasi yang dilakukan olch Wajib Pajak."
3. Ketentuan Pasal 41 ayat (1 ) diubah, sehingga Pasal 41 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikuti
Pasal Pejabat Wajib Merahasiakan Masalah Perpajakan a. Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenulti kewajiban memhasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34. diancam dengan pidana kurungan selama.lamanya satu tahun dan denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah). b. Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenultinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya dua tahun dan denda setinggi-tingginyaRp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah). c. Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ha, dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar."
4. Wajib Memberikan Keterangan atau Bukti dan Mengbalangi Penyldikan, Tindaj Pidatut. Menambah dua ketentuan bani di antara Pasal 41 dan Pasal 42 yang dijadikan Pasal 41 A dan Pasal 4 I B, yang masing-masing berbunyi sebagai berikut:
a. Pasa14IA Barang siapa yang menurut Pasal 3 Undang-undang ini wajib member keterangan atau bukti yang diminta tetapi dengan sengaja tidak member keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar diancam dengan pidana penjara selama lamanya satu tahun dan denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
b. Pasa14113 Barang siapa dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, diancam dengan pidana penjara selama.
6.42
lamanya tiga tahun dan denda setinggi-tingginya Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta ruptah).-
Ketentuan Pasal 43 diubah, sehtngga menjadi berbunyi sebagai berikut
Pasal 43 a. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 39. berlaku juga bagi kil, kuasa, atau pegawai dari Wajib Pajak, yang menyuruh melakukan. yang turut serta melakukan. yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tidak pidana di bidang perpajakan. b. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41A dan Pasal 41B berlaku juga bagi yang menyuruh melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.-
Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 TenMng Perubahan .ua atas Undang-Undnag Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan I. Kealpaan Menyampaikan SP1' Isinya Tidak Benar. Ketentuan Pasal 38 diubah. sehingga keseluruhan Pasal 38 berbunyi sebagai berikut: Setiap orang yang karena kealpaannya: a. tidak menyampaikan Surat Pcmberitahuan: atau b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap. atau melampirkan keteningan yang isinya tidak benar. sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. dipidana dengan pidana kurungan paling )ama I (satu) tahun dan atau denda paling tinggi 2 (dua) ka)i jumlah pajak terutang yang tidak auni kurang dibayar.
2. Kesengajaan Tidak Punya NPWP dan Menyampancan SPT Isinya Tidak Benar. Ketentuan Pasal 39 diubah, sehingga keselunthan Pasal 39 beMunyi sebagai berikut: Pasal 39: Mendaftarkan Diri atau Menyalahgunalcan NPWP. tidak memberitahukan SPT atau Tidak Benar. Tidak Menyelenggarakan PenMukuan, Tidak Nlemperlihatkan Pembukuan
6.43
I. Setiap orang yang dengan sengaja: a. tidak mendaflarkan diri, atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2; atau b. iidak menyampaikan Surat Pemberbahuan: atau c. menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; atau d. menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29; atau e. memperlihatkan pembukuan. pencatatan. atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar; autu f. iidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan. tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, calatan, atau dokumen lainnya: atau g. iidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empai) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibay.
2. Pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilipatkan 2 (dua) apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat I (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dija1uhkan.
3. Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan autu menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (I) huruf a, atau menyampaikan Sirat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sebagaimana dimaksud dalam ayat ( I ) huruf c dalam rangka mengajukan permohonan restit.i atau melakukan kompensasi pajak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohon dan atau kompensasi yang dilakukan oleh Wajib Pajak."
6.44
3. Pejahat Alpa Tidak Merahaslakan Masalah Perpajalom. Ketentuan Pasal 41 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 41 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 41 a. Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban me.asialcan hal sebagaimana ciimaksud dalam Pasal 34, dipidana dengan pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp4.000.000,00 (empat juta rupiah). b. Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuln kewajibannya atau seseomng yang menyebabkan iidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34. dipidana den, pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.00 (scpuluh juta rupiah), c. Penumutan tcrhadap tindak pidana sebagaimana dintaksud dalam ayat (I) dan ayal (2) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar."
4. Tidak Memberikan Keterangan Atau Bukti Dan Menghalangi Penyidikan. Ketentuan PasaNI A diubah, sehingga keseluruhan Pasal 41 A berhunyi sebagai berikut:
Pasal 41 A Setiap ordng yang nienurut Pasal 35 Undang-undang ini wajib memberi keterangan atau bukti yang diminta tetapi dengan sengaja tidak mcmberi keterangan atau bukti, atau memberi kmerangan atau bukti yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
5. Ketentuan Pasal 4IB diubah, sehingga keseluruhan Pasal 4IB berbunyi sebagai berikut:
Pasal 41 B: Menghalangi Atau Mempersulit Penyidikan Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
6.45
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubalian ica Atas Undnag-Undang Nornor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan t 11111,11 dan Tata Cara PerpaJakan I. Ketentuan Pasal 38 diubah seltingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 38: Karena Kealpaan tidak menyampalkan SPT atau Isinya Tidak benar. Setiap orang yang karena kealpaannya: a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Paml I3A, didenda paling sedikit I (satu) kali jumlah pajak terwang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. atau dipidana kumngan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama I (satu) tahun.
2. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal Dengan Sengaja Tidak Punya NPWP, Tidak Lapor Sebagai PKP. Mcnyalahgunakannya. Menyampaikan SFT Tidak Benar dan Menolak Diperiksa. a. Setiap orang yang dengan sengaja: I) hdak mendaftarkan diri untuk dibcrikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan scbagai Pengusaha Kena Pajakt 2) menyalahgunakart atau rnenggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusalm Kena Pajakt 3) tidak menyampaikan Surat Pemberitahuant 4) menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkapt 5) menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29; 6) memperlihatkan pembukuan, peneatatan, atau dokutnen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang schenar,
6.46
Thidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, amu dokumen lain; 8) tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatamn dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronikamu diselenggarakan secara program aplikasi online di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (I I); 91 aiiidnauk menymorkan pajak yang Ielah dipotong alau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) buit dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedildt 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak termang yang tidak atau kumng dibayar.
b. Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (I) di1ambahkan I (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat I (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
c. Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengumha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat ( I) hunif b. atau menyampaikan Surat Pemberitaltuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, sebagaimana dimalmud pada ayat (I) huruf d, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun drui denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah .itusi y, dimohonkan daniatau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/rnau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.
6.47
3. Diantara Pasal 39 dan Pasal disisipkan 1 (satu) pasal. yakni Pasal 39 A yang berubunyi scbagai berikut: Pasal 39A: Menerbitkan, Menggunakan Faktur Pajak yang Tidak Berdasarkan Transaksi Sebenarnya. Seiiap orang yang dengan sengaja: a. menerbitkan daniatau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dantatau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya, atau b. menethilkan falctur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun sena denda paling sediltit 2 (dua) jumlah pajak dalam faktur pajak. bukti pemungutan pajak. bukti pemotongan pajak. daniatau bukti sooran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak. bulai pemungutan pajak. bukti pemotongan pajak. dan/atau bukti setoran pajak.
4. Ketentuan Pasal 41 diubah sehingga berbunyi sebagai berikuti Pasal 41: Pejabat Alpa Merahasiakan Masalah Perpajakan. (1) Pejabat yang karena kealpaanya tidak memenul6 kewajiban meralwialcan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana kurungan paling lama I (satu) tahtut dan denda paling banyak Rp.25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah). (2) Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya autu seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejnbat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima pulub juta rupiah). (3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat ( I) dan ayat (2) ha, dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar.
5. Ketentuan Pasal 41 A diubah sehingga bethunyi sebagai berikut: Pasal Dengan Sengaja Tidak Memberikan Keterangan alau Bukti. Setiap offing yang wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) talum dan denda paling banyak Rp25.000.000.00 (dua lima juta rupiah).
6.48
6. Ketentuan Pasal 41B diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 41B. Senap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
7. Di aniara Pasal 41B dan Pasal 42 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 4IC yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 41 C a. Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun a(au denda paling banyak Rp I .000.000.000.00 (satu miliar rupiah). b. Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bu. atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah). c. Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang diminia oleh Direktur Jenderal ajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (scpu(uh) bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah). d. Setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan data dan informasi perpajakan sehingga menimbulkan kerugian kepada negara dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah).
F. HUKUMAN PIDANA
Hukuman pidana yang menjatuh.1 hakim, dan dapat berupa denda sejundah uang ataupun suatu hukuman penjara, tergantung . beramya peristiwa yang dapai dikenakan hukuman. Yang dapat diajukan di muka hakim ialah perbuatan-perbuatan yang dikualifikasikan sebagai kejahatan dan harus dengan nyata-nyata dimuat dalam undang-undangnya yang
6.49
bersangkutan seperti halnya yang termaktub dalam pemndangan pajak di Indonesia sebagai berikut:104 I. Mengisi/memasukkan SPT yang tidak benar atau tidak lengkap. diancam: a. Dalam Ordonansi Pajak Pendapatan 1944 (Ord PPd) oleh Pasal 23 (1) b. Dalam Ordonansi Pajak Perseroan 1925 (Ord. PPs) oleh Pasal 47
c. Dalam Undang-Undang Pajak Penjualan 1951 (PPn) o. Pasal 39 d. Dalam UU No. 6 Tahun 1983 Pasal 38 dan Pasal
2. Menyerahkanimemperlihatkan buku/tulisan palsu dan dipalsukan seolah.olah surat benar dan tidak dipalsukan. diancam: a. Dalam Ordonansi PPd Pasal b. Dalam Ordonansi PPs oleh Pasal 28 (1) c. Dalam Undang-undang PPn oleh Pasal 40 (I)
3. Tidakitidak selengkapnya memenuhi suatu kewajiban (terlentu), diancam: a. Dalam Ordonansi PPd Pasal 26 b. Dalam Ordonansi PPs oleh Pasal 49a (1) c. Dalam Undang-undang PPn oleh Pasal 42
Selanjutnya sebagaimana telah diuraikan di muka sewaktu membicarakan "asas yiridis". telah terlihat betapa pentingnya untuk memberikan jaminan hukum kepada wajib pajak.I05
Kehamsan me.asiakan (untuk jelasnya) antara lain dimuat dalam UU No. 6 Tahun 1984 pasal 34 dan Ordonansi PPd pasal 21 yang berbunyi:106 Setiap orang dilarang untuk memberilahukan lebih jauh, selain daripada yang diperlukan untuk melakukan jabatan atau pekerjaan, apa yang temyata
6.50
atau diberitahukan kepadanya dalam jabatannya atau pekerjaannya dalam melaksanakan ordonansi ini atau yang berhubungan dengan itu. Pelanggaran terhadap pasal itu diancam dengan pasal 25 yang berbunyi sebagai berikut:107 I. Barang siapa dengan sengaja melanggar perahasiaan yang diwajibkan pada pasal 21, dihukum dengan hukuman penjara paling lama enam bulan atau hukuman denda paling banyak enam mtus rupiah 2. Barang siapa bersalah alas terjadinya pelanggaran perahasiaan. dihukum dengan hukuman kurungan paling lama tiga bulan atau hukuman denda paling banyak iiga raius ruplah 3. Penuntutan tidak dilakukan sclain atas pengaduan orang terhadap siapa perahasiaannya dilanggar
Juga dalam perundangan lain terdapat hal yang sama, seperti dalam Ordonansi PPs pasal 47 dan pasal 49, dan dalam Undnag-Undang PPn pasal 33 yaitu pasal 41. Padahal dengan secara umum Ki1ab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), ancaman semacam itu sudah dimuat, yaitu dalam pasal 322 yang berbunyi sebagai berikut:108 "Balang siapa dengan sengaja membuka sesuatu rahasia yang ia wajib menyimpannya oleh karena jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya enam raws rupiah". Dengan scpintas lalu dikatakan orang baltwa ancaman secara berganda (yaitu dalam KUHP dan juga dalam penuidang-undangan pajak) dapai dianggap berlebih-lebihan.109 Tetapi perlu kiranya diingat, bahwa misalnya yang diatur dalam bentuk rangkaian pasal 322 KUHP itu sangat bersifat umum (yang berlaku juga untuk pajak). Hal itu berdasarkan justification, (bahwa setiap keharusan merahasiakan untuk para pejabat harus ditaa0). Agak berlainan halnya dengan yang dikaiakan di dalam perundangan pajak. yang keharusan merahasiakannya melekat kepada jabatan kepercayaan (yakni kepercayaan
6.51
dari masyarakat pembayar pajak) sehingga diperlukan penandasan secara khusus.1 10
Pula hal ini membuktikan, betapa pentingnya "keharusan merahasiakan" tersebut untuk ditaati aparatur Fiskus, dengan maksud agar para wajib pajak tidak kehilangan kepercayaan mereka kepada Fiskus (yaitu karena telah memsa terjamin kepentingannya).111 Selanjuinya dalam hubungan ini dikemukakan pasal 28 dari ordonansi itu juga besena pasal 50 dari Irdonansi Pajak Perseroan yang menetapkan, bahwa peristiwa-peristiwa yang dapat dituntut dalam ordonansi-ordonansi ini dianggap sebagai kejahaian.112 Agar segera dapat mengetabui apakah suatu peraturan dalam undang-undang (pajak) ini mengandung ancaman administratif ataukah yang bersifat strafrechtlijk, dapadah kimnya kita melihat kepada "paling banyar atau "paling lanta" didalamnya, yang biasanya terdapat pada ancaman hukuman pidana. Lagipula selalulah tercantum di dalamnya syarat "dengan sengaja" yang memang dalam hukum pidana umumnya selalu didengungkan sebagai salah satu unsur penting dari suatu kejahatan. Selain daripada di tangan hakim pidana maupun sipil, dalam kebanyakan hal peradilan mengenai hal pajak tennasuk kompetensi hakim administrasi yang juga disebut haldni pajak, dan seterusnya dalam tingkat tertinggi dan terakhir, termasuk kompetensi Majelis Pertimbangan Pajak.113 Mengenai kompeiensi ini scring terdengar pertanyaan sebagai berikur Apakah dengan mengadakannya peraturan-peraturan tentang pengajuan keberatan-keberatan dan tentang permohonan banding itu pembuat undang-undang bermaksud untuk mengecualikan hakim sipil. Penanyaan ini sukar dijawab. Dalam bukunya tentang hukum pajak di Indonesia. Profesor Prins tidak menyetujui pendapat orang-orang yang membenarkannya. Bahwasanya telah dinyatakan dalam suaiu peraturan, pejabal ataupun instansi mana yang berhak untuk memberi keputusan terhadap suatu keberatan, menurut
6.52
pendapatnya berjundah cukup ditemukan alasan untuk menentukan, bahwa dalam hal itu haldm sipil dapat dikecualikan begitu saja, jika pejabat yang diebri hak untuk memberi keputusan alas keberatan-keberatan itu (hakim doleansi) adalah juga yang menetapkan dan metnungut pajak itu. la beranggapan bahwa dengan cara demikian, pembuai undang-undang tidak berkehendak menciptakan suatu cara mengenai jalannya peradilan, melainkan hanya berusaha agar supaya mendapatkan peraturan yang ditemukan dalam undang-undang mengenai suatu hubungan (kontak) antara kedua belah pihak, yang memang sudah temayata bermanfaat sekali. Bagaimanapun juga kehendak pembuat undang-undang, nyatalah sudah. bahwa dalam praktek perselisihan-perselisillan mengenai dan benamya pajak-pajak berkohir, toh terluput dari pengawasan hakim sipil. Hal ini adalall suatu akibat dari kekuasaan administrasi Fiskus untuk menagih pajak yang terutang dengan surat paksa yang mempunyai kekuatan yang sama dengan keputusan (hakim) yang telah mendapat kekuasaan tetap, dan demikian ini berlaku juga bagi cukai tembakau dan gula.114 Segala ketetapan pajak berkohir selalu dianggap terutang dengan sg (juga jika seandainya kelint ditetapkannya) selama tidak dihapuskan atau dikuranglcan dengan cara-cara yang telah ditemtukan dalam undang-undang pajak masing-masing.115 LATIHAN
Untuk memperdalarn pemahaman Anda mengenai mated di atas, kerjakanlah latihan berikut!
I) Jenis kejahatan apa yang diatur dalam Pasal 36A ayat (I) UUKUP? 2) Bentuk pelayanan yang diberikan oleh pegawai pajak kepada wajib pajak adalah?
Petunjuk Jawaban Latiltan
6.53
MODUL 7
MODUL 7
KEGIATAN BELAJAR 1
Pengantar Tindak Pidana Perbankan
A. KEDUDUKAN DAN ISTILA I I SERTA PENGERTIAN TINDAK P1DANA PERBANIUN
Sehubungan dengan sifat peraturan perundang-undangan hukum pidana tersebut, Sudano membedakan peraturan perundang-undangan hukum pidana menurut sifatnya yaitu, sebagai berikuti I. Undang-Undang Pidana "dalam ani wsunggullnya" ialah undang-undang yang menurut tujuannya bermaksud mengatur hak memberi pidana dari Negara, jaminan dari keteniban hukum. misalnya KUHP Othonan, Lalu-Limas Jalan raya Tahun 1993.
2. Peraturan-pernturan Imkum pidana dalam undang-undang iersendiri. ialalt pmaturan-peraturan yang hanya dimaksudkan untuk member sanksi pidana terhadap aturan-aturan mengenai salah satu bidang yang terletak di luar hukum pidana, misalnya Undang-Undang Nomor 16 Drt Tahun 1951 (Undang-Undang tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan), Undang-Undang Pokok Agraria (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960). Berbagai peratunm perundang-undangan ini dimasukkan dalam pengertian "Undang-Undang Pidana yang bersifat khusus".
Selanjuinya, Sudarto rnengkualifikasikan undang-undang pidana Ithusus tersebut ke dalam tiga (tiga) kelompok besar. yaitu sebagai berikut.2 I. Undang-Undang yang tidak dikodifikasikan, misalnya Undang-Undang Lalu-Lintas Jalan Raya (Undang-Undang Nomor 3 Taltun 1965), Undang-Undang Tindak Pidana Migrasi (Undang-Undang Nomor 8 Drt Tahun 1955), Undang-Undang tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi (Undang-Undang Nomor (1 Drt Tahun 1963), Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Undang Pethankan.
misalnya dalam perbuatan memerimahkan, menghilangkan, menghapuskan. tidak melakukan pembukuan yang seharusnya dilakukan, tidak memberikan laporan yang hams dilakukan. memalcsa bank atau yang memberikan keterangan yang wajib dipenuhinya kepada Bank Indonesia maupun kepada penyidik negara, dan lain sebagainya sebagaimana akan diuraikan dalam buku ini.
2. Criminal Banking, yaitu bank yang bertujuan semata-mata untuk melakukan kejahatan (dalam hal ini bank hanya sebagai kedok dari suatu organisasi kcjahatan). Dalam kategori ini misalnya pendirian bank yang semam-mata ditunjukkan untuk melakukan tindak pidana atau kcjahatan yakni dengan menghimpun dana dari masyarakat dan setelah dana masyarakat tersebut terkumpul, bank tersebut seolah.olah dilikuidasi.
3. Crimes against banking, yaitu kejahatan.kcjahatan atau tindak pidana-tindak pidana yang ditunjukkan terhadap bank (bank sebagai sasaran tindak pidana) seperti peneurian atau penggelapan bamng milik bank. rnemperoleh kredit dari bank dengan cara menggunakan dokumen atau jaminan palsu, nasabah fiktif, penyalahgunaan pemakaian kredit, mendapat kredit berulang kali dengan jaminan objek yang sama, dan lain sebagainya. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa bank sebagai korab dari suatu tindalc pidana.
Perlu ditegaskan baliwa tindak pidana perbankan sebagai kejahatan kerah putih atau white collar crime yang bersifat transnasional dan terorganisasi sebagaimana telah dijelaskan di atas, dapat diartikan sebagai ruang lingkup dari tindak pidana perbankan dalam arti luas.Namun demikian, ruang lingkup tindak pidana perbankan dalain arti luas ini sering pula dengan berbagai yang menggambarkan ruang lingkup tindak pidana perbankan misalnya istilah "ecortomic erime", "crime as business", "bminess erime", "abuses o economic puwer", atau"economic abuses".Dati berbagai istilah tersebut, pada dasamya tidak mengandung perbedaan yang prinsipil. Numun, . berbagai yang digunakan untuk menggambarkan ruang lingkup kejahatan atau tindak pidana yang berkaitan dengan bisnis dan ekonomi salah satu di antaranya adalah tindak pidana perbankan, dapat ditarik sebuah benang merah yakni adanya unsur kejahatan atau tindak pidana kerah putih yang bersifat transnasional dan terorganisasi
7.8
dengan dimensi-dimensi yang baru dan selalu berkembang wiring dengan perkembangm masyarakat dan perkembangan mman..
Dalam praktiknya, dapat dilihat bahwa proms kriminallsasi terhadap tindak pidana baru di bidang ekonomi, misalnya kriminalisasi tindak pidana pencucian uang yang diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 dimana saat ini telah dicabut oleh Undang-Undang Nomor 08 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, kriminalisasi tinthk pidana korupsi yang diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 totang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kriminalisasi di bidang perpajakan dengan diatumya perbuatan pidana sebagaimana diatur secara tegas dalamm Undang-Undang Nomor 9 Talwn 1994 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nornor 16 Tahun 2000.. Namun demikian, berbeda dengan konsep kriminalisasi dalam hal tindak pidana perbankan, kriminalisasi tindak pidana perbankan tidak dilakukan dalam satu undang-undang tersendiri melainIcan kriminalisasinya tersebar dalam berbagai pemturan perundang-undangan. Kriminalisasi tindak pidana perbankan ini dapat ditemukan dalam Undang-Undang Perbankan yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah olch Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan undang-undang lainnya yang mengatur atau soidaknya berhubungan langsung dengan perbankan, misalnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas lma Keuangan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dan lain sebagainya.. Terkait dengan masalah ini, timbul suatu pemusalahan baru yaiiu, apakah kriminalisasi tindak pidana perbankan ini cukup dirumuskan dalam berbagai undang-undang tersebut,Atau perlu dirumuskan dalam sebuah undang-undnag tersendiri layaknya Undang-Undang tentang Pemberaniasan
7.9
Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Tetttang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uane. Menurut hemat penulis, pengaturan mengenai tindak pidana perbankan perlu dilakukan pengaturan dalam undang-undang tersendiri sebagai bukutn pidana khusus yang dapat melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap Buku 1 KUHP sehingga pemberantasan dan pencegahan tindak pidana pelbankan dapat dilakukan secara efektif dan elisien. Hal ini dimsakan mendesak karena semakin maraknya tindak pidana perbankan dewasa ini dan tindak pidana perbankan ini akan sangat mempengaruhi sistem perbankan sendiri bahkan dalam jangka panjang akan mempengaruhi stabilitas perekonomian nasional. 16 Mengutip pendapat . Moch Anwar dalam bukunya yang berjudul Tindak Pidarta di Bidang Perbankan tnembedakan pengertian tindak pidana perbankan dengan tindak pidana di bidang perbankan.Perbedaan tersebut didasarkan pada perlakuan peraturan terhadap perhuatan-perhuatan yang telah melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan bank dalam menjalankan usahanya. Selanjutnya. beliau mengatakan bahwa tindak pidana perbankan terdiri atas perbuatan-perbuatan melawan hukum terhadap ketentuan-ketentuan yang diatur secara tegas dan jelas dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan (saat ini telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan). 17 Sedangkan yang dimaksud dengan tindak pidana di bidang perbankan menurut Moch. Anwarterdiri atas perbuatan-perbuatan melawan hukum yang berhubungan dengan kegiatan dalam menjalankan usaha pokok bank dan perbuatan-perbuatan tersebut diatur dalam berbagai peraturan.peraturan pidana di luar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 temang Pokok-Pokok Perbankan, seperti yang diatur dalam Kitab Undang.Undang Hukum Pidana dan undang-undang hukum pidana khusus lainnya, misalnya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dan lain sebagainya..
7.10
Sedangkan menurut Munir Fuady. yang dimaksud dengan lindak pidana perbankan adalah suatu jenis perbuatan yang secara melawan hukum dilakukan baik dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja yang ada hubungannya dengan lembaga, perangkat, dan produk perbankan, sehingga menimbulkan kerugian materiil dan/aiau kenigian immaterial bagi perbanIcan itu sendiri maupun bagi nasabah dan/atau bagi pihak ketiga lainnya.. Dari pengenian-pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan pengenian antara pengerti. tindak pidana di bidang perbankan dan pengertian Ondak pidana perbankan, yaitu sebagai berikut.. I. Tindak pidana perbankan adalah setiap perbuatan melawan hukum yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan (sebagaimana telah diub. olch Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan) baik yang berpengaruh bagi bank yang bersangkulan ataupun bagi bank .0 lembaga kcuangan lainnya yang dapat terjadi dalam sam wilayah teritorial tertentu dengan waktu yang seketika ataupun dengan adanya jangka waktu.
2. Tindak pidana di bidang perbankan adalah setiap perbuatan melawan hukum (tindak pidana) yang berhubungan dengan kegiatan menjalankan usaha bank atau suatu tindak pidana yang menjadikan bank sebagai sarana atau media dilakukannya suatu tindak pidana (critnes through the bank) atau sasaran . suatu tindak pidana (crintes against the bank) dengan meluggar ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam KUHP dan peraturan Ituku,idana khusus lainnya.seperti Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dan peraturan penmdang-undangan khusus lainnya.
Berdasarlmn berbagai penjelasan di atas, menurut hemat penulis, yang dimaks. dengan tindak pidana perbankan ialalt pelanggaran terhadap ketentuan perbankan yang diatur dan diancam dengan pidana menurut
7.11
Undang-Undang Perbankan yakni Undang-Undang Nomor Tahun 1992 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan undang-undang lainnya yang mengatur atau setidaknya berhubungan langsung dengan perbankan, misalnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 03 Tahun 2004 temang Bank Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 temang Perbankan Syariah, dan lain sebagainya. Meskipun demikian. perlu dikemukakan di muka bahwa dalam buku ini akan dibahas keselunihan jenis-jenis tindak pidana perbankan sebagaimana dikemukakan atau yang diatur dalam berbagai undang-undang di atas. pada buku ini hanya akan diuraikan tindak pidana perbankan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Namun demikian, pada buku ini tetap akan dibahas mengenai hal-hal lain yang diatur dalam berbagai undang-undang yang berkaitan langsung atau bersentuhan langsung (bedulbungan langsung) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah oelh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Mengenai pembahasan yang akan diuraikan dalam buku ini. dapat digambarkan dengan skema scbagai berikut.. Sebelum membahas setiap bentuk dan unsur tindak pidana perbunkan sebagaimana disebutkan di atas, perlu pula dikemukakan baliwa dalam praktiknya, dalam rangka menjalankan usaha pokok bank ini sering kali dilakukan penyimpangan-penyimpangan. Penyimpangan-penyimpangan tersebut terdiri dari 3 bagian, yaitu tindak pidana, pelanggaran (pelanggaran pidana), dan pelanggaran kode etik.Mengenai pelanggaran kode etik ini sering kali disebut pula dengan istilah pelanggaran moralitas perbankan. Kode etik perbankan ini secara keseluruhan dapat ditemukan atau diatur secara tegas dalam kode etik banker Indonesia yang pada umunuiya berisi hal-hal berikut ink.
7.12
I. Paiuh dan taat kepada ketentuan perundang-undangan dan peraturan-peraturan lain yang berlaku. 2. Melakukan pencatatan yang benar mengenai segala transaksi yang bertalian dengan kegiatan bank. 3. Menghindarkan diri dari persaingan yang sehat. 4. Tidak menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi. 5. MenghindarIcan diri dari keterlibatan pengambilan kepuiusan dalam hal terdapai pertentangan kepentingan. 6. Menjaga rahasia nasabah dan banknya. 7. Memperhatikan dampak yang merugikan dari setiap kebijakan yang ditetapkan bank terhadap keadaan ekonomi, social, dan lingkungannya. 8. Tidak meneritna alau imbalan yang memperkaya diri pribadi atau keluarga. 9. Tidak melakukan perbuatan tercela yang dapat merugikan citra profesinya.
Dalam praktiknya di lapangan, penyimpangan lain yangs sering terjadi dalam dunia perbankan juga dapat ditemukan dalam pendapat dari Riyanto yang menyatakan bahwa penyimpangan-penyimpangan yang sering teljadi dalam dunia perbankan dapat diokategorikan dalam pengertian criminal behavior dalam konsep collar crime yang meliputi dua Ital sebagai berikut, I. Window Drcssing Yang dimaksud dengan window dressing yaitu penyampaian laporan kepada Bank Indonesia (scbagai bank senwal) secara periodic dengan data yang tidak benar.Hal ini dilakukan oleh bank pelapor dalam rangka untuk memanipulasi data sehingga scolah-olah kondisi keuangan atau asset bank pelapor terlihat dalam keadaan baik.Hal ini merupakan bank agar menjelang periode laporan, jumlah asetnya meningkat dengan maksud agar penampilan bank menjadi lebih baik dan lebih dapat dipercaya oleh masyaralcat. Setelah mandapaikan kepercayaan di mata masyarakat, bank akan menetapkan tingkat bunga yang berlebihan yang bertujuan untuk menarik dana masyarakai sebanyak mungkin, memberikan kredit yang tidak wajar, pembiaran tindak pidana yang dilakukan oleh organ-organ bank, dan lain sebagainya. Hal ini adalah
7.13
penyimpangan yang sudah tentu akan merugikan masyarakat dan akan mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat kepada lembaga perbankan. Hal ini tentu akansangat berbahaya karena sebagainuma telah dikemukakan di awal buku ini, lembaga perbankan adalah lembaga yang mengandalkan kepetcayaan masyarakat.
2. Mentherikan kemudahan dalam pemberian kredit namun tidak disertai pertimbangan atau penilaian yang swijar dalam dunia bisnis perbankan. Perbuatan tersebut di atas pada dasarnya dapat dikategorikan sebagai perbuatan penyimpangan kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada bank yang bersangkutan ataupun terhadap dunia pethankan.
Namun apaltila dilihat dari segi yang kedua, yaitu . segi kesempatan para oknum yang melakukan tindak pidana, maka segi ini melahirkan sebuah ruang yang cukup untuk melakukan pencegahan dan pentherantasan tindak pidana perbankan. Singkatnya, dengan tidak ada kesempatan untuk melakukan suatu tindak pidana yang dalam hal ini tindak pidana perbankan maka seseorang atau sekelompok orang tidak akan mungkin melakukan suaiu tindak pidana perbankan. Jadi, dalam hal ini pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pethankan dilakukan dengan pembenahan system rundamenial dalam pethankan itu sendiri.Selain membenahi sistem perbankan, pada bagian ini pencegahan dan pemberantasan lindak pidana pethankan dapat dilakukan dengan pengaturan dalam berbagai peraturan penthdang-undangan baik peraturan pethankan maupun peraturan nonperbankan, penjatuhan sanksi hukum yang tegas (baik pid sanksi hukum perdata, sanksi hukum administratif, ntaupun sanksi hukum Berkaitan dengan jenis-jenis atau bentuk-bentuk tindak pidana perbankan sebagaimana akan dibahas dalam bagian ini, jenis-jenis atau bentuk-bentuk tindak pidana pethankan menurut hemat penulis adalah pethuatan-perbuatan yang diancam dengan pidana sebagaimana diatur namun tidak terbatas pada:.
7.14
I. Undang-Undang Nomor 07 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan; 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 03 Tahun 2004 temang Bank I ndonesia; 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan; 4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syanah; 5. Undang-undang lain yang mengatur atau berkailan langsung dengan perbankan.
C. RUANG LINGKUP KEJAHATAN EKONOMI DI BIDANG PERBANKAN
Pada dasamya. kejahatan ekonomi dapat dibagi menjadi dua. yairu dalam sempii dan arti luas. Dalam arti sempit, sebagaimana diatur dalam Pasal I Undang-Undang N. 7 Drt. 1955 (LN. No. 27 Tahun (955). pengertian kejahatan ekonomi diperanmakan dengan tindalr pidana ekonomi yang hanya mencangkup perbuatan yang melanggar sesuatu ketentuan dalam atau berdasarkan peraturan-peraturan yang disebut dalam Paanl 1 tersebut. Disini ada tiga kategori tindak pidana ekonomi sebagai berikuLn 1. Jenis Pertarna, berhubungan dengan peraturan-peraturan yang disebut dengan tegas dalam Pasal I Undang-Undang No. 7 Drt. 1955. 2. Jenis Kedua, berhubungan dengan Pasal-Pasal: 26, 32. dan 33 Undang-Undang No. 7 Drt. 1955. 3. Jenis Ketiga, yang memberikan kewenangan kepada lembaga legislarif untuk menanamkan suatu perbuatan menjadi suatu tindak pidana ekonomi.
Dalam arti luas, kejahatan ekonomi diatur di dalam maupun di luar Undang-Undang No. 7 Drt 1955. Kejahatan Ekonomi di bidang perbaanan, sebagai suatu beniuk perbuatan yang melanggar peraturan perundang-
7.15
undangan dalam bidang perekonomian dan bidang keuangan. merupakan bagian dari kejahatan ekonomi. Dengan demikian. kejahatan yang berkaitan dengan perbankan merupakan salah satu bentuk kejahatan ekonomi. Kejahatan ekonomi yang terdiri atas kejahatan di bidang perdagangan, investasi, perusahaan, lingkungan hidup, asuransi, pajak, maritim, pasar modal, dan kejahatan-kejahatan di bidang ekononn lainnya. Karena kejahatan dibidang perbankan termasuk .am bidang kejahatan ekonomi, perlu dikemukakan apa yang dimaksud dengan kejahatan ekonomi tersebut. Berdasarkan uraian diatas. sebagai bahan acuan. dapat dikemukakan tulisan Mardjono Reksodiputro bahwa yang dimaksud dengan kejahatan ekonomi adalah setiap perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan dalam bidang perekonomian dan bidang keuangan sena mempunyai sanksi pidana. Selain itu, Muladi (Dalam Muladi dan BaMa Nawawi Arief, 1992:19) menulis bahwa kejahatan ekonomi lebih menampaldcan dirinya sebagai kejahatan di lingkungan bisnis, yakni bilamana pengetahuan khusus tentang bisnis diperlukan uniuk menilai kasus yang terjadi. Atas dasar konstruksi yang demikian, menunft Muladi. yang dimaksud dengan kejaha. ekonomi adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh orang dan atau badan hukum, tanpa menggunakan kekerasan, bersifat melawan hukum, yang hakikatnya mengandung unsur-unsur penipuan, memberikan gambaran salah, penggelapan, manipulasi, melanggar kepercayaan, akal-akalan, atau pengelakan peraturan.»
Selanjutnya Muladi (Dalam Muladi dan Barda Nawawi Aricf, 1992:6-7) mengidentifikasikan beberapa tipe kejahatan ekonomi sebagai berikui:» I. Kejahaian yang dilakukan dalam rangka kepentingan contohnya adalah credit card frauds;
Amrullah. Poliiik liukum Pidana Perlindungan Kortan Kejahatan aonomi Di Bidang Perbankim Dalam Peupeluif Bank Sebagai Pelaku. Yogyaka. Genu Publishing. 2015. halaman. 30. Poliiik Hukum Pidana Perlindungan Korkm Kejahaun Ekonotin Di Bidang Peibankan Dalam Permekif Bank Setugai Pelaku. Yogyakana: .13 Publishing. 2015. halaman. 30-31.
• 0 •
7.16
2. Kejahatan yang dilakukan dalam kerangka perdagangan, pemerintahan atau kelembagaan lain, dalam rangka menjalankan pekerjaan, tetapi dengan cara melanggar kepercayaan, contohnya adalah banking violations by bank officers and employes (embleulement and misapplication of founds); 3. Kejahatan sosio-ekonomi sebagai usaha bisnis atau sebagai aktivitas utama, contolutya adalah penyalaligunaan kredit bank: 4. Kejahatan sosio-ekonomi sebagai usaha bisnis atau sebagai aktivitas utama, contohnya adalah penyalaltgunaan kredit bank.
D. DAMPAK KEJAHATAN EKONOMI DI BIDANG PERBANKAN
Seperti yang dipaparkan oleh Center for Banking Crisis (Buku Putih, Jilid I. Jakarta, 1999:10-13). kcjahatan ekonomi di bidang perbankan meliputi pula amara lain, penyalahgunaan dana BLBI. pelanggaran BMPK, dan manipulasi data lapomn. Mengenai penyalahgunaan dana BLBI tersebut, Panja BLBI Komisi IX DPR-RI pada tanggal 6 Maret 2000 menyampaikan laporannya bahwa sebelum moneter pertengahan Juli 1997, bahkan sejak tahun 1995 sudah terdapat kberapa bank yang mengalarni saldo debet yang berkepanjangan dan terus mendapat fasilitas barituan likuiditas dad Bank Indonesia tanpa pemah mengalami scors kliring. Bank-bank tersebut antara lain Bank Anha Prima, Bank Industri, South East Asia Bank Ltd, Bank Pinaesan. Sejalan dengan paparan dad Center for Banking Crisis tersebut, BPK-RI dalam siaran persnya tentang Hasil Audit Investigasi atas Penyaluran dan Penggunaan BLBI antara lain mengemukakan bahwa kekeliruan BI dalam memberikan bantuan likuiditas adalah pada saat BI tidak ntelakukan sanksi stop kliringkcpada bank-bank yang mkening giro nya di BI bersaldo negatif Oleh karena BI tidak tegas dalam menerapkan sanksi stop kliring, maka dimanfaatkan oleh bankir nakal sehingga mereka terus bersaldo debet..
Kejahatan berikutnya yang dilakukan oleh bank adalah dalam hal pembuatan laporan-laporan berkala yang dijadikan dasar penilaian kinerja dan kesehatan bank, temyata tidak menggambarkan kondisi sebenamya.
7.17
Bank-bank melakukan rekayasa laporan sehingga penilaian tingkat kesehaian bank tidak dapat dilakukan secara objektif. Pengujian atas kebenaran laporan tersebut baru dilakukan manakala BI melakukan pemeriksaan secara langsung yang frekuensinya relatif jarang. Bahkan menurut BPK, ada beberapa bank yang dalam beberapa tahun tidak dilakukan pemerilman langsung. Akibatnya, krbagai pelanggaran dan rekayasa transaksi yang dilakulcan oleh bank dalam kurun waktu lama. Pelanggaran yang paling umum adalah rekayasa transaksi untuk menghindari BMPK dengan berbagai cara yaitu seperti membuat perusahaan-perusahaan fiktif yang seolah olah perusahaan (bukan grupnya). Perusahaan perusahaan itu hanya paper company, balikan alamatnya pun palsu (Cenier for Banking Crisis, Buku Putih. Jilid I. Jakarta. 1999:11)..
Pengalaman ekonomi yang mclanda dunia pada tahun 1930.an. faktor knyebabnya bermula dari kngclolaan sistem perbankan yang kurang baik. Karena itu, menurut Tambunan, kondisi perbankan menjadi semakin buruk dengan munculnya krisis rupiah pada pertengahan tahun 1997. Ini berani terjadinya krisis yang berkepanjangan di Indonesia, serta berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan, yang mengakibatkan pula hancurnya lembaga pernankan, merupakan dampak dari kejahatan ekonomi di bidang perbankan yang dilakukan oleh bank. Dampak berikutnya adalah timbulnya korban yang jauh lebih besar dibandingkan korban kejahaian binsa (konvensional).» LATIHAN Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah laiihan berikut,
I) Sebutkan dan jelaskan pembedaan sifat penggolongan hukum pidana menurut Sudarto? 2) Apa yang dimaksud dengan tindak pidana perbankan?
7.18
KEGIATAN BELAJAR 2 Pengaturan Tindak Pidana Di Bidang Perbankan Di Indonesia
A. TINUAK PIDANA PERBANKAN DI TINJAU DALANI 1 NDANG-UNDANG NO. 10 TAHUN 1998 TENTANG PERBANK►N.
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 temang Perbankan dalam konsideransnya menyatalcan:Dalam bagian akhir UU ini yakni dalam Pasal 46 sd Pasal 53 yang terdiri dari sanksi administrasi (Pasal 47-50A) dan pidana (Pasal 52-Pasal 53). Secara lengkap ketentuan-ketentuan pidana itu dikutip sebagai berikut. Pasal 46: Menghimpun Dana Tanpa Izin. (I) Bamng siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima bela.$) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). (2) Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, perserikatan, yayasan atau koperusi, maka penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.
Pasal 47: Memaksa Bank atau Pihak Teranliasi Memberi Keterangan Keadaan Keuangan Nasabah. (1) Barang siapa tanpa membawa perintah termlis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pa. 41, Pasal 4IA, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun sena denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000.00 (scpuluh miliar rupialt) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus .liar rupiah). (2) Anggota
7.23
Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya yang dengansengaja memberikan keterangan yang wajib dinhasiaka menurut PasaI 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling latna 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp4.000.000.000.00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiuh).
Pasal 47 A: Tidak Nlemberikan Keterangan yang Wajib Dipenuhi untuk Kepentingan Perpajakan. Anggota Dewan Komimris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42A dan Pasal 44A. diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000.00 (lima belas miliar rupiah)
Pasal 48: Tidak Memberikan Keterangan yang VVajib Dipenubi untuk Kepentingan Perpajakan. Anggom Dewan Komisaris, Direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan uyat (2) dan Pasal 34 ayat (I) dan ayat (2), diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000.00 (seratus miliar rupiah). (2) Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang lalai memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dinudnud dalam Pasal 30 ayat (I) dan (2) dan Pasal 34 ayat (I) dan ayat (2), diancam dengan pidana kurungan sekurang-kurangnya I (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) iahun dan atau denda sekurang-kumngnya Rp1.000.000.000,00 (satu mi)iar rupiah) dan paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pasal 49: Pencatatan Laporan Transaksi atau Rekening Menerima Sesuatu. Langkah-Langkah Memastikan Ketaatan Bank. (1) Anggna Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja: a. Membun atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank b. Menghilangkan atau tidak
7.24
memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam lapomn, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau mkening suaiu bankt c. Mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghtmus, atau menghilangkan adanya suatu pencalatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, lapomn tranmksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, Menyembunyilmn atau merusak catatan pembukuan tersebut, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun scrta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). (2) Anggota Dewan Kornisaris. Direksi mau pegawai bank yang sengaja: a. Meminia atau menerima, mengizinkan alau menyetujui untuk meneritna suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keumungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam ratigka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperolej iamh muka, bank garansi, atai fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek dan kertas dagang autu bukti kewajiban lainnya. ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada bankt b. Tidak melaksanakan langkah-langkah yang dipedukan untuk memastikan ketaan bank terhadap keientuan dalam undang-undang ini dan kmentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp 100E000.000.000,00 (seratus miliar rupialt).
Pasel 50: Pihak TeraiThasi Tidak Memastikan Ketaatan Bank, Pihak Terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang dipedukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-tmdang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekumng-kumngnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
7.25
Pasal 50A: Pemegang Sahant Tidak Alemastikan Ketaatan Bank. Pemegang saltam yang dengan sengaja menyuruh Dcwan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank untuk mclakukan atau fidak melakukan Iindakan yang mengakibatkan bank fidak melak.nakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank ierhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sckurang-kurangnya 7 (oujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepulult miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000.00 (dua ratus miliar rupialn.
Pasal 51: TPE atau Perbankan inl adalah KeJahatan. (1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalant Pasal 46. Pasal 47. Pasal 47A,Pasal 48 ayat (1 ). Pasal 49, Pa.1 50. dan Pasal 50A adalah kejahatan. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) adalah pelanggaran.
Pasal 52: Sanksi Administralif. (1) dengan tidak mengurangi knentuan pidotodoogiotoldiotokoddlotoPod47,P.00147A,Pll48,Pll149. kioo dan Pasal 50A, Bank Indonesia dapat menetapkan sanksi adn6nisnatif kepada bank yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini, atau Pimpinan Bank Indonesia dapat rnencabut usaha bank yang bersangkutan. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayal (01, antant lain adalah: a. Denda uang. b. Teguran tenulis, c. Penurunan tingkat kesehatan bank, d. Larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring: e. Pembekuan kegiatan usaha tertentu baik untuk kamor cabang tenentu maupun untuk bank secara keseluruhan: f. Pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganii sementara sampai Rapai Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggoia Koperasi mengangkat penggan6 yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia: g. Pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar orang tercela di bidang Perbankan. (3) pelaksanaan lebih lajut mengenai sanksi administmtif ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Pasal 53: Sanksi Administratif Kepada Pihak Dengan tidak mengurangi ketenwan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Bank Indonesia dapai menetapkan sanksi administratif kepada Pihak Terafiliasi yang lidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan
7.26
dalam undang-undang ini aiau menyampaikan penimbangan kepada instansi yang berwenang untuk mencabut izin yang bersangkuian.
B. T1NDAK PIDANA D1 B1DANG PASAR NIODA1..
Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dalam penjelasan umumnya menyatakan ketentuan pidana baru ditemukan dalam Pasal 103 sampai dengan 110 sebagai berikut:35
Pasal 103: Keglatan Pasar Modal Tanpa Isin. (1) Setiap Pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal tanpa izin, persetujuan, atau pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. Pasal 13, Pasal 18. Pasal 30. Pasal 34, Pasal 43, Pasal 48. Pasal 50, dan Pasal 64 diancamdengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000.00 (lima miliar rupiah). (2) Setiap Pihak yang melakukan kegialan mnpa memperolch izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (salu miliar rupiah).
Pasal 104: Ancoman Pidana. l'enjara dan Denda. Setiap Pihak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97 ayat (1), dan Pasal 98 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) lahun dan denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
3.2.3. Pasal 105: Pidana Terhadap Manajer Investasi dan atau Pihak Manajer Investasi dan atau Pihak terafiliasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dmaksud dalam pasal 42 diancam dengan pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (saiu miliar rupiah).
Pasal 106.( I ) Seliap pihak yang melakukan pelanggran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 diancam dengan pidana penjara
7.27
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paIing banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). (2) Setiap pihak yang melakokan pclanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 diancant dengan pidanu pe(ara paling 1ama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000.00 (lima milair rupiah).
Pasal 107: Menlpu atau Nlerugikan Piltak I.ain alau MenyesatIcan Bapepum. Setiap pihak yang dengan sengaja beriujuan menipu atau merugikan Pihak lain atau menyesatkan Bapepatn, menghilangkan, memusnahkan, menghapuskan, mengubab, mengaburkan, menyembunyikan, atau mernalsukan catatandari Pihak yang memperolch izin, persetujuan, aum pendaRaran termasuk Emiten dan Perusahaan Publik diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (6ga) tahun datt denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima tniliar rupiab).
Pasal 108: Ancaman Pidana untuk Plhak yang Mempengaruhl. Ancaman pidana penjara aiau pidana kurungan dan denda scbagaimana dimaksud dalam Pasal 103, Pasal 104, Pasal 105, Pasal 106, dan Pasal 107 berlaku pula bagi Pihak yang, baik langsung maupun tidak langsung, mempengaruhi Pihak lain untuk mclakukan pelanggaran pasal-pasal dimaksud.
Pasal 109: Ancaman Pidana, Penjara dan Denda. Setiap pihak yang tidak mematulti atau menghambat pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 (saiu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000.00 (satu mi)iar rupiah).
Pasal 110: Tindak Pidana ini adolah Pelanggaran dan Kejahatan. (1) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (2), Pasal 105, dun hsal 109 adalah pelanggaran. (2) Tindak Pidana sebagaitnana dimaksud dalam 103 ayat (1), Pasal 104, Pasal 106, dan Pasal 107 adalah kejahatan.
7.28
C. TINDAK PIDANA PERBANI.N DALAM KUHP INDONESIA
Menjadi penanyaan. mengapa KUHP dapat dipergunakan terhadap Tindak Pidana Perbankan? Temyata pemalt terjadi di mana oknum pihak bank terlibat iindak pidana yang kastnnya terkait dengan perbankan. Begitu juga dapat terjadi dan pemah terjadi oknum yang bukan dari ba. terlibat dengan tindak pidann yang ada hubungannya dengan perbankan. Oleh karena itu. KUH Pidana dapat digun.an atau diperlakukan dalam masalah-masalah tindak pidana perbankan, kecuali Undang-Undang Perbankan mengatumya secara tersendiri.36 Disamping itu terdapat asas-asas dalam Buku 1 KUHP dapat diberlakukan dalam lindak pidana perbankan. juga tindak pidana lainnya kalau Undang-undang yang mengatur tentang hal tersebut tidak mengatumya secara khusus atau tersendiri aspek pidana nya. Kalau terjadi seperti ini, maka Buku II maupun Buku 111 dan tentunya Buku I yang merupakan peraturan-peraturan umum, dapat dipergunakan. A. dasar yang dikemukakan diatas, temyam di samping UU No. 7 Tahun 1992, UU No. 10 Tahun 1998, dan UU NO. 23 Tahun 1999, maka berani KUH Pidana dapat dipergunakan dalam masalah perbankan. Untuk melihat ketentuan-ketentuan mana yang diperk irakan dapat digunakan dalam ka.ans-kasus perbankan antara lain:37
Pasal 263 KUH Pidana berbunyi:
I. Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat. yang dapat melibatkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau s.uatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan.
2. Dengan hukuman serupa itu juga ditukum, barang siapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian.
7.29
Pengerlian "membuat surat palsu" yaitu membuat surat sedemikian rupa seakan-akan berasal dari sumber yang benar atau berhak untuk membuat surat tersebut sama sekali . pihak yang lidak benar atau ti. berhak. Pengertian "memalsukan surat- yakni mengadakan perubahan dan isinya, sehinua sebab perubalum tersebut mengakibatkan materi atau substansi surat tersebut tidak sesuai lagi dengan isi yang sebenamya atau dengan kata lain sudah tidak sesuai lagi dengan redaksi atau bunyi aslinya.38
Unsur minimal yang harus dipenuhi supaya terkena pasal ini, adalah:39 I. Yang dipalsukan harus suatu surat dan bahannya teniu berupa kertas atau benda-benda yang dapat ditulis; 2. Surat tersebut dapat menimbu. suatu hak, misalnya giro, cek, dan saham; 3. Surat itu dapat juga menimbulkan suatu Itak, misalnya perjanjian kontrak, perjanjian mang piutang, atau perjanjian jual beli; 4. Surat itu dapat menimbulkan pembebasan wang, nasalnya kuitansi; 5. Surat-surat yang dapal dipergunakan sebagai bukti diri. keterangan telah tetjadi sesuatu peristiwa, misalnya akta kelahiran, tabanas, atau surat deposito; 6. Penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kenigian dan kerugian ini tidak perlu hanm terealisir, kerugian-kerugian tersebut dapat berupa materiil maupun nonmateriil lainnya; 7. Juga dapat dikenakan pada orang yang menggunakan dengan sengaja surat palsu tersebut. scdangkan ianya mengetahui mengetahui benar bahwa sumt tersebut palsu.
Pasal 264 KUH Pidana berbunyi:
I. Si terhukum dalam perkara memalsukan surat, dihultum penjara selama-lamanya delapan tahun, kalau perbuatan iiu dilakukan: • le. Mengenai surat autemik • 2c. Mengenai surat utang atau surat tanda utang dari sesuatu surat negara atau sebagainya amu dari sesuatu balai umum.
7.30
• 3e. Mengenai saham-saham atau surat utang atau senifikat tanda saham atau tanda wag dari suatu perserikatan, atau perseron aiau nutskapai. • 4e. Mengenai mlon atau surat tanda utang (devident) atau tanda bunga uang dari salah satu sural yang diterangkan pada 2c dan 3c atau tentang surat keterangan yang dikeluarkan akan pengganii surai itu. • 5e. Mengenai surat utang piutang atau surat perniagaan yang akan diedarkan.
2. Dengan hukuman serupa juga, bamng siapa dengan sengaja menggunakan akta seolah-olah isinya cocok dengan hal yang sebenamya. ayat periama dipalsukan, jika pemakai surat itu dapat mendatangkan sesuatu kerugian,
Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Pasal 264 KUHP ini, berkaitan erat dengan pasal yang terdapat dalam pasal ini, harus terlebih dahulu memenuhi unsur-unsur yang termum dalam Pasal 263 tersebut.40
Walaupun Pasal 264 ayat (() KUHP iidak menyebuikan secara tegas temang unsur kesengajaan. namun dapat ditafsirkan sudah ada unsur tersebut dengan mempergunakan memalsukan, karena ditinjau dari segi bahasa dengan kaia lain, yakni memalsukan surat. Jadi berarii si pelaku sudah dengan sengaja secara aktif berbtun dengan suatu kesadaran yang disengaja.41
Selanjutnya letak perbedaan antara ayat (1) dengan ayat (2) dalam Pasal KUHP yang prinsipal adalah hanya terletak pada ketentuan yang disebutkan di dalam ayat (2) saja, yakni hanya penggunaan dan pemalsuan akta auteniik dan termasuk akta di bawah tangan.42
Unsur-unsur lain yang harus dipenuhi agar dapat dipergunakan sesuai dengan ketentuan ini, adalaht43
.thainur Arrasjid, Hukurn Pidana Perhankan, lakana, Sinar Gralik4 2011, halamon. 38. °Chainur Arrasjid. Hukum Pidana Perhankan. lakaria: Sinar Gralika. 2011, halamun. 38. ,hainur Arrasjid. Hukum Pidana Pethaukun, lakaria: Sthar Grolik
7.31
I. Si pelaku harus mengetahui benar bahwa surai itu palsu 2. Si pelaku sudah mempergunakannya, sekurang-kurangnya sudah menyerahkan pada orang lain untuk mempergunakannya: 3. Atau sudah menyemhkan surat tersebut kepada tempat di mana tempat itu merupakan titik awal memproses penyelesaian surat itu.
Pasal 266 KI,11 Pidana berbunyi:
I . Barang siapa menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam sesuatu akta auteniik tentang sualu kejadian yang sebenamya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud akan menggunakan atau menyunilt orang lain menggunakan akta itu seolah-olah keterangannya itu cocok dengan hal sebenamya, maka kalau dalam mempergunakannya itu dapat mendaiangkan kerugian, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.
2. Dengan hukuman serupa itu juga dihukum barangsiapa dengan sengaja menggunakan akta itu seolah-olah isinya cocok dengan hal yang sebenamya jika pemakaian surat itu dapat mendatangkan kerugian.
Smuai dengan bunyi Pasal ini, unsur-unsur minimal yang harm dipenuhi, adalah:44 I. Menyuruh menempatkan keterangan palsu (kepada orang lain) ke dalam suatu akia autentik; 2. Akta autentik adalah suatu surat yang dibuat menurut bentuk dan syarat-syzuat yang telah ditetapkan olelt undang-undang; 3. Maksudnya akan mengsmakan aiau menyuruh orang lain menggunakan akta itu, seolah-olah keterangan yang dipalsukan tersebut smuai dengan yang sebenarnya: 4. lika dip,unakan dapat mendatangkan kerugian.
Disamping itu, yang dapat dikenakan pasal ini adalah si pemberi keterangan palsu. tetapi juga omng lain yang mempergunakannya, dan dapat mendatangkan kerugian.
7.32
Pegawai Negeri atau orang lain yang diwajibkan uniuk seterusnya atau untuk sementara waktu menjalankan pekerjaan umum, yang dengan sengaja dengan palsu membuat atau memalsukan buku atau daftar yang semata-mata untuk pemeriksaan administrasi, dihukum penjara selama-selanumya empat tahun. Ketenturm dalam Pasal ini hanya mengemukakan tentang pemalsuan terhadap .buku" atau daftar yang semata-mata untuk pemeriksaan administrasi. Buku tersebut misalnya buku kas, juga jenis-jenis buku administrasi. teruiama yang dapat dipergunakan sebagai alat bukti. Terdahulu telah dikemukakan tentang pasal-pasal yang berhubungan dengan pemalsuan. dan khusus di Pasal 242 KUHP membut ketentuan tentang "sumpah palsu dan keterangan palsu atau sumpah. Maksutnya semua keterangan-keterangan yang dikemukakannya tersebui baik lisan maupun tulisan berdasarkan suatu sumpah atau atas sumpah yang disalikan.46
Pasal 242 KU11 Pidana, sebagai berikut:
I. Barangsiapa dalam hal-hal yang menunn peraturan Undang-Undang menuntui sesuam keterangan dengan sumpah atau jika keterangan itu membawa akibat bagi hukum dengan sengaja memberi keterangan palsu. yang ditanggung dengan sumpah, baik dengan lisan atau dengan kuasanya yang istimewa ditunjuk untuk dihukum pcnjara selama-lamanya tujuh tahun. 2. iika keterangan palsu yanh dhanggung dengan sumpah itu diberikan dalam perkara pidana dengan merugikan si terdakwa atau tersangka, maka si tcrsalah itu dihukum pcnjara sclama-lamanya sembilan tahun 3. Yang disamakan dengan sumpah, yaitu perjanhan atau pengakuan yang menurut undang-undang umum menjadi ganti sumpah. 4. Dapat dijatuhkan hukuman mencabut hak yang tersebut dalam Pasal 35 angka
7.33
Memperhatikan bunyi pusal ini, maka unsur-unsur yang harus dipenuhi sehingsa terkena pasal ini adalah:47 I. Baik kcierangan lisan maupun tulisan harus diatas sumpah; 2. Keterangan tersebut diwajibkan kepada yang bersangkwan karena telah ditentukan oleh undang-undang disebabkan keterangan tersebut mempunyai akibat hukum; 3. Keterangan itu harus palsu atau benar ini, diketahui oleh si pemberi keterangan itu sendiri.
Perlu dicatat di sini bahwa keterangan palsu yang berdasarkan sumpah palsu itu scharusnya dilaksanakan di depan sidang pengadilan di dalam suatu proses peradilan, dan sumpah tersebut sesuai dengan eara-cara agama yang dianutnya. Pelaku yang melakukan sumpah palsu ini boleh pegawai negeri maupun bukan pegawai negeri.48 Mengenai tindak pidana yang berhubungan dengan penjualan atau suap, termuat di dalam beberapa Pasal 209, 428, . 419 KUH Pidana.49
Pasal 209 KUll Pidana berbunyi:
I. Dihukum penjara selama-lamanya dua lahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-:
• le. Barang siapa memberi hadialt atau perjanjian kepada seseorang pegawai negeri dengan maksud hendak membujuk dia, supaya dalam pekerjaanya ia berbuat atau mengalpakan sesuatu apa, yang bertentangan deng kewajibannya.
• 2e. Barang siapa memberi hadiah kepada seseorang pegawai negeri oleh sebab atau berhubungan dengan pegawai negeri itu sudah membuat atau mengalpalcan sesuatu apa dalam menjalankun pekerjaan yang bertentangan dengan kewajibannya.
7.34
2. Dapat dijatuhkan hukuman mencabui hak yang iersebut dalarn Pasal 35 angka..
Unsur yang tethenting dipethatikan di sini adalah yang menerima suap haruslah pegawai negeri. jika bukan pegawai negeri tidak dapat dikenakan pasal ini. Tujuan penyuapan agar pegawai negeri tersebut berbuai atau mengathakan sesuatu yang bertemangan dengan kewajibannya.50
Yang mendapatkan ancaman hukuman di sini adalah si pemberi, walaupun pegawai negeri tersebut berbuat atau menolak melakukannya. Betheda dengan Pasal 209 KUHP, maka Pasal 418 dan 419 KUHP yang diancam hukuman adalah si penerima suap.51
Pasal 418 KUH Pidana berbunyi:
Pcgawai negeri yang menerima hadiah atau perjanjian, sedang ia tahu atau paiut dapat menyangka, bahwa apa yang dihadiahkan atau dijanjikan itu berhubungan dengan kekuasaan atau hak karena jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang menghadiahkan atau berjanji itu ada hubungan dengan jabatan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya enam bu. atau denda sebanyakthanyaknya RP. 4500,-.
Jelaskan bahwa yang ditentukan dalam Pasal ini adalah yang menerima suap dan si pencrima adalah pegawai negeri. Si penerima .0 atau patut mengetahui atau menyangka bahwa hadiah itu karena ada hubungan dengan juba. atau tugasnya. Suap itu dapat berupa uang, hadiah, maupun janji-janji lainnya.
Pasal 419 KUll berbunyl:
Dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun dihukurn pegawai negeri:
7.35
• le. Yang menerima pemberian alau perjanjian, sedang diketahuinya bahwa pemberian atau perjanjian diberikan kepadanya untuk membujuk supaya dalam jabatannya melakukan alau mengalpakan sesuam apa yang berlawanan dengan kewajibannya. • 2e. Yang menerima pemberian, sedang diketahuinya, bahwa pemberian itu diberikan kepadanya oleh karena atau berhubungan dengan apa yang telah dilakukan atau dialpakan dalam jabatannya yang berlawanan dengan kewajibannya.
Ketentuan dalam Pasal ini jelas mengatakan. bahwa karena adanya pemberian atau perjanjian, dia mengalpakan tugasnya. Maksudnya seorang pegasvai negeri, karena mencrima pemberian alau perjanjian maupun sejenisnya melakukan atau mengalpakan suatu yang harus diperbutnnya, namun tidak dilaksanalcannya padahal hal tersebut merupakan kewajibannya atau tuganya karena jabatannya.52
Pemberian atau janji tersebut diterimanya, dan menyebablcan ia tidak berbuat atau mengalpakan sesuatu yang berlawanan atau bertentangan dengan kewajibannya alau tuganya karena jabatannya.53
Disamping pasal-pasal yang telah dikemukakan terdahulu, sebenamya masih terdapat pasal-pasal di dalam KUHP yang dapat dikaitkan dengan tindak pidana perbankan. Tetapi karena di dalam perundang-undangan perbankan itu sendiri telah mengatumya, maka berlakulah peraturan-peraturan khusus tersebut.54
Sebagai contoh dari pasal-pa. yang mengatur temang sesuatu yang berhubungan dengan perbankan yang terdapat dalam KUHP, tetapi sudah diatur tersendiri dalam perundang-undangan perbagan itu sendiri, adalah seperti membuka rahasia yang diatur dalam Pa. 322 KUHP, yang berbunyi sebagai berikui:
7.36
I. Barangsiapa dengan sengaja membuka sesuatu rahasia, yang menurut jabatannya atau pekerjaannya, baik yang sekarang, maupun yang daltulu, ia diwajibkan menyimpangnya, dihukum penjara selatna-lamanya senthilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya RP. 9000,-. 2. lika kejahatan ini dilakukan terhadap scorang yang ditentukan, maka perbuatan itu han, dituniut ams pengaduan omng itu.
Juga Pasal 415 yakni kcjahatan yang dilakukan dalam jabatan, yang berbunyi, sebagai berikut.56
Pegawai negeri atau orang lain, yang diwajibkan untk seterasnya atau untuk sementara waktu menjalankan sesuatu pekerjaan umum, yang dengan sengaja menggelapkan uang al3S sumt yang berharga itu diambil atau digelapkan olch orang lain itu sebagai orang yang membantu dalam hal itu dihukum penjara selamalamanya tujuh tahun.
Kalau dikaitkan pasal-pasal yang ada hubungannya atau dapat dikenakan kepada imdak pidana perbankm seperti yang telah dikemukakan, dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, dan Undang-Undang Nomor 23 Taltun 1999, dapat dikclompok-kelompobn dalam bebempa bagian. Dalam pengelompokan ini, M. Sholehuddin mengelo,okkannya ke dalam beberapa kelompok, yakni jenis tindak pidana perbankan di bidang kolusi manajemcn perbankan yang berbentuk tindak pidana sua, jenis tindak pidana perbankan dibidang pengawasan perbankan yang berbentuk tindak pidana keterangan palsu; jenis tindak pidana perbankan di bidang jasa-jasa perbankan.57
Jika dikailkan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Tindak Pidana Korupsi, ketentuan-ketentuan yang temmat di dalam bcberapa Pasal KUHP yang telah disebutkan terdablu adalah Pasal 416, 209, 419 KUH Pidana. Juga Pasal 209 KUHP diperkuat lagi dengan tindak pidana suap yang diatur dalam Undang-Undang Nomor II Tahun 1980.
7.37
MODUL 8
KEGIATAN BELAJAR 1
Pengantar Tindak Pidana Korupsi
A. T1NDAK P1DANA KORUPS1 SEBAGA1 T1NDAK PIDANA KHUSUS
Suatu perundang-undangan pidana diluar KUHP dapat dikategorikan sebagai hukum pidana khusus sehingga berlaku asas '14tr derogat legi gentralr. ia hams memuat ketentuan-ketentuan hukum yang menyimpang dari aturan umum KUHP. baik penyimpangan tersebut dari segi hukum pidana nutteriil maupun hukum pidana formil. Dilihat dari segi hukum pidana makna penyimpangan adalah terkan dengan tintlak pidana, pertanggungjawaban pidana, dan sanksi pidana atau sanksi tindakan.Sedangkan . segi hukum pidana forrnil. maksud penyimpangan adalah terkait dengan keientuan beracara yang berbeda dengan ketentuan beraeara yang ierdapat di dalant KUI4AP.'
Dalam konteks tindak pidana korupsi, dasar pemikiran tersebut sangat peraing uniuk di judikan sebagai acuan apakah Undang-undang No 31 Tahun 1999 jo Undang-undang No 20 Tahun 2001 teniang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi layak disebut sebagai aturan hukum pidana khusus. Terdapat 4 tempatt alasan memasukkan undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi ke dalam aturan hukum pidana khusus.`
Pcnama. terkait dengan pengaturan tindak pidana. Undang-undtmg tindak pidana korupsi dengan tegas memandang bahwa pidana bagi tindak pidana pereobaan. pemufakatan jahat. dan pembantuan sama dengan pidana bagi delik selesai. Bila dalam KUHP pidana bagi delik pereobaan adalah dikurangi sepeniga dari maksimum aneaman pidana maka dalam undang-
8.2
undang tindak korupsi ketentuan demikian disimpangi yakni pidana bagi delik percobaan sama dengan pidana bagi tindak pidana korupsi yang dilakukan dengan selesai.'
Demikian halnya dengan delik pembantuan. Pasal 57 KUF1P secam eksplisit menyatakan bahwa maksimum pidana pokok untuk pembantuan dikurangi sepertiga, dan apabila kejahatan yang dilakukan diancamkan dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka maksimum pidana pokok untuk pembantu adalah lima belas tahun penjara.5Dalam undang-undang tindak pidana korupsi ketentuan demikian tidak diikuti atau disimpangi, karena pidana bagi pelaku delik pembantuan disamakan dengan pidana bagi delik yang selesai, dalam arti tidak ada pengunIngan sepertiga dari maksimum pidana pokok.6
Kedua, terkait dengan pertanggungjawaban pidana. Undang-undang tidak pidana korupsi tidak hanya menjadikan manusia sebagai subjek delik, tapi juga kor,rasi. Sedangkan dalam KUHP korporasi tidak diakui sebagai subjek delik, hanya manusia yang dapai melakukan tindak pidana.7 Ketentuan demikian disimpangi oleh undang-undang korupsi. Pasal I ayat (3) undang-undang korupsi secara eksplisit menyatakan bahwa makna "setiap orang" tidak hanya orang perorangan iapi tennasuk juga di dalarnnya adalah korporasi. Sedangkan mengenai tuntutan dan pcnjatuhan pidana dapai dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, maka korporasi tersebut diwakili oleh penguru•."
Ketiga, terkait dengan sanksi pidana. Undang-undang tindak pidana korupsi mengatur perumusan ancaman pidana secara kumulatif-altematif.
' Mahrus All. Asas. Teori. dan Pr,lbek Hukton Pidana 1Conopsi, Ull Press. Yogyakana. 2013. halaman. 16 Aruan Sakidjo dan Bambang Poemomo, fluknm Pidana Auar Muron U.111, llukam Pidana Kodifikavi. Ghalia Indonesia, Jakana, 1990, halaman. 157, dalam Klahms Ali, Auo, Teori. dan Prak, Ifukum Pidana Korupsi, Ull Pr.s. Yogyakana. 2013. halaman. 17. Mahrus Ali. Amr. Teori. dan Prakkk Ilubm Pidana Korupsi. UII Press. Yogyakana. 2013. hakiman. 16. Ketenluan Pasal 39 KUHP pada da,arnya iidak dnujukan kepada korpoiasi, idapi dnujukan kepada manusia. dalam M•hrus Ali, Asar, Teori. dan Prakek Hulaun Pidana Knrup,ri, Ull Press, Yogyakana. 2013. halaman. 17. Mahrus Ali. Arns, Trnri, dan Proklek Nukum Pidana Kompsi, Ull Press. Yogyakana. 2013. halaman. 16.
8.3
KB 1 : PENGANTAR TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
A. ISTILAH DAN PENGERTIAN PADA PENCUCIAN UANG DAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
B. OBJEK PENCUCIAN UANG
C. TUJUAN PENCUCIAN UANG
D. TAHAP-TAHAP PENCUCIAN UANG
1. Placement
2. Layering
3. Integration
E. BEBERAPA MODUS OPERANDI PENCUCIAN UANG
F. KETENTUAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
G. TINDAK PIDANA YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
KB 2 : DAMPAK KEJAHATAN PENCUCIAN UANG
A. PELAKU DAN DAMPAK KEJAHATAN PENCUCIAN UANG PADA UMUMNYA
Dampak Kejahatan Pencucian Uang terhadap masyarakat yaitu :
1. Memungkinkan penjual dan pengedar narkoba, penyelundup, dan penjahat lainnya untuk memperluas kegiatan operasinya; meningkatkan biaya penegakkan hukum untuk memberantasnya dan biaya perawatan serta pengobatan korban atau pecandu narkotik.
2. Mempunyai potensi merongrong keuangan masyarakat sebagai akibat sedemikian besarnya jumlah uang yang terlibat; Potensi korupsi meningkat bersamaan dengan peredaran jumlah uang haram yang besar.
3. Pelaku Pencucian Uang (PPU) Mengurangi pendapatan pemerintah dari pajak secara tidak langsung merugikan para pembayar pajak yang jujur dan mengurangi kesempatan kerja yang sah.
Dampak makro ekonomis adalah distribusi pendapatan; Kegiatan kejahatan mengalihkan pendapatan dari para penyimpan dana terbesar (high saver) kepada penyimpana dana terendah (law saver); dari investasi yang sehat pada investasi yang beresiko dan berkualitas rendah; Membuat pertumbuhan ekonomi terpengaruh. Misalnya, terdapat bukti bahwa dana yang berasal dari tax evasions di AS cenderung disalurkan pada investasi yang beresiko tinggi, tetapi memberikan hasil yang tinggi di sektor bisnis kecil.
Beberapa tax evasions terutama pada kecurangan (fraud), penggelapan (embezzelment), dan perdagangan saham melalui orang dalam (insider trading), berlangsung secara cepat dan merupakan bisnis yang menguntungkan disektor bisnis kecil.
PPU juga mempunyai dampak makro ekonomi yang tidak langsung (indirect macroeconomic effects); Transaksi yang ilegal dapat mencegah orang melakukan transaksi yang melibatkan pihak luar negeri meskipun legal telah kurang diminati akibat pengaruh pencucian uang.
Kepercayaan pada pasar dan pernanan efisiensi terhadap keuntungan telah terkikis oleh meluasnya perdagangan melalui orang dalam (insider trading), kecurangan (fraud), penggelapan (embezzelment).
Kebijakan-Kebijakan makro harus memainkan peranan dalam upaya anti PPU; Kebijakan dalam bidang pengawasan lalu lintas devisa (exchange control), pengawasan bank terhadap rambu-rambu kesehatan bank (prudential supervisor), pengalihan pajak (tax colection), pelaporan statistik (statistical reporting), dan perundang-undangan (legislation).
B. PEMERIKSAAN KEJAHATAN PENCUCIAN UANG BERDASARKAN UU PEMBERANTASAN TINDAK PENCUCIAN UANG DI INDONESIA
Harta Kekayaan yang berasal dari berbagai kejahatan atau tindak pidana pada umumnya tidak langsung dibelanjakan atau digunakan oleh pelaku kejahatan agar tidak mudah dilacak sumber memperolehnya; Biasanya terlebih dahulu mengupayakan agar masuk kedalam sistem keuangan (financial system) terutama pada sistem perbankan (banking system); Dengan cara demikian asal usul harta kekayaan diharapkan tidak dapat dilacak oleh para penegak hukum; Ini dikenal dengan Pencucian Uang (Money Laundring).
UU 15/2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang; TPPU ini dapat dicegah atau diberantas , antara lain, Kriminalisasi atas semua perbuatan dalam setiap tahap proses pencucian uang yang terdiri atas :
1. Penempatan (placement); upaya penempatan dana yang dihasilkan dari suatu kegiatan tindak pidana kedalam suatu sistem keuangan
2. Transfer (Layering); memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya melalui beberapa tahap transaksi keuangan dengan tujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul dana.
3. Menggunakan Harta Kekayaan (Integration); menggunakan harta kekayaan yang telah tampak sah, baik dinikmati, diinvestasikan ke berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan, dipergunakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang sah, ataupun untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana.
Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan TPPU dalam UU ini dibentuk Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang bertugas :
1. Mengumpulkan, Menyimpan, dan menganalisis serta mengevaluasi informasi yang diperoleh
2. Memantau catatan dalam buku daftar pengecualian yang dibuat oleh penyedia jasa keuangan
3. Membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan transaksi keuangan mencurigakan
4. Memberi nasehat dan bantuan kepada instansi yang berwenang tentang informasi yang diperoleh
5. Mengeluarkan pedoman dan publikasi kepada penyedia jasa keuangan tentang kewajibannya yang ditentukan dalam UU atau dengan peraturan perundang-undangan lain, dan membantu dalam mendeteksi perilaku nasabah yang mencurigakan
6. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang
7. Melaporkan dan menganalisa transaksi keuangan, terhadap transaksi keuangan yang berindikasi TPPU dilaporkan kepada penegak hukum yaitu kepolisian dan kejaksaan
8. Membuat dan memberi laporan mengenai hasil analisis transaksi keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden, DPR, dan lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap penyedia jasa keuangan.
UU 15/2002 : Mengatur kewenangan penyidik, Penuntut Umum atau Hakim sesuai dengan tingkat penanganan perkara untuk dapat meminta pemblokiran harta kekayaan kepada penyedia jasa keuangan; Mengatur mengenai penyidik, Penuntut Umum atau Hakim untuk meminta keterangan dari penyedia jasa keuangan mengenai harta kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK, tersangka dan terdakwa; Mengatur mengenai persidangan tanpa kehadiran terdakwa, dalam hal terdakwa telah dipanggil 3 kali secara sah sesuai dengan perundangan tidak hadir, maka Majelis Hakim dengan putusan sela dapat meneruskan pemeriksaan tanpa kehadiran terdakea.
Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan, UU 15/2002 (UU TPPU) yang dirasa belum memnuhi standar Internasional serta perkembangan peradilan TPPU disempurnakan dengan UU 25/2003 tentang perubahan UU 15/2002 (UU TPPU).
Perubahan dalam UU 25/2003 antara lain :
1. Cakupan pengertian penyedia Jasa Keuangan diperluas tidak hanya bagi setiap orang yang menyediakan jasa di bidang keuangan tetapi juga meliputi jasa lainnya yang terkait dengan keuangan.
2. Pengertian transaksi keuangan mencurigakan diperluas dengan mencantumkan transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
3. Pembatasan jumlah hasil tindak pidana sebesar Rp. 500.000.000,- atau lebih, atau nilai yang setara yang diperoleh dari tindak pidana dihapus
4. Cakupan tindak pidana asal (predicate crime) diperluas untuk mencegah berkembangnya tindak pidana yang menghasilkan harta kekayaan dimana pelaku tindak pidana berupaya menyembunyikan atau menyamarkan asal usul hasil tindak pidana namun perbuatan tersebut tidak dipidana.
Perundang-Undangan yang terkait yang mempidana Tindak Pidana Asal antara lain :
a. UU 5/1997 tentang Psikotropika; b. UU 22/1997 tentang Narkotika; c.UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor; d.UU 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
5. Jangka waktu penyampaian laporan transaksi keuangan mencurigakan dipersingkat, yang semula 14 hari kerja menjadi tidak lebih 3 hari kerja setelah penyedia jasa keuangan mengetahui adanya unsur transaksi keuangan mencurigakan. Hal ini dimaksudkan agar Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana dan pelaku tindak pidana pencucian uang dapat segera dilacak.
6. Penambahan ketentuan baru yang
C. PENCEGAHAN PENCUCIAN UANG
Untuk mencegah tindak pidana pencucian uang, maka bank dan lembaga keuangan wajib mengindentifikasi transaksi yang dianggap mencurigakan :
Pertama; Melakukan judgement atas dasar fakta-fakta yang kuat dan bukan sekedar tidak adanya suatu informasi nasabah dan transaksi yang dilakukannya serta pelatihan dan pengalaman dari karyawan/pejabat bank dan perusahaan jasa lain.
Kedua; Sesuai UU 15/2002 jo UU 25/2003; Transaksi Keuangan Mencurigakan adalah transaksi yang menyimpang dari profil dan karakteristik serta kebiasaan pola transaksi dari nasabah, termasuk transaksi keuangan oleh nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh bank dan perusahaan jasa keuangan lainnya.
Ketiga; Menganalisa suatu Transaksi :
1. Apakah jumlah nominal dan frekuensi transaksi konsisten dengan kegiatan normal yang selama ini dilakukan oleh nasabah.
2. Apakah transaksi yang dilakukan wajar dan sesuai dengan kegiatan usaha, aktivitas, dan kebutuhan nasabah
3. Apakah pola transaksi yang dilakukan oleh nasabah tidak menyimpang dari pola transaksi untuk nasabah sejenis.
Berbagai modus operandi pencucian uang; dibelikan property, tanah, dan transfer uang antar bank di satu negara dengan negara lain.
Yang menentukan keberhasilan pemberantasan pencucian uang adalah peraturan perundang-undangan dan tingkat partisipasi masyarakat / pengelola lembaga jasa keuangan, baik bank maupun non bank.
D. DAMPAK KEJAHATAN PENCUCIAN UANG
Beberapa dampak kejahatan pencucian uang terhadap masyarakat :
1. Memnungkinkan penjual dan pengedar narkoba, penyelundup, dan penjahat lainnya untuk memperluas kegiatan operasinya; meningkatkan biaya penegakkan hukum untuk memberantasnya dan biaya perawatan serta pengobatan korban atau pecandu narkotik.
2. Mempunyai potensi merongrong keuangan masyarakat sebagai akibat sedemikian besarnya jumlah uang yang terlibat; Potensi korupsi meningkat bersamaan dengan peredaran jumlah uang haram yang besar.
3. Mengurangi pendapatan pemerintah dari pajak secara tidak langsung merugikan para pembayar pajak yang jujur dan mengurangi kesempatan kerja yang sah.
Dampak makro ekonomis adalah distribusi pendapatan; Kegiatan kejahatan mengalihkan pendapatan dari para penyimpan dana terbesar (high saver) kepada penyimpana dana terendah (law saver); dari investasi yang sehat pada investasi yang beresiko dan berkualitas rendah; Membuat pertumbuhan ekonomi terpengaruh.
Pencucian Uang juga mempunyai dampak makro ekonomi yang tidak langsung (indirect macroeconomic effects); Transaksi yang ilegal dapat mencegah orang melakukan transaksi yang melibatkan pihak luar negeri meskipun legal telah kurang diminati akibat pengaruh pencucian uang.
KB 1 : PENGANTAR TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
A. ISTILAH DAN PENGERTIAN l'ADA PENCUCIAN UANG DAN TINDAK PIDANA PENCUCUN UANG
Pencucian uang adalah suatu proses atau perbuatan yang benujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang aiau harta kekayaan yang diperolch dari hasil tindak pidana yang kemudian diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olalt berasal dari kegiatan yang salt. Sesuai dengan Pasal 2 UU Nomor 15 Tahun 2002, tindak pidana yang menjadi pemicu penctician uang meliputi korupsi, penyuapan, penyclundupan tenaga keda, penyelundupan barang: penyelundupan migran: perbankan; narkolika; psikotropika: perdagangan budak: wanita, anak; perdagangan senjata gelap: terorisme: penculikan; pencurian: paggelapan: penipuan. Kegiatan pencucian uung mempunyai dampak yang sedus. baik terhadap stabilitas dan sistem keuangan maupun perckonomian secara keseluruahn. TPPU merupakan tindak pidana multidimensi dan bersifat transnasional yang sering kali melibatkan jumlah uang yang cukup besar. Istilah pencucian uang berasal dari bahas Inggris, yakni "Money Laundering, Apa artinya memang tidak ada definisi yang universal karena, baik ncgara-negara maju maupun negara-negara dari dunia ketiga masing-masing mempunyai definisi sendiri-sendiri benlasarkan priorhas dan pospektif yang berbeda. Namun, para ahli hukum di Indonesia telah sepakat mengartikan money Launderingdengan pencucian uang. Pengcrtian Pencucian uang (money latoulering) telah banyak dikemukakan oleh para ahli hokum. Menurut Welling, money Laundering adalah
"Money laundering is the process by which one conceals the thstence, itlttgttl source, or itkgttt application of income, and then disguises that :ttttt:t:gttttttttkttttttppttttttttgtttttttttt"
onl the Unlid Suks
9.2
"Money laundering is quite simply the process through which "dirty" money as procceds of crime is washed through "ciettn" or kgitinutte sources and entetprises so that the"bad guys» may more safely enjoy their iffigotten gains".
Pamela H. Bucy dalam bukunya berjudul White Collar Crime:Cases and Maierials, definisi money Mundering diberikan pengertian sebapi berikut3:
"Money latutdering is the comealment of the eistence, nantre of illegal source of fiuul in such a manner that the funds appear legitimate if discovered."
Kcmudian, menurui Chaikin juga memberikan definisi money Munderingsebagai berikut4:
"The process by tvhich on conceals or disguisses that true nature, source, disparition, movent, o, ownwershp, ofmoney for whatever reason."
Demikian juga dengan Department of Justice Kanada mengemukakan bahwa:
"Money Mundering is the conversion tmnsfer of property, knowing that such properly is devided from cdminal activity, for the purpose sf concealling the illisi nature and origin of theproperty from govennent authorities."
Dalam Sratemenr on Prevention of Criminal Use of the Banking System for the Purpose of Money laundering yang dikeluarkan pada bulan Desember 1988, Basle Commine tidak memberikan definisi mengenai apa yang dimaksudkan dengan money Mundering, tetapi mcnjelaskan mengenai
9.3
apa yang dimaksud dengan money laundering itu dengan memberikan
bebempa contoh kegiatart yang tergolong kegiatan-kegiatan yang dimaksud
money laundering. Da. hatemennya telah disebutkan bahwa,
"Criminal and their associates use the fMancial system make payment
and transfer of funds from one account to another, to hide the sources of
beneficial ownership of money and to provide storage for bank-notes
through a ssfi:fs»iliN This activities of conunonly reffered as
money laundering."
Demikian juga dengan yang dikemukakan dalam Black, Law
Dictionaty,money ittunderMg diarlikan sebagaiberikut6:
"Tenn used todescribe investmeto or other Inmsfer of money flowing
from racketeering, dnig tnmsaction, and other sources into te
channels so that . original source cannot be traced"
Dari beberapa definisi penjelasan mengenai pencucian uang dapat
disimpulkan bahwa pencucian uang adalah kegiamn-kegiatan yang
merupakan prose yang dilakukan oleh seseorang atau organisai kejahatan
terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari tindak kejahatan, dengan
maksud menyembunyikan asal-usul uang tersebut dad pemerintah atau
Moritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak kejahatan
dengan cara terutama memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan
(IinanciaI systen0 schingga apabila uang tersebto kentudian dikeluarkan datti
sistem keuangan itu, maka keuangan itu telah berubah menjadi uang yang
sah.
Pengertian peneucian uang yang termuat dalam The United Nation
Convention Against Illicit Trafic M Narcotics, Drugs, and Psycotropic
Subtances of 1988 (Konvesi PBB) disahkan Pada ianggal 19 Desember 1988
di Vienna, yang kemudian diratifikasi Indonesia dengan UU Nomor 7/1997
5Rolmt C. Elltos th.11Cumw Cmai itank, Vot W.bi6gtoo:
Nloon, Fund. hInt. 327
61k, Compk11131.. Bkrnk, Lm, Si. St. Puttl Mion: Wem Publ,hing Co, 1991.
Ithn 61
382/435 Ei
9.4
pada tanggal 31 Desember 1997. Secara lengkap pengertian money laundering tersebut adalah:
"The conrention or tmnsfer of properly, knowing that such properly derived from any serious (indictahle) offence or offences, or from act of parlicipation such offence or offences, for the pumase of concealing or disguising the illicit of the properly or of assisting any person who is involved the conunission of such an offence or offences evade the legal consequences of his action, or The concealment or disguise of the tme nature, source, iocation, disposition, morement, rights with respect to, or ownership of properiy, knowing that such properly is derived from a serious (indictable) offence or offences or from an act of parlicipation in such an offence or offences."
Secara umum. money lawdering mcrupakan metode untuk menyembunyikan, memindahkan, dan menggunakan hasil dari suatu tindak pidana, kegiatan organisasi tindak pidana, tindak pidana ekonomi, korupsi, perdagangan narkotika dan kegiatan-kegiatan lainnya yang merupakan aktivilas tindak pidana. Melihat pada dermisi di atas, maka money laundering atau pencucian uang pada intinya melibatkan aset (pendapatanikekayaan) yang disamarkan sehingsa dapat digunakan tanpa terdeteksi bahwa aset tersebut berasal dari kegiatan yang ilegal. Melalui money laundering pendapatan atau kekayaan yang berusal dari kegialan yang melawan hukum diubah menjadi aset keuangan yang seolah-olah berasal dari sumber yang sah/legal.
B. OBJEK PENCUCIAN UANG
Menurut Sarah N. Welling7, money laundering dengan adanya "uang haram- atau "uang kotor" (dirty money). Uang dapat menjadi kotor dengan dua cara, periama, melalui pengelakan pajak (tar evasion), yang dimaksud dengan pengelakan pajak ialah memperoleh uang secara ilegal, tetapi jumlah yang dilaporkan kepada pemerintah untuk keperluan penghitungan pajak lebih sedikit dari yang sebenamya diperoleh. Kedua,
4. A.6.Pasal UU-WITU a. Memuat ketentuan bahwa apabila Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dilakukan Korporasi, maka pidana dijatuhican terhadap Korporasi dan/atau personil pengendali korporasi. b. Memuat kriteria / parameter suatu ko,orasi dijamhi pidana, yaitu apabila Tindalc Pidana Pencucian Uang itu: I) Dilakukan atau diperintahkan oleh personil pengendali korporasi; 2) Dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan korporasi: 3) Dilakukan sesuai dengan tugas dan fungri pelaku atau pemberi perintah; dan 4) Dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi korporasi.
5. A.7.Pasal 7 UU-PPTPU a. Memuat ketentuan pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap Korporasi hanyalah pidana denda paling banyak 100 milyar rupiah. b. Memuat ketentuan selain pidana pokok berupa benda. terhadap Korporasi dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa: I) Pengumuman putusan hakim 2) Pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha korporasi 3) Pencabutan irin usaha 4) Pemberian dan/atau pelarangan korporasi 5) Perampasan asset korporasi untuk negara; dan/atau 6) Pengambilan korporasi oleh negara
Dari ketentuan dalam Pa.sal 6 dapat diketahui bahwa yang dipertanggungjawabkan dalam hal tindak pidana Pencucian Uang dilakukan oleh Korporasi adalah Korporasi dan/atau Personil Pengendali Korporasi. Peisonil Pengendali Korporasi menurut Pasal 1 angka 14 adalah seriap orang yang memiliki kewenangan atau wewenang sebagai penentu kebijakan korporasi atau memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan korporasi tersebut taripa harus mendapat otorisasi dari atasannya.
9.21
6. A.8.Pasal 8 UU-PPTPU Menentukan bahwa pidana denda yang tidak cukup dibayar dengan hana ternidana, tnaka diganti dengan kurungan pengganti paling lama (satu, .un 4 fempa0 bulan.
7. A.9.Pasal 9 UU-PPTPU a. Dalam hal korporasi tidak mampu membayar pidana denda, maka harta kekayaan korporasi atau personil pengendali korporasidirampas untuk mengganti pidana denda yang nilainya sama dengan pidana denda yang dijatuhkan sosuai dengan putusan. b. Dalam hal penjualan hana kekayaan kornorasi yang dirampas tidak mencukupi, inaka pidana kurungan pengganti dijawhkan kepada personil pengendali korporasi dengan memperhitungkan pidana denda yang telah dibayar.
8. A.10.Pasal 10 UU-PPTPU Pasal ini mengancam pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 terhadap setiap orang yang di dalam atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia turui serta melakukan percobaan. pembanwan utau pemufakatan jahat untuk melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang. a. Mengingat percobaan tidak diatur secalo iersendiri dalam UU-PPTPU, maka harus dirujuk Pasal 53 KUHP yang mensyaratkan adanya unsur-unsur yang selengkapnya berbunyi: "Mencoba melakukan kejohatan dipidana, jika niat untuk itu tclah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan dan tidak selesainya pelaksanaan ittt, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri". Di dalam Bab II tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, tidak ada posal atau ayat yang mettyebutkan kualifikasi TPPU sebagai kejahaian, sehingga perujukan pada Pasal 53 KUHP tersebut dapat dipeniebatkan. Secara normatif menurut pendapat penulis tidak dapat diterapkan karena mensyaraikan adanya kejahatan. b. Pembantuan melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang juga tidak diatur secara khusus dalam UU-PPTPPU, sehingga merujuk pada Pasal 56 KUHP, yang menetukan Dipidana sebagai pembantu (Inedeplichtige) sesuatu kcjahatan:
9.22
I) ke — I mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan/ 2) ke — 2 mereka yang sengaja memberi kesempatan. sarana. atau keterangan untuk melakukan kcjahamn. c. Khusu.s untuk permufakatanjahat untuk melakukan Tindak PidanaPencucian Uang, Pasal I angka 15 menentukan: "Pemufakatan Jahat adalah perbuatan dua orang atau lebih yang bersepakat untuk melakukan tindak pidana Pencucian Uang."
G. TINDAK PIDANA YANG BERKAI'FAN DENGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
Dalam Bab III UU-PPTPPU diatur mengenai tindak pidana lain yang berkaitan dengan Pidana Peneucian Uang yang dirumuskan dalam Pasal I 1 sampai dengan Pasal 16, yang untuk jelasnya seper6 pada uraian berikut:24
1. 11.1 l'asal 11 UU-PPTPPU a. Subjeknya: Pejabat atau pegawai PPATK, penyidik. penuntut umum, hakim, dan setiap orang. • Perbuatan yang dilarang: yang memperoleh dokumen atau ketcrangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut UU ini, wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut — kccuali untuk memenuhi kewajiban mcnurut UU ini.
b. Memuat ancaman pidana bagi yang melanggar kewajiban pada ayat ( ) berupa pidana penjara 4 (empat) tahun. c. Kmajiban untuk merahasiakan dokumen atau keterangan dalam rangka memenuM kewajiban tidak berlaku bagi pejabat atau pegawai PPATK, Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim jika dilakukan dalam rangka memenuhi kewajiban menurut UU-PPTPPU.
Nymn» Scrik. Poun S.H., M1L 110..d.Ifukum Pub. di 106111
9.23
2. B.2 Pasal 12 UU-PPTPPU a. Subjeknya Direksi, Komisaris, .ngurus atau pegawai Pihak Pelapor • Perbuatan yang dilarang memberhahukan kepada pengguna jasa atau pihak lain — baik secara langsung maupun tidak langsung — dengan cara apapun — mengenai transaksi keuangan mencurigakan — yang sedang disusun atau telah disampaikan kepada PPA11C.
b. Pengecualian larangan pada ayat (1) untuk pemberian informasi ke lembaga pengawas dan pengatur. c. Subjeknya pejabat atau pegawai PPATK atau lembaga pengawas dan pengatur. • Perbuatan yang dilamng : memberitahukan laporan iransaksi keuangan mencurigakan — yang akan atau telalt dilaporkan kepada PPATK — sccara langsung atau tidak langsung .ngan cara apapun kepada pengguna jasa atau pihak lain.
d. Merupakan pengecualian atas larangan pada ayat (3) jika pemberitahuan itu dalam rangka memenubi kewajiban menurut UU-PFTPPU ini. e. Ancaman pidana terhadap pelanggaran ketentuan pada ayat ( I) dan ayat (3) berupa pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak I milyar rupiah.
3. B.3 Pasal 13 UU-PPTPPU Memuat ketentuan pidana kurungan pengganti denda dalam Pasal 12 ayat (5) apabila terpidana tidak mampu membayar denda paling lama I (satu) iahun 4 (empat) bulan.
4. B.4 Pasal 14 UU-PPTPPU a. Subjelcnya: setiap orang. b. Perbuatan yang dilarang: melakukan campur tangan terhadap pelaksanaan tugas PPATK. c. Ancaman pidana bempa pidana penjara paling lama 2(dua) dan denda paling banyak lima ratus juta rupiah.
9.24
5. B.5 Pasal 15 UU-PPTPPU a. Subjeknya pejabat atau pegawai PPATK. b. Perbuatan yang dilarang melanggar kewajiban dalam Pasal 37 ayat (4) menyatakan baltwa PPATK wajib menolak dan/atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak mana pun dalam rangka pelaksanaan tugas dan kewenangannya. c. Ancaman pidana berupa, pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak 5ratus juta rupiah.
6. B.6 Pasal 16 UU-PPTPPU a. Subjeknya pejabat aiau pegawai PPATK. Penyidik. Penuntut Umum. atau Hakim— yang menangani perkara TPPU yang sedang diperiksa. b. Perbuinatt yang dilarnng : melanggar ketentuan Pasa( 83 ayat (1 ) wajib merahasiakan Pihak Pelapor dan pelapor danrniau melanggar ketentuan Pasal 85 ayat (I) dilarang menyebutkan nama atau alamat pelapor atau hal lain yang memungkinkan dapat terungkapnya identitas pelapor. c. Ancaman pidana berupa pichuu,enjara paling lama 10 (sepuluh) lahun.
Dari paparan pasal-pasal dalam UU-PPTPPU baik yang merupakan Tindak Pidana Pencucian Uang maupun Tindak Pidana lain yang berkaitan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang. terdapat beberapa istilah yang memerlukan penjelasan seperti yang diuraikan di bawah ini a. Menund Pa. 1 angka setiap orang adalah orang perseorangtm atau korporasi b. Menunit Pasal I angka 10, Korporad adalah kumpulan orang dan.au kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. c. Pasal 2 UU-PPTPPU mengatur mengenai Hana Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana : a korupsi, b. penyuapan, c. narkotika, d. psikotropika, e. penyelundupan, f. penyelundupan migrant, g. di bidang perbankan, h. di bidang pasar modal, di bidang perasunmsian. j. kepabeanan. k. cukai, I. perdagangan orang, m. perdagangan senjala gelap, n. terorisme, o. penculikan, p. pencurian, q. penggelapan, r. penipuan, s. pemalsuan uang, perjudian, u. prostitusi, v. di bidang
9.25
perpajakan, w. di bidang keltutanan, x. di bidang linglcungan hidup, y. di bidang kelaulan dan perikanan, atau z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 .un atau lebih, yang dilakukan di dalam atau di luar wilayah Indonesia dan tindak pidana tersebut merupakan tindak pidana menurut hukum pidana Indonesia. Pada ayat (2) memberikan makna yang sama dengan Harta Kekayaan sebagai hmil tindak pidana terorisme (Pasal 2 ayat ( I), huruf n) jika Hana Kekayaan diketahui atau patut di duga akan digunakan daniatau digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris. atau teroris perscorangan. d. Harta Kekayaan menurut Pasal 1 angka 13 adalah semua benda bergerak atau benda iidak bergerak. baik yang benvujud maupun tidak benvujud. yang diperoleh baik secara langsung maupun tidak langsung.
UU PPTPPU juga memperluas Pihak Pelapor sebagaimana ditentukan dalam Pasal 17 yang meliputic a. Penyedia Jasa Keuangan I) Bank; 2) Perusahaan pembiayaan; 3) Perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi; 4) Dana pensiun lembaga keuangan; 5) Perusahaan efek; 6) Manajemen investasi; 7) Custodiarr. 8) Wali amanat; 9) Perposan sebagai penyedia jasa giro; 10) Pedagang valum asing; I I) Penyelenggara alat pembayaran menggunakan I.uc 12) Koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjanu 13) Penyelenggara e-money daniatau e-wallet; 14) Pegudaiam 15) Perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan benanglca komodiir, atau 16) Penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang.
9.26
c. Penyedia barung dan/atau jasa lain: I) Perusahaan property / agen property 2) Pedagang kendaraan bermotor 3) Pedagang permam dan perhiasan / logatn mulia 4) Pedagang barang seni dan antic, atau 5) Balai lelang
9.27
Penyedia Jasa Kcuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 a mempunyai kewajiban untuk melaporkan kepada PPATK tentang a. Transaksi Keuangan Mencurigakan b. Transaksi Keuangan Tunai dalam jumlah paling sedikit Rp. 500.000.00,- (lima ratus juta rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara. yang dilakukan dalam s. kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam 1 (satu) hari kerja, dan/atau c. Transaksi Keuangan transfer dari dan ke luar negcri. Besamya jumlah Transaksi Keuangan tunai dan Transaksi Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri dapat mengalami perubahan yang dilakukan dengan keputusan Kepala PPATK untuk Transaksi Keuangan Tunai dan Penituran Kepala PPATK untuk Transaksi Keuatigan transfer dana dari dan ke luar negeri.
Kewajiban pelaporan atas Transaksi Keuangan Tunai dikecualikan terhadap a. Transalcsi yang dilakukan oleh penyedia jasa keuangan dengan peincrintah dan bank sentml. b, Transaksi untuk pentbayaran gaji atau pensium dan c. Tmnsalcsi lain yang ditelapkan oleh Kepala PPATK atau atas pennininan penyedia jasa keuangan yang disetujui oleh PPATK.
Tmnsaksi Keuangan yang mencurigakan menurut Pasal I angka 5 UU-PPUPU adalah a. Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan, polu transaksi . pengguna jasa yang bersangkutan b. Transaksi Keuangan oleh pengguna jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan tramksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini
9.27
c. Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana, atau d. Transaksi Keuangan yang diminta olch PPATK untuk dilaporkan olch Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
Transaksi Keuangan tunai menurut Pasal 1 angka 6 adalah Transaksi Keuangan yang dilakukan dengan menggunakan kerms dardatau uang logam. Penjelasan Pasal 23 ayat (1) huruf a menerangkan: pada dasamya, Transaksi Keuangan mencurigakan diawali dari tmnsaksi antara lain a. Ti. memiliki tujuan ekonomis dan bisnis yang jelas b. menggunakan uang tunai dalam jumlah yang relative besar dan/atau dilakukan secara berulang-ulang di luar kewajaran, atau c. aktivitas transaksi nasabalt di luar kebiasaan dan kewajaran
Apabila transaksi-transaksi yang tidak lazim tersebut memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5, transaksi tersebut dapat diklasifikasikan sebagai Transaksi Keuangan mencurigakan yang wajib dilaporkan. Sedangkan terhadap transaksi atau aktifitas di luar kebiasaan dan kewajaran sebagaimana tersebut diatas, penyedia jasa keuangan diminta memberikan perhatian khusus atas semua transaksi yang kompleks, tidak biasa dalam jumlah besar, dan semua pola transaksi tidak biasa, yang tidak memiliki alasan ekonomis yang jelas dan tidak ada tujuan yang sah. Latar belakang dan tujuan transaksi tersebut harus, sejauh mungkin diperiksa, temuan-temuan yang didapat dibuat tertulis, dan tersedia untuk membantu pihak berwenang dan auditor.25 Penyedia barang dan/atau jasa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat ( 1 ) huruf b mempunyai kewajiban untuk menyampaikan laporan transaksi yang dilakukan oleh pengguna jam dengan mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan 500 jum rupiah kepada PPATK, yang disampaikan paling lambat 14 hari kerja terhitung sejak transaksi dilakukan. Apabila tidak menyampaikan laporan kepada PPATK sesuai dengan janglca waldu yang ditentukan, maka penyedia barang dardatau jasa lain dikenai sanksi administmfif.
9.28
UU-PPTPPU juga mewajibkan kepada Pihak Pelapor untuk menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa yang ditaapkan oleh Lembaga Pengawas dan Pengatur. yang oleh Undang.Undang ini diberikan kewenangan pengawasan, pengaturan dan/atau pengenaan sanksi cerhadap Pihak Pelapor. Prinsip mengenali Pengguna lasa dilakukan pada saat: (I) melakukan hubungan usaha dengan Pengguna Jaa, (2) terdapat Transaksi Keuangan dengan mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau smara dengan 100 juta (3) terdapat Transaksi Keuangan mencurigakan yang terIcait dengan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme: atau (4) Pihk Pelapor meragukan kebenaran informasi yang dilapotian pengguna jasa. Prin.sip mengenali Pengguna Jasa sekurang-kurangnya memuat: (a) identifikasi pengguna jasa, (b) verifikasi pengguna jaa: dan pemantauan transaksi pengguna jasa.27 Penjelasan Pasal 18 ayat (2) UU-PFTPPU, menerangkan : yang dimaksud dengan "menerapkan prinsip mengenali Pengsuna .1. adalah "Customer Due Delligence" (CDD) dan "Enchaced Due Delligence" (EDD) sebagaimana dimaksud dalam Rekomendasi 5 "Financial Action Task Force (PATF) on Money Laundering", "Customer Due Delligence" (CDD) adalah kegia. berupa identifikasi. verifikasi, dan pemantauan yang dilakukan oleh Bank untuk memastikan bahwa transaksi tersebut sesuai dengan profil nasabah. Sedangkan "Enchanced Due Deiligence" (EDD) adalah findakan CDD lebih mendalam yang dilakukan Bank pada saat berhubungan dengan nasabah yang tergolong beraiko iinggi termasuk "politically exposed person" terhadap kemungkinan Pencucian Uang dan pendanaan terorisme.28 PoWically Exposed Person yang selanjuutya disebut sebagai PEP adalalt orang yang mendapadcan kepercayaan untuk memiliki kewenangan publik diamaranya adalah Penyelenggara Negara sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur antang Penyelenggaman Negara dan/atau orang yang tercatat sebagai anggota partai politik yang memiliki pengaruh tectadap kebijalcan dan operasional partai politik, baik berkewarganegaraan Indonesia maupun yang berkewarganegaraan asing. Apabila Pengguna lasa menolak untuk mematuhi prinsip mengenali pengguna jasa atau penyedia jasa keuangan meragukan kebenaran informasi yang disampaikan pengguna jasa, maka pcnyedia j. keuangan wajib memutuskan hubungan usaha dengan pihak Pengguna Jasa dan pemutusan
ratus lima puluh jula rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000.00 (sam milyar rupiah). 2. Setiap orang yang tidak melaporkan uang tunai berupa rupiah sejumlah Rpl 00.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau lebih yang dibawa ke dalam atau ke luarwilayah Negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus jula rupiah) dan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga mtus jutarupiah).
lain yang wajib dilaporkan o. Penyedia lasa Keuangan wajib menyampaikan laporan kepada PPATK, sebagai berikut:46 I. Transaksi Keuangan Mencurigakant 2. Transaksi Keuangan yang Dilakukan Secara Tunai dalam jumlah kumulatif sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih atau mata tuing asing yang nilainya setar-a, baik dilakukan dalam satu kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam I (satu) hari kerja. Perubahan besarnya jumlah transaksi keuangan dilakukan secara tunai ditetapkan dengan keputusan kepala PPATK. 3. Penyampaian lapomn Transaksi Keuangan Mencurigakan sebagaimana dimalcsud dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari keria setelah Penyedia Jasa Keuangan menge.ui adanya unsur Transaksi Keuangan Mencurigakan. 4. Penyampaian laporan Transaksi Keuangan yang Dilakukan Secara Tunai dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung cjak tanggal transaksi dilakukan. 5. Kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku untuk transaksi yang dikecualikan.Transaksi yang dikecualikanmeliputi transaksi antarbank. transalcsi dengan Pemerin.. transaksi dengan bank sentral, pembayaran gaji, pensiun, dan transaksi lainnya yang ditetapkan oleh Kepala PPATK atas pennimain Penyedia Jasa Keuangan yang disetujui oleh PPATK.
Mengenai alat bukti dan adanya TPPU akan digunakan Pasal 184 KUFIA1,47
I. Alat bukti lain berupa informasi secara elektronik dengan alat optik atau ilikialat lain yang serupa dengan itu; 2. Dokumen yang meliputi data, rekaman, atau infonnasi yang dapat dilihat, dibaca dan/atau di dengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sama, baik yang tertuang ams kenas. benda fisik. apapun selain kenas, maupun yang terekam secar elektronik, termasuk telapi tidak terbatas pada tulisan. suara atau gambar. peta, rancangan, foto. atau sejenissnya Ituruf, tanda. angka, simbol, atau performi yang makna atau dapatdipahami oleh orang yang mampu membaca amu memahaminya.
Agar pemberantasan TPPU dapat dilakukan secara efektif, dalam UU ini daitur kerja.sama antar negara. Misalnya, dengan perjanjian ekstradisi atau kerja sama bantuan di bidang hukum, baik dalam be. bilateral maupun multilateral,. Oleh karena itu, pemerimah Indonesia harus lebih meningkatkan kerja sama intemasional dalam pengawasan kejahatan transnasional dan organisassi kejahatan sena memacu pengambangan sistem infornmsi penanggulangan kejahatan intemasional. 48
Perkembangan di bidang iptek telah mendorong perkaembangan ragam kejahatan yang dilakukan oleh pihak yang tidak benanggung jawab. Kejahatan dalam suatu wilayah negara maupun limas negara juga semakin berkembang, diantaranya korupsi, penyuapan, penyelundupan tenaga kerja, penyclundupan barang; penyelundupan migran; perbankan; narkmika; psikotropika; perdagangan budak; wanita, anak; perdagangan senjata gelap; terorisme; penculikan; pencurian; penggelapan; penipuan. Dan kejahatan kerall lainnya yang menghasilkan uang dalam jumlah besar.
9.46
Penyidik kasus pencucian uang tidak hanya polisi saja. Tetapi instansi lain sepeni Kejaksaan, KPK, Badan Nasional Narkotika, Pajak dan Bea Cukai bisa menindaklanjuti laporan limpahan dari PPATK.Penyelidikan dan penyidikan kasus pencucian uang akan dipeluas. Selain lembaga penyidik yang akan diiambah, jumlah ismansi yang diwajibkan melaporkan transsalui mencurigakan pun diperbanyak.kewenangan penyidikan tidak hanya polisi saja tetapi seluruh instansi yang mempunyai kewenangan menyidik. Penambahan penyidik akan diajukan oleh PPATK dalam amandemen UU Nomor 25 Tahun 2003 temang IPPU. Selain kepolisian dan kejaksaan, lembaga yang akan diberikan kewenangan menyidik TPPU adalah KPK dan KOMNASHAM. lni memperkuat pemberantasan pencucian uang.50
Terbatasnya lembaga penyidikan TPPU menuna Yunus, menyebabkan sulitnya kasus-kasus PPU masuk ke pengadilan. Karena itu dari ribuan transaksi yang mencurigakan. Hanya beberapa gelimir yang masuk ke mcja hakim. Selidak-tidaknya dengan banyaknya lembaga yang berwenang menyidik kasus PPU, proses penyidikan bisa cepat Dengan demikian kasus tidak menumpuk.51
Hal itu juga dilakukan agar ada persaingan kualitas diantara lembaga penyidikan. Selain, perluasan lembaga penyidikan, dalam amandemen UU tersebut PPATK juga mengusulkan penambahan lembaga pelapor transaksi mencurigakan. Selama ini baru lembaga-lembaga keuangan saja yang diwajibkan melaporkan transaksinya kepada PPATK. Dengan adanya amandemen itu, kata Yunus nantinya notaris, agen penjual mobil, dan rumah pun akan diwajibkan melapottan transaksinya. Karena hasil korupsi biasanya dibelikan properti.52 Selain ini ketiadaan laporan dari lembaga-lembaga itu membuat penyidik kesulitan melacak kemana sja uang hasil korupsi digunakan. Pembelian properti menipakan cara yang lazim dipakai untuk menghilangkan jejak dana
9.47
hasil kejahatan. Perluasan-perluasn itu juga makin dikuatkan oleh kewenangan PPATK membekukan rekening tersangka PPU.53
C. PENCEGAHAN PENCUCIAN UANG
Apabila transaksi keuangan mencurigakantelah dilaporkan ke PPATK, dalam penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut harus dipastikan bahwa pihak-pihak yang dilaporkan tidak menaruh kecurigaan akibat dari penyelidikan dan penyidikan tersebut. Untuk mencegah tindak pidana pencucian uang. maka bank dan lembaga keuangan jasa lainnyk wajib mengidentilikasi transaksi keuangan yang dianggap mencurigakan..
Pertama, hal yang dilakukan adalah melakukan suatu judgement a. dasar fakta-fakta yang kuat dan bukan sekedar tidak adanya suatu informasi nasabah dan transaksi yang dilakukannya sena pelanhan dan pengalaman dari kayawan/pejabat bank dan perusahaan jasa lain.
Kedua, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003, transaksi keuangan yang dianggap mencurigakan adalah transaksi yang menyimpang dari profil dan karakteristik sena kebiasaan pola unnsaksi dari nasabah, termasuk transaksi keuangan olch nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan olch bank dan perusahaan jam kcuangan lainnya.
Ketiga. menganalisis suatu transaksi. misalnyat I. Apakalt jumlah nominal dan frckuensi transaksi konsisten dengan kegiatan normal yang selama ini dilakukan oleh nasabah. 2. Apakah transaksi yang dilakukan wajar dan sesuai dengan kegiatan usaha, aktivitas, dan kebutuhan nasabah. 3. Apakah pola transaksi yang dilakukan oleh naabah tidak menyimpang dari pola transaksi untuk nasabah sejenis.
9.48
Dalam kaitannya dengan pencegahan pencucian uang, maka pertanyaan yang kemudian muncul dalah bagaimana efekvitas pemberamasan pencucian uang? Berbagai modus operandi pencucian uang, antara lain dibelikan properti, tanah, dan transfer uang amar bank di satu negara dengan negara lain. Yang sangat menentukan keberhasilan pemberantasan pencucian uang adalah peraturan perundang-undangan dan tingkat partisipasi masya.callpengelola lembaga jasa keuan, baik bank maupun non bank. Jika ktxlua faktor ini lemah, perkembangan pencucian uang akan semakin meningkat. Sekalipun kedua faktor tersebut semakin sia-sia dan berdampak buruk terhadap tingkat keberhasilan pemberantasan pencucian uang.55
D. DAMPAK KEJAHATAN PENCUCIAN UANG
Kegiatan pencucian ung yang dilakukan oleh organisasi-organisasi kejahatan dan oleh para penjahat individual sangat merugikan masyarakat. Karena itu, banyak negara berupaya untuk memerangi kejahatan ini. Beberapa dampak kejahatan pencucian uang terhadap masyarakat, yakni:
1. Pencucian uang memungkinkan para penjual dan pengedar narkoba.para penyelundup, dan para penjahat lainnya untuk memperluas kegiatan operasinya. Hal ini akan meningkatkan biaya penegakan hukum untuk memberamasnya dan biaya perawatan serta pengobatan kesehatan bagi para korban autu pecandu narkotik.
2. Kegiatan peneucian uang mempunyai potensi untuk merongrong keuangan masyarakat sebagai akibat sede.kian besarnya jumlah uangyang terlibat dalam kegiatan tersebut. Potensi untuk melakukan korupsi meningkai bersamaan dengan peredaran jumlah uang haram yang sangat besar.
3. Pencucian uang mengurangi pendapalan pemerintah dari pajak secara tidak langsung merugikan para pembayar pajak yang jujur dan mengumngi kesempatan kerja yang sah.
Selain itu, beberapa dampak makro ekonomis yang ditimbulkan oleh pencucian uang adalah distribusi pendapatan. Kegiatan kejahatan mengalihkan pendapatan . para penyimpan dana terbesar (high saver) kepada penyimpanan dana terendah ((ow saver), dar( investasi yang sehat pada investasi yang beresiko dan berkualitas rendah. Hal ini membuat penumbuhan ekonomi tapengaruh. Pencucian uang juga mempunyai dampak-dampak malcro-ekonomi yang tidak langsung (indhwet niacroecanomic effects). Transaksi yang ilega( dapat mencegall orang melakukan transaksi-transaksi yang melibaikan pihak-pihak luar negeri makipun sepenullnya legal telah menjadi kurang diminati akibat pengaruh pencucian uang.57 LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah laiihan berikut!
I) Sebutkan 2 (dua) dampak dari kejahatan pencucian uang! 2) Sebutkan 2 (dua) tugas dari PPATK! Petunjuk Jawaban Latihan
1 ) Penama, pencucian uang memungkinkan para penjual dan pengedar narkoba, para penyelundup, dan para penjahat lainnya untuk dapat memperluas kegiatan operasinya. Hal ini akan meningkatkan biaya penegakan Itukum untuk memberatuanya dan biaya perawatan serta pengobatan kesehatan bagi para korban atau pecandu narkotika. Kedua, kegiatan pencucian uang mempunyai poten.si untuk merongrong keuangan masyarakat sebagai akibat sedemikian besarnya jumlah uang yang ierlibat dalam kegiatan itu. Potensi untidc melakukan korupsi meningkat bersamaan dengan peredaran jumlah uang haram yang sangat besar.
9.50
MODUL 1
FUNGSI DAN PERAN HUKUM SERTA ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA
KB 1 : TINJAUAN DASAR FUNGSI DAN PERAN HUKUM DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA
A. TINJAUAN DASAR FUNGSI DAN PERAN HUKUM DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA
Pembangunan; adalah perubahan yang positif; Perubahan itu direncanakan dan arahnya tertuju pada kemajuan.
Hukum selain berfungsi mengatur, juga berfungsi untuk memperlancar hubungan masyarakat; Hukum dalam zaman pembangunan ini adalah sebagai sarana memperlancar perubahan masyarakat.
Orde Baru Hukum dipandang sebagai penghambat kegiatan ekonomi, hukum tidak dijadikan sebagai landasan dan penegak dalam aktivitasekonomi. Oleh penguasa hukum hanya untuk membela politik ekonomi Orba yang mengadi pada kepentingan ekonomi negara maju dan konglomerat serta Multi National Corporation (MNC).
Dalam menempatkan Hukum sebagai instrumen yang berwibawa untuk mendukung pembangunan ekonomi maka peran apa yang dikehendaki bidang ekonomi dari keberadaan hukum di masyarakat; Pembangunan Hukum ekonomi harus diarahkan untuk menampung dinamika kegiatan ekonomi, dengan menciptakan kegiatan yang efisien dan produktif dan mengandung daya prediktabilitas.
Douglass C. North : Nobel 1993; Institution and Economic Growth; And Historical Introduction ; Kunci memahami peranan hukum dalam mengembangkan atau bahkan menekan pertumbuhan ekonomi terletak pada pemahaman konsep ekonomi "transaction cost" atau biaya-biaya transaksi; biaya-biaya non produktif yang harus ditanggung untuk mencapai suatu transaksi ekonomi.
Tiga Komponen dasar biaya transaksi yang mencakup :
1. Ongkos menggunakan pasar (market transaction costs)
2. Biaya melakukan hak untuk memberikan pesanan (orders) didalam perusahaan (managerial transaction costs)
3. Biaya yang diasosiasikan untuk menggerakkan dan menyesuaikan dengan kerangka politik kelembagaan (political transaction costs); transaction costs yang tinggi berdampak pada peningkatan harga jual produk, sehingga membebani masyarakat konsumen.
Peranan lain dari hukum yang sangat penting dalam kehidupan ekonomi adalah kemampuannya untuk mempengaruhi tingkat kepastian dalam hubungan antarmanusia didalam masyarakat.
H.W. Robinson; ekonomi modern semakin berpandangan bahwa pengharapan individu-individu merupakan determinan-determinan tindakan-tindakan ekonomi dan oleh karenanya merupakan faktor-faktor yang merajai ketika orang yang menentukan ekuilibrium ekonomi dan stabilitas ekuilibrium yang telah dicapai itu.
Burg's; 5 Unsur yang harus dikembangkan supaya hukum tidak menghambat ekonomi; yaitu Stabilitas (Stability), prediksi (predictability), keadilan (fairness), pendidikan (education), dan pengembangan khusus dari sarjana hukum (the special development abilities of the lawyer); Unsur pertama dan kedua merupakan persyaratan supaya sistem ekonomi berfungsi.
"stabilitas" berfungsi untuk mengakomodasi dan menghindari kepentingan-kepentingan yang saling bersaing; "prediksi" merupakan kebutuhan untuk bisa memprediksi ketentuan-ketentuan yang berghubungan dengan ekonomi suatu negara.
Sesuai pemikiran Burg's; J.D. Ny Hart yang juga mengemukakan; Enam konsep dalam ilmu hukum yang mempunyai pengaruh bagi pengembangan ekonomi :
PERTAMA ; Prediktabilitas : Hukum harus mempunyai kemampuan untuk memberikan gambaran pasti dimasa depan mengenai keadaan atau hubungan-hubungan yang dilakukan pada masa sekarang.
KEDUA ; Kemampuan Procedural : Pembinaan dibidang Hukum Acara memungkinkan hukum material itu dapat merealisasikan dirinya dengan baik ke dalam pengertian hukum acara ini termasuk tidak hanya ketentuan-ketentuan hukum perundang-undangan, melainkan juga semua prosedur penyelesaian yang disetujui oleh para pihak yang bersengketa, misalnya bentuk-bentuk arbitrasi, konsiliasi, dan sebagainya. Apabila diharapkan, kesemua lembaga tersebut hendaknya dapat bekerja dengan efisien. Bahwa kehidupan ekonomi itu ingin mencapai tingkatannya maksimum.
KETIGA ; Kodifikasi Tujuan-Tujuan : Perundang-undangan dapat dilihat sebagai suatu kodifikasi tujuan serta maksud sebagaimana dikehendaki oleh negara. Misalnya dibidang ekonomi, kita akan dapat menjumpai tujuan-tujuan itu seperti dirumuskan didalam beberapa perundang-undangan yang secara langsung atau tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap bidang perekonomian.
KEEMPAT ; Faktor Penyeimbangan : Sistim hukum harus dapat menjadi kekuatan yang memberikan keseimbangan diantara nilai-nilai yang bertentangan didalam masyarakat. Sistem hukum yang memberikan "kesadaran akan keseimbangan" dalam usaha-usaha negara melakukan pembangunan ekonomi.
KELIMA ; Akomodasi, perubahan yang cepat sekali pada hakikatnya akan menyebabkan hilangnya keseimbangan yang lama, baik dalam hubungan atar individu maupun kelompok di masyarakat.
Keadaan ini sendiri menghendaki dipulihkannya kesimbangan tersebut melalui satu dan lain jalan. Sistim hukum yang mengatur hubungan atara individu baik secara material maupun formal memberikan kesempatan kepada keseimbangan yang terganggu itu untuk menyesuaikan diri kepada lingkungan yang baru sebagai akibat perubahan tersebut.
KEENAM ; Definisi serta Kejernihan tentang Status : Fungsi hukum juga memberikan ketegasan mengenai status orang-orang dan barang-barang di masyarakat; Kepastian hukum merupakan salah satu faktor yang sangat menunjang daya tahan ekonomi suatu negara; Diharapkan hukum mampu memainkan peranannya sebagai faktor pemandu, pembimbing, dan menciptakan iklim kondusif pada bidang ekonomi.
Disamping kepastian hukum, Penigkatan efisiensi secara terus menerus merupakan salah satu perhatian sistem ekonomi; Hukum harus senantiasa diusahakan agar dapat menampung berbagai gagasan baru serta disesuaikan dengan kondisi-kondisi yang berubah apabila hendak memperoleh tingkat efisiensi yang setinggi-tingginya
Imanuel Kant; Achmad Ali; " Noch suchen die juristen eine definition zu ihrem begriffe von rech " (Tidak ada seorang yuris pun yang mampu membuat satu definsi hukum yang tepat).
Lioyd; " ....... although much juristie ink has been used in an attempt to provide a universally acceptable definition of law " ( ....... Meskipun telah banyak Tinta pada yuridis yang habis digunakan di dalam usaha untuk membuat suatu definisi hukum yang dapat diterima diseluruh dunia, namun hingga kini hanya jejak kecil dari niat itu dapat dicapai).
Definis Hukum; Oxford English Dictionary : " Law is the body of role, whether formally enacted or customary, whish a state or comunity recognises as binding on its members or subjects " (Hukum adalah kumpulan aturan, perundang-undangan atau hukum kebiasaan, dimana suatu negara atau masyarakat mengakuinya sebagai suatu yang mempunyai kekuatan mengikat terhadap warganya).
Utrecht; Hukum tidak sekedar sebagai kaidah, melainkan juga sebagai gejala sosial dan sebagai segi kebudayaan; Jika hukum dilihat sebagai kaidah akan memberikan definisi hukum sebagai himpunan petunjuk hidup, perintah-perintah dan larangan-larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan.
Hukum meliputi beberapa unsur antara lain :
1. Hukum merupakan peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat
2. Peraturan itu bersifat mengikat dan memaksa
3. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi
4. Pelanggaran terhadap peraturan tersebut dikenakan sanksi yang tegas
5. Hukum dapat juga berbentuk tidak tertulis berupa kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat
6. Tujuan Hukum adalah untuk mengadakan keselamatan, kebahagiaan dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat.
Sebagaimana Ilmu Hukum, Ilmu ekonomi juga tidak ada kesamaan para ahli ekonomi dalam memberi definisi yang kongkret.
M. Manulang; dikutip Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanungsong; Ilmu Ekonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari masyarakat dalam usahanya untuk mencapai Kemakmuran; Kemakmuran adalah suatu keadaan dimana manusia dapat memenuhi kebutuhannya, baik barang-barang maupun jasa.
Rachmad Sumitro; Hukum Ekonomi adalah sebagian dari keseluruhan norma yang dibuat oleh pemerintah atau penguasa sebagai satu personifikasi dari masyarakat yang mengatur kehidupan kepentingan ekonmi masyarakat yang saling berhadapan.
Hukum ekonomi tidak dapat di aplikasikan sebagai satu bagian dari salah satu cabang ilmu hukum, melainkan merupakan kajian secara indisipliner dan multidimensional.
Hubungan hukum dengan ekonomi merupakan hubunagan timbal balik dan saling memengaruhi.
Dasar Kegiatan Hukum ekonomi terletak pada pasal 33 UUD 1945 dan beberapa peraturan derivatif lainnya.
B. HUBUNGAN HUKUM DENGAN EKONOMI
Caoter dan Ulen; dikutip Fajar Sugianto; bahwa interaksi antara ilmu hukum dan ilmu ekonomi tidak dapat dipisahkan, karena keduanya mempunyai persamaan dan keterkaitan didalam teori-teori keilmuan tentang perilaku (scientific theories of behavior)
Ilmu ekonomi menyediakan acuan normativ untuk mengevaluasi hukum dan kebijakan, sementara hukum berupa alat untuk mencapai tujuan-tujuan sosial yang penting; ilmu ekonomi memproteksi terhadap efisiensi kebijakan.
Richard A Panser : Teori-teori hukum telah mengasimilasi banyak konsep ekonomi; misalnya incentive costs, oppurtunity costs, risk oversion, transaction, cost, free ridring, credible commitmen, adverse selection, terutama keberadaan hukum kontrak didalam pertumbuhan ekonomi.
Disisi lain konsep-konsep ekonomi telah melahirkan prinsip-prinsip hukum; seperti litigations costs, property rules, strictleability, mon monetery sanctions, efficiency, dan breach.
Contoh penrapan Ilmu ekonomi terhadap hukum kontrak antara lain teori tawar menawar (bargaining theory) yang menjadi jembatan penghubung keinterdepensian antara ilmu hukum dan ilmu ekonomi, dari sudut pandang ekonomi kontrak merupakan transaksi hukum yang menyatakan pencapaian peningkatan kesejahteraan (wealth maxminization); Untuk mencapai hak ini diharapkan transaksi hukum dapat dituangkan kedalam kontrak secara sukarela, namun memiliki pengaturan yang ketat untuk melindungi proses pertukaran hak dan kewajiban.
Fajar Sugianto; Ilmu ekonomi dapat membantu untuk mengamati hukum dan ilmu hukum dengan cara-cara baru; misalnya dalam mencermati keberadaan kontrak; Cara pandang ekonomi terhadap hukum dapat membantu hukum dan ilmu hukum tidak saja menjadi alat untuk mencapai tujuan hukum atau hanya berperan sebagai penyedia keadilan, tetapi sebagai subjek hukum mencapai sasaran dan cita-cita hukum.
Prinsip management accros tidak bisa dibendung lagi dan bergerak terus kearah satu pemahaman bagaimana meratakan ekonomi dunia; Negara-negara yang mengasingkan diri dari pergaulan ekonomi dunia, tidak meratifikasi hukum ekonomi internasional menjadi hukum ekonomi nasional, maka negara tersebut akan ketinggalan zaman.
Sunaryati Hartono; Pembangunan Nasional : " ..... pembangunan itu tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah .... atau kepuasan batiniah......, melainkan keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara keduanya sehingga pembangunan itu merata diseluruh Tanah Air .... "
Satjipto Rahardjo; Pembangunan Ekonomi berkelanjutan : " ..... pembangunan bukan merupakan suatu perubahan yang bersifat sepotong-sepotong. Sekalipun misalnya kita dapat menunjukkan ...... terjadinya perubahan secara kualitatif pula "
Arah Pembangunan Nasional terkandung dalam UUD 1945 yang pada dasarnya sejalan dengan Tujuan dari sebuah negara Kesejahteraan (Welfare State).
Pembangunan Ekonomi pada penjajahan Belanda diarahkan segala potensi untuk mendapatkan keuntungan yang besarnya dari Hindia Belanda; dengan bantuan Pasal 163 dan 131 Indische Staatsregeling yang dinyatakan berlaku bagi orang-orang Timur Asing, Belanda lebih mundah mendapat bahan mentah untuk industri negerinya dengan menjadikan orang timur asing pedagang perantara, antara Bumi Putera pengahsil barang mentah dan pedagang besar eropa (the big five).
Setelah Proklamasi Kemerdekaan; Hukum ekonomi mulai di tata dengan mengubah ciri hukum ekonomi dari kaidah hukum yang membatasi hukum perdata (Droit Economique) menjadi Droit de I'economie; yakni menjadi kaidah hukum yang berserakan dalam hukum perdata, hukum dagang, hukum tata negara, hukum internasional, hukum administrasi negara,dalam Kaidah Hukum Ekonomi.
Pada Masa Orde Lama belum banyak perkembangan dalam bidang pembangunan ekonomi, pada waktu itu peran pemerintah lebih menonjol dalam bidang pembangunan politik daripada pembangunan ekonomi; Indonesia menerapkan kebijaksanaan ekonomi yang tertutup (inword oriented); Prinsip berdiri diatas kaki sendiri (berdikari) dan kebijakan untuk tidak menerima bantuan dari pihak luar membuat ekonomi nasional stagnasi; Praktis tidak ada kemajuan di bidang pembangunan karena ketiadaan sumber dana untuk pembiayaan.
KB 2 : HUKUM PIDANA DAN SUBJEK HUKUM PIDANA
A. PENGERTIAN HUKUM PIDANA DAN TINDAK PIDANA SERTA UNSUR-UNSURNYA
Hukum Pidana; adalah peraturan hukum mengenai Pidana; "Pidana" berarti hal yang "dipindahkan" yaitu oleh instansi yang berkuasadilimpahkan kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan.
Ada alasan untuk melimpahkan pidana dan ada balasan ini selayaknya ada hubungan dengan suatu keadaan, yang didalamnya seorang oknum yang bersangkutan bertindak kurang baik, Maka unsur "Hukuman" sebagai suatu pembalasan tersirat dalam kata "Pidana".
"Tindak Pidana" terjemahan dari "Strafbaarfeit" ; feit (Belanda) berarti "sebagian dari suatu kenyataan" atau "een gedeelte van de werkelijkheid" sedang "Strafbaar" berarti "dapat dihukum". Secara harfiah "Tindak Pidana" diterjemahkan "Sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum"; Yang sudah barang tentu tidak tepat karena kemudian diketahui yang dapat dihukum itu manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan ataupun tindakan.
Istilah Tindak Pidana berasal dari istilah hukum Belanda yaitu Strafbaarfeit; Merupakan istilah resmi dalam Wetboek van Strafrecht (WvS) Belanda yang berdasarkan asas konkordasi istilah ini terdapat juga dalam WvS Hindia Belanda yang sekarang lebih dikenal dengan KUHP.
Dikenal istilah delict berasal dari delictum (latin), disebut delict (Jerman), delit (Perancis), delict (Belanda).
KBBI; delict : "Perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap UU Tindak Pidana"
1. UNSUR TINDAK PIDANA
Adami Chazawi; rumusan tindak pidana tertentu didalam KUHP; Delapan Unsur Tindak Pidana :
1. Unsur Tingkah Laku; 2. Unsur Melawan Hukum; 3. Unsur Kesalahan; 4. Unsur akibat Konstitutif; 5. Unsur Keadaan yang menyertai; 6. Unsur syarat tambahan untuk dapat dituntut tindak pidana; 7. Unsur syarat tambahan memperberat pidana; 8. Unsur syarat tambahan untuk dapat dipidana.
Unsur Melawan Hukum Yang Subjektif.
PAF Lamintang; Seorang dapat dijatuhi pidana apabila telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang telah dirumuskan dalam KUHP; Pada umumnya pasal-pasal dalam KUHP terdiri dari unsur-unsur tindak pidana yang terbagi menjadi unsur subjektif dan unsur objektif.
a. Unsur Subjektif; adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri sipelaku, dan termasuk kedalam yaitu segala sesuatu yang terkandung didalam hatinya. Termasuk Unsur subjektif antara lain :
1. Kesengajaan atau Ketidaksengajaan (Dolus atau Culpa)
2. Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan (poeging); dimaksud Pasal 52 ayat (1) KUHP
3. Macam-Macam maksud atau oogmerk
4. Merencanakan terlebih dahulu
5. Perasaan Takut
b. Unsur Objektif; yaitu unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu didalam keadaan-keadaan dimana tindakan-tindakan si pelaku itu harus dilakukan; Adapun unsur objektif tindak pidana, antara lain :
1. Sifat melanggar hukum atau ederrechttilijkheid
2. Kualitas diri si pelaku
3. Kausalitas yaitu hubungan antara tindakan sebagai penyebab dengan kenyataan sebagai suatu akibat.
Wirdjono Prodjodikoro; Dua Unsur dari Hukum Pidana :
1. Adanya suatu norma; yaitu suatu larangan atau suruhan (kaidah)
2. Adanya Sanksi; adanya sanksi (sanctie) atas pelanggaran norma itu berupa ancaman dengan hukum pidana.
Norma-norma ini ada pada salah satu bidang hukum lain, yaitu bidang hukum tata negara (staatsrecht), bidang hukum tata usaha negara (administratief recht), dan bidang hukum perdata (privaatrecht atau bugerlijk recht)
2. JENIS TINDAK PIDANA
Andi Hamzah; dibedakan atas dasar-dasar tertentu :
a. Menurut KUHP dibedakan :
"Kejahatan" yang dimuat dalam Buku II dan
"Pelanggaran" yang dimuat dalam Buku III.
b. Menurut cara merumuskannya, dibedakan dalam :
Tindak Pidana Formil (formeel delicten) : Tindak Pidana yang dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan perbuatan tertentu; Misalnya Pasal 362 KUHP (pencurian).
Tindak Pidana Materil (Materiil delicten) : Inti larangannya adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang, siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulsh ysng dipertanggungjawabkan dan dipidana.
c. Menurut Bentuk Kesalahan; dibedakan menjadi :
Tindak Pidana Sengaja (dolus delicten) : contoh Pasal 338 KUHP (Pembunuhan) yaitu dengan sengaja menyebabkan hilangnya nyawa orang lain, Pasal 354 KUHP yang dengan sengaja melukai orang lain.
Tindak Pidana Tidak Sengaja (culpose delicten) : delik Kelalaian (culpa) orang juga dapat dipidana jika ada kesalahan; misalnya Pasal 359 KUHP yang menyebabkan matinya seseorang, contoh lain Pasal 188 dan 360 KUHP.
d. Menurut Macam Perbuatannya;
Tindak Pidana Aktif (positif); juga disebut perbuatan materil adalah perbuatan untuk mewujudkannya diisyaratkan dengan adanya gerakan tubuh orang yang berbuat, misalnya Pencurian (362 KUHP) dan Penipuan (378 KUHP).
Tindak Pidana Pasif; dibedakan menjadi :
Tindak Pidana Murni : Tindak Pidana yang dirumuskan secara formil atau Tindak Pidana yang pada dasarnya unsur perbuatannya berupa perbuatan pasif; misal 224, 304, dan 552 KUHP.
Tindak Pidana Tidak Murni ; adalah Tindak Pidana yang pada dasarnya berupa tindakan pidana positif, tetapi dapat dilakukan secara tidak aktif atau tindak pidana yang mengandung unsur terlarang tetapi dilakukan dengan tidak berbuat, misalnya 338 KUHP.
Adam Chazawi; Jenis Tindak Pidana dibedakan atas dasar tertentu :
1. Menurut Sistem KUHP; Kejahatan (misdrijven) dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran (overtredunggen) dalam Buku III
2. Menurut Cara Merumuskannya; Tindak Pidana Formil (formed delicten) dan Tindak Pidana Materiil (materiel delicten)
3. Berdasarkan Bentuk Kesalahannya; Tindak Pidana Sengaja (doleus delicten) dan Tindak Pidana Tidak dengan sengaja (culpose delicten)
4. Berdasarkan Macam Perbuatannya; Tindak Pidana Aktif/Positif dapat juga disebut Tindak Pidana Komisi (delicta commissionis) dan Tindak Pidana Pasif/Negatif dapat juga disebut Tindak Pidana Omisi (delicta ommissionis).
5. Berdasarkan Saat dan Jangka Waktu Terjadinya; Tindak Pidana Terjadi seketika dan Tindak Pidana Terjadi dalam waktu lama atau berlangsung lama/berlangsung terus
6. Berdasarkan Sumbernya; Tindak Pidana Umum dan Tindak Pidana Khusus
7. Dilihat dari Sudut Subjek hukumnya; Tindak Pidana Communia (delicta communia) yang dapat dilakukan oleh siapa saja, dan Tindak Pidana Proporia (dapat dilakukan hanya oleh orang memiliki kualitas pribadi tertentu)
8. Berdasarka perlu tidaknya pengaduan dalam hal penentuan; Tindak Pidana Biasa (growne delicten) dan Tindak Pidana Luar aduan (klacht delicten).
9. Berdasarkan Berat Ringannya pidana yang diancamkan; Tindak Pidana Bentuk Pokok (eenvoudige delicten), Tindak Pidana yang diperberat (gequalificeerde delicten) dan Tindak Pidana yang diperingan (gepriviligieerde delicten)
10. Berdasarkan Kepentingan Hukum yang dilindungi; Tindak Pidana tidak terbatas macamnya bergantung dari kepentingan hukum yang dilindungi;
Seperti tindak pidana terhadap nyawa dan tubuh, terhadap harta dan benda, tindak pidana pemalsuan, tindak pidana terhadap nama baik, terhadap kesusilaan dan lain sebagainya.
11. Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan; Tindak Pidana Tunggal (enklelvoudige delicten) dan Tindak Pidana Berangkai (samegestelde delicten)
Pendapat Para Ahli Mengenai Tindak Pidana :
Aliran Monolistik; D. Simons; Sudarto : Strafbaar Feit artinya Suatu tindakan atau perbuatan yang diancam dengan pidana oleh UU, bertentangan dengan hukum dan dilakukan dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab.
Van Hamel : Strafbaar feit artinya perbuatan manusia yang dirumuskan dalam UU yang melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan dan patut dipidana.
Moeljanto; dikutip Sudarto : Perbuatan oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang. Sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.
Pandangan Dualistis; membedakan pemisahan antara dilarangnya suatu perbuatan dengan sanksi ancaman pidana (criminal act dan actus reus) dan dapat dipertanggungjawabankannya si pembuat (criminal responsibility atau adanya mens rea)
Dalam KUHP juga sudah disebutkan mengenai unsur objektif dan subjektif :
a. Unsur Objektif;
Dalam buku Leden Marpaung mengenai asas Teori Praktik Hukum Pidana menguraikan mengenai unsur-unsur objektif sebagai berikut :
1). Perbuatan manusia yang termasuk unsur pokok objektif adalah sebagai berikut :
a). Act adalah perbuatan aktif yang disebut dengan perbuatan positif
b). Ommision adalah tidak aktif berbuat dan disebut juga dengan perbuatan negatif.
2). Akibat yang ditimbulkan dari perbuatan manusia
Erat hubungannya dengan kausalitas, akibat yang dimaksud adalah membahayakan atau menghilangkan kepentingan-kepentingan yang dipertahankan oleh hukum, misalnya nyawa, badan, kemerdekaan, hak milik atau harta benda, atau kehormatan.
3). Keadaan-Keadaan; dibedakan atas :
a). Keadaan pada saat perbuatan dilakukan
b). Keadaan setelah perbuatan dilakukan
4). Sifat dapat dihukum dan Sifat melawan hukum
5). Berkenaan dengan alasan-alasan yang membebaskan terdakwa dari hukuman. Sifat Melawan Hukum bertentangan dengan Hukum, yakni berkenaan dengan larangan atau perintah.
b. Unsur Subjektif;
Leden Marpaung menguraikan mengenai Unsur-Unsur Subjektif sebagai berikut :
1). Kesengajaan; Tiga Bentuk Kesengajaan :
a). Kesengajaan sebagai Maksud
b). Kesengajaan dengan sadar kepastian
c). Kesengajaan dengan sadar kemungkinan
2). Kealpaan; adalah bentuk kesalahan yang lebih ringan daripada kesengajaan; Dua Bentuk Kealpaan :
a). Tidak Berhati-hati
b). Tidak Menduga-duga akibat perbuatan itu
3. UNSUR SIFAT MELAWAN HUKUM
Salah satu unsur utama tindak pidana yang bersifat objektif adalah Sifat Melawan Hukum, dikaitkan dengan Asas Legalitas Pasal 1 ayat (1) KUHP. Dalam Bahasa Belanda Melawan Hukum adalah wederrechtlijk. Dalam menentukan perbuatan dapat dipidana pembentuk UU menjadikan sifat melawan hukum sebagai Hukum Tertulis.
Untuk dapat dipidananya seseorang yang telah melakukan Tindak pidana ada ketentuan dalam Hukum Acara yaitu :
1. Tindak Pidana yang dituduhkan atau didakwakan harus dibuktikan
2. Tindak Pidana itu hanya dikatakan terbukti jika memenuhi semua unsur yang terdapat didalam rumusannya tertulis.
Jika Unsur Melawan Hukum dengan Tegas terdapat didalam rumusan delik, maka unsur ini harus dibuktikan. sedangkan Jika dengan Tegas Unsur Melawan Hukum Tidak dicantumkan maka tidak perlu dibuktikan.
Berdasarkan Paham Sifat Melawan Hukum, Doktrin membedakan Sifat Melawan Hukum :
1. Sifat Melawan Hukum Formil; yaitu suatu perbuatan melawan hukum apabila perbuatan tersebut sudah diatau dalam UU. Jadi, Menggunakan Literatur Hukum yang tertulis.
2. Sifat Melawan Hukum Materil; yaitu terdapat suatu perbuatan melawan hukum walaupun belum diatur dalam UU. Sandarannya memakai asas umum yang terdapat dalam lapangan hukum.
4. UNSUR KESALAHAN
Disebut Schuld (Belanda); Merupakan unsur utama suatu tindak pidana, yang berkaitan dengan tanggungjawab pelaku terhadap perbuatannya, termasuk perbuatan pidana atau tindak pidana.
Adagium Pentingnya unsur kesalahan "Tiada Pidana Tanpa Kesalahan" ("geen straf zonder schuld"); "Perbuatan tidak membuat orang bersalah, Kecuali terdapat sikap batin yang salah" ("actus non factim reum, nisi mens sit rea"); Batin yang salah atau quality mind atau mens rea inilah kesalahan yang merupakan sifat subjektif dari tindak pidana, karena berada dalam diri pelaku.
Pendapat Pakar Hukum Pidana tentang Kesalahan (Schuld) yang hakikatnya pertanggungjawaban pidana :
1. Metzger : Kesalahan adalah keseluruhan syarat yang memberikan dasar untuk adanya pencelaan pribadi terhadap pelaku hukum pidana
2. Simons : Kesalahan adalah terdapatnya keadaan psikis tertentu pada seseorang yang melakukan tindak pidana dan adanya hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan, yang sedemikian rupa hingga orang itu dapat dicela karena melakukan perbuatan pribadi
3. Van Hamel : Kesalahan dalam suatu delik merupakan pengertian psikologis, berhubungan antara keadaan jiwa pelaku dan terwujudnya unsur-unsur delik karena perbuatannya. Kesalahan adalah pertanggungjawaban dalam hukum.
4. Pompe : Pada pelanggaran norma yang dilakukan karena kesalahan, biasanya sifat melawan hukum itu merupakan segi luarnya. Yang bersifat melawan hukum adalah perbuatannya. Segi dalamnya, yang berhubungan dengan kehendak pelaku adalah kesalahan.
5. Moeljatno : Orang dikatakan memiliki kesalahan, jika dia pada waktu melakukan perbuatan pidana, dilihat dari segi masyarakat dapat dicela karenanya yaitu mengapa melakukan perbuatan yang merugikan masyarakat, padahal mampu mengetahui makna jelek perbuatan tersebut.
B. TINJAUAN MENGENAI SUBJEK HUKUM TINDAK PIDANA
1. Manusia sebagai Subjek Tindak Pidana
Manusia adalah pendukung hak dan kewajiban; Lazimnya dalam hukum dan pergaulan hukum dikenal dengan istilah Subjek Hukum dan pergaulan hukum dikenal dengan istilah Subjek Hukum (subjectim juris).
Subjek Hukum merupakan salah satu pengertian pokok dan bentuk dasar yang dapat dipelajari oleh teori hukum, karena itu pertanyaan apa itu subjek hukum merupakan persoalan teori hukum yaitu teori hukum positif, artinya teori yang hanya dapat diuraikan bertalian dengan hukum positif.
Teori hukum tersebut tidak menghendaki penggambaran tentang isi dari sesuatu hukum positif dan tidak mempersoalkan dasar dari isi hukum itu tetapi berhasrat memahami bentuk-bentuknya, kemudian membuat gambaran tentang fakta-fakta dan unsur-unsur yang akan dijadikan bahan oleh hukum dan ilmu pengetahuan untuk membangun sistemnya.
Paul Schelton; dikutip Chidir Ali; Manusia adalah orang (persoon) dalam hukum, mengandung dua pengertian :
a. Manusia dalam hukum sewajarnya diakui sebagai yang berhak atas hak-hak subjektif dan sewajarnya diakui sebagai pihak atau pelaku dalam hukum objektif; "manusia" bagi hukum memiliki nilai etis; Yang menjadi persoalan ialah suatu sollen dan juga dinyatakan sebagai suatu asas hukum.
b. Dalam hukum positif manusia merupakan persoon adalah Subjek Hukum, mempunyai wewenang; Dalil ini mengandung petunjuk dimana tempat manusia dalam sistem hukum dan dengan demikian dinyatakan suatu kategori hukum.
Pertama : Subjek Hukum itu adalah yang berhak atas hak-hak Subjektif dan pelaku dalam hukum Objectif
Kedua : Subjek Hukum dalam Hukum Positif adalah Orang (Persoon).
Rumusan Tindak Pidana buku kedua dan ketiga KUHP dimulai dengan "Barang Siapa"; mengandung arti yang dapat melakukan tindak pidana atau subjek tindak pidana pada umumnya adalah manusia.
Dari ancaman pidana yang dapat dijatuhkan sesuai dengan Pasal 10 KUHP seperti pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda dan pidana tambahan mengenai pencabutan hak dan sebagainya menunjukkan bahwa yang dapat dikenai pada umumnya manusia atau persoon.
Ketentuan KUHP yang masih menganut asas umum bahwa suatu tindak pidana hanya dapat dilakukan oleh manusia atau naturlijke persoon, sehingga apabila ada Badan Hukum atau korporasi melakukan perbuatan pidana, maka yang berkedudukan sebagai pelaku atau dader adalah pengurus korporasi (manusia); Pasal 59 KUHP :
" Dalam hal-hal dimana karena pelanggaran ditentukan pidana terhadap pengurus, anggota-anggota pengurus atau komisaris-komisaris, maka pengurus atau komisaris yang ternyata tidak ikut campur melakukan pelanggaran tindak pidana "
Dari rumusan Pasal 59 terlihat bahwa penyusun KUHP dipengaruhi asas "Societas delinquere non potest" (Badan-badan hukum tidak dapat melakukan Tindak Pidana).
Korporasi atau Badan Hukum tidak dapat ditetapkan sebagai (dader) tindak pidana, sehingga kesalahan yang ada pada Korporasi menjadikan kesalahan para pengurus korporasi. Hal ini terjadi karena KUHP masih berpedoman kepada bahwa (dader) tindak pidana hanya dapat dilakukan oleh manusia.
2. Korporasi Sebagai Subjek Tindak Pidana
Pengakuan Korporasi (rechts persoon) sebagai Subjek Hukum Pidana penuh dengan hambatan-hambatan teoritis, tidak seperti pengakuan Subjek hukum pidana pada manusia; Dua alasan mengapa ini terjadi :
Pertama; Kuatnya pengaruh Teori Fiksi (Von Savigny) yakni berkepribadian hukum sebagai kesatuan-kesatuan dari manusia merupakan hasil suatu khayalan. Kepribadian hanya ada pada manusia (Hamzah Hatrik).
Kedua; Dominannya asas "Societas delinquere non potest" (Badan-badan hukum tidak dapat melakukan Tindak Pidana); Asas ini merupakan hasil pemikiran dari abad ke-19, dimana kesalahan menurut hukum pidana selalu disyaratkan dengan sesungguhnya hanya kesalahan dari manusia sehingga erat kaitannya dengan individualisasi KUHP.
Adanya usaha menjadikan Korporasi sebagai Subjek Hukum dalam Hukum Pidana, yaitu adanya Hak dan Kewajiban yang melekat padanya; dilatarbelakangi fakta bahwa tidak jarang korporasi mendapat keuntungan yang banyak dari hasil kejahatan yang dilakukan oleh pengurusnya. Begitu juga dengan kerugian yang dialami masyarakat yang disebabkan tindakan-tindakan pengurus koorporasi. Oleh karena hal itu dianggap tidak adil bila koorporasi tidak dikenakan hak dan kewajiban seperti halnya manusia.
Tahap-Tahap perkembangan korporasi sebagai subjek hukum dalam hukum pidana :
1). Tahap pertama ditandai dengan adanya usaha-usaha agar sifat delik yang dilakukan oleh korporasi dibatasi pada perorangan.
2). Tahap Kedua ditandai dengan pengakuan yang timbul sesudah PD I dalam perumusan UU, bahwa suatu tindak pidana dapat dilakukan oleh korporasi. Namun, tanggung jawab untuk itu menjadi beban dari pengurus korporasi.
3). Tahap ketiga merupakan permulaan adanya tanggung jawab korporasi. Dalam tahap ini dibuka kemungkinan untuk menuntut korporasi dan meminta pertanggungjawaban menurut hukum pidana.
MODUL 2
TINDAK PIDANA EKONOMI
KB 1 : PENGANTAR TINDAK PIDANA EKONOMI
A. ISTILAH, PENGERTIAN SERTA PERKEMBANGAN DARI TINDAK PIDANA EKONOMI DAN KEJAHATAN EKONOMI
Tindak Pidana Ekonomi; adalah bagian dari Hukum Pidana tetapi yang memiliki kekhususan; Mulai dikenal sejak diundangkan UU Darurat No 7 Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi (TPE).
Pidana perbankan bagian dari TPE selain Tindak Pidana bea cukai (smuggling), Kecurangan dibidang kebeacukaian (customs fraud), kejahatan dibidang pengangkutan laut (maritime), Kejahatan dibidang perikanan (illegal fishing).
TPE adalah Hukum Pidana Khusus yang berkembang diluar kodifikasi (KUHP); sudah dikenal sejak UU Darurat No 7 Tahun 1955, akan terus berkembang seiring perkembangan ekonomi utamanya International business dan Internasional banking.
Secara Internasional untuk merujuk pada TPE kecendrungan dengan atau pada kejahatan perbankan sehingga dikenal istilah financial crimes atau bussines crime; TPE bahkan dimasukan kedalam transnational organized crimes.
Pompe; Dua kriteria pengertian pidana khusus; Yang menunjukkan hukum pidana khusus ialah orangnya khusus, maksudnya subjek atau pelaku yang khusus dan kedua adalah perbuatannya yang khusus.
Pompe menunjuk Pasal 103 KUHP; Jika ketentuan UU diluar KUHP banyak menyimpang dari ketentuan-ketentuan umum hukum pidana umum, itu merupakan Hukum Pidana Khusus.
Nolte; Dua macam pengecualian berlakunya Pasal 103 KUHP :
1. UU lain menentukan dengan tegas Pasal 103 KUHP
2. UU lain menentukan secara diam-diam pengecualian atau sebagian dari Pasal 103 KUHP.
Memakai patokan Pompe dan Nolte; Hukum pidana ekonomi di Indonesia adalah Hukum Pidana Khusus.
Dalam kategori mana kejahatan ekonomi, pendapat Paul Scholten memberi patokan "berlaku umum" dan "berlaku khusus"; Hukum Pidana yang berlaku umum disebut Hukum Pidana Umum; sedangkan Hukum Pidana Khusus adalah Perundang-undangan bukan pidana yang bersanksi pidana, disebut juga Hukum Pidana Pemerintahan.
Andi Hamzah; Perundang-Undangan pidana khusus bagi semua perundang-undangan diluar KUHP yang mengandung ketentuan pidana, dan perundang-undangan pidana umum bagi ketentuan yang tercantum dalam KUHP.
Mengacu asas lex specialis derogat legi generalis; Kejahatan ekonomi dapat dikategorikan kedalam hukum pidana khusus. Hukum Pidana ekonomi adalah bagian dari hukum pidana yang merupakan corak tersendiri, yaitu corak ekonomi. Hukum Pidana ekonomi hendaknya mengambil tempat disamping hukum Hukum Pidana.
Moch Anwar; Hukum Pidana Ekonomi sebagai sekumpulan peraturan bidang ekonomi yang membuat ketentuan-ketentuan tentang keharusan/kewajiban dan atau larangan, yang diancam dengan hukuman.
Payung Hukum Pidana Ekonomi Indonesia adalah UU No 7 Darurat 1955 dan peraturan lain yang mengatur Bidang Ekonomi; Konsekuensinya Pengertian Tindak Pidana Ekonomi dapat dibagi kedalam arti sempit/Terbatas dan arti luas.
Pengertian TPE dalam arti sempit; adalah terbatas pada perbuatan-perbuatan yang dilarang dan diancam pidana oleh peraturan yang berlaku seperti yang disebut secara limitative dalam Psl 1 UU 7 drt 1955 ; atau semata-mata dengan mengaitkan pada UU TPE khusunya apa yang disebut pasal 1.
Pengertian TPE dalam arti luas; adalah tindak pidana yang selain dalam arti sempit mencakup juga tindak pidana dalam peraturan-peraturan ekonomi diluar yang memuat dalam UU 7 drt 1955.
Secara Akademik; TPE dalam arti luas bisa ditafsirkan sebagai perbuatan seseorang yang melanggar peraturan pemerintah dalam lapangan ekonomi.
B Mardjono Reksodiputro; Kejahatan Ekonomi; setiap perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan dalam bidang ekonomi dan dibidang keuangan serta mempunyai sanksi pidana.
Perbuatan Tindak Pidana dalam arti sempit penentuannya tergantung arah politik ekonomi pemerintah; selalu berubah sesuai perkembangan terjadi secara nasional, regional, dan internasional; sulit untuk mengidentifikasi peraturan mana yang masih berlaku atau tidak berlaku; berimbas sulitnya menentukan mana TPE mana yang bukan.
Masih banyak peraturan ekonomi yang tidak diberi sanksi pidana, artinya pelanggaran terhadap UU itu bukan merupakan TPE; misalnya pelanggaran terhadap UU Pertambangan 1967, UU tentang Penanaman Modal Asing, dll.
TPE; Tindak Pidana di bidang perekonomian; adalah Tindak Pidana Khusus dalam Hukum Pidana yang materinya diatur dalam suatu kesatuan UU tersendiri; Konkritnya dikontraskan dengan KUHP, UU ini bersifat sektoral dan kaidahnya berada diluar kodifikasi KUHP.
Dr Andi Hamzah; Hukum Pidana Ekonomi adalah bagian dari Hukum Pidana, yang merupakan corak-corak tersendiri, yaitu corak-corak ekonomi.
Secara Historis; TPE adalah sebagaimana diatur UU 7 drt 1955 tentang pengusutan, penuntutan dan peradilan TPE; merupakan saduran dari Wet op de Economische Delicten Belanda 1950; secara khusus mengatur bagaimana agar efektif perlindungan atas pelanggaran terhadap suatu tindakan yang disebut secara tegas dalam UU itu yakni ketentuan dalam atau berdasarkan :
(i). gecontroleerdegoederen, (ii). prijsbehersing, (iii). penimbunan barang-barang, (iv). rijsterdonnantie, (v). kewajiban penggilingan padi, (vi). devizen
TPE dalam arti luas juga disebut Tindak Pidana di Bidang Ekonomi (Economic Crime).
Sunarjati Hartono; Economic Crime lebih luas dari Bussines Crime; karena kerugian yang ditimbulkan bukan saja secara ekonomi tetapi juga secara sosial bahkan bisa berdampak politik.
Economic Crime; menunjukkan kepada kejahatan-kejahatan yang dilakukan dalam kegiatan atau aktivitas ekonomi (dalam arti luas).
Economic Criminality; menunjukkan kepada kejahatan-kejahatan konvensional yang mencari keuntungan yang bersifat ekonomis, misalnya pencurian, perampokan, pencopetan, pemalsuan, atau penipuan.
Ensiklopedia; Crime and Justice; tidak ada kesepakatan pendapat mengenai istilah Economic Crime; Kegiatan kriminal yang memiliki kesamaan tertentu dengan kegiatan ekonomi pada umumnya yaitu kegiatan usaha-usaha yang nampak non kriminal.
American Bar Association; Economic Crime; Setiap tindakan ilegal tanpa kekerasan, terutama menyangkut penipuan, perwakilan tidak sah, penimbunan, manipulasi, pelanggaran kontrak, tindakan curang atau tindakan menjebak secara ilegal.
Aktivitas pelaku ekonomi baik individu maupun kelompok selalu mengejar keuntungan, sehingga sering dilakukan ilegal atau melanggar hukum memunculkan kejahatan berdimensi ekonomi atau economic crime atau Kejhatan dibidang Bisnis atau Business Crime.
Clarke : Business Crime sudah termasuk tindak pidana yang berkaitan dengan dan terjadi didalam kegiatan perdagangan, keuangan, perbankan dan kegiatan perpajakan; Business Crime yaitu Suatu kegiatan yang (selalu) memiliki konotasi legitimate business dan tidak identik dengan kegiatan suatu sindikat kriminal; Membedakan secara tegas business crime disatu pihak dengan kegiatan yang dilakukan oleh sindikat kriminal yang juga bergerak dalam kegiatan perdagangan; Dua Wajah khas Business Crime yaitu, pertama, suatu keadaan legitimatif untuk melaksanakan kegiatannya yang bersifat eksploitasi, dan kedua, suatu akibat khas ialah sifat kontestabiliti dari kegiatannya dalam arti kegiatan yang dipandang legal menurut UU masih dapat diperdebatkan oleh para pelakunya.
Sutan Remy Sjahdeini; Selain business crime juga muncul economic crime; yaitu kejahatan ekonomi atau kejahatan terhadap ekonomi (crime against economy); atau financial abuse yang memiliki pengertian yang sangat luas termasuk bukan saja aktivitas ilegal yang mungkin merugikan system keuangan (financial system), tetapi juga aktivitas lain yang bertujuan mengelak dari kewajiban pembayaran pajak (tax evasion); atau istilah financial crime yang merupakan subset dari financial abuse yang dalam pengertiannya yang sempit dapat diartikan sebagai setiap non-violent crime yang pada umumnya mengakibatkan kerugian keuangan (financial loss) yang menggunakan atau melalui lembaga keuangan termasuk pula di dalam kejahatan tersebut adalah aktivitas-aktivitas ilegal seperti money laundering dan tax evasion atau istilah Corporate Crime.
Istilah umum dari kejahatan ekonomi atau kejahatan bisnis atau kejahatan korporasi adalah "white collar crime" lawan istilah "street crime".
E.H. Sutherland karyanya "White Collar Crime" mematahkan tesis lama "crime to be a result of poverty or pshychopatic and sociophatic conditions";
Sutherland juga menggambarkan bahwa kejahatan-kejahatan dari individu-individu yang berada dalam posisi memegang kekuasaan sebagai kriminal dan bukan merupakan pelanggaran perdata dan merupakan isu yang signifikan menjadi perhatian masyarakat.
Tindak pidana ekonomi, adalah salah satu bentuk dan dimensi perkembangan kejahatan yang saat ini sedang menjadi pusat perhatian dan keprihatinan dunia internasional. Hal ini, terbukti dengan banyaknya resolusi-resolusi PBB yang menyangkut problem ini, misalnya salah satu laporan Kongres PBB ke VII dilaporkan bahwa kejahatan sebagai masalah sosial timbulnya disebabkan olch faktor ekonomi. Ciri penting dari economic crime ialah proses pemilikan harta benda dan kekayaan secara licik atau dengan pcnipuan dan beroperasi secara diam-diam (tersembunyi) dan sering dilakukan oleh perorangan yang memiliki status sosial dan ekonomi yang tinggi.
Membicarakan suatu konsep kejahatan di bidang ekonomi hanya dengan dasar kehidupan suatu negara hanya menghasilkan sesuatu yang tidak memuaskan, sebab persoalan ekonomi merupakan bagian antar bangsa dalam kerangka globalisasi ekonomi.
Oleh karena itu, kejahatan ekonomi sudah dibicarakan dalam Guilding Principles for Crime Prevention and Crindnal Justice in the Context of Development and New Econondc Order. yang diadopsi oleh the seventh Crime Congress, Milan, September 1985 dan disahkan Majelis Umum PBB dalam resolusinya nomor 40/32.
Muladi mengatakan bahwa mengenai definisi dan ruang lingkup kejahatan ekonomi telah banyak dikemukakan oleh para sarjana. Apabila kita menggunakan pendekatan teknis, maka kejahatan ekonomi lebih menampakkan dirinya sebagai kejahatan di lingkungan bisnis yakni bilamana pengetahuan khusus tentang bisnis diperlukan untuk menilai kasus yang terjadi. Dalam hal ini batasan yang dapat dikemukakan adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh orang dan atau badan hukum, tanpa menggunakan kekerasan, bersifat melawan hukum, yang hakekatnya mengandung unsur penipuan, memberikan gambaran salah, penggelapan, manipulasi, melanggar kepereayaan, akal-akan atau pengelakan peraturan.
Selanjutnya Muladi mengatakan pendekatan social dapat digunakan apabila kita bermaksud untuk menitikberatkan kepada kepentingan-kepentingan negara dan masyarakat dalam artian bahwa perbuatan tersebut melanggar kepentingan negara dan masyarakat seeara umum, tidak hanya kepentingan korban yang bersifat individual. Pendekatan seperti ini menghasilkan istilah tindak pidana social ekonomi.
Dengan demikian tindak pidana ekonomi paling tidak mengandung unsur-unsur sebagai berikut: 1. Perbuntan dilakukan dalam kerangka kegiatan ekonorni yang pada dasamya bersifat normal dan sah 2. Perbuaum tersebut melanggar atau merugikan kepentingan negara atau masyarakat secara umum. tidak hanya kepentingan individual. 3. Perbuatan itu mencakup pula perbuatan di lingkungan bisnis yang merugikan perusahaan lain atau individu lain.
Berikut ini pendapat beberapa pakar mengenai arti istilah "business crime" yaitu:
• Braithwaite, 1982: "Business crime as conduct of corporation, or indiyiduals acting on behalf of the cmporation, that is proscribed by linv"
• Clarke, Michael "Businas crime is misconduct that take place in a business environment or the course og legitimate business".
• Shrager & Short. 1978: "Cmporate crime as the ilegal acts of commission or commission of an individual or group individuals in a legitimate formal organization in accordance with the operational goals of the otganization,
• Shapiro, 1976: "Cotporate crime is committed by organization or by collectivities of discteate individuals",
• Marshall B. Clinard and Peter C Yeager: "A corporate crime is any act committed by corporations that is punished by the state, regardless of whether it is punished under administrative, or criminal law". Artinya kejahatan korporasi adalah setiap tindakan yang dikkukan oleh kotporasi yang dapat dijatuhi hukuman apakah itu huktan admMistrai, hulann perdata, maumm huktunitidana.
• Andenaes, Johannes, 1983: memberikan pemaluunan mengenai "Economic Crime" sebagai: "any non violent, illegal activity which principally involves decen, misreprensentation, concealment, manipulation, breach of tmst, subtafige or circumvention".
Johannes Andenaes, 1983, juga mengemukakan karakteristik dari kejahatan ekonomi, yang mengandung tiga elemen ialah:
• Economic offenses are offenses committed in the course of an economic activity, which in itself is, or at least pretens to be, a normal and legal business activity. This excludes from the concept economic which is in itself illegal, such as illegal gambling, trading in narcotics or organized prostitution.
• Economics offenses are offenses which violeithe interest of the state or society in general, not only individual victim. Economic crimes are business crime, but not all business crime are economic crimes this sence. Ordinary cases of fraud or embezzlement are exclude.
• Economics crime including also offences committed in business life against other business firms or aginst private individuals, or at least some types of such offences.
Dalam tindak pidana ekonomi nampak aspek bidang hukum ialah aspck hukum perdata, aspek hukum administrasi dan aspek hukum pidana. Untuk menentukan adanya aspek hukum pidana haruslah dilihat dengan menggunakan parameter yang mengandung nuansa hukum pidana seperti: kccurangan ("deceit"), manipulasi ("manipulation"), pcnycsatan (misreprentation"), penyembunyian kenyataan ("concealment of facts"), pclanggaran kepercayaan ("breach of facts"), akal-akalan ("subtelfuge"), atau pengelakan peraturan ("Illegal circumvention")
Edmund W. Kitch dalam artikelnya berjudul "Economic Crime" yang dimuat dalam "Encyclopedia of Crime and Justice", Editor Sanford H. Kadish (hal. 670678) mengemukakan bahwa: "Economic crime...as crime undertaken for economic motives" artinya kejahatan ekonomi sebagai kcjahatan yang dilakukan dengan motif atau tujuan-lujuan ekonomi.
Beliau juga mendefinisikan “economic crime...as criminal activity with significant to the economic activity of normal, non criminal business". Kejahatan ekonomi sebagai aktivitas criminal dengan kesamaan yang signifikan dengan aktivitas ekonomi yang norma, non-criminal bisnis.
Ada dua corak dari "economic crime" adalah :
1. Consist of crime committed by businessman as an adjunk to their regular business activities. Kcjahatan-kejahatan yang dilakukan oleh para pelaku bisnis sebagai tambahan kegiatan bisnis mereka yang tetap.
Penguasa mempunyai tanggung jawab atas pemberian kesempatan kepadanya untuk melakukan penggelapan, pelanggaran peraturan-peraturan yang berhubungan dengan kegiatan usahanya, atau mengelak pembayaran pajak. Corak kcjahatan ekonomi ini disebut "White Collar Crimc".
2. The provision of illegal goods and services of provision of goods and services in an illegal manner. Penyediaan barang-barang dan jasa-jasa yang illegal atau penyediaan barang-barang dan jasa-jasa dengan cara illegal. Penyediaan barang-barang dan jasa-jasa illegal diselaraskan dengan tuntutan kegiatan ekonomi seperti usaha yang normal. tetapi kesemuanya itu termasuk dalam kcjahatan. Kejahatan model ini disebut "organized crime". Hal ini disebabkan..."the necessity of economic coordination outside the law leads to the formation of criminal group with elaborate organizational customs and practices" (Kitch, (983: 671). Disebut kejahatan terorganisasi karena kepentingan ekonomi dikoordinasikan dengan pimpinan kelompok criminal di luar hukum dengan elaborasi kebiasaan-kebiasaan dan praktik-praktik organisasi.
Kitch (1983) mengemukakan bahwa kejahatan ekonomi atau "economic crime" memiliki tiga ciri yang mcnjadikannya sebagai "special interest" ialah:
1. The cconomics crime adopts methods of operation that are difficult to distinguish from normal commercial behavior.
2. Economic crime may involve the participation of economically successful individual of otherwise upright community standing.
3. Many economic crimes present special challenges to prosecutors, to the criminal justice system, and to civil liberties.
- (Kejahatan ekonomi pelaksanaan menggunakan metode atau cara yang sulit membedakannya dengan perilaku komersial yang normal).
- (Kejahatan ekonomi bisa melibatkan partisipasi dari individu-individu yang sukses di bidang ekonomi, partisipasi individu-individu yang mempunyai status yang bagus dalam masyarakat).
- (Banyak kcjahatan ekonomi menghadirkan tantangan khusus terhadap penuntut umum, terhadap sistim peradilan pidana, dan terhadap kebebasan perorangan).
Di dalam literatur dijumpai kejahatan yang berhubungan dengan korporasi, namun memiliki pengertian yang berbeda, yaitu (1) crimes for corporations, (2) crime against corporations. dan (3) criminal corporation.
• Crime for corporation ini mcrupakan kcjahatan korporasi schingga dapat dikatakan bahwa "corprate crimc arc clearly committed for the corporate and not against" artinya kejahatan korporasi dilakukan untuk kepentingan korporasi dan bukan sebaliknya.
• Crime against comoration atau kejahatan terhadap korporasi sering juga diberi nama dengan sebutan "employee crimcs" ialah kcjahatan yang dilakukan oleh para karyawan terhadap korporasi, seperti pcnggelapan dana perusahaan olch pejabat atau karyawan perusahaan.
• Criminal corporation ialah korporasi yang sengaja didirikan uniuk melakukan kejahatan. di sini korporasi hanya sebagai topeng untuk menycmbunyikan wajah asli dari pelaku kcjahatan.
Kitch ((983) membedakan 3 (tiga) tipe secara umum dari "economic crime" ialah property crimes, regulatory crimes, and tax crimes.
- Properry crimes adalah "acts that threaten property held by private person or by stale".
- Regulatory crimes are actions violate government regulations.
- Tax crimes are violations of the liability or reporting requirement of tax laws.
Salah satu bentu dari "white collar crime" adalah "corporate crime" atau "kejahatan korporasi". Bentuk-bentuk kejahatan korporasi beserta korbannya sangat beraneka ragam dimana pada dasarnya mempunyai nilai ckonomis, seperti kejahatan di bidang konsumen, kejahatan di bidang lingkungan hidup, kejahatan perpajakan, kejahatan pencucian uang dan korbannya juga sangai luas bisa individu, kelompok, masyarakat dan Negara.
Menurut Kitch yang sangat penting dalam kejahatan ekonomi bahwa "...is the organized appropriation of goods and property by stealth or fraud" Kejahatan ekonomi " .... are often committed by individuals of high social and economic standing". Keadaan ini merupakan hasil interaksi beberapa faktor:
1. Individuals with background in productive enterprise have a 1arge comparative advantage in the commission of certain kinds of economic crime.
2. Government regulatory or tax regimes often create conditions that make their
violations extraordinary profitable.
3. The criminal conduct may be difficult to distinguish morally from legal activity.
Seperti telah dikemukakan bahwa tnenurut Edwin H. Sutherland "White Collar Critne" adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang ierhormat dan status sosial tinggi dalam kaitannya dengan okupasinya.
Dengan demikian dalam "white collar crime" terdapat dua hal yang penting ialah (1) status si pelaku ("the status of the offender") dan (2) karakter okupasional dari kejahatan ("the character occupational of the offence").
Kejahatan ini pada mulanya dikaitkan dengan para manager dan eksekutif perusahaan. untuk membuktikan bahwa di kalangan ataspun ("upper classes") dapat terjadi kejahatan yang merugikan masyarakat, sekalipun dengan cara yang berbeda dengan kejahatan kelas bawah ("blue collar crime"). White collsr crime ini meruntuhkan hipotesis yang menyatakan seolah-olah sebab musabab kejahatan adalah kemiskinan ("proverty”).
B. PERLUASAN DALAM TINDAK PIDANA EKONOMI
Sebagaimana telah dikemukakan pada pembahasan sebelumnya bahwa dari definisi dan pengertian lindak pidana ekonomi-pun tidak ada keseragaman.
Di satu pihak ada yang mengatakan bahwa hukum pidana ekonomi adalah bagian dari hukum pidana yang bercorak ekonomi yang meliputi economic crime, business crime, white collar crime, dan socio economic crime, serta pihak lain ada yang mendefinisikan sebagai setiap perbuatan pelanggaran atas kebijakan negara di bidang ekonomi yang dituangkan dalm peraturan hukum ekonomi yang memuat ketentuan pidana terhadap pelanggarnya.
Definisi seperti ini, jelas melakukan penyimpangan terhadap KUHP yang hanya mengenal perbedaan kejahatan dan pelanggaran itu dari ukuran kuantitatif/deduktif. Sedangkan dalam undang-undang tindak pidana ekonomi dikenal perbedaan kekras antara tindak pidana ekonomi berupa kejahatan dan tindak pidna ekonomi berupa pelanggaran.
Hal ini bisa dilihat dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 drt Tahun 1955 :
1. Tindak pidana ekonomi pada Pasal 1 sub 1 c adalah kejahatan atau pelanggaran, sekedar tindak itu menurut ketentuan undang-undang yang bersangkutan adalah kejahatan atau pelanggaran. tindak pidana ekonomi yang lain yang tersebut dalam Pasal 1 sub e adalah kejahatan apabila tindak itu dilakukan dengan sengaja, jika tindak itu tidak dilakukan dengan sengaja tindak itu adalah pelanggaran.
2. Tindak pidana ekonomi tersebut dalam Pasal 1 sub 2 e adalah kejahatan
3. Tindak pidana ekonomi tersebut dalam Pasal 1 sub 3 c adalah kejahatan, apabila tindak mengandung anasir sengaja. Tindak itu adalah pelanggaran satu dengan yang lainnya jika dengan undang-undang itu ditentukan lain.
Dari Pasal-Pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa kebijakan legislatif yang ditempuh dalam mengklasifikasikan tindak pidana ekonomi itu kejahatan atau pelanggaran menggunakan ukuran sebagai berikut:
Pertama-tama diserahkan kepada undang-undang bersangkutan, artinya bahwa suatu jenis tindak pidana ekonomi merupakan kejahatan atau pelanggaran diserahkan sepenuhnya kepada undang-undang. Dalam hal ini undang-undang tidak menentukan yang dipakai ukuran adalah unsur kesengajaan, artinya apabila suatu tindak pidana dilakukan dengan sengaja maka merupakan kejahatan. sedangkan apabila tidak dilakukan dengan sengaja maka tindak pidana ekonomi itu merupakan pelanggaran.
1. Perluasan Subjek Hukum Pidana Ekonomi
Dalam KUHP ditentukan bahwa subjek hukum pidana adalah orang. Hal ini terlihat dari bunyi Pasal-Pasal dalam KUHP selalu didahului dengan kata-kata ......barang siapa,....scorang dokter yang.,.. scorang ibu yang....di pidana penjara (hanya orang yang dapat dipidana penjara). Doktrin hukum pidana lama hanya mengenal subjek hukum pidana itu adalah orang, karena asas hukum pidana mengatakan Soceitas delenquere non protest artinya kumpulan/organisasi tidak merupakan subjek hukum. Dengan demikian KUHP Indonesia menganut bahwa suatu delik hanya dapat dilakukan olch manusia sedangkan badan hukum yang dipengaruhi olch pemikiran Von Savigny yang terkenal dengan teori fiksi (Fiction Theory) tidak diakui dalam hukum pidana.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 drt Tahun 1955 subjek hukum pidana itu diperluas. Selain orang, juga meliputi badan hukum, perseroan, perserikatan, dan yayasan. Semuanya menunjukan scbuah korporasi. Dan ini adalah undang-undang pertama yang menempaikan korporasi sebagai subjek hukum pidan. Hal serupa juga dikemukakan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup.
Rancangan KUHP tahun 2005 telah mencantumkan secara tegas bahwa korporasi bisa menjadi subjek hukum pidana. Rancangan KUHP menyatakan korporasi dapat diperianggungjawabkan dalam melakukan tindak pidana. Kedua undang-undang tersebut dan RUU KUHP menyiratkan bahwa yang bisa melakukan maupun yang bisa dipertanggungjawabkan adalah orang dan/badan hukum itu sendiri.
Dengan demikian korporasi diakui scbagai subjek hukum pidana yang terbatas hanya pada peraturan perundang-undangan di luar KUHP sedangkan dalam KUHP korporasi scbagai subjek hukum pidana sampai saat ini belum diakui sebagaimana telah dikatakan di atas.
Pcrkembangan selanjutnya, korporasi mutlak harus menjadi subjek hukum pidana mengingat perkembangan kejahatan ekonomi semakin canggih. Dijadikannya korporasi sebagai subjek hukum pidana dilakukan melalui tahap-tahap :
Tahap pertama ditandai dengan usaha-usaha agar sifat delik dari korporasi dibatasi pada perseorangan. Apabila tindak pidana terjadi dalam lingkungan korporasi tindak pidana tersebut dianggap dilakukan oleh pengelola korporasi. Dalam tahap ini tekannya pada pembebanan tugas pengurus kepada pengurus.
Tahap kedua muncul sesudah berakhirnya perang dunia pertama yang memperkenalkan doktrin bahwa perbuatan pidana dapat dilakukan olch korporasi dengan catatan tanggungjawab menjadi beban pengurus.
Tahap ketiga mulai dibuka kemungkinan untuk membuat korporasi dan memintanya pertanggungjawaban menurut hukum pidana. Dengan melihat ketentuan Pasal 15 Undang-Undang tindak pidana ekonomi tersebut, serta perundang-undangan lainnya sebagaimana disebutkan di atas suatu korporasi bisa merupakan subjek hukum pidana apabila memenuhi persyaratan bahwa tindak pidana ekonomi tersebut dilakukan oleh orang-orang yang ada hubungan kerja, dalam arti orang-orung itu bertindak dalarn lingkungan badan hukum/korporasi.
Yang dimaksud hubungan kerja dalam undang-undang tindak pidana ekonomi adalah hubungan hukum antara majikan dan buruh, sedangkan hubungan lain bertindak dalam lingkungan badan hukum. Di sini harus diartikan sebagai lingkungan aktivitas badan hukum tersebut. Jadi, dalam hal tindak pidana ekonomi dilakukan oleh korporasi maka yang bertanggungjawah secara hukum adalah korporasi tersebut, orang yang member perintah atau benindak sebagai pemimpin dalam perusahaan atau kedua-duanya.
2. Klasifikasi Kcjahatan dan Pelanggaran
KUHP menctukan suatu perbuatan termasuk kejahatan dan pelanggaran didasarkan atas pertimbangan kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan ukuran kualitatif kejahatan berasal dari delik bukum. Sedangkan pelanggaran berasal dari delik undang-undang. Berdasarkan ukuran kuantitatif kejahatan ancaman pidananya lebih berat dan pelanggaran ancaman pidananya lebih ringan. Sedangkan Undang-Undang Nomor 7 drf Tahun 1955 menentukan menjadi tiga golongan :
Golongan kesatu sebagaimana termuat dalam Pasal 2 ayat (1) kejahatan tindak pidana ekonomi berupa kejahatan dilakukan dengan sengaja, sedangkan tindak pidana ekonomi yang berupa pelanggarnn dilakukan dengan tidak sengaja.
Golongan kedua sebagaimana disebut dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 26, Pasal 32, dan Pasal 33, semuanya kejahatan.
Golongan ketiga adalah sebagaimana tersebut dalam Pasal 2 ayat (3) yang menentukan bahann suatu tindak pidana ekonomi merupakan kejahatan apabila perbuatan tersebui dilakukan dengan sengaja, dan apabila dilakukan tidak dengan sengaja kualifikasinya adalah pelanggaran, keeuali ditentukan lain.
3. Perluasan Berlakunya Hukum Pidana Ekonomi
Yang dimaksud perluasan berlaku di sini adalah perluasan UUTPE yang berlaku melewati batas-batas territorial suatu negara sebagaimana ditentukan dalam KUHP. Dangan demikian, UUTPE melakukan penyimpangan terhadap asas territorial Pasal 2 KUHP yang menyatakan: HUHP Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melukukan tindak pidana di wilayah Indonesia. Pasal 3 UUTPE mengatakan. barang siapa turut melakukan suatu tindak pidana ekonomi yang dilakukan di dalam daerah hukum Republik Indonesia dapai dihukum, begitu pula jika ia turut melakukan tindan pidana itu di luar negeri. Dengan demikian UUTPE menetapkan perluasan berlaku. tidak hanya terbatas pada wilayah territorial Indonesia, melainkan sampai ke luar negeri. Artinya bahwa UUTPE akan menuntut dan mengadili orang-orang yang melakukan tindak pidana ekonomi di luar negeri dan mereka yang terlibat/ikut serta sapat diajukan ke pengadilan di Indonesia dengan menggunakan UUTPE, walaupun yang bersangkutan turut serta melakukan perbuatan tersebut di luar negeri.
Ketentuan Pasal 3 UUTPE memperluas ketentuan Pasal 2 KUHP. Berarti menganung konsekuensi:
a. UUTPE meninggalkan asas territorial menurut Pasal 2 KUHP
b. Semua pelaku dianggap sama dengan pembuat
c. Ancaman hukuman disamakan dengan pelaku tindak pidana
d. Tindak pidana ckonomi merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri.
4. Sanksi Pidana Ekonomi
Berbeda dengan KUHP yang hanya mengenal sangsi pidana sebagaimana tersebut dalan Pasal 10 KUHP yang berupa pidana pokok dan pidana tambahan, maka dalam UUTPE menentukan tiga jenis pidana yaitu: (1) pidana pokok (Pasal 6 UUTPE), (2) pidana tambahan (Pasal 7 UUTPE) dan (3) pidana tata tertib (Pasal 8 UUTPE).
Khusus pidana tambahan, dalam UUTPE telah memperluas ketentuan Pasal 10 KUHP berupa penutupan seluruh/sebagian perusahaan, pencabutan seluruh/sebagian hak-hak tertentu, penghapusan seluruh bagian keuntungan tertentu.
Pasal 7 UUTPE menentukan putusan pidana tambahan yang meliputi pidana tambahan seperti yang dinyatakan dalam Pasal 10 KUHP sub b jo Pasal 35 KUHP dan pencabutan hak tertentu, perampasan barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim.
Pasal 7 UUTPE menentukan pidana tambahan, yang meliputi hukuman tambahan, adalah:
a. Pencabutan hak-hak tescbut dalam Pasal 35 KUHP untuk waktu sckurang-kurangnya cnam bulan dan selama-lamanya cnam tahun lebih lama dari hukuman kawalan atau dalam hal dijatuhkan hukuman denda sekurang-kurangnya enam bulan dan selama-lamanya enam tahun.
b. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan si terhukum, di mana tindak pidana ekonomi dilakukan untuk waktu selama-lamanya satu tahun.
c. Perampasan berang-barang tak tetap yang berwujud dan tidak berwujud dengan mana atau mengenai mana tindak pidana ekonorni itu dilakukan atau yang scluruhnya atau sebagian diperolehnya dengan tindak pidana ekonorni itu, begitu pula harga lawan barang-barang yang menggantikan barang tersebut, tak peduli apakah barang-barang atau harga lawan itu kepunyaan si terhukum atau bukan.
d. Perampasan barang-barang yang berwujud dan tidak berwujud. Yang termasuk perusahaan si terhukum, di mana tindak pidana ekonomi itu dilakukan, begitu pula harga lawan barang-baramg itu yang
menggantikan barang-barang itu, tak peduli apakah barang-barang harga lawan itu kepunyaan terhukum atau bukan, akan tetapi sekedar barang-barang itu scjenis dan mengenai tindak pidana bersangkutan dengan barang-barang yang dapat dirampas menurut ketentuan tersebut sub c.
e. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian ketentuan tertentu, yang telah atau dapat diberikan si tertukum oleh pemerintah berhubung dengan perusahaannya untuk waktu selama-lamanya dua tahun.
f. Pengumuman putusan hakim
g. Perampasan barang-barang yang bukan kepunyaan si terhukum tidak dijatuhkan, sekedar hak-hak pihak ketiga dengan itikad baik tidak terganggu.
h. Dalam hal perampasan barang-barang, maka hakim dapat memerintahkan bahwa hasilnya seluruh atau sebagian akan diberikan kepada si terhukum.
Perampasan barang-barang tertentu tersebut memperluas ketentuan Pasal 39 KUHP yang hanya mengenal perampasan barang-barang milik terhukum yang dijadikan alat untuk melakukan kejahatan (instrument delicti) dan barang milik terhukum yang merupak hasil kejahatan yang dilakukan olch terhukum (corpora delicti)
Sclain pidana pokok dan pidana tambahan, UU TPE mengenal juga jenis pidana baru yang disebut dengan tindakan tata tertib (Pasal 9). Penjelasan Pasal 9 menetapkan bahwa pidana tindakan tata tertib tidak merupakan hukuman yang dimaksudkan untuk menakuti, akan tetapi tindakan itu bermaksud untuk mencabut keuntungan yang diperoleh dengan tanpa hak dan untuk memperbaiki perekonomian secepat mungkin.
Tindakan tata tertib sebagai salah satu jenis pidana dalam tindak pidana ekonomi merupakan penyimpangan dari sistem dua jalur (double track system) dalam hukum pidana Indonesia berupa jalur pidana dan jalur tindakan.
Tindakan di sini bukan diartikan sebagai nestapa, melainkan bentuk perlindungan kepada masyarakat (sociai protection). Oleh karena itu, dibedakan dengan sistem pidana.
Bentuk-bentuk tindakan tata tertib dalam UUTPE meliputi:
a. Penempatan perusahaan di bawah pengampunan
b, Pembayaran uang jaminan
c. Pembayaran uang sebagai pencabutan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana
d. Wajib bekerja yang dilalaikan tanpa hak atas biaya terhukum.
a. Penempatan perusahaan di bawah pengampunan
b, Pembayaran uang jaminan
c. Pembayaran uang sebagai pencabutan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana
d. Wajib bekerja yang dilalaikan tanpa hak atas biaya terhukum.
Jenis pidana tata tertib ini pada dasarnya tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri, bersifat accesoir yang berarti bergantung ada tidaknya pidana pokok. Hal ini, dikecualikan dalam hal apabila terpidana dianggap tidak/kurang mampu dipertanggungjawabkan secara hukum. Dalam hal demikian dimungkinkan tindakan tata tertib dijatuhkan tersendiri tanpa pidana.
Pengertian hukum pidana khusus telah dikemukakan oleh beberapa ahli, dua diantaranyaa oleh Sudarto serta Kanter dan Sianturi. Sudarto mengatakan bahwa hukum pidana khusus diartikan sebagai 'ketentuan hukum pidana yang mengatur mengenai kekhususan subyeknya dan perbuatannya yang khusus (bijzonderlijk feiten). Sedangkan Kanter dan Sianturi mengartikan hukum pidana khusus sebagai 'ketentuan hukum pidana yang mengatur ketentuan khusus yang menyimpang dari ketentuan umum baik mengenai subjek, maupun perbuatannya'.
Berdasarkan dua pengertian ini, hukum pidana khusus adalah suatu aturan hukum pidana yang menyimpang dari hukum pidana umum. Aspek penyimpangan ini penting dalam hukum pidana khusus, karena apabila tidak ada penyimpangan, tidaklah disebut hukum pidana khusus. Hukum pidana khusus mengatur perbuatan tertentu atau berlaku kepada orang tertentu. Dengan kata lain, hukum pidana khusus harus dari substansi dan berlaku kepada siapa hukum pidana khusus itu.
Dalam hukum pidana khusus asas yang berlaku adalah 'lex specialis derogat lex generalis', ketentuan (hukum) pidana khusus mengalahkan atau lebih diutamakan daripada hukum pidana umum. Dalam KUHP, asas ini terdapat dalam Pasal 63 ayal (2) yaitu 'jika suatu perbuatan, yang dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang dikenakan'.
Pasal ini bermakna bahwa jika suatu perbuatan termasuk dalam suatu aturan pidana umum, diatur pula dalam ketentuan hukum pidana khusus, yang khusus itulah yang diberlakukan.
Diberlakukanya ketentuan hukum pidana yang bersifat khusus dari yang umum disebabkan oleh adanya penyimpangan baik mengenai perbuatan dan pelakunya (hukum pidana materii1) ataupun prosedur penyelesaian perkara (hukum pidana formiil). Dengan penyimpangan ini, hukum pidana khusus adalah hukum atau perundang-undangan pidana yang berada di luar hukum pidana umum (KUHP).
Penyimpangan suatu ketentuan hukum pidana yang terdapat dalam hukum pidana khusus merupakan indikator apakah suatu undang-undang pidana tertentu merupakan undang-undang pidana khusus atau bukan.
Maksud menyimpang selain menyimpang dari ketentuan hukum pidana umum juga menentukan sendiri yang sebelumnya tidak ada dalam hukum pidana umum. Dalam hukum pidana penyimpangan dapat dilihat antara lain; hukum pidana bersifai elastis, percobaa dan pembantuan melakukan tindak pidana diancam dengan hukuman yang sama dengan delik selesai, pengakuan terhadap subjek delik koporasi, perluasan berlakunyaa asas teritorial (ekstra territorial), subjek hukum berhubungan berhubungan / ditentukan berdasarkan kerugian keuangan dan perekonomian negara, pegawai negeri merupakan subjek hukum tersendiri, pidana denda ditambah sepertiga terhadap korporasi, perampasan barang bergerak atau tidak bergerak, adanya pengaturan tindak pidana selain yang diatur dalam undang-undang itu, tindak pidana bersifat transnasional, adanya ketentuan yurisdiksi dari negara lain terhadap tindak pidana yang teijadi, dan dapat pula berlaku asas retroaktif.
Sedangkan dalam hukum pidana formil, penyimpangan dimaksud dapat berupa; penyelidikan dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Penyidikan dilakukan oleh Jaksa Agung atau Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. didahulukannya perkara pidana
Diberlakukanya ketentuan hukum pidana yang bersifat khusus dari yang umum disebabkan oleh adanya penyimpangan baik mengenai perbuatan dan pelakunya (hukum pidana materii1) ataupun prosedur penyelesaian perkara (hukum pidana formiil). Dengan penyimpangan ini, hukum pidana khusus adalah hukum atau perundang-undangan pidana yang berada di luar hukum pidana umum (KUHP).
Penyimpangan suatu ketentuan hukum pidana yang terdapat dalam hukum pidana khusus merupakan indikator apakah suatu undang-undang pidana tertentu merupakan undang-undang pidana khusus atau bukan.
Maksud menyimpang selain menyimpang dari ketentuan hukum pidana umum juga menentukan sendiri yang sebelumnya tidak ada dalam hukum pidana umum. Dalam hukum pidana penyimpangan dapat dilihat antara lain; hukum pidana bersifai elastis, percobaa dan pembantuan melakukan tindak pidana diancam dengan hukuman yang sama dengan delik selesai, pengakuan terhadap subjek delik koporasi, perluasan berlakunyaa asas teritorial (ekstra territorial), subjek hukum berhubungan berhubungan / ditentukan berdasarkan kerugian keuangan dan perekonomian negara, pegawai negeri merupakan subjek hukum tersendiri, pidana denda ditambah sepertiga terhadap korporasi, perampasan barang bergerak atau tidak bergerak, adanya pengaturan tindak pidana selain yang diatur dalam undang-undang itu, tindak pidana bersifat transnasional, adanya ketentuan yurisdiksi dari negara lain terhadap tindak pidana yang teijadi, dan dapat pula berlaku asas retroaktif.
Sedangkan dalam hukum pidana formil, penyimpangan dimaksud dapat berupa; penyelidikan dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Penyidikan dilakukan oleh Jaksa Agung atau Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. didahulukannya perkara pidana
tertentu/khusus dari perkara pidana lain, adanya pengaturan mengenai gugatan perdata terhadap tersangka/ terdakwa, penuntutan kembali terhadap pidana bebas atas dasar kerugian Negara, diadilinya perkara pidana khusus di Pengadilan khusus, dianutnya peradilan in absentia, diakuinya terobosan terhadap rahasia bank, dianutnya pembalikan beban pembuktian, dan adanya ketentuan mengenai larangan menyebutkan indentitas pelapor suatu tindak pidana.
Dasar hukum pidana khusus mengacu kepada Pasal 103 KUHP. yaitu 'ketentuan-ketentuan dalam Bab 1 sampai Bab VIII buku juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain'. Rumusan Pasal ini mengandung dua makna. Pertama, semua ketentuan yang ada dalam Bab 1-V111 Buku 1 KUHP berlaku terhadap perundang-undangan pidana diluar KUHP sepanjang perundang-undangan itu tidak menentukaan lain. Kedua, adanya kemungkinan mengatur hal-hal baru dan berbeda dalam perundang-undangan pidana diluar KUHP, karena KUHP tidak mengatur seluruh tindak pidana di dalamnya, KUHP tidak lengkap dan tidak mungkin lengkap.”
5. Obyek Kajian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Khusus
Dengan mcmahami pengertian hukum pidana khusus sebagai hukum pidana yang menyimpang dari ketentuan hukurn pidana umum baik dari segi hukum pidana materiil maupun hukum pidana formil, maka objek yang dikaji dalam hukum pidana khusus adalah semua perundang-undangan pidana diluar KUHP yang menyimpang baik dari hukum pidana materiil maupun hukum pidana formil disebut hukum pidana khusus.
Sebaliknya, jika pcnyimpangan ini hanya dalam lapangan hukum pidana materiil saja, sebutan yang disematkan kepada undang-undang itu adalah (undang-undang) hukum pidana administrasi (administrative penal law).
Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa undang-undang pidana khusus diluar KUHP memiliki dua corak, yaitu : substansi yang diatur dalam suatu undang-undang murni terkait hukum pidana dan terkait bidang hukum administrasi.
Yang pertama disebut intra aturan pidana, seperti undang-undang pemberantasan tindak pidana terorisme, undang-undang pengadilan hak asasi manusia, dan undang-undang pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Perbuatan-perbuatan yang dilarang didalam undang-undang tersebut merupakan perbuatan yang tercela (malum in se crimes) dilihat dari sifat dasar perbuatan itu. Meskipun undang-undang tidak melarangnya, tetap saja perbuatan itu terlarang.
Sedangkan yang kedua disebut ekstra aturan pidana, seperti undang-undang narkotika, undang-undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, undang-undang pertambangan mincral dan batu bara, dan undang-undang keimigrasian. Perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam perbuatan itu pada dasamya merupakan pelanggaran di bidang hukum administrasi (malum prohibitum crimes), Hanya saja. untuk lebih mengefektifican daya provensi dan penjeraan, maka perbuatan ini diancam dengan sanksi pidana.
Kembali kepada objek kajian hukum pidana khusus, paling tidak empat undang-undang pidana diluar KUHP yang sesuai dengan kriteria di atas, yakni : Undang-undang Nomor 7 Drt Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pcradilan Hak Asasi Manusia, Undang-undang Nomor 15 Prp tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1955 tentang Pengusutan. Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi dimasukkan ke dalam undang-undang pidana khusus adalah karena disamping memuat penyimpangan dari segi hukum pidana materiil, misal mengatur tentang sanksi tindakan berupa penuntutan seluruh atau sebagian perusahaan, juga karena aparat penegak hukum dan pengadilannya adalah khusus untuk tindak pidana ekonomi. Jaksanya harus jaksa ckonomi, panitcranya harus panitcm ekonomi dan hakimnya harus hakim ekonomi, demilcian juga pengadilannya harus pengadilan ekonomi.
Dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia penyimpangan hukum pidana materiil adalah diaturnya ancaman pidana minimum khusus, diaturnya pidana penjara melebihi maksimum umum pidana penjara , dan diakuinya asas retroaktif.
Sedangkan dalam hukum pidana formil penyimpangan tersebut tampak pada diakuinya prinsip tidak adanya kadaluarsa dalam penanganan perkara pelanggaran hak asasi manusia berat, dan jaksa agung sebagai pcnyidik dan pcnuntut umum pelanggaran hak asasi manusia.
Sedangkan dalam UU Nomor 15 Prp Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, panyimpangan antara lain : korporasi diakui sebagai subjek delik yang bersifat khusus seperti militer dan polisi, perumusan pidana secara kumulaatif antara pidana penjara dan pidana denda, kewenangan baagi penyidik untuk menahan tersangka paling lama 6 bulan. dan perluasan alat bukti..
Ruang lingkup hukum pidana khusus adalah semua perundang-undangan pidana diluar KUHP yang memuat penyimpangan baik dari segi hukum pidana materiil maupun dari segi hukum pidana formil. Ruang lingkup ini tidaklah bersifat tetap, akan tetapi dapat berubah bergantung kepada apakah ada penyimpangan atau menetapkan sendiri ketentuaan khusus dari perundang-undangan pidana yang mengatur substansi dan prosedur tertentu.
KB 2 : KARAKTERISTIK TINDAK PIDANA EKONOMI
Johannes Andenaes (1983); Nyoman Serikat Putra Jaya; Economic Crime sebagai "any non violent, illegal activity which principally involves deceit, misreprensentation. concealment, manipulation, breach of trust, subterfuge or illegal circumvention" ; Karakteristik dari kejahatan ekonomi mengandung tiga elemen.
Dalam Tindak Pidana Ekonomi nampak aspek bidang hukum ialah; aspek hukum perdata, aspek hukum administrasi, dan aspek hukum pidana.
Untuk menentukan adanya aspek hukum pidana menggunakan parameter hukum pidana seperti; kecurangan (deceit), manipulasi (manipulation), penyesatan (misreprentation), penyembunyian kenyataan (concealment of facts), pelanggaran kepercayaan (breach of facts), akal-akalan (subterfuge), atau pengelakan peraturan (illegal circumvention)
Edmund Kitch; Tiga Karakteristik atau features of economic crime yaitu sebagai berikut : Pertama, pelaku menggunakan modus operandi kegiatan ekonomi pada umumnya; Kedua, tindak pidana ini biasanya melibatkan pengusaha-pengusaha yang sukses dalam bidangnya; Ketiga, tindak pidana ini memerlukan penanganan atau pengendalian secara khusus dari aparatur penegak hukum.
Ensiklopedi Crime and Justice; dibedakan menjadi Tiga Tipe Tindak Pidana Ekonomi; yaitu property crimes, regulatory crimes, dan tax crimes.
Property Crimes; memiliki pengertian yang lebih luas dari pengertian pencurian dalam Pasal 362 KUHP; meliputi objek yang dikuasai individu (perseorangan) dan juga yang dikuasai oleh negara; Misalnya Amerika Serikat dikenal adanya integrated theft offense meliputi tindakan sebagai berikut :
1. Tindakan pemalsuan (forgery)
2. Tindakan penipuan yang merusak (the fraudulent destruction)
3. Tindakan memindahkan atau menyembunyikan instrument yang tercatat atau dokumentasi (removal or concealment of recordable instrument)
4. Tindakan mengeluarkan cek kosong (passing bad checks)
5. Menggunakan kartu kredit yang diperoleh dari pencurian dan kartu kredit yang ditanggungkan.
6. Praktik usaha curang (deceptive business practices)
7. Tindakan penyuapan dalam usaha (commercial bribery)
8. Tindakan perolehan atau pemilikan sesuatu dengan cara tidak jujur atau curang (the rigging of content)
9. Tindakan penipuan terhadap kreditur beritikad baik
10. Pernyataan bangkrut dengan tujuan penipuan
11. Perolehan deposito dari lembaga keuangan yang sedang pailit.
12. Penyalahgunaan dari asset yang dikuasai
13. Melindungi dokumen dengan cara curang dari tindakan penyitaan.
Regulatory Crimes adalah : setiap tindakan yang merupakan pelanggaran terhadap peraturan pemerintah yang berkaitan dengan usaha dibidang perdagangan atau pelanggaran atas ketentuan-ketentuan mengenai standarisasi dalam dunia usaha.
Termasuk dalam Regulatory crime ini pelanggaran atas larangan perdagangan marijuana illegal atau penyelenggaraan pelacuran atau peraturan tentang lisensi, pemalsuan kewajiban pembuatan laporan dari aktivitas usaha di bidang perdagangan, dan melanggar ketentuan upah buruh dan larangan monopoli di dunia usaha serta kegiatan usaha yang berlatar belakang politik.
Edmund W. Kitch; Kejahatan ekonomi sebagai kejahatan yang dilakukan dengan motif atau tujuan-tuajuan ekonomi; Kejahatan ekonomi sebagai aktivitas kriminal dengan kesamaan yang signifikan dengan aktivitas ekonomi yang norma, non criminalbusiness.
Dua Corak Economic Crime :
1. Consist of Crime committed by businessman as an adjunk to their regular business activities
Kejahatan oleh pelaku bisnis sebagai tambahan kegiatan bisnis mereka yang tetap.
Penguasa mempunyai tanggung jawab atas pemberian kesempatan kepadanya untuk melakukan penggelapan, pelanggaran peraturan-peraturan yang berhubungan dengan kegiatan usahanya, atau mengelak pembayaran pajak; White Collar Crime
2. The provision of illegal goods and services of provision of goods and services in an illegal manner
Penyedian barang-barang dan jasa-jasa yang illegal atau penyediaan barang-barang dan jasa-jasa dengan cara illegal.
Penyediaan barang dan jasa illegal diselaraskan dengan tuntutan kegiatan ekonomi seperti usaha yang normal, tetapi kesemuanya itu termasuk dalam kejahatan; disebut "organized crime"; disebut Kejahatan terorganisasi karena kepentingan ekonomi dikoordinasikan dengan pimpinan kelompok criminal diluar hukum dengan elaborasi kebiasaan-kebiasaan dan praktik-praktik organisasi.
Kitch (1983); Tiga Ciri "Economic Crime" (Kejahatan Ekonomi) : Special Interest :
1. Pelaksanaan menggunakan metode atau cara yang sulit membedakannya dengan perilaku komersial yang normal
2. Bisa melibatkan partisipasi dari individu-individu yang mempunyai status yang bagus dalam masyarakat
3. Menghadirkan tantangan khusus terhadap penuntut umum, terhadap sistem peradilan pidana, dan terhadap kebebasan perorangan.
Kitch (1983); Tiga Tipe secara umum "Economic Crime" :
1. Property Crimes ; adalah acts that threaten property held by private person or by stale
2. Regulatory Crimes; are actions violate government regulations
3. Tax Crimes; are violations of the liability or reporting requirement of tax laws.
B. TATA CARA DAN PENGUSUTAN PENUNTUTAN TINDAK PIDANA EKONOMI
Diatur dalam UU 7 drt 1955; akan tetapi tidak mengatur tentang Hukum Acara, yang diberlakukan adalah UU 8/1981 tentang KUHAP.
Dalam melaksanakan pengusutan, penuntutan dan pemeriksaan tindak pidana ekonomi terdapat berbagai kekhususan yaitu :
1. Dapat dijatuhkan tindak pidana kumulatif (gabungan dua pidana pokok yaitu hukuman badan dnegan hukuman denda) yang dalam tindak pidana biasa tidak mungkin dilakukan.
2. Dapat diadakan peradilan in absentia, dengan maksud untuk menyelamatkan kerugian negara
3. Dapat menjatuhkan pidana kepada terdakwa yang sudah meninggal dunia berupa perampasan barang bukti hasil kejahatan
4. Subjek hukum terdiri dari orang dan badan hukum
5. Percobaan pelanggaran dapat dihukum
6. Dapat dijatuhkan tindakan tata tertib sebagai hukuman tambahan
Yang mengusut tindak pidana ekonomi adalah; mereka yang pada umumnya dibebani pengusutan tindak pidana, dan pegawai-pegawai yang ditunjuk oleh Presiden.
Pegawai Pengusut; berwenang menyita atau menuntut penyerahan untuk disita semua barang yang dapat dipergunakan untuk mendapat keterangan atau yang dapat dirampas atau dimusnahkan menurut UU; Berhak memasuki tempat dalam menjalankan tugas, baik dengan sukarela maupun atas bantuan alat kekuasaan umum.
Ditiap Pengadilan Negeri ditempatkan seorang hakim atau lebih untuk mengadili perkara pidana ekonomi, dan dapat diperkerjakan pada PN lain dengan tugas yang sama.
MODUL 3
TINDAK PIDANA KORPORASI
KB 1 : PENGANTAR TINDAK PIDANA KORPORASI
A. KORPORASI DIAKUI SEBAGAI SUBJEK DELIK HUKUM PIDANA
Dalam ketcntuan umum KUHP lndoncsia yang digunakan sampi saat ini, Indonesia masih menganut bahwa suatu delik hanya dapat dilakukan oleh manusia. Scdangkan fiksi badan hukum (rechts persoon) yang dipengaruhi olch pcmikiran Von Savigny yang terkenal dengan tcori fiksi (fiction theory), tidak diakui dalam hukum pidana. Karena pemerintah Belanda pada saat itu tidak bersedia mengadopsi ajaran hukum perdata kedalam hukum Pidana. Subjek delik (Perbuatan pidana) yang diakui olch KUHP adalah manusia (naturlijk person). Konsekuensinya, yang dapat menjadi pelaku perbuatan pidana hanyalah manusia. Hal ini dapat dilihat pada rumusan delik dalam KUHP yang dimulai dengan kata-kata "barang siapa ". Kata "barang siapa" jelas mcnunjukkan pada orang atau manusia, bukan badan hukum.
Dalam perkembangannya ada usaha untuk mcnjadikan korporasi scbagai subjek hukum dalam hukum pidana, yaitu asasnya hak dan kewajiban yang melekat padanya. Usaha tersebut dilatar belakangi olch fakta bahwa tidak jarang korporasi mcndapat keuntungan yang banyak dari hasil kcjahatan uang dilakukan oleh pengurusnya. Begitu juga dengan kerugian yang dialami oleh masyarakat yang disebabkan olch tindakan-tindakan pengurus-pengurus korporasi. Dianggap tidak adil bila korporasi tidak dikenakan hak dan kewajiban seperti hal nya manusia. Kenyataan inilah yang kemudian memunculkan tahap-tahap perkembangan korporasi sebagai subjek hukum dalam hukum pidana.
Dimulai tahap pertama yang ditandai dengan usaha-usaha agar sifat dclik yang dilakukan korporasi dibatasi pada perorangan (naturlijk persoon). Apabila suatu tindak pidana terjadi dalam lingkungan korporasi, maka tindak pidana unsebut dianggap dilakukan olch pengurus korporasi tersebut.
Dalam tahap ini membebankan "tugas pengurus" kepada pengurus. Pada tahap ini pula pengurus yang tidak memenuhi kewajiban-kewajiban yang sebenarnya merupakan kewajiban korporasi dapat dinyatakan bertanggungjawab. Namun demikian, kesulitan yang muncul adalah dalam hal pcmilik atau pengusahanya adalah suatu korporasi, sedangkan tidak ada pengaturan bahwa pengurusnya benanggung jawab, maka bagaimana memutuskan tentang pembuat dan pertanggungjawabannya?. Kesulitan ini dapat diatasi dengan perkembangan tentang kedudukan korporasi sebagai subyek hukum pidana pada tahap kedua.
Tahap kedua ditandai dengan pengakuan yang timbul sesudah Perang Dunia I dalam perumusan undang-undang, bahwa suatu perbuatan pidana dapat dilakukan oleh korporasi. Namun penanggungjawaban untuk itu menjadi beban dari pengurus badan hukum tersebut.
Perumusan yang khusus ini yaitu apabila suatu perbuatan pidana dilakukan olch suatu atau karena suatu badan hukum, tuntutan pidana dan pidana harus dijatuhkan terhadap anggota pimpinan. Secara perlahan-lahan tanggung jawab pidana beralih dari anggota pengurus kepada mereka yang memerintahkan, atau kepada mereka yang secara nyata memimpin dan melakukan perbuatan yang dilarang tersebut.
Dalam Tahap ini korporasi diakui dapat melakukan tindak pidana, akan tetapi yang dapat dipertangsungjawabkan secara pidana adalah pengurusnya yang secara nyata memimpin korporasi tersebut. Pertanggungjawaban pidana korporasi pada tahap ini secara langsung masih belum muncul.
Tahap ketiga ini merupakan permulaan adanya tanggung jawab langsung dari korporasi. Dalam tahap ini dibuka kemungkinan untuk menuntut korporasi dan meminta pertanggungjawaban menurut hukum pidana.
Alasan lain adalah karena dalam ekonomi dan fiskal misalnya, keuntungan yang diperoleh korporasi atau kerugian yang diderita masyarakat dapat demikian besarnya, sehingga tidak akan mungkin seimbang bilamana pidana hanya dijanthkan kepada pengurus korporasi saja. Juga diajukan alasan bahwa dengan hanya memidana para pengurus tidak atau belum ada jaminan bahwa korporasi tidak akan mengulangi delik tersebut. Dengan memidana korporasi dengan jenis dan beratnya yang sesuai dengan sifat korporasi itu, diharapkan korporasi dapat dipaksa untuk mentaati peraturan yang bersangkulan.
Dalam undang-undang korupsi subjek delik yang dapat melakukan tindak pidana korupsi tidak hanya manusia sebagaimana dalam KUHP, tetapi juga korporasi. Makna setiap orang tidak hanya menunjukkun pada orang perorangan tapi termasuk juga korporasi Pasal 1 ayat (3)). Sedangkan korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum (Pasal 1 ayat (1)). Pengaturan yang demikian jelas merupakan penyimpangan (lex specialis) terhadap subjek delik dalam KUHP.
1. Kriteria Perhuatan Pidana olch Korporasi
Selain mengakui korporasi sebagai subjek delik di damping manusia, undang-undang tindak pidana korupsi juga mcngatur kriteria tindak pidana yang oleh korporasi. Pasal 20 ayat (2) Undang-undang No 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa "tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama".
Maksud dari rumusan Pasal tersebut adalah bahwa korporasi dikatakan melakukan tindak pidana korupsi jika (1) dilakukan orang-orang berdasarkan hubungan kerja berdasarkan hubungan lain, dan (2) bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.
Dua kriteria itulah yang menjadi penanda bahwa korporasi melakukan tindak pidana. Penjelasan lebih terperinci tentang dua kriteria tersebut dirasa penting untuk memudahkan aparat penegak hukum atau pihak lain yang berkepentingan untuk memahami persoalan ini.
Paling tidak ada dua teori yang dapat digunakan sebagai pijakan yuridis untuk menjelaskan persoalan diatas.
Pertama, tcori pelaku fungsional (functioneel daadershap). Teori ini berpandangan bahwa dalam lingkungan sosial ekonomi pembuat (korporasi) tidak perlu selalu melakukan perbuatan itu secara fisik , tetapi dapat saja perbuatan tersebut dilakukan oleh pegawainya, asalkan saja perbuatan tersebut masih dalam ruang lingkup fungsi-fungsi dan kewenangan korporasi.
Tetapi karena korporasi tidak bisa melakukan perbuatan itu sendiri, maka perbuatan itu dialihkan kepada pegawai korporasi berdasarkan ketentuan-ketentuan yang secara tegas tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggamn Rumah Tangga. pegawai tersebut melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh hukum (Perbuatan pidana), sesungguhnya perbuatan itu mcrupakan perbuatan pidana yang hakikatnya dilakukan oleh korporasi.
Kedua, teori identifikasi. Teori ini pada intinya menyatakan bahwa korporasi dapat melakukan perbuatan pidana secara langsung melalui orang-orang yang sangat berhubungan erat dengan korporasi dan dipandang sebagai korporasi itu sendiri.
Perbuatan yang dilakukan oleh anggota-anggota tertentu dari korporasi, sclama perbuatan itu berkaitan dengan korporasi, dianggap sebagai perbuatan dari korporasi itu sendiri. Oleh karena itu, bila perbuatan tersebut mengakibatkan terjadinya kerugian. atau, jika anggota tertentu korporasi melakukan tindak pidana, maka sesungguhnya perbuatan pidana tersebut merupakan tindak pidana yang dilakukan korporasi, yang pada akhimya korporasi juga bisa diminta pertanggung jawaban atas perbuatan pidana yang dilakukan.
Korporasi dianggap melakukan sualu tindak pidana jika orang diidentifikasi dengan korporasi bertindak dalam ruang lingkup jabatannya. Namun, jika orang tersebut melakukan tindak pidana dalam kapasitasnya sebagai pribadi, maka perbuatan tersebut bukan perbuatan korporasi.
Berdasarkan dua teori tersebut konstruksi yuridis yang dapat dijadikan pijakan untuk menyatakan bahwa korporasi juga dapat melakukan tindak pidana korupsi adalah dengan melihat apakah tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pegawai atau anggota dari korporasi tersebut masih dalam ruang lingkup atau kewenangan korporasi, ataukah semata-mata dilakukan atas kehendak pribadi.
Apabila tindak pidana korupsi terscbut mcrupakan tindak pidana yang sesunggubnya masih daam ruang lingkup dan kewenangan dari korpontsi, maka petbuatan tersebut dianggap sebagai perbuatan korporasi, schingga ia dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatan pidana yang dilakukan.
Korporasi sebagai perkumpulan modal, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum, telah menjadi subjek hukum pidana sama dengan subjek hukum perorangan. Akan tetapi, usaha untuk mejadikan korporasi sebagai subjek hukum pidana melalui beberapa tahapan sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan korporasi dalam suatu negara. Perkembangan korporusi sebagai subjek hukum pidana.
Menurut Mardjono Reksodiputro secara garis besar, tahapan perkembangan korporasi sebagi subjek hukum dapat dibagi dalam tiga tahapan, yaitu:
a. Tahapan pertama
Tahapan ini ditandai dengan usaha-usaha agar sifat delik yang dilakukan korporasi dibatasi pada perorangan (nutuurlijk persoon). Schingga apabila suatu tindak pidana terjadi dalam lingkungan korporasi, maka tindak pidana itu dianggap dilakukan oleh pengurus korporasi tersebut.
Dalam tahap ini, membebankan "tugas pengurus" (zorgplicht), kepada pengurus. Dengan demikian, tahap ini merupakan dasar bagi Pasal 51 W.v.S Belanda atau Pasal 59 KUHP yang isinya: Dalam hal-hal dimana pelanggaran ditentukan pidana terhadap pengurus, anggota badan pengurus. atau komisaris, maka pengurus, badan pengurus, atau komisaris yang ternyata tidak ikut campur melakukan pelanggaran tindak pidana.
b. Tahap kedua
Dalam tahap ini ditandai dengan pengakuan yang timbul sesudah Perang Dunia 1 dalam perundang-undangan bahwa suatu tindak pidana, dapat dilakukan oleh perserikatan atau badan usaha (korporasi).
Tanggung jawab untuk itu juga menjadi beban dari pengurus badan hukum tersebut. Perumusan khusus ini adalah apakah jika suatu tindak pidana dilakukan oleh atau karcna suatu badan hukum, tuntutan pidana, dan hukuman pidana harus dijatuhkan terhadap pengurus. Secara perlahan-lahan tanggung jawab pidana beralih dari anggota pengurus kepada mereka yang memerintahkan, atau dengan larangan melakukan apabila melalaikan memimpin secara sungguh-sungguh.. dalam tahap ini, korporasi dapat menjadi pembuat delik, akan tetapi yang dipertanggungjawabkan adalah para anggota pengurus, asal saja dengan tegas dinyamkan demikian dalam peraturan itu.
c. Tahap Ketiga
Tahap ketiga ini merupakan permulaan adanya tanggung jawab yang langsung dari korporasi yang dimulai pada waktu dan setelah Perang Dunia II. Dalam tahap ini dibuka kernungkinan untuk menuntut korporasi dan meminta pertanggungjawabannya menurut hukum pidana. Alasan lain adalah karena misalnya dalam ekonomi dan fisika keuntungan yang diperoleh korporasi atau kerugian yang diderita masyarakat dapat demikian besamya, sehingga tidak akan mungkin seimbang bilamana pidana dijatuhkan kepada pengurus korporasi saja.
Juga diajukan alasan bahwa dengan hanya mcmidana para pcngurus tidak mau belum ada jaminan bahwa korporasi jaminan bahwa korporasi tidak akan mengulangi delik tersebut. Dengan memidana korporasi dengan jenis dan beratnya sesuai dengan sifat korporasi itu, diharapkan dapai dipakai korporasi untuk menaati peratumn perundang-undangan.
Muladi dalam Nyoman Serikat Putra Jaya menyatakan bahwa proses globalisasi dan peningkatan interdependensi antar negara di semua aspek kehidupan terutama di bidang ekonomi semakin meningkatkan peran korporasi. baik nasional maupun multi nasional sebagai pendorong dan penggerak globalisasi. Untuk itu kerjasama internasional guna mcngatur peran korporasi antar negara semakin dibutuhkan di berbagai bidang hukum
bahkan di bidang kode etik. Globalisasi yang ditandai oleh pergemkan yang cepat dart manusia, informast, perdagangan dan modal, di mmping menimbulkan manfaat bagi kehidupan manusia juga harus diwaspadai efek sampingannya yang bersifat negatif yaitu globalisasi kejahatan dan mcningkatnya kuantitas seria kualitas kcjaMtan di berbagai negara dan antar Negara antam lain dalam bentuk kejahatan ekonomi. Yang perlu mendapatkan perhatian mrius adalah beniuk-bentuk white collar crime tennasuk di dalamnya kcjahatan korporasi (corporate crime), mengingat tinglcat viktimisasinya yang bersifat multidimensional (Muladi, 2004: 1).14 Di berbagai negara yang tetjadi adalah bahwa korporasi yang bentuk dan ukurannya bervariasi ntendominasi kegiatan ckonomi. baik di bidang industri, komersial dan sektor sosial. Di berbagai negara maju terdapat kecenderungan untuk mewaspadai the white collar or husiness crime area, yang melibatkan korporasi sepeni di bidang pelayanan keschatan anti trust, kontmk-kontrak periahanan, kejahatan lingkungan hidup dan di bidang lembaga keuangan dan surat-surat berharga (securities).15
Tidtdc dapat diinglcari lagi bahwa korporasi identitt. hukum tersendiri, yang terpisah dari pemegang saham, direkiur dan para pejabat korporasi lainnya. Korporasi dapat menguasai kekayaan, mengadakan kontrak. dapat menggugat dan dapat pula digugat. atau pemegang saham dapat menikmati tanggung jawab terbatas (limited mereka tidalc secara personal bertanggungjawab atas ulang atau kewajiban korporasi. Dengan pendekatan teori organik (organic theory) maka tanggung javrab yang sebenamya dari korpomsi terletak pada struktur organisasionalnya, kebijakannya dan kultur yang diterapkan dalam korporasi.16 Perkembangan teori dan konsep Sala penerapan pertanggungjawaban pidana dari korporasi (corporate criminal I4ibilip)semakin urgen untuk dikaji dan dikembangkan baik berdasarkan teori-teori dari negara-negara yang menganut sistem common law maupun civil law.
3.8
Penjelasan umum Buku I angka 4 RUU KUHP yang dikeluarkan oleh DEPKUMAM Republik Indonesia menerangkan: mengingat kemaju•n yang terjadi dalam bidang keuangan, ekononn dan perdagangan, lebih.lebih di era globalisasi sena perkembangan tindak pidana terorganisasi baik yang bersifat domestik maupun trans nasional, maka subjek hukum pidana tidg dapat dibatasi hanya pada manusia alamiah (natural person)imapi meneakup pula korporasi, yaitukumpulan terorganisasi dari orang daniatau kekayaan, baik merupakan badan hukum (iegal person)maupun bukan badan hukum. Dalam hal ini korporasi dapat dijadikan sarana untuk melakukan tindak pidana (cmporate criminal) dan dapat pula memperoleb keuntungan dari suatu tindak pidana (crimer for corporation). Dengan dianutnya paham bahwa korporasi adalab subjek tindak pidana, berarti korporasi baik scbagai badan hukum maupun non badan hukum dianggap mampu melakukan tindak pidana dan dapat dimanggungjawabkan dalam hukum pidana (cmpomte criminal msponsibitiry). Disamping itu, masih dimungkinkan pula penanggungjawaban pidana dipikul bersama oleh kotporasi dan pengurusnya yang mempunyai kedudukan fungsional dalam korporasi atau hanya pengurusnya saja yang dapai dipertanggungjawablcan dalam hukum pidana. Dengan diaturnya penanggungjawaban korporasi dalam Buku I ICUHP, maka penanggffigjawaban pidana bagi korporasi yang semula hanya berlaku untuk tindak-tindak pidana tertentu di luar KUHP, berlaku juga secarn umum untuk tindak-tindak pidana lain baik di dalam maupun di luar KUHP. Sanksi terhadap korporasi dapai berupa pidana fstraf), namun dapat pula berupa iindakan tata tenib (maarregeb. Dalam hal ini kesalahan . korporasi diidentifikasikan dari kesalahan pengurus yang mempunyai kedudukan fungsional tmempunyai kewenangan untuk tnewakili korpontsi mengambil kepuiusan atas nama korporasi dan kewenangan menerapkan pengawasan terhadap korporasi, yang melakukan tindak pidana dengan menguntungkan korporasi, baik sebagai pelaku, sebagai orang yang menyuruh lakukan, sebagai orang yang turut sena melakukan, sebagai penganjur maupun sebagai pembantu tindak pidana yang dilakukan bawahannya d•lam lingkup usaha atau pekerjaan korporasi tersebut.I 8 Kejahatan.kejahatan yang dilakukan dapat berupa penggelapan dan penghindaran pajak, penipuan kanu kredit, penyuapan, kejahatan perbankan, pembayaran fiktif. penipuan dan kejahatan terhadap konsumen, korupsi. data
3.9
palsu untuk memperoleh kredit bank. pcnipuan asuransi, potusi, manipulasi tanah, kcjahatan komputer, kcjahatan yang berkanan dengan keamanan karyawan serta umum dan lain-lain. Kejahatan yang bersifat kolektif ini dapat berupa kejahatan yang terorganisasi ("organized crime") maupun kcjahatan korporasi ("corporate crime"). "White Collar Crime" ruang lingkupnya sangat luas sesuai dengan perkembangan sosial sehingga bisa terjadi "cotporate and business white collar crime, professional white collar crime, and white collar crime".19 Ada perbedaan antara kcjahatan okupasional ("occupational crimes") yang diartikan sebagai kejahman yang dilakukan oleh individu untuk kepemingannya sendiri dalam kanannya dengan jabatannya dan kejahatan lain oleh karyawan yang merugikan majikannya (korporasi) yang disebut juga "crimes against cotporation".Kejahalankorporasi)corporate aimes") adalah perilaku koqmrasi yang tidak sah dalam bentuk pclanggaran hukum kolektif dengan tujuan untuk mencapai tujuan korporasi.20 Menurut Muladi dalam Nyoman Scrikat Putra laya. kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang terhormat ini biasanya dilakukan tanpa kekerasan ("non-violent") tempi selalu disertai dengan kecurangan (Vecea"), penyesatan ("misreprentation").penyembunyiankenyataan ("concealment of facts"), akal-akalan ("subtafuge"), manipulasi ("manipulation"),. Atau pengelakan terhadap peraturan rifiegal circumvention). Selanjutnya beliau mengatalcan bahwa kejahatan ini biasanya dilakukan oleh orang-orang yang pandai (imellectual criminal"), sehingga pengungkapannya sangat sulit Karakteristik kcjahatan 1Thite Collar Crime" ini scperti di bawah I Kcjahatan "White Collar Crime" (WCC) ini sangat sulit dilihat ricav karena biasanya tertutup oleh kegiatan pekerjaan normal yang rutin melibatkan keahlian profesional dan sistem organisasi yang kompleks. 2) Kejahatan WCC sangat kompleks ("complerity"), karena selalu berkaitan dengan kebohongan, penipuan dan pencurian serm seringkali berkaitan dengan sesuatu yang teknologis, tinancial.
3.10
legal, terorganisasikan, melibmkan banyak orang sena berjalan benahun-tahun. 3) Terjadinya penyebaran ianggung jawab (..d)usion of responsibdity") yang semakin luas akibm komplekshas organismi. 4) Penyebaran korban yang (uas ("diffusion of victimization") seperti polusi. penipuan konsumen. dan sebagainya. 5) Hambatan dalam pendeteksian dan penuntutan ("detection and pmsecution") sebagai akibat profesionalisme yang tidak seimbang antara aparat penegak hukum dan pelaku tindak pidana. 6) Peraturan yang tidak jelas (ambiguous Laws.) yang sering menimbulkan keraguan dalam penegalcan hukum. Dalam bidang hukum ekonomi hal semacam ini sangat dirasakan misalnya akibat deregulasi. 7) Ambiguitas (sikap mendua) terhadap status pelaku tindak pidana. Dalam tindak pidana ekonomi secara jujur kita mengakui bahwa pelaku tindak pidana bukanlah orang yang secara moral salah t"mala , se", tetapi karena melanggar peraturan yang dibuat pemeriniah untuk melindungi kepentingan umum.
Akhimya frekuensi untuk menemukan dan pemidanaan terhadap kejahatan ekonomi adalah rendah. Sehubungan dengan perkembangan kejahatan yang mendunia dalam ani kejahatan tidak saja dilakukan di satu Negara tetapi bisa terjadi dilakukan di beberapa Negara atau limas Negara dan sering juga dilakukan secara terorganisasi, Perserikatan Bangsa-bangsa mengadakan periemuan dalam rangka mengambil langkah-langkah guna memerangi kejahatan lintas Negara tersebut.22 Artikel I United Comention Against Transnational Organized Crime (UNCATOC) Tahun 2000. menentukaw. "the plaposes of this Comrntion is to promote cooperation to prevent and comhat transnational organized crime more effectively, Dilihg . tujuan tersebut, terbukti adanya keprihatinan masyarakai intemasional mengenal kejahatan yang berkembang dewasa ini yang tidak sajamerupakan masalah satu Negara. tetapi juga sudcdt merupakan masalah global. Hal ini juga menunjuklcan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak hanya memberikan kenyamanan tetapi juga memberikan ketidaknyamanan bagi bangsa-bangsa di dunia. Oleh karena itu masyarakat
3.11
imemasional melalui UNCATOC bermaksud meningkatkan ketja sama guna mencegah dan melawan kejahatan transnasional terorganisasi.23
Kcjahatan dapat dipandang sebagai kejahatan transnasional ditentukan dalam Artikel 3 ayat (2) UNCATOC, yaitu: I) commated in more than one State, 2) h is committed one State bta substantial part of hs preparatioa pianning, direction or comml takes place in another State, h is committed one State but involves an organized criminal group that engaged criminal activities in more than one State, or 4) h is committed in one State but has substamial effects . another State.
Dengan demikian, suatu kejahatan dapat dikatakan sebagai kejahatan transnasional, jika kejahaian tersebut I) Dilakukan dalam lebih dari unu neganu Hanya dilakukan dalam satu negara taapi memposiapkan. mcrencanakan. mcngatur. mengendalikan di ncgara lain;
3) Dilakukan dalam .0 negara tetapi dilakukan oleh sebuah kelompok pelaku kejahatan terorganisasi yang aktif dalam lebih dari satu negara; atau 4) Dilakukan dalant saw negara tetapi efek substansialnya dirasakan di negant.negara lain.24
lenis-jenis kejahatan yang menjadi ruang lingkup dari UNCATOC diteniukan dalam Artikel 3 ayat (1 ) meliputi kejahaum spssilik. yaitu: participation in organized criminal gnmp (Art 5). money laundering (An. corruption (An. 8), dan obstructions of justice (Art. 23) scrta "serious crime where the offence is transnational in nature and involves an organiced criminal group" (kejahatan bersifat transnasional dan melibatkan sebuah
3.12
kelompok pelaku kejaharen terorganisasi). Kriteria kejahatan terorganisasikan yang sering digunakan adalah:25 I) 71te gmup is characterked by a more or less hiemrchies structure and a motr or less constant compositiom 2) M the group a system of samlion is in force (thtrats, ill.treannent. executions); 3) The gains tuul profits of the crime are to certain extend invested in "legal activities" (white wohing), 4) MON' than one type of criminal acis are commined by the group, 5) 77te group bribes civil servant andlor staff of private entetprises. (Nilson. 199, 3).
2. Karakteristik Kejahaian Korporasi Sebagai Kejahatan Teroganisir dan Pemidanaannya Secara singkat dapat dikatakan bahwa karakteristik dari kejahatan terorganisasikan adalah:26 a. Adanya kelompok dengan hierarki khusus dan komposisi tetap: b. Adanya sistem sanksi yang berlaku di dalam kelompok dan bersifat kekerasan, c. Keuntungan yang diperoleh . kejahatm seringkali diinvestasikan dalam kegiatan-kegiman yang salt ("whire washing"); d. Kelompok tembut melakukan lebih dari satu kejahatare e. Terjadi penyuapan terhadap pejabat pemeringth dan atau staf perusahaan swasta.
Muladi dalam Nyoman Serikat Putra Jaya menyatakan kejahatan transna.sional terorganiswi tersebut sangat meresahkan berbagai negara maju seperti Italia. Amerika, lepang, lerman, dan sebagainya karena dimensi keorganisasiannya yang semakin canggih dengan segala dampaknya, Organisasi ini semakin berkembang pe,sat karena unsur.unsumya yang sangat kondusif. Unsur pertama adalah adanya organisasi kejahatan ("criminal group") yang sangat solid baik karena ikatan etnis, kepentingan politis, maupun kepentingan-kepentingan yang lain, dengan kode etik yang mantap. Unsur kedua adalah adanya kelompok pelindung rprotector) yang •ntara
3.13
lain terdiri mas para oknum penegak hukum seperti polisi. jaksa, hakim, petugas-petugas penjara dan profesional seperti ahli komputer, akuntan, notaris dan sebagainya. Unsur ketiga tentu saja adalah kelompok-kelompok masyarakat yang menikmati hasil kejahatan seperti pecandu obat bi. dan sebagainya.27 Muladi dalam Nyoman Serikat Putra laya menyatakan bahwa berdasarkan fenomena di ams. negara-ncgara semakin prihatin karena pengaruh kejahatan di ams sangat buruk dan akan mengganggu program pembangunan baik nasional, regiomo, maupun intemasional. Hal-hal di atas menyadarkan semua negara di dunia bahwa tidak mungkin menggunakan strategi penanggulangan yang tradisional dan domestic untuk mengat.i kcjahatan-kejahatan transnasional yang sudah menggunakan strategi global. Oleh karena itu sangat bemlasan UNCATOC tahun 2000 dan UNCAC (United Nations Convention Agaitut Comtption) tahun 2003 menghimbau negara-negara pesena untuk mengambil tindakan-tindakzi pencegahan melalui hukum nasionalnya serta mewajibican setiap negara peserta untuk nmogadopsi sesuai deng. prinsip-prinsip hukum nasionalnya, tindalcan-tindakan legislatif dan tindakan-tindakan lain yang diperlultan guna mencegah kejahatan transnasional terorganiswi yang menjadi kepnhatinan masyarakat internasional. Salah sam langlc. yang dapat diambil adalah dengan mengadakan tindakan legislatif dengan memberikan sanksi hukunt pidana kepada para pelaku termasuk komorasi. Salah satu pemngkat tujuan pernidanaan yang dituju dalam hal ini adalah "effective deterrenr, yakni untuk menciptakan msa takut tcrhadap sanksi pidana tterutama pidana kemerdekaan, demi perlindungan mosyarakat. Mengingat bahwa sebagian besar dari bentuk-bentuk kejahltan korporasi berada dalant ruang lingkup "administrative penal law", sekalipun kadang-kadang pidananya cukup berat, maka ada kecenderungan untuk lebih banyak menggunalcan as. subsidiaritas, yakni hukum pidana ditempatkan pada posisi sebagai "Uhintum Remedium" dan sanksi administratif dan perdata banyak diterapkan. Contohnya masalah perpajakan, lingkungan hidup dan scbagainya. Sebagai "shock therapy". dengan mengingat kepentingan hukum yang besar yang harus dilindungi oleh hukum pidana dalam hukum ekonomi, malca perlu dipertimbangkan untuk mendudukkan hukum pidana sebagai "Primum remedium". "Effective deterre, tersebut akan dapat dicapai. khususnya
3.14
dengan menggunakan pidana kemerdekaan, mengingat sipelaku pada kejahatan korporasi adalah orang-orang terhormat yang sangat gigih akan mempertahankan reputasinya di masyarakal. Namun harus diingat pula bahwa penggunaan hukum pidana sebagai “primurn remedium" tersebut harus dilakukan secara selektif, dengan mempertimbangkan kondisi-kondisi objektif yang berkaitan dengan perbuatannya. subjektif yang berkaitan dengan si pelaku, kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatannya. kesan masyarakat terhadap tindak pidana dan perangkat tujuan pemidanaan yang lain.28
.kel 26 UNCAC tahun 2003, menegaskan bahwa setiap negara peserta konvensi agar mengatur "liability of legal persons" dalam peran serianya pada berbagai kejahatan yang diatur dalam konvensi. Pertanggungjawaban korpornsi atau badan hukum tersebut mencakup pertanggungjawaban baik dalam hukum pidana, hukum perdata, maupun hukum administrasi. Pertanggungjawaban korporasi dilakukan terlepas dad tanggung jawab manusia alamiah yang telah melakukan tindak pidana. Sanksi yang dijamhkan ierhadap korporasi bisa bersifat sanksi kfiminal atau sanksi non-kriminal termasuk sanksi moneter aras dasar prinsip-prinsip efektiviras, proporsionalitas dan "dissuasive".
Muladi dengan mengutip pendapat Clinard and Yeager mengemukakan bahwa dalam kerangka langkah-langkah yuridis, sekalipun pada umumnya pendayagunaan hukum perdata dan hukum administrasi merupakan "primum remedium" dan hukum pidana "ultimum remedium". namun diharapkan dalam hal-hal tertentu penggunaan hukum pidana dapat diutamakan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. The degree of loss to the public;
b. The level of complicity by high corporate managers:
c. The duration of the violation;
d. The frequency of the violation by the corporations;
e. Evidence on intent to violate;
f. Evidence of extortion as in bribery cases;
g. The degree of notoriety engendered by the media;
h. Precedent in law;
i. The history of serious violation by the corporation;
Selama ini praktek perundang-undangan pidana khususnya yang berhubungan dengan korporasi sebagai pelaku, hanya dapat dijatuhkan pidana pokok berupa denda (fine). sedangkan sanksi berupa penutupan usaha korporasi dan sanksi berupa segala pembatasan terhadap kegiatan korporasi merupakan sanksi tindakan tata tertib (treatment/maatregel). Menurut Muladi pada dasarnya sanksi "penutupan seluruh korporasi" merupakan "corporate death penalty" dan pembatasan pada aktivitas korporasi, sebenarnya mempunyai hakikat yang sama dengan pidana penjara atau kurungan, sehingga ada istilah "corporate imprisonment"
Sanksi pidana pokok berupa pidana denda hanya mempunyai efek preventif yang terbatas dan lebih bersifat reaktif daripada proaktif. Namun demikian sanksi moneter nampaknya tetap mendominasi sanksi terhadap korporasi. Sekalipun demikian pelbagai variasi mulai diperkenalkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan dari pidana denda sampai dengan sanksi berupa perampasan kekayaan (confiscation of property). Demikian pula bentuk-bentuk lain seperti pembayaran kompensasi, restitusi, perampasan keuntungan dan lain-lain.
Apabila tindak pidana korupsi terscbut mcrupakan tindak pidana yang sesunggubnya masih daam ruang lingkup dan kewenangan dari korpontsi, maka petbuatan tersebut dianggap sebagai perbuatan korporasi, schingga ia dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatan pidana yang dilakukan.
Korporasi sebagai perkumpulan modal, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum, telah menjadi subjek hukum pidana sama dengan subjek hukum perorangan. Akan tetapi, usaha untuk mejadikan korporasi sebagai subjek hukum pidana melalui beberapa tahapan sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan korporasi dalam suatu negara. Perkembangan korporusi sebagai subjek hukum pidana.
Menurut Mardjono Reksodiputro secara garis besar, tahapan perkembangan korporasi sebagi subjek hukum dapat dibagi dalam tiga tahapan, yaitu:
a. Tahapan pertama
Tahapan ini ditandai dengan usaha-usaha agar sifat delik yang dilakukan korporasi dibatasi pada perorangan (nutuurlijk persoon). Schingga apabila suatu tindak pidana terjadi dalam lingkungan korporasi, maka tindak pidana itu dianggap dilakukan oleh pengurus korporasi tersebut.
Dalam tahap ini, membebankan "tugas pengurus" (zorgplicht), kepada pengurus. Dengan demikian, tahap ini merupakan dasar bagi Pasal 51 W.v.S Belanda atau Pasal 59 KUHP yang isinya: Dalam hal-hal dimana pelanggaran ditentukan pidana terhadap pengurus, anggota badan pengurus. atau komisaris, maka pengurus, badan pengurus, atau komisaris yang ternyata tidak ikut campur melakukan pelanggaran tindak pidana.
b. Tahap kedua
Dalam tahap ini ditandai dengan pengakuan yang timbul sesudah Perang Dunia 1 dalam perundang-undangan bahwa suatu tindak pidana, dapat dilakukan oleh perserikatan atau badan usaha (korporasi).
Tanggung jawab untuk itu juga menjadi beban dari pengurus badan hukum tersebut. Perumusan khusus ini adalah apakah jika suatu tindak pidana dilakukan oleh atau karcna suatu badan hukum, tuntutan pidana, dan hukuman pidana harus dijatuhkan terhadap pengurus. Secara perlahan-lahan tanggung jawab pidana beralih dari anggota pengurus kepada mereka yang memerintahkan, atau dengan larangan melakukan apabila melalaikan memimpin secara sungguh-sungguh.. dalam tahap ini, korporasi dapat menjadi pembuat delik, akan tetapi yang dipertanggungjawabkan adalah para anggota pengurus, asal saja dengan tegas dinyamkan demikian dalam peraturan itu.
c. Tahap Ketiga
Tahap ketiga ini merupakan permulaan adanya tanggung jawab yang langsung dari korporasi yang dimulai pada waktu dan setelah Perang Dunia II. Dalam tahap ini dibuka kernungkinan untuk menuntut korporasi dan meminta pertanggungjawabannya menurut hukum pidana. Alasan lain adalah karena misalnya dalam ekonomi dan fisika keuntungan yang diperoleh korporasi atau kerugian yang diderita masyarakat dapat demikian besamya, sehingga tidak akan mungkin seimbang bilamana pidana dijatuhkan kepada pengurus korporasi saja.
Juga diajukan alasan bahwa dengan hanya mcmidana para pcngurus tidak mau belum ada jaminan bahwa korporasi jaminan bahwa korporasi tidak akan mengulangi delik tersebut. Dengan memidana korporasi dengan jenis dan beratnya sesuai dengan sifat korporasi itu, diharapkan dapai dipakai korporasi untuk menaati peratumn perundang-undangan.
Muladi dalam Nyoman Serikat Putra Jaya menyatakan bahwa proses globalisasi dan peningkatan interdependensi antar negara di semua aspek kehidupan terutama di bidang ekonomi semakin meningkatkan peran korporasi. baik nasional maupun multi nasional sebagai pendorong dan penggerak globalisasi. Untuk itu kerjasama internasional guna mcngatur peran korporasi antar negara semakin dibutuhkan di berbagai bidang hukum
bahkan di bidang kode etik. Globalisasi yang ditandai oleh pergemkan yang cepat dart manusia, informast, perdagangan dan modal, di mmping menimbulkan manfaat bagi kehidupan manusia juga harus diwaspadai efek sampingannya yang bersifat negatif yaitu globalisasi kejahatan dan mcningkatnya kuantitas seria kualitas kcjaMtan di berbagai negara dan antar Negara antam lain dalam bentuk kejahatan ekonomi. Yang perlu mendapatkan perhatian mrius adalah beniuk-bentuk white collar crime tennasuk di dalamnya kcjahatan korporasi (corporate crime), mengingat tinglcat viktimisasinya yang bersifat multidimensional (Muladi, 2004: 1).14 Di berbagai negara yang tetjadi adalah bahwa korporasi yang bentuk dan ukurannya bervariasi ntendominasi kegiatan ckonomi. baik di bidang industri, komersial dan sektor sosial. Di berbagai negara maju terdapat kecenderungan untuk mewaspadai the white collar or husiness crime area, yang melibatkan korporasi sepeni di bidang pelayanan keschatan anti trust, kontmk-kontrak periahanan, kejahatan lingkungan hidup dan di bidang lembaga keuangan dan surat-surat berharga (securities).15
Tidtdc dapat diinglcari lagi bahwa korporasi identitt. hukum tersendiri, yang terpisah dari pemegang saham, direkiur dan para pejabat korporasi lainnya. Korporasi dapat menguasai kekayaan, mengadakan kontrak. dapat menggugat dan dapat pula digugat. atau pemegang saham dapat menikmati tanggung jawab terbatas (limited mereka tidalc secara personal bertanggungjawab atas ulang atau kewajiban korporasi. Dengan pendekatan teori organik (organic theory) maka tanggung javrab yang sebenamya dari korpomsi terletak pada struktur organisasionalnya, kebijakannya dan kultur yang diterapkan dalam korporasi.16 Perkembangan teori dan konsep Sala penerapan pertanggungjawaban pidana dari korporasi (corporate criminal I4ibilip)semakin urgen untuk dikaji dan dikembangkan baik berdasarkan teori-teori dari negara-negara yang menganut sistem common law maupun civil law.
3.8
Penjelasan umum Buku I angka 4 RUU KUHP yang dikeluarkan oleh DEPKUMAM Republik Indonesia menerangkan: mengingat kemaju•n yang terjadi dalam bidang keuangan, ekononn dan perdagangan, lebih.lebih di era globalisasi sena perkembangan tindak pidana terorganisasi baik yang bersifat domestik maupun trans nasional, maka subjek hukum pidana tidg dapat dibatasi hanya pada manusia alamiah (natural person)imapi meneakup pula korporasi, yaitukumpulan terorganisasi dari orang daniatau kekayaan, baik merupakan badan hukum (iegal person)maupun bukan badan hukum. Dalam hal ini korporasi dapat dijadikan sarana untuk melakukan tindak pidana (cmporate criminal) dan dapat pula memperoleb keuntungan dari suatu tindak pidana (crimer for corporation). Dengan dianutnya paham bahwa korporasi adalab subjek tindak pidana, berarti korporasi baik scbagai badan hukum maupun non badan hukum dianggap mampu melakukan tindak pidana dan dapat dimanggungjawabkan dalam hukum pidana (cmpomte criminal msponsibitiry). Disamping itu, masih dimungkinkan pula penanggungjawaban pidana dipikul bersama oleh kotporasi dan pengurusnya yang mempunyai kedudukan fungsional dalam korporasi atau hanya pengurusnya saja yang dapai dipertanggungjawablcan dalam hukum pidana. Dengan diaturnya penanggungjawaban korporasi dalam Buku I ICUHP, maka penanggffigjawaban pidana bagi korporasi yang semula hanya berlaku untuk tindak-tindak pidana tertentu di luar KUHP, berlaku juga secarn umum untuk tindak-tindak pidana lain baik di dalam maupun di luar KUHP. Sanksi terhadap korporasi dapai berupa pidana fstraf), namun dapat pula berupa iindakan tata tenib (maarregeb. Dalam hal ini kesalahan . korporasi diidentifikasikan dari kesalahan pengurus yang mempunyai kedudukan fungsional tmempunyai kewenangan untuk tnewakili korpontsi mengambil kepuiusan atas nama korporasi dan kewenangan menerapkan pengawasan terhadap korporasi, yang melakukan tindak pidana dengan menguntungkan korporasi, baik sebagai pelaku, sebagai orang yang menyuruh lakukan, sebagai orang yang turut sena melakukan, sebagai penganjur maupun sebagai pembantu tindak pidana yang dilakukan bawahannya d•lam lingkup usaha atau pekerjaan korporasi tersebut.I 8 Kejahatan.kejahatan yang dilakukan dapat berupa penggelapan dan penghindaran pajak, penipuan kanu kredit, penyuapan, kejahatan perbankan, pembayaran fiktif. penipuan dan kejahatan terhadap konsumen, korupsi. data
3.9
palsu untuk memperoleh kredit bank. pcnipuan asuransi, potusi, manipulasi tanah, kcjahatan komputer, kcjahatan yang berkanan dengan keamanan karyawan serta umum dan lain-lain. Kejahatan yang bersifat kolektif ini dapat berupa kejahatan yang terorganisasi ("organized crime") maupun kcjahatan korporasi ("corporate crime"). "White Collar Crime" ruang lingkupnya sangat luas sesuai dengan perkembangan sosial sehingga bisa terjadi "cotporate and business white collar crime, professional white collar crime, and white collar crime".19 Ada perbedaan antara kcjahatan okupasional ("occupational crimes") yang diartikan sebagai kejahman yang dilakukan oleh individu untuk kepemingannya sendiri dalam kanannya dengan jabatannya dan kejahatan lain oleh karyawan yang merugikan majikannya (korporasi) yang disebut juga "crimes against cotporation".Kejahalankorporasi)corporate aimes") adalah perilaku koqmrasi yang tidak sah dalam bentuk pclanggaran hukum kolektif dengan tujuan untuk mencapai tujuan korporasi.20 Menurut Muladi dalam Nyoman Scrikat Putra laya. kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang terhormat ini biasanya dilakukan tanpa kekerasan ("non-violent") tempi selalu disertai dengan kecurangan (Vecea"), penyesatan ("misreprentation").penyembunyiankenyataan ("concealment of facts"), akal-akalan ("subtafuge"), manipulasi ("manipulation"),. Atau pengelakan terhadap peraturan rifiegal circumvention). Selanjutnya beliau mengatalcan bahwa kejahatan ini biasanya dilakukan oleh orang-orang yang pandai (imellectual criminal"), sehingga pengungkapannya sangat sulit Karakteristik kcjahatan 1Thite Collar Crime" ini scperti di bawah I Kcjahatan "White Collar Crime" (WCC) ini sangat sulit dilihat ricav karena biasanya tertutup oleh kegiatan pekerjaan normal yang rutin melibatkan keahlian profesional dan sistem organisasi yang kompleks. 2) Kejahatan WCC sangat kompleks ("complerity"), karena selalu berkaitan dengan kebohongan, penipuan dan pencurian serm seringkali berkaitan dengan sesuatu yang teknologis, tinancial.
3.10
legal, terorganisasikan, melibmkan banyak orang sena berjalan benahun-tahun. 3) Terjadinya penyebaran ianggung jawab (..d)usion of responsibdity") yang semakin luas akibm komplekshas organismi. 4) Penyebaran korban yang (uas ("diffusion of victimization") seperti polusi. penipuan konsumen. dan sebagainya. 5) Hambatan dalam pendeteksian dan penuntutan ("detection and pmsecution") sebagai akibat profesionalisme yang tidak seimbang antara aparat penegak hukum dan pelaku tindak pidana. 6) Peraturan yang tidak jelas (ambiguous Laws.) yang sering menimbulkan keraguan dalam penegalcan hukum. Dalam bidang hukum ekonomi hal semacam ini sangat dirasakan misalnya akibat deregulasi. 7) Ambiguitas (sikap mendua) terhadap status pelaku tindak pidana. Dalam tindak pidana ekonomi secara jujur kita mengakui bahwa pelaku tindak pidana bukanlah orang yang secara moral salah t"mala , se", tetapi karena melanggar peraturan yang dibuat pemeriniah untuk melindungi kepentingan umum.
Akhimya frekuensi untuk menemukan dan pemidanaan terhadap kejahatan ekonomi adalah rendah. Sehubungan dengan perkembangan kejahatan yang mendunia dalam ani kejahatan tidak saja dilakukan di satu Negara tetapi bisa terjadi dilakukan di beberapa Negara atau limas Negara dan sering juga dilakukan secara terorganisasi, Perserikatan Bangsa-bangsa mengadakan periemuan dalam rangka mengambil langkah-langkah guna memerangi kejahatan lintas Negara tersebut.22 Artikel I United Comention Against Transnational Organized Crime (UNCATOC) Tahun 2000. menentukaw. "the plaposes of this Comrntion is to promote cooperation to prevent and comhat transnational organized crime more effectively, Dilihg . tujuan tersebut, terbukti adanya keprihatinan masyarakai intemasional mengenal kejahatan yang berkembang dewasa ini yang tidak sajamerupakan masalah satu Negara. tetapi juga sudcdt merupakan masalah global. Hal ini juga menunjuklcan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak hanya memberikan kenyamanan tetapi juga memberikan ketidaknyamanan bagi bangsa-bangsa di dunia. Oleh karena itu masyarakat
3.11
imemasional melalui UNCATOC bermaksud meningkatkan ketja sama guna mencegah dan melawan kejahatan transnasional terorganisasi.23
Kcjahatan dapat dipandang sebagai kejahatan transnasional ditentukan dalam Artikel 3 ayat (2) UNCATOC, yaitu: I) commated in more than one State, 2) h is committed one State bta substantial part of hs preparatioa pianning, direction or comml takes place in another State, h is committed one State but involves an organized criminal group that engaged criminal activities in more than one State, or 4) h is committed in one State but has substamial effects . another State.
Dengan demikian, suatu kejahatan dapat dikatakan sebagai kejahatan transnasional, jika kejahaian tersebut I) Dilakukan dalam lebih dari unu neganu Hanya dilakukan dalam satu negara taapi memposiapkan. mcrencanakan. mcngatur. mengendalikan di ncgara lain;
3) Dilakukan dalam .0 negara tetapi dilakukan oleh sebuah kelompok pelaku kejahatan terorganisasi yang aktif dalam lebih dari satu negara; atau 4) Dilakukan dalant saw negara tetapi efek substansialnya dirasakan di negant.negara lain.24
lenis-jenis kejahatan yang menjadi ruang lingkup dari UNCATOC diteniukan dalam Artikel 3 ayat (1 ) meliputi kejahaum spssilik. yaitu: participation in organized criminal gnmp (Art 5). money laundering (An. corruption (An. 8), dan obstructions of justice (Art. 23) scrta "serious crime where the offence is transnational in nature and involves an organiced criminal group" (kejahatan bersifat transnasional dan melibatkan sebuah
3.12
kelompok pelaku kejaharen terorganisasi). Kriteria kejahatan terorganisasikan yang sering digunakan adalah:25 I) 71te gmup is characterked by a more or less hiemrchies structure and a motr or less constant compositiom 2) M the group a system of samlion is in force (thtrats, ill.treannent. executions); 3) The gains tuul profits of the crime are to certain extend invested in "legal activities" (white wohing), 4) MON' than one type of criminal acis are commined by the group, 5) 77te group bribes civil servant andlor staff of private entetprises. (Nilson. 199, 3).
2. Karakteristik Kejahaian Korporasi Sebagai Kejahatan Teroganisir dan Pemidanaannya Secara singkat dapat dikatakan bahwa karakteristik dari kejahatan terorganisasikan adalah:26 a. Adanya kelompok dengan hierarki khusus dan komposisi tetap: b. Adanya sistem sanksi yang berlaku di dalam kelompok dan bersifat kekerasan, c. Keuntungan yang diperoleh . kejahatm seringkali diinvestasikan dalam kegiatan-kegiman yang salt ("whire washing"); d. Kelompok tembut melakukan lebih dari satu kejahatare e. Terjadi penyuapan terhadap pejabat pemeringth dan atau staf perusahaan swasta.
Muladi dalam Nyoman Serikat Putra Jaya menyatakan kejahatan transna.sional terorganiswi tersebut sangat meresahkan berbagai negara maju seperti Italia. Amerika, lepang, lerman, dan sebagainya karena dimensi keorganisasiannya yang semakin canggih dengan segala dampaknya, Organisasi ini semakin berkembang pe,sat karena unsur.unsumya yang sangat kondusif. Unsur pertama adalah adanya organisasi kejahatan ("criminal group") yang sangat solid baik karena ikatan etnis, kepentingan politis, maupun kepentingan-kepentingan yang lain, dengan kode etik yang mantap. Unsur kedua adalah adanya kelompok pelindung rprotector) yang •ntara
3.13
lain terdiri mas para oknum penegak hukum seperti polisi. jaksa, hakim, petugas-petugas penjara dan profesional seperti ahli komputer, akuntan, notaris dan sebagainya. Unsur ketiga tentu saja adalah kelompok-kelompok masyarakat yang menikmati hasil kejahatan seperti pecandu obat bi. dan sebagainya.27 Muladi dalam Nyoman Serikat Putra laya menyatakan bahwa berdasarkan fenomena di ams. negara-ncgara semakin prihatin karena pengaruh kejahatan di ams sangat buruk dan akan mengganggu program pembangunan baik nasional, regiomo, maupun intemasional. Hal-hal di atas menyadarkan semua negara di dunia bahwa tidak mungkin menggunakan strategi penanggulangan yang tradisional dan domestic untuk mengat.i kcjahatan-kejahatan transnasional yang sudah menggunakan strategi global. Oleh karena itu sangat bemlasan UNCATOC tahun 2000 dan UNCAC (United Nations Convention Agaitut Comtption) tahun 2003 menghimbau negara-negara pesena untuk mengambil tindakan-tindakzi pencegahan melalui hukum nasionalnya serta mewajibican setiap negara peserta untuk nmogadopsi sesuai deng. prinsip-prinsip hukum nasionalnya, tindalcan-tindakan legislatif dan tindakan-tindakan lain yang diperlultan guna mencegah kejahatan transnasional terorganiswi yang menjadi kepnhatinan masyarakat internasional. Salah sam langlc. yang dapat diambil adalah dengan mengadakan tindakan legislatif dengan memberikan sanksi hukunt pidana kepada para pelaku termasuk komorasi. Salah satu pemngkat tujuan pernidanaan yang dituju dalam hal ini adalah "effective deterrenr, yakni untuk menciptakan msa takut tcrhadap sanksi pidana tterutama pidana kemerdekaan, demi perlindungan mosyarakat. Mengingat bahwa sebagian besar dari bentuk-bentuk kejahltan korporasi berada dalant ruang lingkup "administrative penal law", sekalipun kadang-kadang pidananya cukup berat, maka ada kecenderungan untuk lebih banyak menggunalcan as. subsidiaritas, yakni hukum pidana ditempatkan pada posisi sebagai "Uhintum Remedium" dan sanksi administratif dan perdata banyak diterapkan. Contohnya masalah perpajakan, lingkungan hidup dan scbagainya. Sebagai "shock therapy". dengan mengingat kepentingan hukum yang besar yang harus dilindungi oleh hukum pidana dalam hukum ekonomi, malca perlu dipertimbangkan untuk mendudukkan hukum pidana sebagai "Primum remedium". "Effective deterre, tersebut akan dapat dicapai. khususnya
3.14
dengan menggunakan pidana kemerdekaan, mengingat sipelaku pada kejahatan korporasi adalah orang-orang terhormat yang sangat gigih akan mempertahankan reputasinya di masyarakal. Namun harus diingat pula bahwa penggunaan hukum pidana sebagai “primurn remedium" tersebut harus dilakukan secara selektif, dengan mempertimbangkan kondisi-kondisi objektif yang berkaitan dengan perbuatannya. subjektif yang berkaitan dengan si pelaku, kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatannya. kesan masyarakat terhadap tindak pidana dan perangkat tujuan pemidanaan yang lain.28
.kel 26 UNCAC tahun 2003, menegaskan bahwa setiap negara peserta konvensi agar mengatur "liability of legal persons" dalam peran serianya pada berbagai kejahatan yang diatur dalam konvensi. Pertanggungjawaban korpornsi atau badan hukum tersebut mencakup pertanggungjawaban baik dalam hukum pidana, hukum perdata, maupun hukum administrasi. Pertanggungjawaban korporasi dilakukan terlepas dad tanggung jawab manusia alamiah yang telah melakukan tindak pidana. Sanksi yang dijamhkan ierhadap korporasi bisa bersifat sanksi kfiminal atau sanksi non-kriminal termasuk sanksi moneter aras dasar prinsip-prinsip efektiviras, proporsionalitas dan "dissuasive".
Muladi dengan mengutip pendapat Clinard and Yeager mengemukakan bahwa dalam kerangka langkah-langkah yuridis, sekalipun pada umumnya pendayagunaan hukum perdata dan hukum administrasi merupakan "primum remedium" dan hukum pidana "ultimum remedium". namun diharapkan dalam hal-hal tertentu penggunaan hukum pidana dapat diutamakan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. The degree of loss to the public;
b. The level of complicity by high corporate managers:
c. The duration of the violation;
d. The frequency of the violation by the corporations;
e. Evidence on intent to violate;
f. Evidence of extortion as in bribery cases;
g. The degree of notoriety engendered by the media;
h. Precedent in law;
i. The history of serious violation by the corporation;
Selama ini praktek perundang-undangan pidana khususnya yang berhubungan dengan korporasi sebagai pelaku, hanya dapat dijatuhkan pidana pokok berupa denda (fine). sedangkan sanksi berupa penutupan usaha korporasi dan sanksi berupa segala pembatasan terhadap kegiatan korporasi merupakan sanksi tindakan tata tertib (treatment/maatregel). Menurut Muladi pada dasarnya sanksi "penutupan seluruh korporasi" merupakan "corporate death penalty" dan pembatasan pada aktivitas korporasi, sebenarnya mempunyai hakikat yang sama dengan pidana penjara atau kurungan, sehingga ada istilah "corporate imprisonment"
Sanksi pidana pokok berupa pidana denda hanya mempunyai efek preventif yang terbatas dan lebih bersifat reaktif daripada proaktif. Namun demikian sanksi moneter nampaknya tetap mendominasi sanksi terhadap korporasi. Sekalipun demikian pelbagai variasi mulai diperkenalkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan dari pidana denda sampai dengan sanksi berupa perampasan kekayaan (confiscation of property). Demikian pula bentuk-bentuk lain seperti pembayaran kompensasi, restitusi, perampasan keuntungan dan lain-lain.
KB 2 : PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI
KEGIATAN BELAJAR 2
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi
A. PERKEMBANGAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI
Mardjono Reksodiptaro mengatakan bahwa dalam perkembangan hukum pidana di Indonesia, ada tiga sistem penanggungjawaban korporasi sebagai subjek tindak pidana, yaitu :32 I. Pengurus Korporasi sebagai pembuat, maka penguruslah yang bertanggungjawat, 2. Korporasi sebagai pembuat, maka pegurus yang benanggungjawab: 3. Korporasi sebagai pembuat dan yang bertanggungjawab.
Sistem pertanggung jawaban yang pertama ditandai dengan agar sifat tindak pidana yang dilakukan korpornsi dibatasi pada peromngan (naturlijk persoon). Sehingga apabila suatu tindak pidana terjadi dalam lingkungan komorasi, maka tindak pidua itu dianggap dilakukan pegurus korporasi itu. Pada sistem ini pula, penyusun Kitab Undang-Undang Hukum Pidana masih menerima asas "universitas delinguere non potest" (Badan hukum tidak dapat melakukan tindak pidann). Asas ini sebetulnya berlaku pada abad lalu pada selurull negara Empa Kontinental. Hal ini sejalan dengan pendapat-pendapat hukum pidana individual dari aliran klasik yang berlaku pada waktu itu dan kernudian juga aliran modem dalam hukum pidana. Dalam memori penjelasan Kitab Undang-undnag Hukum Pidana yang diberlakukan pada tanggal I September 1886, dapal dibaca "suatu perbuman pidana haanya dapat dilakukan oleh perorangan (naturlijk persoon). Pemikiran fiksi ((ietie) tentang sifai badan hukum (recht persoon) lidak berlaku pada bidang hukum pidana.33 Pengurus-pengurus yang lidak
3.21
memenuhi kewajiban yang sebenarnya merupakan kewajiban korporasi dapai dinyaman bertanggungjawab.34 Sistem pertanggung jawahan kedua ditandai dengan pengaltuan yang timbul dalatn perumusan undmg-undang bahwa suatu tindak pidana dapat dilakukan olth perikatan atau badan usaha (komorasi), akan tetapi tanggung jawab untuk itu menjadi beban dari pengurus badna hukum (korpormi). Secara perlahan-lahan tanggung jawab pidana berabh dari anggoia pengurus kepada yang memerintahkan, atau derman larangan melakukan apabila melalaikaan tnemimpin korporasi dapat menjadi pembuat tindak pidana, akan tetapi yang benanggung jawab adalth para anggota pengurus, asal saja dinyatakan dengan tegas dalam peraturan iiu.35 Sistem pertanggung jawaban yang ketiga merupaan permulaan adanya tanggung jawab laangsung dari korporasi, Dalam sistem ini dibuka kemungkinan menuntut korporasi dan meminta pertanggungjawabannya menurut hukum pidana, Hal-hal yang dapat dipakai sebagai dasar pembenar dan alasan bahwa korpomsi sebagai pembuat dan sekaligus yang brianggung jawab adalah, dalam berbagai debk-delik ekonomi dan fiskal keumungan yang diperoleh korporasi atau kerugian yang diderita masyarthat thibat demikian besamya, sehingga tidak akan mungkin seimbang bilamana pidana hanya dijatuhkan kepada pengurus korporasi mja. Juga diajukan alasan bahwa dengan hanyaa metnidana para pengurus tidak atau belum ada jaminan bahwa korporasi tidak akan mengulangi delik terseba Dengan memidana korporasi dengan jenis dan beramya yang sesuai dengan sifat korporasi itu, diharapkan dapat dipaksa korporasi untuk mentaati peraturan yang bersangkutan.36 Menurut Muladi dalam sistem pertanggung jawaban yang ketiga ini telah terjadi pergeseran pandangan, bahwa korporasi dapat dipertanggungjawabkan sebagai pembuat, disamping manusia alamiah (naturlijk persoon). Jadi penolakan pemidanaan korporasi berdasarkan doknin universitas delingurrr nan potest sudah mengalami perubahan tlengan menerima konsep pelaku fungsional (functioned daadersclutp).
3.22
Dalatn undang-undang korupsi korporasi juga dapat dimintai penanggungjawaban pidana atas tindak pidana korupsi yang dildukan. Pasal 20 ayat (I ) dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi mcnyatakan bahwa "dalam hal tindak pidana kompsi dilakukan olch atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan pcnjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya". Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, maka korporasi terscbut diwakili olch pengunts (Pasal 20 ayat (3). Pasal 20 ayat (4) mengatur tentang piltak yang mcwakili korporasi dalam sidang pengadilan. Dikatakan bahwa "pengurus yang mewakili korporasi scbagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat diwakili olch orang lain. Hakim dapat metnerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapai pula memerintahkan supaya pcngurus tcrscbut dibawa ke sidang pengadilan ',Pasal 20 ayat 5). Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan terscbut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor (Pasal 20 ayat 6).38 lika korporasi mclakukan andak pidana korupsi, maka pertanggungjawaban pidana dibebankan hanya kepada pengurus atau kepada pengurus dan korporasi. Ketentuan yang demikian inilai kiranya yang menjadi salah satu penycbab mcngapa eksincnsi korporasi dalam tindak pidana korupsi belum pemah dijatuhi pidana. Sebaab apabila tindak pidana korupsi dilakukan olelt korporasi, umumnya yang dipertanggungjawabkan secara pidana adalah pcngurus korporasi bukan korporasi scndiri.39 Selain mengatur pertanggungjawaban pidana bagi korporasi, undang-undang tindak pidana korupsi juga mengatur bentuk-bentuk sanksi pidana yang dapat dijatulikan kepada korporasi. Pasal 20 ayat (7) menyatakan, bahwa pidana pokok yang dapat dijawhkan tcrhadap korporasi hanya pidana denda, dengan ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3 (satu peniga). Korporasi juga dapat dijatulti pidana tambahan berupa penutupan sclurult atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun (Pasal 18 ayat (1) huruf c).
3.23
Berkaitan dengan ketentuan tentang perlanggungjawaban dan sanksi pidana bagi korporasi diatas, Edi Yunara mengamkan bahwa ketentuan Pasal 20 ayat (4) berientangan dengan prinsipprinsip hukum pidana dan acara pidana yang berlaku karena mengharuskan topidana menghadap sendiri di depan persidangan pengadilan pidana. Selain itu, ayat (4) dengan ayat (5) saling kontradiktif karena ayat (5) terkesan hakim memiliki upaya paksa, sedangkan ayat (4) h.m dapat bertoleransi terhadap terdakwa korporasi.41 Selanjutnya, ketentuan pasal 20 ayat (7) terkesan sangat bertemangan dengan ketentuan Pasal 18 yang memungkinkan terhadap korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa penutupan dan atau pencabutan seluruh atau sebagian perusahaan atau hak-hak terteniu. Sedangkan Pasal 20 ayal (7) menegaskan hanya pidana denda tnaksimum pidana ditambah 1/3 (satu pertiga).42 Pendapat Edi Yunara tersebut akan dirasa kurang tepat jika dilihat dari ide double track system suatu sistem dua jalur yang memposisikan sanksi pidana dan sanksi tindakan secara seimbang, sejajar dan mandiri. karena keduanya memiliki ide dasar, landasan Illosofis yang melamsbelakanginya, dan tujuan yang berbeda anum satu dengan yang lain.43 Sanksi pidana merupakan suatu peengenaan sumu derita kepada seorang yang dinyatakan bersalah melakukan suatu kejahatan (perbuatan piclana) melalui suatu rangkaian proses peradilan oleh kekuasaan (hukum) yaang secara khusus diberikan untuk hal itu, yang dengan pengenaan sanksi pidana tersebut diharapkan orang tidak melakukan tindak pidana lagi.44 Sedangkan sanksi tindakan adalah suatu sanksi yang bersifat antisipatif bukan reakiif terhadap pelaku tindak pidana yang berbasis pada filsafat deierminisme dalam ragam bentuk sanksi yang dinamis (opert system) dan spesifikasi nonitenderitaan atau perampasan kemerdekaan. dengan tujuan untuk memulihkan keadaan tertentu bagi pelaku maupun korban baik perseorangan, badan hukum publik maupun perdata.
3.24
Bentuk sanksi pidana salah satunya adalalt pidana denda, sedangkan salah satu bentu sanksi tindakan adalah penutupan seluruh atau ubagian perusahaan, sehingga dengan demikian ketentuan pasal 20 ayat (7) berbicara dalam komeks sanksi pidana bukan unksi tindakan. Sanksi pidana yang dapat dijatuhkan kepada korporasi yang melakukan iindak pidana korporasi hanyalah pidana denda, sedangkan pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan tidak diterapkan kepada korporasi disebabkan oleh karakter dan sifat korporasi yang berbeda dengan subjek hukum manusia. Adapun bentuk sanksi tindakan berupa penumpan seluruh atau sebagian perusahaan jika dianalogikan dengan sanksi pidana sama halnya dengan pidana mati. Sebab Keiika korporasi ditutup. maka eksistensinya tidak ada alias mati. Pertumbuhan korporasi sebagai salah satu jaringan perusahaan multinasional tidak dapat dihindarkan, antara lain di sektor perbankan, perusalman ekspor-impor, asuransi, pelayaran dan lain-lain. Reflelui kemajuan teknologi di berbagai bidang khususnya teknologi komunikasi, informatika akan membawa suasana kondusif bagi perkembangan korporasi. Porsi perhatian terhadap hukum ekonomi semakin besar. karena penyimpangan dalam hukum ekonomi yang berindikasi tindak pidana dilihat sebagai suatu yang istimewa. Tindak pidana ekonomi dapat mengganggu program pemerintah dalam bidang ekonomi, dan dapat mengganggu sismm ekonomi nasional yang berlandaskan Pasal 33 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.47 D. Schaffmeirter dalam Nyoman Serikat Putra Jaya menyatakan bahwa A.L.J. van Strien mengemukakan tiga teori dasar dalam menentukan badan hukum (korporasi) sebagai subjek hukum pidana, ialah: I. Ajaran yang bertendensi "psikologis" dari J. Remmelink, yang berpendapat bahwa hukum pidana rnemandang manusia sebagai makhluk rasional dan bersusila (redefijk :edelijk wezen). 2. Pendekatan yang bertendensi "sosiologis" dari J.Ter Heidi, dimana yang menjadi pokok perhatian bukanlah manusia teiapi tindakan (berkaitan dengan ini Ter Heidi menyebutnya sebagai hukum pidana yang dilepaskan dari manusia — ontmenseljik strafrecht). 3.25
3. Wawasan dari A.C.'t Hart. dimana pengertian "subjek hukum" dipandang sebagai pengertian yuridis yang Contrafokisch (D. Schaffmeister, 1994: 230).48
Contrajaktisch hukum berani bahwa konscp-konsep yuridis lidak bolch dimengeni semata-maia sebagai kenyalaan empiris maupun sebagai gagasan ideal yang secara apriori menetapkan suatu norma yang berada di atas kenyataan histories sosiologis. Karena konsep yuridis ini menempati posisi perantara, maka ia tidak dapat dipandang sebagai bagian kedua pengertian tersebut, namun condong sebagai lawan dari keduanya. Bukan saja dalam posisi terisolasi. namun terlebih dalam saling keterkaitannya menurut struktur pengenian dan logikanya sendiri-konsep yuridis. dengan demildan. terhadap berbagai cara interpretasi lain. Dengan cara , konsep yuridis memberikan pada i ntu ndividu ruang gerak uk membela diri atau menentang tidak saja individu lain yang bcrada dalam wawasan hidupikenyataan itu sendiri .49 Dari sudut pandang Remmelink, bahwa hukum pidana melulu merupakan soal kesalahan dan hukuman (schuld en boete) dimana pidana yang dijatuhkan didasarkan pada tindak metnpersalahkan secara etis yang hants dibebankan pada si tersangka. Lebih jauh lagi, dalani penjamhan pidana, peranun kehendak manusi juga memainkan peranan penting (dalam hal ini, manusia menempatkan kehendaknya secara sukarela terhadap kehendak negara). Berkaiian dengan tuniutan terakhir ini, yaitu bahwa pemidanaan harus didasarkan pada unsur kehendak manusia, menimbulkan masalah bila yang harus dipidana adalah badan hukum (D. Schaffmeister, 1994: 232).50 Berkaban dengan pemidanaan badan hukum ini. Remmelink menulis: "Harus saya akui bahwa saya mengalami kesulitan dalatn menghadapi soal penetapan dapat dipidananya badan hukum di dalam hukum pidana komunal. Saya rnemandang hukum pidana, sebagaimanapun ia mampu melayani kepentingan masyarakat. terlalu terjalin erat dengan hulcum dan karena itu suatu makhluk yang tidak memiliki akal dan hati nurani (...), schingga tidak dapat dinyatakan betsalah aiau dikenakan penghukuman, tidak
3.26
mungkin dapat menurnikan peranan utanta di dalamnya" (D. Schaffmeister, 1994: 236).51 Pernyataan dari Remmelink ini harus diperhatikan terbatas pada hukum pidana komunal, yang tnemang memerlukan unsur kesalahan dalam pemidanaan dalam arti memang menuntut adanya aspek kcjiwaan asli yang ada pada Jiri manusia alamiah. Ter Heide memilih pendekatan Itukum pidana yang lebih bemuansa "sosiologis", dan menytuakan ballwa terdapat suatu kecenderungan dimana hukum pidana semakin dilepaskan dari konteks manusia. Jika dahulu karena pengaruh "psikologisme, biologismc, subjektivisme dan lain-lain ismc", manusia menempati sentral perhatian Itukum pidana, maka saat ini menurut Ter Heide apa yang menjadi pokok soal dari hukum pidana adalah tindakan. Pelepasan dari komcks manusia ini menuruinya, berkaitan crat dengan kenyataan bahwa semakin lama orang semakin condong pada pendekatan fungsional terhadap hukum pidana, dimana yang menjadi pusat perhatian adalah makna sosial dan normatif dari suatu lindakan. Yang menjadi pokok persoalan adalah apakah si tersangka telah memainkan peranan sosialnya secara tepat atau tidak. Selanjutnya karena hukum pidana telah ..terlepas dari komeks maka Ter Heide kemudian menyimpulkan pandangan bahwa hanya manusia yang pada prin.sipnya dapat diperlakukan sebagai subjek hukum dapat disimpangi (D. Schaffmeister, 1994: 237).52
Nina H.B. Jorgensen menjelaskan ada 2 teori yang umum ientang Corporate Criminal Liability yaitu: identification and imputation. Menurui tcori Idemification, the basis for liability is that the acts of certain natuml persons are actually the acts of the comoration. These people are seen not as the agents of company but as its very person, and their guilt is the guilt of the company (Nina H.B. Jorgensen, 2000: 75).53
Dengan demikian menurut teori Identillkasi, landasan dad pertanggungjawaban pidana dari korporasi adalah bahwa perbuatan manusia alamiah iertentu mcrupakan perhuaum nyata dari korporasi. Manusia alamiah
3.27
tedentu ini tidak dipandang sebagai pengurus atau wakil dari korporasi tetapi sebagai manusia istimewa, dan kesalahan mereka adalah kesalahan dari korporasi.54 Menurut teori lmputations, the cmporation is liable for the acts and intent of its employees, acting on behalf of the cmporation, which are imputed to the entitv (Nina H.B. Jorgensen, 2000: 75). Komorasi bertanggung jawab atas perbuatan dan kesalahan dari pelayannya yang bertindak atas nama korporasi. Teori imputasi ini sebenamya memakai dasar Vi:ssisisiisbiiiyissiiiiiiisdsssisissfsisspississisiipississ,yis.iigisiisisyisiiskssi bah. atasan (the master) baik dalam bentuk individual maupun korporasi bedanggungjawab terhadap perbuatan dad scomng bawahan (subordinate, the servant) dalam kerangka pekerjaan bawahan tersebut. Doktrin ini bersumber . the law of tort yang berkembang di abad 17 dengan tujuan untuk mengatur kompensasi terhadap pihak ketiga yang dirugikan oleh seorang bawahan dari scorang atasan, sedangkan bawahan iersebut sedang menjalankan pekerjaan yang ditugaskan oleh atasan tersebut (Muladi, 2004: 4).55 Doktrin respondeat superior menentukan bahwa a master is liable . certain cases for the wrongfid acts of his serant, and a principal for those of his agent. Pertanggungjawaban pidana pengganti ini juga didasadmn pada employment principle yang menyaiakan bahwa majikan (employer) adalah penanggungjawab utama dari perbuatan para bur.aryawan, dengan demikian, perbuman karyawan merupakan perbuatan dari pejabatimajikan atau senymrs acts is the master's act Pertunggungjawaban pidana secara vicarious ini juga dapat didasarkan pada the delegation principle, yang menentukan bahwa kesalahan dari buruhikaryawan dapat dihubungkan ke majikan apabila ada pendelegasian kewenangan dan kewajiban yang relevan. Dengan demikian harus ada a relevant delegation of power and duties, menurut undang-undang. Penanggungjawaban secara vicarious ini hanya terjadi dalam delik-delik yang mampu dilakukan secaravicarious sedangkan berdasarkan emplopnent principle hanya ierjadi pada delik-delik yang
3.28
merupakan summary offences yang berhubungan dengan peraturan di bidang perdagangan. 56 Teori Identifikasi (IdentificationTheory) atau the alter Ego Theory hampir sam abad dipergunakan dalam pengadilan Inggris. Atas dasar teori ini, maka semua tindakan atau lindak pidana yang dilakukan oleh orang-orang yang dapat dfidentifikasikan dengan organi.i atau mereka yang disebut who consthute . directing mind and will of the corporation yaitu individu-individu seperti para pejabat atau pegawai yang mempunyai findakan manager, yang dalam tugasnya tidak di bawah perimah atau arahan dari kewenangan atasan yang lain dalam organisasi, dapat dirdentifikasikan sebagai perbuatan atau tindak pidana yang dilakukan korporasi. Dengan demikian. pertanggungjawaban korporasi tidak didasarkan atas konsep tanggung jawab pcmgganti (vicarious liability) (Muladi, 2004: 6)37 Mengingat bahwa seeara tradisional pertanggungjawaban pidana tetap mempersoalkan pembuktian kesalahan (proof of criminal fauh) dalam kaitannya dengan intended something or lorew something dari korporasi, maka Viscount Haldane rnenemukan “Theory of PrimaryCorporate Criminal yang kemudian terkenal sebagai Identrfication Theory atau A.r Ego Theory Ferguson sebagaimana dikutip Muladi, menyatakan:
.7he identification doctrine, as median nde, states that the actions and mental state of the corporations will be fowld in the actions arul state of mind of employees or officers of the corporation who may be considered the directing mind and will of the cor,ration in a given sphere of the corporation's activitie, (Muladi. 2004: 6)58
Lacobucci memberikan beberapa kategori temang parameter apa yang dinamakan kewenangan untuk menentukan the nation of direc6ng mind sebagai berikut:
3.29
Kewenangan pengambilan keputusan dalam akiivitas korporasi yang relevan, termasuk kewenangan untuk mendesain dan mengawasi implementasi kebijakan korporasi; 2. Korporasi untuk melakukan pengambilan keputusan dalam kerangka kebijalcan korporasi. lebih dari sekedar memberilcan efek kebijakan secara operasional, baik di kamor pusat maupun di pelbagai cabang; 3. Penentuannya harus didasarkan ams pendekatan kasus per kasus (case by case analysis); 4. Korporasi tidthc dapat dipenanggungjawabkan selama orang yang melakukan tindak pidana tidak memiliki kewenangan untuk mengembangkan kebijakan korporasi yang harus dilaksanakannya; 5. Korporasi tidak dapat dipertanggungja»bkan, bilamana orang yang memiliki direcring mind tersebut terlibat dalam keeurangan (fraud) korporasi. sedangkan korporasi sama selcali tidak memperolch keuntungan dari perbuatan tersebut (Muladi, 2004, 8).59
Di Negara Belanda yang menganutCiil Low System memiliki nuansa yang berbeda, hakim akan selalu melakukan "lompatan pemikimn" dan mempenimbangkan apakah tindalcan yang dilakukan olch perorangan dapat ia pertanggungjawabkan pada korporasi. Dengan kata lain, hakim mempertimbangkan apakah tindakan tettentu dapat diatribusikan pada korporasi. Sekarang ini hakim sudah scring melakukan "lompatan. tersebut, khususnya bilamana ihwalnya adalahperilaku perorangan yang dilakukan dalam konteks dunia usaha. Dalam hal ini patut diperhatikan fungsional, satu bentuk usaha kriminal yang cocok untuk diterapkan pada korporasi. Dengan demikian dapat diandaikan baltwa perilaku korporasi akan selalu merupakan tindakan fungsional. Dalam hal ini, para pelaku benindak dalam konteks rangkaian kerjasama antar manusia, in casu melalui organisasi tenentu. Karena itu, para pelaku tersebut pada prinsipnya bertanggungjawab atas akibat yang dianggap secara adekuat muncul dari perluasan actieradius merelca
3.30
pembalasan penentuan (syarat) badan hukum sebagai pelaku tindak pidana. Namun demildan bagaimana asas-asas ini akan dikonkritkan akan berbeda dari satu delik dengan delik yang lain. Misalnya dalam delik fungsional cara bagaimana asu kesalaban dikonkritkan akan berbeda dengan konkritisasi asas yang sama dalam delik tidak fungsional. Berkaitan dengan ini, yang dimaksud dengan delik fungsional adalah yang berasal dari lingkup atau suasana sosial ekonomi dimana dicaniumkan syarat-syarat bagaimana aktivitas sosial atau ekonond tertentu harus dilaksanakan dan yang teraralilditujukan pada kelompok-kelompok fungsionaris tertenm (D. Schaffmeister, 1994: 254).61 Di dalam delik "fungsional" secara umum akan lebih cepat diasumsikan bahwa terdakwa telah bertindak secara tercela adalah karena delik fungsional bila dibandingkan dengan lain lebih bersifat administnitif. Sanksi-sanksi yang dijatuhkan dalam rangka pemeriksaan fungsional scringkali bersifat reparator. Tujuannya terutama adalah pengembalian ke keadaan semula atau perbaikan dari keadaan yang onrechtmatige atau melawan hukum. Untuk penjawhan pidana dendkian. secara umum disyaratkan derajat kesalahan yang lebih ringan daripada pengenaan sanksi-sanksi yang lebih personal. (D. Schaffmeister, 1994: 255).62 Dalam kerangka ini. Schaffmeister berpendapat bahwa berbicara tentang kepelakuan (kepembuatan) fungsional, apakah seseorang yangbukan pembuat fisik, berdasarkan fungsi sosialnya. umpamanya majikan, ditinjau dari hukum pidana berianggungjawab. Kepelakuan fungsional juga disebut kepelalcuan sosial. lebih-lebih terdapat di bidang sosial ekonond. Atas dasar Arrest HR 23-2-1954 (Arrest kawat benluri)lfzerdraad arrest), maka terdapat 2 hal yang menentukan yaitu (a) kewenangan untuk mengatur dapat tidaknya perbuatan dilakulcan dan, (b) perbuatan tersebut tergolong dalam perbuatan sedemikian rupa sehingga pelaksanaannya seperti temyata dari perkembangan keadaan (selanjutnya) diterima atau diterima oleh tertuduh. Apabila yang bersangkutan (misalnya yang empunya alau majikan) tidak mengetahui perbuatan yang berada di luar garis maka orang itu tidak bertanggung jawab menurut hukum pidana (Schaffmeister, 1995: 380).
3.31
Peraturan perundang-undangan yang menentukan yang rnelakukan tindak pidana orang daniatau korporasi dan yang dipenanggungjawabkan dalam hukum pidana juga orang dan/korporasi antara lain: • UU. No. 7 Drt. 1995 temang Tindak Pidana Ekonomi. • UU. No. 11 PNPS 1963 temang Tindak Pidana Subversi (sudah dicabut). UU. No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian. UU. No. 6 Tahun 1984 ternang Pos. UU. No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (sudah diganti). UU. No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. UU. No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. UU. No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. UU. No. 23 Tahun 1997 temang Lingkungan Hidup. UU. No. 5 Tahun 1999 tentang Laningan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, UU. No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. UU. No. 31 Tahun 1999 jo UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. UU. No. 15 Tahun 2002 jo UU. No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Formulasi dari yang melakukan orang danktau korporasi dan yang dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana orang dan/aum korporasi dapat dilihat dalam Pasal 4 dan Pasal 5 UU. No. 15 Tahun 2002 jo UU. No. 25 Tahun 2003 yakni : I. Apabila tindak pidana dilakukan oleh pengurus danknau kua.sa pengurus atas nama korporasi. maka penjatuhan pidana dilakukan ierhadap pengurus dan/atau kuasa penguru.s maupun ierhadap korporasi. 2. Perlanggungjawaban pidana bagi pengurus korporasi dibatasi sepanjang pengurus mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur korporasi. 3. Korporasi tidak dapat dipenanggungjawabkan secara pidana terhadap suaiu tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh pengurus yang mengatasnamakan korporasi, apabila perbuatan tersebut dilakukan melalui kegiaran yang tidak termasuk dalam lingkup
3.32
usahanya sebagaimana ditentukan dalam anuaran dasar atau ketentuan lain yang berlaku bagi korporasi yang bersanglcutan. 4. Hakim dapat memerimalikan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di sidang pengadilan. 5. Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh korpormi, maka panggilan untuk menghadap dan penyemhan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat 6nggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.
Pasal 5 UU. No. 15 Tahun 2002 jo UU. No. 25 Tahun 2003 menyebuikan: I. Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi adalah pidana denda dengan ketentuan maksimum pidana denda ditambah 1/3 (satu pertiga). 2. Selain pidana denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1 ) terhadap korporasi juga dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan ijin usaha dan/atau pembubaran korporasi yang diikuti dengan likuidasi.64
Dalam hukum, dikenal berbagai dasar atau prinsip dari tanggung jawab 1.0111, yaitu :65 I. Prinsip tanggung jawab berdasarkan atas adanya unsur, kesalahan (fital( liability, liability based on fauh principle). Prinsip ini membebankan pada korban untuk membuktikan bahwa Flaku itu telah melakukan perbuatan melawan hukum yang telah merugikan dirinya. 2. Prinsip tanggung jawab berdasarkan adanya praduga (rebuttable presumption of liabilityprinciple). Prinsip ini menegaskan bahwa tanggung jawab si pelaku bisa hilang jika dapat membuktikan tidak bersalah kepada korbanya.
3.33
3. Prinsip tanggung jawab ttlttk)t.ftttttttittbttity.ttbttttttttttttttttttt,ittt liability principle), yaitu tanggung jawab tanpa harus membuktikan kesalahannya.
Disamping unsur perbuatannya. maka unsur yang mutlak harus ada yang akan bisa mengakibatkan dimimakannya pertanggungjawaban pidana dari si pelaku tindak pidana adalah unsur kesalahan. Untuk bisa dimintakan pertanggungjawaban pidana, maka unsur kesalahan. yang muilak ditemukan itu, sangat terkaii dengan elemen mental . pembuatnya, yang dalam dogma system common /aw dinamakan mens rea, dimana unsur kcsalahan ini harus ada bersamaan dengan perbuatan seseomng dalam melakukan findak pidananya, yang disebut dengan actus reus. 66 Pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukan olch .seseorang itu adalah untuk menentukan kesalahan dari tindak pidana yang dilakukannya. Pertanggungjawaban pidana atau criminal liability artinya adalah bahwa orang yang telah melakukan suatu iindak pidana itu, belum bemM ia harus dipidana, melainkan ia harus memperianggungjwabkan atas perbuatannya yang tclah dilakukan, jika ditemukan unsur kesalahan padanya,67 karena suatu tindak pidana itu terdiri atas dua unsure, criminal act lactus reus) dan a criminal intent mens rea).68 Actus reus atau guilty act dan mens rea atau Ruilty mind ini harus ada untuk bisa diminiukannya pertanggungjawaban pidana. Kedua unsur itu, actus reus dan mens rea. atau yang disebut juga conduct elements dan fault elements tersebut, harus dipenuhi untuk menuntut adanya tanggung jawab pidana. Periggungjawaban pidtttttittt hanya dapat terjadi setelah sebelumnya seseorang melakukan suatu tindak pidana. Tidak aka nada pertaggungjawaban pidana, jika lidak didahului dengan dilakukannya suatu tindak pidana. Dengan demikian, tindak pidana itu dipisahkan dari unsur kesalahan. Pengecualian prinsip actus retis dan mens rea ini adalah hanya
3.34
pada yang basifat strict dimana pada tindak pidana yang demikian itu adanya unsur kesalahan atau mens rea tidak perlu dibuktikan.69
A. TEORI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI
1. Teori Pertanggunglawaban Mullak Di negara common law, penerapan teori penangungjawaban muilak atau stdct liability without fault ini adalahpada delik dalam undang-undang (statutory offences atau regulatory offences), yang pada umumnya merupakan tindak pidana terhadap kesejahteraan umum,70 keamananikesehatan makanan,7I termasuk consumer protection,72 disamping iindak pidana yang menyangkut ketertiban umum, fitnah atau pencemaran nama baik, dan conionin of court serta pelanggaran lalu lintas.735,ricr liability dimaksudkan umuk menanggulangi tindak pidana kesejahterdan masyarakat (public welfare offences), bersifat tindak pidana ringan, yang diancam dengan pidana denda74 Strict fiabilin atau absolute aum without fault atau pertanggungjawaban mutlak atau penanggungjawaban lanpa kesalahan ini dianikan oleh Black, Law Dictionary sebagai :75 "liability that does not depend on actual negligence or intent to harm, but that ts based on the breach of an absolute duty to make something safe. Strick liability most often applies either to ultra hazardous activities or in product case."
3.35
2. Teori Pertanggujawahan Pengganti Teori pertanggungjawaban Pengganti atau vicariouslbbilily ini pada dasamya adalah untuk tnenjawab pertanyaan. apakah terhadap seseorang itu dapat dipertanggungjawabkan secara pidana atas tindak pidana yang dilakukan olch omng lain. Dengan perkataan lain, apakah perbuatan dan kesalahan sescorang itu bisa ditnintakan pertanggungjawabannya kepada orang lain. Pertanyaan ini muncul karena pada dasamya pertanggungjawaban pidana itu merupakan hal pribadi.76 Vbb:1bbiliydiartikan oleh Blacles Law Dictiona, sebagai:77
"liability that a supervis, party (such as an employer) bears for the actionable conduct of subordinate or associate (such an entployee) based on the relationship between the two partie,"
Ajaran ini berpngkal tolak pada teori keagenan yang berkembang dalam lingkup hukum perdata dalam kaitannya dengan rorr raw. yang kemudian secam gradual diadopsi serta diimplementasikan bidang hukum pidanan. Menurut teori keagenan ini, korporasi bertanggungjawab atas perbuatan dan kesalahan karyawannya.78 Sccara umum tidak dimungkinkan udanya permintaan pertanggungjawaban secar pidana kepada seseorang atas tindak pidana yang dilakukan oleh orang lain. karem pertanggungjawaban pidana itu sifanya pribadi utau personal, dan seseorang itu dipidana akibat dari kesalahannya sendiri, dan bukan akibat dari kesalahan orang lain.79 Sehubungan dengan doktrin pertanggungjawaban pengganti atau vicarious liability ini. dapat dikemukakan 3 (tiga) hal yang berkaitan dengannya, yaitu. pertanta, doktrin ini berpangkal toWc dari ajaran respottdeat superior, yang adagiumnya bisa diarlikan sebagai "a master is liable in certain cases for the wrong1,1 acts of his senant, and a principal for
3.36
those of this agents", Kedw, doktrin ini didasarkan pada .employment principle", dimana scorang majikan adalah penanggungjawab utama dari perbuatan para karyawan, sehingga dikatakan bahwa " the servont's aa is the master's act in iow". Dengan demikian, kesalahan atau guiltymind dari karyawan hanya dapat dihubungkan ke majikan, apabila ada pendelegasian kewenangan dan kewajiban yang relevan. Jadi, harus ada " a releran delegation of powers and duities" menunu undang-undang.80 Ajaran pertanggungjawaban penggami ini memberikan pengecualian atas prinsip pertanggungjawaban suatu pethuatan, yang padanya harus melekat unsure kesalahan. Perianggungjawaban pidana yang umumnya hanya dapat terjadi jika pada diri pembuatnya ada unsure kesalahan, maka dengan ajaran viciarious diberikan pengecualian,81 dimana seseorang itu krtanggungjawab atos perbuatan yang dilakukan olch orang lain.82 Contohnya adalah seorang majikan dinyatakan bertanggungjawab secam pidana atas tindak pidana yang dilakukan pegawainnya. Bahkan ajaran ini telah berkembang lebih jauh, sehingga meskipun pengu.saha itu tidak mengetahui, atau tidak memberikan kewenangan, atau tidak berpartisipasi dalam tindak pidana yang dilakukan bawahannya, tetap saja seorang majikan bisa dinyatakan bertanggung jawab secara pidana aias tindak pidana yang dilakukan pegawainya. sepanjang karyawm tersebut bertindak dalam lingkup kewenangannya. Ajaran ini juga timbul karena hubungan delegasi, misalnya anara scorang pemegang izin usaba dengan orang yang menyelenggarakan usahanya. Jadi, pendeknya, pertanggungjawaban dalam vicariout Irabiliq pada hakikatnya bukan ditujukan atas kemlahan omng lain, tempi terhadap thubungannya' dengan orang
3. Teori IdentifIkasi Tethadap korporasi, yang merupakan penamaan atas berbagai bentuk badan hukum. maka dalam kaitannya dengan pengenaan petunggungjawaban pidana, akan mcnimbulkan permasalahan hukum bila bertemu dengan bagian
3.37
dari hukum yang berlaku terhadap orang alamiah, yang membumhkan penilaian terhadap keadaan memal sescorang itu. Dalam menghadapi hal yang demikian, pengadilan di Inggris telah mengambil jalan menerapkan tcori organ, yang menyamakan badtm hukutn itu selayaknya manusia dengan organ-organnya. yang salah satu organnya adalah pusat pikiran toau otak. Dengan menggunakan teori organ, pengadilan bisa secara bijaksana menetapkan dan memperlakukan the state of mind of the comparty. Karenanya ada yang berpendapat bahwa teori identifikasi ini, atau yang disebut juga directing mind theory tersebut seemsto represent a middi-ground between strict liability and no Penerapan teori organ pada korporasi dalam kaitannya dengan hal ini menunjukkan bahwa badan hukum itu adalah sesuatu yang riil, yang mampu melakukan perbuatan melawan hukum. yang dilakukan dengan kesalahannya, yang merugikan pihak lain dalam pengenian pidana, dan terhadap korporasi yang bersangkutan dapat dimimakan pertanggungjawaban pidananya. Teori ini dinamakan identification therny atau teori identifikasi, dimana menurut teori ini konspirasi bisa mcleakukan tindak pidana sccara langsung mclalui orang-orang yang mngat berhubugan erat dengan korporasi. atau yang disebut juga sebagai controlling officer dan dipandang sebagai korporasi itu scndiri. scpanjung tindakan yang dilakukun itu berkaaan dengan korpotasi. Teori ini pada dasamya berkembang dalam rangka untuk membuktikan bahwa suatu komorasi bim langsung bertanggung jawab secar pidana, karena pada dirinya tcrdapat kesalahan atau mens rea. Teori ini juga dianggap sebagai penyeimbang antara penerapan doktrin vicarious liability yang bisa terjadi secara ekstrem, deng“idak ada tanggung jawab korporasi sepanjang pengurusnya yang ada tidak melakukan tindak pidana.
3.38
MODUL 4
KEGIATAN BELAJAR 1
Pengantar Tindak Pidana Pasar Modal
A. PENGERTIAN TINDAK PIDANA l'ASAR MODAI.
Kcjahatan di bidang Pasar modal adalah kejahatan yang dilakukan olch pelaku pasar modaHalam kegiman pasar modal. Kejahatan dibidang pasar modal dapal terjadi karena adanya kesalahan pelaku, kelemahan aparat yang mencakup integrtias dan profesionalisme dan kelemahan pemturan. Lembaga Pasar Modal merupakan lembaga kepercayaan, yartu sebagai lembaga perantara (intennediary) yang menghubungkan amara kepentingan pemakai dana (issuwer, uitimare borrower), dan para pemilik dana pemodal, (ultimate lender). Undang-undang Pasar Modal mcngatur pelanggaran undang-undang yang bersifat administratif dan perdaia serta tindak pidana. Pelanggaran di bidang pasar modal merupakan pelanggaran yang sifatnya teknis administratif dapat dilihat dari tiga pola, yartu:Pelanggaran yang dilakukan secam individual; Pelanggamn yang dilakukan secara berkelo,k; Pelanggaran yang dilakukan langsung atau berdasarkan periniah atau pengaruh pihak lain. Memperhatikan pola pelanggaran dibidang kegiatan pasar modal, pihak pelanggar adalah omng yang mempunyai pendidikan dan pengetahuan tentang pasar dan keuangan yang cukup tinggi. Apabila dilihat dari status sosial, pihak pelanggar adalah emiten atau perusahaan publik dan pihak-pihak yang mempunyai posisi strategis di dalam pnuahann seperti direksi, komisaris dan para pemegang saham umma. Pihak lain yang berpotensi se-perti penasihat investasi, manajer investasi, akuntan, konsultas hukum, penilai, dan notaris. Tindak Pidana Pasu Modal berupa penipuan, perdagangan orang dalam dan manipulasi pasar. Tindak pidana Pasar modal terutama tindak pidana penipuan tidaklah sama dengan penipuan sebagaimana di dalam KUHP, akan tetapi unsumya temp memenuhi unsur tindak pidana penipuan. Tindak pidana penipuan pasar modal yang berhubungan dengan pencucian uang sehingga uang illegal dipergunakan dalam kegiatan bisnis. Tindak pidana pasar modal seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan penduduk berikut dengan kebutuhan masyarakat. Menurut M
4.2
Irsan Nasarudin dan Indra Surya, tindak pidana pasar modal mempunyai karakteristik yang khas. Karakteristik ini dipergunakan sebagai sarana pencucian uang. Ktuakteristik itu penama barang yang menjadi objek dari tindak pidana adalah infonnasi. Kedua pelaku tidak mengandalkan kemampuan lisik. akan tetapi kemampuan membaca siwasi pasar serta memanfinakan secara maksimal. Dampak tindak pidana berakibat fatal dan mcluas. Pelanggaran yang signifikan dan jumlah dan kualitas akan meruntuhkan kredibilitas pasar modal. Untuk mengantisipasi masalah ini pasar modal perlu dilengkapi perangkat hukum, fasilitas, infrastruktur dan SDM yang seimbang dengan kegiatan pasar modal. Pelanggaran yang terjadi dapat mengakibalkan hilangnya sejumlalt uang yang besar yang ada dalam kegiatan perdagangan efek, jumlah kothan cukup banyak dan beragam.I Undang-undang Nomor No 8 tallun 1995 Tentang Pasar Modal BAB Xl (selanjutnya disebut UUPM) mengatur secara tersendiri mengenai tindak pidana penipuan. manipulasi pasar dan perclagangan orang dalam. Memperhatikan unsur-unsur yang disebutkan dapat dirumuskan bahwa lindak pidana penipuan dengan cara membuat pcmyataan tidak benar mengcnai fakta material, atau tidak mengungkapkan fakta material agar pemyataan yang dibuat tidak menye-satkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau pihak lain, atau dengan tujuan mempengaruhi pihak lain untuk membeli atau menjual efek. Tindak pidana penipuan pada kegiatu pasar tnodal beruhubungan dengan kegiatan perdagangan efek yang meliputi kegiatan penawaran. pembelian. dan atau penjualan efek yang terjadi dalam rangka penawaran umum, atau terjadi di bursa efek maupun di luar bursa efek atas efek emiten atau perusahaan publik. Metode pcnipuan ini diNrgunakan schingga uang illegal akan ikut dalam dunia bisnis dalam bentuk pembelian saham. Contoh: Kasus saham perusalman penambangan Kanada Bre-X Minerals LId pada tahun I997:Manager Eksplorasi Bre-X Michael de Gusman melaporkan bahwa Bre-X menemukan cadangan emas dalam jumlah 712 juta ounce dengan nilai
4.3
20 miliar dollar AS di Bursa — Kalimantan. Laporan itu mengakibaikan mham Bre-X di Bursa Efek Toronto mengalami kenaikan cukup tajam dari 10 dollar Kanada menjadi 28.65 dollar Kanada. Beberapa hari kentudian diketahui bahwa laporan Michael de Gusman ternyam iidak benar. Hal tersebut menyebabkan saham Bre-X turun secara tajam menjadi 5,50 dol. Kanada. Perbuatan Michael de Gu.sman tersebut mengakibatkan investor membeli sallam-saluim Bre-X pada harga tinggi mengalami kerugian, karena harga saham tersebut jatuh ke tingkat harga sangat rendah.2
B. TEORI DAN KEGIATAN PASAR MODAL
I. Insider Trading Insider trading inerupakan istilah teknis yang hanya dikenal di pasar modal. Istilah tersebut mengacu lepada praktik di mana onmg dalam (cmporate insider) melakukan transaksi sekwitas dengan inenggunakan informasi eksklusif yang mereka miliki yang belum tersedia bagi masyarakat atau investor. 3 Batasan pengenian insider nading pada mulanya hanya mengenai transaksi yang dilakukan oleh orang dalam. Batasan insider trading banyak sekali. Salah hadala batasan insider trading menurut Blacles Law Dictionary adalah:
" Buying and of cotporate shares by officers, directors and stockholders who OWn more than lO%bffhsbS?bbfbBBphsfibhlibbdbh a nacional Erehange. Duch transactions must be reporeted monthly to Securities and Exchange Comisidn."
Batasan insider trading iersebut di atas adalah merujuk pada Securities Exchange Act 1934 yang berlaku di Amerika. (Securities Exchange Act of
4.4
1934 (Act. 1934) mengatur mengenai perdagangan sekuritas di pasar sekunder termasuk di dalanmya insider Trading, sedangkan Securities Act of 1933 (Act. 19331 mengatur mengenai perdagangan saham pada pasar perdana. Insider trading adalab perdagangan efek yang dilakukan oleit mereka yang tergolong omng dalam perusahaan Malam arti luas), perdagangan mana didasarkan atau dimotivasi karena adanya statu informasi orang dalam Iincide information) yang penting dan belum dibuka untuk umum. Dengan perdagangan mana, pihak pedagang insider tersebut mengharapkan akan mendapatkan keuntungan ekonomi secam pribadi, langsung atau tidak langsung, atau merupakan keuntung, jalan pintas. Dari pengertian di aias, maka secara yuridis ditemukan beberapa eleven dari status pranata hukum insider froding, yaitu sebagai berikut a. Adanya perdagangan efek b. Dilakukan orang dalam perusahaan c. Adanya inside information d. Inside injormation terscbut belum terbuka untuk umum e. Perdagangan dimotivisir oleh adanya inside information tersebut, dan f. Bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang tidak layak.4
Inside infonnation merupakan isiiighiiikiiis yang hanya dikenal di pasar modal. Istilah tersebut mengacu kepada praktik dimana orang dalam (corporate itisider) melakukan tmnsaksi sekuritas dengan menggunakan informasi eksklusif yang mereka miliki yang belum tersedia bagi masyarakat atau investor. Perdagangan efek dapat digolongkan sebagai praktik insider trading apabila memenuhi tiga unsur, yaitu Adanya orang dalam b. Informasi material yang belum tersedia bagi masyarakat atau belum disclosure. dan c. Melakukan transaksi karena informasi material.
4.5
Orang dalam yang dimaksud dalam Pasal 95 Undang-Undang Pmar Modal adalah: a. Komisaris, direktur, atau pegawai emiten; b. Pemegang saham utanta etnitem c. Orang perorangan yang karena kedudukan atau profesinya atau karena hubungan umhanya dengan etniten atau perusahaan publik memungkinkan orang tersebut memeperolch informasi; atau d. Pihak yang dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir tidak lagi menjadi pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf I, huruf 2, atau Ituruf 3 di mas. Informasi atau fakta material adalah informasi atau fakta penting dan relewm mengenai peristiwa, kcjadian, atau fakm yang dapat tnempengaruhi harga efek pada bursa .k dan atau keputusan pemodal, calon pemodal, atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau data tersebut.Contoh informasi atau data material adalah mbagai berikut: a. Penggabungan usaha (merger, pengambilalihan lacquisirion), peleburan usaha (consolidarion) atau pembentukan usaha; b. Pemecahan saham tttlrtttttttplrrltttttttpttrrtbrtgittttdtttttdttttrttthttttttttrrrtk dividen, c. Pcndapatan dan dividen yang luar biasa: d. Perolehan atau kehilangan kontrak penting; e. Produk aiau penemuan baru yang berarti: f. Perubahan tahun buku perusahaan; g. Perubahan dalam pengendalian atau perubahan penting dalam manajemcn.
Menurut Yulfasmi, bcrdasarkan informasi material tersebut, terdapat tiga teori yang dikenal dalam praktik perdagangan efek di pasar modal, yaitu: a. Diselose or Abstain Theo, Adalah omng yang memiliki hubungan pekerjaan (omng dalam) dengan emiten dilarang melakukan perdagangart terhadap sekurims dari emiten tersebut karena adanya informasi yang belum terbuka kcpada masyarakat investor. Berdasarkan infolumsi yang dimilikinya maka orang dalam terhadap masalah tersebut dapat menentukan pilillannya yaitu menbuka informasi tersebut (disclosc) kepada pedagang/investor lain aiau tidak membuka informasi material tetapi juga tidak bolch melakukan transaksi perdagangan (abstain) aiau tidak
4.6
merekomendasikan kepada pihak lain untuk melakukan transaksi di bursa terhadap sekuritm perusahaan. Bentuk tersebtalah yang dinamakan dengan disclose or abstain theory.
b. Fiduckay Duty Fiduciary theory didasarkan kepada doktrin hukum common law yang menegaskan bahwa utiap orang mcmpunyai fiduciary duty atau hubungan lain yang berdasarkan kepercayaan (trust or confidence) dengan permahaan. Berdasarkan teori tersebut siapa saja yang dibayar oleh perusahaan untuk melaksanakan tugas yang diberikan, malta dia mempunyai duty kepada perusahaan untuk menjalankan hal tersebut sebaik-baiknya (due diligence) dengan ukuran etis dan ekonomis yang tinggi. Dalam menjalankan tugasnya. yang bersangkutan lidak bolch mengambil manfam bahkan harus mengorbankan kepentingan pribadi untuk kepentingan permaintan. Orang dalam yang mempunyai informasi material tetapi tidak membuka kepada publik dengan alasan apabila informasi tersebut dibuka maka dapat merugikan perusahaan dan berani harus bertanggungjawab kepada perusahaan karena pelanggar breach of liduciary duty maka itu harus menahan atau tidak melakukan transaksi.
c. Misappropriation Theoty Misappropriation theory adalah tcori mengenai transaksi yang dilakukan olch orang luar perusaliaan sccara tidak sengaja berdasarkan inforamsi yang belum tersedia bagi masyarakat maka dianggap sama dengan telah melakulcan inside nading. Teori ini sangat komprehensif, artinya teori tersebut mampu menjangkau praktik tran.si efek yang dilakukan oleh seseorang berdasarkan informasi secara tidak langsung atau dengan kata lain teori tersebut dapat diterapkan terhadap orang yang mendapat tip orang dalam. Dapat disimpulkan bahnn yang dimaksud dengan insider trading adalah perdagangan efek yang dilakukan oleh orang dalam maupun bcrdasarkan informasi orang dalam baik secara langsung maupun ti. langsung mengenai infonnasi yang belum terbuka kepada masyarakat yang dari orang dalam patut diduga bahwa informasi material tersebut dapat mcmpengaruhi harga efek yang bersangkutan.
4.7
Dapat diibaratkan jika suatu insi. trading lidak dilarang maka berjalannya pasar seperti berjalannya sebuah mobil tanpa IMnyak pelumas. Hal ini disebabkan karena 11 Pembentukan harga pasar yang tidak fair (teori informed market): 2) Perlakuan yang tidak adil di antara pam pelaku pasar (teori market egalitarism atau fair p)ay); 3) Berbahaya bagi kelangsungan hidup pasar modal. 5
Pasar modal di berbagai negara memang sangat mwan terhadap tindakan penipuan dan manipulasi. Dengan berbagai cara tertentu yang ingin mendapatkan keuntungan melakukan penipuan dan manipulasi pasar dalam pasar modal. Pelaku tersebut ada yang terdeteksi kemudian ada yang tidak terdeteksi. sehingsa jika tidak hati-hati tidak teriutup kemungkinan sanksi dapat dijatuhkan kepada pihak yang tidak melakukan penipuan dan manipulasi pasar tersebut. Selain dari tindak pidana insider tmding. perbuatan lain yang dapat dikenakan ancaman pidana oleh UUPM adalah tindak pidana penipuan di pasar modal dan tindak pidana manipulasi pasar. Perbedaan antara tindakan penipuan dan manipulasi pasar terletak pada akibat diui .rbualan tersebut. Pada manipulasi pasar, altibat dari perbuatan tersebut harga saham akan menjadi semu, sedangkan pada tindakan penipuan maka akibat dari informasi atau keadaan yang tidak sebenarnya tersebut akan dapat merugikan pihak alin tanpa mesti mempunyai akibat terhadap pasar yang termanipulasi.
C. JENIS4ENIS TINDAK PIDANA PASAR MODAL
I. Tindak Pidana Penipuan dan Pengelabuan di Pasar Modal Menurut Munir Fuady, tindak pidana penipuan dan pengelabuan di pasar modal merupakan salah satu tindak pidana Idiusus pasar modal, di samping tindakan manipulasi pasar. insider tmding, praktik tanpa izin, dan lain-lain. Yang tergolong ke dalam tindak pidana penipuan dan pengelabuan adalah sebagai berikut
4.8
a. Menipu atau mengelabui pihak lain dengan menggunalcan sarana dan/atau eara apa pun (vide Pasal 90 Ayat I Undang-Undang Pasar Modal no.8 Tahun 1995). b. Turut seria inenipu atau mengelabui piltak lain, vide Pasal 90 Ayat (2) Undang-Undang Pasar Modal. Menurut Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, baik terhadap pihak yang melakukan tindak pidana penipuan dan pengelabuan di pasar modal, maupun pihak yang turut serta dalam tindak pidana penipuan dan pengelabuan. diancam dengan hukuman penjara maksimum 10 taltun dan denda maksimum Rp 15 Milyar.
Menurut M lrsan Nasarudin dan Indra Surya (2004 : 261-262) yang dimaksud dengan melakukan pcnipuan menurut UUPM Pasal huruf c adalah membuat pernyataan tidak benar tnengenai fakta material atau tidak mengungkapkan fakia maierial agar pemyataan yang dibuai tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud umuk menguntungkan atau mcnghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi pihak lain untuk membeli atau menjual efek. Larangan ini ditujukan kepada semua pihak yang tcrlibat dalam perdagangan cfck. bahkan turut serta mclakukan penipuan pun tak lepas dari jerat pasal ini. Bagi kalangan terteniu yang mempunyai kernampuan fasilitas teknologi yang dengan itu semua mereka dapat mclakukan pcnipuan pun tidak dapat Icpas . pasal ini.6 Dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam Pasal 378. disebutkan penipuan yaitu lindakan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan eara: a. Melawan hukum b. Memakai nama paIsu atau martabat palsu c. Tipu muslihat d. Rangkaian kebohongan
4.9
e. Membujuk orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya. atau supaya memberi uang atau menghapuskan piwang.
Pasal 90 UUPM menegaskan bahwa dalam kegiatan perdagangan efek, setiap pihak dilarang secara langsung atau tidak langsung menipu atau mengelabui piltak lain dengan menggunakan dan atau cara apa pun, turut serta menipu atau menipu pihak lain, dan membuat pemyataan yang tidak benar mengenai fakta material atau tidak mengungkapkan fakta yang material agur pemyataan yang dibum cidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pemyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan a(au menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau piltak lain atau dengan tujuan mempengaruhi pihak lain untuk membeli atau menjual efek. (M. Irsan Nasarudin. 2004 : 261-262)7
2. Tindak Pidana Manipulasi Pasar Selain tindak pidana penipuan dan pengelabuan, Undang-Undang Pasar Modal juga mengintrodusir suatu tindak pidana yang disebut dengan "manipulasi pasar" UlJPM mensejajarkan kedua bentuk tindak pidana tersebut dengan memberikan ancaman pidana yang sama beratnya. yaitu ancaman pidana maksimum 10 tahun penjara dan denda maksimum Rp 15 Milyar. Beberapa macam tindakan yang dapat digolongkan tindak pidana manipulasi pasar versi Undang-Undang Pasar Modal adalah sebagai berikut a. Menciptakan gambaran pasar modal yang semu dengan jalan I) Melakukan transaksi efek yang tidak mengakibatkan perubahan pemilikan, atau 2) Melakukan penawaran jual beli atau penawaran beli efek pada harga tertentu, sedangkan pihak lain yang merupakan sekongkolnya juga melakukan penawamn beli atau penawaran jual pada harga yang kurang lebih sama(lih3lPasal 91 UUPM).
4.10
b. Melakukan dua atau lebih transaksi efek di bursa efek sehingga menyebabkan harga efek tetap naik atau turun, dengan tujuan agar piltak lain terpengaruhi uniuk untuk membeli. menjual atau menahan efek tersebut. Akibatnya harga efek tersebut tidak berdasarkan pada pemOntaan jual atau beli yang sesungguhnya (Pasal UURM).
c. Membuat pemyalaan atau memberi keterangan yang secara material tidak benar yang dapat mempengaruhi harga atau dengan tujuan untuk mempengaruhi pihak lain untuk membeli ntau menjual efek.8
Salah satu sikap preventif yang penting dalam hal tindak pidana di bidang pasar modal adalah baltwa pihak pialang harus dahulu mengenal baik pihak investomya. maupun sahain yang diperdagangkannya. Katena posisi pialang menyebabkan seringkali merupakan pihak yang pertama sekali dimintakan tanggungjawabnya jika terjadi transalcsi saham-saham palsu. Munir Fuady, dalam bukunya Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum) menuliskan bahwa dalam perkembangan setiap pasar modal, banyak trik bisnis dilakukan yang paling banyak di antaranya potensial untuk menjadikan penipuan dan manipulasi pasar. Di antaranya adalah a. Pigging. dan Stabilizing Tindakan seperti ini terjadi pada saat atau segera setelah proscs IPO. Dalam hal ini, pihak emiten secara scmu menstabilkan harga suntu sekuritas. Di mana pihak-pihak tertentu seperti emiten, dealer, underwriter, mesti diwanti-wanti kalnu mereka terlibat dalam perdagangan saham yang terajadi segera setelah IPO karena hal tersebut potensial untuk terjadinya tindakan-tindakan pigging, fixing, dan stabilizing di atas.
4.11
b. Mvestinent Syndicate Dalam hal ini, pihak sindicat underwriter memborong semua atau sebagian besar saham di pasar perdana atau bahkan melakukan sesuatu "bid.. di pasar sekunder, seltingga harga menjadi fixed.
c. Workour Market Ini merupakan perbuatan yang dilakukan sedemikian rupa schingga seolah-olah telah terjadi oversubscribed terhadap sekuritas tenentu, yang sering dilakukan oleh emiten atau undenvriter.
d. Special Alloisments lika pihak underwriter sengaja mengalokasikan suatu sekuritas pada IPO kepada pam partner. officer. pekerja. atau sahabat dekamya sehingga kelihatan seolah-olah saham tersebut oversubscribed, sehingsa kemudian harga saham menjadi mahal.
e. Menciptakan Trading Firms Dilalcukan oleh undemiter suatu sekuritas dialokasikan ke perusahaan tenentu yang bukan anggota selling group. Selanjuinya perusahaan tersebut menciptakan pasar untuk sekuritas yang bersangkutan dengan menawarkan kembali sekuritas yang bersangkutan kepada publik dan setelah itu, akan diikuti oleh kegiatan perdagangan dengan harga jauh di atas harga wajar.
f. Free Riding Pembeli IPO yang berharap dapat menjualnya kembali dengan harga tertentu yang mahal, dan akan membatalkan pembelianr, begitu suasana menjelang alokasi saham kelihatan kurang menguntungkan
g. Chanelling Bahwa suatu IPO, sekuritas tersebut dialokasikan kepada kelompok tertentu. Biasanya hal tersebut dianggap bermasalah jika kelompok tertentu merupakan kelompok inder.
h. Margin Suatu transaksi yang dilakukan sekuritas tenentu oleh pihak tenentu, di mana ada pihak yang memberi kredit kepadanya untuk membeli
4.12
saham tersebut. Sementara saham yang bersangkwan menjadi jaminan yang bersangkutan.
Put ount call option Dalam put option, pihak penjual sekuritas mcmpunyai kebebasan untuk menjual sekurnasnya itu pada surau mat nanti dengan harga yang tclah ditentukan sekarang. Sementara pada Call option, pihak pembeli mempunyai kebebasan untuk membeli sekuritas nanti suatu masa tempi dengan harga yang telah ditetapkan sekarang.
j. Shonsak Dengan shonsale ini. semorang menjual suatu sekuritas di mana penjual terscbut scbenamya tidak mcmiliki sckuritas tersebut. Atau menjual sekuritas yang dipinjam dari piahk lain. Shortsale ini sangat riskan karena setiap kenaikan huga saham merupakan kerugian bagi investor.
k. Sale against the Box Dalant Sale against the box ini, pihak pembeli sekuritas sudalt terlebih dahulu berkedudukan sebagai kreditur dimana debitur pemilik sekuritas tersebut sebenarnya pada awalnya merupakan jaminan hutangnya yang lalu kemudian dijualnya kepada kreditur tersebut.
E.schange-based transaction Ini mermakan wansaksi yang beralaskan "tukar menukar. Hal ini seperti akan memberikan kman seolah.olah adanya pasar yang aktif, yang padahal tidak benar sama mkali. Karena itu. semmasnya dilarang transalmi yang demikian. Salah satu variant dari kodel tukar menukar ini adalah apa yang dikenal dengan matching orders. Yakni saling melakukan pembelian dengan menggunakan pialang yang mling bethMa, hanya untuk memberi kesm aktifnya transaksi tettiadap saham yang bersangkutan.
m. Wash sale Wash mle merupakan tninmksi semu, yakni suatu wansaksi saltam yang tidM mengakibatkan terjadinya pentlihan saham yang secam riil.
4.13
Hal seperti ini juga dapat mengelabui pasar dari kenyataan yang sebenarnya.
n. Abarted Seller Ini adalah tindakan dari pihak pembcli efek, di mana dia melakukan kontrak untuk membeli sesuatu efek, tetapi tidak punya niat untuk membayar harganya. Jadi hanya tindakan pura-pura.
. pre-arranged Trade pihak broker sebenarnya tclah mclakukan transaksi scbclumnya pada harga yang lebih murah (di luar bursa) telapi dilaporkan kepada klien tmnsaksinya dilakukan kemudian (di Bursa) pada saat harga lebih mahal, schingga broker tersebut mendapat keuntungan selisilt harga.
p. Chuming Dalam hal diberikan discoetionary account dapat terjadi bahwa pihak brokcr melakukan transaksi yang secara berlebih-lebihan schingga mendapat fee yang lebih banyak.
Front frading Pihak pialang terlebih dahulu membeli saham dengan accountnya sendiri atau account sekongkolnya, untuk kemudian menjualnya kepada kliennya dengan harga yang mahal, sehingga pialling iersebut menerima selisih harga. Cmss trading Dalam hal ini pihak broker menempadtan dirinya sendiri pada posisi lawan dan posisi investor (klientnya schingga harga dapat dipermainkan. yang akan memberikan keuntungan kepada pihak broker tersebui.
s, Pumppump manipulation Dalam hal ini, suatu cfck dikuasai dalam jumlah yang besar untuk kemudian menjualnya pada saat yang tcpat sehingga harga dapat didiktenya karena penguasaan tadi.
4.14
Contering Sebelum dikuasainya sampai terjadi shonage di pasar dan kemudian dia dapat mengontrol harga. Scringeomering dilakukan dengan cara terlebih dahulu melakukan penjualan dengan tidak memiliki efek (shon selling), dengan cara me.njamkan efek dari comering kepada pelaku shonselling, tetapi kemudian menarik kembali saham dalam pinjaman tersebut sehingga pihak pelaku shoil selling harus mencarinya di pasar.
u. Pemberian kompensasi oleh pialang terhadap investor terterau yang menderita rugi. Memberi atau menjanjikan kompensasi oleh pialang lerhadap investor tertentu yang menderita rugi di pasar modal umumnya juga tidak dapat dibenarkan.9
Menurut UUPM Pasal 91 setiap pihak dilarang melakukan baik secara langsung atau tidak langsung menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai kegiatan penlagangan, kegiatan pasar atau harga efek di Bursa Efek. Rumusan Pasal 91 ini menjelaskan bahwa gambaran semu mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga efek, antara a. Melakukan transaKsi efek yang tidak mengakibatkan perubahan pemilikan, atau b. Melakukan penawaran jual atau penawaran beli efek pada harga tertentu. dimana pihak tersebut juga telah bersekongkol dengan pihak lain yang mela.kukan penawaran beli atau penawaran jual efek yang sama pada harga yang kurang lebih sama.
Mtutipulation is done to influence prices so the persort doing the manipu-lating can anhieve a more advantageous market. Kesalahan
4.15
semacam ini mendorong pihak lain melakultan tindakan jual atau beli suatu efek pada iingkat harga yang diinginkan manipulator. Kegiatan manipulasi pasar dapat berupa pola • False infomuaion yaitu dengan menyebarluaskan infonnasi palsu mengenai emiten dengan tujuan untuk mempengaruhi harga cfck perusahaun yang di-maksud di Bursa Efek. ( menyebarkan rumor bahwa emiten A akan pasar merespon yang menyebabkan harga efeknya jamh tajam di Bursa) Misinfonnollon dengan cara menyebarkan informasi yang menyesatkan atau informasi yang tidak lengkap (menyebarkan rumor bahwa emben A tidak termasuk perusahaan yang akan dilikuidasi olch petnerintah. padahal emiten A iennasuk yang diambil alih oleh pcmerin(ah). I 0
Selanjutnya M.Irsan Nasarudin dan Indra Surya (2004 265) mengemukakan beberapa kegiatan sebagai manipulasi pasar, yaitu a. Marking ihe elose yaitu merekayasa harga perminman atau penawaran efek pada saat amu mendekati saat penumpan perdagangan dengan tujuan mem-bentuk harga efek atau harga pembukaan yang lebih Iinggi pada hari perda-gangan berikutnya.
b. Painling the tape, yaitu kegiatan perdagangan antara rekening efek satu de-ngan rekening efek yang lain yang masih berada dalam penguasaan satu pi-hak atau mempunyai keterkaitan sedemikian rupa schingga tercipta perda-gangan semu. Pada dasamya kegiatan ini mempunyai kemiripan dengan makhrg the dose, namun dapat dilakukan setiap saat.
c. Pembentukan harga berkaitan dengan merger. konsolidasi, atau akuisisi.
4.16
d. Conceming the market, yaitu membeli efek dalam jundah besar sehingga dapat menguasai pasar. Kegiatan seperti ini dapat dengan cara short yaitu menjual efek dimana pihuk penjual belum memiliki efeknya Bursa efek mempunyai ketentuan bahwa jangka waktu penyelesaian iransaksi penjual wajib menyerahkan efeknya pada hari ke tiga setelah transaksi. liask hal ini tidak terlaksana maka yang bersangkman harus membeli efek di pasar tunai dengan harga yang lebih tinggi dari pasasr regular. Tuan A dapat membeli dalam junilah besar efek tertentu dan mcnahannya schingga akan banyak penjual gagal serah efek dan terpaksa membeli di pasar tunai yang dikuasai oleh Tuan A.
r. Pools, merupalan penghimpunan dana dalam jumlah besar oleh sekelompok investor dimana dana tersebut dikelola oleh broker atau seseorang yang me-mahami kondisi pasar. Manager dad pools tersebut membeli saham suatu perusahan dan menjualnya kepada anggota kelompok investor terschut untuk mendorong frekuensi jual beli efek sehingga dapat meningkatkan harga efek tersebut. Contoh
A.B.0 dan D membentuk suatu kelompok investor dan mengumpul-kan dana dalam jumlah besar dan menyeruhkan pengelolaan dana itu pada broker X. Kemudian X menggunakannya untuk membeli saham FT Y yang kurang aktif diperdagangkan dan harga rendah (missal: Rp. 1000) atau statis. Broker X kemudian menjual saham FT Y kepada kelompok ABC dan D. Hal ini akan mengakibatkan frekuensi perdagangan saham PT Y yang mengakibatkan ierbentuk-nya harga yang Icbih tinggi (misal Rp. 1200) dan akan semakin tinggi. Setelah harga terbentuk barulah ke-lompok investor melalui broker X menjual saham PT Y kepada pihak lain di luar kelompok tersebut. f 1Vash Sales. Order beli dan order jual antara anggota asosiasi dilakukan pada saat yang sama dimana tidak terjadi perubahan kepemilikan manfaat atas efek. Manipulasi tersebut dilakukan dengan maksud bahwa mereka membuat gambaran dari aktivitas pasar dimana tidak terjadi penjualan alau pembe-lian yang sesungguhnya.
4.17
g. Perdagangan Orang Dalam (Insider Tmding) Insider Trading merupakan bentuk perdagangan orang dalam. Bentuk ini secara teknis terdiri dari penama pihak yang mengemban kepercayaan secara langsung maupun lidak langsung dari emiten atau perusahaan publik atau disebut juga sebagai pihak yang berada dalam fiduciary position dan kedua yang menerima informasi orang dalam . piltak penama (fiducimy position) atau dikenal dengan Tippees.
4.18
KEGIATAN BELAJAR 2 Pengaturan Tindak Pidana Pasar Modal Di Indonesia
engaturan mengenai penyelenggaraan kegiatan Pasar Modal Indonesia diatur dalam Undang-Undang No 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
(selanjuinya di singkat UUPM), Peraturan Pemerimah No.45 Tahun 1995 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal, Peratumn Pemerintah No. 12 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Peraturan Pemeri. N. 45 Tahun 1995 tentang Penyclenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal. Di bawah ini adalah paparan mengenai pengaturan dari masing-masing peraturan hukum baik dalam iingkat Undang-undang dan Peraturan Pemerintahnya yakni sebagai berikut:
A. KETENTUAN TINDAK PIDANA PASAR MODAL BERDASARKAN UNDANG•UNDANG NO 8 TAIIUN 1995
Dalam UUPM tet,apai beberapa Pasal yang mengatur mengenai bentuk dan jenis tindnk pidana dalam Pasar Modal, yaitu sebagai berikut :
1. Pasal 90 UUPM dalam kegiman perdagangan Efek, setiap Pihak dilarang secara langsung atau tidak langsung a. Menipu atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apapunt b. Turut wrta mcnipu atau mengelabui Piltak lain; dan c. Membuat pernyaiaan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta y, material agar pemyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pemyataan dibuat dengan maksud untuk mengunmngkan autu menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau Pihak lain atau dengan iujuan mempengaruhi Piltak lain untuk membeli atau menjual Efek.
4.22
Penjelasan Pasal UUPM tersebut yakni Yang dimaksud dengan "kegiatan perdagangm Efer dalam Pasal ini adalah kegiatan yang meliputi kegiatan penawaran, pembelian. dan alau penjualan Efek yang terjadi dalam rangka Penawaran Umum, atau terjadi di Bursa Efek, maupun kegiatan penawaran, pembelian dan atau penjualan efek di luar Bursa efek atas Efek Emiten atau Perusahaan Publik.
2. Pasal 91 UUPM menyebutkan"setiap Pihak dilarang melakukan tindakan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan tujuan untuk menciptakan gambaron semu atau menyesatkan mengenai kegiatan penlagangan. keadaan pasar, aum harga Efek di Bursa Efer. Penjelasan Pasal 91 UUPM yakni sebagai berikut, Masyarakat pemodal sangat memerlukan informasi mengenai kegiatan perdagangan. keadaan pasar, atau harga Efek di Bursa Efek yang tercermin dari kekuatan penawaran jual dan penawaran beli Efek sebagai dasar untuk mengambil keputusan investasi dalam Efek. Sehubungan dengan itu, ketentuan ini melarang adanya tindakan yang dapai menciptakan gambaran semu mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga Efek, aniara lain : a. Melakukan transaksi Efek yang tidak mengakibatkan perubahan pemilikan; atau b. Melakukan penawaran jual atau pcnawaran beli Efek pada harga tertentu, dimana Pihak tersebut juga telah bersekongkol dengan Pihak luin yang melakukan penawaran beli atau penawaran jual Efek yang sama pada harga yang kurang lebih sama.
3. Pasal 92 Menyebutkan"setiap Pihak baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Pihak lain. dilarang melakukan 2 (dua) transaksi Efek atau lebih, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga menyebabkan harga Efek di Bursa Efek tetap, naik, atau turun dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli, menjual, atau menahan Ekk".
Penjelasan Pasal 92 yakni sebagai berikur. Ketentuan ini melarang dilakukannya serangkaian transaksi Efek oleh saiu Pihak atau beberapa Pihak yang bersekongkol sehingga menciptakan harga Efek yang semu di Bursa Efek karena lidak didasarkan pada kekuatan
4.23
permintaan jual aiau beli Efek yang sebenamya dengan maksud mengumungkan diri sendiri atau Piltak lain. 4. Pasal 93 UUPM menyebutkan"setiap Pihak dilarang dengan cara apapun, membuat pemyataan atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan sehingga mempengaruhi harga Efek di Bursa Efek apabila pada saat pemyataan dibuat atau keterangan diberikan : a. Pihak yang bersangkulan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pemyataan atau keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan; alau b. Pihak yang bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau keterangan iersebur.
5. Pasal meyebutkan bahwa "Bapepam dapai menetapkan tindakan tenentu yang dapat dilakukan oleh Perusahaan Efek yang bukan merupakan tindakan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dan Pasal 92".
Penjelasan Pasal 94 yakni sebagai berikut; Yang dimaksud dengan lindakan tertentu" dalam Pasal ini, antara lain menyangkut tindakan sebagai berikut: a. Stabilisasi harga Efek dalam rangka Penawaran Umum sepanjang hal tersebut dicantumkan dalam Prospektus: dan b. Penjualan dan pembelian Efek oleh Perusahaan efek selaku pembentuk pasar untuk rekeningnya sendiri secara terus menerus untuk menjaga likuiditas perdagangan efek.
6. Pasal 95 UUPM menyebutkan "Orang dalam dari En6ien atau Penisahaan Publik yang mempunyai informasi omng dalam dilamng melakukan pembelian alau perjanjian atas Efek : a. Enaten atau Perusahaan Publik dimaksud; atau b. Perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan Emiten atau Perusahann Publik yang bersangkutan.
Penjelasan Pasal 95 UUPM menyebutkan bahwa:Yang dimaksud dengan "orang dalam " dalam Pasal ini adalah sebagai berikut:
4.24
a. Komisaris, direktur, atau pegawai Emiten atau Perusahaan Publik; b. Pemegang saham wama Emiten atau Perusahaan Publik; c. Orang perseorangan yang karena keduilukannya atau profesinya atau karena hubungan usahanya dengan Emiten alau Perusahaan Publik memungkinkan orang tersebut memperoleh informasi orang dalam: a. d. Pihak yang dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir iidak lagi menjadi Pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a. huruf b, atau huruf c di was.
Yang dimaksud dengan "kedudukan" dalam penjelasan huruf c ini adalah jabatan pada lembaga. institusi, atau badan pemerintah. Yang dimaksud dengan "hubungan usaha" dalam penjelasan huruf c adalah hubungan kerja atau kemitraan dalam kegiatan usaha. antar-a lain hubungan nasabah, pemasok. kontraktor, pelanggan atau kredi. Yang dimaksud dengan "informasi orang dalam" dalam penjelasan huruf c da. Informasi Material yang dimiliki oleh orang dalam yang belum tersedia untuk umum. Sebagai comoh penjelasan huruf d adalah Tuan A berhenti sebagai direktw pada tanggal I Januari. Namun demikian Tuan A masih dianggap sebagai orang dalam sampai dengan .ggal 30 Juni pada .un yang bersangkwan.
Hund a
Larangan bagi orang dalam untuk melakukan pembelian atau penjualan atus Efek Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan didusarkan Was pertimbangan bahwa kedudukan orang dalam seharusnya mendahulukan kepentingan Emiten, Perusahaan Publik, atau pemegang saham secara keselunthan termasuk di dalamnya untuk tidak menggunakan informasi orang dalam untuk kepentingan diri sendiri atau Pihak lain.
Iliinif
Di samping larangan tersebut dalam hw-uf a, orang dalam dari suaw Emiten atau Perusahaan Publik yang melakukan mansaksi dengan perusahaan lain juga dikenakan larangan untuk melakukan transaksi atas Efek dari
4.25
perusahaan lain tersebut, meskipun yang bersangkutan bukan orang dalam dari perusahaan lain tersebut. Hal ini karena infonnasi mengenai perusahaan lain tersebut lazimnya diperoleh karena kedudukannyu pada Emiten amu PentsMiaan Publik yang melakukan transaksi dengan perusahaan lain tersebut. Yang dimaksud dengan "transaksi" dalam huruf ini adalah sentua betttuk transaksi yang ierjadi antara Emiten atau Perusahaan Publik dan perusahaan lain. termasuk transaksi atas Efek perusalman lain tersebut yang dilakukan olch Emiten atau Permahaan Publik yang bersangkutan.
7. Pada Pasal 96 UUPM menyebutkan “Orang dalam mbagaimana dimaksud dalam Pasal dilarang untuk melakukan a. Mempertgaruhi Pihak lain untuk melakukan pembelian amu penjualan atas Efek dimaksud: atau b. Memberi informasi orang dalam kepada Pihak amnapun yang patut diduganya dapat menggunakan informasi dimaksud uniuk melakukan pembelian atau penjualan atas Efek.
Penjelasan Pasal 96 UUPM yakni sebagai berikut: Orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 dilarang mempengamhi Pihak lain untuk melakukan pembelian dan mau penjualan atas Efek dari Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan. walaupun orang dalam dimaksud tidak memberikan informasi orang dalam kepada Pihak lain. karena hal ini dapat mendorong lain untuk melakukan pembelian mau penjualan Efek berdasarkan informasi omng dalam. Sclain itu, orang dalam dilarang memberikan informasi orang dalam kepada Piltak lain yang diduga akan menggunakan infonnasi tersebut untuk melakukan pembelian dan mau penjualan Efek. Dengan demikian, orang dalam mempunyai kewajiban untuk berhati-hati dalam menyebarkan informasi agar informasi tersebut tidak dimlahgunakan olch Pihak yang menerima informasi tersebut untuk melakukan pembelian atau penjualan atas Efek.
8. Pada Pasal 97 ayat (1) UUPM menyebutkan: Sctiap Pihak yang berusaha untuk emmperolch infonnasi orang dalam dari omng dalam seeara melawan hukum dan kemudian memperolchnya
4.26
dikenakan larangan yang sama dengan larangan yang berlaku bagi orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96.
Pcnjelasan Pasal 97 ayat (1) yakni sebagai berikut: Sctiap Pihak yang dcngan sengaja bcrusaha secara melawan hukum untuk memperolch dan pada akhimya memperolch informasi orang dalam mengenai Emiten autu Perusahaan Publik, juga dikenakan larangan yang sama seperti yang berlaku bagi orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96. Artinya, mereka dilarang untuk melakukan transaksi atas Efck yang bersangkutan, serta dilarang mcmpcngaruhi Pihak lain untuk melakukan pembelian dan atau penjualan aias Efek tersebut atau memberikan informasi orang dalam tersebut kepada Pihak lain yang patut diduga akan menggunakan informasi tersebut untuk melakukan pembelian dan penjualan Efek. Sebagai contoh perbuatan melawan hukum, antara lain a. Berusaha memperolch informasi orang dalam dengan cara mencurit b. Berusaha memperoleh informasi orang dalam dengan cara membujuk orang dalam: dan c. Berusaha memperoleh informasi orang dalam dengan cara kekerasan atau ancaman.
9. Pada Pasal 97 ayat (2) UUPM menyebutkan: Setiap Pihak yang berusaha memperoleh informasi orang dalam dan kemudian memperolchnya tanpa melawan hukum tidak dikenakan larangan yang berlaku bagi orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pa.•al 96, sepanjang informasi tersebut disediakan olch Emiten atau Perusahaan Publik tanpa pembatasan. Penjelusan pada Pasal 97 ayat (2) UUPM yakni sebagai berikutt
Ayat (2) Sebagai contoh, apabila seseorang yang bukan orang dalam meminta informasi dari Emiten atau Perusahaan Publik dan kemudian memperolchnya dengan mudah tanpa pembatasan, orang tersebut tidak dikenakan larangan yang berlaku bagi orang dalam. Namun, apabila pemberian informasi orang dalam disertai dengan persyaratan untuk mcrahasiakannya atau persyanuan lain yang bersifat pembatasan. terhadap Pihak yang memperoleh informasi orang dalam berlaku larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96.
4.27
10. Pada Pasal UUPM menyebutkan "Perusahaan Efek yang memiliki informasi orang dalam mengenai Emiten atau Perusahaan Publik dilarang melakukan transaksi Efek Emben atau Perusahaan Publik tersebut, kecuali apabila a. Transaksi tersebut dilakukan bukan atas tanggungannya sendiri, tetapi atas perimah nasabahnya; dan b. Perusahaan efek tersebut fidak memberikan rekomendasi kepada nasabahnya mengenai Efek yang bersangkutan.
Penjelasan Pasal 98 memberikan penjelasnya sebagai berikut: Ketentuan Pasal ini memberikan kemungkinan Perusahaan Efck untuk melakukan transaksi Efek semata-mata untuk kepentingan nasabahnya karena salah satu kegiataan Perusahaan Efek adalah sebagai Peramara Pedagang efek yang wajib melayani nasabahnya dengan sebaik-baiknya. Dalam melaksanakan transaksi Efek dimaksud, Perusahaan Efek tidak memberikan rekomendasi apa pun kepada nasabahnya tersebut. Apabila larangan dalam Pasal ini dilanggar, Perusahaan Efek melanggar ketentuan orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal dan Pasal 96.
11. Pada Pasal UUPM menyebutkan "Bapepam dapat menetapkan transaksi Efek yang tidak termasuk transaksi Efek yang dilarang sebagaimana dimabud dalam Pasal 95 dan Pasal 96"
Penjelasan Pasal UUPM yakni sebagai berikui: Transaksi Efek tenentu yang tidak termasuk dalam transaksi Efek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96 ditetapkan dengan peraturan Bapepam. Sebagai comoh, transaksi Efek tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini adalah transaksi Efek antar orang dalam.
4.28
UUPM dalam penjelman umuntnya menymakan bahwa dengan lahirnya Undang-Undang tentang Pa.sar Modal dapat memberikan kontribusi yang lebilt besar dalam pembangunan sehingga sasaran pembangunan di bidang ekonomi dapat tereapai.12 Ketentuan pidana baru baru ditemukan dalam Pasal 103 sampai dengan Pasal 110 sebagai berikut:13
Pasal 103: Kegiatan Pasar Modal Tanpa Izin. ( I ) Setiap Pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal tanpa izin, persetujuan, atau pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. Pasal 13, Pasal 18, Pasa130, Pasal Pasal 43. Pasal 48, Pasal 50. dan Pasal 64 diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling hanyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (2) Setiap Pihak yang melakukan kegiatan tanpa memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 diancam dertgan pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2. Pasal 104: Ancaman Pidana, Penjara dan Denda. Setiap Pihak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90. Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97 ayat (1), dan Pasal 98 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (scpuluh) tahun dan denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
3. Pmal 105: Pidana Terhadap Manajer Investmi dan atau Pihak Terafiliasi. Manajer Investasi dan atau Pihak teraliliasinya yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaltsud dalam Pasal 42 diancam
4.29
dengan pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
4. Pasal 106. (1) Setiap Pihak yang melakukan pelanggaran cuas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). (2) Setiap Pihak yang melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) lahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
5. Pasal 107: Menipu atau Merugikan Pihak Lain atau Menyesatkan Bapepam. Setiap Pihak yang dengan sengaja benujuan menipu atau menigikan Pihak lain atau menyesatkan Bapepam. menghilangkan, memusnahkan, menghapuskan, mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, atau memalsulcan caiatan dari Pihalc yang memperoleh izin, persetujuan, atau pendaharan termasuk Emiten dan Perusahaan Publik diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (t(ga) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
6. Pasal 108: Ancaman Pidana Umuk Pihak yang Mempengaruhi. Ancaman pidana penjara atau pidana kurungan dan denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103, Pasal 104, Pasal 105, Pasal 106, dan Pasal 107 berlaku pula bagi Pihak yang, baik langsung maupun tidak langsung, mempengaruhi Pihak lain untuk melakukan pelangsaran Pasal-Pasal dimaksud.
7. Pasal 109: Ancaman Pidana, Penjara dan Denda Setiap Pihak yang tidak mematuhi atau menghambat pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 (sa(u) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (saiu miliar rupiah).
4.30
8. Pasal 110: Tindak Pidana ini adalah Pelanggaran dan Kejahatan. ( I ) Tindalc pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (2), Pasal 105. dan Pasal 109 adalah pelanggaran. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (I), Pasal 104, Pasal 106, dan Pasal 107 adalah kejahatan.
B. PERATURAN PEMERINTAH N0.45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL
Peraturan Pemerintah No.45 Tahun 1995 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Di Bidang Pasar Modal merupalcan peraturan pelaksana dari Undang.Undang Nomor 8 Taltun 1995 Tentang Pasar Modal. Dalam peraturan ini diatur mengenai ketentuan sanksi administratif di bidang pasar modal. Pihak yang mempunyai wewenang untuk menjatuhkan sanksi administratif teMadap pelanggaran hukum di bidang pasar modal adalah Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), karena oleh Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, vide Pasal 102 UUPM, telah diberikan kewenangan tersebut. Pihak yang dapat dijatuhi sanksi administmtif tersebut adalah I. Pihak yang memperoleh izin dari Bapepanr, 2. Pihak yang memperolch persetujuan dari Bapepanr, 3. Pihak yang melakukan pendaftaran kepada Bapepam.
Selanjutnya ke tiga pihak tersebut dapat diperinei secara lebilt konkret ntenjadi 25 golongan sebagai berikut : • Emiten: • Perusahaan Publik; • Bursa Efek: • Lembaga Kliring dan penjaminam • Lernbaga Penyimpanan dan Penyelesaian; • Reksa Dana; • Perusahaan Efek; • Penasihat Investasi; • Wakil Penjamin Emisi Efek; • Wakil Perantam Podagang Efek;
4.31
• Wakil Manajer Investasi; • Biro Administrasi Efek; • Kusiodian; • Wali Amanat; • Notaris: • Konsultan Hukum; • Akuntan Publik; • Penilai: • Pihak-pihak lain yang memperoleh izin/persetujuaNpendaftaran dari Bapepam: • Direktur dari l'erusahaan Publik; • Komisaris Pemsahaan Publik; • Pemegang Minimal 5% Saham Perusahaan PubIik; • Direktur dari Emiten; • Pemegang Minimal 5% Saham dari Emiten.
Scmcniam itu, sanksi administratif yang dapat dijatuhkan olch Bapepam adalah sebagai berikut: • Peringatan tenulis; • Denda pembayaran sejundah uang iertentu (bukan denda pidana); Pembatasan Kegiatan Usaha; • Pembekuan Kegiatan Usaha • Pencabuian Izin Usaha; • Pembatalan Persetujuan; • Pembatalan Pendanaran.
Selanjutnya PP No. 45 Tahun 1995 tersebut le■vat Pasal 63 juneto Pasal 64 UUPM memperinci tentang hukuman denda adndnistrasi, yaitu ierdiri dari empat kategori sebagai berikui I. Denda Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) per hari dengan maksimum Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); 2. Denda Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) per hari dengan maksimum Rp. 100.000.000,00 (seratus )uta rupiah); 3. Denda maksimum Rp. 500.000.000,00 (lima ratus jum rupiah); 4. Denda maksimum Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
4.32
Tentang masing-masing sanksi pidana, sanksi perdata dan sanksi administratif berlaku prinsip hukum yang umum dipraktekkan yaitu ke tiga jenis sanksi tersebut dapat (tempi bukan harus) berlaku secara kumulatif sekaligus.
4.33
MODUL 5
KEGIATAN BELAJAR 1
Pengantar Tindak Pidana Lingkungan
A. PERNIASALAHAN PENEGAKAN 11UKUM LINGKUNGAN
Secara makro kondisi penesakan hukum lingkungan saat ini belum sesuai dengan yang diharapkan. Permasalalum lingkungan hidup cendenmg makin menumpuk, rumit bahkan mengarah jadi sumber ancaman ketentraman. Penegabn hukum lingkungan masih menjadi wacana birokrat/pemerintalt, belum menuju pada tindakan konkrit. Pendapat yang berkembang saat ini khususnya pendapat para investor. bahwa dalam memacu pertumbultan dan kemajuan ekonomi munculnya dampak sampingan berupa pencemaran dan perusakan lingkungan merupakan hal yang tidak dapat dihindari dan merupakan konsekuensi yang harus diterima. Pendapat tersebut tentu saja bertemangan dengan asas.asas dan tujuan pengelolaan lingkungan hidup yang baik untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, sebab penanganan lingkungan yang baik akan memberi kontribirn ekonomi, sebaliknya terjadinya pelanggaran di bidang lingkungan hidup tanpa disadari telah mengalihkan biaya ekonomi lingkungan kepada masyarakat. Masyarakatlah yang harus menanggung biaya dari setiap planggaran lingkungan. Pemerimalt juga belum menyinkronkan elemen ekonomi, sosial dan ekologi dalam setiap kebijakan pembangunan, schingga banyak dilihat kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemcrintah merugikan kepentingan lingkungan seperti telah dikeluarkannya Perp No. 1 Tahun 2004 tentang kebijakan pemberian konsesi pertambangan di hutan lindung, kepada 13 perusahaan pertambangan. dimana ketentuan ini bertentangan dengan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang melarang dilakukannya kegiatan pertambangan di hutan lindung. Terabaikannya masalah lingkungan ini disebabkan belum sempurnanya penanganan lingkungan hidup oleh berbapi departemen terkait seperti Kementerian Lingkungan Hidup, Deparienten Perdagangan. Perindustrian, Kehutanan, Periambangan. Masing-masing sektor diatur dengan undang-undang sektoral sendiri, dan masing-tnasing sektor mempunyai interpretasi yang bcrbcda dalam menangani permasalahan lingkungan. Contoh, jika
5.2
disuatu kawasan penambangan yang terdapat di satu kawasan humn terjadi konflik, maka ada tiga undang-undang yang mengatur yaitu Undang-Undang Sumber Daya Air, Undang-Undang Kehutanan dan Undang-Undang Pertambangan di samping itu ada tiga departemen yang terlibat dan ada tiga insiansi yang mengatur dan mengelola. Sementam masing-masing sektod depanemen hanya menguas•i dan memahami perundangan di bidangnya tanpa mau melihat .wa peraturan aniar departemen tersebut saling terIcait, sehingga apabila tidak dipahami akan terjadi perbenturan kepentingan dan akibatnya lingkungan yang menjadi permasalahan umma yang harus diselamatkan malah ierabaikan. Olch karena itu harus ada persamaan visi, misi, oriemasi dan periguasaaan peraturan di bidang lingkungan secara komprehensif olch masing-masing departemen yang terkait agar permasalahan lingkungan dapat diselaraskan tanpa harus mengorbankan kepentingan masyamkat, pengusalm, pernerintah dan kepentingan lingkungan. Kurang berluisilnya penegakan hukutn lingkungan juga disebabkan karena adanya penyimpangan pada proses penegakan hukum lingkungan, hal ini dapat dilihat pada aplikasi Pasal 30 (2) Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungatt Hidup yang menyebutkan bahwa penyclesaian sengketa di luar pengadilan scbagaimana dimaksud pada ayat (1 ) iidak berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup sebagaintana diatur dalam undang-undang ini atau dengan kata lain terhadap tindak pidana lingkungan hidup tidak dapat diselemikan melalui ADR, tetapi pada prateknya kelentuan Pasal 30 (2) Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ini banyak dilanggar atau disimpangi. Dilihat dari politik kriminal meningkatnya tindak kriminal di bidang lingkungan disebabkan antara lain proyek-proyek dan program pembangunan yang direncanakan dan dilaksanakan baik pada tingkat lokal, regional, dan nasional mengabaikanitidak memperhatikan faktor lingkungan, tidak didasarkan pada penelitian yang akurat dan perkiman akan perkembangan atau kecenderungan kcjahatan baik pada saat ini maupun saat yang akan daiang. Di samping itu disebabkan tidak adanya penelitian mengenai pengaruh dan aldbat-akibat sosial dan keputusan-keputusan sena inkstasi kebijakan, studi-studi kelayakan yang meliputi faktor-faktor sosial sena kemungkinan timbulnya akibal kriminogen sena strategi altematif untuk menghindarinya tidak pernah dilakukan. oleh karena itu tidak mengherankan bila kasu.s-kasus lingkungan pada skala nasional tidak dapat diselesaikan
5.3
secam tuntas. Padahal kejahatan di bidang ling8ungan oleh kongres PBB ke 5 tdun 1975 di Jenewa mengenai The Prevention Oferime and The Treatment of Ofenders. dikatagorikan sebagai C#lbissyikjdlyg benujuan mendapatkan keumungan materiil mclalui kegiatan dalam bisnis atau industri, yang pada umumnya dilakukan secara icrorganisir dan dilakukan oleh mereka yang mempunyai kedudukan terpandang dalam masyaralcat, yang biasa dikenal dengan "organizedCrimes" "White Collar Crime". Selanjulnya di dalam Kongres ke-7 tahun 1985, antara lain dimintakan perhatian terhadap kejahatan-kejahatan tertentu yang dipandang membahayakan seperti "economic crimes", "Enviummental offences","illegal trafficking . drugs", "terorism" dan "apartheid". Schubungan dengan peranan dari pertumbubn industri sena kemajuan ilmu dan teknologi. Kongres ke-7 juga meminta perhatian khusus terhadap masalah "industrial crimes", khususnya yang berhubungan dengan masalah: I. Keschatan dan kesejahteraan masyaraka1 (public health) 2. Kondisi para pekerja/buruhAcaryawan flabour condition.ij 3. Eksploitasi sumber-sumber alam dan lingkungan (the exploittation ofnatural resourees and environmenij 4. Pelanggaran terhadap ketentuan/persyaratan barang dan jasa bagi para konsumen. (offenees against the provision of goods and services toconstuners).
B. DIMENSI KRIMINALITAS DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP
Di cra globalisasi kualitas dan kuanthas kriminalitas di bidang lingkungan hidup berkembang sangat dahsym. Perkembangan masyarakat modern yang konsumtif yang mengutamakan kepentingan ekonomi temyata diikuti kejahatan lingkungan yang semalcin canggih pula, seperti pencemaran lingkungan, baik pencemamn air yang disebabkan karena limbah industri dan limbah domestik, pencemaran udara karena asap yang disebabkan pem-bakaran hutan, perusakan dan penggundulan humn secara liar dan penggalian tambang di hutan lindung. Pencemaran air yang disebabkan karena limbah industri dan limbah domestik yang tidak toicendali telah menimbulkan pencemaran hampir seluruh sungai di Indonesia terutama di Pulau Jawa. Menuru1 hasil penelitian yang dilakukan J1CA, temyata 73% sumur penduduk telah terkontaminasi oleh zat kimia amoniak yang bersumber dari
5.4
limbah industri. Tingkat konsen•rasi pencemaran kimia juga terhitung tinggi di sebagian besar sumur penduduk, karena seldtar 13"/o dari sumur-sumur penduduk yang diperikm di wilayah Jakana Selatan mengandung zat kimia jenis merkuri, yang berasal dari bakteri coli dan amoniak dari limbah tinja, organo chloride dan organo phospor yang berasal dari pupuk kimia, detergen, pestisida, limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) dari industri. Kondisi lingkungan seperti ini juga menyebabkan sebagian air sungai di Pulau Jawa menjadi tidak layak lagi diproses dan diproduksi menjadi air minum. Hasil pemantauan Bapedal terhadap air sungai memperlihatkan sebanyak 25-50% dari polutan yang mencemari air sungai temyata berasal dad indusni.industri yang mcmbuang limbahnya ke Sungai. Setiap tahun diperkirakan lebih dari 2.2 jula ton limbah B3 telah dibuang ke sungai-Sungai di wilayah Jakarta dan Jawa Bara1.1 Lingkungan hidup yang merupakan hana warisan yang harus dijaga keutuhannya dari tangan-tangan yang tidak benanggung jawab. tampaknya tidak dapat dipertahankan lagi keutuhannya, sebagai akibat kerakumn man.ia dalam memenuhi kebutuhan ekonominya. Pemenuhan kebutuhan ekonomi tampala, adalah segalanya meskipun harus mengorbankan kepentingan lingkungan yang nom bene adalah kepentingan seluruh bangsa didunia pada umumnya dan bangm Indonesia khususnya. Pemuasan dan pemenuhan kebutuhan ekonomi pada masyarakat modem yang konsumtif, kerakusan manusia, korupsi dan persekongkolan yang dilakukan elit penguasa, kerjasama antara elit penguasa dengan pebisnis kelas dunia, tampaknya yang menjadi penycbab munculnya berbagai penyimpangan dalam pengelolaan lingkungan baik yang dilakulum oleh clit penguasa, pebisnis maupun masyarakat. Dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup telah diatur perbuatan yang dianggap sebagai tindak pidana Ikejahatan) antara lain: • Perbuatan pencemaran lingkungan hidup; • PeMuatan perusakan lingkungan hidup.
1. Perbuatan Pencemaran Lingkungan Hidup Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup telah merumuskan secara tegas tentang difinisi pencemaran lingkungan sebagimana yang dirumuskan dalam Pasal 1 angka 12.
5.5
Pasal 1 angka 12 berbunyi: "pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat. energi, dan/ atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitas turun sampai ke iingkat tertemu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya, Dengan demikian Pasal 1 angka 12 ini memuat unsur-unsur dari perbuatan pencemaran lingkungan hidup itu adalah sebagai berikut: a. masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup. zat. energi, dan /atau komponen lainnya ke dalam lingkungan hidup b. dilakukan oleh kegiatan manusia c. menimbulkan penunman kualitas lingkungan, sampai pada tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup iidak dapat berfungsi wsuai dengan peruntukannya.
2. Perbuatan Perusakan Lingkungan Htdup Perusakan lingkungan hidup perumusannya teniapat dalam Pasal 1 angka . yaitu tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau langsung tatadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan.3 Pasal 1 angka 14 memuat unsur-unsur perbuatan perusalcan lingkungan hidup yaitu: a. adanya suatu tindakan manusia b. yang menimbulkan perubahan terhadap sifat fisik dan/ atau hayati lingkungan c. mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjulan.
Pencemaran dan perusakan dikatagorikan sebagai perbuatan pidana karena perbuatan pencemaran dan pentsakan mengakibatkan nmaknya ekosistem bahkan biosfir bumi, yang dapat menyebablcan ierganggunya kelestarian lingkungan hidup baik untuk generasi masa sekarang maupun yang akan datang. Sebagaimana dikatabn Abdurahman, bahaya yang senantiasa mengancam lingkungan dari waktu ke waktu ialah pencemaran
5.6
dan perusakan lingkungan. Ekosistem dari suatu lingkungan dapat ierganggu kelestariannya karena pencemaran dan perusakan lingkungan.4 Sedangkan menurut Ketentuan PROPER (program peringkat kinerja perusahaan) bahwa perilaku perusahaan yang dapat dikangorikan sebagai lindak pidana lingkungan, adalah perusahaan berperingkat hitam dan merah yang iidak memiliki sarana pra.sarana sebagai berikut
Penisahaan berperingkat hitam I. Perusahaan tidak mempunyai IPAL 2. Perusahaan tidak melakukan pengolahan air limbah 3. Air limbah >500% dari BMAL (izin) 4. Perusahaan tidak mempunyai alat pengendalian pencemaran udara 5. Perusahaan tidg melakukan pengendalian udara 6. Emisi udara >500% dari BME (inn) 7. Perusahaan tidak mengelola limbah B3 dan mempunyai dampak terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat 8. Perusahaan tidak mempunyai dokumen Amdal atau RKL/ RPL yang disetujui instansi yang benvenang.
Perusahaan yang berperingkat merah
a. Pencemaran air I) Perusahaan tidak mempunyai izin pembuangan air limbah (apabila telah diwajiblcan) 2) Perusahaan tidak melakukan pengambilan contoh dan analisis air limbah kurang dari sekali per bulan. 3) Perusahaan belum melakukan pelaporan hasil pemantauan air limbah. 4) Perusahaan belum mempunyai alat ukur debil atau alat ukur debit iidak berfungsi dengan baik. 5) Tidak dilakukan pengukuran debit harian. 6) Konsentrasi air limbah belum memenuhi BMAL atau persyaratan yang ditetapkan di dalam izin. 7) Kualitas air limbah berdasarkan beban air limbah belum memenuhi BMAL yang ditetapkan di dalam izin
5.7
b. Pencemaran air laut • Perusahaan belum mempunyai izin wauk pembuangan I imbah ke laut (dumping).
e. Pencemaran udara I ) Stack yang mengcluarkan cmisi belum dilengkapi dengan tempat-tempat sample emisi udara dan peralawn pendukung lainnya. 2) Stack yang ada belum dilengkapi dengan alat pemantauan udara sebagaimana yang dipersyaratkan (tergantung jenis industri) 3) Belum dilakukan pengukuran emisi udara untuk semua stack scbagaimana yang dipersyaratkan dalam peraturan (harian atau setiap 6 bulan) 4) Perusahaan tidak mclaporkan hasil pemantauan emisi udara kepada instansi terkait sebagaimana mestinya. 5) Emisi udara yang dihasilkan bclum memenuhi Baku Mutu Emisi Udara sebagaimana yang dipersyaratkan.
d. Pengelolaan Limbah B3 I ) Perusahaan tidttk mempunyai semua izin pengelolaan limbah B3 yang dilakukan untuk semua aspek sebagaimana yang dipersyaratkan. 2) Perusahaan belum melakukan pelaporan pengelolaan limbah B3 s.uai dengan yang dipersyaratkan. 3) Penyimpanan limbah B3 belum dilakukan sebagaimana yang dipersyaraikan dalam izin. 4) Pengelolaan limbah B3 di lokasi (on site incinerator) belum dilakukan sesuai dengan yang dipersyaratkan. 5) Pengelolaan limbah B3 di lokasi (on site landfill) belum dikelola dengan baik dan sesuai dengan sebagaimana yang dipersyaratkan dalam izin.
e. AMDAINKUUPL I ) Perusahaan belum melakukan persyaratan-persyaratan di dalam AMDAL dan RKU/RPL. 2) Perusahaan lidak melakukan pelaporan UKL aiau UPL kepada instansi terkait sebagaimana yang dipercayakan.
5.8
Selanjutnya untuk memperoleh penjelasan tentang peneemaran dan perusakan lingkungan hidup tidak dapat dilihat dari kacamma hukum saja, tetapi perlu ditentukan oleh ukumn ilmiah dari berbagai disiplin ilmu lain. Di samping itu perlu dibatasi bahwa lingkungan itu tereemar dan rusak atau sehingga perlu adanya baku mutu lingkungan. Baku mutu lingkungan adalah untuk menilai ambang batas yang menentukan bahwa lingkungan masih atau tidak berfungsi sesuai dengan peruntukannya, atau untuk menenlukan bahwa lingkungan belum atau telah terjadi perubahan sifat fisik dan atau hayati lingkungan hidup.
Menurut Andi Hamzeb,5 Dalam ruang lingkup yang paling luas, hukum lingkungan menyangkut hukum intemasional (publik dan privat) dan hukum nasional. Termasuk hukum lingkungan imemasional ialah perjanjian-perjanjian bilateral antamegara, perjanjian regional karena semuanya ini adalah sumbcr hukum yang supranasional. Dalam ruang nasional, hukum lingkungan menempati titik silang pelbagai bagian hukum klasik yaitu hukum publik dan hukum privat. Termasuk hukum publik ialah hukum pidana, hukum pemerintahan (administrasif), hukum pajak, hukum lata negara, bahkan menurut Andi Hamzah agraria pun bersangkutan dengan hukum lingkungan. Hukum lingkungan sangat komplek baik dilihat dari aspek pengertiannya, fungsinya, masalah yang dihadapi, kepentingan yang dilindungi, penegakan yang dilakukan, peraturan perundang-undangan yang mengaluniya, serta melibmkan berbagai kepentingan, institusi, dan bidang hukum. Dari aspek pengertiannya hukum lingkungan bisa dipandang sebagai lingkungan fisik dan lingkungan sosial termasuk di dalamnya adalah gejala sosial. Dari sudut pandang lingkungan fisik maka yang menjadi sorman, kajian adalah pencemaran, perusakan, pengurasan, terhadap lingkungan dan sumber daya alam, sedanglcan dari aspek lingkungan sosial dan gejala sosial maka yang menjadi konsentrasinya adalah menurut Ray Darville6 "Masalah lingkungan tidak hanya berkonsentmi dan berkontribusi pada tingkat kesehatan fisik atau kematian seseorang saja, tetapi juga kesehatan menial dan masalah-masalah emosional. Belum lagi karena beban sejumbh
5.9
pajak untuk menyclamalkan lingkungan dengan pemikiran bahwa anak cucu Itita di masa mendatang akan masih dapat mengecap keindahan alatn. minimal sama dengan yang ada di masa kini." Dari aspek kcpentingan yang dilindungi malca hukum lingkungan tidak hanya melindungi lingkungan alam saja seperti bumi, air udara dan seisinya, tennasuk di dalamnya adalah makhluk hidup yang menghuninya, tempi juga lingkungan sosial misalnya bagaimana upaya mencegah masuknya pengaruh budaya asing ke Indonesia sebagai akibat adanya globalisasi. Selanjutnya Andi hamzah mengemukakan,7 "bahwa masalah lingkungan berkai. pula dengan gejala sosial sepeni penumbultan penduduk. migrasi dan tingkah laku sosial dalam memproduksi, mengkonsumsi dan rekreasi". Dilihat dari fungsinya maka hukum lingkungan bertujuan untuk mclindungi scluruh alam besena isinya sepern, bumi, air. dan udara sena makhluk hidup yang ada di dalamnya dari kepunahan, perusakan. pencemaran dan pengurasan, . tangan-tangan yang tidak berunggung jawab agar tercipta lingkungan hidup yang baik, sehat, aman. nyaman, dan indah. Untuk mendukung terciptanya tujuan tersebut maka diperlukan instrument hukum guna melindungi, menyelesaikan permasalahan yang muncul sehubungan adanya upaya untuk merusak tujuan tersebui. Instrument tersebut adalah hukum administrasi, hukum pidana dan hukum perdata. Dilihat dari bentuk-bentuk pelanggarannya juga sangat komplek dapat termasuk pelanggaran terhadap hukum perdata, hukum administrasi, dan hukum pidana. Pelanggaran terhadap hukum perdata akan diselcsaikan mclalui mrana hukum perdata, pelanggaran terhadap hukum pidana akan diselesaikan mclalui sarana hukum pidana dan pelanggaran terhadap hukum administrasi akan diselesaikan melalui sarana hukum administrasi. Oleh karena maka menurut Andi Hannalt.8 "Hukum lingkungan merupakan hukum fungsional yang merupakan litik silang perlbagai bidang hukum klasik". Perbuatan pencemamn dan pennakan lingkungan hidup sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah merupakan tindak pidana lingkungan yang diatur dalam Bab IX Pasal 41 s.d Pasal 48 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu masih ada perbuatan pencemaran dan
5.10
perusakan lingkungan yang diatur dalam tindak pidana khusus di luar KUHP dan di luar UU No. 23 Tahun 1997 yang menimbulkan dampak negatif ter-hadap upaya pelestarian lingkungan hidup dan atau perlindungan kelestarian lingkungan hidup. Dengan demikian maka yang dimaksud dengan tindak pidana lingkungan hidup tidak hanya terbatas pada tindak pidana lingkungan hidup yang diatur dalam UU No. 23 tahun 1997 tempi juga termasuk bebempa tindak pidana yang mempunyai dampak terhadap lingkungan hidup yang diatur dalam: 1. UU No. 11 Tahun 1974 temang Pengairan Pasal 15 ayat (1)(2)(3) 2. UU No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Ekslusif Indoncsia Pasal 16, Pasal 17. Pasal 18 3. UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian 4. UU No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28. Pasal 29. Pasal 30 5. UU No. 5 Tahun 1990 temang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Pasal 40 (1)(2)(3)(4)(5) 6. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan 7. PP No, 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan air
Dilihat dari ruang lingkup tindak pidana sebagaimana diatur olch UU tersebut di atas maka dapat dillhat demikian banyak jenis, macam kriminalitas yang bersangkut paut dengan upaya pelestarian lingkungan hidup dan atau perlindungan kelestarian lingkungan hidup, telah diatur secara rinci.
C. BEBERAPA PANDANGAN/PEMIKIRAN UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK P1DANA L1NGKUNGAN HIDUP DENGAN HUKUM PIDANA
Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Kondisi ini menempaikan Indonesia sebagai salah satu Negara yang paling terc.cmar di Asia. Bila ditclusuri penyebab terjadinya degradasi lingkungan di negeri ini maka akan terlihat dengan jclas bahwa penegakan hukum tidak berjalan. Mengapa den6kian, karena sampai detik ini
5.11
berbagai kasus besar di bidang pencemaran dan perusakan linglcungan belum dapat diselesaikan, tnenurut ICEL penyebabnya amara lain, 9 Penama. Hulcum belum dimuliakan sebagai panglitna dalam menyelesaikan kasus- kasus lingkungan hidup. Kedua. Unsur-unsur yang terdapat dalam penegakan hukum pidana lingkungan yaitu Polisi, Jaksa, Hakim, Pengacam belum memiliki visi dan rnisi yang seirama di dalam menegakan hukum lingkungan. Ketiga. Ketrampilan pengaeara, masyarakai, polisi. aparatur lembaga pengelolaan lingkungan hidup, jaksa dan pengadilan sangat terbatas, koonlinasi dan kesamaan persepsi diantara penegak hukum tidak memadai, itdak ada perencanaan yang sistemaiis dan jangka panjang dalam melaksanakan penegaldon hukum. dan kurangnya integritas dari penegak hukum yang dapat mempengaruhi proses penegakkan hukum, Keempat. • Pengawasan dan penegakan hukum tidak terencana, reaktif dan improvisatoris. • proses pengumpulan bahan keterangan penyidikan dan penuntutuan dilakukan olch instansi yang berbeda-beda dengan kesenjangan pema-haman antara penegak hukum yang berasal dari berbagai instansi, dan dengan koordinasi yang sangat • Belum meratanya pengetalwan dan pemahaman hakim dalam menagani kasus-kasus sumber dnya alam dan fungsi lingkungan hidup, terlebih pernbangunan berkelanjutan secara lebih luas. Kesenjangan pengetahtum dan pemahaman para hakim diperburuk dengan tidak dikenalinya hakim ad hoc untuk mengatasi keawaman hakim di bidang lingkungan dan sumber daya alam. • Masih rendahnya integrims para penegak hukum (aparat pemerintah, polisi, jaksa dan yang mengancam indepedensi dan profesional-isme merelca.
Menumt Barry Stuart 10 Pelanggaran terhadap hukum lingkungan bervariasi mulai dari pelanggaran peraturan yang kecil dan bersifal teknis
5.12
sampai ke kcjahatan yang serius yang membahayakan masyarukat dan kesehatan manusia. U. mengatasi kejahatan lingkungan yang sangat serius tersebut diperlukan penegakan hukum dan pemberian pidana yang setimpal untuk mencapai ierciptanya upaya penangkalan yang bersifat umum maupun khusus. Pemberian pidana yang setimpal schingga memberikan efek mencegah adalah mngat penting bagai keberhasilan dalam mengelola dan nielindungi lingkungan hidup. Selanjutnya menurut Barry Stuart, perlunya pembalasan dan pemidanaan dalam kasus pelanggaran/kejahatan lingkungun bersutnber pada dua prinsip dasar I I I. pencemar harus membayar (the polhaer , principle). Pidana yang dijatultkan tidak bolch dianggap sebagai biaya dalam melakukan kegiatan usaluL Untuk mcmastikan pertanggung jawaban scpcnuhnya dalam kasus pelanggaran lingkungan, pidana yang diberikan harus memperhatikan kepentingan korban langsung yang menderita kerugian sebagai akibat dari pelanggaran tersebut maupun kepentingan orang banyak. 2. pendidikan masyarakat (Public Education). Pidana yang diberikan harus dengan jelas mengungkapkan bahwa pelanggaranl kejahatan lingkungan adalah perbuatan yang tercela, dan karenanya pidana yang diberikan adalah penegasan dari nilai yang ada dalam masyarakat yang berkenaan dengan perlindungan lingkungan hidup. Pemidanaan dapai meningkatkan kesadaran dan pcmahaman masyarakat akan pcntingnya memililci lingkungan hidup yang schat.
UU Kekuaman Kehakiman telah inemberikan peluang kepada aparat penegak hukum untuk secara bebas menggali hukum. menciptakan hukum. yang berdasarkan hukum yang tidak tertulis yang hidup dalam masyarakat. tentu saja nuisyarakat moderen yang saat ini sedang berkembang. Tetapi tampaknya hal itu tidak pemah dilakukan. Sebagai contoh penggunaan hukum pidana dalam penyelesalan kasus di bidang lingkungan terhambat olch sejumlah asas dan doktrin yang sudah ketinggalan jaman. Schubungan dengan penggunaan sanksi pidana dalam penyclesaian kasus lingkungan
5.13
hidup. Amerika Serikat sebagai negara termaju di dunia telah memanfaatkan sattksi pidana dalam penyelemian masalah lingkungan hidup secara maksimal. hal ini dapat dari upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Negara Adidaya tersebut sebagaimana dikemukakan olch Harkristuti Harkris-nowo 12 I. ne independent use the criminal sanction Penggunaan sanksi pidana yang secara langsung melarang kegiatan pencemaran lingkungan, yakni dengan merumuskan bahwa melakukan kegiatan yang tems menerus mencemarkan air, udam, dan ianah mcrupakan suatu tindak pidana
2. The dependent-direct ilSe of the criminal sanction Pemanfaatan sanksi pidana terbams, yakni dengan menetapkan ambang bi polutan yang dapal dikeluarkan olch suatu pemsahaan dalam melaksanakan kegiatannya. Pelanggaran terhadap ambang batas inilah yang dirumuskan sebagai tindak pidana.
3. The dependent — indirect approach of the criminal sanction Pendekatan ini mereservasi sanksi pidana bagi pemsahaan yang tidak memenuhi standar yang telah ditentukan
4. Thepreventive use a f the ctiminal sanction Hukum yang digunakan dalam hal ini menentukan langkah-langkah preventif apa saja yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan untuk melindungi lingkungan (misalnya mcnyaring limbah cair. menempatkan saringan udara sebelum asap dikeluarkan dan lain-lain) apabila langkah ini tidak dilakukan maka akan sanksi pidana akan dijatuhkan.
Menurut Baffy Stuart pemberian pidana yang layak yang mencerminkan msa keadilan masyamkat mempunyai peran yang strategis dalam upaya penanggulangan lingkungan hidup yaitu sebagai berikut I 3 I. Mendidik masyarakat dan pelanggar tentang akibat pencemaran bagi lingkungan
5.14
2. Menguatkan nilai dalam masyanakai terhadap perlindungan lingkungan 3. Pencapaian pencegahan/penangkalan khusus dan umum 4. Menguatkan kembali tujuan dari instansi lingkungan 5. Memberikan ganti rugi kepada korban pencemaran.
Penegakan hukum pidana lingkungan yaitu suatu tindakan/ upaya yang dilakukan aparat penegak hukum dani penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan penjatultan sanksi pidana oleh hakim. Sedang yang dimaksud dengan tindak pidana lingkungun hidup semua tindak pidana yang diatur dalam Bob, XV (Potol9B00000poi dengan Pasal 115) UU No, 32 Tahun 2009 (Undang-Undang Perlindungan dan Penge)olaan Lingkungan Hidup) dan tindak pidana umum lainnya di luar KUHP dan di luar UU No. 32 Tahun 2009 yang menimbulkan dampak negatif terhadap upaya pelestarian lingkungan hidup dan atau perlindungan lingkungan hidup. Dengan demikian yang dimaksud dengan tindak pidana lingkungan hidup tidak hanya terbatan pada tindak pidana lingkungan hidup yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 1997 Jo UU No. 32 Tahun 2009 (Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) tetapi juga termasuk beberapa tindalc pidana yang mempunyai dampak terhadap lingkungan hidup yang diatur dalam: 1. UU No. I I Tahun 1974 tentang Pengairan 2. UU No. 5 Tahun 1983 tentang 2ona Ekonomi Ekslusif Indonesia 3. UU No. 5 Tahun 1984 teniang Perindantrian 4. UU No. 9 Tahun 1985 teniang Perikanan 5. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Koservani Sumber Daya Alam Hayati dan Elcosistemnya. 6. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. 7. PP No. 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air. 8. PP No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai.
Selama ini perhatian, pemahaman, dan pengetahuan aparat penyidik, penuntut dan hakim hanya terfokus pada UU No. 23 Tahun 1997 Jo UU No. 32 Tahun 2009 (Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) saja, padaanl permanalahan lingkungan bersifat kompleks, meliputi betbagal aspek, seperti air, udara, tanah, hutan, makhluk hidup, yang bersifat lintas baias dan lintas sektoral. Oleh karena itu dalam menangani berkas penyidikan tindak pidana lingkungan hidup, perantian aparat penegak hukum
5.15
seperti polisi yang bertugas tnenyidik, jaksa yang bertugas dalam pra penuntutan dan jaksa penumut UMUM jangan hanya terfokus pada tindak pidana yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 1997 Jo UU No. 32 Tahun 2009 (Undang-Undang Perlindungan dan Pengeloloan Lingkungan Hidup) saja tetapi harus memperhatikan pula dcngan scksama apakah perbuatan-perbuat-an pidana yang diungkapkan dalam berkas perkara juga mcmenuhi unsur-unsur pasal-pasal pidana di dalam delapan ketentuan perundang-undangan tersebut di atas yang juga mengatur tindak pidana umum lain yang dapat menganeam, mengganggu atau menghambai upaya pelestarian atau perlindungan kelesiarian lingkungan hidup.14 Penegakan hukum lingkungan dengan menggunakan sarana hukum pidana jarang sekali digunakan. Hal ini disebabkan antara lain, adanya asas subsidiaritas sebagaimana dimuat dalam penjela.san umum UU No. 23 Tahun (997 Jo UU No, 32 Tahun 2009 (Undang-Undang Perlindungan dan Pengelo)aan Lingkungan Hidup) sebagai berikut: Sebagai penunjang hukutn administrasi, berlakunya ketentuan hukum pidana tetap memperhaiikan a. subsidiarnas yaitu bahwa hukum pidana hendaknya didayagunakan apabila sanksi bidang hukum lain seperd sanksi administrasi dan sanksi perdata dan alternatit penyelesaian sengketa lingkungan hidup tidak efektif dan/atau tingkat kesalahan pclaku relatif bcrat danlatau akibat perbuatannya relatif besar dan/atau perbuatannya menimbulkan keresahan masyarakat (Penjelasan UU No. 23 Ta)tun 1997 UU No. 23 Tabun 1997 Jo UU No. 32 Tahun 2009 (Undang-Undang Per)indungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). Atau dengan kata lain penggunaan instrumen penegakan hukum pidana lingkungan hidup baru dapai dilakukan bila memenuhi minimal salah saw persyaratan berikut: I. Sanksi hukum tata usaha negara. sanksi hukum perdata, penyelesaian sengke. secara altematif melalui negosiasi/ mediasiimusyawarah di luar pengadilan, setelah diupayakan tidak efektif atau diperkirakan tidak akan efektif: 2. Tingkai kesalahan pelaku terlalu berah
3. Akibat perbuatan pelaku pelanggaran relatif besar:
4. Perbuatan pelaku pelanggaran ketentuan perundang-undangan lingkungan hidup tersebut menimbulkan keresahan masyarakat.
5.16
KB 2 : PERTANGGUNG JAWABAN TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
A. KEBIJAKAN FORMULASI PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA DALAM UNDANG•UNDANG NO. 23 TAHUN 1997 JO UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.
Azas pertanggungjawaban dalam hukum pidana adalah tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (Geen straf zonder schuld; actus non facitreum nisi mensit rea).
Azas ini tidak tersebut dalam hukum tertulis tapi dalam hukum yang tidak tenulis, demikian juga yang berlaku di Indonesia.15 Bicara masalah pertanggungjawaban pidana, iidak dapat dilepaskan dengan tindak pidana. Walaupun di dalam pengenian tindak pidana tidak cermasuk masalah penanggungjawaban pidana. Tindak pidana hanya menunjuk kepada dilarangnya suatu perbuatan.16 Tindak pidana tidak berdiri sendiri, ia baru bermakna manakala terdapat penanggungjawaban pidana, ini berani setiap orang yang melakukan tindak pidana tidak dengan sendirinya harus dipidana. Untuk dapat dipidana harus ada pertanggungjawaban pidana. Pertanggungjawaban pidana lahir dengan ditcruskannya celaan (verwijtbaarheid) yang obyektif tcrhadap perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana berdasarkan Itukum pidana yang berlaku, dan secara subyektif kepada pembuat yang memenuhi persyaratan untuk dapat dikenai pidana karena perbuatan tersebuL17 Penanggungjawaban pidana itu sendiri adalah diteruskannya celaan yang obyektif yang ada pada tindak pidana dan sceara subyektif kepada seseorang yang memenulti syarat untuk dapat dijatulti pidana karena perbuatan tersebut.18 Dasar adanya tindak pidana adalah adanya azas legalitas,
5.21
sedangkan dasar dapat dipidananya pembuat adalah aim kesalahan. Ini berarti bahwa pembuat tindak pidana hanya akan dipidana jika ia mempunyai kesalahan dalam melakukan tindak pidana tersebut. Kapan seseorang dikatakan mempunyai kesalahan merupakan hal yang menyangkut masalah penangsungjawaban pidana. Seseorang mempunyai kesalahan bilamana pada waktu melakukan tindak pidana, dilihat d. segi kemasyarakatan ia dapat dicela oleh karena perbuatan tersebut.I9 Hal yang mma dikatakan oleh Sudado. "dipidananya seseorang cukup apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifal melawan hukum. Jadi meskipun perbuman tersebut memenuhi rumusan delik dalam undang-undang dan tidak dibenarkan. namun hal tersebut belum memenuhi syarai untuk penjatuhan pidana. Untuk pemidanaan masih perlu adanya syarat untuk penjatuhan pidana. Untuk pemidmaan masih perlu adanya syarat, baltwa omng yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau bersal. Dengan perkataan lain, orang tersebut harus dapat dipenanggungjawablcan ams perbuatannya atau jika dilihat dari sudut perbuatannya. perbuatannya baru dapat dipertanggungjawabkan kepada orang tersebui.20 D. berbagai penjelasan mengenai pertanggungjawaban pidana, maka dapai diambil kesimpulan baltwa pedanggungjawaban pidana yang dianut hukum pidana Indonesia adalah berdasarkan azas kasalahan (azas cupabilitas). Karena KUHP adalah dasar bagi berlakunya hukum pidana di Indonesia, maka semua asailketentuan yang berlaku dalam KUHP secara momatis juga berlaku bagi selumh peraturan pidana yang ada di luar KUHP. Salah mtu peraturan yang mengandung aspek pidana adalah Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Jo Undang-Undang No 32 Tahun 20()9 temang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sistem pertanggungjawaban pidananya otomatis beMasarican azas kesalahan (azas cuipabilitas). Hal ini dapat pada perumusan indak pidana, semua mencantumk. unsur sengaja atau kealpaan/kalalaian. Dengan tercantumnya unsur sengaja atau kealpaan. maka dapat dikatakan bahwa periang,gung-jawaban pidana dalam undang-undang lingkungan ini menganut prinsip
5.22
liability based on fault (pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan). Jadi Pada prinsipnya menganut asas kesalahan atau asas culpabilitas.21 Perumusan lindak pidana dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Jo Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup selalu dia‘trali dengan kata-lcata "Barang siapa" yang menunjuk pada pengertian "orang". Namun dalam Pasal 1 sub-24 ditegaskan, bahwa yang dimaksud dengan "orang" adalah "perseorangan, dan/atau kelompok orang dantatau badan Itukum". Demikian pula dalam Bab XV tentang ketentuan pidana, ada pasal yang mengatur tentang pertanggungjawaban badan hukum. perseroan. perserikatan. yayasan atau oraganisasi lain (lihat Pasal 116 .mpai dengan Pasal 119). Dengan demildan. dapat disimpulkan bahwa orang dan korporasi (badan hukum dan sebagainya) dapat menjadi subjek tindak pidana lingkungan hidup dan dapal dipertangguntjawabkan secara pidana atas pedmatannya. Pasal 116 sampai dengan 117 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Jo Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyebutkan bahwa, Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakulcan olch atau atas nama suatu badan hukum. perseroan, perserikatan, yayasan atau organisui lain, aneaman pidana denda diperberat dengan sepertiga. Mengingat korpora.si ti. dapat dijatulfi hukuman badan, tetapi mempunyai sumberdaya manusia dan sumberdaya keuangan yang luar biasa maka untuk penjatuhan aneaman pidana denda yang hanya diperberat dengan sepertiga terlalu ringan, kedepan scharusnya bagi korporasi yang melakukan tindak pi.a lingkungan aneaman pidana denda diperberat menjadi dua kali lipat Selanjutnya menurut Pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 pertanggungjawaban pidana (penuntutan dan pemidanaan) dapat dikenakan terhada, I. Badan hukum. Perseroan, Perserikatan,Yaya.n a.0 organisasi lain tersebut; 2. Mereka yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana atau yang bertindak sebagai pemimpin; atau 3. Kedua-duanya.
5.23
Masalah pertanggungjawaban pidana dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 diatur dalam Pasal 45 dan Pasal 46 yang merupakan rumusan kejahatan korporasi sebagaimana diatur dalam Pasal 51 KUHP Belanda. Korporasi sebagai legal person merupakan subyek hukum yang dapar dipidana berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997. Perkembangan ini merupakan suatu perubahan paradigma dalam hukum pidana yang pada awalnya menganut prinsip bahwa bartan hukum tidak dapat melakukan tindak pidana oleh karenanya tidak dapat dihukum (sociews delinnquere non posest). Namun demikian sejalan dengan perkembangan kegia. ekonomi di belahan dunia, gejala kriminalitas merupakan suatu kelanjulan . kegiatan dan pertumbuhan ekonomi dinurna korporasi banyak berperan dalam mendukung atau memperlancar kcjahatan tersebut. Karena perkembangan . pertumbuhan korporasi dampaknya dapai menimbulkan cfck negatif, maka kedudukan korporasi mulai bergeser dari subyek hukum perrtata menjadi subyek hukum pidana.23 Subyek tindak pidana yang dapat dikmagorikan sebagai korporasi terdiri I. Setiap orang yang diangkat sebagai pengurus yang memiliki kewenangan mengambil keputusan atas nama korporasi atau mewakili korporad untuk melakukan perbuatan hukum atau rnemiliM kewenangan untuk mengendalikan dan/atau mengawasi korpordsi. 2. Setiap orang yang bertindak atas nama korporasi dan orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, yang bertindak dalam lingkungan korporasi. 3. Mereka yang bertindak sebagai pemimpin atau yang memberi perimah, tanpa harus melihat apakah di antara mereka ada hubungan kerja arau hubungan lain. 4. Orang-orang yang berkepentingan terhadap pengeloban korporasi. 5. Orang-orang yang memberikan nasihat kepada Direktur atau anggota, yang dalam perjalanan kinerjanya memililci kapasitas Fofesional. 6. Orang yang mempunyai peran nyatalsebenamya dalam pro. korporasi dan bukan hanya posisi yang diduduki orang tersebut di dalam struktur korporasi. 7. Orang-orang yang ada di luar korporasi yang wewenang untuk mengendalikan masalah terientu dalam korporasi.
5.24
8. Pengambil keputman yang mempengaruhi perusahaan korporasi sebagai keseluruhan, mereka yang benanggungjawab bukan harus bagian dari dewan direktur dan tak harus pejabat eksekutif. 9. Pimpinan scnior, pimpinan menengah atau katyawan bawahan yang sudah didelegasikan dengan tanggungjawab sepenuhnya. 10. Mereka yang punya kewenangan mengendalikan korporasi dalam hubungannya dengan perilaku Icriminal, atau dengan perbuatan korporasi yang tidak sah. 11. Mereka inilah yang harus dapat dipertanggung jawabkan baik atas nama badan hukum/korporasi maupun aias nama pribadifiltdividu.
11. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASUBADAN 11UKUM YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
1Corporasi sebagai pelaku tindak pidana dewasa ini sudah tidak ada permasalahan lagi, sebab peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia sudah rnengatur hal tersebut. Salah satunya dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 pada Pasal 45 dan Pasal 46 lo Undang-Undang No 32 Tahun 2009 pada Pasal 118, mengatur mengenai badan hukum dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas perbuatan yang dilakukan. Tetapi memang tidak semua undang-undang di bidang lingkungan mengatur mengenai penanggungjawaban pidana olch badan hukum, salah satunya dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1983 tentang ZEEL dimana dalam undang-undang ini tidak ditemui istilah badan hukum, organisasi, yayasan atau sejenisnya, baik dalam batang tubuh maupun dalam penjelasan, sehingga dapat disimpulkan bahwa UU No. 5 Tahun 1983 Tentang ZEEI tidak menge-nal pertanggungjanban pidana yang dilakukan oleh badan hukum,dan hanya mengenal pertanggungjawaban terhadap orang. Padahal kejahatan yang dilakukan di kawasan ZI..E1 meskipun tidak semua lapi pada umumnya dilakukan oleh suatu organisui yang berbadan hukum, jadi subyek pelaku tindak pidana adalah badan hukum, oleh karena itu ke depan kata-kata "setiap orang" harus dijelaskan termasuk di dalamnya adalah badan hukum atau kor-porasi. Lebih baik lagi apabila korporasi/badan hukum diatur dalam rumusan pasal tersendiri, sehingga kejahatan yang terjadi di wilayah ZEEI yang pada umumnya dilakukan oleh korporasi dan menimbulkan kerugian negara yang besar dapat diselesaikan.
5.25
Berikutnya di dalam Pasa. PP No. 18 Tahun 1999 letung Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun disebutkan bahwa subyek dari tindak pidana selain orang juga disebutkan badan usaha yang dapat dari kata-kata "setiap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan penyimpanan"dan seterusnya. karena badan usaha menjadi subyek tindak pidana otommis PP ini juga mengenal pertanggungjawaban pidana korporasi, karena Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 sebagai rujukannya mengenal pertanggungjawaban pidana korporasi yang diatur dalam Pasal 45 dan Pasal 46 Jo Undang-Undang No 32 Tahun 2009 Pada Pasal 118, dimana komorasi dapat dimintakan pertanggung jawabannya dalam tindak pidana lingkungan hidup. Selanjulnya mencermati rumusan norma dalam PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udam, Pasal 21. Pasal 22 (I), Pasal 23, Pasal 24(1). Pasal 25. Pasal 30, Pasal 39. Pasal 47. Pasal 48. dan Pasal 50. mengenal adanya subyek tindak pidana orang dan badan usaha/korporasi. Hal ini antara lain dapat dilihat dalam kata-kata, "setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib" (Pasal 50 ayat I). Kata-kata setiap orang danlatau penanggungjawab usaha menunjuk pada omng dan badan malia/korporasi, berani PP ini mengerd pertanggungjawaban terhadap orang dan terhadap badan usaha. Uniuk adanya pertanggungjawaban pidana terhadap orang dan badan hukum ini menurut, BaMa Nawawi Aricf, Harus dipmtikan terlebih dahulu siapa yang dinymakan sebagai pembuat karena dalam kenyataannya untuk mcmastikan siapa si pembuat adalah tidak mudah setelalt pembuat ditentukan, bagaimana selanjutnya mengenai pertanggungjawaban pidananya. Masalah pertanggungjawaban pidana ini merupakan segi lain dari subjek tindak pidana yang dapat dibedakan dari masalah si pembuat (yang melakukan tindak pidana). Artinya pengertian subjek tindak pidana dapat meliputi 2 hal yaitu siapa yang melakukan tindak pidana (si pembuat) dan siapa yang dapat dipertanggungjawabkan. Pada umumnya yang dapai dipenanggungjawabkan dalam hukurn pidana adalah si pembuat, tapi tidaklah sclalu demikian. Masalah ini tergamung juga pada cara aiau sistem perumusan penanggungjawaban yang ditempuh oleh pembuat undang-undang.
5.26
Berdasarkan uraian di mas yang menyangkut permasalahan pertanggungjawaban pidana, temyata konstmksi yuridis dari semua literatur, temang pertanggungjawaban pidana beroriemasi kepada manusia/orang. Hal tersebut dapat dintengeni sebab ide tentang konstruksi penanggungjawaban pidana berdasarkan ketentuan KUHP. KUHP yang sekarang berlaku becorientasi kepada subjek iindak pidana berupa orang dan bukan korporasi. Pertanyaan yang mendasar adalah apakah korporasi dapat dikatalcan cacat jiwanya sehingga tidak mampu bertanggungjawab. Menurut Dwidja Priyatno untuk menentukan kemampuan bertanggungjawab komorasi sebagai subjek tindak pidana, hal tersebut tidaklah mudah karena korporasi sebagai subjek tindak pidana tidak memililci sifat kejiwaan seperti halnya manusia alamiah. Konstruksi tersebut berlaku pula bagaimanal. kalau yang melakukan suatu korporasi atau badan hukum tanpa spesilikasi yang jelas atau identiias yang jelas. maka masalah kesulitan siapa pembuatnya akan selalu timbul dan masalah ini membawa konsekuensi temang masabh pertanggungjawaban korporasi.25 Berkaitan dengan dapamya korporasi sebagai subyek hukum pidana Mardjono Reksodiputro berpendapat, Sehubungan dengan diterimanya korporasi sebagai subjek tindak pidana, maka hal ini berarti telah terjadi perluasan dari pengertian siapa yang merupakan pelaku tindak pidana. Pemasalahan yang segera muncul adalah sehubungan dengan pertanggungjawaban pidana asas utama dalam penanggungjawaban pidana adalah hann adanya kesalahan pada pelaku. Bagaimanakah harus dikonstruksikan kesalahan dari suatu korpordsi? Ajaran yang banyak dianut sekarang ini mcmimlikan antara perbuatan yang melawan hukum (menurut Itukum pidana) dengan pertanggungjawabannya menurut hukum pidana. Perbuman melawan hukum ini dilakukan olch suatu korporasi. Ini sekarang telah dimungkinkan. Tempi bagaiman mempenimbangkan tentang penanggungjawabannya? Dapatkah dibayangkan pada korporasi terdapat unsur kesalahan (baik keseng(baan maupun kelalaian). Dalam keadaan pelaku adalah manusia, maka kesalahan ini dikaitkan dengan celaan dan karena itu berhubungan dengan mentalitas amu psyche pelaku bagaimana halnya dengan pelaku yang bukan manusia yang dalam hal ini korporasi?
5.27
Dalam kenyautan diketahui banwa korporasi berbuat atau benindak melalui manusia (yang dapat pengurus maupun orang lain). Jadi pertanyaan yang penama adalah. bagaimana konsanksi hukumnya bahwa perbuatan pengurus (orang lain) dapat dinyatakan sebagai peranatan korporasi yang melawan hukum (menurui hukum pidana). Dan penanyaan kedua adalah bagaiman kontruksi hukumnya bahwa pelaku korporasi dapat dinyatakan mempuyai kesalaann dan karena itu dipertanggungjawabkan menurut hukum pidana. Pertanyaan kedua menjadi lebih sulit apabila dipahami bahwa hukum pidana Indonesia mempunyai asas yang sangat mendasar yaan bahwa" tidak dapat diberikan pidana apabila tidak ada kesalahan,26 Adapun model pertanggungjawaban korporasi dalam hukum pidana adalah sebagai berikut: I. Pengurus korporani sebagai pembuan dan penguruslah yang beranggungjawab 2. Korporasi sebagai pembuat dan pengurus benangsungjawab 3. Korpontsi sebagai pembuat dan juga sebagai yang benanggungjawab.27
Selanjulnya dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Pankanan. ketentuan mengenni dimungkinkannya korporasi sebagai pelaku tindak pidana dan dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya tercantum dalam Pasal 101 sebagai berikut: Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaltsud dalam Pasal 84 ayat (1), Pasal 85. Pasal 86. Paanl 87, Pasal 88, Pasal 89. Pasal 90, Pasal 91. Pasal 92. Pasal 93, Pasal 94, Pasal 95 dan Pasal 96 dilakukan oleh korporasi, tuntutan dan sanksi pidananya dijalankan terhadap pengurusnya dan pidana dendanya anambah 1/3 (sepeniga) dan pidana yang dijatuhkan. Bila diamati Pasal 101 maka hanya terhadap pengurus kotporasi saja yang dapat dimintakan pertanggung jawaban pidana dan dijatuhi sanksi, sedangkan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain. mereka yang memberi periman untuk melakukan tidak pidana atau yang bertindak sebagai pemimpin aiau kedua-duanya tidak dapan dimianakan pertanggung jawaban anas kesalahannya. Karena pengurus di sini belum tentu sebagai orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak
5.28
pidana atau yang bertindak sebagai pemimpin atau kedua«duanya bertindak sebagai yang memberi perintah dan juga sebagai pemimpin. Hal ini dapat dibenarkan kalau scandainya Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Jo Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup berperan sebagai undang-undang payung, karena di sini berarti penyebuian pengurussaja merupakan kekhususan dalam UU Perikanan, sedangkan secara umumnya sudah diatur dalam UU Pokoknya/payungnya yaitu UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 46 Jo Undang-Undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan Hidup Pasal 188 yang menyatakan bahwa pertanggung jawaban dapat dikenakan terhadap: I. Badan hukum, perseroan. perserikatan, yayasan atau organisasi lain terschut 2, Mereka yang memberi perimah untuk melakukan tindak pidana atau yang beriindak scbagai pcmimpin, atau 3. Kedua-duanya.
C. KEBIJAKAN FORMULASI PERUMUSAN SANKSI PIDANA DALAM UNDANG- UNDANG NO. 23 TAHUN 1997 JO UNDANG-UNDANG NO 32 TAHUN 2009
I. Jenis sanksi Undang-Undang No. 23 Taltun 1997 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Jo Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Ilidup mengcnal 2 (dua) jenis sanksi, yang dapat di-kenakan terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup
a. Sanksi pidana Jenis sanksi pidana yang digunakan hanya pidana pokok berupa pidana penjara dan denda, tidak dicantumkannya pidana kurungan pembemuk undang-undang menganggap bahwa semua findak pidana lingkungan hidup yang ada dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Jo Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dikualifikasikan sebagai kejahatan. Untuk masalah ini Barda Nawawi Arief mengingatkan bahwa menurut pola yang dianut sclama ini (di dalanildi luar
5.29
KUHP) bisa saja suatu kejahatan diancam dengan pidana kurungan.28 Penulis setuju dengan pendapat Barda Nawawi Arief, bahwa pidana kurungan patut dipenimbangkan untuk dimasukkan dalam Undang-Undang ini, apalagi ke depan diharapkan bahwa pelanggaran administmtif di bidang lingkungan patut dikriminalisasi, oleh karena itu untuk mengamisipasi permasalahan ini pidana kurungan harus dipenimbangkan.
b. Sankri iindakan tata tertib Pasal 47 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Jo Pasal 119 Undang-Undang No 32 Tahun 2009 menyebutkan: Sclain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan undang-undang ini, terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup dapat pula dikenakan tindakan tata tenib berupa: I) perampasan keuntungan yang diperolch dari tindak pidana daniatau 2) penutupan scluruhnya atau sebagian perusaltaan:daalaiau 3) pethaikan akibat tindak pidana:dan/atau 4) mewajibkan mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hakt dan/ atau 5) meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak: daniatau 6) menempatkan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tgun.
Dari kedua jenis sanksi tesebut di atas yaitu sanksi pidana dan tindakan tata tertib, terlihat bahwa Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Jo Unda, Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pcngelolaan Lingkungan Hidup tidak mcnyebut adanya pidana tarnbahan.
Namun menurut Barda Nawawl Arief, Bentuk iindakan berupa "perampasan keuntungan" dan "penutupan perusahaan" (Pasa) 47 sub a dan sub b di a.) pada .1catuya dapat dikelompokkan ke dalam pidana tambahan. "Perampasan keuntungan" pada hakikat, merupakan perluasan dan "perampasan barang" yang merupakan salah satu pidana tambahan menurut KUHP. Demikian pula penutupan perusahaan pada hakikautya merupakan perluasan dari pidana tambahan
5.30
krupa "pencabutan hak" karena knutupan krusakan dapat mengandung di dalamnya peneabutan haldiain berusaha.29
Selanjutnya menurut Barda Nawawi Arief, Satu hal lagi yang patui dicatat dari jenis-jenis sanksi tersebut di atas ialah, bahwa di dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Jo Undang-Undang No 32 Tahun 2009 teniang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tidak ada perumusan eksplisit mengenai jenis sanksi pidana/tindakan yang berupa "pemberian ganti rugi" langsung kepada korban. Namun kntuk-bentuk tindakan dalam Pasal 47 UU No 23 Taltun 2007 Jo Pasal 199 UU No 32 Tahun 2009 sub c, sub d dan sub e di atas dapat dikaiakan merupakan bentuk-bentuk pemberian "restitusi".30 Menanggapi ketersediaan tindakan tata tertib yang ada dalam Undang-Undang No. 23 tahun 1997 Jo Undang-Undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menurut knulis krlu adanya penambahan bentuk-bentuk iindakan, mengingat ditmapkannya pidana diharapkan dapat menunjang tercapainya tujuan pemidanaan. Tujuan pemidanaan dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Jo Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tenung Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup antara lain agar pclaku jera. masyarakat scbagai korban terlindungi, lingkungan yang tnenjadi korban tindak piduna dapat dipulihkan. Oleh karena itu perlu dipilih tindakan yang sesuai dengan sifat hakiki dari suatu kejahman yang akan diberanias, dengan menyusun strategi pidana yang lepat. Selain tindakan yang sudah disebutkan dalam Pasal 119 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Jo Undang-Undang No 32 Taltun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di atas inaka perlu ditambahkan jenis tindakan yang disesuaikan dengan Aturan Standar Minimum yang diterima oleh Majelis Umum PBB dalam Resolusi 45/110 tertanggal 4 Desember 1990. Tindakan-tindakan non cusrodial yang dapat diberikan antara lain: Sanksi lisan (verbal sanction)seperti admonllion (tegumn/ nasikt baik) reprimand (regunm keras/pencercaan) dan warning (peringatan). Sanksi ini sangat penting mengingat ke depan dulam undang-undang lingkungan yang baru pelanggaran administrasi harus sebagaimana diketahui
5.31
awal mula terjadinya tindak pidana berawal dari ketidak patuhan dalam bidang administmi.
2. Juntlah ilamanya, sanksi dan si.stem ancaman pidananya Tindak pidana pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Jo Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diatur dalam Pasal 98 sampai dengan Pasal 118. Pasal 98 (kesengajaan) dan Pasal 99 ayat 1 (untuk delik culpa), adapun maksimum aneaman pidananya dirumusan sebagai berikut: a. untuk kesengajaan (Pasal 98) Minimum 3 tahun penjara maksimal (0 tahun penjara dan denda minimum sebesar Rp 3.000.000.000,- (tiga miliyar rupiah) dan denda maksimal Rp.16000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) apabila mensakibatkan orang mati atau luka berat.
b. untuk kealpaan (Pasal 99 ayat 1) 1 (satu) tahun penjara dan denda Rp.1.000.000.000,-(sam miliar rupiah) yang dapat diperberat nwnjadi 3 (tiga) tahun penjara . denda Rp. 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah) apabila mengakibatkan orung mati atau luka berat.
c. Dari rumusan ancaman pidana scbagaimana disebut di atas, jelas tcrlihat bahwa Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 lo Undang-Undang No 32 Tahun 2009 temang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menganut sistem perumusan kumulatif.
D. KEBIJAKAN FORMULASI PERUMUSAN SANKSI PIDANA I11 LUAR UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 1997 JO UNDANG-UNDANG NO 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Pembahasan terhadap kebijakan formulasi perumusan sanksi pidana yang terdapat di luar Undang-Undang No, 23 Tahun 1997 lo Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengclolaan Lingkungan Hidup, difokuskan pada jenis sanksi, jumlah (lamanya) sanksi dan sistem ancaman sanksi
5.32
I. Jenis sanksi Ketentuan perumusan sanksi Undang-Undang No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia menurut Andi Hamzah terdapat hal-hal yang unik, yang berbeda jault dari ketentuan dalam KUHP. 31 Dalant ketentuan pidana Pasal 16 dan Pasal 17 diatur hal-hal sebagai berikut: Pasal 6 (1)(2) berbunyi sebagai berikut: a. Barangsiapa melakukan tindakan-lindakan yang bertentangan dengan keientuan Pasal 5 ayat (1), Pasal 6, dan Pasal 7 dipidana dengan pidana denda setinggi-tingginya Rp.225.000,000,- (dua ratus dua puluh lima jula rupiah). b. Hakim dalam keputusannya dapat menetapkan perampasan terhadap hasil kegiatan, kapal dan/atau alat perlengkapan lainnya yang digunakan untuk mclakukan tindak pidana terschui dalam ayat (1), c. Barangsiapa dengan sengaja melakukan tindakan-tindakan yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup dan/atau tereemarnya lingkungan hidup dalam Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, diancam dengan pidana scsuai dengan peraturan penmdang-undangan yang berlaku di bidang lingkungan hidup.
Pasal 17 Barangsiapa merusak atau mentusnaltkan barang-barang bukti yang digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayai (1), dengan maksud untuk menghindarkan tindalcan-tindakan penyitaan terhadap barang-barang tersebut pada waktu dilakukan pcmeriksaan, dipidana dengan pidana denda setinggi-tingginya Rp 75.000.000,- (tujuh puluh lima juia rupiah). Dalam Pasal 16 dan Pasal 17 tereantum sanksi pidana denda masing-masing maksimum Rp.225.000.000,-(dua ratus dua puluh lima juta mpiah) untuk perbuatan yang melanggar Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 (eksplorasi dan eksploitasi, membuat dan menggunakan pulau-pulau buatan dan mengadakan penelitian ilmiah), maksimum Rp.75.000.000; (tujuh puluh lima jula rupiah) untuk perbuatan yang mennak dan memusnahkan barang-barang bukti dalam melakukan tindak pidana yang penama tersebut. Keunikan ketentuan pidana tersebut ialah tidak adanya pidana penjara, kurungan, maupun kurungan penggami jika denda tidak dibayar. Hal ini
5.33
disebabkan karcna dalam penjelasan Pasal 4 Undang-Undang No. 5 Tahun 1983 dijelaskan baltwa sanksi-sanksi dalam undang-undang ini berbeda dengan sanksi-sanksi dalam undang-undang yang berlaku di wilayah Republik Indonesia. Menurut Andi Hanizah32 tidak adanya sanksi pidana penjam dan pidana kurungan dalam undang-undang ini disebabkan karena adanya larangan dulam Konferensi Hukum Laut Imernasional di Caracas untuk menjatuhkan pidana badan bagi yang melanggar di wilayah 200 tnil itu. Menuna penulis karena tidak ada pidana penjara dan kurungan dalam Undang-UntMng ZEE ini maka sanksi piduna denda sebesar Rp.225.00.00,- (dua ratus duapuluh lima juta rupiah) terlalu kecil bila dibandingkan dengan kejahaian yang dilakukan dan kerugian yang diderita oleh Negara. Ke depan tttihttltttttyttpidttttitdttditdiliptttgttttdttkttttttliitittgltttpittithkttlihpitU Pidana tamballan dalam undang-undang ini ialah perampasan tcrhadap hasil kegiatan, kapal dan atau alat perlengkapan lain yang digunakan untuk mclakukan tindak pidana Masal 16 ayat 2). Sedangkan sanksi yang berupa tindakan. yaitu ganti kerugian karena perbuatan yang melanggar hukum Indonesia dan hukum Intemasional mcngcnai pulaupulau buatan, htstansi-instansi dan bangunan-bangunan lain di zona ekonomi eksIdusif Indonesia dan mengakibatkan kerugian, wajib memikul tanggung jawab dan membayar ganii kcrugiun kepada pcmilik pulau-pulau buatan, insiansi-instansi dan bangunan-bangunan lain (Pasal 9). Demikian pula membayar ganti kerugian kepada Pemerintah Indonesia olch mereka yang melanggar perundang-undangan Rcpublik Indonesia dan hukum Intemasional yang berlaku di bidang penelitian ilmiah yang mcngakibatkan kerugian (Pasal 10). Selanjuinya dikenal pula kewajiban membayar biaya rehabilitasi lingkungan laut autu sumber daya alam dengan segera dalam jumlah yang rnemadai akibat perbuatan yang menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan laut dan atau kerusakan sumber daya alam. Tanggung jawab membayar biaya tersebut bersifat muilak (Pasal 11 ayat I). Perampasan hasil kegiatan, kapal danMtau alat perlengkapan lain yang digunakan untuk melakukan tindak pidana dalam Pasal 16 (I).
Satu hal lagi yang perlu mendapat bahasan adalah ketentuan Pasal 16 tentang ketentuan pidana dimana dicantumkan haltwa iindakan-tindakan yang
5.34
menyebabkan rusaknya lingkungan hidup atau tercemamya lingkungan hidup dalam Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, diancam pidana sesuai peraturan yang berlaku di bidang lingkungan hidup. menurut Andi Hanuall Harus dise-laraskan dengan undang-undang ini yang tidak mengenal pidana badan.33 Menurut pendapat penulis selain memang harus diselaraskan karena Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 mengenal pidana penjara/pithum badan sanang undang-undang ZEEI tidak mengenal pidana badan, oleb karena itu sebaiknya undang-undang mengenai Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia harus segera diganti. karena banyak hal-hal yang sudah lidak sanuai lagi dengan perkembangan kejahatan dan teknologi yang berkembang. seperti besamya sanksi pidana denda dan besamya ganti kerugian sudan tidak sesuai lagi dengan tingkat kejahatan saat ini. deankian juga mengenai tindakan/perbuatan yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan perusakan yang terjadi di wilayah scharusnya tidak merujuk kepada undang-undang lingkungan hidup, tetapi diatur secara mandiri dalam undang-undang ZEEI yang baru. schingga proses penegakan hukum lingkungan dapat berjalan lancar. Karena undang-undang ZEEI tidak mengenal hukuman badanmaka selain hukuman denda dan ganti kerugian seria pemulihan lingkungan yang rusak sebagaimana yang sudah ditetapkan dalam undang-undang ZEEI. maka ke depan sebaiknya juga dikenakan hukuman tindakan baik yang dijatultkan pada tahap sebelum proses peradilan (pre trial stage), pada tahap peradilan dan pemidanaan (rial and sentencing) dan pada tahap setelah pemidanaan (post semencing stage). Menurui aturan standar minimum yang diterima oleh Majelis Umum PBB dalam resolusi 45/110 tertanggal 14 Desember 1990. lindakan-tindakan non-custodial yang dapat diberikan antara Berikutnya akan dijelaskan kebijakan formulasi perumusan sanksi Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 Temang Perikanan. Dalam undang-undang ini kmentuan mengenai kejahatan diatur dalam Pasal mmpai dengan Panal 94 sedangkan pelanggaran diatur dalam Pasal 87 sampai dengan Pasal 100, undang-uanang ini mengganti Undang-Undang No. 9 Tahun 1985 tananng Perikanan. Ada hal baru dalam undang-undang yang baru ini, karena di dalam Pasal 71 dinyatakan bahwa akan dibentuk pengadilan khusus tindak pidana di bidang perikanan. luga akan dibeniuk forum komunikasi penyidikan oleh Menteri Perikanan. Penuniutan pun diatur
5.35
secara khusos di dalam Pasal 75 yang menyamkan bahwa Jaksa Agung menentukan penumut umum dengan syarat-syarat yang ketat antara lain harus berpengalantan selama 5 (lima) tahun. Hakim yang akan mengadili pelanggaran di bidang perikanan juga khusus, yaitu hakim ad hoe yang terdiri atas dua hakim ad hoc dan satu hakim karier. Pemeriksaan pengadilan dapat dilakulcan secara in absentia, begitu pula penahanan diatur secara khusus. Uniuk kejahman Pasal 86 (I) diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) mhun dan denda paling banyak Rp.2.000.000.000,- (dua milyar rupiah), sedangkan untuk pelanggaran Pasal 87 (I) diancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.I.000.000.000,- (satu mi)yar rupiah). Bila dibandingkan dengan undang-undang perikanan yang lama maka dilihat d. jenis pidananya sama. Karena kedua undang-undang perikanan ini sama-sama menerapkan pidana penjara, kurungan dan denda, . tidak mengenal pidana tambahan dan tindakan tata teoib.
E. JUMLAH (LAMANYA) SANKSI DAN sisTEm ANCAMAN SANKS1
Untuk membahas jumlah (lamanya) sanksi dan sistem ancaman sanksi pertama akan diuraikan kebijakan fortnulasi perumusan s.ksi pidana dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1983 temang ZEE1, dimana undang-undang ini menggunakan sistem kumulasi yang dapat dilihat pada kata-kata "dan", perumusan sanksi yang bersifat kumulatif ini juga mengandung kelemahan sebagaimana sudah diuraikan sebelumnya karena bersifat imperatif, di sini hakim tidak diberikan keleluasaan dalam memilih sanksi terutama yang ditujukan kepada korporasi. Kemudian untuk jumlah (lamanya) sanksi undang-undang ini hanya mencantumkan sanksi pidana denda sebagaimana diatur dalam Pasal 16 dan Pasal 17, sanksi pidana denda masing-masing maksimum Rp.225.000.000,- (dua ratus dua puluh lima juta rupialt) untuk perbuatan yang melanggar Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 (eksplorasi dan eksplobasi, rnembuat dan menggunakan pulau-pulau bualan dan mengadakan penelitian ilmiah), maksimum Rp.75.000.000,- (oujuh puluh lima juta rupiah) untuk perbuatan yang merusak dan memus.kan barang-bamng buIcti dalam melakuk. tindak pidana yang pertama tersebut.
5.36
Karena undang-undang ini menurut ketentuan konferensi hukum laut Intemasional di Caracas, melarang menjawhkan pidana badan bagi yang melanggar di wilayah 200 mil mau dengan kata lain undang-undang ini iidak mengenal pidana penjara/kurungan, menurut penulis karena tidak ada pidana penjara dan kurungan dalam Undang-Undang ZEE ini maka sanksi pidana denda sebesar Rp 225.00.00,- (dua ra. duapuluh lima jum rupiah) terlalu kecil bila dibandingkan dengan kejahatan yang dilakukan dan kerugian yang diderita oleh negara. Ke depan seharusnya pidana denda dilipat gandakan minimal sepuluh kali lipat. Selanjutnya jumlah dan sistem ancaman sanksi dalam UU No. 5 Taltun 1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati apabila dilihat dari jundah (lamanya) sanksi dapat dilihat bahwa perumusan sanksi Pasal 40 ayat (1)(2)(3)(4) dirumuskaw Ayat 1 Untuk kesengajaan melanggar Pasal 19 ayat (I) dan Pasal 33 ayat (I) diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) taltun dan denda paling banyak Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), sedangkan kesenga-jaan yang melanggar Pasal 21 ayat (I) dan ayat (2), serta Pasal 33 ayat (3) diancum pidana paling lama 5 Tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus jum rupiah). Ayat 2 Untuk kealpaan diancam pidana paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) melanggar Pasal 19 ayat (I) dan Pasal 33 ayat (I), sedangkan, yang melanggar Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) diancam pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000.- (lima puluh juta rupial0 Jumlah/lamanya sanksi pidana menurut Undang-Undang No. 5 Taltun 1990 tentang Kcanekaragaman suntber Hayati. masih lebih ringan dihandingkan dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dimana kesengajaan pidana penjara 10 (sepuluh) mhun dapat diperbemt menjadi 15 (lima belas) taltun dan denda Rp.500.000.000,41ima ratus juta rupian). Sedangkan untuk culpa diancam pidana 3 (tiga) tahun dapat diperberat menjadi 5 (lima) tahun, dengan denda Rp.150.000.000,4seraws lima puluh juta rupiah). Dalam rangka ius consti-wendum sebaiknya ditetapkan pidana minimal khusus dari setiap rumusan tindak pidana untuk menghindari terjadinya disparitas pidana dan rasa ketidakadilan masyarakat. Sedangkan kebijakan sistem ancaman sanksi dari undang-undang ini memakai sistetn kumulatif.
5.37
Berikutnya akan dibahas kebijakan formulasi perumusan sanksi pidana Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Pasal 63 berbunyi: Barangsiapa yang melangsar ketentuan Pasal 3, Pasal 4, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 32, Pasal 34, Pasal 36, Pasal 37, pasal 39 dan Pasal 60 yang mengakibaikan dan/atau dapat mcnimbulkan pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan hidup diancam dengan pidana sebagaimana diatur pada Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, dan Pasal 47 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Karena PP No. 18 Tahun 1999 ini dalam hal penjatuhan pidana merujuk ke Undang—Undang No. 23 tahun 1997 tentang l'engelolaan Lingkungan Hidup, maka jenis sanksi pidananya hanya mengenal jcnis sanksi pidana penjara. denda, dan tindakan tata tenib. dan tidak mengenal jenis sanksi pidana iambahan dan kunmgan, hal ini dikannakan selunth rumusan tindak pidana yang ada di dalam UU No. 23 Tahun 1997 sentua dikatagorikan sebagai kcjahatan. Demikian juga mengenai jumlah maksimum pidananya baik pidana penjara maupun denda maupun sistem perumusan sanksinya sama dengan Undang-Undang No, 23 tahun 1997. Sclanjutnya bila jenis sanksi yang terdapat dalam PP No. 18 Taltun 1999 ini semuanya berjenis sanksi negatif. Salah satunya dapat dilihat dalam Pasal 3 yung berbunyi: "Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kcgiatan yang menghasilkan limbah B3 dilarang membuang limbah B3 yang dihasilkannya itu sccara langsung ke dalam mcdia lingkungan hidup, tanpa pengolahan terlebih dahulu." Rumusan sanksi dalant norma tersebut di atas berbentuk negatif yaitu melarang setiap orang membuang limbali B3 secara langsung ke media lingkungan tanpa diolah terlebih dahulu. Atau dapat dikatakan setiap orang yang membuang limbah B3 ke media lingkungan tanpa diolah lebih dahulu dikenakan sanksi. Sanksi negatif ini bersifat represif dan mempunyai kelemahan, karcna perlindungan terhadap lingkungan dilakukan setelah terjadinya kerusakan, akan baik apabila dalam PP No. 18 Tahun 1999 ini juga dicantumkan sanksi yang bersifat positif.
5.38
Menurut Soerjono Soekanto34 Secara konvensional dapat diadakan pembedaan antara sanksi positif yang merupakan imbalan, dengan sanksi negatif yang berupa hukuman. Dasar gagasan tersebut adalah, bahwa subyek hukum akan memilih salah satu dan menghindari yang lain. Kalangan hukum lazimnya beranggapan bahwa hukuman merupakan penderitaan, sedangkan imbalan merupakan suatu kenikmatan, sehingga akibat-akibatnya pada perilaku serta merta akan mengikutinya. Sanksi-sanksi yang terdapat PP No. 18 Tahun 1999 pada umumnya berupa sanksi negatif. PadahaHalam kenyataannya. di samping sanksi negatif, juga terdapat sanksi positif, kalangan hukum lazimnya kurang memperhaiikan masalah imbalan atau sanksi positif. Secara sepintas akan tampak bahwa sanksi negatif lebih banyak dipergunakan bila dibandingkan dengan sanksi positif, oleh kamna adanya anggapan kuat bahwa hukuman lebih efektif. Ancaman hukuman mempunyai efek menakut-nakuti, sedangkan imbalan bnya merupakan suatu insentif belaka. Namun ada pula anggapan bahwa ancaman hukum merupakan suatu dorongan umuk melakukan kejahatan, oleh karena perbuatan-perbuatan yang merupakan penyelewengan, merupakan penyalur pelbagai hasrai manusia yang mengalami pelbagai tekanan. Selanjutnya akan dibahas jundah dan sistem ancaman sanksi yang terdapat dalam dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. Bila dibandingkan antara undang-undang perikanan yang baru dengan undang-undang perikanan yang lama yaitu Undang-Undang No. 9 Tahun 1985, maka jumlalt (lamanya) pidana penjara dan kurungan yang diancamkan, banyak kemajuan sebab dalam undang-undang perikanan yang baru. untuk kejahatan ancaman pidana 10 (sepuluh) tahun dan denda Rp.2.000.000.000,- (dua milyar rupial). untuk pelanggaran ancaman pidana kurungan 2 (dua) .hun dan denda Rp.1.000.000.000,-(satu milyar rupiah), sedang dalam UU perikanan yang lama ancaman sanksi terdapat dalam Pasal 24 sampai dengan Pasal 28. Pasal 24 dan Pasal 25 (sub a dan sub b) merupakan lejahatan", Pasal 26, Pasal 27 sub c, d dan e merupalcan "pelanggaran". Untuk kejahatan dipidana dengan pidana penjara maksimum 10 (sepuluh) tahun datilatau denda maksimum Rp.100.000.000,- (seratus juia rupiald, sedangkan untuk pelanggaran diancam dengan pidana kurungan
5.39
maksimum 6 (enam) bulan atau denda Rp. 50.000.000.- (lima puluh jula rupiah). LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di mas, kerjakanlah latihan berikui,
I) Apa yang dimaksud dengan asas Geen straf mnder schuld, actus non facitreum mensit rea? 2) Sebutkan jenis sanksi yang diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup!
Petunjuk Jawaban Latihan
I) Ams penanggungjawaban dalam hukum pidana adalah tidak dipidana jika tidak ada kesalahan. 2) Jenis sanksi yang terdapat dalam Undang-Undang No 23 tahun 1997 yakni sanksi pidana dan sanlmi tindakan tata tertib. «ZI RANGICUMAN Ams penanggungjawaban dalam hukum pidana adalah tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (Geen stmf zonder scludd, acms non facitreum nisi mensa rea). Aus ini tidak tersebut dalam hukum tertulis tapi dalam hukum yang tidak tenulis. demikian juga yang berlaku di Indonesia.
2) Penanggungjawaban pidana dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 diatur dalam Pasal 45 dan Pasal 46 yang merupakan rumusan kejahatan korporasi sebagaimana diatur dalam Pasal 51 KUHP Belanda. Komorasi sebagai legal person merupakan subyek hukum yang dapat dipidana berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997. Perkembangan ini merupakan suatu perubahan paradigma dalam hukum pidana yang pada awalnya menganui prinsip bahwa badan hukum tidak dapat melakukan tindalc pidana oleh karenanya iidak dapat dihukum (socimas delinnquere non potesi).
5.40
MODUL 6
KEGIATAN BELAJAR 1
Jenis Kejahatan di Bidang Perpajakan
A. TENTANG HUKUM PAJAK, ART1, TUGAS, DAN GUNANYA
Hukum pajak, yang juga disebut hukum fiskal, adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekeayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara. sehingga ia merupakan bagian dari hukum public, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan-badan (hukurn) yang berkewajiban membayar pajak (selanjutnya disebut wajib pajak). I Tugasnya adalah menelaah keadaan-keadaan dalam masyarakat yang dapat dihubungkan dengan pengenaan pajak, merumuskan dalam peraturan-peraturan hukum dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum ini; dalam pada itu adalalt penting selcali bahwa tidak harus diabaikan begitu saja latar belakang ekonomis dari keadaan-keadaan dalam masyarakat tersebut.2 Hukum pajak memut pula unsur-unsur hukum tata negara dan hukum pidana dengan acara pidananya. Dalam lapangan lain hukum administratif, unsur-unsur tadi tidak begitu Nampak seperti dalam hukum pajak juga administratifnya diatur dengan sangat rapinya. Jus. inilah, ditambah dengan luasnya lapangan karena eratya hubungannya dengan ekonomi. maka dalam abad ini banyak satjana hukum, sarjana ekonomi, dan , cerdik pandai lainnya yang mencurahkan perhatiannya yang cukup terhadap hukum pajak ini, yang kini dalam beberapa negara telah merupakan ilmu yang berdiri tersendiri.3 Yang terutama tnenarik pedudian para cendikiawan adalah scringnya berubah ,turan-peraturannya. yaitu sebagai akibat dari perubahan yang terdapat pada kehidupan ekonomi dalam masyarakat di mana perubahan ini
6.2
mengharuskan pengubahan pennuran-peraturan pajaknya. Donikianlah halnya dengan negara-negara yang telah maju (juga dalum caranya mengatur pajaknya), yang telah menyesuaikan segala aparatumya dengan kebutuhan masyarakatnya urttuk secepat-cepainya bereaksi terhadap segala perubahan, terutatna yang tennasuk dalam lapangan perekonomian.4
B. PAJAK
Batasan atau definisi pajak berbagai macanr. dalam rangka buku ini tidaklah akan akan diselidiki batasaan manakah di antara yang bennacam-macam ragam itu yang lebih tepat daripada hasilnya. Akan bermanfaailah kiranya bilamana diadakan peninjauan dari kupasanterhadal hal.iltwal yang dirumuskan dalant beberapa di antaranya: salah satu di antara balasan-batasan itu diajarkan oleh Prof. Dr. PJ.A Adriani (pernah menjabal guru besar dalam hukum pajak pada Universims Amsterdam, kentudian Pernimpin International Bureau of Fiscal Documentation, juga di Amsterdam) yang berbunyi sebagai berikut.5 "Pajak adalah ivaran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang olelt yang wajib membayarnya menurut pemturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali. yang langsung dapat ditunjuk. dan yung gunanya adalalt untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umu berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintaltan"6 Kesimpulan yang ditarik dari definisi tersebut adalah bahwa Prof Adriani memasukan pajak sebagai pengertian yang dianggapnya sebagai suatu species ke dalam genus pungutan (jadi, pengutan adaah lebih luas). Dalam definisi ini titik berat diletakkan pada fungsi budgetair dari pajak, sedangkan pajak masth mempunyai fungsi lain yang tidak kalah pentingnya. yaitu fungsi mengatur 7 Yang dimaksud dengan tidak medapat prestasi kembali dari negara ialah pretasi khusus yang erat hubungannya dengan pembayaran "iuran" itu.
6.3
Prestasi dari negam seperli hak untuk menggunakan jalan-jalan umum. perlindungan dan penjagaan dari pihak polisi dan temara, sudah barang tentu diperoleh oleh para pembayar pajak itu, tetapi diperolellnya itu ridak secara individual dan tidak ada hubungannya langsung dengan pembayaran itu. Buktinya: orang yang iidak membayar pajak pun dapat pula mengenyam kenikmatanS
I. Definisi Pujak Sekadar untuk perbandin, berikut ini disajikan defini dari bebempa sarjana yang dimuat secara kronologis. a. Definisi Prancis, termuat dalam buku Lcory Beaulieu yang berjudul Traite de la Science des Finances, 1906. berbuny,
"L" impor er la contirbution, soir directo soit dissinudee. que La Puissance Publique exige des habiumis ou des biens pur subvenir aux depenses du Gouvernmem".9
"Pajak adalah bantuan. baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintah."
b. Definisi Deutsche Reichs Abgaben Ordnung (RA0-1919), berbunyi: "Steuem sind einmalige oder laufende Geldleistungen die nicht eine Gegenleistung fur eine besondere Leistung darstellen, und von einem offentlichrestlichen Gemeinwesen zur Enielung von Einkunften allen auferlegt werden, bei denen der Taibestand zutrifft den das Fesetz dic Leistungsplicht knupft." "Pajak adalah bantuan uang secara insidential atau secara periodik (dengan tidak ada kontraprestasinya), yang dipungut oleh badan yang bersifat umum (= negara), untuk memperoleh pendapatan, dimana teriadi suatu tatbestand (=sasaran pemajakan), yang karena undang-undang telah menimbulkan utang pajak."10
6.4
c. Definisi Prof.Edwin R.A. Seligman dalam Essays in Taxation, (new York, 1925), berbunyi:
"Tar is a compulsery contribution from the person, to the govemment defmy the expenses incurred in the conunon interest gfll. withow reference to special benefit conferred."11
Banyak terdengar keberatan atas kalimat, "without reference" karena bagaimanapun juga uang-uang pajak tersebut digunakan untuk produksi barang dan jasa. jadi benefit diberikan kepada masyarakat. hanya tidak mudah ditunjukkannya, apalagi secara perorangan. 12
d. Phillip E.Taylor dalam bukunya The Economics of Public Finance, 1984. mengganti "without reference" menjadi "with little reference".13 Definisi Mr.Dr.N..I. Feldmann dalam bukunya De overheidsmiddelen van Indonesia, Leiden, 1949, adalah:
"Belastingen rifn aan de Overheid lvolgens algemene, door haar vastgestelde normen, verschuldigde afdwingbare prestries, ivaar geen tegenpmstatie tegenover staat en uitsluitend dienen tot dekking publieke uitgaven."
"Pajak adalah prestasi dipaksakan scpihak olch dan Icrutang kcpada penguasa (nenurut nonnao-norma yang ditetapkannya secara uinum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum."15 Feldmann (seperti juga halnya dengan Seligman) berpendapat, bahwa terhadap pembayaran pajalL tidak ada kontraprestasi dari negara. Dalam
1,1 R.Sam4cso Brolodihardjo.2013.Penganzar lb. Ilakum PajakBandung:Refika Adimma. 12 R.Santwo Broiodihudjo..»13.Pengamar Ihnu Pojak.Bandung:Refika Adimma. Halaman 4 13 R Samaso Ilmiodihadjo.2013.Pengantar Ihnu Pajak.Bandung:Relika Adimma. Halaman 4 14R.Sammo Bmodihardjo.2013.Pengantar fintu Hukom Pajnk.Bandung:Relika Aditama. Huluman 4 15 k.Samoso Bromdthardp.2.013.Pengontar linsu liukum Pajnk.Banduny:Refika Aditatna. HaLunan 4
6.5
mengemukakan kritik-kritiknya terhadap delinisi dari sarjana.satjana lain seperti Taylor, Adriani, dan lain-lain temyam, bahwa Feldmann tidak berhasil pula dengan definisinya untuk memberikan gambaran temang pengertian pajak. 16
e. Definisi Prof. Smeets dalam bukunya De Economische Betekenis der Belastingen. 1951, adalah,
Belastingen zijrt aan de overheid frolgens nortnert, verschuligde, afdwingbare prerties, zonder dat hiertegenover. het nulividuele gewl, aanwijsbare tegen,staties staan; zij strekken tot dekking vanpublieke uftgaven."17
..Pajak adalah prestasi kepada pemrintah yang termang mclalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan. tanpa adakalanya kontraprestasi yang dapat ditunjuldcan dalam hal yang individual; maksudt. adalah untuk memblayai pengeluaran pemerimah.“18 Dalam bukunya ini, Smeets mengakui bahwa definisinya hanya menonjo. fungsi budgmer saja; baru kemudian ia menambahkan fungsi mengatur pada definisinya.I9
2. Huhungan dengan ilukum Pidana Hukum Pidana, seperti yang telah tercantum dalam Idtab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan yang terdapat di luamyn yaitu dalam ketentuan-ketentuan undang-undang yang khusus untuk mengadakan peraturan-peraturan dalam segala lapangan, merupakan suatu keseluruhan yang sistematis, karena kmentuan-ketentuan dalam Buku I dari KUHP (kecuali ditemukan lain) juga berlaku untuk perisiiwa-peristi. pidana
6.6
(peristiwaa yang dapat dikenakan hukuman = stratbeer feit) yang diuraikan di luar KUHP itu (1ihat Pasal 103 KUHP).20 Adapun hak untuk menyimpang dari peraturan-peraturan yang tercantum dalam KUHP Indonesia ielah diperoleh pembuat ordonansi semenjak Mei 1927, dan kesempatan ini banyak dipergunakannya karena kenyataan, bahwa peraturan-peraturan administratif pun sangat mernerlukan sanksi-sanksinya yang menjamin di.tinya oleh 1.1ayak ramai. Juga dalam peraturan-peraturan pajak terdapat sanksi-sanksi yang bersifat khusus, misalnya tentang dapatnya badan hukum dikenakan suatu hukuman (sedanglcan sebagai asas yag terpenting dari hukum pidana umum hingga kini adalah bahwa badan hukum tidalc pcmah dapat mclakukan perbuatan yang dapat dihukum karena hukum pidana ini smeata-mata ditujukan kepada individu, demikian Prof Mr. J.E Jonkers dalam bukunya Handbock van hct Indonesisch Srafrecht) walaupun KUHP telah banyak memuat ancaman bagi pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan-peraturan pajak ini. An. lain dimuatlah dalam pasal 322 KUHP ancaman terhadap (bekas) pegawai yang dengan sengaja telah membuka rahasia jaba. yang seharusnya disimpan baik-baik Dalam undang-undnag pajalc pun prinsip ini dengan nyata-nyata dimuat, antara lain dalam pasal 21 yo 25 Ordonansi Pajak Pendapa. (Peralihan) 1. dan Ordonansi Pajak Perseroan dalam pasal 47 jo 49.21 Penyimpangan lainnya dari prinsip utama hukum pidana umum yang terdapat dalam Undang-Undang Pajak dan yang ang timbul dari dasar pikiran, bahwa bagaimanapun uga Fiskusharus diberi penggantian kerugian (sebagai hukuman terhadap wajib pajak yang berbuat salah), dinyatakan dalam pasal 367 dan pasal 368 dari Reglemen Indonesia yang diperbaharui (HIR= Henelene Indonesisch Reglement). Peraturan tersebut menetapkan bahwa antara lain uniuk pajak. pasal 77 dari KUHP tidak berlaku, sehingga yang berianggungjawab atas benda-benda. penyitaan-penyitaan, dan biaya-biaya (yang scharusnya ditanggung olch wajib pajak sendiri, tetapi karena ia meninggal dunia setelah dijatuhi hulcuman karena suatu pelanggaran terhadap peraturan pajak), adalah ahli warisnya.22
6.7
Adapun bams-batas antara tugm aturan-aturan tentang hukuman dalam Undang-Undang Pajak iii (ada yang menamakannya: hukum pidana fiskal) dan hukum pidana umum setelah dikurangi dengan hukum pidana militer) tidak pasti letaknya, seakan-akan tidak diatur dengan ,menentu, misalnya pemakaian (lagi) materai tempel yang telah terpakai, hingga mulai saat berlakunya S-1941 No.49I merupakan kejahatan fiskal dan diancam dalam pasal 122 ayat 1 dari aturan Bea Materai 1921, tetapi kini, semenjak saat diancam dalam pasal 260 KUHP.23
Kebutuhan untuk memasukkan peraturan-peraturan yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan umum dalam hukum pidana fiskal. telah temyata makin lama makin berkurang. Keeenderungan (tendensi) ini mungkin sekali disebabkan oleh keinsafan, bahwa pengertian modem mengenai tata tertib hukum ini meliputi segala lapangan, lagipula karena keyakinannya bahwa diadakannya segala macam hukuman adalah tenlorong oleh keinginan . pihak penguasa untuk menyelamatkan kepentingan umum dalam segala lapangan, dengan sejitu-jitunya.
Prof. . Mr. J. van der Poel (Direktur Pajak Kerajaan Belanda dan Direktur merangkap Guru Besar Akademi Pajak Rotterdam) dalam bukunya Rondom Composite en Compromis mengutarakan bahwa hukum pidana fiskal sebanyak mungkin harus sesuai dengan hukum pidana umum. Sudah barang tentu tetap ada ketinggalan perbedaannya yang khusus, karena hukum pajak sangat membutuhkannya dalam detail-detailnya. Lagipula, sekalipun dasar pikirannya sama, namun dalam sejarah ternyata pertumbuhannya agak menyimpang. Menurut pendapatnya, sebelah setengah abad yang lalu, pelanggaran.pelanggaran pajak terlalu dianggap simplistic (remeh) dan terlalu formal, sedangkan teori dalam filsafat yang terbaru mengenai hal itu tidak lagi membedakan antara “pencurian" terhadap negara dan pencurian terhadap individu.
Dalam soal pajak ini, negara berhadap-hadapan muka dengan para wajib pajak sebagai penguasa dalam menunaikan tugasnya untuk mengatur hubungannya dengan warganya. lnilah sebabnya maka di muka dikatakan bahwa hukum pajak merupakan bagian dari hukum administrative yaitu peraturan-peraturan mengenai luasnya dan cara penunaian tugas pemerintah dan aparatur-aparatur negara, pula peraturan-pennuran penyclenggaraannya.
Karena dalam pcnyelenggaraan hukum publik sangat diperlukan control oleh pemerintah terhadap pelaksanaan hukum itu, dan pengawaann tadi diperkuat dengan sanksi-sanksinya secara pidana (seperti akan kita lihat bukan saja terhadap pelanggar-pelanggar, melainkan juga terhadap pelaksananya), maka khalayak ramai selalu harus berhubungan erat dengan instansi-instansi yang berkewajiban melaksanakannya. yaitu Direktorat Jenderal Pajak dengan kantor-kantor inspeksinya dan Ditektorat Jenderal Bea dan Cukai dengan kantor-kantor cabangnya. Bagi hukum pajak, hubungan ini bercorak khusus, dan diatur dengan panjang lebar dalam undang-undang masing-masing.
C. TINDAK PIDANA PERPAJAKAN SEBAGAI TINDAK PIDANA EKONOMI
Tindak pidana yang berkaitan dengan perekonomian adalah tindak pidana perpjakan, karena perpajakan berkaitan dengan pendapatan dan pengeluaran yang mempunyai dampak pada kondisi perekonomian secara umum. Secara yuridis, kejahatan dibidang perpjakan menunjukkan bahwa kejahatan ini merupakan substansi hukum pajak karena terlanggamya kaidah hukum pajak. Soeara sosiologis, kejahatan dibidang perpajakan tclah memperlihaikan suatu keadaan nyata yang terjadi dalam masyarakat sebagai bentuk aktivitas pegawai pajak, wajlb pajak, pejabat pajak, atau pihak lain. Sementara itu, secara tersirat makna bahwa telah terjadi perubahan-pembahan nilai dalam masyaralcat ketika stuttu aktivitas perpajakan dilakmnakan sebagai bentuk peran serta dalam berbangsa dan bemegara.27 Kejahatan dibidang perpajakan dapat berupa melakukan perbuatan mau tidak melakukan perbuatan yang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pada hakikatnya, ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dikategorikan sebagai kaidah hukum pajak yang
6.9
menjadi koridor umuk beMuat atau lidak berbum. Dengan thmikian. melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan dibidang perpajakan tergolong sebagai kejaltatan dibidang perpajakan ketika memenuln rumusan kaidah hukum pajak. 28 Melakubn perbuman atau iidak melakukan perbuatan sebagai bentuk kejahatan dibidang perpajakan memerlukan uraian analisis yang mendasar sehingga mudah dipahami secara prinsipil. Pertama, melakukan perbuthn tapi benentangan dengan kaidah hukum pajak sehingga dikategorikan sebagai kejahatan dibidang perpajakan. Misalnya, wajib pajak melakulcan perbuman berupa menyampaikan surat pemberthhuan letapi substansinya tidak benar, tidak lengkap. tidak jelas, atau tidak ditandaiangani. Kethm, tidak melakukan perbuatan. tetapi memenuhi rumusan kaidah hukum pajak sehingga dikategorikan sebagai melakukan kejahaian dibidang pemajakan. Misalnya, wajib pajak tidak membayar pajak untuk suatu saat atau masa pajak bagi liap-tiap jenis pajak, paling lama lima belas hari wtelah terutangnya pajak atau berakhimya masa pajak tersebut. Korban kejahatan dibidang perpajakan tidatc selalu tertuju pada negara, melainkan wajib pajak dapat pula menjadi korban. Ketika korban dari kejathtan tertuju pada negara berard pihak yang melakukan kejahatan adalah pegawai pajak atau wajib pajak. Contoh, pegawai pajak dengan maksud menguntungkan diri sendiri melawan hukurn dengan mcnyalahgunakan kekuasaannya memaksa sescorang untuk memberikan sesuatu,untuk membayar atau menerima pembayamn, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri dengan tindakan atau perbuatan itu dapat menimbulkan kenigian pada pendapatan negma. Ataukah, wajib pajak menyampaikan surat pemberitahuan, tetapi substansinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.30 lika korban tertuju kepada wajib pajak berani pihak yang melakukannya adalah pegawai pajak atau pejabat pajak. Comoh, pegawai pajak tithk memberikan pelayanan secara benar dan baik kepada wajib pajak sebagai
6.10
pelaksanaan ,istem self assessment" yang Manut dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Perubahan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata cana Perpajakan (UUKUP). Ataukah, pejabat pajak tidak memenuhi kewajiban meranasialum ranasia wajib pajak yang telan dikmanui, baik dalam bentuk tertulis maupun lisan. Kemhasiaan itu termju pada mhasia wajib pajak yang terkait dengan perpajakan. 31 Ketika kejahatan dibidang perpajakan telah memenuhi unsur-unsur delik pajak, berani pelaku kcjahatan wajib dikenakan sanksi pidana sebagaimana ditentukan dalam kaidah hukum pajak. Apabila ditclusuri sanksi pidana sebagai suatu ancaman hukuman yang ditujukan kepada pelaku kejahatan yang memenuhi rumusan kaidah hukunt pajak, hanya berupa hukuman penjara, hukuman kurungan, dan hukuman denda. Ketiga jenis hukuman ini berada pada tataran hukuman pokok. Dalam arti, ketika ditclusuri ancaman hukunum yang bolch dikenakan kepada pelaku kejahman dibidang perpajakan, temyata tidak mengaitkan hukuman tambahan sebagaimana dikenal dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hal ini memerlukan pengkajian lebih mandalam, mengapa hukuman tambahan tidak diancamkan sebagai bagian dari penghukuman kepada pelaku kcjahatan dibidang perpajakan?32
D. JENIS4ENIS KEJAHATAN PERPAJAKAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERPAJMUN
Hukum Pajak sanagai hukum positif merupakan bagian tak terpisalikan dari Itukum publik. Substansi hukum pajak memuat kaidah hukum tertulis karena dalam kenyataannya bahwa kelahimnnya didaanrkan pada undang-Undang Pajak sebagai produk politik dari Dewan Penvakilan Rakyat bersama dengan Presiden. Ketentuan ini tersebar dalam berbagai Undang-Undang PttjttkyttttgbttottitttttotttttttlttottttpttttbttttittttttttttttoALttttlittibttttlttjtttttttttttttk mcngingatkan kepada pihakpihak yang terkait dengan hukum pajak agar memahami kaidah hukum pajak dalam pelaksanaan dan penegalumnya, baik
6.11
diluar maupun di dalam lembaga peradilan pajak. Dengan demikian, hukum pajak tidak mengenal keberadaan kaidah hukum pajak termlis karena kelahirannya tidak dilandasi dengan praktik perpajakan dicialam masyarakat.33 Disamping itu, dikenal pula kaidah hukum pajak yang bersifat umum maupun bersifat abstrak dan terarah kepada pihalc-pihak yang diharapkan menami hukum pajak. Sehingga menurut Asshiddiqie (2010;4) karena ditujukan kepada semua subjek yang terikat tanpa menunjulc atau mengaitkannya dengan subjek konkret, pihalc atau individu tertentu. Kaidah hukum yang bersifat umum maupun bersifat abstrak, inilah yang biasanya menjadi maieri peraturan hukum yang berlaku bagi setiap orang atau siapa saja yang dikenai perumusan kaidah hukum yang terMang dalam penituran perundang-undangan yang terkait. 34 Munculnya kejahatan di bidang perpajakan, didasarkan pada kaidah hukum pajak yang berupaya membedakan dalam bentuk sepeoi "karena kelalaian" atau "dengan kesengajaan". Adanya pembedaan itu tergantung pada niat dari pelaku untuk mewujudkan perbuatannya yang terjaring dalam kaidah hukum pajak. Sebenamya kejahatan di bidang perpajakan muncul karena didasarkan pada niat pelakunya saat melaksanakan tugas dan kewajiban masing-masing.35 Kejahatan yang terkait dengan pelaksanaan hukum pajak memiliki keanekaragaman, karena didasarkan pada berbagai kepentingan yang hendak dilindungi termama kepentingan terhadap pendapatan negara. Keanckaragaman kejahatan di bidang perpajakan sangat terkait dengan kaidah hukum pajak yang wajib dilakmnakan olelt piltak-pihak berdasarkan mgas dan kewajiban di bidang pemajakan. Kaidah hukum pajak yang memiliki keterkailan dengan pelaksanaan tugas merupakan tanggung jawab pegawai pajalc maupun pejabat pajak. Sementara itu, kaidah hukum pajak yang terkait dengan pemenuhan kewajiban merupakan tanggung jawab wajib pajak dan pihak lain.
6.12
Kejahatan dibidang perpajakan tidak boleh digolongkan ke dalam kejahatan yang bersifat menimbulkan kerugian pada keuangan negam atau perekonomian negara. Oleh karena itu, unsur kerugian pada keuangan negara atau perekonomian negara merupakan salah satu unsur delik korupsi. Sebaliknya, kejahatan di bidang perpajakan memiliki unsur ndapat menimbalkan kerugian pada pendaparan negara“. Dalam arti, delik pajak memiliki unsur kerugian yang berbeda dengan unsur kerugian pada delik korupsi. Walaupun demildan, baik delik pajak maupun delik korupsi, keduanya merupakan kejahatan yang berada diluar janglcauan KUHP karena diatur secara tersendiri dalam undang-undang yang berbeda. 37 KUHP mengatur secara global mengenai delik, baik yang bersifat umum maupun bersifat khusus. Delik yang bersifat umum, misalnya kejahatan berupa perbuatan yang menghilangkan nyawa orang lain. Kemudian delik yang bersifat umum, misalnya kejahatan berupa perbuatan memperkaya diri sendiri alau omng lain yang menimbulkan kerugian pada negara. Berhubung delik busus diatur dalam peraturan tersendiri, maka ketentuan dalam KUHP tidak diberlakukan lagi. Penimbangannya adalah pada adanya asas hulcum lex specialis derogat legi genemr. Misalnya, delik pajak telah diatur dalam hukum pajak, khususnya dalam UUKUP. Sementara itu, delik korupsi telah diatur pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembemmasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK). Kedua jenis delik ini diatur dalam pemturan hukum yang berbeda schingga tidak boleh disanwkan antara delik pajak dengan delik korupsi, walaupun dalah satu unsur delik hampir mma, tecapi tetap memiliki perbedaan substantif. 38 Kata "da," dalam unsur delik pajak berupa dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara tidak selalu hxyus terjelma atau terjadi. Oleh karena pendapatan negara dad sektor pajak yang ditetapkan dalam Undang-Undang Anggamn Pendapatan dan Belanja Negara (UUAPBN) hanya bersifat perkiraan atau dugaan dalam jangka walctu satu tahun. Perkiraan atau dugaan itu merupakan bagian dari kata ..dapar menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Apalagi kalau terbukti menimbulkan
6.13
kerugian pada pendtitxtian negara sehingga tidak perlu diragukan kebenarannya. 39 Kejahalan di bidang perpajakan merupakan awal dari dclik pajak yang terkait dengan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Tidak boleh disamakan dengan kejahatan sebagai awal dari delik korupsi yang diatur dalam UUPTPK. Adapun jenis kcjahman di bidang perpajakan. antara lain sebagai berika:40 I. Menghitung atau menetapkan pajak; 2. Bertindak di luar kewenangan; 3. Melakukan pemerasan dan pengancaman; 4. Penyalahgunaan kekuasaan; 5. Tidak mendaftarkan diri atau melaporkan usahanya; 6. Tidak menyampaikan surat pemberitahuan; 7. Pcmalsuan sumt pemberiMhuan; 8. Menyalahgunakan nomor pokok wajib pajak: Menggunakan tanpak hak nomor pokok wajib pajak; 10. Menyalahgunakan pengukuhan pengusaha kena pajak; 11. Menggunakan tanpa hak nomor pokok wajib pajak: 12. Menolak untuk diperiksa; 13. Pemalsuan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain; 14. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain; 15. Tidak menyimpan buku, cata. atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan; 16. Tidak menyetor pajak yang telah dipotong atau dipungui; 17. Menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak. bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak dan/atau bukti setoran pajak; 18. Menerbitkan faktur pajak tempi belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak; 19. Tidak memberikan keterangan aiau bukti; 20. Menghalangi atau mempersulit penyidikan delik pajak; 21. Tidak memenuhi kewajiban memberikan data atau informasit
6.14
22. Tidak terpenuhi kewajiban pejabat pajak dan pihak lain; 23. Tidak memberikan daia dan informasi pemajakan; 24. Menyalaligunakan data dan infonnasi perpajakan; 25. Tidak memenuhi kewajiban merahasiakan mhasia wajib pajak; dan 26. Tidak dipenuhi kcwajiban merahasiakan mhasia wajib pajak. LATIHAN Untuk memperdalam pemahaman Anda mcngenai nulteri di atas, kerjakanlah latihan berikut!
I) Berikan I (satu) contoh Kcjahatan Pajak yang dilakukan oleh Pegawai pajak!
2) Jelaskan mengapa kejahatan perpajakan disebutjuga scbagai kejahatan dibidang perekonomian,
Petunjuk Jawaban Latihan
I) Pcgawai pajak dcagan maksud inenguntungkan diri sendiri melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran, atau untuk mengerjakan s.uatu bagi dirinya sendiri dengan iindakan atau perbuatan itu dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
2) Tindak pidana yang berkanan dengan perekonomian adalah tindak pidana perpajakan, karena perpajakan berkaitan dengan pendapatan dan pcngcluaran yang mempunyai dampak pada kondisi perekonomian secara umum.
RANGKUMAN
I ) Kejahatan dibidang perpajakan menunjukkan bahwa kejahatan ini merupakan substansi hukum pajak karena terlanggamya kaidah hukum pajak. Secara sosiologis, kejahatan dibidang pcmajakan tclalt memperlihatkan suatu kcadaan nyata yang terjadi dalam masyamkat scbagai bentuk aktivitas pegawai
6.15
KEGIATAN BELAJAR 2
Kejahatan oleh Pegawai Pajak, Wajib Pajak, Pejabat Pajak dan Kejahatan oleh Pihak Lain
A. KEJAHATAN OLEH PEGAWAI PAJAK
Sebagai pegawai negeri sipil. pegawai pajak wajib menaati ketentuan peraturan perundang.undangan yang berlaku, termasuk ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Kewajiban ini merupakan konsekuensi dari sumpah/jardi yang diucapkan pada saat pelantikannya dihadapan pejabai yang berwenang untuk itu. .dangkala pejabat yang mengambil sumpah/janji pegawai negeri sipil tersebut merupakan ausan langsungnya schingga memiliki iangsungjawab untuk melakukan pengawasan imernal terhadap pegawai pajak yang bersangkutan. 41 Salah saiu tugas pegawai pajak yang terkait dengan kementriannya, Idiususnya Direktorat lenderal Pajak adalah melaksanakan peraturan penmdang-undangan perpajakan. Dalam pelaksanaan tugas itu, pegawai pajak tidak boleh melakukan kejahaian yang mengarah kepada perbuatan melanggar hukum pajak. UUKUP telah menemukan secara teg. jenis kejahatan di bidang perpajakan yang dilakukan oleh pegawai pajak dalam mngka memberikan pelayanan kepada wajib pajak. Diharapkan pegawai pajak dalam memberikan pelayanan kepada wajib pajak tidak melakukan kejahatan yang terdapat dalam UUKUP yaitu ;42
l. Menghltung atau Menetapkan PaJak Kejahman menghitung atau menetapkan pajak yang tidak scsuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan merupakan salah satu bentuk kejahaian yang dilakukan oleh pegawai pajak. Ketentuan yang terkait dengan kejahatan ini diatur pada Pasal 36A ayat (1 ) UUKUP bahwa Vegawai pajak yang knrena kelakiannya atau dengan sengaja menghitung atau menetapkan pajak tidak sesuai dengan ketemuan undang-undang
6.19
NIUKUM PIDANA ERONOMI
peryxijakan dikenai sanksi sesuai dengan pennuran perundang-undangan", Untuk mengetabui bahwa kejahatan itu termasuk delik pajak menurut Pasal 36A ayat (1) UUKUP, harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikui. 43 a. Dilakukan olch pegawai pajak, b. Karena kelahriam atau c. Dengan k.engajaan: d. Menghitung pajak tidak sesuai dengan kmentuan undang-undang perpajakan: atau e. Menetapkan pajak tidak sesuai dengan kmentuan undang-undang perpajakan.
Pegawai pajak merupakan aparatur negara dan abdi negara yang beriugas di bidang perpajakan. Secara profesional, pegawai pajak scyogianya rnenghasilkan pekerjaan yang terbaik untuk kepentingan negara. Konsekuensi dari itu, pegawai pajak wajib memberikan pelayanan yang berhubungan dengan wajib pajak dan menghormati hak-hak wajib pajak sebagai penjelmaan dari “sistem sdf assessm, yang dianut dalam hukum pajak. Sebaliknya, pegawai pajak wajib memperoleh penghasilan dari pekerjaannya yang bersifat lebih dari pegawai negeri sipil lainnya yang bemda pada kementerian di luar kemcnterian kcuangan. 44 Bentuk pelayanan yang diberikan oleh pegawai pajak kepada wajib pajak adalah menghitung atau menetapkan pajak secara benar dan sah menurui kmentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Menghitung atau menetapkan pajak. pegawai pajak wajib bemedoman atau berdasarkan pada surat pemberitahuan yang disampaikan olch wajib pajak. Untuk dijadikan pedoman atau dasar. terlebih dahulu surat pemberitahuan kebenarannya agar dalam menghitung alau menetapkan pajak tidak terdapat kesalahan yang mengarah kepada suatu kejahatan dibidang perpajakan. Perhitungan aum penempan pajak secara benar menurut ketentuan peraturan pemndang-undangan perpajakan merupakan dasar bagi wajib pajak untuk melunasi pajak yang termang. Sebaliknya, bila terdapat kelebilum pemhayaran pajak yang dilakukan olch wajib pajak dapat dimohonkan
6.20
pengembaliannya (restitusi) berdasarkan kthentuan pemturan perundang-undangan perpajakan, lika dicerman. Pasal 36A ayat (1) UUKUP dapat dipahami bahwa terjadinya kejahatan menghitung atau menetapkan pajak tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Kejahatan itu dilnkukan oleh pegawai pajak karena kelalaian atau dengan sengaja sehingga terjadi kesalahan meng,hitung atau menthapkan pajak. Kejahatan itu dapat berupa berkurangnya pajak yartg dibayar atau ierdapat kelebihan pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak. 46 Kemudian dalam penjelasan pada Pasal 36A ayat (I) UUKUP ditentukan Valam rangka mengumankrm penerimaan negara dan meningktukan profesionalisme pegawai pajak dalam melaksanakan ketentuan undang. undang perpajakan. Pegawai pajak yang dengan sengaja menghltung atau menetapkan pajak yang tidak sesuai dengan undanpundang sehingga mengakibatkan kerugian pada pendapatan negara dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan". Benlasarkan penjela.san ketentuan ini, terlihat bahwa kejahatan yang dilakukan oleh pegawai pajak berupa menghbung athu menetapkan pajak berakibat terhadap kerugian pada pendapatan negara. Ketika kerugian pada pendapatan negara yang dijadikan pegangan, berani kejahthan itu tergolong ke dalam delik materiil. Namun, hal ini terdapat dalam penjelasan, berani yang menjadi patokan adalah yang tercantum dalam kaidah hukum pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 36A ayat (1) UUKUP. 47
2. Bertindak di Luar Kewenangan Pelakthnaan tugas oleh pegawai pajak harus didasarkan pada kewenangan yang dimilikinya. Kewenangan ini dilaksanakan berdaarkan ketentuan peraturan penthdang-undangan perpajakan agar wajib pajak memperoleh keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum untuk melakthnakan hak dan kewajibannya. Hal ini merupakan petwerminan dari
6.21
sistem self assessment yang dianut dalam rangka peningka. pendapatan negara dari sektor pajak.48 Sebenamya. pegawai pajak dilarang bertindak di luar kewenangan yang diberikan oleh hukum pajak. Larangan ini bertujuan agar pegawai pajak tidak melakukan kejahatan di bidang perpajakan yang berakibat kepada korbannya. Saamya pegawai pajak benindak sesuai dengan kewenangannya sehingga wajib pajak memili. ketaatan agar tidak melakukan Icejahatan di bidang perpajakan. Dalam hal ini, pegawai pajak diharapkan mampu berperilaku terbaik ketika bertindak berdasarkan kewenangan kepada wajib pajak. 49
3. Melakukan Pemerasan dan Penganeanum dalam pemberian pelayanan. pegawai pajak terbyata melakukan pemerasan dan pengancaman kepada kepada wajib pajak be.i pegawai pajak mclakukan kcjahatan di bidang perpajakan dan kotbannya adalah wajib pajak di satu sisi. Sementara itu, di sisi lain, terdapat kerugian yang dialami oleh negara yang terkait dengan pendapatan dari sektor pajak sehingga Negara merupakan korbannya. Pengecualian agar tidak tedadi kejaha. berupa pemerasan dan pengancaman terhadap wajibpajak dimmuskan kaidah hokum pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 36A ayat (3) UUKUP.50 Pegawai pajak yang dalam melakukan tugasnya tabukti melakukan pemerasan dan pengancaman kepada wajib pajak untuk menguntungkan . sendiri secara melawan hukum diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalain pasal 368 KUHP. Untuk mengetahui bahwa kcjahatan itu merupakan delik pajak, harus memenuhi unsure-unsur sebagai berikut51 a. dilakukan oleh pcgawai pajale, b. perbuatan itu berupa pemerasan dan pengancamaw, c. ditujukan kepada wajib pajak.. d. untuk menguntungkan diri sendirk e. dilakukan secara melawan hukum.
6.22
4. Penyalahgunaan Kekuasaan Penyalahgunaan kekuasaan oleh pegawai pajak diatur pada Pasal 36A ayat (4) UUKUP. Ketentuan ini menentukan "pegawai pajak png dengart maksad menguntungkan diri sendiri secara mekaran hokum dengan memalahgunakan kekuasaan, memaksa seseomng untuk memberikan sesuatu, wauk membayar atau menerima pembapran, atau untuk mengeijakan sesuam bagi dirinya sendirk diancam dengan pidana sebagainwna dimaksud dtdam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahart /999 tentang Pemberantason Tindak Pidana Kompsi dan perubuhunnya, 52 Untuk mengetahui kejahatan ini merupakan delik pajak, harus memenuhi unsure-unsur sebagai berikut53 a. dilakukan pegawai pajak; b. dengan maksud mengumungkan diri sendiri; c. secam melawan hukum; d. menyalahgunakan kekuasaannya; e. memaksa sescorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar; atau mcnerima pembayaran. atau untuk mengerjakan scsuatu bagi dirinya sendiri.
B. SANKSI PIDANA DALAM RUANG LINGKUP PERPAJAKAN
Keempat jenis kejahatan di bidang perpajakan sebagaimana ditentukan pada Pasal 36A UUKUP mcmiliki sanksi pidana yang berbeda-beda. Perbedaan itu didasarkan pada substansi kejahatan terhadap kerugian yang olch negam dan bahkan kerugian wajib pajak yang memerlukan perlindungan hukum dalam melaksanakan kewajibannya. Sememara itu. sanksi pidana bagi pegawai pajak yang melakukan kejahatan di bidang perpajakan merupakan bentuk pembinaan secara langsung melalui insuumen hukum ierkait dengan perbuatan yang dilakukannya.54 Sanksi tedmdap kejahatan menghitung atau menetapkan pajak tidak sesuai dengan ketemuan undang-undang perpajakan berdasarkan Pasal 36A ayat (1 ) UUKUP adalah sesuai ketentuan peraturan pemndang-undangan.
6.23
lika dijabarkan lebih lanjut sanksi terhadap kcjahatan ini, berani pelakunya dapat dikenakan sanksi pidana maupun sanksi disiplin pegawai negeri sipil merupakan wewenang dari pcjabat yang berwenang tanpa melalui puiusan letthaga peradilan. 55 Sementara berdasarkan Pasal 36A ayat (2) UUKUP baliwa kejahaian benindalc di luar kewenangan pegawai pajak dikenakan sanksi s.uai dengan ketentuan pemiuran pennulang-undangan. Penjelasan ketemuan ini, mcngatur pelanggaran yang dilakukan pegawai pajak, misalnya apabila pegawai pajak melakukan pelanggaran di bidang kepegawaian, pegawai pajak dapai diadukan karcna telah mclanggar peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian. Apabila pegawai pajak dianggap melakukan tindalc pidana, pegawai pajak dapat diadukan karena telah melakukan tindak pidana. Demikian pula, apabila pegawai pajak melakukan delik korupsi, pcgawai pajak dapat diadukan karena melakukan delik korupsi. Dalam keadaan demikian, wajib pajak dapat mengadukan pelanggaran yang dilakukan pegawai pajak tersebut kepada unit internal kementerian negara.56 Pengaduan itu wajib disampaikan dalam bentuk tertulis dengan membuat identitas pelapor maupun terlapor. Selain itu, memuat pula substansi terjadinya pelanggaran disiplin dan/atau kejahatan berupa bertindak di luar kewenangan yung dilakukan olch pegawai pujak. Hal ini bertujuan agar pihak yang berwenang melakukan penyidikan untuk memperoleh gambaran tentang hal-hal yang diadukan sehingga diputuskan secani berkeadilan melalui lembaga peradilan yang berkompetcn untuk itu. Surat pengaduan itu harus ditandatangani oleh pihak pelapor agar dapat dipertanggungjawabkan schingga tidak tennasuk ke dalam pengaduan yang ilcgal. Pcnandatanganan surat pengaduan iersebut benujuan untuk memberi kepastian hukum akan keberadaan pengaduan itu. 57 Apabila terkait dengan delik pajak (bernuansa korupsi atau tidak) bentrti pegawai pajak wajib dilaporkan kepada pejabat penyidik pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat lenderal Pajak sebagai penyidik khusus. Berhubung karena, pegawai pajak yang melakukan delik pajak tidak bolelt dilakukan
6.24
penyidikan oleh pejabat penyidik di luar penyidik pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. 58 Pengecualiaan itu didasarkan pada Pasal 44 ayat ( I) UUKUP bahwa penyidikan delik pajak hanya dapat dilakukan olch pejobat penyidik pegawai negcri sipil tertentu di lingkungan Direktomt Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik delik pajak. 59 Kemudian, sanksi pidana terhadap kejahatan melakukan pemerasan dan pengancaman menurut Pasal 36A ayat (3) UUKUP dianeam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 KUHP. Ketentuan ini (Pasal 36A ayat (3) UUKUP) mengambil-alih sanksi pidana yang temantum dalam Pasal 368 KUHP untuk diterapkan pada kejahatan melakukan pemerasan dan pengancaman kepada wajib pajak dengan tujuan menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum. Sanksi pidana tersebut berupa pidana penjara paling lama sembilan tahun. Sanksi pidana ini tidak inemberikan suatu kepastian hukum karena tidak mutlak sembilan tahun. Hal ini disebabkan adanya kata "paling lama", seyogianya tidak perlu ada demi kepastian hukum serta membuat pegawai pajak tidak melakukan kejahatan ini ke dapan. 60 Jilca dicermati kejahatan menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseomng untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran, atau untuk mengerjakan s.uatu bagi kepentingan pegawai pajak sebagaimana dimaksud pada P.I 36A ayat (4) UUKUP dikenakan sanski pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 12 UUPTPK. Sanksi pidana tersebut berupa pidan penjara scumur hidup .0 pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama dua puluh tahun dan denda paling sedikit dua ratus juta rupiah dan paling banyak satu nfiliar rupiall. Pada hakikatnya, sanksi pidana bagi pegawai pajak yang melakukan kejahatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 36A ayat (4) UUKUP berada pada tataran hukuman pokok dan tidak ada hukuman tambahan.
6.25
C. KEJAHATAN OLEII WAJIB PAJAK
I. Pengerilan Wajib Pajak Pelaku kejahatan dalam komeks pelaksanaan hukum pajak tidak hanya terfokus pada pegawai pajak, melainkan tennasuk wajib pajak. Hal ini didasarkan bahwa wajib pajak adalah subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban dalam perhubungan hukum di bidang perpajakan. Lain penataan, subjek pajak pada hakikatnya bukan merupakan wajib pajak. karena tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum pajak. Kapan nalnya subjek pajak merupakan wajib pajak, yaitu ketika telah memenula syarat-syarat objektif.62 Pasal I angka 2 UU KUP secara tcgas menentukan bahwa "wajib pajak adaMh orang pribadiatau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pennmgut pajak, yang mettmugyai hak dan kewajiban popajakan sesuai dengan ketentuan peraturan penuMang.undangan perpajakan". Pada hakikatnya wajib pajak tidak boleh terlepas dari konteks perorangan agar tetap dalamlcedudukannya sebagai orang pribadi. Sememara au, badan sebagai wajib pajak. dapat berupa badan lidak berstatus badan hukum dan badan yang bentatus badan hukum, baik yang tunduk pada hukum privat maupun yang tunduk pada hukum publik.63 Pengertian badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun. firma, kongsi, koperasi, dana pensiun. persekutuan, perkumpulan, yayasan, organismi massa, organisasi atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk komnk investasi kolektif dan bentuk asaha tetap.
6.26
Wajib pajak pada hakikainya adalah subjek hukum yang wajib menaati hukum pajak. Wajib pajak berdasarkan Pasal 1 anglca 2 UUKUP terdiri dari:65 a. Pembayar pajak; b. Pemotong pajak; c. Pemungut pajak.
Wajib pajak berdasarkan Pb 1 angka 2 UUKUP mempakan wajib pajak dalam arti normatif. Akan tetapi, bila dikaji secara keilmuan dalam bidang hukum pajak temyata ketiganya terdapat perbedaan secara prinsipil. Pembayar pajak sebagai wajib pajak berada dalam miaran kebenaran karena telah memenuhi syarat-syarat subjektif dan syarat-syarat objektif. Sementara itu, pemotong pajak dan pemungut pajak tidak boleh dikategorikan sebagai wajib pajak karena syarat-syarat objektif tidak terpenuhi. Pajak yang dipotong atau dipungut tidak bolch dikaicgorikan sebagai objek pajak yang melainkan adalah pajak dari pihak-pihak yang dikenakan pemotongan pajak atau pemungutan pajak. Pemotong pajak atau pemungut pajak adalah tepat kalau dimasukkan ke dalam kategori sebagai petugas pajak bulcan merupakan wajib pajak.66 Pemoiong pajak adalah orang atau badan yang wajib melakukan pemotongan pajak. lenis pajak yang dipotong adalah pajak penghasilan berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Pcnghasilan sebagaimana telah diubah keempat kalinya, temkhir dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UUPPh). Sementara itu, pemungut pajak adalah orang atau badan yang wajib memungut pajak terhadap berbagai jenis pajak yang berlaku. Adapun jenis pajak yang bolch dipungut. antara lain sebagai berikut.67 a. Pajak penghasilan berdasarkan Pasal 23 dan Pasal 26 UUPPh; b. Pajak pertambahan nilai barang dan jasa; c. Pajak penjualan atas barang mewah; d. Pajak bumi dan bangunan; e. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.
6.27
Wajib pajak mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Akan tetapi, bila ditclusuri kaidah hukum pajak dalam UUKUP iemyata kcjahatan berasal wajib pajak hanya terkait dengan pemenuhan kewajiban perpajakan. Dalam arti, tidak ada kejahatan bila wajib pajak melaksanakan haknya di bidang perpajakan. Hal ini perlu diantisipasi ke depan karena banyak cara wajib pajak menggunakan haknya, tetapi secara tosirat telah melalculcan kejahatan di bidang perpajakan yang dapat dikategorikan sebagai delik pajak.68 Sebenamya. hukum pajak berada dalam kedudukan yang sama dengan hukum pidana (KUHP), tetapi bukan merupakan bagian hukum pidana yang sclama ini diketahui dan dipahatni. Hal ini didasarkan pada kcjahatan di bidang perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak tidak terikat pada KUHP mclainkan pada hukum pajak karena memiliki landasan hukum untuk itu.69 Landasan hukum bagi kcjahatan di bidang perpajakan yang dilakukan olch wajib pajak tertuju pada Pasal 38. Pasal 39, Pasal 39A, Pasal 4IA, Pasal 41 B, dan Pacal 4IC UUKUP. Ketika dieermati ketentuan tersebut, temyata wajib pajak melakukan kejahatan di bidang perpajakan dilandasi pada unsur "karena kealpaa, atau "dengan kesengajaan" dan bahkan posisi terbanyak adalah dengan kesengajaan. Hal ini teriadi karena wajib pajak berupaya untuk mengelak atau menghindarkan diri dari pemenuhan kewajiban tanpa menghiraukan kepentingan negara seltingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.70
2. Kejahatan Dilakukan oleh Wajib Pajak Telah dikemukakan terdahulu, bahwa kejahatan di bidang pemajakan yang dilakukan oleh wajib pajak dilandasi pada unsur "Icarena kealpaan" alau "dengan kesengajaan" dan balikan posisi terbanyak adalah dengan kesengajaan. Tidak mengherankan bila demikian halnya. karena hukum pajak menitikberaikan pada unsur kesengajaan daripada karena kealpaan pada wajib pajak. Berhubung karena substansi hukum yang terkandung dalam tia,
6.28
tiap delik pajak tenuju pada pemenuhan kewajiban yang harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang ditentukan.71 Berbagai jenis kcjahman di bidang perpajakan yang terkait dengan pemenuhan kewaftban wajib pajak. Sebenamya tidakperlu terjadi kejahatan di bidang perpajakan bila wajib pajak memiliki kesadaran hukum yang tinggi untuk melaksanakan kewajibannya tepat pada waktu yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Hal ini perlu disadari oleh wajib pajak agar tidak berurusan dengan pihalc-pihak yang diwajibkan menegakkan hukum pajak, baik di luar lembaga peradilan pajak maupun di dalam lembaga peradilan pajak.72 Kejahatan tidak mendaftarkan diri atau melaporkan usahanya umuk dikukuhkan sebagai pengusaha kcna pajak mcrupakan bagian dari kcjahatan di bidang perpajakan yang dilakukan olch wajib pajak. Ketentuan yang mengatur tentang kcjahatan tidak mendaflarkan diri atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak diatur pada Pasal 39 ayal (I) huruf a UUKUP. Ketentuan ini secara tegas menentukan bahwa "seriap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri tauuk diberikan nomor pokok wajib pajak afau tidak melaporkan usahanya unink dilarkuhkan sebagai pengusaha kena pajak".73 Secara hakikat, kejahatan yang diatur pada Pasal 39 ayat (I) huruf a UUKUP terd. dari (I) kejahatan tidak mendaftarkan diri untuk diberikan nomor pokok wajib pajak. dan (2) kejahman tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. Kedua jenis kcjahatan ini memiliki unsur-unsur yang berbeda satu dengan lainnya. Perbedaan ini bertujuan untuk mentherikan pemahaman bagi pihak-pihak yang terkait agar mampu membedakannya berdasarkan submansi yang dikandungnya.74 Pertama, kejahatan tidak mendafiarkan diri untuk diberikan nomor pokok wajib pajak, yang memuat unsur-unsur sebagai berikut.
6.29
a. dilakukan oleh seliap orang: b. dengan sengaja; c. tidak mendaftar diri umuk diberikan nomor pokok wajib pajak; d. dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Keabsahan untuk melakukan perhubungan hukum di bidang petpajakan, wajib pajak terlebih dahulu wajib mendaftarkan Kewajiban ini tidalc boleh diabaikan karena dapat dikenakan hukuman. baik yang bersifat administratif maupun kepidanaan. Kewajiban mendaflarkan diri dimaksudkan untuk menjaring sebanyak-banyaknya wajib pajak agar berperan dalam pembiayaan pemerintahan negara melalui pajak sebagai sumber pendapatan negara. Pada hakikatnya, wajib pajak sebagai warga negara merupakan pemilik negara yang memiliki kedaulatan untuk membiayai negara dalam rangka pelalcsanaan tugas sebagaimana yang ditentukan.76 Wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif s.uai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, wajib mendaftarkan diri untuk diberikan nomor pokok wajib pajak. Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang telah ditentukan sebagai subjek pajak berdasarkan ketentuan dalam UUPPh atau UUPDRD. Sementara itu. persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima penghasilan atau memperoleh penghasilan. Ataukah. diwajibkan untuk melakukan pemotongan atau pcmungutan pajak s.uai dengan keientuan UUPPh atau UUPDRD.77
Oleh karena itu, pendaftaran diri bagi wajib pajak merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan dan tidak bolch dikesampingkan. Kccuali wajib pajak memperoleh i7.in dari kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukannya. Apabila wajib pajak tidak mendaftarkan diri dengan sengaja sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, berarti telah melakukan kejahatan.
6.30
Kedua. Kejahatan iidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak yang mentuat unsur-unsur sebagai berikut.79 a. Dilakukan oleh setiap orang: b. Dengan kesengajaant c. Tidak melaporbn usahanya untuk dikukuldran sebagai pengusalta kena pajak; d. Dapat menimbulkan kerugian pada pndapatan negara.
Pengusaha adalah orang pribadi alitu badan dalam beniuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang. melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak benvujud dan luar daerah pabean. melakukan usaha jasa atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabpn. Pengusaha oning pribadi berkewajiban melaporkan usahanya pada kamor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan. Sementara itu, pengusaha badan wajib pula melaporkan usahanya tersebut pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang kerjanya meliputi tempat kedudukan pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan. Oleh karena itu, kewajiban melaporkan usaha bagi pengusaha tidak hanya ditujukan kepada pengusaha orang pribadi termasuk pula pengusalta badan.80 Tujuan untuk melaporkan u.saha bagi pengusaha agar kepadanya diberikan keputusan pengukuhan pengusaha kena pajak.
D. KEJAHATAN OLEH PEIABAT PAJAK
1. Pengerlian Pejabal Pgjak Pada hakikamya, pejabat adalah petups pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan. Petugas pajak berdasarkan pmbagian pajak negara dan pajak daerall meliputi peiugas pajak negara dan ptugas pajak daerah. Selain itu, kaidah hukum pajak mempersamakan aniara petugas pajak dengan tenaga ahli yang ditunjuk oleh direktur jenderal pajak atau yang ditunjuk oleh gubemur kepala daerah dan bupati/ walikota kepala
6.31
daerah untuk membaniu pelaksanaan hukum pajak. Tcnaga ahli. scperti ahli bahasa. akuntan, dan pengacara yang diperbantukam dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.8 I Adapun pihak-pihak yang tergolong sebagai pcjabat pajak, adalah sebagai berikut.82 a. direlaur jendeml pajak: b. direktur jendeml bea dan cukai: c. gubemur kepala daerah d, bupati/walikota kepala daeratr, dan c. pcjabat yang ditunjuk untuk mclaksanakan perintah perundang-undangan perpajakan. sepeni kepala kamor pelayanan pajak atau kepala dinas pendapatan daerah f. tenaga yang ditunjuk oleh direktur jenderal pajak atau oleh kepala daerah.
Pejabat pajak yang berasal dari petugas pajak dibebani wewenang, kewajiban, dan lamngan dalam mngka pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sementara ini pejabat pajak yang berasal dari tenaga ahli hanya memiliki kewajiban dan larangan, Perbedaan ini disebabkan karena petugas pajak merupakan pemangku jabatan di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Sebaliknya. tenaga ahli pada Itakikatnya bukan tnerupakan petugas pajak dalam kapasitasnya sebagai pegawai negeri sipil. Dengan demikian. tanggungjawab terhadap pelaksanaan ketentuan peraturan penmdang-undangan perpajakan terdapat perbedaan secara prinsipiI.83 Meskipun terdapat perbedaan secara prinsipil amara petugas pajak dengan tenaga ahli dalam kedudukan sebagai pcjabat pajak, tetapi keduanya merupakan pengawal terhadap ketentuan peraturan penmdang-undangan perpajakan. Perbedaan itu bukan merupakan faktor yang dapai memengaruhi terjadinya kcjahatan di bidang perpajakan. Hal ini dimaksudkan agar keduanya tetap mencermati kandungan dari sumpah atau janji yang diucap pada sam pelantikannya, Oleh karena ini substansi . sumpah/janji itu
6.32
bertujuan agar berperilaku dengan tidak bertentangan peraturan perundang-undangan perpajakan. 84 Substansi kejahatan yang dilakukan oleh pejabat pajak berbeda dengan kejahatan yang dilakukan oleh pegawai pajak. Walaupun keduanya merupalm pihg-pihak yang tergolong melakukan kejahatan dalam pelaksanaan hukum pajak. Perbedaan itu didasarIcan pada tanggung ja. yang dibebankan kepadanya agar bertindak dalam koridor hukum pajak.85
2. Landasan Hukuro Kejahatan di bidang perpajakan yang dilakukan oleh pejabat pajak sangat terbit dengan mhasia perpajakan dari wajib pajak. Berhubung karena, pejabat pajak memiliki kewajiban untuk memhasiakan rahasia perpajakan dari wajib pajak yang telah diketahui orangnya. Kewajiban ini terlanggar karena kalpaan atau dengan kesengajaan dilakukannya kejahatan untuk itu. Hal tersebut dilandasi pada Pasal 41 ayat (I) dan (2) UUKUP. Namun kejahatan ini dikategorikan ke dalam delik aduan, karena memuut Pasal 41 ayat (3) UUKUP terlebih dahulu harus diadukan agar boleh dilakukan penuntutan.86
3. Kejahatan Dilakukan olch Pejahat Pajak Telah diumikan terdahulu, bahwa pejabat pajak terdiri dari pejabat dan bubn pcjabat, tetapi diperbantukan oleh direktur jenderal pajak dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpjakan. Pcjabat pajak terikat pada kaidah hukum pojak yang terkait dengan kerahasiaan wajib pajak dalam bentuk kewajiban hukum yang tidak boleh dilanggar. lika pcjabat pajak tidak memenuhi kewajiban itu, berarti telah melakukan kejahatan di bidang perpajakan.
6.33
a. Tidak Memenuld Kewajiban Merahasiakan Rahasia Wajib Pajak Setelah disampaikan surat pemberitahuan secara benar pada kantor Direktorat Jendeml Pajak ang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak, berar6 pejabat pajak telah memperoleh informasi mengenai rahasia perpajakan yang oleh wajib pajak. Ketika rahasia pemajakan itu berada dalam penguasaannya bemrti pejabat pajak tidak boleh memberitahukan kepada pihak lain. Berhubung karena pejabat pajak memiliki kewajiban untuk tidak memberitahukan kepada pihak lain terhadap rahasia perpajakan wajib pajak yang telah diungkapkan melalui surat pemberitahuan yang disampaikan itu.88 Soeara legas pada Pasal 41 ayat (I) UUKUP ditemukan bahwa "pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ...dst ...". Ketentuan ini mengaitkan Pasal 34 UUKUP sebagai bagian tak terpisah dengan kewajiban pejabat pajak untuk tidak memberitaltukan rahasia pemajakan wajib pajak. Hal ini dimaksudkan agar wajib pajak dalam melakmnakan kewajibannya tetap berada dalam perlindungan hukum, khusus mengenai rahasia pemajakan yang telah diberitahukannya melalui surat pemberitahuan.89 Bila dicermati secara saksama, temyata setiap pejabat baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan dilarang mengungkapkan kerahasiaan wajib pajak yang bethlitan masalah perpajakan, antara lairr.90 I) Surat pemberitahuan, laporan keuangan, dan lain.lain yang dilaporkan oleh wajib pajak; 2) Dain yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaam 3) Dokumen dan/atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat rahasilr, dan 4) Dokumen danktau rahmia wajib pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan untuk
6.34
Lain halnya, bila pejabat pajak berada pada posisi yang dibutuhkan untuk mengungkapkan kebenaran yang terkait dengan kerahasiaan wajib pajak tidak bolch dikenakan hukuman. Misalnya, ( I) bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam isdang pengadilan, atau (2) ditunjuk atau ditetapkan oleh menteri keuangan untuk memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan negara. Demikian pula, uniuk kependngan negara maka menteri keuangan berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat pajak agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti tertulis dari atau mengenai wajib oajak kepada pihak yang ditunjuk91. Keterangan yang bolch diberitahukan adalah identitas wajib pajak dan informasi yang bersifat umum tentang perpajakan. Identitas wajib pajak meliputk92 I) Nama wajib pajak; 2) Nomor pokok wajib pajak; 3) Alamat wajib pajak 4) Alamat kegiatan tnalur, 5) Merek usaha; danfatau 6) Kegiatan usaha wajib pajak.
Sementara itu, infonnasi yang bolch diberitahukan adalah yang bersifat umum tentang perpajakan yang meliputi,93 I) Pencrimaan pajak seeara nasionak 2) Pencrimaan pajak perkantor wilayah Direktorak Jenderal Pajak dan/atuu per kanior pelayanan pajak; 3) Penerimaan pajak per jenis pajak 4) Penerimaan pajak per klasifikasi lapangan usaha 5) Jumlah wajib pajak daniatau pengusaha kena pajak terdaftan 6) register permohonan wajib pajak;
6.35
HUKUM PIDANA CRONOMI
7) tunggakan pajak sccara nasional: daniatau 8) tunggakan pajak per kantor wilayah Direktorat Jenderal l'ajak daatatau per kantor pelayanan pajak
Selain itu, untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana, perdata atau sengketa pajak, atas permintaan hakim sesuai dengan hukum acara pidana, hukum acam perdata atau hukum acara penyclesaian sengketa pajak, menteri keuangan dapat memberi izin tenulis kepada pejabat pajak tersebut. Kata "dapat" dimtikan sebagai suatu ketergantungan pada persetujuan menteri kcuangan dengart mempcnimbangkan kepentingan negara. Pemberian izin kepada pejabat pajak dengan tujuan untuk memberikan dan memperlihatkan bukti tenulis maupun keterangan wajib pajak yang ada padanya.94 Pengungkapan kemhasiaan perpajakan wajib pajak berdasarkan ketentuan ini. dilakukan karena kealpam dalam ani lalai, tidak hati.hati, aiau kurang mengindahkan sehingga kewajiban untuk merahasiakan keterangan atau bukti.bukti yang ada pada wajib pajak. Walaupun pada kejahatan ini hanya dititikberatkan pada kealpaan, tetapi inisiatif untuk tidak merahasiakan perpajakan wajib pajak teiap berada pada pcjabai pajak yang bersangkutan. Sebenamya. tidak ada ketergantungan pejabat pajak dari pihak lain untuk mengungkapkan kerahasiaan perpajakan wajib pajak. kecuali dari menieri keuangan.95 Kejahatan karena kcalpaan bagi pejabat pajak tidak tncmenuhi kewajiban merahasiakan perpajakan wajib pajak Termasuk delik pajak sebagaimana dimabud pada Pasal ayat (I I UUKUP. Dclik pajuk tersebut tergolong ke da)am delik aduan (klacht delicten). yaitu delik yang didasarkan dengan adanya pengaduan dari wajib pajak yang kerahasiannya dilanggar. Konsekuensi dari delik aduan adalah sebelum ada pengaduan dari wajib pajak yang dirugikan berani penyidik maupun penuniui umum tidak boleh melakukan penyidikan atau penuntutan tethadap pelaku delik aduan tersebut.
6.36
b. Thlak Dipenuhi Kewajiban Merahasiakan Rahasia Wajib Pajak Pasal 41 ayat (2) UUKUP secara tegas menentukan "pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau sescorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ... dst Sementara itu. kewajiban pcjabat pajak berdasarkan Pasal 34 UUKUP adalah merahasiakan rahasia wajib pajak yang terkaii dengan perpajakan. Oleh Icarena itu, ketentuan tersebut memuat dua jenis kejahatan di bidang perpajakan dengan modus opemndinya yang berbeda-beda satu dengan lainnya, yaitu:97 I) Kcjahatan yang dengan sengaja dilakukan oleh pejabat pajak lidak mcmenuhi kewajiban merahasiakan rahasia wajib pajak; 2) Kcjahatan yang dengan sengaja dilakukan oleh sescorang yang mcnyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pcjabai pajak merahasiakan ralmsia wajib pajak.
ICewajiban bagi pejabat pajak adalah merahasiakan rahasia wajib pajak yang telah disampaikan rnelalui surat pemberiuhuan. pemeriksaan, diperoleh, dari pihak kmiga, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hu.98
E. SANKSI PIDANA
Pada hakikatnya. kejahatan di bidang perpajakan yang dilakukan olch pejabat pajak hanya dua jenis kejahatan. yaitu keng. Kedua kejahatan tidak memenuhi kewajiban merahasiakan rahasia wajib dan kcjahaian tidak dipenuhinya kewajiban merahasiakan rahasia wajib pajak karena pengarult seseorang. Kedua jenis kejahatan ini mempunyai sanksi pidana yang berbda, di satu pihak dilakukan karena kealpaan dan di lain pihak dilakukan dengan kesengajaan. Hal ini merupakan taktor Yang menyebabkan berat atau ringannya sanksi pidana yang dikenakan pada kejahatan di bidang perpajakan tersebut.
6.37
Sanksi pidana kejahrian tidak mcmenuhi kewajiban merahasiakan rahasia wajib pajak berdasarkan Pasal 41 ayat (I) UUKUP adalah pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah. Kedua jenis sanksi pidana ini merupakan pidana pokok yang bersufat kumulatif. Arlinya, tidak bolch hanya satu jenis sanksi pidana yang dikenakan kepada pcjabat pajak ketika melakukan kejahatan dan terbukti mclakukan delik pajak. Sebenarnya, sanksi pidana tersebut harus dikcnakan sceara bersama.sama tanpa ada pilihan lagi karena bukan merupakan sanksi pidana yang bersifat altematif.100 Sementara itu, sanksi pidana bagi kcjahatan tidak dipenuhinya kcwajiban merahasiakan rahasia wajib pajak karena pengaruh sescorang berdasarkan Pasal 41 ayat (2) UUKUP adalah dipidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak lima pulult juta rupiah. Kedua jenis sanksi pidana ini merupakan pidana pokok yang bersifat kumulatif. Artinya, tidak boleh hanya satu jenis sanksi pidana yang dikenakan kepada pejabat pajak ketika melakukan kcjahatan dan ierbukti melakukan delik pajak. Sebenamya, sankri pidana tersebut harus dinckanakn secara bersama-sama tanpa ada pilihan lagi karena bukan mcrupakan sanksi pidana yang bersifat alternatif.101 Ketika dieermati kedua sanksi pidana yang diatur pada Pasal 41 ayat ( I) dan ayat (2) UUKUP, pada dasamya merupakan sanksi pidana yang sangat menguntungkan bagi pejabai pajak yang terbukti melakukan kejahatan itu. Mengingat, kerugian yang dialami oleh wajib pajak terhadap kerahasiaannya telah diketahui oleh masyaralcat sangat bemgaruh pada usahanya dan bahkan dapat menimbulkan kepailitan. Seoyjanya, sanksi pidana tersebut diubah dan discsuaikan dengan perkembangan perekonomian saat terkini dan ke depan.IO2 Menurut Luhut M.P. Pangaribuan, Tindak pidana di Bidang Perpajakan diatur di dalam Undnag-Undang No. 6 tahun 1983 teniang Ketentuan Umum Dan Tata Cam Pelpajakan yang telah diubah dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atau UU No.6 Tahun 1983 tentang ketentuan
6.38
Umum Perpajakan. Ketentuan Pidana ditemukan dalam Pasal 38 sampai dengan Pasal 43, sebagai beriku, 103 I. Pa.sal 38: Kealpaan Nlenyampaikan SPT Isloya TIdak benar. Barang siapa karena kealpaannya: a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, ietapi yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya satu ialtun daniatau denda setinggi-tingginya sebesar dua kali juml. pajak yang tedmiang.
2. Pasal 39: Kesengajaan N1enyampaikan SFE isinya Tidak Benar. (I) Barang siapa dengan sengaja: a. lidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, atau b. tidak menyampaikan Surat Pemberit.uan; dan/atau c. menyampaikan Surat Pemberitahuan danJatau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lenglcap; dan/atau d. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar; dan/atau e. tidak memperlihatkan autu tidak meminjamkan pembukuan. pencatatan, atau dokumen lainnya;danJatau f. tidak menyetorkan pajak yang telah dipoiong atau dipungut; sehingga dapat menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tiga tahun dan/atau denda setinggi tingginya sebesar empat kali jumlah pajak yang terhutang yang kurang atau yang tidak dibayar. (2) Ancaman pidana sebagaimana dimaksud dalam ayai (I) dilipatkan dua apabila seseorang melakukan lagi iindak pidana di bidang perpjakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan.
3. Pasal 40: Tindak Pidana Pajak Daluwarsa 10 Tahun. Tindak pidana di bidang petpajakan dapat dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak saat terhulangnya pajak, berakhimya Masa Pajak, berakhimya Bagian Tahun Pajak, atau beraldiimya Tahun Pajak yang bersangkutan.
6.39
4. Pasal 41: Kewajiban Pejabat Nlerahasiakan Masalah l'erpajakan. (1) Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban mcrahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya enam bulan darijatau denda setinggitingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah). (2) Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pcjabai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara selama. lamanya satu tahun daniatau denda setinggi-tingginya Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah). (3) Penuntutan icrhadap tindak pidana scbagaimana dimaksud dalum ayat ( () dan ayat (2) lianya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar.
5. Pasal 42, Tindak Pidana I'ajak Risa Pelanggaran atau Kcjahatan. (1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasa. I ayal (I) adalah pelanggaran. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 41 ayat (2) adalah kejahatan.
6. Pasal 43, Perluasan Tanggungjawab terhadap Wakil, Kuasa atau Pegawal. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 39, berlaku juga bagi wakil, kuasa, atau pegawai dari Wajib Pajak.
Undang —Undang Nomor 9 Tahun 1994 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
I. Kealpaan Menyampaikan SPT Isinya Tidak Benar. Ketentuan Pasal 38 diubah. sehingga menjadi berbunyi scbagai berikut,
Pasal 38 Barang siapa karena kealpaannya a. tidak mcnyampaikan Surat Pemberitahuan, atau b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya iidak benar, Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negam, diancam dengan pidana kurungan selamalamanya satu
6.40
tahun dan denda setinggitingginya dua kali jundah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
2. Kesengajaan Tidak Punya NPWP dan Menyampaikan SPT Isinya Tidak Benar. Ketentuan Pasal 39 ayat (1) diubah dan ditambah dengan ayat (3), sehingga Pasal 39 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikutt
Pasal 39 a. Barang siapa dengan sengaja I ) tidak mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2; atau 2) tidak menyampaikan Sunit Peinberitahuant atau 3) menyampaikan Surat Pemberitahuan datilatau keterangan yang isinya lidak benar atau tidak lengkapt atau 4) memperlihatkan pembukuan. peneatatan, amu dokumen lain yang p.0 atau dipalsukan seolah-olah benart atau 5) tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencataum, tidak memperlihatican atau tidak meminja.an buku. catatan, atau dokumen lainnyat .0 6) tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat mcnimbulkan kerugian pada pendapatan negara. diancam dengan pidana penjara selanm-lamanya enam tahun dan dengan sminggi-tingginya empat kali jundah pajak termang yang tidak atau kurang dibayar.
b. Ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilipatkan dua apabila sescomng melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penj. yang dijatuhkan. c. Barang siapa melakukan percobaan untuk mclakukan tindak pidana menyalahgunakan aum menggunaka tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajok atau Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud ayat ( I) huruf a. atau menyampaikan Surat Pemkritahuan dan mau keterangan yang isinya tidak benar atau lidak lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat I) huruf c dalam rangka
6.41
mengajukan pennohonan restitusi alau melakukan kompensasi pajak, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua lahun dan denda setinggi-tingginya empat kali junilah restitusi yang dimohon daniatau kompensasi yang dilakukan olch Wajib Pajak."
3. Ketentuan Pasal 41 ayat (1 ) diubah, sehingga Pasal 41 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikuti
Pasal Pejabat Wajib Merahasiakan Masalah Perpajakan a. Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenulti kewajiban memhasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34. diancam dengan pidana kurungan selama.lamanya satu tahun dan denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah). b. Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenultinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya dua tahun dan denda setinggi-tingginyaRp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah). c. Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ha, dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar."
4. Wajib Memberikan Keterangan atau Bukti dan Mengbalangi Penyldikan, Tindaj Pidatut. Menambah dua ketentuan bani di antara Pasal 41 dan Pasal 42 yang dijadikan Pasal 41 A dan Pasal 4 I B, yang masing-masing berbunyi sebagai berikut:
a. Pasa14IA Barang siapa yang menurut Pasal 3 Undang-undang ini wajib member keterangan atau bukti yang diminta tetapi dengan sengaja tidak member keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar diancam dengan pidana penjara selama lamanya satu tahun dan denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
b. Pasa14113 Barang siapa dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, diancam dengan pidana penjara selama.
6.42
lamanya tiga tahun dan denda setinggi-tingginya Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta ruptah).-
Ketentuan Pasal 43 diubah, sehtngga menjadi berbunyi sebagai berikut
Pasal 43 a. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 39. berlaku juga bagi kil, kuasa, atau pegawai dari Wajib Pajak, yang menyuruh melakukan. yang turut serta melakukan. yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tidak pidana di bidang perpajakan. b. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41A dan Pasal 41B berlaku juga bagi yang menyuruh melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.-
Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 TenMng Perubahan .ua atas Undang-Undnag Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan I. Kealpaan Menyampaikan SP1' Isinya Tidak Benar. Ketentuan Pasal 38 diubah. sehingga keseluruhan Pasal 38 berbunyi sebagai berikut: Setiap orang yang karena kealpaannya: a. tidak menyampaikan Surat Pcmberitahuan: atau b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap. atau melampirkan keteningan yang isinya tidak benar. sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. dipidana dengan pidana kurungan paling )ama I (satu) tahun dan atau denda paling tinggi 2 (dua) ka)i jumlah pajak terutang yang tidak auni kurang dibayar.
2. Kesengajaan Tidak Punya NPWP dan Menyampancan SPT Isinya Tidak Benar. Ketentuan Pasal 39 diubah, sehingga keselunthan Pasal 39 beMunyi sebagai berikut: Pasal 39: Mendaftarkan Diri atau Menyalahgunalcan NPWP. tidak memberitahukan SPT atau Tidak Benar. Tidak Menyelenggarakan PenMukuan, Tidak Nlemperlihatkan Pembukuan
6.43
I. Setiap orang yang dengan sengaja: a. tidak mendaflarkan diri, atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2; atau b. iidak menyampaikan Surat Pemberbahuan: atau c. menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; atau d. menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29; atau e. memperlihatkan pembukuan. pencatatan. atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar; autu f. iidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan. tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, calatan, atau dokumen lainnya: atau g. iidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empai) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibay.
2. Pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilipatkan 2 (dua) apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat I (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dija1uhkan.
3. Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan autu menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (I) huruf a, atau menyampaikan Sirat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sebagaimana dimaksud dalam ayat ( I ) huruf c dalam rangka mengajukan permohonan restit.i atau melakukan kompensasi pajak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohon dan atau kompensasi yang dilakukan oleh Wajib Pajak."
6.44
3. Pejahat Alpa Tidak Merahaslakan Masalah Perpajalom. Ketentuan Pasal 41 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 41 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 41 a. Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban me.asialcan hal sebagaimana ciimaksud dalam Pasal 34, dipidana dengan pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp4.000.000,00 (empat juta rupiah). b. Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuln kewajibannya atau seseomng yang menyebabkan iidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34. dipidana den, pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.00 (scpuluh juta rupiah), c. Penumutan tcrhadap tindak pidana sebagaimana dintaksud dalam ayat (I) dan ayal (2) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar."
4. Tidak Memberikan Keterangan Atau Bukti Dan Menghalangi Penyidikan. Ketentuan PasaNI A diubah, sehingga keseluruhan Pasal 41 A berhunyi sebagai berikut:
Pasal 41 A Setiap ordng yang nienurut Pasal 35 Undang-undang ini wajib memberi keterangan atau bukti yang diminta tetapi dengan sengaja tidak mcmberi keterangan atau bukti, atau memberi kmerangan atau bukti yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
5. Ketentuan Pasal 4IB diubah, sehingga keseluruhan Pasal 4IB berbunyi sebagai berikut:
Pasal 41 B: Menghalangi Atau Mempersulit Penyidikan Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
6.45
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubalian ica Atas Undnag-Undang Nornor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan t 11111,11 dan Tata Cara PerpaJakan I. Ketentuan Pasal 38 diubah seltingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 38: Karena Kealpaan tidak menyampalkan SPT atau Isinya Tidak benar. Setiap orang yang karena kealpaannya: a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Paml I3A, didenda paling sedikit I (satu) kali jumlah pajak terwang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. atau dipidana kumngan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama I (satu) tahun.
2. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal Dengan Sengaja Tidak Punya NPWP, Tidak Lapor Sebagai PKP. Mcnyalahgunakannya. Menyampaikan SFT Tidak Benar dan Menolak Diperiksa. a. Setiap orang yang dengan sengaja: I) hdak mendaftarkan diri untuk dibcrikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan scbagai Pengusaha Kena Pajakt 2) menyalahgunakart atau rnenggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusalm Kena Pajakt 3) tidak menyampaikan Surat Pemberitahuant 4) menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkapt 5) menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29; 6) memperlihatkan pembukuan, peneatatan, atau dokutnen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang schenar,
6.46
Thidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, amu dokumen lain; 8) tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatamn dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronikamu diselenggarakan secara program aplikasi online di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (I I); 91 aiiidnauk menymorkan pajak yang Ielah dipotong alau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) buit dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedildt 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak termang yang tidak atau kumng dibayar.
b. Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (I) di1ambahkan I (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat I (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
c. Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengumha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat ( I) hunif b. atau menyampaikan Surat Pemberitaltuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, sebagaimana dimalmud pada ayat (I) huruf d, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun drui denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah .itusi y, dimohonkan daniatau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/rnau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.
6.47
3. Diantara Pasal 39 dan Pasal disisipkan 1 (satu) pasal. yakni Pasal 39 A yang berubunyi scbagai berikut: Pasal 39A: Menerbitkan, Menggunakan Faktur Pajak yang Tidak Berdasarkan Transaksi Sebenarnya. Seiiap orang yang dengan sengaja: a. menerbitkan daniatau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dantatau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya, atau b. menethilkan falctur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun sena denda paling sediltit 2 (dua) jumlah pajak dalam faktur pajak. bukti pemungutan pajak. bukti pemotongan pajak. daniatau bukti sooran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak. bulai pemungutan pajak. bukti pemotongan pajak. dan/atau bukti setoran pajak.
4. Ketentuan Pasal 41 diubah sehingga berbunyi sebagai berikuti Pasal 41: Pejabat Alpa Merahasiakan Masalah Perpajakan. (1) Pejabat yang karena kealpaanya tidak memenul6 kewajiban meralwialcan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana kurungan paling lama I (satu) tahtut dan denda paling banyak Rp.25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah). (2) Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya autu seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejnbat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima pulub juta rupiah). (3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat ( I) dan ayat (2) ha, dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar.
5. Ketentuan Pasal 41 A diubah sehingga bethunyi sebagai berikut: Pasal Dengan Sengaja Tidak Memberikan Keterangan alau Bukti. Setiap offing yang wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) talum dan denda paling banyak Rp25.000.000.00 (dua lima juta rupiah).
6.48
6. Ketentuan Pasal 41B diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 41B. Senap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
7. Di aniara Pasal 41B dan Pasal 42 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 4IC yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 41 C a. Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun a(au denda paling banyak Rp I .000.000.000.00 (satu miliar rupiah). b. Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bu. atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah). c. Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang diminia oleh Direktur Jenderal ajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (scpu(uh) bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah). d. Setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan data dan informasi perpajakan sehingga menimbulkan kerugian kepada negara dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah).
F. HUKUMAN PIDANA
Hukuman pidana yang menjatuh.1 hakim, dan dapat berupa denda sejundah uang ataupun suatu hukuman penjara, tergantung . beramya peristiwa yang dapai dikenakan hukuman. Yang dapat diajukan di muka hakim ialah perbuatan-perbuatan yang dikualifikasikan sebagai kejahatan dan harus dengan nyata-nyata dimuat dalam undang-undangnya yang
6.49
bersangkutan seperti halnya yang termaktub dalam pemndangan pajak di Indonesia sebagai berikut:104 I. Mengisi/memasukkan SPT yang tidak benar atau tidak lengkap. diancam: a. Dalam Ordonansi Pajak Pendapatan 1944 (Ord PPd) oleh Pasal 23 (1) b. Dalam Ordonansi Pajak Perseroan 1925 (Ord. PPs) oleh Pasal 47
c. Dalam Undang-Undang Pajak Penjualan 1951 (PPn) o. Pasal 39 d. Dalam UU No. 6 Tahun 1983 Pasal 38 dan Pasal
2. Menyerahkanimemperlihatkan buku/tulisan palsu dan dipalsukan seolah.olah surat benar dan tidak dipalsukan. diancam: a. Dalam Ordonansi PPd Pasal b. Dalam Ordonansi PPs oleh Pasal 28 (1) c. Dalam Undang-undang PPn oleh Pasal 40 (I)
3. Tidakitidak selengkapnya memenuhi suatu kewajiban (terlentu), diancam: a. Dalam Ordonansi PPd Pasal 26 b. Dalam Ordonansi PPs oleh Pasal 49a (1) c. Dalam Undang-undang PPn oleh Pasal 42
Selanjutnya sebagaimana telah diuraikan di muka sewaktu membicarakan "asas yiridis". telah terlihat betapa pentingnya untuk memberikan jaminan hukum kepada wajib pajak.I05
Kehamsan me.asiakan (untuk jelasnya) antara lain dimuat dalam UU No. 6 Tahun 1984 pasal 34 dan Ordonansi PPd pasal 21 yang berbunyi:106 Setiap orang dilarang untuk memberilahukan lebih jauh, selain daripada yang diperlukan untuk melakukan jabatan atau pekerjaan, apa yang temyata
6.50
atau diberitahukan kepadanya dalam jabatannya atau pekerjaannya dalam melaksanakan ordonansi ini atau yang berhubungan dengan itu. Pelanggaran terhadap pasal itu diancam dengan pasal 25 yang berbunyi sebagai berikut:107 I. Barang siapa dengan sengaja melanggar perahasiaan yang diwajibkan pada pasal 21, dihukum dengan hukuman penjara paling lama enam bulan atau hukuman denda paling banyak enam mtus rupiah 2. Barang siapa bersalah alas terjadinya pelanggaran perahasiaan. dihukum dengan hukuman kurungan paling lama tiga bulan atau hukuman denda paling banyak iiga raius ruplah 3. Penuntutan tidak dilakukan sclain atas pengaduan orang terhadap siapa perahasiaannya dilanggar
Juga dalam perundangan lain terdapat hal yang sama, seperti dalam Ordonansi PPs pasal 47 dan pasal 49, dan dalam Undnag-Undang PPn pasal 33 yaitu pasal 41. Padahal dengan secara umum Ki1ab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), ancaman semacam itu sudah dimuat, yaitu dalam pasal 322 yang berbunyi sebagai berikut:108 "Balang siapa dengan sengaja membuka sesuatu rahasia yang ia wajib menyimpannya oleh karena jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya enam raws rupiah". Dengan scpintas lalu dikatakan orang baltwa ancaman secara berganda (yaitu dalam KUHP dan juga dalam penuidang-undangan pajak) dapai dianggap berlebih-lebihan.109 Tetapi perlu kiranya diingat, bahwa misalnya yang diatur dalam bentuk rangkaian pasal 322 KUHP itu sangat bersifat umum (yang berlaku juga untuk pajak). Hal itu berdasarkan justification, (bahwa setiap keharusan merahasiakan untuk para pejabat harus ditaa0). Agak berlainan halnya dengan yang dikaiakan di dalam perundangan pajak. yang keharusan merahasiakannya melekat kepada jabatan kepercayaan (yakni kepercayaan
6.51
dari masyarakat pembayar pajak) sehingga diperlukan penandasan secara khusus.1 10
Pula hal ini membuktikan, betapa pentingnya "keharusan merahasiakan" tersebut untuk ditaati aparatur Fiskus, dengan maksud agar para wajib pajak tidak kehilangan kepercayaan mereka kepada Fiskus (yaitu karena telah memsa terjamin kepentingannya).111 Selanjuinya dalam hubungan ini dikemukakan pasal 28 dari ordonansi itu juga besena pasal 50 dari Irdonansi Pajak Perseroan yang menetapkan, bahwa peristiwa-peristiwa yang dapat dituntut dalam ordonansi-ordonansi ini dianggap sebagai kejahaian.112 Agar segera dapat mengetabui apakah suatu peraturan dalam undang-undang (pajak) ini mengandung ancaman administratif ataukah yang bersifat strafrechtlijk, dapadah kimnya kita melihat kepada "paling banyar atau "paling lanta" didalamnya, yang biasanya terdapat pada ancaman hukuman pidana. Lagipula selalulah tercantum di dalamnya syarat "dengan sengaja" yang memang dalam hukum pidana umumnya selalu didengungkan sebagai salah satu unsur penting dari suatu kejahatan. Selain daripada di tangan hakim pidana maupun sipil, dalam kebanyakan hal peradilan mengenai hal pajak tennasuk kompetensi hakim administrasi yang juga disebut haldni pajak, dan seterusnya dalam tingkat tertinggi dan terakhir, termasuk kompetensi Majelis Pertimbangan Pajak.113 Mengenai kompeiensi ini scring terdengar pertanyaan sebagai berikur Apakah dengan mengadakannya peraturan-peraturan tentang pengajuan keberatan-keberatan dan tentang permohonan banding itu pembuat undang-undang bermaksud untuk mengecualikan hakim sipil. Penanyaan ini sukar dijawab. Dalam bukunya tentang hukum pajak di Indonesia. Profesor Prins tidak menyetujui pendapat orang-orang yang membenarkannya. Bahwasanya telah dinyatakan dalam suaiu peraturan, pejabal ataupun instansi mana yang berhak untuk memberi keputusan terhadap suatu keberatan, menurut
6.52
pendapatnya berjundah cukup ditemukan alasan untuk menentukan, bahwa dalam hal itu haldm sipil dapat dikecualikan begitu saja, jika pejabat yang diebri hak untuk memberi keputusan alas keberatan-keberatan itu (hakim doleansi) adalah juga yang menetapkan dan metnungut pajak itu. la beranggapan bahwa dengan cara demikian, pembuai undang-undang tidak berkehendak menciptakan suatu cara mengenai jalannya peradilan, melainkan hanya berusaha agar supaya mendapatkan peraturan yang ditemukan dalam undang-undang mengenai suatu hubungan (kontak) antara kedua belah pihak, yang memang sudah temayata bermanfaat sekali. Bagaimanapun juga kehendak pembuat undang-undang, nyatalah sudah. bahwa dalam praktek perselisihan-perselisillan mengenai dan benamya pajak-pajak berkohir, toh terluput dari pengawasan hakim sipil. Hal ini adalall suatu akibat dari kekuasaan administrasi Fiskus untuk menagih pajak yang terutang dengan surat paksa yang mempunyai kekuatan yang sama dengan keputusan (hakim) yang telah mendapat kekuasaan tetap, dan demikian ini berlaku juga bagi cukai tembakau dan gula.114 Segala ketetapan pajak berkohir selalu dianggap terutang dengan sg (juga jika seandainya kelint ditetapkannya) selama tidak dihapuskan atau dikuranglcan dengan cara-cara yang telah ditemtukan dalam undang-undang pajak masing-masing.115 LATIHAN
Untuk memperdalarn pemahaman Anda mengenai mated di atas, kerjakanlah latihan berikut!
I) Jenis kejahatan apa yang diatur dalam Pasal 36A ayat (I) UUKUP? 2) Bentuk pelayanan yang diberikan oleh pegawai pajak kepada wajib pajak adalah?
Petunjuk Jawaban Latiltan
6.53
MODUL 7
MODUL 7
KEGIATAN BELAJAR 1
Pengantar Tindak Pidana Perbankan
A. KEDUDUKAN DAN ISTILA I I SERTA PENGERTIAN TINDAK P1DANA PERBANIUN
Sehubungan dengan sifat peraturan perundang-undangan hukum pidana tersebut, Sudano membedakan peraturan perundang-undangan hukum pidana menurut sifatnya yaitu, sebagai berikuti I. Undang-Undang Pidana "dalam ani wsunggullnya" ialah undang-undang yang menurut tujuannya bermaksud mengatur hak memberi pidana dari Negara, jaminan dari keteniban hukum. misalnya KUHP Othonan, Lalu-Limas Jalan raya Tahun 1993.
2. Peraturan-pernturan Imkum pidana dalam undang-undang iersendiri. ialalt pmaturan-peraturan yang hanya dimaksudkan untuk member sanksi pidana terhadap aturan-aturan mengenai salah satu bidang yang terletak di luar hukum pidana, misalnya Undang-Undang Nomor 16 Drt Tahun 1951 (Undang-Undang tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan), Undang-Undang Pokok Agraria (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960). Berbagai peratunm perundang-undangan ini dimasukkan dalam pengertian "Undang-Undang Pidana yang bersifat khusus".
Selanjuinya, Sudarto rnengkualifikasikan undang-undang pidana Ithusus tersebut ke dalam tiga (tiga) kelompok besar. yaitu sebagai berikut.2 I. Undang-Undang yang tidak dikodifikasikan, misalnya Undang-Undang Lalu-Lintas Jalan Raya (Undang-Undang Nomor 3 Taltun 1965), Undang-Undang Tindak Pidana Migrasi (Undang-Undang Nomor 8 Drt Tahun 1955), Undang-Undang tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi (Undang-Undang Nomor (1 Drt Tahun 1963), Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Undang Pethankan.
7.2
2. Peraturan-peraturan hukum administrative yang memuat sanksi pidana, misalnya Undang-Undang tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (Undang-Undang Nomor 16 Drt Tahun 1951). Undang-Undang Pokok Agraria (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960).
3. Undang-Undang yang memuat hukum pidana khusus (ludingulare, ha Speciale) yang memuat delik-delik untuk kelompok orang tenentu atau berhubungan dengan perbuatan-perbuman tertentu, misalnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tentara, Undang-Undang tentang Pajak Penjualan. Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Narkmika. Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Peneucian Uang, dan lain sebagainya.
Sebagaimana telah dikemukakan diatas. istilah "tindak pidana perbankan" harus dibedakan dengan istilah lindak pidana di bidang perbankan". Menurut hemat penulis, yang dimaksud dengan tindak pidana perbankan ialah pelanggaran terhadap ketentuan perbankan yang diatur dan diancam dengan pidana berdasarkan Undang-Undang Perbankan (Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan) dan Undang-Undang lainnya yang mengatur atau berhubungan dengan perbankan (misalnya, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1965 tentang 1'enetapan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Penempan Peraturan Pemerimah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 teniang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 terang Perbankan Syariah, dan lain sebagainya). Adapun yang dimaksud dengan tindak pidana di bidang perbankan menurut hemat penulis adalah perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan kegiatn dalam menjalankan usaha pokok bank, perbuman mana
7.3
dapat dipidana berdasarkan ketentuan pidana di luar Undang-Undang Perbankan atau Undang-Undang yang berkaitan dengan perbankan.3 Sebagaimana telah dikemukakan di atas. tindak pidana perbankan merupakan salah satu bentuk dari tindak pidana ckonomi, yaitu tindak pidana pidana yang mempunyai motif ekonomi dan lazimnya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai posisi penting di dalam masyarakat atau pekerjaannya.Sedangkan tindak pidana di bidang perbankan merupakan salah satu beniuk dari iindak pidana di bidang ekonomi. yaiiu tindak pidana konvensional yang meneari keuntungan dengan motif-motif ekonomi seperti: peneurian. penggelapan. perampokan. penipuan. dan lain sebagainya yang dalam hal ini ditunjukkan teMadap bank.' Pada bagian ini. penulis akan mengutarakan bahwa istilah lindak pidana perbankan" atau dalam beberapa literatur disebut dengan istilah "kcjahatan perbankan" pada dasamya diambil dari perkataan "tindak pidana Korporasi" (mengingat bank mempakan suatu Korporasi atau yang dalam Itukum perdata dikenal dengan istilah badan hukum). Hal ini dikarenakan dalam Undang-Undang Perbankan yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tepainya dalam Pasal I angka 2 dikemukakan dengan tegas bahwa "bank adalah badan usaha" yang berbadan hukum.5 Terkait dua di atas, penulis menekankan kembali bahwa dalam mendetinisikan apa yang dimaksud dengan tindak pidana perbankan. harus dibcdakan antara "tindak pidana perbankan" dan "tindak pidann di bidang perbankan". Perbedaan di sini menjadi penting terkait dengan perbualan-perbuatan mclanggar hukum yang dilakukan oleh para pelaku tindak pidana yang bersangkutan. Untuk menjelaskan hal ini penulis berusaha merumuskan pengertian tindak pidana perbankan dalam schuali definisi berikut ini Tindak pidana perbankan adalah perbuatan melangsar hukum yang dilakulcan baik dengan sengaja ataupun dengan ti. sengaja (Ialai) yang dilakukan oleh Korporasi dan/atau anggota-anggota pengurusnya dlam menjalankan setiap bentuk usahanya (usaha bank) sehingga menimbulkan kerugian materiil dan/ kerugian immaterial baik bagi masyaralcat maupun bagi Negara, baik yang disadad maupun yang ti. disadari yang terjadi dalam sualu wilayah negara
7.4
teneinu ataupun lintas bants negara (transnasional) dengan waktu yang seketika amupun dengan adanya jangka waktu. Sedangkan yang dimaksud dengan tindak pidana di bidang perbankan adalah setiap perbuaum melawan hukum yang menjadikan bank sebagai sarana atau media (crimes through the hank) atau bank sebagai sasaran dari suatu tindak pidana (crimes against the hank).° Demikian pula dengan H. Setiyono yang menuangkan pendapat Edwin Sutherlandn mengenai nimusan white collar crimesebagai kejahman yang dilakubn oleh orang-orang yang memiliki kedudukan sosial yang tinggi dan terhormat dalam pekeljaannya (crime commited by person of respectability and high social status in the course of their occupation).7 Selain itu, karaktcristik dari tindak pidana alau kejahatan kerall putih atau yang lebih dikenal dengan sebunin white collar crime ini dapat dijabarkan sebagai berikut." I. Low Kejahatan kemh putih merupakan kejahaMn atau tindak pidana yang sulit dilihat karena biasanya tertutup oleh kegiatan pekerjami yang nonnal dan pekerjaan yang rutin serta melibatkan keahliannya dan bersifat sangat kompleks.
2. Complexcity Kcjahatan kerah putih bukanlah kejahatan atau tindak pidana yang sederhana melainkan kcjahatan yang sangat kompleks sifatnya.Dikatakan dcmikiun karena sangat berkaitan dengan kebohongan. penipuan, pengingkaran, serta berkaimmn dengan sesuatu yang ilmiah, teknologi, terorganisasi, melibatkan banyak orang, dan pada umunya telah berjalan benahun-tahun.
3. Defumion of Responsibility Dalam tindak pidana aMu kejahatan kerah putih ini biasanya terjadi penyebaran tanggung jawab yang luas.Hal ini bukanlah hal yang mengherankan karena dalam kejahatan ketub putih, sangat dipengaruhi oleh kekompleksan dari suatu organisasi atau Korporasi yang
7.5
bersangkutanini aninya. setiap kebijakan organisasi atau Korporasi yang bersangkutan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kejahatan atau tindak pidana yang ditimbulkan oleh Korporasi (yang dalam hal ini adalah tindak pidna perbankan).
4. Defusion of Victimintion Di dalam tindalc pidana atau kejahaun kerah putih biasanya terjadi penyebaran korban yang meluas dan sulit untuk secara pasti.
5. Detection and Proccution Hambatan dalam penuntutan . pemberantasan tinclak pidana atau kejahatan kerah putib (while colttttt crime) ini scring kali terjadi akibat profesi dualism yang tidak seimbang antara penegak hukum dan para pelaku tin. pidana.Dalam hal ini, pelaku tindak pidana menggunakan tttktlttgiyttttgtgttttttggilt.pttlttkdttttthttgyttttgbpttttdidiktttt tinggi dan mempunyai keahlian khusus di bidang itu, sedangkan aparatur penegak hukum hanya kepolisian dan kejaksaan yang masih terbatas kemampuannya. 6. Aturan hukum yang samar (ambigious eriminal law). 7. Sulit mendetelcsi dan melakukan penuntutan (weak detection and prosecution).
Lebih spcsifik, menum hemat penulis tindak pidana perbankan dapat dikatakan sebagai white collar crime karena hal-hal berikut I. Tindak pidana perbankan ataupun tindak pidana di bidang pabankan pada umumnya dilakukan dengan suatu proses, prosedur, dan cara yang sangat rumit, 2. Dilakukan dengan menggunakan sarana-sarana tertentu (teknologi-teknologi tertentu). 3. Dilakukan oleh kalangan profesi tertentu yang ahli di bidangnya atau dalam melakukan pekerjaannya. 4. Dilakukan tidak oleh satu orang melainkan oleh beberapa orang yang terstniktur dan tersistematismi.
7.6
5. Dilakukan oleh pemerintah atau aparatnya, seperti korupsi, kolusi. dan nepotisme dan tindakan penyalahgunaan kekuasaan lain schingga akan menimbulkan pelanggaran terhadap hak warga negara. 6. Mempakan atau dapat dikategorikan sebagai tindak pidana Korporasi.
B. IUTEGORI TINDAK PIDANA PERBANKAN
Berdasarkan berbagai penjelasan di atas. dapat disimpulkan bahwa tindak pidana perbankan dapat dilcategorikan sebagai tindak pidana kerah putih. tindak pidana ekonomi serta tindak pidana bisnis.Selain menurut hemat penulis. tindak pidana perbankan dapat pula dikategorikan sebagai tindak pidana transnasional yang terorganisasi dan menggunakan peralatan yang sangat canggih.Dikatakan demildan karena kejahatan atau tindak pidana mrscbut melibatkan suatu system yang sitematis scrta unsur-unsurnya yang sangat kondusif.Unsur pertama adalah adanya organisasi kejahatan (criminal gmup) yang sangat solid baik karena ikatan etnis, karena kepentingan politis maupun kepentingan-kepentingan lain, dengan kode etik yang mantap. Unsurc kedua yang selalu ada pada tindak pidana ini adalah adanya kelompok yang melindungi (protemor) yang antara lain atas para oknum penegak hukum dan professional. Unsur kmiga, terau saja adalah kelompok-kelompok masyarakat yang menikmati hasil kejahatan atau tindak pidana yang dilakukan secara sistematis tersebut..Selain itu, kejahatan atau tindak pidana ini scring kali mengandung elemen-elemen kecurangan (deceir), penyesatan (misrepresenanion). penyernbunyian kenyataan (conceabnem of facts), manipulasi (manipuladon), pclanggaran kepercayaan (breach of trust), akal-akalan (sublmfuge), atau pengelakan peraturan (ilegal circumvention) sehingga sangat menigikan masyarabt secara luas..
Selanjutnya, mengenai ruang lingkup pidana perbankan ini, menurui.hemat penulis dapat dibagi setidaknya menjadi 3 kelompok besar, yaitu sebagain berikutil I. Crimes for banking, yakni kejahatan atau pelanggaran hukum yang dilakukan olch bank dalam rangka mencapai usaha dan tujuan tertentu guna memperoleh keuntungan. Crimes for banking ini dapat ditemukan
7.7
2. Criminal Banking, yaitu bank yang bertujuan semata-mata untuk melakukan kejahatan (dalam hal ini bank hanya sebagai kedok dari suatu organisasi kcjahatan). Dalam kategori ini misalnya pendirian bank yang semam-mata ditunjukkan untuk melakukan tindak pidana atau kcjahatan yakni dengan menghimpun dana dari masyarakat dan setelah dana masyarakat tersebut terkumpul, bank tersebut seolah.olah dilikuidasi.
3. Crimes against banking, yaitu kejahatan.kcjahatan atau tindak pidana-tindak pidana yang ditunjukkan terhadap bank (bank sebagai sasaran tindak pidana) seperti peneurian atau penggelapan bamng milik bank. rnemperoleh kredit dari bank dengan cara menggunakan dokumen atau jaminan palsu, nasabah fiktif, penyalahgunaan pemakaian kredit, mendapat kredit berulang kali dengan jaminan objek yang sama, dan lain sebagainya. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa bank sebagai korab dari suatu tindalc pidana.
Perlu ditegaskan baliwa tindak pidana perbankan sebagai kejahatan kerah putih atau white collar crime yang bersifat transnasional dan terorganisasi sebagaimana telah dijelaskan di atas, dapat diartikan sebagai ruang lingkup dari tindak pidana perbankan dalam arti luas.Namun demikian, ruang lingkup tindak pidana perbankan dalain arti luas ini sering pula dengan berbagai yang menggambarkan ruang lingkup tindak pidana perbankan misalnya istilah "ecortomic erime", "crime as business", "bminess erime", "abuses o economic puwer", atau"economic abuses".Dati berbagai istilah tersebut, pada dasamya tidak mengandung perbedaan yang prinsipil. Numun, . berbagai yang digunakan untuk menggambarkan ruang lingkup kejahatan atau tindak pidana yang berkaitan dengan bisnis dan ekonomi salah satu di antaranya adalah tindak pidana perbankan, dapat ditarik sebuah benang merah yakni adanya unsur kejahatan atau tindak pidana kerah putih yang bersifat transnasional dan terorganisasi
7.8
dengan dimensi-dimensi yang baru dan selalu berkembang wiring dengan perkembangm masyarakat dan perkembangan mman..
Dalam praktiknya, dapat dilihat bahwa proms kriminallsasi terhadap tindak pidana baru di bidang ekonomi, misalnya kriminalisasi tindak pidana pencucian uang yang diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 dimana saat ini telah dicabut oleh Undang-Undang Nomor 08 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, kriminalisasi tinthk pidana korupsi yang diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 totang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kriminalisasi di bidang perpajakan dengan diatumya perbuatan pidana sebagaimana diatur secara tegas dalamm Undang-Undang Nomor 9 Talwn 1994 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nornor 16 Tahun 2000.. Namun demikian, berbeda dengan konsep kriminalisasi dalam hal tindak pidana perbankan, kriminalisasi tindak pidana perbankan tidak dilakukan dalam satu undang-undang tersendiri melainIcan kriminalisasinya tersebar dalam berbagai pemturan perundang-undangan. Kriminalisasi tindak pidana perbankan ini dapat ditemukan dalam Undang-Undang Perbankan yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah olch Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan undang-undang lainnya yang mengatur atau soidaknya berhubungan langsung dengan perbankan, misalnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas lma Keuangan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dan lain sebagainya.. Terkait dengan masalah ini, timbul suatu pemusalahan baru yaiiu, apakah kriminalisasi tindak pidana perbankan ini cukup dirumuskan dalam berbagai undang-undang tersebut,Atau perlu dirumuskan dalam sebuah undang-undnag tersendiri layaknya Undang-Undang tentang Pemberaniasan
7.9
Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Tetttang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uane. Menurut hemat penulis, pengaturan mengenai tindak pidana perbankan perlu dilakukan pengaturan dalam undang-undang tersendiri sebagai bukutn pidana khusus yang dapat melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap Buku 1 KUHP sehingga pemberantasan dan pencegahan tindak pidana pelbankan dapat dilakukan secara efektif dan elisien. Hal ini dimsakan mendesak karena semakin maraknya tindak pidana perbankan dewasa ini dan tindak pidana perbankan ini akan sangat mempengaruhi sistem perbankan sendiri bahkan dalam jangka panjang akan mempengaruhi stabilitas perekonomian nasional. 16 Mengutip pendapat . Moch Anwar dalam bukunya yang berjudul Tindak Pidarta di Bidang Perbankan tnembedakan pengertian tindak pidana perbankan dengan tindak pidana di bidang perbankan.Perbedaan tersebut didasarkan pada perlakuan peraturan terhadap perhuatan-perhuatan yang telah melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan bank dalam menjalankan usahanya. Selanjutnya. beliau mengatakan bahwa tindak pidana perbankan terdiri atas perbuatan-perbuatan melawan hukum terhadap ketentuan-ketentuan yang diatur secara tegas dan jelas dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan (saat ini telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan). 17 Sedangkan yang dimaksud dengan tindak pidana di bidang perbankan menurut Moch. Anwarterdiri atas perbuatan-perbuatan melawan hukum yang berhubungan dengan kegiatan dalam menjalankan usaha pokok bank dan perbuatan-perbuatan tersebut diatur dalam berbagai peraturan.peraturan pidana di luar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 temang Pokok-Pokok Perbankan, seperti yang diatur dalam Kitab Undang.Undang Hukum Pidana dan undang-undang hukum pidana khusus lainnya, misalnya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dan lain sebagainya..
7.10
Sedangkan menurut Munir Fuady. yang dimaksud dengan lindak pidana perbankan adalah suatu jenis perbuatan yang secara melawan hukum dilakukan baik dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja yang ada hubungannya dengan lembaga, perangkat, dan produk perbankan, sehingga menimbulkan kerugian materiil dan/aiau kenigian immaterial bagi perbanIcan itu sendiri maupun bagi nasabah dan/atau bagi pihak ketiga lainnya.. Dari pengenian-pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan pengenian antara pengerti. tindak pidana di bidang perbankan dan pengertian Ondak pidana perbankan, yaitu sebagai berikut.. I. Tindak pidana perbankan adalah setiap perbuatan melawan hukum yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan (sebagaimana telah diub. olch Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan) baik yang berpengaruh bagi bank yang bersangkulan ataupun bagi bank .0 lembaga kcuangan lainnya yang dapat terjadi dalam sam wilayah teritorial tertentu dengan waktu yang seketika ataupun dengan adanya jangka waktu.
2. Tindak pidana di bidang perbankan adalah setiap perbuatan melawan hukum (tindak pidana) yang berhubungan dengan kegiatan menjalankan usaha bank atau suatu tindak pidana yang menjadikan bank sebagai sarana atau media dilakukannya suatu tindak pidana (critnes through the bank) atau sasaran . suatu tindak pidana (crintes against the bank) dengan meluggar ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam KUHP dan peraturan Ituku,idana khusus lainnya.seperti Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dan peraturan penmdang-undangan khusus lainnya.
Berdasarlmn berbagai penjelasan di atas, menurut hemat penulis, yang dimaks. dengan tindak pidana perbankan ialalt pelanggaran terhadap ketentuan perbankan yang diatur dan diancam dengan pidana menurut
7.11
Undang-Undang Perbankan yakni Undang-Undang Nomor Tahun 1992 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan undang-undang lainnya yang mengatur atau setidaknya berhubungan langsung dengan perbankan, misalnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 03 Tahun 2004 temang Bank Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 temang Perbankan Syariah, dan lain sebagainya. Meskipun demikian. perlu dikemukakan di muka bahwa dalam buku ini akan dibahas keselunihan jenis-jenis tindak pidana perbankan sebagaimana dikemukakan atau yang diatur dalam berbagai undang-undang di atas. pada buku ini hanya akan diuraikan tindak pidana perbankan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Namun demikian, pada buku ini tetap akan dibahas mengenai hal-hal lain yang diatur dalam berbagai undang-undang yang berkaitan langsung atau bersentuhan langsung (bedulbungan langsung) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah oelh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Mengenai pembahasan yang akan diuraikan dalam buku ini. dapat digambarkan dengan skema scbagai berikut.. Sebelum membahas setiap bentuk dan unsur tindak pidana perbunkan sebagaimana disebutkan di atas, perlu pula dikemukakan baliwa dalam praktiknya, dalam rangka menjalankan usaha pokok bank ini sering kali dilakukan penyimpangan-penyimpangan. Penyimpangan-penyimpangan tersebut terdiri dari 3 bagian, yaitu tindak pidana, pelanggaran (pelanggaran pidana), dan pelanggaran kode etik.Mengenai pelanggaran kode etik ini sering kali disebut pula dengan istilah pelanggaran moralitas perbankan. Kode etik perbankan ini secara keseluruhan dapat ditemukan atau diatur secara tegas dalam kode etik banker Indonesia yang pada umunuiya berisi hal-hal berikut ink.
7.12
I. Paiuh dan taat kepada ketentuan perundang-undangan dan peraturan-peraturan lain yang berlaku. 2. Melakukan pencatatan yang benar mengenai segala transaksi yang bertalian dengan kegiatan bank. 3. Menghindarkan diri dari persaingan yang sehat. 4. Tidak menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi. 5. MenghindarIcan diri dari keterlibatan pengambilan kepuiusan dalam hal terdapai pertentangan kepentingan. 6. Menjaga rahasia nasabah dan banknya. 7. Memperhatikan dampak yang merugikan dari setiap kebijakan yang ditetapkan bank terhadap keadaan ekonomi, social, dan lingkungannya. 8. Tidak meneritna alau imbalan yang memperkaya diri pribadi atau keluarga. 9. Tidak melakukan perbuatan tercela yang dapat merugikan citra profesinya.
Dalam praktiknya di lapangan, penyimpangan lain yangs sering terjadi dalam dunia perbankan juga dapat ditemukan dalam pendapat dari Riyanto yang menyatakan bahwa penyimpangan-penyimpangan yang sering teljadi dalam dunia perbankan dapat diokategorikan dalam pengertian criminal behavior dalam konsep collar crime yang meliputi dua Ital sebagai berikut, I. Window Drcssing Yang dimaksud dengan window dressing yaitu penyampaian laporan kepada Bank Indonesia (scbagai bank senwal) secara periodic dengan data yang tidak benar.Hal ini dilakukan oleh bank pelapor dalam rangka untuk memanipulasi data sehingga scolah-olah kondisi keuangan atau asset bank pelapor terlihat dalam keadaan baik.Hal ini merupakan bank agar menjelang periode laporan, jumlah asetnya meningkat dengan maksud agar penampilan bank menjadi lebih baik dan lebih dapat dipercaya oleh masyaralcat. Setelah mandapaikan kepercayaan di mata masyarakat, bank akan menetapkan tingkat bunga yang berlebihan yang bertujuan untuk menarik dana masyarakai sebanyak mungkin, memberikan kredit yang tidak wajar, pembiaran tindak pidana yang dilakukan oleh organ-organ bank, dan lain sebagainya. Hal ini adalah
7.13
penyimpangan yang sudah tentu akan merugikan masyarakat dan akan mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat kepada lembaga perbankan. Hal ini tentu akansangat berbahaya karena sebagainuma telah dikemukakan di awal buku ini, lembaga perbankan adalah lembaga yang mengandalkan kepetcayaan masyarakat.
2. Mentherikan kemudahan dalam pemberian kredit namun tidak disertai pertimbangan atau penilaian yang swijar dalam dunia bisnis perbankan. Perbuatan tersebut di atas pada dasarnya dapat dikategorikan sebagai perbuatan penyimpangan kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada bank yang bersangkutan ataupun terhadap dunia pethankan.
Namun apaltila dilihat dari segi yang kedua, yaitu . segi kesempatan para oknum yang melakukan tindak pidana, maka segi ini melahirkan sebuah ruang yang cukup untuk melakukan pencegahan dan pentherantasan tindak pidana perbankan. Singkatnya, dengan tidak ada kesempatan untuk melakukan suatu tindak pidana yang dalam hal ini tindak pidana perbankan maka seseorang atau sekelompok orang tidak akan mungkin melakukan suaiu tindak pidana perbankan. Jadi, dalam hal ini pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pethankan dilakukan dengan pembenahan system rundamenial dalam pethankan itu sendiri.Selain membenahi sistem perbankan, pada bagian ini pencegahan dan pemberantasan lindak pidana pethankan dapat dilakukan dengan pengaturan dalam berbagai peraturan penthdang-undangan baik peraturan pethankan maupun peraturan nonperbankan, penjatuhan sanksi hukum yang tegas (baik pid sanksi hukum perdata, sanksi hukum administratif, ntaupun sanksi hukum Berkaitan dengan jenis-jenis atau bentuk-bentuk tindak pidana perbankan sebagaimana akan dibahas dalam bagian ini, jenis-jenis atau bentuk-bentuk tindak pidana pethankan menurut hemat penulis adalah pethuatan-perbuatan yang diancam dengan pidana sebagaimana diatur namun tidak terbatas pada:.
7.14
I. Undang-Undang Nomor 07 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan; 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 03 Tahun 2004 temang Bank I ndonesia; 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan; 4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syanah; 5. Undang-undang lain yang mengatur atau berkailan langsung dengan perbankan.
C. RUANG LINGKUP KEJAHATAN EKONOMI DI BIDANG PERBANKAN
Pada dasamya. kejahatan ekonomi dapat dibagi menjadi dua. yairu dalam sempii dan arti luas. Dalam arti sempit, sebagaimana diatur dalam Pasal I Undang-Undang N. 7 Drt. 1955 (LN. No. 27 Tahun (955). pengertian kejahatan ekonomi diperanmakan dengan tindalr pidana ekonomi yang hanya mencangkup perbuatan yang melanggar sesuatu ketentuan dalam atau berdasarkan peraturan-peraturan yang disebut dalam Paanl 1 tersebut. Disini ada tiga kategori tindak pidana ekonomi sebagai berikuLn 1. Jenis Pertarna, berhubungan dengan peraturan-peraturan yang disebut dengan tegas dalam Pasal I Undang-Undang No. 7 Drt. 1955. 2. Jenis Kedua, berhubungan dengan Pasal-Pasal: 26, 32. dan 33 Undang-Undang No. 7 Drt. 1955. 3. Jenis Ketiga, yang memberikan kewenangan kepada lembaga legislarif untuk menanamkan suatu perbuatan menjadi suatu tindak pidana ekonomi.
Dalam arti luas, kejahatan ekonomi diatur di dalam maupun di luar Undang-Undang No. 7 Drt 1955. Kejahatan Ekonomi di bidang perbaanan, sebagai suatu beniuk perbuatan yang melanggar peraturan perundang-
7.15
undangan dalam bidang perekonomian dan bidang keuangan. merupakan bagian dari kejahatan ekonomi. Dengan demikian. kejahatan yang berkaitan dengan perbankan merupakan salah satu bentuk kejahatan ekonomi. Kejahatan ekonomi yang terdiri atas kejahatan di bidang perdagangan, investasi, perusahaan, lingkungan hidup, asuransi, pajak, maritim, pasar modal, dan kejahatan-kejahatan di bidang ekononn lainnya. Karena kejahatan dibidang perbankan termasuk .am bidang kejahatan ekonomi, perlu dikemukakan apa yang dimaksud dengan kejahatan ekonomi tersebut. Berdasarkan uraian diatas. sebagai bahan acuan. dapat dikemukakan tulisan Mardjono Reksodiputro bahwa yang dimaksud dengan kejahatan ekonomi adalah setiap perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan dalam bidang perekonomian dan bidang keuangan sena mempunyai sanksi pidana. Selain itu, Muladi (Dalam Muladi dan BaMa Nawawi Arief, 1992:19) menulis bahwa kejahatan ekonomi lebih menampaldcan dirinya sebagai kejahatan di lingkungan bisnis, yakni bilamana pengetahuan khusus tentang bisnis diperlukan uniuk menilai kasus yang terjadi. Atas dasar konstruksi yang demikian, menunft Muladi. yang dimaksud dengan kejaha. ekonomi adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh orang dan atau badan hukum, tanpa menggunakan kekerasan, bersifat melawan hukum, yang hakikatnya mengandung unsur-unsur penipuan, memberikan gambaran salah, penggelapan, manipulasi, melanggar kepercayaan, akal-akalan, atau pengelakan peraturan.»
Selanjutnya Muladi (Dalam Muladi dan Barda Nawawi Aricf, 1992:6-7) mengidentifikasikan beberapa tipe kejahatan ekonomi sebagai berikui:» I. Kejahaian yang dilakukan dalam rangka kepentingan contohnya adalah credit card frauds;
Amrullah. Poliiik liukum Pidana Perlindungan Kortan Kejahatan aonomi Di Bidang Perbankim Dalam Peupeluif Bank Sebagai Pelaku. Yogyaka. Genu Publishing. 2015. halaman. 30. Poliiik Hukum Pidana Perlindungan Korkm Kejahaun Ekonotin Di Bidang Peibankan Dalam Permekif Bank Setugai Pelaku. Yogyakana: .13 Publishing. 2015. halaman. 30-31.
• 0 •
7.16
2. Kejahatan yang dilakukan dalam kerangka perdagangan, pemerintahan atau kelembagaan lain, dalam rangka menjalankan pekerjaan, tetapi dengan cara melanggar kepercayaan, contohnya adalah banking violations by bank officers and employes (embleulement and misapplication of founds); 3. Kejahatan sosio-ekonomi sebagai usaha bisnis atau sebagai aktivitas utama, contolutya adalah penyalaligunaan kredit bank: 4. Kejahatan sosio-ekonomi sebagai usaha bisnis atau sebagai aktivitas utama, contohnya adalah penyalaltgunaan kredit bank.
D. DAMPAK KEJAHATAN EKONOMI DI BIDANG PERBANKAN
Seperti yang dipaparkan oleh Center for Banking Crisis (Buku Putih, Jilid I. Jakarta, 1999:10-13). kcjahatan ekonomi di bidang perbankan meliputi pula amara lain, penyalahgunaan dana BLBI. pelanggaran BMPK, dan manipulasi data lapomn. Mengenai penyalahgunaan dana BLBI tersebut, Panja BLBI Komisi IX DPR-RI pada tanggal 6 Maret 2000 menyampaikan laporannya bahwa sebelum moneter pertengahan Juli 1997, bahkan sejak tahun 1995 sudah terdapat kberapa bank yang mengalarni saldo debet yang berkepanjangan dan terus mendapat fasilitas barituan likuiditas dad Bank Indonesia tanpa pemah mengalami scors kliring. Bank-bank tersebut antara lain Bank Anha Prima, Bank Industri, South East Asia Bank Ltd, Bank Pinaesan. Sejalan dengan paparan dad Center for Banking Crisis tersebut, BPK-RI dalam siaran persnya tentang Hasil Audit Investigasi atas Penyaluran dan Penggunaan BLBI antara lain mengemukakan bahwa kekeliruan BI dalam memberikan bantuan likuiditas adalah pada saat BI tidak ntelakukan sanksi stop kliringkcpada bank-bank yang mkening giro nya di BI bersaldo negatif Oleh karena BI tidak tegas dalam menerapkan sanksi stop kliring, maka dimanfaatkan oleh bankir nakal sehingga mereka terus bersaldo debet..
Kejahatan berikutnya yang dilakukan oleh bank adalah dalam hal pembuatan laporan-laporan berkala yang dijadikan dasar penilaian kinerja dan kesehatan bank, temyata tidak menggambarkan kondisi sebenamya.
7.17
Bank-bank melakukan rekayasa laporan sehingga penilaian tingkat kesehaian bank tidak dapat dilakukan secara objektif. Pengujian atas kebenaran laporan tersebut baru dilakukan manakala BI melakukan pemeriksaan secara langsung yang frekuensinya relatif jarang. Bahkan menurut BPK, ada beberapa bank yang dalam beberapa tahun tidak dilakukan pemerilman langsung. Akibatnya, krbagai pelanggaran dan rekayasa transaksi yang dilakulcan oleh bank dalam kurun waktu lama. Pelanggaran yang paling umum adalah rekayasa transaksi untuk menghindari BMPK dengan berbagai cara yaitu seperti membuat perusahaan-perusahaan fiktif yang seolah olah perusahaan (bukan grupnya). Perusahaan perusahaan itu hanya paper company, balikan alamatnya pun palsu (Cenier for Banking Crisis, Buku Putih. Jilid I. Jakarta. 1999:11)..
Pengalaman ekonomi yang mclanda dunia pada tahun 1930.an. faktor knyebabnya bermula dari kngclolaan sistem perbankan yang kurang baik. Karena itu, menurut Tambunan, kondisi perbankan menjadi semakin buruk dengan munculnya krisis rupiah pada pertengahan tahun 1997. Ini berani terjadinya krisis yang berkepanjangan di Indonesia, serta berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan, yang mengakibatkan pula hancurnya lembaga pernankan, merupakan dampak dari kejahatan ekonomi di bidang perbankan yang dilakukan oleh bank. Dampak berikutnya adalah timbulnya korban yang jauh lebih besar dibandingkan korban kejahaian binsa (konvensional).» LATIHAN Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah laiihan berikut,
I) Sebutkan dan jelaskan pembedaan sifat penggolongan hukum pidana menurut Sudarto? 2) Apa yang dimaksud dengan tindak pidana perbankan?
7.18
KEGIATAN BELAJAR 2 Pengaturan Tindak Pidana Di Bidang Perbankan Di Indonesia
A. TINUAK PIDANA PERBANKAN DI TINJAU DALANI 1 NDANG-UNDANG NO. 10 TAHUN 1998 TENTANG PERBANK►N.
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 temang Perbankan dalam konsideransnya menyatalcan:Dalam bagian akhir UU ini yakni dalam Pasal 46 sd Pasal 53 yang terdiri dari sanksi administrasi (Pasal 47-50A) dan pidana (Pasal 52-Pasal 53). Secara lengkap ketentuan-ketentuan pidana itu dikutip sebagai berikut. Pasal 46: Menghimpun Dana Tanpa Izin. (I) Bamng siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima bela.$) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). (2) Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, perserikatan, yayasan atau koperusi, maka penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.
Pasal 47: Memaksa Bank atau Pihak Teranliasi Memberi Keterangan Keadaan Keuangan Nasabah. (1) Barang siapa tanpa membawa perintah termlis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pa. 41, Pasal 4IA, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun sena denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000.00 (scpuluh miliar rupialt) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus .liar rupiah). (2) Anggota
7.23
Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya yang dengansengaja memberikan keterangan yang wajib dinhasiaka menurut PasaI 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling latna 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp4.000.000.000.00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiuh).
Pasal 47 A: Tidak Nlemberikan Keterangan yang Wajib Dipenuhi untuk Kepentingan Perpajakan. Anggota Dewan Komimris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42A dan Pasal 44A. diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000.00 (lima belas miliar rupiah)
Pasal 48: Tidak Memberikan Keterangan yang VVajib Dipenubi untuk Kepentingan Perpajakan. Anggom Dewan Komisaris, Direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan uyat (2) dan Pasal 34 ayat (I) dan ayat (2), diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000.00 (seratus miliar rupiah). (2) Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang lalai memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dinudnud dalam Pasal 30 ayat (I) dan (2) dan Pasal 34 ayat (I) dan ayat (2), diancam dengan pidana kurungan sekurang-kurangnya I (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) iahun dan atau denda sekurang-kumngnya Rp1.000.000.000,00 (satu mi)iar rupiah) dan paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pasal 49: Pencatatan Laporan Transaksi atau Rekening Menerima Sesuatu. Langkah-Langkah Memastikan Ketaatan Bank. (1) Anggna Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja: a. Membun atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank b. Menghilangkan atau tidak
7.24
memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam lapomn, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau mkening suaiu bankt c. Mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghtmus, atau menghilangkan adanya suatu pencalatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, lapomn tranmksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, Menyembunyilmn atau merusak catatan pembukuan tersebut, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun scrta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). (2) Anggota Dewan Kornisaris. Direksi mau pegawai bank yang sengaja: a. Meminia atau menerima, mengizinkan alau menyetujui untuk meneritna suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keumungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam ratigka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperolej iamh muka, bank garansi, atai fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek dan kertas dagang autu bukti kewajiban lainnya. ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada bankt b. Tidak melaksanakan langkah-langkah yang dipedukan untuk memastikan ketaan bank terhadap keientuan dalam undang-undang ini dan kmentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp 100E000.000.000,00 (seratus miliar rupialt).
Pasel 50: Pihak TeraiThasi Tidak Memastikan Ketaatan Bank, Pihak Terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang dipedukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-tmdang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekumng-kumngnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
7.25
Pasal 50A: Pemegang Sahant Tidak Alemastikan Ketaatan Bank. Pemegang saltam yang dengan sengaja menyuruh Dcwan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank untuk mclakukan atau fidak melakukan Iindakan yang mengakibatkan bank fidak melak.nakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank ierhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sckurang-kurangnya 7 (oujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepulult miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000.00 (dua ratus miliar rupialn.
Pasal 51: TPE atau Perbankan inl adalah KeJahatan. (1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalant Pasal 46. Pasal 47. Pasal 47A,Pasal 48 ayat (1 ). Pasal 49, Pa.1 50. dan Pasal 50A adalah kejahatan. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) adalah pelanggaran.
Pasal 52: Sanksi Administralif. (1) dengan tidak mengurangi knentuan pidotodoogiotoldiotokoddlotoPod47,P.00147A,Pll48,Pll149. kioo dan Pasal 50A, Bank Indonesia dapat menetapkan sanksi adn6nisnatif kepada bank yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini, atau Pimpinan Bank Indonesia dapat rnencabut usaha bank yang bersangkutan. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayal (01, antant lain adalah: a. Denda uang. b. Teguran tenulis, c. Penurunan tingkat kesehatan bank, d. Larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring: e. Pembekuan kegiatan usaha tertentu baik untuk kamor cabang tenentu maupun untuk bank secara keseluruhan: f. Pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganii sementara sampai Rapai Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggoia Koperasi mengangkat penggan6 yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia: g. Pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar orang tercela di bidang Perbankan. (3) pelaksanaan lebih lajut mengenai sanksi administmtif ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Pasal 53: Sanksi Administratif Kepada Pihak Dengan tidak mengurangi ketenwan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Bank Indonesia dapai menetapkan sanksi administratif kepada Pihak Terafiliasi yang lidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan
7.26
dalam undang-undang ini aiau menyampaikan penimbangan kepada instansi yang berwenang untuk mencabut izin yang bersangkuian.
B. T1NDAK PIDANA D1 B1DANG PASAR NIODA1..
Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dalam penjelasan umumnya menyatakan ketentuan pidana baru ditemukan dalam Pasal 103 sampai dengan 110 sebagai berikut:35
Pasal 103: Keglatan Pasar Modal Tanpa Isin. (1) Setiap Pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal tanpa izin, persetujuan, atau pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. Pasal 13, Pasal 18. Pasal 30. Pasal 34, Pasal 43, Pasal 48. Pasal 50, dan Pasal 64 diancamdengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000.00 (lima miliar rupiah). (2) Setiap Pihak yang melakukan kegialan mnpa memperolch izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (salu miliar rupiah).
Pasal 104: Ancoman Pidana. l'enjara dan Denda. Setiap Pihak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97 ayat (1), dan Pasal 98 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) lahun dan denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
3.2.3. Pasal 105: Pidana Terhadap Manajer Investasi dan atau Pihak Manajer Investasi dan atau Pihak terafiliasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dmaksud dalam pasal 42 diancam dengan pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (saiu miliar rupiah).
Pasal 106.( I ) Seliap pihak yang melakukan pelanggran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 diancam dengan pidana penjara
7.27
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paIing banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). (2) Setiap pihak yang melakokan pclanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 diancant dengan pidanu pe(ara paling 1ama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000.00 (lima milair rupiah).
Pasal 107: Menlpu atau Nlerugikan Piltak I.ain alau MenyesatIcan Bapepum. Setiap pihak yang dengan sengaja beriujuan menipu atau merugikan Pihak lain atau menyesatkan Bapepatn, menghilangkan, memusnahkan, menghapuskan, mengubab, mengaburkan, menyembunyikan, atau mernalsukan catatandari Pihak yang memperolch izin, persetujuan, aum pendaRaran termasuk Emiten dan Perusahaan Publik diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (6ga) tahun datt denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima tniliar rupiab).
Pasal 108: Ancaman Pidana untuk Plhak yang Mempengaruhl. Ancaman pidana penjara aiau pidana kurungan dan denda scbagaimana dimaksud dalam Pasal 103, Pasal 104, Pasal 105, Pasal 106, dan Pasal 107 berlaku pula bagi Pihak yang, baik langsung maupun tidak langsung, mempengaruhi Pihak lain untuk mclakukan pelanggaran pasal-pasal dimaksud.
Pasal 109: Ancaman Pidana, Penjara dan Denda. Setiap pihak yang tidak mematulti atau menghambat pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 (saiu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000.00 (satu mi)iar rupiah).
Pasal 110: Tindak Pidana ini adolah Pelanggaran dan Kejahatan. (1) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (2), Pasal 105, dun hsal 109 adalah pelanggaran. (2) Tindak Pidana sebagaitnana dimaksud dalam 103 ayat (1), Pasal 104, Pasal 106, dan Pasal 107 adalah kejahatan.
7.28
C. TINDAK PIDANA PERBANI.N DALAM KUHP INDONESIA
Menjadi penanyaan. mengapa KUHP dapat dipergunakan terhadap Tindak Pidana Perbankan? Temyata pemalt terjadi di mana oknum pihak bank terlibat iindak pidana yang kastnnya terkait dengan perbankan. Begitu juga dapat terjadi dan pemah terjadi oknum yang bukan dari ba. terlibat dengan tindak pidann yang ada hubungannya dengan perbankan. Oleh karena itu. KUH Pidana dapat digun.an atau diperlakukan dalam masalah-masalah tindak pidana perbankan, kecuali Undang-Undang Perbankan mengatumya secara tersendiri.36 Disamping itu terdapat asas-asas dalam Buku 1 KUHP dapat diberlakukan dalam lindak pidana perbankan. juga tindak pidana lainnya kalau Undang-undang yang mengatur tentang hal tersebut tidak mengatumya secara khusus atau tersendiri aspek pidana nya. Kalau terjadi seperti ini, maka Buku II maupun Buku 111 dan tentunya Buku I yang merupakan peraturan-peraturan umum, dapat dipergunakan. A. dasar yang dikemukakan diatas, temyam di samping UU No. 7 Tahun 1992, UU No. 10 Tahun 1998, dan UU NO. 23 Tahun 1999, maka berani KUH Pidana dapat dipergunakan dalam masalah perbankan. Untuk melihat ketentuan-ketentuan mana yang diperk irakan dapat digunakan dalam ka.ans-kasus perbankan antara lain:37
Pasal 263 KUH Pidana berbunyi:
I. Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat. yang dapat melibatkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau s.uatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan.
2. Dengan hukuman serupa itu juga ditukum, barang siapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian.
7.29
Pengerlian "membuat surat palsu" yaitu membuat surat sedemikian rupa seakan-akan berasal dari sumber yang benar atau berhak untuk membuat surat tersebut sama sekali . pihak yang lidak benar atau ti. berhak. Pengertian "memalsukan surat- yakni mengadakan perubahan dan isinya, sehinua sebab perubalum tersebut mengakibatkan materi atau substansi surat tersebut tidak sesuai lagi dengan isi yang sebenamya atau dengan kata lain sudah tidak sesuai lagi dengan redaksi atau bunyi aslinya.38
Unsur minimal yang harus dipenuhi supaya terkena pasal ini, adalah:39 I. Yang dipalsukan harus suatu surat dan bahannya teniu berupa kertas atau benda-benda yang dapat ditulis; 2. Surat tersebut dapat menimbu. suatu hak, misalnya giro, cek, dan saham; 3. Surat itu dapat juga menimbulkan suatu Itak, misalnya perjanjian kontrak, perjanjian mang piutang, atau perjanjian jual beli; 4. Surat itu dapat menimbulkan pembebasan wang, nasalnya kuitansi; 5. Surat-surat yang dapal dipergunakan sebagai bukti diri. keterangan telah tetjadi sesuatu peristiwa, misalnya akta kelahiran, tabanas, atau surat deposito; 6. Penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kenigian dan kerugian ini tidak perlu hanm terealisir, kerugian-kerugian tersebut dapat berupa materiil maupun nonmateriil lainnya; 7. Juga dapat dikenakan pada orang yang menggunakan dengan sengaja surat palsu tersebut. scdangkan ianya mengetahui mengetahui benar bahwa sumt tersebut palsu.
Pasal 264 KUH Pidana berbunyi:
I. Si terhukum dalam perkara memalsukan surat, dihultum penjara selama-lamanya delapan tahun, kalau perbuatan iiu dilakukan: • le. Mengenai surat autemik • 2c. Mengenai surat utang atau surat tanda utang dari sesuatu surat negara atau sebagainya amu dari sesuatu balai umum.
7.30
• 3e. Mengenai saham-saham atau surat utang atau senifikat tanda saham atau tanda wag dari suatu perserikatan, atau perseron aiau nutskapai. • 4e. Mengenai mlon atau surat tanda utang (devident) atau tanda bunga uang dari salah satu sural yang diterangkan pada 2c dan 3c atau tentang surat keterangan yang dikeluarkan akan pengganii surai itu. • 5e. Mengenai surat utang piutang atau surat perniagaan yang akan diedarkan.
2. Dengan hukuman serupa juga, bamng siapa dengan sengaja menggunakan akta seolah-olah isinya cocok dengan hal yang sebenamya. ayat periama dipalsukan, jika pemakai surat itu dapat mendatangkan sesuatu kerugian,
Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Pasal 264 KUHP ini, berkaitan erat dengan pasal yang terdapat dalam pasal ini, harus terlebih dahulu memenuhi unsur-unsur yang termum dalam Pasal 263 tersebut.40
Walaupun Pasal 264 ayat (() KUHP iidak menyebuikan secara tegas temang unsur kesengajaan. namun dapat ditafsirkan sudah ada unsur tersebut dengan mempergunakan memalsukan, karena ditinjau dari segi bahasa dengan kaia lain, yakni memalsukan surat. Jadi berarii si pelaku sudah dengan sengaja secara aktif berbtun dengan suatu kesadaran yang disengaja.41
Selanjutnya letak perbedaan antara ayat (1) dengan ayat (2) dalam Pasal KUHP yang prinsipal adalah hanya terletak pada ketentuan yang disebutkan di dalam ayat (2) saja, yakni hanya penggunaan dan pemalsuan akta auteniik dan termasuk akta di bawah tangan.42
Unsur-unsur lain yang harus dipenuhi agar dapat dipergunakan sesuai dengan ketentuan ini, adalaht43
.thainur Arrasjid, Hukurn Pidana Perhankan, lakana, Sinar Gralik4 2011, halamon. 38. °Chainur Arrasjid. Hukum Pidana Perhankan. lakaria: Sinar Gralika. 2011, halamun. 38. ,hainur Arrasjid. Hukum Pidana Pethaukun, lakaria: Sthar Grolik
7.31
I. Si pelaku harus mengetahui benar bahwa surai itu palsu 2. Si pelaku sudah mempergunakannya, sekurang-kurangnya sudah menyerahkan pada orang lain untuk mempergunakannya: 3. Atau sudah menyemhkan surat tersebut kepada tempat di mana tempat itu merupakan titik awal memproses penyelesaian surat itu.
Pasal 266 KI,11 Pidana berbunyi:
I . Barang siapa menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam sesuatu akta auteniik tentang sualu kejadian yang sebenamya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud akan menggunakan atau menyunilt orang lain menggunakan akta itu seolah-olah keterangannya itu cocok dengan hal sebenamya, maka kalau dalam mempergunakannya itu dapat mendaiangkan kerugian, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.
2. Dengan hukuman serupa itu juga dihukum barangsiapa dengan sengaja menggunakan akta itu seolah-olah isinya cocok dengan hal yang sebenamya jika pemakaian surat itu dapat mendatangkan kerugian.
Smuai dengan bunyi Pasal ini, unsur-unsur minimal yang harm dipenuhi, adalah:44 I. Menyuruh menempatkan keterangan palsu (kepada orang lain) ke dalam suatu akia autentik; 2. Akta autentik adalah suatu surat yang dibuat menurut bentuk dan syarat-syzuat yang telah ditetapkan olelt undang-undang; 3. Maksudnya akan mengsmakan aiau menyuruh orang lain menggunakan akta itu, seolah-olah keterangan yang dipalsukan tersebut smuai dengan yang sebenarnya: 4. lika dip,unakan dapat mendatangkan kerugian.
Disamping itu, yang dapat dikenakan pasal ini adalah si pemberi keterangan palsu. tetapi juga omng lain yang mempergunakannya, dan dapat mendatangkan kerugian.
7.32
Pegawai Negeri atau orang lain yang diwajibkan uniuk seterusnya atau untuk sementara waktu menjalankan pekerjaan umum, yang dengan sengaja dengan palsu membuat atau memalsukan buku atau daftar yang semata-mata untuk pemeriksaan administrasi, dihukum penjara selama-selanumya empat tahun. Ketenturm dalam Pasal ini hanya mengemukakan tentang pemalsuan terhadap .buku" atau daftar yang semata-mata untuk pemeriksaan administrasi. Buku tersebut misalnya buku kas, juga jenis-jenis buku administrasi. teruiama yang dapat dipergunakan sebagai alat bukti. Terdahulu telah dikemukakan tentang pasal-pasal yang berhubungan dengan pemalsuan. dan khusus di Pasal 242 KUHP membut ketentuan tentang "sumpah palsu dan keterangan palsu atau sumpah. Maksutnya semua keterangan-keterangan yang dikemukakannya tersebui baik lisan maupun tulisan berdasarkan suatu sumpah atau atas sumpah yang disalikan.46
Pasal 242 KU11 Pidana, sebagai berikut:
I. Barangsiapa dalam hal-hal yang menunn peraturan Undang-Undang menuntui sesuam keterangan dengan sumpah atau jika keterangan itu membawa akibat bagi hukum dengan sengaja memberi keterangan palsu. yang ditanggung dengan sumpah, baik dengan lisan atau dengan kuasanya yang istimewa ditunjuk untuk dihukum pcnjara selama-lamanya tujuh tahun. 2. iika keterangan palsu yanh dhanggung dengan sumpah itu diberikan dalam perkara pidana dengan merugikan si terdakwa atau tersangka, maka si tcrsalah itu dihukum pcnjara sclama-lamanya sembilan tahun 3. Yang disamakan dengan sumpah, yaitu perjanhan atau pengakuan yang menurut undang-undang umum menjadi ganti sumpah. 4. Dapat dijatuhkan hukuman mencabut hak yang tersebut dalam Pasal 35 angka
7.33
Memperhatikan bunyi pusal ini, maka unsur-unsur yang harus dipenuhi sehingsa terkena pasal ini adalah:47 I. Baik kcierangan lisan maupun tulisan harus diatas sumpah; 2. Keterangan tersebut diwajibkan kepada yang bersangkwan karena telah ditentukan oleh undang-undang disebabkan keterangan tersebut mempunyai akibat hukum; 3. Keterangan itu harus palsu atau benar ini, diketahui oleh si pemberi keterangan itu sendiri.
Perlu dicatat di sini bahwa keterangan palsu yang berdasarkan sumpah palsu itu scharusnya dilaksanakan di depan sidang pengadilan di dalam suatu proses peradilan, dan sumpah tersebut sesuai dengan eara-cara agama yang dianutnya. Pelaku yang melakukan sumpah palsu ini boleh pegawai negeri maupun bukan pegawai negeri.48 Mengenai tindak pidana yang berhubungan dengan penjualan atau suap, termuat di dalam beberapa Pasal 209, 428, . 419 KUH Pidana.49
Pasal 209 KUll Pidana berbunyi:
I. Dihukum penjara selama-lamanya dua lahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-:
• le. Barang siapa memberi hadialt atau perjanjian kepada seseorang pegawai negeri dengan maksud hendak membujuk dia, supaya dalam pekerjaanya ia berbuat atau mengalpakan sesuatu apa, yang bertentangan deng kewajibannya.
• 2e. Barang siapa memberi hadiah kepada seseorang pegawai negeri oleh sebab atau berhubungan dengan pegawai negeri itu sudah membuat atau mengalpalcan sesuatu apa dalam menjalankun pekerjaan yang bertentangan dengan kewajibannya.
7.34
2. Dapat dijatuhkan hukuman mencabui hak yang iersebut dalarn Pasal 35 angka..
Unsur yang tethenting dipethatikan di sini adalah yang menerima suap haruslah pegawai negeri. jika bukan pegawai negeri tidak dapat dikenakan pasal ini. Tujuan penyuapan agar pegawai negeri tersebut berbuai atau mengathakan sesuatu yang bertemangan dengan kewajibannya.50
Yang mendapatkan ancaman hukuman di sini adalah si pemberi, walaupun pegawai negeri tersebut berbuat atau menolak melakukannya. Betheda dengan Pasal 209 KUHP, maka Pasal 418 dan 419 KUHP yang diancam hukuman adalah si penerima suap.51
Pasal 418 KUH Pidana berbunyi:
Pcgawai negeri yang menerima hadiah atau perjanjian, sedang ia tahu atau paiut dapat menyangka, bahwa apa yang dihadiahkan atau dijanjikan itu berhubungan dengan kekuasaan atau hak karena jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang menghadiahkan atau berjanji itu ada hubungan dengan jabatan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya enam bu. atau denda sebanyakthanyaknya RP. 4500,-.
Jelaskan bahwa yang ditentukan dalam Pasal ini adalah yang menerima suap dan si pencrima adalah pegawai negeri. Si penerima .0 atau patut mengetahui atau menyangka bahwa hadiah itu karena ada hubungan dengan juba. atau tugasnya. Suap itu dapat berupa uang, hadiah, maupun janji-janji lainnya.
Pasal 419 KUll berbunyl:
Dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun dihukurn pegawai negeri:
7.35
• le. Yang menerima pemberian alau perjanjian, sedang diketahuinya bahwa pemberian atau perjanjian diberikan kepadanya untuk membujuk supaya dalam jabatannya melakukan alau mengalpakan sesuam apa yang berlawanan dengan kewajibannya. • 2e. Yang menerima pemberian, sedang diketahuinya, bahwa pemberian itu diberikan kepadanya oleh karena atau berhubungan dengan apa yang telah dilakukan atau dialpakan dalam jabatannya yang berlawanan dengan kewajibannya.
Ketentuan dalam Pasal ini jelas mengatakan. bahwa karena adanya pemberian atau perjanjian, dia mengalpakan tugasnya. Maksudnya seorang pegasvai negeri, karena mencrima pemberian alau perjanjian maupun sejenisnya melakukan atau mengalpakan suatu yang harus diperbutnnya, namun tidak dilaksanalcannya padahal hal tersebut merupakan kewajibannya atau tuganya karena jabatannya.52
Pemberian atau janji tersebut diterimanya, dan menyebablcan ia tidak berbuat atau mengalpakan sesuatu yang berlawanan atau bertentangan dengan kewajibannya alau tuganya karena jabatannya.53
Disamping pasal-pasal yang telah dikemukakan terdahulu, sebenamya masih terdapat pasal-pasal di dalam KUHP yang dapat dikaitkan dengan tindak pidana perbankan. Tetapi karena di dalam perundang-undangan perbankan itu sendiri telah mengatumya, maka berlakulah peraturan-peraturan khusus tersebut.54
Sebagai contoh dari pasal-pa. yang mengatur temang sesuatu yang berhubungan dengan perbankan yang terdapat dalam KUHP, tetapi sudah diatur tersendiri dalam perundang-undangan perbagan itu sendiri, adalah seperti membuka rahasia yang diatur dalam Pa. 322 KUHP, yang berbunyi sebagai berikui:
7.36
I. Barangsiapa dengan sengaja membuka sesuatu rahasia, yang menurut jabatannya atau pekerjaannya, baik yang sekarang, maupun yang daltulu, ia diwajibkan menyimpangnya, dihukum penjara selatna-lamanya senthilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya RP. 9000,-. 2. lika kejahatan ini dilakukan terhadap scorang yang ditentukan, maka perbuatan itu han, dituniut ams pengaduan omng itu.
Juga Pasal 415 yakni kcjahatan yang dilakukan dalam jabatan, yang berbunyi, sebagai berikut.56
Pegawai negeri atau orang lain, yang diwajibkan untk seterasnya atau untuk sementara waktu menjalankan sesuatu pekerjaan umum, yang dengan sengaja menggelapkan uang al3S sumt yang berharga itu diambil atau digelapkan olch orang lain itu sebagai orang yang membantu dalam hal itu dihukum penjara selamalamanya tujuh tahun.
Kalau dikaitkan pasal-pasal yang ada hubungannya atau dapat dikenakan kepada imdak pidana perbankm seperti yang telah dikemukakan, dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, dan Undang-Undang Nomor 23 Taltun 1999, dapat dikclompok-kelompobn dalam bebempa bagian. Dalam pengelompokan ini, M. Sholehuddin mengelo,okkannya ke dalam beberapa kelompok, yakni jenis tindak pidana perbankan di bidang kolusi manajemcn perbankan yang berbentuk tindak pidana sua, jenis tindak pidana perbankan dibidang pengawasan perbankan yang berbentuk tindak pidana keterangan palsu; jenis tindak pidana perbankan di bidang jasa-jasa perbankan.57
Jika dikailkan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Tindak Pidana Korupsi, ketentuan-ketentuan yang temmat di dalam bcberapa Pasal KUHP yang telah disebutkan terdablu adalah Pasal 416, 209, 419 KUH Pidana. Juga Pasal 209 KUHP diperkuat lagi dengan tindak pidana suap yang diatur dalam Undang-Undang Nomor II Tahun 1980.
7.37
MODUL 8
KEGIATAN BELAJAR 1
Pengantar Tindak Pidana Korupsi
A. T1NDAK P1DANA KORUPS1 SEBAGA1 T1NDAK PIDANA KHUSUS
Suatu perundang-undangan pidana diluar KUHP dapat dikategorikan sebagai hukum pidana khusus sehingga berlaku asas '14tr derogat legi gentralr. ia hams memuat ketentuan-ketentuan hukum yang menyimpang dari aturan umum KUHP. baik penyimpangan tersebut dari segi hukum pidana nutteriil maupun hukum pidana formil. Dilihat dari segi hukum pidana makna penyimpangan adalah terkan dengan tintlak pidana, pertanggungjawaban pidana, dan sanksi pidana atau sanksi tindakan.Sedangkan . segi hukum pidana forrnil. maksud penyimpangan adalah terkait dengan keientuan beracara yang berbeda dengan ketentuan beraeara yang ierdapat di dalant KUI4AP.'
Dalam konteks tindak pidana korupsi, dasar pemikiran tersebut sangat peraing uniuk di judikan sebagai acuan apakah Undang-undang No 31 Tahun 1999 jo Undang-undang No 20 Tahun 2001 teniang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi layak disebut sebagai aturan hukum pidana khusus. Terdapat 4 tempatt alasan memasukkan undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi ke dalam aturan hukum pidana khusus.`
Pcnama. terkait dengan pengaturan tindak pidana. Undang-undtmg tindak pidana korupsi dengan tegas memandang bahwa pidana bagi tindak pidana pereobaan. pemufakatan jahat. dan pembantuan sama dengan pidana bagi delik selesai. Bila dalam KUHP pidana bagi delik pereobaan adalah dikurangi sepeniga dari maksimum aneaman pidana maka dalam undang-
8.2
undang tindak korupsi ketentuan demikian disimpangi yakni pidana bagi delik percobaan sama dengan pidana bagi tindak pidana korupsi yang dilakukan dengan selesai.'
Demikian halnya dengan delik pembantuan. Pasal 57 KUF1P secam eksplisit menyatakan bahwa maksimum pidana pokok untuk pembantuan dikurangi sepertiga, dan apabila kejahatan yang dilakukan diancamkan dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka maksimum pidana pokok untuk pembantu adalah lima belas tahun penjara.5Dalam undang-undang tindak pidana korupsi ketentuan demikian tidak diikuti atau disimpangi, karena pidana bagi pelaku delik pembantuan disamakan dengan pidana bagi delik yang selesai, dalam arti tidak ada pengunIngan sepertiga dari maksimum pidana pokok.6
Kedua, terkait dengan pertanggungjawaban pidana. Undang-undang tidak pidana korupsi tidak hanya menjadikan manusia sebagai subjek delik, tapi juga kor,rasi. Sedangkan dalam KUHP korporasi tidak diakui sebagai subjek delik, hanya manusia yang dapai melakukan tindak pidana.7 Ketentuan demikian disimpangi oleh undang-undang korupsi. Pasal I ayat (3) undang-undang korupsi secara eksplisit menyatakan bahwa makna "setiap orang" tidak hanya orang perorangan iapi tennasuk juga di dalarnnya adalah korporasi. Sedangkan mengenai tuntutan dan pcnjatuhan pidana dapai dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, maka korporasi tersebut diwakili oleh penguru•."
Ketiga, terkait dengan sanksi pidana. Undang-undang tindak pidana korupsi mengatur perumusan ancaman pidana secara kumulatif-altematif.
' Mahrus All. Asas. Teori. dan Pr,lbek Hukton Pidana 1Conopsi, Ull Press. Yogyakana. 2013. halaman. 16 Aruan Sakidjo dan Bambang Poemomo, fluknm Pidana Auar Muron U.111, llukam Pidana Kodifikavi. Ghalia Indonesia, Jakana, 1990, halaman. 157, dalam Klahms Ali, Auo, Teori. dan Prak, Ifukum Pidana Korupsi, Ull Pr.s. Yogyakana. 2013. halaman. 17. Mahrus Ali. Amr. Teori. dan Prakkk Ilubm Pidana Korupsi. UII Press. Yogyakana. 2013. hakiman. 16. Ketenluan Pasal 39 KUHP pada da,arnya iidak dnujukan kepada korpoiasi, idapi dnujukan kepada manusia. dalam M•hrus Ali, Asar, Teori. dan Prakek Hulaun Pidana Knrup,ri, Ull Press, Yogyakana. 2013. halaman. 17. Mahrus Ali. Arns, Trnri, dan Proklek Nukum Pidana Kompsi, Ull Press. Yogyakana. 2013. halaman. 16.
8.3
.serta ancaman pidana minimum khusus. Kmentuan mcngenat perumusan ancaman pidana dernikian tidak dikenal dalam KUHP, sebab KUHP sendiri hanya mengenai dua sistem perumusan ancanum pidana, yaitu sistem perumusan tunggal dan sistem perumusan ahernalif. KUHP juga tidak mengenal ancaman pidana minimum khusus, yang dikenal hanyalah ancaman pidima minimum umum, maksimum umum, dan maksimum khusus. Dalam undang-undang iindak pidana korupsi ancaman pidana yang dirumuskan secara komulatif, komulatif -altematif, dan dikhususkanya ancaman tembar dihampir semua rumusan pasal. Pengaturan yang demikian tentu saja mcrupakan pengaturan yang tnenyimpang dari ketentuan umutn KUHP mengenai penimusan ancaman sanksi pidana.9
Keempat, terkait dengan hukum acara pidana. Undang-undang tindak pidana korupsi mengatur ketentuan beracara yang berbeda atau menyimpang dari kmentuan beracara dalam KUHAP, sepeni diakuinya sistem pembalikan beban pembulnian, perampasan aset, pembayaran uang pengganti dan peradilan absemia. Pengaturan demikian tidak dikenal dalam KUHAP. Mengenai pembuktian KUHAP mengatur bahwa yang berkewajiban membuktikan tindak pidana yang dilakukan terdakwa adalah laksa Penumut Umum bukan terdakwa. KUHAP juga tidak mcngenal peradilan absemia. yang ada hanya mengatur penundaan sampai beberapa kali apabila terdakwa tidak hadir ke persidangan setelah dipanggil secaru patut. Disamping itu, khusus untuk perkara korupsi diperiksa, diadili dan diputus berdasarkan undang-undang No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan undang-undang No. 46 taltun 2009 temang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.oe
Keempat hal diatas paling tidak dapat dijadikan sebagai alasan atau dasar bahwa bahwa undang-undang tindak pidana korupsi dikategorikan sebagai hukum pidana khusus atau aturan hukum pidana yang bersifat khusus. Sebagai aturan hukum pidana yang bersifat khusm, maka aturan yang bersifat umum tidak lagi memiliki kcabsahan scbagai hukum pidana ketika telah ada aturan yaang bersifat khusus. Dengan kata lain, aturan pidana yang
8.4
bersifat khusus itulah sebagai hukum yang valid dan mempunyai kekuatan mengikat untuk diterapkan terhadap peristiwa-peristiwa dalam hal ini adalah tindak pidana korupsi. Konsckuensinya, suatu aturan hukum (umum) termasuk ketika hal itu terdapai dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, menjadi tidak mempunyai kekuatan mengikal. Atumn tersebut hanya menjadi ,turan perundang-undangan", tetapi tidak merupakan suaiu "aturan hukum"..1
B. PENGERTIAN DAN JENIS ruoAK PIDANA KORUPSIu
Kathilya, seordng filsuf dan pemikir besar dari India suatu hari pcmah ditanya tentang berapa banyaknya uang rakyat yang dijarah oleh pamong raja. Kautilya menjawab. mustahil bisa menghitungnya.nmereka. kala Kautilya seperti ikan yang menyclam di lautan. tidak ketahuan apakah sedang minum air atau tidak. Apa yang dikatakan olch Kautilya tiga ratus maschi itu, seolah benahan hingga kini. Dalam lingkaungan yang korup sulit memilah mana yang dianggap korupsi, mana yang tidak, tak mudah untuk menilai mana tanda terima kasih, mana yang sogok.ii Reformasi yang digulirkan pada 1998 mengamanatkan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang dinilai telah menjerumuskan bangsa dan negara Indonesia ke dalam IMsis muliinasional terutama keterpurukan ekonomi. Harapan besar para reformis kala itu semakin terbuka setlah runtuhnya cra Ordc Baru dan munculnya em Refommsi yang diharapkan membawa perubahan besar dalam kehidupan berbangm dan bemengara termasuk di dalamnya agcnda pemberantasan korupsi. Harapan besar akan terwujudnya peneegahan dan pemberamamn korupsi sebagaimana eita-cita luhur refonnasi yang digelorakan oleh clemen bangsa saat temyata hanya tinggal harapan. Saat ini. tindak pidana krupsi bukannya hilang terldids oleh laring" penegak hukum, akan tetapi olth banyak pengamat dan penggiat antikorupsi dinilai semakin menjadi-jadi
8.5
Apabila di era Orde Bru bahkan saat era Orde Lama korupsi hanya dilakukan pada level atas saja, korupsi telah merasuld pula kalangan legislatif dan yudikatif, dengan modus yang bermacam-macam baik yang dilakukan secara terbatas maupun yang dilakukan secara "berjamaah". Praktik korupsi tidak hanya melanda negara-negara berkembang tetapi juga negara-negara maju sepeni Amerika Serikat. Hanya saja, korupsi di negara-negara maju tidak separah dengan korupsi di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Instrumen dan supermasi hukum pada negara-negara maju dlam memberantas korupsi, betul-betul beijalan sebagaimana mestinyakarena adanya keseriusan aparat hukumnya yang didukung olch kemauan politik (palitical kepala pemerintahan. Kenyataan sebaliknya di Indonesia. subumya praktik korupsi terutama saal Orde Baru yang dilanjutkan di cra Reformasi. kurang menyentuh perhatian pemerintah (eksekutif) dan wakil rilkyat yang ada di parlemen Sejarah pentebrantwan korupsi yang cukup panjang di Indonesia menunjukan bahwa pemberantasan korupsi memang membutuhkan penanganan yang ektrakeras dan membutuhkan kemauan poli. yang sangat besar dan serius dan pemerin.an yang berkuasa. Polaik pemberantasan korupsi itu sendiri tercermin dari peraturan pemndang-undangan yang dilahirkan pada periode pemerintahan tertentu. Lahimya undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai tindak pidana korupsi sesunggulniya tidaklah cukup untuk menunjukkan keseriusan atau komitmen pemerintah. Perlu menerpakan ketantuan yang diatur di dalam undang-undang dengan cara mendorong aparat penegak hukum yang berwenang untuk memberantas korupsi degan cara.eara yang tegas. berani, dan tidak pandang Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptionatau corroptus. Selanjuinya. disebutkan aaruptionitu berasal pula dari kata asalcornimpere, suatu bahasa latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun kebanyakan bahasa Empa, seperti bahasa Inggris: corruption, corrupt, Perancis: corrupratio, dan Belanda: corruption (korruptie), dapat kita memberanikan diri bahwa bahasa Belanda ini. kata itu turun ke Indonesia "kompsi".1. Di Malaysia dipakai kata resuah yang diambil dari Bahasa Arab risywah(suap)
8.6
yang secara terminologis berarti pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara tidak dibenarkan atau untuk memperoleh kedudukan. Semua ulama sepakat megharanikan risywah yang terkait dengan pemutusan hukum, perbuatan ini termasuk dosa. Subekti dan Tjarosoedibio menyaiakan corrivive adalah perbuatan curang, tindak pidana yang merugikan keuangan ne,. Adapaun Baharuddin Lopa dengan mengutip pendapat David M. Chalmers mengurailcan istilah korupsi dalam bethagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan. yang bethubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. Hal ini diambil dari definisi j7nancial manipulations and deliaion iyjtttttststhttttttty are offen labeled compf .1' Jermy Pope menyatakan bahwa korupsi adalth menyalahgunakan kepercayaan uniuk kepentingan pribadi. Namun. korupsi dapat pula dilihat sebagai perilaku yang tidak memenuhi prindip "mempertahankan jarnle, thinya dalam pengambilan keputusan di bidang ekonona, apakah ini dilakukan oleh perorangan di sektor swasta atau oleh pejabat publik, hubungan pribadi atau keluarga tidak memaikan peranan. Sekali prinsip mempertahankan jarak ini dilanggar dan keputhsan dibuat berdasarkan hubungan pribadi atau keluarga, korupsi alcan tibmul. Contohnya, konflik kepentingan dan nepotisme. Prinsip mempertahankan jarak ini adalah landasan untuk organisasi apa pun uniuk mencapai efisiensi.. Adapun cara-eara yang digunakan dalam mclakukan korupsi menurut Jeremy Pope, yaitu: I. ICronisme (perkoncoan), koneksi, anggota keluarga, dan sanak keluarga: 2. Korupsi politik melalui sumbangan dana untuk kampanye politik dan sebagainya: 3. Uang komisi bagi kontrak pemerintalt (dan subkontrak jasa konsultan); 4. Bethagai raga penggelapan..
8.7
Di dalam Konvesi PBB Menetang Korupsi (United Nation Convention Againts Corruption, UNCAC) Tahun 2003 yang telah diratifikasi oleh Pemerintab RNengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. ada beberapa perbuatan yang dikategorikan korupsi, yaitu: I. Penyuapan, janji, tawaran, atau pemberian kepada pejabat publik atau swasta, atau intemasional, secara langsung atau tidak langsung, manfaat yang fidak semestinya untuk pejabat itu sendiri atau orang atau badan lain yang ditujukan agar pejabai itu benindak atau berhenti berfindak dalam pelaksanaan tugas-tugas resmi mereka untuk memperoleh keuntungan dsri tindakan tersebut. 2. Penggelapan, penyalaligunaan. atau penyimpangan lain olch pejabat publik atau swasta atau internasional. 3. Mempedutya diri sendiri dengan tidak sah.»
Berdasarkan pengenian korupsi yang telalt diuraikan tersebut, secara sosiologis dapat dipilah tiga jenis korupsi, yaitu: I. Korupsi karena tuduhan. Bagi karyawan dan pegawai rendahan pada umumnya korupsi yang mereka lakukan karena kebutuhan. Mulai dari mencuri peralatan bntor, memeras pelanggan, menerima suap sampai dengan mengorupsi waktu kerja. 2. Korupsi untuk memperkara diri. Biasanya dilakukan olch golongan pejabat eselon, didorong oleh sikap serakah. melakukan mark terhadap pengadaan barang kantor dan melakukan pelbagai pungli. Penyebubnya karena gengsi. haus pujitut dan kehonnatan, serta tidak stsDdikisstsstsfDdtis 3. Korupsi karena peluang. Pcjabat atau sebagian anggoia masyarakat ketika mereka diberi peluang akan memenafaatkan keadaan tersebut, Icarena (a) penyelenggaraan negara, khususnya pelayanan publik yang terlalu birokratis: (b) manajemen yang amburadult dan (c) pejabat atau petugas tidak bermora1.2.
Tindak pidana korupsi sebagai perbuatan yang sangat tercela dan merusak tatanan kehiclupan bermasyarakat dan bernegara, perlu dicegah dan diberanias di bumi Indonesia. Olch karena dalam usaha pencegahan dam
8.8
pemberantasannya, perlu diketahui hal-hal yang menjadi penyebab terjadinya korupsi di Indonesia. Menurut Manvan Mas, secam umum perilaku korupsi terjadi di Indonesi karena hal berikut I. Sistem yang Negara yang baru merdeka selalu mengalami keterbatasan SDM, modal, teknologi, dan manajetnen. Oleh karena itu, perlu perbaikan atas sistam administrasi pemerintallan dcut pelay.an masyarakat yang kondusif terhadap terjadinya korupsi. 2. Gaji yang rendah. Renddinya gaji membulca peluang terjadinya korupsi. 3. Law ertforcement tidak bedalan sering terdengar dalam masyarakat kalau penc. ayam dipenjarkan. pejabat korup lolos jeratan hukum. Ini karena pejabat yang benvenang, khususnya penegak hukum mudah menerima suap d. koruptor atau pejabat yang membuat kesalahn. Akhirnya, korupsi berjalan s«ara berantai melahirkan apa yang disebut sebagai korupsi sistematik. 4. Hukuman yang ringan. Memang UU Korupsi mengancam penjarnhan pidana mati, tetapi harus memiliki syarat tertentu, ancaman pidan aseumur hidup, denda yang besar, serta ancaman mebayar pengganti sejumbh uang yang dikorupsi, telapi kalau tidak mampu menatar diganti (subsidair) dengan hukuman penjara ringan (Pasal 18 UU Korupsi). Hal iersebut tidak memeberikan efek jera atau rasa takut bagi yang lain. 5. Tidak ada keteladanan pemimpin. Sebagai masyarakat agraris rakyat Indonesia cenderung patemalistik, yaitu mercka alun mengik. apa yang dipraktikan oleh pemimpin. senior atau tokoh masyarkat. Tapi tidak adanya teladan yang baik dari pemimpindi Indonesia menyebakan perekonomian di Indonesia dililit utang dan kompsi. 6. Masyarakat yang apatis. Pemerintah mengeluarkan PP 68/1999 yang menempatkan masyarakat sebagai elemen penting dalam pemberantas. korupsi. KPK membentuk Deputi Bidang Pengawasan Intemal dan Pengaduan Masyarakat. yang aniara lain bertugas menerima dan memproses laporan . masyarakat.:'
8.9
C. SUBJEK HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI
Sebagai salah sutu jenis tindak pidana khusu.s, subjek hukum tindak pidana korupsi dapai berupa orang perseomngun atupun korporasi. Buhkan dalm perkembangan praktik penegukan hukum saat ini pelaku tindak pidana korupsi dominan melibatkan direksi atau pegawai perusahaan, baik perusahaan negam (BUMN dan BUMD) maupun perusahaan swasta yang terkait. Dalam Pasal 1 angka I, 2, dun angka 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembemmasan Tindak Pidana Korupsi diartikan sekaligus disebuikan subjek hukum tindalr pidana korupsi. yakni: I. Korporasi. yaitu kumpulan omng danlatau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. 2. Pegawai negeri yang meliputi: a. Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tenmng Kepegawaian; b. Pegawai ncgeri sebagaimana dimaksud dalam KUHP: c. Omng yang menerima gaji atau upah dari keuangan negam atau daerah; d. Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima banivan dari keuangan negara atau daerah; e. Orang yang menerima gaji utau upah dari korporasi lain yang menggunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.
Scjalan dengan ketentuan Pasal 1 angka I, 2 dan angka 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kolusi dan Nepotisrne. mementukan komponen penyelenggaraan negara, sebagai berikut: I. Pcjabat negara pada lembaga tertinggi negam: 2. Pcjabat negara pada lembaga tinggi negara; 3. Menteri; 4. Gubemur; 5. Hakim; 6. Pejabat negara lain yang s.uai dengun ketentuan pemturan perundnag-undnagan yang berlaku, misalnya ICepala perwakilan di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar luar biasa dan berkuasa penuh, wakil gubemus, dan bupati/walikom;
8.10
7, Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kahannya dengan penyelenggaraan negam sesuai dengan ketenruan perundang-undangan yang berlaku. Dalam penjelasan pa.sal demi pasal undang-undang ini, disebutkan bahwa yang dimakmd dengan pejabat lain meliputi: a. Direksi, komisaris, dan pejabat struktuml lainnya pada Badan Usahan Milik Negara dan Badan Umha MiIik Daemh; b. Pimpinan Bank Indonesia dan Pimpinan Bdana Penyehatan Perbankan Nasional: c. Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri; d. Pejabat Eselon I dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan Sipil, militerdan Kepolisisan Negam RI; c. Jaksa; f, Pcnyidik; g. Panitera pengadilan; h, Pemimpin dan bedaharawan Proyek,
D. DELIK•DELIK DALAM UNDANG•UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI2'
I. kurupsi yang Mensyaratkan Adanya Kerugian Negara
a. Pasal 2 apt (1) Tindak pidana Korupsi mensyaraikan adanya kerugian negara meara eksplish diatur dalam Pasal 2 ayat (1) san Pasal 3. Rumusan Pasal 2 ayai (1) berbunyi: Setiap orang yang secara melawan hukum rnelakukan perbuatan memperIcaya dirisendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negaramau peoekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara scumur hidup ataupidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) mhundan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua mtus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Unsur-unsur delik Pasal di atas sebagai berikut• I ) Setiap orang 2) melawan hukum 3) memperkaya diri sendiri atau omng lain 4) dapat
8.11
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Perwma, unsur "setiap orang". Unsur ini merupakan pelaku atau subjek delik dalam Prnd2 ayat (1). dan unsur ini bukanlah delik inti (bestandeel delict) melainkan elemen delik (elemen delict). la merupakan subjek hukum yang diduga tau didakwa melakukan TPK yang pembuktiannya bergantung kepada pembuktian delik intinya. Subjek delik dalam Pasal ini tidak hanya terdiri dari manusia, tapi juga korporasi. Pasal I anglca 3 secara eksplisit mengarrikan setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi. Sedangkan yang dimaksud korporasi adalah kumpulan orang-orang dan atau hana kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum (Pasal I ayat( Sekalipun makna setiap orang pada Pasal 2 ayat (1) meliputi orang perseomngan atau korporari. tapi makna orang perseorangan tersebut tidak meliputi pegawai negeri atau pejabat. lika pegawai negeri atau penyelenggam negara diajukan ke persidangan karena diduga melakuakn TPK, maka Pasal 2 ayat (1) UU korupsi tidak dapat digunakan sebagai dasar un1uk mendakwa pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut. Dengan denrildan, subjek delik dalam Pasal 2 ayat ( I) bermakna subjek delik meliputi orang perorangan atau korporasi pada umumnya, selain pegawai negeri amu penyelenggara negara.. Secara teoriris makna "setiap orang" menunjuk kepada siapa orangnya yang harus bertanggungjawab atas tindak pidana yang didakwakan atau setidak-tidalcnya mnegenai siapa orangnya yang harus dijadikan tenlakwa. Kata "setiap orang" identik dengan tenninologi kata barangsiapa (hij). Olch karena k. "setiapa orang" atau "barangsiapa" sebagai siapa saja yang harus dijadikan sebagai terdakwa atau setiap orang sebagai subjek hulcum pendukung hak dan kewajiban yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atau TP yang dilakukan sehingga histories-kmnologis manusia ebagai subjek hukum telah dengan sendirinya memili. kemampuan benanggungjawab kecuali secam tegas UU menentukan lain.. Kedua, unsur "memperkaya d. send. atau orang lain .0 mumu korporasi". Secara etimologis, memeprkaya beras1 dari suku kata "kaya", yang bemrti mempunyai hana yang banyak atau banyak hmta. Oleh karena
8.12
itu. memperkaya, secara harfiah diartikan sebagai perbuatan menjadikan benambahnya kekayaan. Memperkaya adalah menjadikan orang yang belum kaya jadi kaya atau orang yang sudah kaya benambah kaya. Maksud memperkaya diri sendiri dapai ditafsirkan suatu perbuatan, yakni pelaku benambah kekyaannya alau menjadi lebih kaya karena perbuatan tersebut. Modus operandi perbuatan memperbya dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan, membeli, menjual, mengambil. memindahbukukan rekening. menandatangani kontrak sena perbuatan lainnya seltingga Nlaku jadi benambah kekayaannya.. Kata memperkaya perlu dihubungkan dengan kewajiban terdakwa untuk memberikan keterangan tentang sumber kekayaan sedemikian rupa sehingga kekayaan yang lidak seimbang dengan penghasilannya atau penambahan kekayaan tersebut dapat digunakan untuk memperkuat keterangan saksi lain bahwa telah melakukan TPK (Pasal 37 ayat (4) UU PTPK 1999). Penafsiran istilah memperkaya antara yang harfiah dengan yang dari pembuai UU hampir sama, keduannya menunjukkan perubahan kekayaan seseorang atau bertambah kekayaannya, diukur dari penghasilan yang telah diperolehnya? Makna memperkaya omng lain adalah akibat dari perbuatan melawan hukum pelaku, ada orang lain yang menikmati benambahnya hana bendanya.'. disini yang diuntungkan bukan pelaku langsung, atau mungkin juga yang mendapat keuntungan . perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku adalah suatu korporasi. Berdasarkan uraian mengenat makna mcmperkaya, dapat disimpulkan bahwa tidak ada keharusan pelaku saja yang beriambah kekayaannya akibat melakukan TPK, tapi juga orang lain atau bahkan korporasi. Benambaltnya kekayaan pelaku, orang lain atau korpomsi harus berkolerasi dengan berkurangnya kekyaan negara. Dengan kata lain, benambahnya kekyaan pelaku. orang lain suatu korporasi menjadi penyebab kerugian keuangan negara atau perekonomian negara. Keriga, unsur "melawan hukum". Dalam bahasa Belanda melawan hukum merupakan kata "wederrehtelijk” yang menunjukkan sifat tidak suatu tindakan atau suatu maksud. Penggunaan "wederrehtelijk" deh
8.13
pembentuk UU untuk menunjukkan sifat tidak sah suatu tindakan itu dijumpai dalam rumusan-rumusan delik dalam Panal KUHP sepeni (Pasal 167 ayat (I), 179, 180. dan Panal 190. Sedangkan penggunaan kata AbIi “twderrehtelijk" untuk menunjukkan sifat tidak sah suatu maksud dapal dijumpai an. lain dalam rumusan-rumusan delik dalam Pasal KUHP Pasal 328,339,362, dan 389.» hukum pidana memberikan pengenian melawan hukum dalam m.a beragam. Bemmelem mengenikan melawan hukum dengan 2 pengernan, yaitu "sebagai bertentanngan dengan ketelitian yang pantas dalam pergaulan masyarakat mengenai orang lain atau barang, dan bertentangan dengan kewajiban yang ditetapkan oleh UU".» Hanewink cl-Suringa menganikan melawan hukum dengan 3 makna. yaitu "tanpa hak atau wewenang sendiri, b.ntangan dengan hak orang lain, dan bertentangan dengan hukum objektif.» Van Hattum berpendapat bahwa kata “wederrehtelijk" haruslah dibatasi hanya pada hukum tertulis atau bertentangan dengan hukum yang tertulis. Hal yang sama dikemukakan oleh Simons yang mengartikan melawan hukum sebagai "unsur delik sepanjang disebutkan dengan tegas dalam perundang-undangan".. Vos memfonnulir perbuidan yang bersifat melawan hukum sebagai perbuatan yang oleh masyarakat tidak diperbolehkan.» Pendapat ini dikuatkan oleh Enschede yang menyatakan bahwa melawan hukum lermasuk juga di dalamnya adalah norma masyarakan» Dalam hukum pidana "sifat melawan Itukum" adalah satu frase yang mcmiliki 4 makna, yaitu sifat melawan hukum umum, sifat melawan hukum materiil, sifat melawan Itukum khusus, sifat melawan hukunt formil. sifat melawan hukum umum dianikan sebagai syarat umum dapat dipidana suatu perbuatan. Setiap perburrtan pidana panti di dalamnya mengandung unsur melawan hukum. sifat melawan hukum khusus terkait dengan pencantuman kata "melawan hukum" ancara eksplisit dalam rurnusan delik.
» Laminung. Orkm,arar linkum PiMmo kulonesia. Sinar baru, Bandung. 1984, halaman. 332. » Van Bemmelem, Hukum Pidana Hagiun Umunk SinacimaJakana, 1984. halaman. linkilin Piduna klakridBagian Umunk Dinacipm. lakana. 1984. halaman. 1.5Lam' Dasardwar liukum Pithum hukmmia. Sinar baru,. Band..ung,,,,19.84,;hcailazan,..3a3n% Mocljamo, Atasmws Hukum Pulann. Ok. Kedelapn. Edisi Rem, p . 2008. halaman. 141. Faihot. Imptementaki Kewenangan 1911 dukuu klemmiji Penotwym Permukmpundangwk Skripsi. Fil Ull. Yogyakana. 2006. halaman. 110
8.14
sifat melawan hukum merupakan syarat tertulis untuk dapat dipidananya suatu perbuatan. sifat melawan hukum fonnil dianikan sebagai bertemangan dengan UU. sifat melawan hukum materiil dianikan scbagai bertentangan dengan nila dan nonna-norma masyarakat. Kedudukan sifat melawan hukum dalam hukumpidana sangat khas.umumnya telah terjadi kesepahaman di kalangan ahli dalam melihat sifat melawan hukum apabila dihubunglcan dengan perbuatan pidana. Bersifat melawan hukum mutlak untuk setiap perbuatan pidana. Andi 2ainal Abidin mengatakan, bahw "salah satu unsur esensial delik adalah sifai melawan hukum (wederrehrtelifitheid) yang dinyatakan dengan tegas atau tidak di dalam suatu Pasal UU pidana, karena alangkah janggalnya kalau sescorang dipidana yang melakukan perbuatan yang tidak melawan hukum..33Roeslan Salch mengatakan, "memidana sesuatu yang tidak melawan hukum tidak ada artinya".36 Berdasarkan dua pendapat tersebut, untuk dapat dikatakan seseorang melakukan perbuatan pidana, perbuatannya tersebut bersifat melawan hukum. Dalam KUHP adakalanya, perkataan "melawan hukum dirumuskan secara tegas dan eksplisit di dalam rumusan delik dan adakalanya tidak. Bila perkataan "rnelawan hukum" dirumuskan dan dicaniumkan secara iegas dalam rumusan delik, hal demikian memiliki ani penting untuk memberikan perlindungan atau jaminan tidak dipidanya orang yang berhak atau berwenag melakukan perbuatan-perbuatan sebagaimana dimmuskan dalam Undang-Undang.37 Menurut Schaffmeister, ditambaltkannya perkaiaan tnelawan hukum sebagai salah satu unsur dalam rumusan delik dimaksudkan untuk ntembatasi ruang lingkup rumusan delik yang dibuat terlalu luas. Hanya jika suatu perilaku yang secara formal dapat dirumuskan dalarn ruang lingkup rumusan delik, namun secara umum sebenamya bukan mempakan perbuatan pidana, maka syarat melawan hukum dijadikan stu bagian dari rumusan delik.3. Konsekuensinya adalah pencatuman "melawan hukum" dalam rumusan delik menyebabkan jaksa penuntut umum harus membukti. unsur
. Andi Abidin Fand. Ilukum Pidana 1. Cetk. Kedua. Sinar grafika, Jakarta, 2007. Sifur Ilfelowon Ifukum PerhualaniUm. Aksara Bant. Jakarta, 1987, balantan. 1 Tongat, dasar.darar Iinkum Imkmesia dalum Penprkiif Ilukum Pmbaharuan. UMM Press. tnlatu21:;dha'.,:uni ;ilnidak Pidana Tanpa Kesakhan Menuju Tinda Perianggiuipjahnban Pidma Tan, A'esulah, Keneana. Jakana, 21106. halaman. 50.
8.15
tersebut. Namun demikian. apabila kata "melawan hukum" tidak disebutkan atau dicantumkan secara tegas dan eksplisit dalam rumusan delik, maka unsur melawan hukum tersebut tidak perlu dibuktikan. Unsur melwan hukumnya perbuatan otomatis telah terbukti dengan telah terbuktinya perbuatan yang dilarang.» Sekalipun kata melawan hukum tidak disebutkan dalam rumusan delik, maka secara diam-diam sifat melawan hukum tersebut telah ada dalam suatu delik. Dalam UU TPK, kata melwan hukum diartikan sebagai melawan hukum fornUI dan Suatu perbuatan dikaiakan bersifat melawan hukum formil apabila diancam pidana dan dirumuskan sebagai suatu delik dalam 1.1U.» Menurut Moeljanto, suatu perbuatan dikatakan melawan hukum formil apabila perbualan tersebut telah mencocoki larangan UU.» Suatu perbuatan bisa dianggap bersifat melawan hukum apabila perbuatan tersebut secara eksplisit dimmuskan dalam UU sebagai perbuatan pidana, sekalipun perbuwan tersebut sanagt merugikan masyarakai. Jadi, ukuran untuk menentukan apakah suatu perbuatan itu bersifat melawan hukum atau tidak adalah UU. Terdapat 2 pemahaman yang te.ndung dalam sifat melawan hukum formil. Pertama, suatu perbuatan dikatakan bersifat melawan hukum ketika perbuatan tsb sudah dirumuskan dalam UU sebagai perbuatan yang diancam pidana. Menurm ajaran ini perbuatan yang dianggap bersifat melawan hukum hanylah perbuatan-perbuatan yang secura fornUI telah dirumuskan dalam UU sebagai perbuatan pidana. Kedua. hal yang dapat menghapus sifat melawan hukumnya perbualan hanyalah UU. Sekalipun suatu perbuatan secara materir, tidak dianggap sebagai perbuatan yang beNifat melawan hukum. dalam perbuatan tersebut tidak dianggap sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup di amsyarakat. tetapi bila secara formiil tidak dirumuslcan dalam L111 sebagai perbuatan pidana yang dilarang, maka perbuatan tersebut secara formiil tetap dianggap bersifat melawan hukum. Sifat melawan hukumnya perbuatan yang telah dimmuskan dalam UU hanya dapal dihapuskan oleh LIU.42
Tongal. dwar-dawr Hukum Indowia dulum Permekrif lukum Peothalumum. UMM Press. Malang, 2008. halaman. 214. .Sudano, Hukum Piduna A . FH UNDIP, Scmazarm, 1975, halamm. 62. Moeljamo. Aras.a.uu Hubm Pidann. Ok. Kedelapan. Edisi Rineka Cipm. Jakana. 2008. halaman. 140. . Tongai. dasaNkuar Hukum Indum•sia dulam Pempektif Hukum Pembakamon. UMM l'ress. Malang. 2008. halaman. 196.
8.16
Sfat melawan hukum materiil bermakna bhawa sifat melawan hukumnya perburnan itu tidak hanya didasrakn UU saja aiau hukum tenulis saja, tetapi harus juga dilihat asas.asas hukum yang tidak tertulis. Menurut ajaran ini sifat melawan hukumnya perbuatan yang nyata-nyata diatur dalam UU dapat h, baik karena keientuan UU maupun aturan yang tidak tetulis. Melawan hukum bemni benemangan dengan UU maupun aturan tak tenulis atau nilai yang hidup dalam masyarakat yaitu tata susila, nilai kepatutan. norma, dan nilai agama. Suatu perbuatan dikatakan bersifat melawan hukum bila perbuatan benantangan engan nilai-nilai yang hidup dalm masyarakm. Dengan demikain. suatu perbuatan dikatakan telah memenuhi unsur melawan hukum apabila perbuatan iru merupakan pelanggaran terhadap I1011113 kesopanan yang .im atau kepatutan yang hidup di masyarakat. Setiap perbuatan yang dianggap aiau dipandang tercel olch masyarakat merupakan perbuman melwan hukum secara materiil. Sebab, bagi orang Indoncsia belum pernah pada saat itu bahwa hukum dan UU dipandang sama.. Dalam Pasal 2 (1) melawan hukum merupakan del. inti (bestanddeel delict) sehingga konsekuensinya jilca unsur itu lidak terbukti maka unsur lain tidak perlu dibuMikan dan terdakwa dibebaskan. Hanya saja perlu diketahui bahwa eksistensi pasal itu hanya ditujukan kepada orang perorangan mau korporasi secara umum, tidak mencakup pegawai negeri aiau pejabat. Perbuatan melawan hukum hanya bisa dilakukan olch orang perorangan atau korporasi. tapi tidak bisa dilakukan pegawai negeri atau pcjabat. Alasan penulis adalah sekalipun antara "melawan hukum" dalam Pasal 2 ayat ( I) dengan "penyalahgunaan wewenang" dalam Pasal 3 tidak memiliki perbedaan ani atau sama (in haeren). namun keduanya memiliki perbedaan yang khas. Unsur melawan hukum merupakm genusnya sedangkan, unsur penyalahgunaan wewenang adalah speciesnya.. Sifat in haeren
Surbaki. lifat Melawan liukum Mataid dan Implikitsinya ~p Ilam kolektd mas Panbangunan di Indonesi, dalam Muladi (Editork HAM HakHar, Konsep, dan haplikasi, dakun Pmpektif fluhan dan klus,nd.C[k. pettama. Refika Adnanw. handung. 2005. balamon. Muladi (Ketua Ttmk Pragkajian kniong asapasas Pidanu Indonusia dakun perkembffigan Masyaruksu Masa Kini dankirndwang, Badan Pembinaan liukum Nasional Depimemen Hukum dan HAM 121, lakana. 2003, halaman. 45.
Nur Basuki mamu. Pen,lahgtmaan WewenangdunTindak Piduna Kontps, dalam alaan Keuungan Nenah CTK Kedua Laksbang Mediaum. Yogyakana. 2009. l'121(tian. 58. •
8.17
penyalahgunaaan wewenag dan melawan hukum tidaklah beraM unsur melawan hukum terbukti, tidak secara mutatis mutandis penyalahgunaan wewenag terbukti, tetapi untuk scbaliknya unsur penyalaligunaan wewenag tethukti maka unsur melawan hukum tidak perlu dibuktikan karena dengan sendirinya unsur melawan hukum tidak perlu dibuktilcan. Dalam hal unsur penyalahgunaan wewenang tidak terbukti, maka belum tenm unsur hukum tetbukti. Parammer yang digunakan untuk menilai apakah seseorang melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang berbeda antara keduanya. Dalam melawan hukum pammeter yang digunakan adalah peratumn perundangmndangan (asas legalims/melawan hukum form)l) dan nilai kepatutan dan keadilan masyarakat. Sedangkan. paranteter dalam penyalahgunaan weweng adalah asas legalitas. asas spesialitas, dan AAUPB.. Secam lebih jclas dan rinci identifikasi unsur melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang dapat dilihat pada tabel
Identifikasi unsur melawan hukumdan envalah unaan wewenan
NO
Identifikasi
Melawan Hukum
Penyalahgunaan Wewenang
Ruang lingkup
Genus
Species
2)
Subjek Delik
Setiap orangiKorpomsi
Pegawai negeri/Pejabat
3)
Parameter
Asas Legalitas (melawan hukum formil) dan nilai kepatuian dan keadilan masyarakat.
asas legalitas, asas spesialitas, dan AAUPB
.1) Bemuk Kesalahan
Dolus atau Culpa
Dolus
Keemmu, unsur "dapat meruikan keuangan negara atau perekonomian negara". Penjdasan UU Korupsi menyebutkan bahwa Keuangan negara
8.18
adalah seluruh kekayan negara dalam bentuk apapun.yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagiankekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang Iimbul karena (a) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembagaNegara, baik di tingkat pusat maupun di dae...(b) berada dalam pengmaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha MilikNegara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yangmenyeriakan modal negara. atau perusahaan yang menyenakan modal pihak kefigaberdasarIcan perjanjian dengan Negara. Sedangkan yang dimaksud denganPerekonomian Negara adatalt kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usahabersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiriyang didasarkan pada kebijakan Pemerintah. baik di tingkat pusai maupun di daerahsesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang benujuanmemberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan masyarakat. Pendekatan yang digunakan dalain perumumn keuangan negara adalah diliiiiiidiiii sisi objek, subjek, proses, dan tujuan. Dari sisi objek, kerugian negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupunberupa barang yang dijadikan milik. Dari sisi Subjek. keuangan negara meliputi seluruh objek bagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, daniatau dikuasai Pemerimah pusat, Peinda, Perusahaan negaraMaerah, dan Badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses. keuangan negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaiyan dengan pengelolaan objek sebagaimana tersebut diatas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawabannya. Dilihat dari tujauannya, keuangan negara meliputi seluruh kebijakan. kegiaian hubungan hultum yang berkaim dengan kepemilikan dan atau penguasaan objek sebagaimana tersebut di ams dalm rangka penyelenggaraa pemerintahan negara. Selain itu, konsep kerugian negam bukanlah kerugian dalam pengertian di dunia perusalman/pemiagaan, melainkan suatu kerugian yang terjadi sebab perbuatan (melawan hukum atau penyelahgunaan wewenang).. Tetjadinya
8.19
kerugian negara disebabkan dilakukannya perbualan yang dilarang oleh hukum pidana, baik dilakukan olch orang perorangan, korporasi, maupun olch subjek hukum yang spesilik, yakni pegawai negeri atau pejabat. Secara lebih rinci Yunus Husein menjelaskan, bahwa terdapat 3 kemungkinan terjandinya kerugian negara, yaitu kerugian negara yang terkait dengan beberapa transaksi antara lain; transaksi barang dan jasa, transaksi yang terIcait dengan hutang piutang, dan transaksi yang terkait dengan biaya pendapatan. Tiga kemungkinan terjadinya kerugian negara tersebut menimbulkan beberapa kemungkinan pembuatan atau peristiwa yang dapat merugikan keuangan negara, antara lain:. I ) Terdapat pengadaan bamng-barang dengan harga yang lidak wajar karena jauh di atas harga pasan sehingga dapat merugikan keuangan negara sebesar selisih harga pembelian dengan harga pasar atau harga sewajamya: 2) Harga pengadaan barang dan jasa wajw, tapi iidak s.uai dengan spesifikasi barang dan jasa murah yang dipersyaraikan. Kalau harga barang dan jasa murah tetapi kualitas barang dan jasa kurang baik, maka dapat dikatakan juga merugilcan keuangan negara: 3) Terdapat transaksi yang memperbesar utang negara secara tidak wajar, sehingga dapat dikatakan merugikan keuangan negara karena kewajiban negara untuk membayar mang semaInn besar, 4) Berkurangnya piutang negara sccara tidak wajar dapat juga dikatakan merugikan keuangan negara: 5) Kerugian negara ini dapai terjadi kalau a. negara berkurang karena dijual dengan harga mumh atau diltibahkan kepada piltak lain atau ditukar dengan pihak swasta atau perorangan: 6) Memperbesar biaya instansi atau perumhaan. Hal ini dapat terjadi baik karena pemborosan atau cara lain sepeni membuat biaya fiktif. Dengan biaya yang diperbesar, keuntungan perusahaan yang menjadi objek pajak semakain keci: dan 7) Hasil penjualan pennahaan dilaporkan lebih kecil dari penjualan yang sebenamya, mhingga ntengurangi penerimaan resmi perusahaan tersebut.
8.20
A.Djoko Sumaryanto mengatakan bahwa kerugian keuangan negara dapat terjadi pada 2 tahap, yaitu tahap dana akan masuk pada kas negara dan tahap dana kan keluar dari kas negara. Pada ialtap dana akan masuk pada kas negma kerugian bisa terjadi melalui; konspirasi pajak, konspirasi denda, konspirmi pengembalian kerugian negara dan penyelundupan. Sedangkan pada tahapan dana akan keluar pada kas negara kerugian terjadi akibat, mark up, korupsi, pelalcsanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan program Terlepas dari kemungkina terjadinya kerugian negra pertanyaan yang perlu diajukan adalah apakah kerugian negara itu harus dalam bentuk nyam dan pasti jumlaltnya ataukah potensi terjadinya kerugian negara (potential lose) sudah dianggap sebagai kerugian negart? Penanyaan ini perlu dikentukakan mengingat hingga saat ini belum ada kesamaan pendapai mengeani masalah tersebut. Terkait dengan pertanyaan tersebut, ahli hukum pidana umumnya terbelah menjadi 2 kubu. Kubu pertama mengatakan bahwa potensi kerugian negara sudah dapat dikategorikan sebagai telah terjadi kerugian negara. Sebab kata "dapat" sebelum frase "merugikan keuangan negara atau perekonomian negara" menunjukkan, bahwa imdak pidana korupsi ini merupalcan delik formil, yaitu adanya TPK cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat. Konsekuensinya, kerugian keuangan negara atau perekonomina negara bukan merupalcan sesuatu yang harus sudah ada sebelumnya akan tempi cukup dengan di penuhinya unsur-unsur dad perbuatan yang dirumuskan suatu delik telah selesai. Adami Chazawi mengatakan, bahwa kerugian bagi keuungan atau perekonomian negara bukanlah menjadi syarat uniuk terjadinya TPK Pasal 2 ayat (1) secara sempurna, melainkan akibat kerugian negara dapat timbul dari perbuatan memperkaya diri dengan melawan hukum tersebui. Ukuran dapat menimbulkan kerugian yang didasarkan pada pengalaman dan logikatakal orang pada umumnya dengan memeprhatikan berbagai aspek sekitar perbuatan yang dikategorikan memperkaya diri tersebuL Oleh karena kerugian ini tidak perlu timbul, maka cukup menurm akal orang pada umumnya bahwa dari suatu perbuatan dapat menimbulkan kerugian negara tanpa merinci dan menyebut adanya bentuk dan jumlah kerugian negara terteniu sebagaimana pada tindak pidana materiil. Untuk membukiikan hal itu
8.21
dapat merugikan negara, semua tergantung pada kemampuan hakim dalam menganak lisis dan menilai aspek,ek yang menyenai atau ada di sekitar perhuatan dalam rangkaian peristiwa yang terjadi.'i Kuhu kedua mengatakan bahwa kata "dapat" sebelum frase "merugikan keuangan negara atau perekonomian negara" metnang rnenunjukkan bahwa delik ini merupakan delik fonnil. yaitu suatu delik yang hanya memfokuskan pada perbuman tertentu yang dilarang, bukan akibat dari perbuatan Akan tUpt,jtk delik ini dimaknai sebagai delik formil, maka ketentaun Pasal 2 ayat (1) ini jelas benantangan dengan unsur lain dalam pasal yang sama, yaitu unsur "memperkaya diri sendiri, orang lain, mau korporasi". Sebab, unsur ini mensyaratkan benambahnnya kekayaan . yang tidak ada menjadi ■tda, atau dari yang sudah ada bertambalt ada atau kaya. Adanya penambahan kekayaan pada mereka di satu sisi, di sisi lain keuangan negara atau pmekonomian negara telah mengalami kerugian sehingga dengan sendirinya, merugikan keuangan negara atau perekonomian negara secara materil harus ada dan mutlak harus dibuktikan, tidak cukup dengan potentiallose scmata.51 Bab Retentuan umum UU No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara secara jelas juga menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan kerugian negara alau daerah adalah berkurangnya uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasii jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukutn baik sengaja ataupun lalai. Ini berarti, potensi saja tidak eukup untuk menyatakan bahwa terjadi kerugin negara. melainkan kerugian negara harus nyata terjadu dan pasti jumlahnya. Apabila kata "dapat" diartikan schagai potential lose, hal ini sangat berbahaya bisa saja pimpinan Bank BUMN tidak berani menyalurkan kredit, pejabat/pegawni negeri tidg berani ditunjuk sebagai panitia pengadaaan barang mau jasa, karena iindakan mereka pasti ada potensi kerugian walaupun sangat kecil kemungkinannya. Hal itu ierjadi pada inasa sekarang, yang kesemuanya itu dapat menyebabkan roda pemerintahan akan terjadi kemandekan. kata dapat dianikan sebagai potensi, maka setiap tindakan
8.22
yang dipilih dan selanjutnya dilakukan, sedikit atau banyak akan menimbulkan suatu potensi kerugian.” Selain uraian diatas mengenai unsur.unsur delik pada Pasal 2 ayat (1) perlu juga dijelaskan bahwa ad kemungkinan penjanthan pidana mati kepada pelaku yang melanggar pasa tersebut (pasal 2 ayat (2)). Pidana mati dapai dijatuhkan jika memenuhi syamt-syarat atau keadaan-keadaan yang mengiringi TPK dilakukan. Pe(ela.san Pasal 2 ayat (2) secara eksplisit menjelaskan bahwa Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" dalam ketentuan ini dimaksodkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidnna korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku. pada waktu terjadi bencana alam nasional. sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter. dan pengulangan TPK. Keempat syarat tersebut menjadi penentu dapat iidaknya pidana mati dijatuhkan baki pelaku/terdakwa TPK. Keempat syarat tersebut sifatnya altematif, bukan kumulatif, sehingga penjatuhan pidana mati cukup dengan dipenuhinya salah satu syarat saja. Syarat-syarat mrsebut memang sangat berat, terbuhi dalam prsktik peradilan perkara korupsi belum ada stupun terdakwa TPK yang dijatuhi hukuman mati, yang ada hanyalah tuntutan Jaksa yang menuntut pidana mati bagi terdakwa sebagaimana dalam perkara korupsi Dicky Iskandardinata. Dalam perkara ini terdakwa Dicky Iskandardinata didakwn dengan dakwaan subsidaritas berupa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31/I999JUUUNU2Ot200I tentang PTPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) dan melanggar Pasal 3 ayat (I) syb a, b, dan, c UU nomor 1/2003 tentang TPPU. Dalam tuntutannya JPU menambahkan Pasal 2 ayat (2) UU No. 31/1999 jo UU NO. 20/2001 tentang PTPK yang mengatur ancaman pidana maii, padahal pasal tersebut tidak ada dalam surat dakwaan. Ada 4 alasan JPU memasukkan juga Pasal 2 ayat (2), yaitu: a) perbuatan terdakwa bertentngan dengan prgoram pemerimah unruk bersih dan bebad dJAKKN;b)KddiKAkJkKTPpJdJKJIJJJKJdJIJKkJJdJJJkAAJ ekonomi; c) lerdakwa melakukan TP mengulang karan pada awal Taltun 1969 terbulai bersalah melakukan TPK ketika menjabat scbagai direktur
8.23
Bank Duta dengan dijatuhi pidana penjam 8 tahun: dan d) terdakwa sampai saat ini belum membayar pengganti scbcsar Rp. 800.000.000.000. Atas dasar 4 alsan itu. JPU kemudian menuntut terdakwa dengan pidana mati. Dalam putusannya majelis tidak mengabulkan tentutan IPU itu dengan alasan, bahwa sejak awal Pas, ayat (2) mengenai ancaman pidana mati tidak dientumkan dalam surat dakwaan JPU. Padahal Pasal 143 ayat (1) dan (2) KUHAP jelas menyetakan bahwa surat dakwaan merupakan dasar bagi JPU untuk n)embuktikan bersalah lidaknya terdakwa. JPU juga tidak diperbolehlmn mengubah surat dakwaan, termasuk menambah eksistensi pasal dalam tuntutan pidana yang dijadilcan dasar untukmengajukan terdakwa kemuka persidangan. Pasal 144 ayat ( I) dan (2) KUHAP melarang perubahan surat dakwaan melebihi tujuh hari sebelum sidang pertama dimulai. Majelis Hakim menjatulikan pidana kepada terdakwa Dicky Iskandardinata dengan pidana penjara selama 20 tahun dan pidana denda.
Pasal 3 Pasal 3 UU korupsi juga mensyaratIcan adanya kerugian negara, yang berbunyi sebagai berikut:
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau omng lain atau sualukorj>orasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan kcuangan negara atau perekonomian ncgara. dipidana dengan pidana penjara scumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. (.000.000.000,00 (satu milyar rupialt). Unsur-unsur delik Pasal 3 adalah: a) Se(ap orang; b) menguntungkan dM sendiri atau orang lain atau suatu korporasi; c) menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukarr, dan d) dapat merugikan keuangan negard atau perekonomian negara. Pertanta, unsur "setiap orang". Makna "setiap orang" dalam 3 berbeda dengan Pasal 2 ayat (1). Apakah kata tersebui dalam Pasal 2 ayat ( 1 ) beramkna setiap orang selaku subjek hukum pada umumnya tanpa membedakan kualifikasi tertentu, maka kata "setiap orang" dalam Pasal 3 ini
8.24
bermakna setiap orang selaku subjek hukum dengan kualifikasi tertentu, yakni penyelenggara negara atau pegawai negeri. Mengingat penyelenggara negara atau pegawai negeri hanya dapat dijabat oleh manusia subjek hukurn, maka pengertian "setiap orang" dalam Pasal I ayat (3) yang mencakup "orang perseorangan atau termasuk korporasi" dengan sendirinya tidak dapat diterapkan pada pengenian "setiap orang" dalam Pasal 3. Sebab hanya manusia yang bisa menduduki jabatan sebagai pegawai negeri atau pejabat. sedangkan korporasi tidak dapat melakukan tindakan itu. Korporasi tidak termasuk dalam pengertian "setiap orang" dalam Pasal 3. Pengenian pegawai negeri diatur dalam Pasal 1 ayat (2) yang meliputi: I) Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Kepegawaian (UU 43/1999); 2) Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam KUHP (Pasal KUHP); 3) orang-orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negam atau daerah; 4) orang-orang yang menerima gaji atau upah dari suatu komorasi yang menerima bantuan dari ketangan negara atau daerah; 5) orang-orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.
Secara lebih rinci, lilik Mulyadi menguraikan kualifikasi yang tennasuk pegawai negeri sebagai berikut. I) pegawai pada MA RI dan MK; 2) pegawai pada Kementrian/Depariemen dan Lembaga Pemerintahan Non-depintemen; 3) pegawai Kejagung RI; 4) Pimpinan dan pegawai Selnetariat MPR, DPR, DPD, DPRD, Propinsi/Daerah tingkat II; 5) Pegawai dari Perguruan Tinggi Negeri; 6) Pegawai Pada Komisi atau Badan yang dibentuk berdasarkan UU, Kepres. selcretaris kabinet dan sekretaris militer; 7) Pegawai pada BUMN dan BUMD; 8) Pegawai pada badan pemdilan (PU, PA, PM, dan PTUN);
8.25
9) Anggota TNI dan POLRI sena PNS di lingkungan TNI dan POLRI; 10) pegawai pada Kemeturian/Departemen dan Lembaga Pernerintahan Non-departemen; 11) pegawai Kejagung RI; 12) Pimpinan dan pegawai Sekretariat MPR, DPR, DPD, DPRD, PropinsifDaerah tingkat II; 13) Pegawai dnri Perguruan Tinggi Negeri; 14) Pegawai Pada Komisi atau Badan yang dibentuk berdasarkan UU. Kepres, sekretaris kabinet dan selnetaris militer; 15) Pegawai pada BUMN dan BUMD; 16) Pegawai pada badan peradilan (PU, PA, PM. dan PTUN); 17) Anggota TNI dan POLRI sena PNS di lingkungan TNI dan POLRI: 18) Pimpinan dan pegawai di lingkungan Pemda Dati I dan II.
Sedangkan, pejabat atau penyelenggara negara adalah pejabai negara pada lembaga tertinggi negara, lembaga tinggi negara. menteri, gubemur, hakim. pejabat negara lain s.uai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan pejabat lain yang mempunyai fungsi stratergis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai peraturan penmdang-undangan.. menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi. Unsur ini berarti seseorang tidak harus mendapatkan banyak uang, namun cukup apabiln dengan mendapaikan sejumlah uang yang . uang tersebut seseorang akan memperolch keuntungan daripadnya walaupun sedikii. Memperoleh suatu keuntungan atau menguntungkan aninya memperoleh alau menambah kekayaan yang sudah ada.. Nur Bauki mengatakan, bahwa perumusan "memperkaya diri sendiri" Pada Pasal 2 UU TPK dengan lujuan menguntungkan" Pada Pasal 3 UUTPK mempunyai pengertian yang sama (identik) yakni kedua unsur delik tersebut dirumuskan secara materiil.” Bertambabnya keuntungan atau kekayaan harus benar-benar terjadi atau secara materiil kekayaan . pejabat atau pegawai negeri, orang lain, atau korporasi itu menjadi benambah dengan adanya penyalahgunaan wewenang. Manakala penyalahgunaan wewenang
Pasal 2 UU No 28/1999 intang Penyelenggaram ncgara yang bmih dun behas KKN P.AF. Lamimang. Ddik.delik Khtuas Kejahntan labtami dan Kejahatan-kejahatan Jahatan terrentu Sebagal TIndak Pidana Konqui. Pionirjaya. Bandung 1991. balaman. 276 Nur Basuki Minamo. Penyalahgundan Wewenang dem Thulak Pidana Kortami dalam Pengehdaan Ketwn, Darrah. Ok Kedua. sbang Mediamma Yogyakana2009. halaman
8.26
tidak terbukti, maka dengan sendirinya unsur "dengan tujuan menguntungkan d. send.' tidak perlu dibuktikan. Ketiga, unsur "menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau mrana yang ada padanya karena jabatan alau kedudukan". Sebagaimana melawan hukum dalam Pasal 2 ayat (1) sebagai bestandded penyalahgunaan p. Pasal 3 juga bestanddeel delict. Konsekuensinya, jika unsur teresebut tidak terbukti, mak terhadap penyelenggaraan negara pegawai negeri yang diduga melakukan TPK tidak dapat lagi dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang. Makna penyalahgunaan wewenang sejak Peraturan Penguasa Militer Tahun 1957 hingga UU NO 20/2001 tentang PTPK, tidak pemah diberikan ani yang memadai. Untuk memecahkan persoalan ini, tidak salah bila menggunakan teori otonomi dari hukum pidana materiil (de autonomie lan het nwteriaele straftecht) olch H. A Demeersemen. Teori ini pada iminya mempertanyakan apakah ada harmoni dan disharmoni antara pengenian yang sam antara hukum pidana. khusu.snya dengan hukum perdam dan HTN (administrasi negara), sebagai suatu cabang lainnya. Di sini akan diupayakan keterkaitan pengenian yang sama bunyinya antara cabang ilmu hukum lainnya. Maksud disharmoni adalah bahwa dalam hal-hal dimana seseorang memberikan pengertian dalam UU hukum pidana dengan isi lain mengenai pengertian yang sama bunyinya dalam cabang hukum lain atau dikesampingkan teori, fiksi. dan konstruksi dalam penerapan hukum pidana pada cabanghukum lain. Kmimpulannya dikaud(an bahwa mengenai perkataanyang surna hukum pidana mempunyai monomi untuk memberikan pengertian yang berbeda dengan pengertian yang terdapat pada hukum lainnya, akan tetapi jika hukum pidana tidak menentukan lain, maka dipergunakan pengenian dalam cabang hukum lainnya. Dalam komelm ini. apabila pengertian “menyelahgunakan kewenangan" tidak ditemukan eksplisiinya dalam Itukum pidana maka hukum pidana dapat mempergunakan pengenian dan kata yang sama yang terdapat aMu bemml dari cabang hukum lainnya.» Karena selama ini hukum pidana tidak memberikan pengenian mengenai penyalahgunaan wewenang, dan pengenian tersebut hanya
Indriyanto Scno Aji, Kanqui Kebijakan Aparawr Negum dan liokum Pidann. CV Diadit Ncdia..lakarta. 21106. Indaman. 426 Indriyanto Scno Aji. Kampsi Kehijakan Aparano. Negata dan Ifahon Pidana. CV Diadit Media. Jakana, 2006, hataman. 427
• 0
KEGIATAN BELAJAR 2
Perkembangan Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
A. PADA FASE UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1971
Terdapat dua alasan mengapa Undang-Undang No 3 taltun 1971 teniang Pemberamasan Tindd Pidana Korupsi (PTPK) dibentuk: Pertama. perbuatan-perbuatart korupsi sangat merugikan keuangan. perekonomian negara, dan menghatnbat pembangunan Nasional. Kedua, UU Nomor 24 Prp Tahun 1960 tentang Pengu.suian, Penuntutan dan Pemeriksun Tindak Pidana Korupsi berhubungan dengan perkembangan masyarakat kurang mencukupi untuk dapat mencapai hasil yang diharapkan, dan oleh karenanya UU tersebut perlu diganti." Apabila dirinci subtansi UU PTPK teriri dari 7 bab Dn 37 Pasal. Terdapat 25 Pasal perumusan hukum pidana fonnil, yaitu Pasal 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, I I, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18. 19. 20. 21, 22, 23. 24, 25, 26, dan Pasal 27, dan terdapat II Pasal hukum pidana materil, yaitu dalam Pasal I, 2, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, dan 36 dengan ketentuan Pasal 1 (1 ) huruf c UU ini menarik Pasal-Pasal dalam KUHP sebanyak 13 Pasal dan Pasal 32 menarik 6 Pasal dalam KUHP." Berdasarkan rincian baba Pasal tersebut, bila dibandingkan dengan UU Nomor 24 Prp Tahun 1960tentang Pengusutan, Penumutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. terdapat beberapa perubahan mendasar atau perbedaan di dalamnya.
Pertama, dalam keientuan Pasal 1 huruf UU Nomor 24 Prp Tahun 1960 terdapat kata "kejahatan atau pelanggaran" sebelum frase memperkaya diri sendiri atau orang lain....". dalam Undang-Undang No 3 tahun 1971 kata tersebui dihilangkan dan diganti dengan kata melawan hukum". Pasal 1 ayat (I) huruf a berbunyi:
8.37
Barangsiapa dengan melawan hukum melakukan perbumanmemperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu Badan, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan atau pmekonomian negara, atau diket.ui atau patut disangka olehnya bahwa perbuatan ters.ebut merugikan keuangan negara mau perekonomian negarm
Kedua, perluasan makna "pegawai negeri" sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Undang-Undang No 3 t.un 1971, yang meliputi juga orang-orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negam atau daerah atau menerima gaji atau upah d. suatu badan huktnnlbadan yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah, atau badan hukum laian yang mempergunakan modal dan kelonggaran-kelonggaran d. negara atau masyarakat.
Ketiga, mengingat korupsi sangat merugik. keuangan/perekonomian negara dan menghambat pembangunan Nasional, maka Undang-Undang No 3 taltun 1971 menanggap bahwa pidana bagi delik percobaan atau pemufakatan jahat sebagai delik selesai. Pasal 1 ayat (2) menymakan, bahwa "dihukum karena tindak pidana korupsi barangsiapa melakukan percobaan atau permufakatan untuk melakukan iindak pidana-tindak pidana tersebut dalam ayat (1) a, b, c, d, e pasal ini". Dengan demikian, seklipun dalam pecobaan tindak pidana belum terjadi demikian juga akibatnya, namun hal itu dianggap sebagai delik selesai. Hal yang sama berlaku dabm pemufakatan jahat, walaupun masih dalam bentuk persiapan melakukan tindak pidana
Keempta, ketentuan Pasal 1 huruf, c UU Nomor 24 Prp Tahun 1960 menarik beberapa Pasal dalam KUHP seperti Pasal 209. 210. 415. 416. 417, 418, 419, 420, 423, 425, dan Pasal 435 KUHP. Dalam Undang-Undang No 3 tahun 1971 Pasal-Pasal itu ditambah dengan dua Pasal yakni, Pasal 387 dan Pasal 388 KUHP sebagaimana tereantum dalam kebntuan Pasal 1 aym ( I) huruf c. Ini artinya, terdaput penambaltan Pasal dalam KUHP yang ditarik dalam Undang-Undang No 3 tahun 1971.
Kelana, ancaman pidana dalam UU Nomor 24 Prp Tahun 1960 sangat ringan karena paling singkai 5 lahun dan paling lama 12 tahun dan pidana denda Rp 500.000 — Rp 1.000.000. dalam Undang-Undang No 3 tahun 1971 ancaman sanksi pidananya diperberat paling lama pidana penjara seumur
8.38
hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun dan/alau denda sminggi-tingginya Rp 30.000.000 (Pasal 28). Sedangkan untuk pidana penjara paling singkat 3 tahun dan/atau denda setinui-tingginya Rp 2.000.000 (Pasa( 31). Dalam Undang-Undang No 3 mhun 1971 juga dikenal pidana berupa perampasan barang dan pembayaran uang pengganti. Pasal 34 menyatakan bahwa: Selain ketentuan-ketentuan Pidana yang dimaksud dalam KUNP, maka sebagai hukuman tambahan adalah: I. perampasan barang-barang tetap maupun tak tetap yang berujud danyang tak berujud, dengan mana atau mengenai mana tindak pidana itudilakukan atau yang seluruhnya atau sebagian diperolehnya dengamindak pidana korupsi itu, begitu pula harga lawan barang-barang yangmenggamikan barang-barang itu, baik apakah barang-barang atauharga lawan kepunyaan si terhukum ataupun bukan: 2. Perampasan barang-barang tetap maupun tak tetap yang berujud dantak berujud yangtermaksud perusahaan si terhukum, dimana tindalcpidana korupsi itu dilakukan begitu pula harga lawan barang-barangyang menggantikan barang-barang baik apakah barang-barangatau harga lawan itu kepunyaan si terhukum ataupun bukan,akammapi tindak pidananya bersangkumn dengan barang-barang yangdapat dirampas menunn kmentuan tersebut sub a pasal ini. 3. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknyasama dengan harta-benda yang diperoleh dari kompsi
Keenam, bila Pasal 12 ayat (3) UU Nomor 24 Prp Tahun 1960 kmentuan menegenai rahasia bank masih cukup ketat dengan dinyatakan bahwa "bank hanya memberi keterangan tentang keadaan keuangan terdakwa yang diminta oleh hakim, apabila permintaan itu dilakukan menurut cara-cara yang ditentukan dalam peraturan tentang rahasia bank", maka ketentuan tersebut dalam Undang-Undang No 3 lahun 1971 dirubah dan lebih longgar sifatnya.
Pasal 22 berbunyi: I. Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan hukum yang berlakumengenai rahasia Bank seperti yang dimaksud Pasal 37 ayat (2)Undang-undang tentang Pokok-pokok Perbankan, maka dalam perIcarakorupsi atas perrnintaan Mahkamah Agung, Menteri Keuangan
8.39
dapannemberi ijin kepada Hakim untuk minta keterangan kepada Banktentang keadaan keuangan dari terdakwa. 2. Dengan ijin Menteri Keuangan seperti tersebut dahun ayat 1 I, Bankwajib memperlihatkan surat-surat Bank, dan memberikan keterangantentang kcadaan keuangan dari terdakwa. 3. Ketentuan-ketentuan mengenai perijinan tersebut dalam kedua ayat (I) dan (2) diatas harus diberikan dalant jangka waktu 14 (cmpat belas)hari sejak tanggal penerimaan ijin itu olehMenteri Keuangan.
B. PADA FASE UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999
Dalam perkembangannya. walaupun keberadaan Undang-Undang No 3 .un 1971 lebih maju dan progresif dibanding UU Nomor 24 Prp Tahun 1960. namun perkembangan masyarakat dan IPTEK yang ntemieu munculnya kejahatan-kejahatan "kompsi baru" dengan modus operandi yang baru tidak mau harus terkover dalam perundang-undangan pidana korupsi. Konsideran Undang-undang No 31 Tahun 1999 tentang PTPK menyamkan bahwa, "tindak pitlana korupsi sangat merugikan keuangan negam atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mcwujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Akibat tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi". Atas pertimbangan isttth. kehadimn Undang.undang Nomor 3 Tahun 1971 ientang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat, karena itu perlu diganti dengan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang baru sehingga dihampkan lebih efektif dalam mencegah dan memberantas iindak pidana korupsi. lika diumikan seeam lebill rinci, Undang-undang No 31 Tahun 1999 terdiri dari 7 bab dan 45 Pasal. Beberapa diantara 45 Pasal tersebut memuat hal baru yang tidak ditemukan dalam Undang-Undang No 3 tahun 1971. Pertama, diakuinya korpora.si sebagai subjek hukum atau subjek delik dalam tindak pidana korupsi.73 Pasal 1 ayat (3) mengarlikan "setiap orang" sebagai
8.40
orang perseorangan atau termasuk korporasi. Sedangkan, yang dintaksud korporasi adalah kumpulan orangwrang dan arau hana kekayaan yang tcrorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum (Pasal I ayal I ). Kedua, pengenian pegawai negeri dalam Undang-undang No 31 Tahun 1999 diperluas maknanya dibandingkan dengan. Undang-Undang No 3 ialwn 1971. Pasal 1 ayat (2) menyawkan baltwa yang disebut pegawai negeri I. Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Kepegawaian ( UU 4311999); 2. Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam KUHP(Pasal 92 KUHP); 3. orang-orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara wau daeraht 4. orangwrang yang menerimagaji atau upah dari suatu korporasi yang menerimabantuan dari keuangan negara atau daeraht 5. orangwrang yang menerima gaji atau upah dari suatu korponni lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negam atau masyarakat;
Ketiga. sifat melawan hukum dalam Undang-undang No 31 Tahun 1999 secara eltsplisit diperluas nutknanya tidalt hanya melawan hukum formil tetapi juga materiil. Penjelasan Pasal 2 ayat (I ) menyatakan baltwa meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan pendang-undangan, namun apabila perbuatan terscbut dianggap tereela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-nomm kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.7d Olch MK penjelasan Pasal 2 ( I ) tersebut dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.75
Keempas, terdapat DaIam penambahan kata "dapat" sebelum frasa "merugikan keuangan atau perekonomian negara" dalam ketentuan Pasal 2 ayat ( dan Pasal 3, yang menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik fonnil, yaitu adanya tindg pidana korupsi cukup dengan diperwhinya unsununsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya aldbat. Dalam ketentaun Pasal 1 ayat (1) huruf a dan b Undang-
8.41
Undang No 3 tahun 1971 kata tersebta tidak ditemukan. Undang-undang No 31 Tahun 1999 juga mengatur ketentuan tidak dihapusnya pidana bagi pelaku TPK yang mengembalikan kerugian keuangan negara atau prekonomian Negara hal tersebut diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang No 31 Tahun 1999.
Kelima, diperluasnya pengertian keuangan Negara atau Perekonomian Negara. Keuangan negara adalah selwuh kekayaan negara dalam bentuk apapun. yang dipisahkan atau yang iidak dipisahkan. termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena : (a) berada dalam penguasaan. pengurusan. dan pertanggungjawaban pejabat lembaga Negara, baik di tingkat pusai maupun di daerah: (b) berada dalam palguasaan, pengurusan. dan pdanggungjawaban Badan Usaha MilikNegara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara. atau perusahaan yang menyenakan modal pihalc ketiga berdasaMan perjanjian dengan Negara. Sedangkan yang dimaksud dengan Perekonomian Negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiriyang didasarkan pada kebijakan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan prundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manlaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan masyarakatm
Keenam, diatumya ketentuan mengenai ancaman pidana minimum khusus dalam Undang-undang No 31 Tahun 1999. Hampir sentua ketentuan pidana dalam UU tersebut menptur ancaman pidana minimum khusus, kecuali Pasal 13 dan Pasal 24. Lamanya ancaman pidana minimum khusus bervariasi; antara lain 4 tahun penjara (Pasal 2 ayat (2). Pasal 12, dan Pasal I2B ayat (2)); 3 tahun penjara (Pasal 6, 8, 21, 22); 2 tahun penjara (Pasal 7, dan 10): dan 1 tahun pnjara (Pasal 3, 5, 9, 11, dan Pasal 23). Sedangkan, larnanya pidana denda minimum khusus jup bervariasi antara lain; denda paling sedikit RP 200.000.000 (Pasal 2, 12, dan 12B ayat (2)); denda paling sedikit Rp 150.000.000 (Pasal 6, 8, 21, 22); denda paling sedikit Rp 100.000.000 penjara (Pasal 7, dan 10); denda paling sedikii Rp 50.000.000 (Pasal 3, 5, 9. I I, dan Pasal 23).
Penjelasan Umum Undang.Undang Republik Indonesia Nomm 31 Tohun 1999 Tcmang Pemhemnmsan Tmdak Pidana Kaupsi
8.42
Ketujuh, dicaniumkan pidana seumur hidup” atau pidana mati atas pelanggaran ketentuan Pasal 2 (1). Pasal 2 (2) menyetalcan, balma Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayai (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatultkan. Penjelasan Pasal 2 Ayat (2) berbunyi sebagai berikut: Yang dimaksud dengan "keadaan tenentu" dalam ketentuan ini dimalcsudkan sebagaipemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukanpada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku,pada waktu terjadi bencana alam nasional. sebagai pengulangan tindak pidana korupsi.atau pada waktu negara dalam keadaan Visis ekonomi dan moneter.
Kedelapan. Undang.undang No 31 Tahun 1999 juga mengatur perumusan ancaman pidana secara kumulatif yang terdapat dalam Pasal 2. 6. 8, 9, 10. 12. dan I2B (2) antara pidana penjara dan denda. Ketentuan mengenai pidana kumulatif tidak dikenal dalam Undang-Undang No 3 tahun 1971 karena perumusan ancaman pidana Pasal 28, 29, 30, 31, dan 32 UU tersebut berbentu kumulatif-altematif.
Kesembilan, Undang-undang No 31 Tahun 1999 juga mengatur peradilan in absenriasebagaimana diatur dalam Pasal 38 (1). UU tersebut juga memuat pembentukan KPK (Pasal 43), partisipasi masyarakatdalam bentuk hak mencari. memperolelt dan memberikan informasi adanya dugaan TPK (Pasal 41), dan membcri peghargaan kepada mercka yang berjasa membaniu upaya pencegaltan. pemberaniasan, atau pengungkapan TPK.
C. PADA FASE UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001
Pada dasamya Undang-Undang No 20 Tahun 2001 merupalcan perubahan atau penambahan terhadap Undang-undang No 31 Tahun 1999 yang dianggap belum lengkap. Terdapat 2 alasan mengapa Undang-undang No 31 Tahun 1999 perlu diadakan perubahan. Pertama, TPK yang selama ini terjadi secara meluas tidak hanya merugikan Negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat soeara luas, sehingga TPK perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasnya
8.43
harus dilakukan secara luar biasa. Kedua, jaminan kepastian hukum menghindari keragaman penafsiran hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, seria perlakuan secara adil dalam pemberantasan TPK merupakan hal penting untuk diwujudkan.. Beberapa perubahan penting yang mendasar yang tidak ditemukan dalam Undang-undang No 31 Tahun 1999 sebagai berikut: Pertama, terjadi perubahan redak penjelasan Pasal 2 ayat (2) sehingga menjadi:
"Yang dimaksud dengan "keadaan tenentu" dnlam ketentunn ini adalahkeadaan yang dapai dijadikan alasan pembemtan pidana bagi pelakutindak pidana korupsi yaitu apabila iindak pidana tersebut dilakukanterhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaanbahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosialyang meluas. penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, danpengulangan iindak pidana korupsi".
Kedua, Pasal 5, 6, 7, 8, 9, 10, I I, dan 12 langsung disebutkan unsur-unsumya dalam ketentuan Pasal-Pasal bersangkutan, tidak lagi mengacu pada Pasal-Pasal dalam KLIHP. Selain disisipkan beberapa PasaHalam Pasal 12 menjadi Pasal 12A, 12B, dan 12C yang pada dasarnya mengenai (a) pidana penjara dan pidana denda sebagaimana dincaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal I 1 dan Pasal 12 tidak berlaku bagi tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp 5.000.000,00 (lima juta ruplah); (b) Bagi pelaku tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam ayat (I) dipidana dengan pidana penjarapaling lama 3 (tiga) taltun dan pidana denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta (c) sistem pembuktian mumi kbusus gratifikasi yang berkaitan dengan suap.
Ketiga, perluasan bukti petunjuk sebagaimana ketentuan Pasal 26A khusus untuk TPK yang rnemperoleh dari (a) alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan ittr, dan (b) dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapai dibaca, dan alau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau umpa bantuan suatu sarana, baik yang
Konmdcran huruf n dan b UU Nomor 20f2001 temang perubnhan UU Nomor 3111999 tcmang PRK
8.44
tertuang di atas kerias, benda fisik apapun sclain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda,angka, atau perfornsi yang memiliki makna.
Keempal, subtansi Pasal 37 Undang-undang No 31 Tahun 1999 dirubah pada frase "keterangan terscbut dipergunakun sebagai hal yang menguntungkan dirinya" menjadi "pembuktian tersebut digunakan olch pengadilan sebagai dasar untuk menyatakan baltwa terdakwa tidak terbukti". Kata "dapat" dalam Pasal 37 (4) Undang-undang No 31 Tahun 1999 juga diubah.
Kelima, Pasal 43A mentukan bahwa TPK yang terjadi sebelum Undang-undang No 31 Tahun 1999 diundangkan, diperiksa dan diputus berdasarkan Undang-Undang No 3 tahun 1971 dengan ketentuan maksitnum pidana penjara yang tnenguntungkan terdakwa diberlakukan keientuan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 Undang-Undang No 31 Tahun 1999. Ketentum pidana penjam minimum tidak berlaku bagi TPK yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-Undang 31 Tahun 1999.
Keenam, ada, ketentuan dalam Pasal 43B yang isinya menghapus dan menyatakan tidak berlaku Pasal 209, Pasal 210, Pasal 387, Pasal 388, Pasal 415, Pasal 416, Pasal 417, Pasal 418, Pasa1419, Pasal 420. Pasal 423, Pasal 425. dan Pasal 435 .ab Undang-KUHP pada saat berlakunya Undang-Undang No 20 Tahun 2001 ientang perubahan Undang-undang No 31 Tahun 1999 temang PTPK.N
D. KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENIBERANTASAN KORUPSI IWINAL 2003).
Konvensi mengenai pemeberamasan korupsi di bawah pengawasan PBB telah diadopsi dalam sidang ketujuh Panitia Ad-hoc negosiasi atas draft konvensi pada tanggal I Oktober 2003 yang lampau. Adopsi atas konvensi
8.45
tersebut merupakan bahan baru dalam pemberantasan korupsi secara Intemasional, dan juga merupakan perkembangan yang signifikan dalam penembangan studi hukum memerangi korupsi: dan saat ini korupsi sudah merupakan kejahatan transnasional, bukan lagi semaia masalah nasional msing-masing negara. Hal ini drtegaskan di dalam mukadimah Konvensi Wina 2003 yang berbunyi sebagai berikut: "Convinced also that the globalization of the world's economic has led to a situation where comiption is no longer a local maner but transnational phenomenom taht affects societies and economies, making imenational cooperation to prevent and control essential".
Salah satu tujuan utama Konvensi Wina 2003 adalah memperkual langkah-langkall pencegahan dan pemberantasan korupsi dengan lebih elisien dan efektif, sehingga memerlukan kerjasama antar Negara yang lebih erat karena dalam kenyaiaannya hasil korupsi dari negara ketiga sering ditempatkan dan diinvestasikan di Negara lain kerahasiaan bank yang bersifat konvesional. Sedangkan hasil kejahatan korupsi tersebut sangat diperlulcan oleh negara asal korupsi tersebut guna membangun kesejahteraan bangsanya. Atas dasar tujuan tersebut, pemerintali Indonesia telalt ikut aktif dalam sidang panitia adhoc tersebut, dan telah memasukkan saran-saran positif yang dimasukkan sebagai dokumen Panitia Adhoc negosiasi. Secara subtansial konmsi ini sangat berarti bagi Indonesia karean tiga hal, yaitu, pertama. sudah diakui dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undimg-Undang Nomor 20 Tahun 2001 buhwa korupsi merupakan pelanggaran hak ekonomi dan sosial rakyat Indonesia. olch karena itu jauh-jauh . pemerintah Indonsia sudah menantisipasi bahwa korupsi harus merupakan komitmen semua Negara, untuk bekertasama secara aktif dalam pencegahan dan pemberantasannya, dan hal itu tidak dapat dilakukan sendiri oleh masing-masing negara. Hal ini sangat dirasakan keperluannya dalam rangka penyelidikan dan penyidikan sarta penyitaan aset-aset hasil korupsi yang dibawa ke negara lain dan diinvestasikan dalam bebragai proyek pembangunan di negara tersebut serta bagaimana mengembalikan aset-aset tersebut sehingga kerugian keuangan negara dapat diatas. Hal kedua ialah, konvesni Wina 2003 ielah mengkriminalisasi setiap perbualan suap dalam transaksi bisnis intemasional seperti, "bribery of national public officials"; bribeiy of foreign public officials and ooficials of public international organizations"; "tmding in influence"; "embezzlement.
8.46
missappropriation or other diversiob of property by a public officiar "concealmen", "abuse of fiatction", encrinchmeni", "bribery in the private sector'; dan laimdering of procced of crime'. sena "obstnIction of justice". Benitiktolak dari ketentuan tersebut yang asing dalam sistem hukum Indonesia yang menatur tentang pemeberantasan korupsi maka konsep tentang "kerugian keuangan Negara"sebagai salah satu unsur tindak pidana korupsi dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, menjadi sangai penting untuk diteliti kembali dengan mempertimbangkan dimasukkan undur baru yang berifat konstitutif, ynitu kerugian masyarakai atas pihak ketiga. disamping unsur kerugian keuanagan negara. Kriminaslisasi perbuatan yang bersiDt tereela dalam aktivitas bisnis intemasional bertujuan untuk menecgah timbulnya persaingan usaha yang lidak schat iermasuk suap dan korupsi. Di dalam Konvesi Wina 2003 juga telah dimasukkan ketentuan baru menegai prosedur pengembalian aset-aset hasil korupsi yang disembunyikan (diinvestigasikan) di luar negeri. Hal ketiga yang mendorong keikutsenaan Indonesia dalam Konvensi Wina 2003 tersebut adalah, bahwa setiap negara pesena Konvensi uniuk mengajukan klaim aset-aset hasil korupsi telah memiliki dasar hukum intemasional yang kuat dalam rangka kerja bilateral maupun multilateral, yang memperkuat efektivitas pemberantasan korupsi di dalam negeri.
LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikui,
I) Berikan 2 alasan di bentuk dan diberlakukannya Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi . 3 Tahun 1971? 2) Sebutkan penimbangan di bentuk dan diberlakukannya Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi No 31 Tahun 1999?
Petunjuk Jawaban Latihan
1 ) Alasan di bentuk dan diberlakukannya Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi No 3 Taltun 1971 yakni Pertama. perbuatan-perbuatan korupsi sangat merugikan keuangan. perekonomian negara, dan menghambat pembangunan Nasional. Kedua, UU Nomor 24 Prp Tahun 1960 tentang
8.47
MODUL9
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANGKeempat, terkait dengan hukum acara pidana. Undang-undang tindak pidana korupsi mengatur ketentuan beracara yang berbeda atau menyimpang dari kmentuan beracara dalam KUHAP, sepeni diakuinya sistem pembalikan beban pembulnian, perampasan aset, pembayaran uang pengganti dan peradilan absemia. Pengaturan demikian tidak dikenal dalam KUHAP. Mengenai pembuktian KUHAP mengatur bahwa yang berkewajiban membuktikan tindak pidana yang dilakukan terdakwa adalah laksa Penumut Umum bukan terdakwa. KUHAP juga tidak mcngenal peradilan absemia. yang ada hanya mengatur penundaan sampai beberapa kali apabila terdakwa tidak hadir ke persidangan setelah dipanggil secaru patut. Disamping itu, khusus untuk perkara korupsi diperiksa, diadili dan diputus berdasarkan undang-undang No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan undang-undang No. 46 taltun 2009 temang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.oe
Keempat hal diatas paling tidak dapat dijadikan sebagai alasan atau dasar bahwa bahwa undang-undang tindak pidana korupsi dikategorikan sebagai hukum pidana khusus atau aturan hukum pidana yang bersifat khusus. Sebagai aturan hukum pidana yang bersifat khusm, maka aturan yang bersifat umum tidak lagi memiliki kcabsahan scbagai hukum pidana ketika telah ada aturan yaang bersifat khusus. Dengan kata lain, aturan pidana yang
8.4
bersifat khusus itulah sebagai hukum yang valid dan mempunyai kekuatan mengikat untuk diterapkan terhadap peristiwa-peristiwa dalam hal ini adalah tindak pidana korupsi. Konsckuensinya, suatu aturan hukum (umum) termasuk ketika hal itu terdapai dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, menjadi tidak mempunyai kekuatan mengikal. Atumn tersebut hanya menjadi ,turan perundang-undangan", tetapi tidak merupakan suaiu "aturan hukum"..1
B. PENGERTIAN DAN JENIS ruoAK PIDANA KORUPSIu
Kathilya, seordng filsuf dan pemikir besar dari India suatu hari pcmah ditanya tentang berapa banyaknya uang rakyat yang dijarah oleh pamong raja. Kautilya menjawab. mustahil bisa menghitungnya.nmereka. kala Kautilya seperti ikan yang menyclam di lautan. tidak ketahuan apakah sedang minum air atau tidak. Apa yang dikatakan olch Kautilya tiga ratus maschi itu, seolah benahan hingga kini. Dalam lingkaungan yang korup sulit memilah mana yang dianggap korupsi, mana yang tidak, tak mudah untuk menilai mana tanda terima kasih, mana yang sogok.ii Reformasi yang digulirkan pada 1998 mengamanatkan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang dinilai telah menjerumuskan bangsa dan negara Indonesia ke dalam IMsis muliinasional terutama keterpurukan ekonomi. Harapan besar para reformis kala itu semakin terbuka setlah runtuhnya cra Ordc Baru dan munculnya em Refommsi yang diharapkan membawa perubahan besar dalam kehidupan berbangm dan bemengara termasuk di dalamnya agcnda pemberantasan korupsi. Harapan besar akan terwujudnya peneegahan dan pemberamamn korupsi sebagaimana eita-cita luhur refonnasi yang digelorakan oleh clemen bangsa saat temyata hanya tinggal harapan. Saat ini. tindak pidana krupsi bukannya hilang terldids oleh laring" penegak hukum, akan tetapi olth banyak pengamat dan penggiat antikorupsi dinilai semakin menjadi-jadi
8.5
Apabila di era Orde Bru bahkan saat era Orde Lama korupsi hanya dilakukan pada level atas saja, korupsi telah merasuld pula kalangan legislatif dan yudikatif, dengan modus yang bermacam-macam baik yang dilakukan secara terbatas maupun yang dilakukan secara "berjamaah". Praktik korupsi tidak hanya melanda negara-negara berkembang tetapi juga negara-negara maju sepeni Amerika Serikat. Hanya saja, korupsi di negara-negara maju tidak separah dengan korupsi di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Instrumen dan supermasi hukum pada negara-negara maju dlam memberantas korupsi, betul-betul beijalan sebagaimana mestinyakarena adanya keseriusan aparat hukumnya yang didukung olch kemauan politik (palitical kepala pemerintahan. Kenyataan sebaliknya di Indonesia. subumya praktik korupsi terutama saal Orde Baru yang dilanjutkan di cra Reformasi. kurang menyentuh perhatian pemerintah (eksekutif) dan wakil rilkyat yang ada di parlemen Sejarah pentebrantwan korupsi yang cukup panjang di Indonesia menunjukan bahwa pemberantasan korupsi memang membutuhkan penanganan yang ektrakeras dan membutuhkan kemauan poli. yang sangat besar dan serius dan pemerin.an yang berkuasa. Polaik pemberantasan korupsi itu sendiri tercermin dari peraturan pemndang-undangan yang dilahirkan pada periode pemerintahan tertentu. Lahimya undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai tindak pidana korupsi sesunggulniya tidaklah cukup untuk menunjukkan keseriusan atau komitmen pemerintah. Perlu menerpakan ketantuan yang diatur di dalam undang-undang dengan cara mendorong aparat penegak hukum yang berwenang untuk memberantas korupsi degan cara.eara yang tegas. berani, dan tidak pandang Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptionatau corroptus. Selanjuinya. disebutkan aaruptionitu berasal pula dari kata asalcornimpere, suatu bahasa latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun kebanyakan bahasa Empa, seperti bahasa Inggris: corruption, corrupt, Perancis: corrupratio, dan Belanda: corruption (korruptie), dapat kita memberanikan diri bahwa bahasa Belanda ini. kata itu turun ke Indonesia "kompsi".1. Di Malaysia dipakai kata resuah yang diambil dari Bahasa Arab risywah(suap)
8.6
yang secara terminologis berarti pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara tidak dibenarkan atau untuk memperoleh kedudukan. Semua ulama sepakat megharanikan risywah yang terkait dengan pemutusan hukum, perbuatan ini termasuk dosa. Subekti dan Tjarosoedibio menyaiakan corrivive adalah perbuatan curang, tindak pidana yang merugikan keuangan ne,. Adapaun Baharuddin Lopa dengan mengutip pendapat David M. Chalmers mengurailcan istilah korupsi dalam bethagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan. yang bethubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. Hal ini diambil dari definisi j7nancial manipulations and deliaion iyjtttttststhttttttty are offen labeled compf .1' Jermy Pope menyatakan bahwa korupsi adalth menyalahgunakan kepercayaan uniuk kepentingan pribadi. Namun. korupsi dapat pula dilihat sebagai perilaku yang tidak memenuhi prindip "mempertahankan jarnle, thinya dalam pengambilan keputusan di bidang ekonona, apakah ini dilakukan oleh perorangan di sektor swasta atau oleh pejabat publik, hubungan pribadi atau keluarga tidak memaikan peranan. Sekali prinsip mempertahankan jarak ini dilanggar dan keputhsan dibuat berdasarkan hubungan pribadi atau keluarga, korupsi alcan tibmul. Contohnya, konflik kepentingan dan nepotisme. Prinsip mempertahankan jarak ini adalah landasan untuk organisasi apa pun uniuk mencapai efisiensi.. Adapun cara-eara yang digunakan dalam mclakukan korupsi menurut Jeremy Pope, yaitu: I. ICronisme (perkoncoan), koneksi, anggota keluarga, dan sanak keluarga: 2. Korupsi politik melalui sumbangan dana untuk kampanye politik dan sebagainya: 3. Uang komisi bagi kontrak pemerintalt (dan subkontrak jasa konsultan); 4. Bethagai raga penggelapan..
8.7
Di dalam Konvesi PBB Menetang Korupsi (United Nation Convention Againts Corruption, UNCAC) Tahun 2003 yang telah diratifikasi oleh Pemerintab RNengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. ada beberapa perbuatan yang dikategorikan korupsi, yaitu: I. Penyuapan, janji, tawaran, atau pemberian kepada pejabat publik atau swasta, atau intemasional, secara langsung atau tidak langsung, manfaat yang fidak semestinya untuk pejabat itu sendiri atau orang atau badan lain yang ditujukan agar pejabai itu benindak atau berhenti berfindak dalam pelaksanaan tugas-tugas resmi mereka untuk memperoleh keuntungan dsri tindakan tersebut. 2. Penggelapan, penyalaligunaan. atau penyimpangan lain olch pejabat publik atau swasta atau internasional. 3. Mempedutya diri sendiri dengan tidak sah.»
Berdasarkan pengenian korupsi yang telalt diuraikan tersebut, secara sosiologis dapat dipilah tiga jenis korupsi, yaitu: I. Korupsi karena tuduhan. Bagi karyawan dan pegawai rendahan pada umumnya korupsi yang mereka lakukan karena kebutuhan. Mulai dari mencuri peralatan bntor, memeras pelanggan, menerima suap sampai dengan mengorupsi waktu kerja. 2. Korupsi untuk memperkara diri. Biasanya dilakukan olch golongan pejabat eselon, didorong oleh sikap serakah. melakukan mark terhadap pengadaan barang kantor dan melakukan pelbagai pungli. Penyebubnya karena gengsi. haus pujitut dan kehonnatan, serta tidak stsDdikisstsstsfDdtis 3. Korupsi karena peluang. Pcjabat atau sebagian anggoia masyarakat ketika mereka diberi peluang akan memenafaatkan keadaan tersebut, Icarena (a) penyelenggaraan negara, khususnya pelayanan publik yang terlalu birokratis: (b) manajemen yang amburadult dan (c) pejabat atau petugas tidak bermora1.2.
Tindak pidana korupsi sebagai perbuatan yang sangat tercela dan merusak tatanan kehiclupan bermasyarakat dan bernegara, perlu dicegah dan diberanias di bumi Indonesia. Olch karena dalam usaha pencegahan dam
8.8
pemberantasannya, perlu diketahui hal-hal yang menjadi penyebab terjadinya korupsi di Indonesia. Menurut Manvan Mas, secam umum perilaku korupsi terjadi di Indonesi karena hal berikut I. Sistem yang Negara yang baru merdeka selalu mengalami keterbatasan SDM, modal, teknologi, dan manajetnen. Oleh karena itu, perlu perbaikan atas sistam administrasi pemerintallan dcut pelay.an masyarakat yang kondusif terhadap terjadinya korupsi. 2. Gaji yang rendah. Renddinya gaji membulca peluang terjadinya korupsi. 3. Law ertforcement tidak bedalan sering terdengar dalam masyarakat kalau penc. ayam dipenjarkan. pejabat korup lolos jeratan hukum. Ini karena pejabat yang benvenang, khususnya penegak hukum mudah menerima suap d. koruptor atau pejabat yang membuat kesalahn. Akhirnya, korupsi berjalan s«ara berantai melahirkan apa yang disebut sebagai korupsi sistematik. 4. Hukuman yang ringan. Memang UU Korupsi mengancam penjarnhan pidana mati, tetapi harus memiliki syarat tertentu, ancaman pidan aseumur hidup, denda yang besar, serta ancaman mebayar pengganti sejumbh uang yang dikorupsi, telapi kalau tidak mampu menatar diganti (subsidair) dengan hukuman penjara ringan (Pasal 18 UU Korupsi). Hal iersebut tidak memeberikan efek jera atau rasa takut bagi yang lain. 5. Tidak ada keteladanan pemimpin. Sebagai masyarakat agraris rakyat Indonesia cenderung patemalistik, yaitu mercka alun mengik. apa yang dipraktikan oleh pemimpin. senior atau tokoh masyarkat. Tapi tidak adanya teladan yang baik dari pemimpindi Indonesia menyebakan perekonomian di Indonesia dililit utang dan kompsi. 6. Masyarakat yang apatis. Pemerintah mengeluarkan PP 68/1999 yang menempatkan masyarakat sebagai elemen penting dalam pemberantas. korupsi. KPK membentuk Deputi Bidang Pengawasan Intemal dan Pengaduan Masyarakat. yang aniara lain bertugas menerima dan memproses laporan . masyarakat.:'
8.9
C. SUBJEK HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI
Sebagai salah sutu jenis tindak pidana khusu.s, subjek hukum tindak pidana korupsi dapai berupa orang perseomngun atupun korporasi. Buhkan dalm perkembangan praktik penegukan hukum saat ini pelaku tindak pidana korupsi dominan melibatkan direksi atau pegawai perusahaan, baik perusahaan negam (BUMN dan BUMD) maupun perusahaan swasta yang terkait. Dalam Pasal 1 angka I, 2, dun angka 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembemmasan Tindak Pidana Korupsi diartikan sekaligus disebuikan subjek hukum tindalr pidana korupsi. yakni: I. Korporasi. yaitu kumpulan omng danlatau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. 2. Pegawai negeri yang meliputi: a. Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tenmng Kepegawaian; b. Pegawai ncgeri sebagaimana dimaksud dalam KUHP: c. Omng yang menerima gaji atau upah dari keuangan negam atau daerah; d. Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima banivan dari keuangan negara atau daerah; e. Orang yang menerima gaji utau upah dari korporasi lain yang menggunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.
Scjalan dengan ketentuan Pasal 1 angka I, 2 dan angka 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kolusi dan Nepotisrne. mementukan komponen penyelenggaraan negara, sebagai berikut: I. Pcjabat negara pada lembaga tertinggi negam: 2. Pcjabat negara pada lembaga tinggi negara; 3. Menteri; 4. Gubemur; 5. Hakim; 6. Pejabat negara lain yang s.uai dengun ketentuan pemturan perundnag-undnagan yang berlaku, misalnya ICepala perwakilan di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar luar biasa dan berkuasa penuh, wakil gubemus, dan bupati/walikom;
8.10
7, Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kahannya dengan penyelenggaraan negam sesuai dengan ketenruan perundang-undangan yang berlaku. Dalam penjelasan pa.sal demi pasal undang-undang ini, disebutkan bahwa yang dimakmd dengan pejabat lain meliputi: a. Direksi, komisaris, dan pejabat struktuml lainnya pada Badan Usahan Milik Negara dan Badan Umha MiIik Daemh; b. Pimpinan Bank Indonesia dan Pimpinan Bdana Penyehatan Perbankan Nasional: c. Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri; d. Pejabat Eselon I dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan Sipil, militerdan Kepolisisan Negam RI; c. Jaksa; f, Pcnyidik; g. Panitera pengadilan; h, Pemimpin dan bedaharawan Proyek,
D. DELIK•DELIK DALAM UNDANG•UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI2'
I. kurupsi yang Mensyaratkan Adanya Kerugian Negara
a. Pasal 2 apt (1) Tindak pidana Korupsi mensyaraikan adanya kerugian negara meara eksplish diatur dalam Pasal 2 ayat (1) san Pasal 3. Rumusan Pasal 2 ayai (1) berbunyi: Setiap orang yang secara melawan hukum rnelakukan perbuatan memperIcaya dirisendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negaramau peoekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara scumur hidup ataupidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) mhundan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua mtus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Unsur-unsur delik Pasal di atas sebagai berikut• I ) Setiap orang 2) melawan hukum 3) memperkaya diri sendiri atau omng lain 4) dapat
8.11
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Perwma, unsur "setiap orang". Unsur ini merupakan pelaku atau subjek delik dalam Prnd2 ayat (1). dan unsur ini bukanlah delik inti (bestandeel delict) melainkan elemen delik (elemen delict). la merupakan subjek hukum yang diduga tau didakwa melakukan TPK yang pembuktiannya bergantung kepada pembuktian delik intinya. Subjek delik dalam Pasal ini tidak hanya terdiri dari manusia, tapi juga korporasi. Pasal I anglca 3 secara eksplisit mengarrikan setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi. Sedangkan yang dimaksud korporasi adalah kumpulan orang-orang dan atau hana kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum (Pasal I ayat( Sekalipun makna setiap orang pada Pasal 2 ayat (1) meliputi orang perseomngan atau korporari. tapi makna orang perseorangan tersebut tidak meliputi pegawai negeri atau pejabat. lika pegawai negeri atau penyelenggam negara diajukan ke persidangan karena diduga melakuakn TPK, maka Pasal 2 ayat (1) UU korupsi tidak dapat digunakan sebagai dasar un1uk mendakwa pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut. Dengan denrildan, subjek delik dalam Pasal 2 ayat ( I) bermakna subjek delik meliputi orang perorangan atau korporasi pada umumnya, selain pegawai negeri amu penyelenggara negara.. Secara teoriris makna "setiap orang" menunjuk kepada siapa orangnya yang harus bertanggungjawab atas tindak pidana yang didakwakan atau setidak-tidalcnya mnegenai siapa orangnya yang harus dijadikan tenlakwa. Kata "setiap orang" identik dengan tenninologi kata barangsiapa (hij). Olch karena k. "setiapa orang" atau "barangsiapa" sebagai siapa saja yang harus dijadikan sebagai terdakwa atau setiap orang sebagai subjek hulcum pendukung hak dan kewajiban yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atau TP yang dilakukan sehingga histories-kmnologis manusia ebagai subjek hukum telah dengan sendirinya memili. kemampuan benanggungjawab kecuali secam tegas UU menentukan lain.. Kedua, unsur "memperkaya d. send. atau orang lain .0 mumu korporasi". Secara etimologis, memeprkaya beras1 dari suku kata "kaya", yang bemrti mempunyai hana yang banyak atau banyak hmta. Oleh karena
8.12
itu. memperkaya, secara harfiah diartikan sebagai perbuatan menjadikan benambahnya kekayaan. Memperkaya adalah menjadikan orang yang belum kaya jadi kaya atau orang yang sudah kaya benambah kaya. Maksud memperkaya diri sendiri dapai ditafsirkan suatu perbuatan, yakni pelaku benambah kekyaannya alau menjadi lebih kaya karena perbuatan tersebut. Modus operandi perbuatan memperbya dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan, membeli, menjual, mengambil. memindahbukukan rekening. menandatangani kontrak sena perbuatan lainnya seltingga Nlaku jadi benambah kekayaannya.. Kata memperkaya perlu dihubungkan dengan kewajiban terdakwa untuk memberikan keterangan tentang sumber kekayaan sedemikian rupa sehingga kekayaan yang lidak seimbang dengan penghasilannya atau penambahan kekayaan tersebut dapat digunakan untuk memperkuat keterangan saksi lain bahwa telah melakukan TPK (Pasal 37 ayat (4) UU PTPK 1999). Penafsiran istilah memperkaya antara yang harfiah dengan yang dari pembuai UU hampir sama, keduannya menunjukkan perubahan kekayaan seseorang atau bertambah kekayaannya, diukur dari penghasilan yang telah diperolehnya? Makna memperkaya omng lain adalah akibat dari perbuatan melawan hukum pelaku, ada orang lain yang menikmati benambahnya hana bendanya.'. disini yang diuntungkan bukan pelaku langsung, atau mungkin juga yang mendapat keuntungan . perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku adalah suatu korporasi. Berdasarkan uraian mengenat makna mcmperkaya, dapat disimpulkan bahwa tidak ada keharusan pelaku saja yang beriambah kekayaannya akibat melakukan TPK, tapi juga orang lain atau bahkan korporasi. Benambaltnya kekayaan pelaku, orang lain atau korpomsi harus berkolerasi dengan berkurangnya kekyaan negara. Dengan kata lain, benambahnya kekyaan pelaku. orang lain suatu korporasi menjadi penyebab kerugian keuangan negara atau perekonomian negara. Keriga, unsur "melawan hukum". Dalam bahasa Belanda melawan hukum merupakan kata "wederrehtelijk” yang menunjukkan sifat tidak suatu tindakan atau suatu maksud. Penggunaan "wederrehtelijk" deh
8.13
pembentuk UU untuk menunjukkan sifat tidak sah suatu tindakan itu dijumpai dalam rumusan-rumusan delik dalam Panal KUHP sepeni (Pasal 167 ayat (I), 179, 180. dan Panal 190. Sedangkan penggunaan kata AbIi “twderrehtelijk" untuk menunjukkan sifat tidak sah suatu maksud dapal dijumpai an. lain dalam rumusan-rumusan delik dalam Pasal KUHP Pasal 328,339,362, dan 389.» hukum pidana memberikan pengenian melawan hukum dalam m.a beragam. Bemmelem mengenikan melawan hukum dengan 2 pengernan, yaitu "sebagai bertentanngan dengan ketelitian yang pantas dalam pergaulan masyarakat mengenai orang lain atau barang, dan bertentangan dengan kewajiban yang ditetapkan oleh UU".» Hanewink cl-Suringa menganikan melawan hukum dengan 3 makna. yaitu "tanpa hak atau wewenang sendiri, b.ntangan dengan hak orang lain, dan bertentangan dengan hukum objektif.» Van Hattum berpendapat bahwa kata “wederrehtelijk" haruslah dibatasi hanya pada hukum tertulis atau bertentangan dengan hukum yang tertulis. Hal yang sama dikemukakan oleh Simons yang mengartikan melawan hukum sebagai "unsur delik sepanjang disebutkan dengan tegas dalam perundang-undangan".. Vos memfonnulir perbuidan yang bersifat melawan hukum sebagai perbuatan yang oleh masyarakat tidak diperbolehkan.» Pendapat ini dikuatkan oleh Enschede yang menyatakan bahwa melawan hukum lermasuk juga di dalamnya adalah norma masyarakan» Dalam hukum pidana "sifat melawan Itukum" adalah satu frase yang mcmiliki 4 makna, yaitu sifat melawan hukum umum, sifat melawan hukum materiil, sifat melawan Itukum khusus, sifat melawan hukunt formil. sifat melawan hukum umum dianikan sebagai syarat umum dapat dipidana suatu perbuatan. Setiap perburrtan pidana panti di dalamnya mengandung unsur melawan hukum. sifat melawan hukum khusus terkait dengan pencantuman kata "melawan hukum" ancara eksplisit dalam rurnusan delik.
» Laminung. Orkm,arar linkum PiMmo kulonesia. Sinar baru, Bandung. 1984, halaman. 332. » Van Bemmelem, Hukum Pidana Hagiun Umunk SinacimaJakana, 1984. halaman. linkilin Piduna klakridBagian Umunk Dinacipm. lakana. 1984. halaman. 1.5Lam' Dasardwar liukum Pithum hukmmia. Sinar baru,. Band..ung,,,,19.84,;hcailazan,..3a3n% Mocljamo, Atasmws Hukum Pulann. Ok. Kedelapn. Edisi Rem, p . 2008. halaman. 141. Faihot. Imptementaki Kewenangan 1911 dukuu klemmiji Penotwym Permukmpundangwk Skripsi. Fil Ull. Yogyakana. 2006. halaman. 110
8.14
sifat melawan hukum merupakan syarat tertulis untuk dapat dipidananya suatu perbuatan. sifat melawan hukum fonnil dianikan sebagai bertemangan dengan UU. sifat melawan hukum materiil dianikan scbagai bertentangan dengan nila dan nonna-norma masyarakat. Kedudukan sifat melawan hukum dalam hukumpidana sangat khas.umumnya telah terjadi kesepahaman di kalangan ahli dalam melihat sifat melawan hukum apabila dihubunglcan dengan perbuatan pidana. Bersifat melawan hukum mutlak untuk setiap perbuatan pidana. Andi 2ainal Abidin mengatakan, bahw "salah satu unsur esensial delik adalah sifai melawan hukum (wederrehrtelifitheid) yang dinyatakan dengan tegas atau tidak di dalam suatu Pasal UU pidana, karena alangkah janggalnya kalau sescorang dipidana yang melakukan perbuatan yang tidak melawan hukum..33Roeslan Salch mengatakan, "memidana sesuatu yang tidak melawan hukum tidak ada artinya".36 Berdasarkan dua pendapat tersebut, untuk dapat dikatakan seseorang melakukan perbuatan pidana, perbuatannya tersebut bersifat melawan hukum. Dalam KUHP adakalanya, perkataan "melawan hukum dirumuskan secara tegas dan eksplisit di dalam rumusan delik dan adakalanya tidak. Bila perkataan "rnelawan hukum" dirumuskan dan dicaniumkan secara iegas dalam rumusan delik, hal demikian memiliki ani penting untuk memberikan perlindungan atau jaminan tidak dipidanya orang yang berhak atau berwenag melakukan perbuatan-perbuatan sebagaimana dimmuskan dalam Undang-Undang.37 Menurut Schaffmeister, ditambaltkannya perkaiaan tnelawan hukum sebagai salah satu unsur dalam rumusan delik dimaksudkan untuk ntembatasi ruang lingkup rumusan delik yang dibuat terlalu luas. Hanya jika suatu perilaku yang secara formal dapat dirumuskan dalarn ruang lingkup rumusan delik, namun secara umum sebenamya bukan mempakan perbuatan pidana, maka syarat melawan hukum dijadikan stu bagian dari rumusan delik.3. Konsekuensinya adalah pencatuman "melawan hukum" dalam rumusan delik menyebabkan jaksa penuntut umum harus membukti. unsur
. Andi Abidin Fand. Ilukum Pidana 1. Cetk. Kedua. Sinar grafika, Jakarta, 2007. Sifur Ilfelowon Ifukum PerhualaniUm. Aksara Bant. Jakarta, 1987, balantan. 1 Tongat, dasar.darar Iinkum Imkmesia dalum Penprkiif Ilukum Pmbaharuan. UMM Press. tnlatu21:;dha'.,:uni ;ilnidak Pidana Tanpa Kesakhan Menuju Tinda Perianggiuipjahnban Pidma Tan, A'esulah, Keneana. Jakana, 21106. halaman. 50.
8.15
tersebut. Namun demikian. apabila kata "melawan hukum" tidak disebutkan atau dicantumkan secara tegas dan eksplisit dalam rumusan delik, maka unsur melawan hukum tersebut tidak perlu dibuktikan. Unsur melwan hukumnya perbuatan otomatis telah terbukti dengan telah terbuktinya perbuatan yang dilarang.» Sekalipun kata melawan hukum tidak disebutkan dalam rumusan delik, maka secara diam-diam sifat melawan hukum tersebut telah ada dalam suatu delik. Dalam UU TPK, kata melwan hukum diartikan sebagai melawan hukum fornUI dan Suatu perbuatan dikaiakan bersifat melawan hukum formil apabila diancam pidana dan dirumuskan sebagai suatu delik dalam 1.1U.» Menurut Moeljanto, suatu perbuatan dikatakan melawan hukum formil apabila perbualan tersebut telah mencocoki larangan UU.» Suatu perbuatan bisa dianggap bersifat melawan hukum apabila perbuatan tersebut secara eksplisit dimmuskan dalam UU sebagai perbuatan pidana, sekalipun perbuwan tersebut sanagt merugikan masyarakai. Jadi, ukuran untuk menentukan apakah suatu perbuatan itu bersifat melawan hukum atau tidak adalah UU. Terdapat 2 pemahaman yang te.ndung dalam sifat melawan hukum formil. Pertama, suatu perbuatan dikatakan bersifat melawan hukum ketika perbuatan tsb sudah dirumuskan dalam UU sebagai perbuatan yang diancam pidana. Menurm ajaran ini perbuatan yang dianggap bersifat melawan hukum hanylah perbuatan-perbuatan yang secura fornUI telah dirumuskan dalam UU sebagai perbuatan pidana. Kedua. hal yang dapat menghapus sifat melawan hukumnya perbualan hanyalah UU. Sekalipun suatu perbuatan secara materir, tidak dianggap sebagai perbuatan yang beNifat melawan hukum. dalam perbuatan tersebut tidak dianggap sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup di amsyarakat. tetapi bila secara formiil tidak dirumuslcan dalam L111 sebagai perbuatan pidana yang dilarang, maka perbuatan tersebut secara formiil tetap dianggap bersifat melawan hukum. Sifat melawan hukumnya perbuatan yang telah dimmuskan dalam UU hanya dapal dihapuskan oleh LIU.42
Tongal. dwar-dawr Hukum Indowia dulum Permekrif lukum Peothalumum. UMM Press. Malang, 2008. halaman. 214. .Sudano, Hukum Piduna A . FH UNDIP, Scmazarm, 1975, halamm. 62. Moeljamo. Aras.a.uu Hubm Pidann. Ok. Kedelapan. Edisi Rineka Cipm. Jakana. 2008. halaman. 140. . Tongai. dasaNkuar Hukum Indum•sia dulam Pempektif Hukum Pembakamon. UMM l'ress. Malang. 2008. halaman. 196.
8.16
Sfat melawan hukum materiil bermakna bhawa sifat melawan hukumnya perburnan itu tidak hanya didasrakn UU saja aiau hukum tenulis saja, tetapi harus juga dilihat asas.asas hukum yang tidak tertulis. Menurut ajaran ini sifat melawan hukumnya perbuatan yang nyata-nyata diatur dalam UU dapat h, baik karena keientuan UU maupun aturan yang tidak tetulis. Melawan hukum bemni benemangan dengan UU maupun aturan tak tenulis atau nilai yang hidup dalam masyarakat yaitu tata susila, nilai kepatutan. norma, dan nilai agama. Suatu perbuatan dikatakan bersifat melawan hukum bila perbuatan benantangan engan nilai-nilai yang hidup dalm masyarakm. Dengan demikain. suatu perbuatan dikatakan telah memenuhi unsur melawan hukum apabila perbuatan iru merupakan pelanggaran terhadap I1011113 kesopanan yang .im atau kepatutan yang hidup di masyarakat. Setiap perbuatan yang dianggap aiau dipandang tercel olch masyarakat merupakan perbuman melwan hukum secara materiil. Sebab, bagi orang Indoncsia belum pernah pada saat itu bahwa hukum dan UU dipandang sama.. Dalam Pasal 2 (1) melawan hukum merupakan del. inti (bestanddeel delict) sehingga konsekuensinya jilca unsur itu lidak terbukti maka unsur lain tidak perlu dibuMikan dan terdakwa dibebaskan. Hanya saja perlu diketahui bahwa eksistensi pasal itu hanya ditujukan kepada orang perorangan mau korporasi secara umum, tidak mencakup pegawai negeri aiau pejabat. Perbuatan melawan hukum hanya bisa dilakukan olch orang perorangan atau korporasi. tapi tidak bisa dilakukan pegawai negeri atau pcjabat. Alasan penulis adalah sekalipun antara "melawan hukum" dalam Pasal 2 ayat ( I) dengan "penyalahgunaan wewenang" dalam Pasal 3 tidak memiliki perbedaan ani atau sama (in haeren). namun keduanya memiliki perbedaan yang khas. Unsur melawan hukum merupakm genusnya sedangkan, unsur penyalahgunaan wewenang adalah speciesnya.. Sifat in haeren
Surbaki. lifat Melawan liukum Mataid dan Implikitsinya ~p Ilam kolektd mas Panbangunan di Indonesi, dalam Muladi (Editork HAM HakHar, Konsep, dan haplikasi, dakun Pmpektif fluhan dan klus,nd.C[k. pettama. Refika Adnanw. handung. 2005. balamon. Muladi (Ketua Ttmk Pragkajian kniong asapasas Pidanu Indonusia dakun perkembffigan Masyaruksu Masa Kini dankirndwang, Badan Pembinaan liukum Nasional Depimemen Hukum dan HAM 121, lakana. 2003, halaman. 45.
Nur Basuki mamu. Pen,lahgtmaan WewenangdunTindak Piduna Kontps, dalam alaan Keuungan Nenah CTK Kedua Laksbang Mediaum. Yogyakana. 2009. l'121(tian. 58. •
8.17
penyalahgunaaan wewenag dan melawan hukum tidaklah beraM unsur melawan hukum terbukti, tidak secara mutatis mutandis penyalahgunaan wewenag terbukti, tetapi untuk scbaliknya unsur penyalaligunaan wewenag tethukti maka unsur melawan hukum tidak perlu dibuktikan karena dengan sendirinya unsur melawan hukum tidak perlu dibuktilcan. Dalam hal unsur penyalahgunaan wewenang tidak terbukti, maka belum tenm unsur hukum tetbukti. Parammer yang digunakan untuk menilai apakah seseorang melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang berbeda antara keduanya. Dalam melawan hukum pammeter yang digunakan adalah peratumn perundangmndangan (asas legalims/melawan hukum form)l) dan nilai kepatutan dan keadilan masyarakat. Sedangkan. paranteter dalam penyalahgunaan weweng adalah asas legalitas. asas spesialitas, dan AAUPB.. Secam lebih jclas dan rinci identifikasi unsur melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang dapat dilihat pada tabel
Identifikasi unsur melawan hukumdan envalah unaan wewenan
NO
Identifikasi
Melawan Hukum
Penyalahgunaan Wewenang
Ruang lingkup
Genus
Species
2)
Subjek Delik
Setiap orangiKorpomsi
Pegawai negeri/Pejabat
3)
Parameter
Asas Legalitas (melawan hukum formil) dan nilai kepatuian dan keadilan masyarakat.
asas legalitas, asas spesialitas, dan AAUPB
.1) Bemuk Kesalahan
Dolus atau Culpa
Dolus
Keemmu, unsur "dapat meruikan keuangan negara atau perekonomian negara". Penjdasan UU Korupsi menyebutkan bahwa Keuangan negara
8.18
adalah seluruh kekayan negara dalam bentuk apapun.yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagiankekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang Iimbul karena (a) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembagaNegara, baik di tingkat pusat maupun di dae...(b) berada dalam pengmaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha MilikNegara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yangmenyeriakan modal negara. atau perusahaan yang menyenakan modal pihak kefigaberdasarIcan perjanjian dengan Negara. Sedangkan yang dimaksud denganPerekonomian Negara adatalt kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usahabersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiriyang didasarkan pada kebijakan Pemerintah. baik di tingkat pusai maupun di daerahsesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang benujuanmemberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan masyarakat. Pendekatan yang digunakan dalain perumumn keuangan negara adalah diliiiiiidiiii sisi objek, subjek, proses, dan tujuan. Dari sisi objek, kerugian negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupunberupa barang yang dijadikan milik. Dari sisi Subjek. keuangan negara meliputi seluruh objek bagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, daniatau dikuasai Pemerimah pusat, Peinda, Perusahaan negaraMaerah, dan Badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses. keuangan negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaiyan dengan pengelolaan objek sebagaimana tersebut diatas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawabannya. Dilihat dari tujauannya, keuangan negara meliputi seluruh kebijakan. kegiaian hubungan hultum yang berkaim dengan kepemilikan dan atau penguasaan objek sebagaimana tersebut di ams dalm rangka penyelenggaraa pemerintahan negara. Selain itu, konsep kerugian negam bukanlah kerugian dalam pengertian di dunia perusalman/pemiagaan, melainkan suatu kerugian yang terjadi sebab perbuatan (melawan hukum atau penyelahgunaan wewenang).. Tetjadinya
8.19
kerugian negara disebabkan dilakukannya perbualan yang dilarang oleh hukum pidana, baik dilakukan olch orang perorangan, korporasi, maupun olch subjek hukum yang spesilik, yakni pegawai negeri atau pejabat. Secara lebih rinci Yunus Husein menjelaskan, bahwa terdapat 3 kemungkinan terjandinya kerugian negara, yaitu kerugian negara yang terkait dengan beberapa transaksi antara lain; transaksi barang dan jasa, transaksi yang terIcait dengan hutang piutang, dan transaksi yang terkait dengan biaya pendapatan. Tiga kemungkinan terjadinya kerugian negara tersebut menimbulkan beberapa kemungkinan pembuatan atau peristiwa yang dapat merugikan keuangan negara, antara lain:. I ) Terdapat pengadaan bamng-barang dengan harga yang lidak wajar karena jauh di atas harga pasan sehingga dapat merugikan keuangan negara sebesar selisih harga pembelian dengan harga pasar atau harga sewajamya: 2) Harga pengadaan barang dan jasa wajw, tapi iidak s.uai dengan spesifikasi barang dan jasa murah yang dipersyaraikan. Kalau harga barang dan jasa murah tetapi kualitas barang dan jasa kurang baik, maka dapat dikatakan juga merugilcan keuangan negara: 3) Terdapat transaksi yang memperbesar utang negara secara tidak wajar, sehingga dapat dikatakan merugikan keuangan negara karena kewajiban negara untuk membayar mang semaInn besar, 4) Berkurangnya piutang negara sccara tidak wajar dapat juga dikatakan merugikan keuangan negara: 5) Kerugian negara ini dapai terjadi kalau a. negara berkurang karena dijual dengan harga mumh atau diltibahkan kepada piltak lain atau ditukar dengan pihak swasta atau perorangan: 6) Memperbesar biaya instansi atau perumhaan. Hal ini dapat terjadi baik karena pemborosan atau cara lain sepeni membuat biaya fiktif. Dengan biaya yang diperbesar, keuntungan perusahaan yang menjadi objek pajak semakain keci: dan 7) Hasil penjualan pennahaan dilaporkan lebih kecil dari penjualan yang sebenamya, mhingga ntengurangi penerimaan resmi perusahaan tersebut.
8.20
A.Djoko Sumaryanto mengatakan bahwa kerugian keuangan negara dapat terjadi pada 2 tahap, yaitu tahap dana akan masuk pada kas negara dan tahap dana kan keluar dari kas negara. Pada ialtap dana akan masuk pada kas negma kerugian bisa terjadi melalui; konspirasi pajak, konspirasi denda, konspirmi pengembalian kerugian negara dan penyelundupan. Sedangkan pada tahapan dana akan keluar pada kas negara kerugian terjadi akibat, mark up, korupsi, pelalcsanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan program Terlepas dari kemungkina terjadinya kerugian negra pertanyaan yang perlu diajukan adalah apakah kerugian negara itu harus dalam bentuk nyam dan pasti jumlaltnya ataukah potensi terjadinya kerugian negara (potential lose) sudah dianggap sebagai kerugian negart? Penanyaan ini perlu dikentukakan mengingat hingga saat ini belum ada kesamaan pendapai mengeani masalah tersebut. Terkait dengan pertanyaan tersebut, ahli hukum pidana umumnya terbelah menjadi 2 kubu. Kubu pertama mengatakan bahwa potensi kerugian negara sudah dapat dikategorikan sebagai telah terjadi kerugian negara. Sebab kata "dapat" sebelum frase "merugikan keuangan negara atau perekonomian negara" menunjukkan, bahwa imdak pidana korupsi ini merupalcan delik formil, yaitu adanya TPK cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat. Konsekuensinya, kerugian keuangan negara atau perekonomina negara bukan merupalcan sesuatu yang harus sudah ada sebelumnya akan tempi cukup dengan di penuhinya unsur-unsur dad perbuatan yang dirumuskan suatu delik telah selesai. Adami Chazawi mengatakan, bahwa kerugian bagi keuungan atau perekonomian negara bukanlah menjadi syarat uniuk terjadinya TPK Pasal 2 ayat (1) secara sempurna, melainkan akibat kerugian negara dapat timbul dari perbuatan memperkaya diri dengan melawan hukum tersebui. Ukuran dapat menimbulkan kerugian yang didasarkan pada pengalaman dan logikatakal orang pada umumnya dengan memeprhatikan berbagai aspek sekitar perbuatan yang dikategorikan memperkaya diri tersebuL Oleh karena kerugian ini tidak perlu timbul, maka cukup menurm akal orang pada umumnya bahwa dari suatu perbuatan dapat menimbulkan kerugian negara tanpa merinci dan menyebut adanya bentuk dan jumlah kerugian negara terteniu sebagaimana pada tindak pidana materiil. Untuk membukiikan hal itu
8.21
dapat merugikan negara, semua tergantung pada kemampuan hakim dalam menganak lisis dan menilai aspek,ek yang menyenai atau ada di sekitar perhuatan dalam rangkaian peristiwa yang terjadi.'i Kuhu kedua mengatakan bahwa kata "dapat" sebelum frase "merugikan keuangan negara atau perekonomian negara" metnang rnenunjukkan bahwa delik ini merupakan delik fonnil. yaitu suatu delik yang hanya memfokuskan pada perbuman tertentu yang dilarang, bukan akibat dari perbuatan Akan tUpt,jtk delik ini dimaknai sebagai delik formil, maka ketentaun Pasal 2 ayat (1) ini jelas benantangan dengan unsur lain dalam pasal yang sama, yaitu unsur "memperkaya diri sendiri, orang lain, mau korporasi". Sebab, unsur ini mensyaratkan benambahnnya kekayaan . yang tidak ada menjadi ■tda, atau dari yang sudah ada bertambalt ada atau kaya. Adanya penambahan kekayaan pada mereka di satu sisi, di sisi lain keuangan negara atau pmekonomian negara telah mengalami kerugian sehingga dengan sendirinya, merugikan keuangan negara atau perekonomian negara secara materil harus ada dan mutlak harus dibuktikan, tidak cukup dengan potentiallose scmata.51 Bab Retentuan umum UU No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara secara jelas juga menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan kerugian negara alau daerah adalah berkurangnya uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasii jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukutn baik sengaja ataupun lalai. Ini berarti, potensi saja tidak eukup untuk menyatakan bahwa terjadi kerugin negara. melainkan kerugian negara harus nyata terjadu dan pasti jumlahnya. Apabila kata "dapat" diartikan schagai potential lose, hal ini sangat berbahaya bisa saja pimpinan Bank BUMN tidak berani menyalurkan kredit, pejabat/pegawni negeri tidg berani ditunjuk sebagai panitia pengadaaan barang mau jasa, karena iindakan mereka pasti ada potensi kerugian walaupun sangat kecil kemungkinannya. Hal itu ierjadi pada inasa sekarang, yang kesemuanya itu dapat menyebabkan roda pemerintahan akan terjadi kemandekan. kata dapat dianikan sebagai potensi, maka setiap tindakan
8.22
yang dipilih dan selanjutnya dilakukan, sedikit atau banyak akan menimbulkan suatu potensi kerugian.” Selain uraian diatas mengenai unsur.unsur delik pada Pasal 2 ayat (1) perlu juga dijelaskan bahwa ad kemungkinan penjanthan pidana mati kepada pelaku yang melanggar pasa tersebut (pasal 2 ayat (2)). Pidana mati dapai dijatuhkan jika memenuhi syamt-syarat atau keadaan-keadaan yang mengiringi TPK dilakukan. Pe(ela.san Pasal 2 ayat (2) secara eksplisit menjelaskan bahwa Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" dalam ketentuan ini dimaksodkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidnna korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku. pada waktu terjadi bencana alam nasional. sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter. dan pengulangan TPK. Keempat syarat tersebut menjadi penentu dapat iidaknya pidana mati dijatuhkan baki pelaku/terdakwa TPK. Keempat syarat tersebut sifatnya altematif, bukan kumulatif, sehingga penjatuhan pidana mati cukup dengan dipenuhinya salah satu syarat saja. Syarat-syarat mrsebut memang sangat berat, terbuhi dalam prsktik peradilan perkara korupsi belum ada stupun terdakwa TPK yang dijatuhi hukuman mati, yang ada hanyalah tuntutan Jaksa yang menuntut pidana mati bagi terdakwa sebagaimana dalam perkara korupsi Dicky Iskandardinata. Dalam perkara ini terdakwa Dicky Iskandardinata didakwn dengan dakwaan subsidaritas berupa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31/I999JUUUNU2Ot200I tentang PTPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) dan melanggar Pasal 3 ayat (I) syb a, b, dan, c UU nomor 1/2003 tentang TPPU. Dalam tuntutannya JPU menambahkan Pasal 2 ayat (2) UU No. 31/1999 jo UU NO. 20/2001 tentang PTPK yang mengatur ancaman pidana maii, padahal pasal tersebut tidak ada dalam surat dakwaan. Ada 4 alasan JPU memasukkan juga Pasal 2 ayat (2), yaitu: a) perbuatan terdakwa bertentngan dengan prgoram pemerimah unruk bersih dan bebad dJAKKN;b)KddiKAkJkKTPpJdJKJIJJJKJdJIJKkJJdJJJkAAJ ekonomi; c) lerdakwa melakukan TP mengulang karan pada awal Taltun 1969 terbulai bersalah melakukan TPK ketika menjabat scbagai direktur
8.23
Bank Duta dengan dijatuhi pidana penjam 8 tahun: dan d) terdakwa sampai saat ini belum membayar pengganti scbcsar Rp. 800.000.000.000. Atas dasar 4 alsan itu. JPU kemudian menuntut terdakwa dengan pidana mati. Dalam putusannya majelis tidak mengabulkan tentutan IPU itu dengan alasan, bahwa sejak awal Pas, ayat (2) mengenai ancaman pidana mati tidak dientumkan dalam surat dakwaan JPU. Padahal Pasal 143 ayat (1) dan (2) KUHAP jelas menyetakan bahwa surat dakwaan merupakan dasar bagi JPU untuk n)embuktikan bersalah lidaknya terdakwa. JPU juga tidak diperbolehlmn mengubah surat dakwaan, termasuk menambah eksistensi pasal dalam tuntutan pidana yang dijadilcan dasar untukmengajukan terdakwa kemuka persidangan. Pasal 144 ayat ( I) dan (2) KUHAP melarang perubahan surat dakwaan melebihi tujuh hari sebelum sidang pertama dimulai. Majelis Hakim menjatulikan pidana kepada terdakwa Dicky Iskandardinata dengan pidana penjara selama 20 tahun dan pidana denda.
Pasal 3 Pasal 3 UU korupsi juga mensyaratIcan adanya kerugian negara, yang berbunyi sebagai berikut:
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau omng lain atau sualukorj>orasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan kcuangan negara atau perekonomian ncgara. dipidana dengan pidana penjara scumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. (.000.000.000,00 (satu milyar rupialt). Unsur-unsur delik Pasal 3 adalah: a) Se(ap orang; b) menguntungkan dM sendiri atau orang lain atau suatu korporasi; c) menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukarr, dan d) dapat merugikan keuangan negard atau perekonomian negara. Pertanta, unsur "setiap orang". Makna "setiap orang" dalam 3 berbeda dengan Pasal 2 ayat (1). Apakah kata tersebui dalam Pasal 2 ayat ( 1 ) beramkna setiap orang selaku subjek hukum pada umumnya tanpa membedakan kualifikasi tertentu, maka kata "setiap orang" dalam Pasal 3 ini
8.24
bermakna setiap orang selaku subjek hukum dengan kualifikasi tertentu, yakni penyelenggara negara atau pegawai negeri. Mengingat penyelenggara negara atau pegawai negeri hanya dapat dijabat oleh manusia subjek hukurn, maka pengertian "setiap orang" dalam Pasal I ayat (3) yang mencakup "orang perseorangan atau termasuk korporasi" dengan sendirinya tidak dapat diterapkan pada pengenian "setiap orang" dalam Pasal 3. Sebab hanya manusia yang bisa menduduki jabatan sebagai pegawai negeri atau pejabat. sedangkan korporasi tidak dapat melakukan tindakan itu. Korporasi tidak termasuk dalam pengertian "setiap orang" dalam Pasal 3. Pengenian pegawai negeri diatur dalam Pasal 1 ayat (2) yang meliputi: I) Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Kepegawaian (UU 43/1999); 2) Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam KUHP (Pasal KUHP); 3) orang-orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negam atau daerah; 4) orang-orang yang menerima gaji atau upah dari suatu komorasi yang menerima bantuan dari ketangan negara atau daerah; 5) orang-orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.
Secara lebih rinci, lilik Mulyadi menguraikan kualifikasi yang tennasuk pegawai negeri sebagai berikut. I) pegawai pada MA RI dan MK; 2) pegawai pada Kementrian/Depariemen dan Lembaga Pemerintahan Non-depintemen; 3) pegawai Kejagung RI; 4) Pimpinan dan pegawai Selnetariat MPR, DPR, DPD, DPRD, Propinsi/Daerah tingkat II; 5) Pegawai dari Perguruan Tinggi Negeri; 6) Pegawai Pada Komisi atau Badan yang dibentuk berdasarkan UU, Kepres. selcretaris kabinet dan sekretaris militer; 7) Pegawai pada BUMN dan BUMD; 8) Pegawai pada badan pemdilan (PU, PA, PM, dan PTUN);
8.25
9) Anggota TNI dan POLRI sena PNS di lingkungan TNI dan POLRI; 10) pegawai pada Kemeturian/Departemen dan Lembaga Pernerintahan Non-departemen; 11) pegawai Kejagung RI; 12) Pimpinan dan pegawai Sekretariat MPR, DPR, DPD, DPRD, PropinsifDaerah tingkat II; 13) Pegawai dnri Perguruan Tinggi Negeri; 14) Pegawai Pada Komisi atau Badan yang dibentuk berdasarkan UU. Kepres, sekretaris kabinet dan selnetaris militer; 15) Pegawai pada BUMN dan BUMD; 16) Pegawai pada badan peradilan (PU, PA, PM. dan PTUN); 17) Anggota TNI dan POLRI sena PNS di lingkungan TNI dan POLRI: 18) Pimpinan dan pegawai di lingkungan Pemda Dati I dan II.
Sedangkan, pejabat atau penyelenggara negara adalah pejabai negara pada lembaga tertinggi negara, lembaga tinggi negara. menteri, gubemur, hakim. pejabat negara lain s.uai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan pejabat lain yang mempunyai fungsi stratergis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai peraturan penmdang-undangan.. menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi. Unsur ini berarti seseorang tidak harus mendapatkan banyak uang, namun cukup apabiln dengan mendapaikan sejumlah uang yang . uang tersebut seseorang akan memperolch keuntungan daripadnya walaupun sedikii. Memperoleh suatu keuntungan atau menguntungkan aninya memperoleh alau menambah kekayaan yang sudah ada.. Nur Bauki mengatakan, bahwa perumusan "memperkaya diri sendiri" Pada Pasal 2 UU TPK dengan lujuan menguntungkan" Pada Pasal 3 UUTPK mempunyai pengertian yang sama (identik) yakni kedua unsur delik tersebut dirumuskan secara materiil.” Bertambabnya keuntungan atau kekayaan harus benar-benar terjadi atau secara materiil kekayaan . pejabat atau pegawai negeri, orang lain, atau korporasi itu menjadi benambah dengan adanya penyalahgunaan wewenang. Manakala penyalahgunaan wewenang
Pasal 2 UU No 28/1999 intang Penyelenggaram ncgara yang bmih dun behas KKN P.AF. Lamimang. Ddik.delik Khtuas Kejahntan labtami dan Kejahatan-kejahatan Jahatan terrentu Sebagal TIndak Pidana Konqui. Pionirjaya. Bandung 1991. balaman. 276 Nur Basuki Minamo. Penyalahgundan Wewenang dem Thulak Pidana Kortami dalam Pengehdaan Ketwn, Darrah. Ok Kedua. sbang Mediamma Yogyakana2009. halaman
8.26
tidak terbukti, maka dengan sendirinya unsur "dengan tujuan menguntungkan d. send.' tidak perlu dibuktikan. Ketiga, unsur "menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau mrana yang ada padanya karena jabatan alau kedudukan". Sebagaimana melawan hukum dalam Pasal 2 ayat (1) sebagai bestandded penyalahgunaan p. Pasal 3 juga bestanddeel delict. Konsekuensinya, jika unsur teresebut tidak terbukti, mak terhadap penyelenggaraan negara pegawai negeri yang diduga melakukan TPK tidak dapat lagi dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang. Makna penyalahgunaan wewenang sejak Peraturan Penguasa Militer Tahun 1957 hingga UU NO 20/2001 tentang PTPK, tidak pemah diberikan ani yang memadai. Untuk memecahkan persoalan ini, tidak salah bila menggunakan teori otonomi dari hukum pidana materiil (de autonomie lan het nwteriaele straftecht) olch H. A Demeersemen. Teori ini pada iminya mempertanyakan apakah ada harmoni dan disharmoni antara pengenian yang sam antara hukum pidana. khusu.snya dengan hukum perdam dan HTN (administrasi negara), sebagai suatu cabang lainnya. Di sini akan diupayakan keterkaitan pengenian yang sama bunyinya antara cabang ilmu hukum lainnya. Maksud disharmoni adalah bahwa dalam hal-hal dimana seseorang memberikan pengertian dalam UU hukum pidana dengan isi lain mengenai pengertian yang sama bunyinya dalam cabang hukum lain atau dikesampingkan teori, fiksi. dan konstruksi dalam penerapan hukum pidana pada cabanghukum lain. Kmimpulannya dikaud(an bahwa mengenai perkataanyang surna hukum pidana mempunyai monomi untuk memberikan pengertian yang berbeda dengan pengertian yang terdapat pada hukum lainnya, akan tetapi jika hukum pidana tidak menentukan lain, maka dipergunakan pengenian dalam cabang hukum lainnya. Dalam komelm ini. apabila pengertian “menyelahgunakan kewenangan" tidak ditemukan eksplisiinya dalam Itukum pidana maka hukum pidana dapat mempergunakan pengenian dan kata yang sama yang terdapat aMu bemml dari cabang hukum lainnya.» Karena selama ini hukum pidana tidak memberikan pengenian mengenai penyalahgunaan wewenang, dan pengenian tersebut hanya
Indriyanto Scno Aji, Kanqui Kebijakan Aparawr Negum dan liokum Pidann. CV Diadit Ncdia..lakarta. 21106. Indaman. 426 Indriyanto Scno Aji. Kampsi Kehijakan Aparano. Negata dan Ifahon Pidana. CV Diadit Media. Jakana, 2006, hataman. 427
• 0
8.27
ditemukan dalam HAN, maka dengan sendirinya pengenian tersebut mengacu pada pengertian dalam ihnu HAN. Dalam HAN wewenang adalah kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik atau kemampauan bertindak yang diberikan oleh UU untuk melakukan hubungan-hubungan hukum.. Secara yuridis pengenian kewenangan adalah kekuasaan yang diformalkan baik terhadap segolongan orang tenentu maupun terhadap suatu bidang pemerintahan tenentu secara bu.. Wewenag dalam balusa hukum tidak sama dengan kekuasaan (macht). Kekuaasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Dalam hukum wewenang sekaligus berani hak dan kewajiban (rechten en plichten).61 Secara lebih rinci kekuasaan adalah kemampuan memoengaruhi phak agar mengikuti kehendak pemegang kekuasaan. baik denga sukarela maupun dengan terpalna.. Kekuasaan pada dasamya sifat netral dan baik atau buruknya terganiung cara dan tujuan penggunanya. Sumber dari kekuasaan pun bermacam-macaam. dari peraturan (hukum), uang, senjata, kharisma, kejujuran, dsb. Sedangkan kewenangan adalah kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik atau kemampuan bertindak yang diberikan oleh UU untuk melakukan Hubungan-hubungan hukum. Wewenang hanya berkaitan dengan pejabat publik akan melahirkan hak dan kewajiban untuk mencapai tujuan dan maksud yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Penyimpangan terhadap maksud dan tujuan yang telah ditentukan dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang. Mereka yang dikualifikasikan sebagai pelaku penyalahgunaan wewenang adalah ketika kedukdukan atau jabatan aiau kapasitasnya berkaitan dengan tugas pelayanan publik atau masyarakat. Dalam HAN pengenian penyalahgunaan wewenang dianikan dalam 3 bentu, yaitu:.
Ridwan HR. Administrasi Negara. Cetakan. Ke,atu. PT. Raja Gratindo Persada. Jakana, 2006, halaman. 102 .Ridwan 11R. IlukumAdministrmi Negara, Cetakan. Kesatu. PT. Raja Gralindo Persada. Jakana, 2006, halaman, 102 S.F. Marbun. Peraddan Administrasi Negam dan Upaya Administrati di Indanthu, Cdak Kedualrevisik Ull Press. Yogyakana. 2003. halaman 122-123 Indriyanto Seno Aji, Norapsi Kebijakan Aparamr Negara dan Ilukum Pidana. CV Diadit Media. Jakana, 2006. halaman 427428
• •
8.28
I) Penyalahgunaan wewenang untuk melakukan timlakan-tindakan yang bertemangan dengan kepentingan umum atau untuk mengumungkan kepentingan pribadi. kelompok, atau golongan: 2) Penyalahgunaan wewenang dalam arti bahwa tindakan pejabat tersebut adalah benar ditujukan untuk kepentingan umum. tapi menyimpang dari tujuan apa kewenangan tersebut diberikan oleh UU atau Peraturan-peratuan lain; 3) Penyalahgunaan wewenang dalam arti menyalahgunakan prosedur yang seharusnya dipergunakan untuk mencpai tujuan tertentu, tetapi telah menggunakan prosedur lain agar terlaksana.
Olch karena unsur yang ketiga Pasal 3 adalah "menyalahgunakan kewenangan. kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan". hal ini menunjukkan baltwa subjek delik pada Pasal 3 UU PTPK harus memenuhi kualitas sebagai pejabai atau mempunyai kedudukan. R. Eiyono mendefinisikan "menyalahgunakan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan mau kedudukan" adalalt menggunabn kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dijabat atau didududki si pelaku TPK untuk tujuan lain dari maksud diberikannya kewenangan, kesempatan, atau sarana isb.. Kesempatan adalah peluang atau tersedianya waktu yang cukup dan sebaik-baiknya untuk melakukan perbuatan tertentu. Orang yang karena memiliki jabatan atau kedudukan, yang karana jabatan atau kedudukannya itu ntempunyai peluang atau waktu yang sebaik-baiknya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu berdasarkan jabatan atau kedudukannya. Apabila pcluang yang ada ini digunakn uniuk melakukan perbuatan lain yang iidak seharusnya dilakukan dan justru berientangan dengan tugas pekerjaanya dalam jabatan atau kedudukan yang dimilikinya, maka disini telah terdapat penyalahgunaan wewenang karena jabatan atau kedudukan. Sedangkan sarna diarrikan sebagai perlengkapan atau fasilitas sehingga menyalahgunalcan sarana adalah adar, penyalahgunaan perlengkapan atau fwilitas yang ada dan melekat pada pelaku karena jaba. aiau kedudukan. Makna kewenangan, kesempatan, atau sarana tersebui tidak bolch dipisahkan saiu dengan yang lain. Dalam arti. menyelahgunakan
;;R. Wiyanto. Pe.ahasan UU P7PIC eetakan. kesatu. Stnar Gratika. lataria. 2009. hakunan.
• 0
8.29
kewenartgan. kesempatan. atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan menandakan bahwa antara kewenangan, kesempatan, atau sarana merupakan satu kesatuan yang utuh yang dimiliki oleh pejabat, sebab dengan memberikan jabatanfkedudukan kepada seorang pejabat administrasi, maka kewenangan, kesempatan, atau sarana dengan sendirinya mengikuti. Pemberian jabatanfkedudukan akan melahirkan wewenang. Wewenangan, kesempatan, atau sarana merupakan asesori suatu jabatanikedudukan.m Berdasarkan u.an di atas. penyalahgunaan kewenangan, kesempatan. atau sarana hanya berkaitan dengun jabatan atau kedudukan yang melekat pada diri seseorang. yakni pegawai negeri atau pejabat. penyalahgunaan kewenangan. hanya diatribusikan kepada pegawai negeri alau pejabat. Selain, pegawai negeri atau pejabat iidak bisa dikatakan demikian. .lam praktik peradilan kasus pidana korupsi ditemukan bahwa terdakwa didakwa dengan Pasal 3, padahal yang bersangkuian bukan pegawai negeri atau pejabat, jelas terdapat konstruksi berpikir yang salah di dalam mernaha. esensi penyalahgunaan wewenang dan melawan hukum. terdakwa berstatus pegawai negeri atau pejabat, tidak sepatutnya didakwa dengan Pasal 2 UU korupsi. Dalam praktik peradilan perkara korupsi, temyata kesalahan memahanU Pasal 2 dan 3 UU korupsi sedemikian rupa sehingga merusak bangunan teori mengenai penyalaligunaan wewenang dan melawan hukum sebagai bestanddeel deliet dalam Pasal 3 dan 2. Dua contoh putusan yang menyalahartikan tersebut dapat dhemukan pada perkara perama. perma adalah perkara korupsi mantan Bupati Sleman, Yogyaka. Ibu Subianto. Padaltal terdakwa pada saai delik dilakukan berstatus sebagai pejabat Dating II, sehingga tidak sepatutnya didakwa dan diputus bersalah berdasakan Pasal 2. Dalam putusannya majelis hakam menyatakan bahwa teMakwa terbukti bersalah melakukan TP sebagaimana Pasal 2 UU korupsi. Yang kedua juga menimpa Cinde Laras Yulianto. Mantan Anggota DPRD Kma Yogyakarta. Dalam putusannya majelis hakam menyatakan bahwa terdakwa terbukti bersalah melakukan TP sebagaimana Pasal 2 UU kompsi. Pada.I teMakwa pada saat delik dilakukan berstatus sebagai anggota DPRD, sehingga seltarusnya terdakwa didakwa dan diputus berdasarkan Pasal 3 bukan didakwa dan diputus bersalah berdasakan Pasal 2 UU korupsi.
Nur Basuki Minarno.Prny4hganaan Weiwnang dan Tindak Pidana Konwl dalam aan Kevan an Daerah Ctk Kedua Liksban Med.a, mo Y • kvia 2009 rreallagrteult(t;'.45 g • • • e' "" • •
8.30
Menanggapi realitas tersebut, Indriyanto Seno Adji mengatakan: Seringkali badan yudikatif telah meneampur adukan, bahkan menganggap sama unsur "menyalahgunakan wewenang" dan "melawan hukunt" , bahkan tanpa disadari badan peradilan menerapkan asas perbuatan melawan hukum materiil dengan fungsi positif tanpa memberikn kriteria yang jelas untuk dapat menerapkan asas tersebut, yaitu melakuakn pemidanaan berdasarkan asas kepatman dengan rnenyatakan telah melanggar AAUPB . tanpa bisa membedakannya dengan persoalan "beleid" ya, tunduk pada HAN.66
Ditambahkan olebnya bahwa inakna unsur "penyalahgunaan wewenang" itu tidaklah sama dengan unsur "melawan hukum", khususnya terhadap pemahaman kajian dalam TPK. Implisitas makna iersebut bahwa menyalahgunakan wewenang adalah tersirat melawan hukum, namun demikian tidaklah berarti memeunih unsur "penyalahgunaan wewenang" berarti pula memenuhi unsur "melawan hukum". Kedua unsur itu jelas krbeda dari sisi "materiele feir maupun "arraJbarefeir", karena itu penempatan kedua ketentuan ini mempakan pa.sal-pasal terpisah dalam UU TPK di Indonesia. Seringkali ditemukan pemehaman yang keliru aiau bahkan tidak dipahami oleh aparatur penegak hukum termasuk badan peradilan sebagi pilar alchir dari hukum, yaitu unsur knyelahgunaan wewenang, dilakukan penilaian berdasarkan asas kepamtan melalui perinsip nwrerinle wederrechtelekjheid yang secara prinsip merupakan kekeliruan yang sangal memperihatinkanY Selain itu, perlu ditegaskan bahwa sebelum frase "menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan" terdapat frase "dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, atau orang lain atau korporasi". Ini artinya, makna dengan tujuan...haruslah dilakukan denga sengaja, tidak bisa dengan kelalaian. Kesengajaan disini, adalah kesengajaan sebagai kepastian dan kemungkinan.. "dengan tujuan menguntungkan..." pastilah dilukukan dengan sengaja karena kalau tidalt demikian maka knyalahgunaan wewenag juga tidak terjadi. Ketika "dengan
. Indriyamo Seno Aji. Konqui dan llukun CV Diadn Media, Jakaa, 2009. halaman. . Imbiyamo Seno Aji, Korup, Kebijakan Apannur Negana dan liukum Pidana. CVDIadit Media. lakana. 2906,dunum. 426 Indriyamo Seno Aji. Kffigni dan ilubm Prnrgukm+lfukum, CV Diadn M1ledia. Jakana. 20N. llakunan..
• O •
8.31
tujuan menguniungkan..." dilakukan dengan sengaja, maka kesengjaan ini mencakup unsur-unsur lain yakni menyalahgunakan wewenang.. Sedangkan mclawan hukum lidak harus dalam bentuk kesengajaan tapi cukup sebagai kealpaan saja semorang sudah melakukan perbuaran melawan hukum. Pasal 59 (1) UU N. 1/2004 tentang Perbendahaman Negara menyarakan sebagai berikut:
Semua kerugian Negaraidaerah disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera Mselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Rumusan pasal dialas secara jelas membedakan melawan hukum dan kelalaian. Secara implisit pembentuk UU hendak menyatakan peMuatan melawan hukum sebagai bentuk kesengaja., sebagai lawan kata dari kelalaian sebagai bentuk kealpaan.. Dengan demikian, melawan hukum dapat terjadi karena kesengajaan atau karuna kelalaianikealpaan. Keempat, unsur "dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian negara". Sama halnya dengan ketantuan Pasal 2 ayat (1 ), di dalam Pasal 3 juga adak kata "dapat" sebelum frase "merugikan keuangan negara dan perekonomian negara". Secara teoritis kata dapat ber.i kerugian negara dapai terjadi secara nyata atau trial dan dapat pula tidak mau hanya berbentuk potential lose. Potensi terjadinya kerugian negara drtbat tindakan orang perorangan, korporasi, pegawai negeri. atau pejabat sudah dapat ikategotikan sebagai merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. karena "dapat" fakultatif sifalnya bukan imperatif.
Namun, jika kerugian negara bim dalam bentuk potemial lose. Maka unsur dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara bertemangan atau ti. komisten dengan unsur dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, omng lain atau korporasi. "sebab unsur ini mesyaratkan bertambahnya keuantungan arau kekayaan harus benar-benar tedadi alau secara matertil kekyaan d. pejabat atau pegawai negeri, orang lain, atau korporasi
8.32
bertambah dengan adanya pcnyalahgunaan wewenang. Adanya penambahan kekayaan pada mereka di satu sisi, di sisi lain keuangan negara atau perekonomian negara telah mengalami kerugian sehingga dengan sendirinya. merugikan keuangan negara atau perekonomian negara secara materil harus ada dan muilak harus dibuktikan, tidak cukup dengan potential lose semata. LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikuil
I) Mengapa Tindak Pidana Korupsi dikategorikan sebagai iindak pidana khusus? 2) Ketentuan hukum manakah yang tnengatur tentang tidank pidana korupsi yang mcngandung unsur kerugian negara?
Petunjuk Jawaban Latihan
I) Tindak Pidana Korupsi merupakan tindak pidana khusus. Hal tersebut karena Pertama terkait dengan pengaturan tindak pidana. Undang-undang tindak pidana korupsi dengan tegas memandang bahwa pidana bagi tindak pidana percobaan, pemufakatan jahat, dan pembantuan sama dengan pidana bagi delik selesai. Kedua, terkait dengan pertanggungjawaban pidana. Undang-undang tidak pidana korupsi tidak hanya menjadikan manusia scbagai subjek delik. tapi juga korporasi. Ketiga, terkait dengan sanksi pidana. Undang-undang tindak pidana korupsi mengatur perumusan ancaman pidana secara kumulatif-altematif, serta ancantan pidana minimum khusus. 2) Ketentuan yang mengatur adanya unsur kerugian negara dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi adalah Pasal 2 ayat (1 ) dan (2) dan Pasal 3. RANGKUMAN
I) Terclapat beberapa hal bahwa Tindak Pidana Korupsi merupakan tindak pidana khusus. Pertama terkait dengan pengaturan tindak pidana. Undang-undang tindak pidana korupsi dengan tegas
8.33
Perkembangan Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
A. PADA FASE UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1971
Terdapat dua alasan mengapa Undang-Undang No 3 taltun 1971 teniang Pemberamasan Tindd Pidana Korupsi (PTPK) dibentuk: Pertama. perbuatan-perbuatart korupsi sangat merugikan keuangan. perekonomian negara, dan menghatnbat pembangunan Nasional. Kedua, UU Nomor 24 Prp Tahun 1960 tentang Pengu.suian, Penuntutan dan Pemeriksun Tindak Pidana Korupsi berhubungan dengan perkembangan masyarakat kurang mencukupi untuk dapat mencapai hasil yang diharapkan, dan oleh karenanya UU tersebut perlu diganti." Apabila dirinci subtansi UU PTPK teriri dari 7 bab Dn 37 Pasal. Terdapat 25 Pasal perumusan hukum pidana fonnil, yaitu Pasal 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, I I, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18. 19. 20. 21, 22, 23. 24, 25, 26, dan Pasal 27, dan terdapat II Pasal hukum pidana materil, yaitu dalam Pasal I, 2, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, dan 36 dengan ketentuan Pasal 1 (1 ) huruf c UU ini menarik Pasal-Pasal dalam KUHP sebanyak 13 Pasal dan Pasal 32 menarik 6 Pasal dalam KUHP." Berdasarkan rincian baba Pasal tersebut, bila dibandingkan dengan UU Nomor 24 Prp Tahun 1960tentang Pengusutan, Penumutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. terdapat beberapa perubahan mendasar atau perbedaan di dalamnya.
Pertama, dalam keientuan Pasal 1 huruf UU Nomor 24 Prp Tahun 1960 terdapat kata "kejahatan atau pelanggaran" sebelum frase memperkaya diri sendiri atau orang lain....". dalam Undang-Undang No 3 tahun 1971 kata tersebui dihilangkan dan diganti dengan kata melawan hukum". Pasal 1 ayat (I) huruf a berbunyi:
8.37
Barangsiapa dengan melawan hukum melakukan perbumanmemperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu Badan, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan atau pmekonomian negara, atau diket.ui atau patut disangka olehnya bahwa perbuatan ters.ebut merugikan keuangan negara mau perekonomian negarm
Kedua, perluasan makna "pegawai negeri" sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Undang-Undang No 3 t.un 1971, yang meliputi juga orang-orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negam atau daerah atau menerima gaji atau upah d. suatu badan huktnnlbadan yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah, atau badan hukum laian yang mempergunakan modal dan kelonggaran-kelonggaran d. negara atau masyarakat.
Ketiga, mengingat korupsi sangat merugik. keuangan/perekonomian negara dan menghambat pembangunan Nasional, maka Undang-Undang No 3 taltun 1971 menanggap bahwa pidana bagi delik percobaan atau pemufakatan jahat sebagai delik selesai. Pasal 1 ayat (2) menymakan, bahwa "dihukum karena tindak pidana korupsi barangsiapa melakukan percobaan atau permufakatan untuk melakukan iindak pidana-tindak pidana tersebut dalam ayat (1) a, b, c, d, e pasal ini". Dengan demikian, seklipun dalam pecobaan tindak pidana belum terjadi demikian juga akibatnya, namun hal itu dianggap sebagai delik selesai. Hal yang sama berlaku dabm pemufakatan jahat, walaupun masih dalam bentuk persiapan melakukan tindak pidana
Keempta, ketentuan Pasal 1 huruf, c UU Nomor 24 Prp Tahun 1960 menarik beberapa Pasal dalam KUHP seperti Pasal 209. 210. 415. 416. 417, 418, 419, 420, 423, 425, dan Pasal 435 KUHP. Dalam Undang-Undang No 3 tahun 1971 Pasal-Pasal itu ditambah dengan dua Pasal yakni, Pasal 387 dan Pasal 388 KUHP sebagaimana tereantum dalam kebntuan Pasal 1 aym ( I) huruf c. Ini artinya, terdaput penambaltan Pasal dalam KUHP yang ditarik dalam Undang-Undang No 3 tahun 1971.
Kelana, ancaman pidana dalam UU Nomor 24 Prp Tahun 1960 sangat ringan karena paling singkai 5 lahun dan paling lama 12 tahun dan pidana denda Rp 500.000 — Rp 1.000.000. dalam Undang-Undang No 3 tahun 1971 ancaman sanksi pidananya diperberat paling lama pidana penjara seumur
8.38
hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun dan/alau denda sminggi-tingginya Rp 30.000.000 (Pasal 28). Sedangkan untuk pidana penjara paling singkat 3 tahun dan/atau denda setinui-tingginya Rp 2.000.000 (Pasa( 31). Dalam Undang-Undang No 3 mhun 1971 juga dikenal pidana berupa perampasan barang dan pembayaran uang pengganti. Pasal 34 menyatakan bahwa: Selain ketentuan-ketentuan Pidana yang dimaksud dalam KUNP, maka sebagai hukuman tambahan adalah: I. perampasan barang-barang tetap maupun tak tetap yang berujud danyang tak berujud, dengan mana atau mengenai mana tindak pidana itudilakukan atau yang seluruhnya atau sebagian diperolehnya dengamindak pidana korupsi itu, begitu pula harga lawan barang-barang yangmenggamikan barang-barang itu, baik apakah barang-barang atauharga lawan kepunyaan si terhukum ataupun bukan: 2. Perampasan barang-barang tetap maupun tak tetap yang berujud dantak berujud yangtermaksud perusahaan si terhukum, dimana tindalcpidana korupsi itu dilakukan begitu pula harga lawan barang-barangyang menggantikan barang-barang baik apakah barang-barangatau harga lawan itu kepunyaan si terhukum ataupun bukan,akammapi tindak pidananya bersangkumn dengan barang-barang yangdapat dirampas menunn kmentuan tersebut sub a pasal ini. 3. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknyasama dengan harta-benda yang diperoleh dari kompsi
Keenam, bila Pasal 12 ayat (3) UU Nomor 24 Prp Tahun 1960 kmentuan menegenai rahasia bank masih cukup ketat dengan dinyatakan bahwa "bank hanya memberi keterangan tentang keadaan keuangan terdakwa yang diminta oleh hakim, apabila permintaan itu dilakukan menurut cara-cara yang ditentukan dalam peraturan tentang rahasia bank", maka ketentuan tersebut dalam Undang-Undang No 3 lahun 1971 dirubah dan lebih longgar sifatnya.
Pasal 22 berbunyi: I. Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan hukum yang berlakumengenai rahasia Bank seperti yang dimaksud Pasal 37 ayat (2)Undang-undang tentang Pokok-pokok Perbankan, maka dalam perIcarakorupsi atas perrnintaan Mahkamah Agung, Menteri Keuangan
8.39
dapannemberi ijin kepada Hakim untuk minta keterangan kepada Banktentang keadaan keuangan dari terdakwa. 2. Dengan ijin Menteri Keuangan seperti tersebut dahun ayat 1 I, Bankwajib memperlihatkan surat-surat Bank, dan memberikan keterangantentang kcadaan keuangan dari terdakwa. 3. Ketentuan-ketentuan mengenai perijinan tersebut dalam kedua ayat (I) dan (2) diatas harus diberikan dalant jangka waktu 14 (cmpat belas)hari sejak tanggal penerimaan ijin itu olehMenteri Keuangan.
B. PADA FASE UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999
Dalam perkembangannya. walaupun keberadaan Undang-Undang No 3 .un 1971 lebih maju dan progresif dibanding UU Nomor 24 Prp Tahun 1960. namun perkembangan masyarakat dan IPTEK yang ntemieu munculnya kejahatan-kejahatan "kompsi baru" dengan modus operandi yang baru tidak mau harus terkover dalam perundang-undangan pidana korupsi. Konsideran Undang-undang No 31 Tahun 1999 tentang PTPK menyamkan bahwa, "tindak pitlana korupsi sangat merugikan keuangan negam atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mcwujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Akibat tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi". Atas pertimbangan isttth. kehadimn Undang.undang Nomor 3 Tahun 1971 ientang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat, karena itu perlu diganti dengan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang baru sehingga dihampkan lebih efektif dalam mencegah dan memberantas iindak pidana korupsi. lika diumikan seeam lebill rinci, Undang-undang No 31 Tahun 1999 terdiri dari 7 bab dan 45 Pasal. Beberapa diantara 45 Pasal tersebut memuat hal baru yang tidak ditemukan dalam Undang-Undang No 3 tahun 1971. Pertama, diakuinya korpora.si sebagai subjek hukum atau subjek delik dalam tindak pidana korupsi.73 Pasal 1 ayat (3) mengarlikan "setiap orang" sebagai
8.40
orang perseorangan atau termasuk korporasi. Sedangkan, yang dintaksud korporasi adalah kumpulan orangwrang dan arau hana kekayaan yang tcrorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum (Pasal I ayal I ). Kedua, pengenian pegawai negeri dalam Undang-undang No 31 Tahun 1999 diperluas maknanya dibandingkan dengan. Undang-Undang No 3 ialwn 1971. Pasal 1 ayat (2) menyawkan baltwa yang disebut pegawai negeri I. Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Kepegawaian ( UU 4311999); 2. Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam KUHP(Pasal 92 KUHP); 3. orang-orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara wau daeraht 4. orangwrang yang menerimagaji atau upah dari suatu korporasi yang menerimabantuan dari keuangan negara atau daeraht 5. orangwrang yang menerima gaji atau upah dari suatu korponni lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negam atau masyarakat;
Ketiga. sifat melawan hukum dalam Undang-undang No 31 Tahun 1999 secara eltsplisit diperluas nutknanya tidalt hanya melawan hukum formil tetapi juga materiil. Penjelasan Pasal 2 ayat (I ) menyatakan baltwa meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan pendang-undangan, namun apabila perbuatan terscbut dianggap tereela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-nomm kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.7d Olch MK penjelasan Pasal 2 ( I ) tersebut dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.75
Keempas, terdapat DaIam penambahan kata "dapat" sebelum frasa "merugikan keuangan atau perekonomian negara" dalam ketentuan Pasal 2 ayat ( dan Pasal 3, yang menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik fonnil, yaitu adanya tindg pidana korupsi cukup dengan diperwhinya unsununsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya aldbat. Dalam ketentaun Pasal 1 ayat (1) huruf a dan b Undang-
8.41
Undang No 3 tahun 1971 kata tersebta tidak ditemukan. Undang-undang No 31 Tahun 1999 juga mengatur ketentuan tidak dihapusnya pidana bagi pelaku TPK yang mengembalikan kerugian keuangan negara atau prekonomian Negara hal tersebut diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang No 31 Tahun 1999.
Kelima, diperluasnya pengertian keuangan Negara atau Perekonomian Negara. Keuangan negara adalah selwuh kekayaan negara dalam bentuk apapun. yang dipisahkan atau yang iidak dipisahkan. termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena : (a) berada dalam penguasaan. pengurusan. dan pertanggungjawaban pejabat lembaga Negara, baik di tingkat pusai maupun di daerah: (b) berada dalam palguasaan, pengurusan. dan pdanggungjawaban Badan Usaha MilikNegara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara. atau perusahaan yang menyenakan modal pihalc ketiga berdasaMan perjanjian dengan Negara. Sedangkan yang dimaksud dengan Perekonomian Negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiriyang didasarkan pada kebijakan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan prundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manlaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan masyarakatm
Keenam, diatumya ketentuan mengenai ancaman pidana minimum khusus dalam Undang-undang No 31 Tahun 1999. Hampir sentua ketentuan pidana dalam UU tersebut menptur ancaman pidana minimum khusus, kecuali Pasal 13 dan Pasal 24. Lamanya ancaman pidana minimum khusus bervariasi; antara lain 4 tahun penjara (Pasal 2 ayat (2). Pasal 12, dan Pasal I2B ayat (2)); 3 tahun penjara (Pasal 6, 8, 21, 22); 2 tahun penjara (Pasal 7, dan 10): dan 1 tahun pnjara (Pasal 3, 5, 9, 11, dan Pasal 23). Sedangkan, larnanya pidana denda minimum khusus jup bervariasi antara lain; denda paling sedikit RP 200.000.000 (Pasal 2, 12, dan 12B ayat (2)); denda paling sedikit Rp 150.000.000 (Pasal 6, 8, 21, 22); denda paling sedikit Rp 100.000.000 penjara (Pasal 7, dan 10); denda paling sedikii Rp 50.000.000 (Pasal 3, 5, 9. I I, dan Pasal 23).
Penjelasan Umum Undang.Undang Republik Indonesia Nomm 31 Tohun 1999 Tcmang Pemhemnmsan Tmdak Pidana Kaupsi
8.42
Ketujuh, dicaniumkan pidana seumur hidup” atau pidana mati atas pelanggaran ketentuan Pasal 2 (1). Pasal 2 (2) menyetalcan, balma Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayai (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatultkan. Penjelasan Pasal 2 Ayat (2) berbunyi sebagai berikut: Yang dimaksud dengan "keadaan tenentu" dalam ketentuan ini dimalcsudkan sebagaipemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukanpada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku,pada waktu terjadi bencana alam nasional. sebagai pengulangan tindak pidana korupsi.atau pada waktu negara dalam keadaan Visis ekonomi dan moneter.
Kedelapan. Undang.undang No 31 Tahun 1999 juga mengatur perumusan ancaman pidana secara kumulatif yang terdapat dalam Pasal 2. 6. 8, 9, 10. 12. dan I2B (2) antara pidana penjara dan denda. Ketentuan mengenai pidana kumulatif tidak dikenal dalam Undang-Undang No 3 tahun 1971 karena perumusan ancaman pidana Pasal 28, 29, 30, 31, dan 32 UU tersebut berbentu kumulatif-altematif.
Kesembilan, Undang-undang No 31 Tahun 1999 juga mengatur peradilan in absenriasebagaimana diatur dalam Pasal 38 (1). UU tersebut juga memuat pembentukan KPK (Pasal 43), partisipasi masyarakatdalam bentuk hak mencari. memperolelt dan memberikan informasi adanya dugaan TPK (Pasal 41), dan membcri peghargaan kepada mercka yang berjasa membaniu upaya pencegaltan. pemberaniasan, atau pengungkapan TPK.
C. PADA FASE UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001
Pada dasamya Undang-Undang No 20 Tahun 2001 merupalcan perubahan atau penambahan terhadap Undang-undang No 31 Tahun 1999 yang dianggap belum lengkap. Terdapat 2 alasan mengapa Undang-undang No 31 Tahun 1999 perlu diadakan perubahan. Pertama, TPK yang selama ini terjadi secara meluas tidak hanya merugikan Negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat soeara luas, sehingga TPK perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasnya
8.43
harus dilakukan secara luar biasa. Kedua, jaminan kepastian hukum menghindari keragaman penafsiran hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, seria perlakuan secara adil dalam pemberantasan TPK merupakan hal penting untuk diwujudkan.. Beberapa perubahan penting yang mendasar yang tidak ditemukan dalam Undang-undang No 31 Tahun 1999 sebagai berikut: Pertama, terjadi perubahan redak penjelasan Pasal 2 ayat (2) sehingga menjadi:
"Yang dimaksud dengan "keadaan tenentu" dnlam ketentunn ini adalahkeadaan yang dapai dijadikan alasan pembemtan pidana bagi pelakutindak pidana korupsi yaitu apabila iindak pidana tersebut dilakukanterhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaanbahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosialyang meluas. penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, danpengulangan iindak pidana korupsi".
Kedua, Pasal 5, 6, 7, 8, 9, 10, I I, dan 12 langsung disebutkan unsur-unsumya dalam ketentuan Pasal-Pasal bersangkutan, tidak lagi mengacu pada Pasal-Pasal dalam KLIHP. Selain disisipkan beberapa PasaHalam Pasal 12 menjadi Pasal 12A, 12B, dan 12C yang pada dasarnya mengenai (a) pidana penjara dan pidana denda sebagaimana dincaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal I 1 dan Pasal 12 tidak berlaku bagi tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp 5.000.000,00 (lima juta ruplah); (b) Bagi pelaku tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam ayat (I) dipidana dengan pidana penjarapaling lama 3 (tiga) taltun dan pidana denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta (c) sistem pembuktian mumi kbusus gratifikasi yang berkaitan dengan suap.
Ketiga, perluasan bukti petunjuk sebagaimana ketentuan Pasal 26A khusus untuk TPK yang rnemperoleh dari (a) alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan ittr, dan (b) dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapai dibaca, dan alau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau umpa bantuan suatu sarana, baik yang
Konmdcran huruf n dan b UU Nomor 20f2001 temang perubnhan UU Nomor 3111999 tcmang PRK
8.44
tertuang di atas kerias, benda fisik apapun sclain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda,angka, atau perfornsi yang memiliki makna.
Keempal, subtansi Pasal 37 Undang-undang No 31 Tahun 1999 dirubah pada frase "keterangan terscbut dipergunakun sebagai hal yang menguntungkan dirinya" menjadi "pembuktian tersebut digunakan olch pengadilan sebagai dasar untuk menyatakan baltwa terdakwa tidak terbukti". Kata "dapat" dalam Pasal 37 (4) Undang-undang No 31 Tahun 1999 juga diubah.
Kelima, Pasal 43A mentukan bahwa TPK yang terjadi sebelum Undang-undang No 31 Tahun 1999 diundangkan, diperiksa dan diputus berdasarkan Undang-Undang No 3 tahun 1971 dengan ketentuan maksitnum pidana penjara yang tnenguntungkan terdakwa diberlakukan keientuan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 Undang-Undang No 31 Tahun 1999. Ketentum pidana penjam minimum tidak berlaku bagi TPK yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-Undang 31 Tahun 1999.
Keenam, ada, ketentuan dalam Pasal 43B yang isinya menghapus dan menyatakan tidak berlaku Pasal 209, Pasal 210, Pasal 387, Pasal 388, Pasal 415, Pasal 416, Pasal 417, Pasal 418, Pasa1419, Pasal 420. Pasal 423, Pasal 425. dan Pasal 435 .ab Undang-KUHP pada saat berlakunya Undang-Undang No 20 Tahun 2001 ientang perubahan Undang-undang No 31 Tahun 1999 temang PTPK.N
D. KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENIBERANTASAN KORUPSI IWINAL 2003).
Konvensi mengenai pemeberamasan korupsi di bawah pengawasan PBB telah diadopsi dalam sidang ketujuh Panitia Ad-hoc negosiasi atas draft konvensi pada tanggal I Oktober 2003 yang lampau. Adopsi atas konvensi
8.45
tersebut merupakan bahan baru dalam pemberantasan korupsi secara Intemasional, dan juga merupakan perkembangan yang signifikan dalam penembangan studi hukum memerangi korupsi: dan saat ini korupsi sudah merupakan kejahatan transnasional, bukan lagi semaia masalah nasional msing-masing negara. Hal ini drtegaskan di dalam mukadimah Konvensi Wina 2003 yang berbunyi sebagai berikut: "Convinced also that the globalization of the world's economic has led to a situation where comiption is no longer a local maner but transnational phenomenom taht affects societies and economies, making imenational cooperation to prevent and control essential".
Salah satu tujuan utama Konvensi Wina 2003 adalah memperkual langkah-langkall pencegahan dan pemberantasan korupsi dengan lebih elisien dan efektif, sehingga memerlukan kerjasama antar Negara yang lebih erat karena dalam kenyaiaannya hasil korupsi dari negara ketiga sering ditempatkan dan diinvestasikan di Negara lain kerahasiaan bank yang bersifat konvesional. Sedangkan hasil kejahatan korupsi tersebut sangat diperlulcan oleh negara asal korupsi tersebut guna membangun kesejahteraan bangsanya. Atas dasar tujuan tersebut, pemerintali Indonesia telalt ikut aktif dalam sidang panitia adhoc tersebut, dan telah memasukkan saran-saran positif yang dimasukkan sebagai dokumen Panitia Adhoc negosiasi. Secara subtansial konmsi ini sangat berarti bagi Indonesia karean tiga hal, yaitu, pertama. sudah diakui dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undimg-Undang Nomor 20 Tahun 2001 buhwa korupsi merupakan pelanggaran hak ekonomi dan sosial rakyat Indonesia. olch karena itu jauh-jauh . pemerintah Indonsia sudah menantisipasi bahwa korupsi harus merupakan komitmen semua Negara, untuk bekertasama secara aktif dalam pencegahan dan pemberantasannya, dan hal itu tidak dapat dilakukan sendiri oleh masing-masing negara. Hal ini sangat dirasakan keperluannya dalam rangka penyelidikan dan penyidikan sarta penyitaan aset-aset hasil korupsi yang dibawa ke negara lain dan diinvestasikan dalam bebragai proyek pembangunan di negara tersebut serta bagaimana mengembalikan aset-aset tersebut sehingga kerugian keuangan negara dapat diatas. Hal kedua ialah, konvesni Wina 2003 ielah mengkriminalisasi setiap perbualan suap dalam transaksi bisnis intemasional seperti, "bribery of national public officials"; bribeiy of foreign public officials and ooficials of public international organizations"; "tmding in influence"; "embezzlement.
8.46
missappropriation or other diversiob of property by a public officiar "concealmen", "abuse of fiatction", encrinchmeni", "bribery in the private sector'; dan laimdering of procced of crime'. sena "obstnIction of justice". Benitiktolak dari ketentuan tersebut yang asing dalam sistem hukum Indonesia yang menatur tentang pemeberantasan korupsi maka konsep tentang "kerugian keuangan Negara"sebagai salah satu unsur tindak pidana korupsi dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, menjadi sangai penting untuk diteliti kembali dengan mempertimbangkan dimasukkan undur baru yang berifat konstitutif, ynitu kerugian masyarakai atas pihak ketiga. disamping unsur kerugian keuanagan negara. Kriminaslisasi perbuatan yang bersiDt tereela dalam aktivitas bisnis intemasional bertujuan untuk menecgah timbulnya persaingan usaha yang lidak schat iermasuk suap dan korupsi. Di dalam Konvesi Wina 2003 juga telah dimasukkan ketentuan baru menegai prosedur pengembalian aset-aset hasil korupsi yang disembunyikan (diinvestigasikan) di luar negeri. Hal ketiga yang mendorong keikutsenaan Indonesia dalam Konvensi Wina 2003 tersebut adalah, bahwa setiap negara pesena Konvensi uniuk mengajukan klaim aset-aset hasil korupsi telah memiliki dasar hukum intemasional yang kuat dalam rangka kerja bilateral maupun multilateral, yang memperkuat efektivitas pemberantasan korupsi di dalam negeri.
LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikui,
I) Berikan 2 alasan di bentuk dan diberlakukannya Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi . 3 Tahun 1971? 2) Sebutkan penimbangan di bentuk dan diberlakukannya Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi No 31 Tahun 1999?
Petunjuk Jawaban Latihan
1 ) Alasan di bentuk dan diberlakukannya Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi No 3 Taltun 1971 yakni Pertama. perbuatan-perbuatan korupsi sangat merugikan keuangan. perekonomian negara, dan menghambat pembangunan Nasional. Kedua, UU Nomor 24 Prp Tahun 1960 tentang
8.47
MODUL9
KB 1 : PENGANTAR TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
A. ISTILAH DAN PENGERTIAN PADA PENCUCIAN UANG DAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
B. OBJEK PENCUCIAN UANG
C. TUJUAN PENCUCIAN UANG
D. TAHAP-TAHAP PENCUCIAN UANG
1. Placement
2. Layering
3. Integration
E. BEBERAPA MODUS OPERANDI PENCUCIAN UANG
F. KETENTUAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
G. TINDAK PIDANA YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
KB 2 : DAMPAK KEJAHATAN PENCUCIAN UANG
A. PELAKU DAN DAMPAK KEJAHATAN PENCUCIAN UANG PADA UMUMNYA
Dampak Kejahatan Pencucian Uang terhadap masyarakat yaitu :
1. Memungkinkan penjual dan pengedar narkoba, penyelundup, dan penjahat lainnya untuk memperluas kegiatan operasinya; meningkatkan biaya penegakkan hukum untuk memberantasnya dan biaya perawatan serta pengobatan korban atau pecandu narkotik.
2. Mempunyai potensi merongrong keuangan masyarakat sebagai akibat sedemikian besarnya jumlah uang yang terlibat; Potensi korupsi meningkat bersamaan dengan peredaran jumlah uang haram yang besar.
3. Pelaku Pencucian Uang (PPU) Mengurangi pendapatan pemerintah dari pajak secara tidak langsung merugikan para pembayar pajak yang jujur dan mengurangi kesempatan kerja yang sah.
Dampak makro ekonomis adalah distribusi pendapatan; Kegiatan kejahatan mengalihkan pendapatan dari para penyimpan dana terbesar (high saver) kepada penyimpana dana terendah (law saver); dari investasi yang sehat pada investasi yang beresiko dan berkualitas rendah; Membuat pertumbuhan ekonomi terpengaruh. Misalnya, terdapat bukti bahwa dana yang berasal dari tax evasions di AS cenderung disalurkan pada investasi yang beresiko tinggi, tetapi memberikan hasil yang tinggi di sektor bisnis kecil.
Beberapa tax evasions terutama pada kecurangan (fraud), penggelapan (embezzelment), dan perdagangan saham melalui orang dalam (insider trading), berlangsung secara cepat dan merupakan bisnis yang menguntungkan disektor bisnis kecil.
PPU juga mempunyai dampak makro ekonomi yang tidak langsung (indirect macroeconomic effects); Transaksi yang ilegal dapat mencegah orang melakukan transaksi yang melibatkan pihak luar negeri meskipun legal telah kurang diminati akibat pengaruh pencucian uang.
Kepercayaan pada pasar dan pernanan efisiensi terhadap keuntungan telah terkikis oleh meluasnya perdagangan melalui orang dalam (insider trading), kecurangan (fraud), penggelapan (embezzelment).
Kebijakan-Kebijakan makro harus memainkan peranan dalam upaya anti PPU; Kebijakan dalam bidang pengawasan lalu lintas devisa (exchange control), pengawasan bank terhadap rambu-rambu kesehatan bank (prudential supervisor), pengalihan pajak (tax colection), pelaporan statistik (statistical reporting), dan perundang-undangan (legislation).
B. PEMERIKSAAN KEJAHATAN PENCUCIAN UANG BERDASARKAN UU PEMBERANTASAN TINDAK PENCUCIAN UANG DI INDONESIA
Harta Kekayaan yang berasal dari berbagai kejahatan atau tindak pidana pada umumnya tidak langsung dibelanjakan atau digunakan oleh pelaku kejahatan agar tidak mudah dilacak sumber memperolehnya; Biasanya terlebih dahulu mengupayakan agar masuk kedalam sistem keuangan (financial system) terutama pada sistem perbankan (banking system); Dengan cara demikian asal usul harta kekayaan diharapkan tidak dapat dilacak oleh para penegak hukum; Ini dikenal dengan Pencucian Uang (Money Laundring).
UU 15/2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang; TPPU ini dapat dicegah atau diberantas , antara lain, Kriminalisasi atas semua perbuatan dalam setiap tahap proses pencucian uang yang terdiri atas :
1. Penempatan (placement); upaya penempatan dana yang dihasilkan dari suatu kegiatan tindak pidana kedalam suatu sistem keuangan
2. Transfer (Layering); memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya melalui beberapa tahap transaksi keuangan dengan tujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul dana.
3. Menggunakan Harta Kekayaan (Integration); menggunakan harta kekayaan yang telah tampak sah, baik dinikmati, diinvestasikan ke berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan, dipergunakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang sah, ataupun untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana.
Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan TPPU dalam UU ini dibentuk Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang bertugas :
1. Mengumpulkan, Menyimpan, dan menganalisis serta mengevaluasi informasi yang diperoleh
2. Memantau catatan dalam buku daftar pengecualian yang dibuat oleh penyedia jasa keuangan
3. Membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan transaksi keuangan mencurigakan
4. Memberi nasehat dan bantuan kepada instansi yang berwenang tentang informasi yang diperoleh
5. Mengeluarkan pedoman dan publikasi kepada penyedia jasa keuangan tentang kewajibannya yang ditentukan dalam UU atau dengan peraturan perundang-undangan lain, dan membantu dalam mendeteksi perilaku nasabah yang mencurigakan
6. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang
7. Melaporkan dan menganalisa transaksi keuangan, terhadap transaksi keuangan yang berindikasi TPPU dilaporkan kepada penegak hukum yaitu kepolisian dan kejaksaan
8. Membuat dan memberi laporan mengenai hasil analisis transaksi keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden, DPR, dan lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap penyedia jasa keuangan.
UU 15/2002 : Mengatur kewenangan penyidik, Penuntut Umum atau Hakim sesuai dengan tingkat penanganan perkara untuk dapat meminta pemblokiran harta kekayaan kepada penyedia jasa keuangan; Mengatur mengenai penyidik, Penuntut Umum atau Hakim untuk meminta keterangan dari penyedia jasa keuangan mengenai harta kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK, tersangka dan terdakwa; Mengatur mengenai persidangan tanpa kehadiran terdakwa, dalam hal terdakwa telah dipanggil 3 kali secara sah sesuai dengan perundangan tidak hadir, maka Majelis Hakim dengan putusan sela dapat meneruskan pemeriksaan tanpa kehadiran terdakea.
Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan, UU 15/2002 (UU TPPU) yang dirasa belum memnuhi standar Internasional serta perkembangan peradilan TPPU disempurnakan dengan UU 25/2003 tentang perubahan UU 15/2002 (UU TPPU).
Perubahan dalam UU 25/2003 antara lain :
1. Cakupan pengertian penyedia Jasa Keuangan diperluas tidak hanya bagi setiap orang yang menyediakan jasa di bidang keuangan tetapi juga meliputi jasa lainnya yang terkait dengan keuangan.
2. Pengertian transaksi keuangan mencurigakan diperluas dengan mencantumkan transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
3. Pembatasan jumlah hasil tindak pidana sebesar Rp. 500.000.000,- atau lebih, atau nilai yang setara yang diperoleh dari tindak pidana dihapus
4. Cakupan tindak pidana asal (predicate crime) diperluas untuk mencegah berkembangnya tindak pidana yang menghasilkan harta kekayaan dimana pelaku tindak pidana berupaya menyembunyikan atau menyamarkan asal usul hasil tindak pidana namun perbuatan tersebut tidak dipidana.
Perundang-Undangan yang terkait yang mempidana Tindak Pidana Asal antara lain :
a. UU 5/1997 tentang Psikotropika; b. UU 22/1997 tentang Narkotika; c.UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor; d.UU 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
5. Jangka waktu penyampaian laporan transaksi keuangan mencurigakan dipersingkat, yang semula 14 hari kerja menjadi tidak lebih 3 hari kerja setelah penyedia jasa keuangan mengetahui adanya unsur transaksi keuangan mencurigakan. Hal ini dimaksudkan agar Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana dan pelaku tindak pidana pencucian uang dapat segera dilacak.
6. Penambahan ketentuan baru yang
C. PENCEGAHAN PENCUCIAN UANG
Untuk mencegah tindak pidana pencucian uang, maka bank dan lembaga keuangan wajib mengindentifikasi transaksi yang dianggap mencurigakan :
Pertama; Melakukan judgement atas dasar fakta-fakta yang kuat dan bukan sekedar tidak adanya suatu informasi nasabah dan transaksi yang dilakukannya serta pelatihan dan pengalaman dari karyawan/pejabat bank dan perusahaan jasa lain.
Kedua; Sesuai UU 15/2002 jo UU 25/2003; Transaksi Keuangan Mencurigakan adalah transaksi yang menyimpang dari profil dan karakteristik serta kebiasaan pola transaksi dari nasabah, termasuk transaksi keuangan oleh nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh bank dan perusahaan jasa keuangan lainnya.
Ketiga; Menganalisa suatu Transaksi :
1. Apakah jumlah nominal dan frekuensi transaksi konsisten dengan kegiatan normal yang selama ini dilakukan oleh nasabah.
2. Apakah transaksi yang dilakukan wajar dan sesuai dengan kegiatan usaha, aktivitas, dan kebutuhan nasabah
3. Apakah pola transaksi yang dilakukan oleh nasabah tidak menyimpang dari pola transaksi untuk nasabah sejenis.
Berbagai modus operandi pencucian uang; dibelikan property, tanah, dan transfer uang antar bank di satu negara dengan negara lain.
Yang menentukan keberhasilan pemberantasan pencucian uang adalah peraturan perundang-undangan dan tingkat partisipasi masyarakat / pengelola lembaga jasa keuangan, baik bank maupun non bank.
D. DAMPAK KEJAHATAN PENCUCIAN UANG
Beberapa dampak kejahatan pencucian uang terhadap masyarakat :
1. Memnungkinkan penjual dan pengedar narkoba, penyelundup, dan penjahat lainnya untuk memperluas kegiatan operasinya; meningkatkan biaya penegakkan hukum untuk memberantasnya dan biaya perawatan serta pengobatan korban atau pecandu narkotik.
2. Mempunyai potensi merongrong keuangan masyarakat sebagai akibat sedemikian besarnya jumlah uang yang terlibat; Potensi korupsi meningkat bersamaan dengan peredaran jumlah uang haram yang besar.
3. Mengurangi pendapatan pemerintah dari pajak secara tidak langsung merugikan para pembayar pajak yang jujur dan mengurangi kesempatan kerja yang sah.
Dampak makro ekonomis adalah distribusi pendapatan; Kegiatan kejahatan mengalihkan pendapatan dari para penyimpan dana terbesar (high saver) kepada penyimpana dana terendah (law saver); dari investasi yang sehat pada investasi yang beresiko dan berkualitas rendah; Membuat pertumbuhan ekonomi terpengaruh.
Pencucian Uang juga mempunyai dampak makro ekonomi yang tidak langsung (indirect macroeconomic effects); Transaksi yang ilegal dapat mencegah orang melakukan transaksi yang melibatkan pihak luar negeri meskipun legal telah kurang diminati akibat pengaruh pencucian uang.
MODUL9
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANGKB 1 : PENGANTAR TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
A. ISTILAH DAN PENGERTIAN l'ADA PENCUCIAN UANG DAN TINDAK PIDANA PENCUCUN UANG
Pencucian uang adalah suatu proses atau perbuatan yang benujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang aiau harta kekayaan yang diperolch dari hasil tindak pidana yang kemudian diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olalt berasal dari kegiatan yang salt. Sesuai dengan Pasal 2 UU Nomor 15 Tahun 2002, tindak pidana yang menjadi pemicu penctician uang meliputi korupsi, penyuapan, penyclundupan tenaga keda, penyelundupan barang: penyelundupan migran: perbankan; narkolika; psikotropika: perdagangan budak: wanita, anak; perdagangan senjata gelap: terorisme: penculikan; pencurian: paggelapan: penipuan. Kegiatan pencucian uung mempunyai dampak yang sedus. baik terhadap stabilitas dan sistem keuangan maupun perckonomian secara keseluruahn. TPPU merupakan tindak pidana multidimensi dan bersifat transnasional yang sering kali melibatkan jumlah uang yang cukup besar. Istilah pencucian uang berasal dari bahas Inggris, yakni "Money Laundering, Apa artinya memang tidak ada definisi yang universal karena, baik ncgara-negara maju maupun negara-negara dari dunia ketiga masing-masing mempunyai definisi sendiri-sendiri benlasarkan priorhas dan pospektif yang berbeda. Namun, para ahli hukum di Indonesia telah sepakat mengartikan money Launderingdengan pencucian uang. Pengcrtian Pencucian uang (money latoulering) telah banyak dikemukakan oleh para ahli hokum. Menurut Welling, money Laundering adalah
"Money laundering is the process by which one conceals the thstence, itlttgttl source, or itkgttt application of income, and then disguises that :ttttt:t:gttttttttkttttttppttttttttgtttttttttt"
onl the Unlid Suks
9.2
"Money laundering is quite simply the process through which "dirty" money as procceds of crime is washed through "ciettn" or kgitinutte sources and entetprises so that the"bad guys» may more safely enjoy their iffigotten gains".
Pamela H. Bucy dalam bukunya berjudul White Collar Crime:Cases and Maierials, definisi money Mundering diberikan pengertian sebapi berikut3:
"Money latutdering is the comealment of the eistence, nantre of illegal source of fiuul in such a manner that the funds appear legitimate if discovered."
Kcmudian, menurui Chaikin juga memberikan definisi money Munderingsebagai berikut4:
"The process by tvhich on conceals or disguisses that true nature, source, disparition, movent, o, ownwershp, ofmoney for whatever reason."
Demikian juga dengan Department of Justice Kanada mengemukakan bahwa:
"Money Mundering is the conversion tmnsfer of property, knowing that such properly is devided from cdminal activity, for the purpose sf concealling the illisi nature and origin of theproperty from govennent authorities."
Dalam Sratemenr on Prevention of Criminal Use of the Banking System for the Purpose of Money laundering yang dikeluarkan pada bulan Desember 1988, Basle Commine tidak memberikan definisi mengenai apa yang dimaksudkan dengan money Mundering, tetapi mcnjelaskan mengenai
9.3
apa yang dimaksud dengan money laundering itu dengan memberikan
bebempa contoh kegiatart yang tergolong kegiatan-kegiatan yang dimaksud
money laundering. Da. hatemennya telah disebutkan bahwa,
"Criminal and their associates use the fMancial system make payment
and transfer of funds from one account to another, to hide the sources of
beneficial ownership of money and to provide storage for bank-notes
through a ssfi:fs»iliN This activities of conunonly reffered as
money laundering."
Demikian juga dengan yang dikemukakan dalam Black, Law
Dictionaty,money ittunderMg diarlikan sebagaiberikut6:
"Tenn used todescribe investmeto or other Inmsfer of money flowing
from racketeering, dnig tnmsaction, and other sources into te
channels so that . original source cannot be traced"
Dari beberapa definisi penjelasan mengenai pencucian uang dapat
disimpulkan bahwa pencucian uang adalah kegiamn-kegiatan yang
merupakan prose yang dilakukan oleh seseorang atau organisai kejahatan
terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari tindak kejahatan, dengan
maksud menyembunyikan asal-usul uang tersebut dad pemerintah atau
Moritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak kejahatan
dengan cara terutama memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan
(IinanciaI systen0 schingga apabila uang tersebto kentudian dikeluarkan datti
sistem keuangan itu, maka keuangan itu telah berubah menjadi uang yang
sah.
Pengertian peneucian uang yang termuat dalam The United Nation
Convention Against Illicit Trafic M Narcotics, Drugs, and Psycotropic
Subtances of 1988 (Konvesi PBB) disahkan Pada ianggal 19 Desember 1988
di Vienna, yang kemudian diratifikasi Indonesia dengan UU Nomor 7/1997
5Rolmt C. Elltos th.11Cumw Cmai itank, Vot W.bi6gtoo:
Nloon, Fund. hInt. 327
61k, Compk11131.. Bkrnk, Lm, Si. St. Puttl Mion: Wem Publ,hing Co, 1991.
Ithn 61
382/435 Ei
9.4
pada tanggal 31 Desember 1997. Secara lengkap pengertian money laundering tersebut adalah:
"The conrention or tmnsfer of properly, knowing that such properly derived from any serious (indictahle) offence or offences, or from act of parlicipation such offence or offences, for the pumase of concealing or disguising the illicit of the properly or of assisting any person who is involved the conunission of such an offence or offences evade the legal consequences of his action, or The concealment or disguise of the tme nature, source, iocation, disposition, morement, rights with respect to, or ownership of properiy, knowing that such properly is derived from a serious (indictable) offence or offences or from an act of parlicipation in such an offence or offences."
Secara umum. money lawdering mcrupakan metode untuk menyembunyikan, memindahkan, dan menggunakan hasil dari suatu tindak pidana, kegiatan organisasi tindak pidana, tindak pidana ekonomi, korupsi, perdagangan narkotika dan kegiatan-kegiatan lainnya yang merupakan aktivilas tindak pidana. Melihat pada dermisi di atas, maka money laundering atau pencucian uang pada intinya melibatkan aset (pendapatanikekayaan) yang disamarkan sehingsa dapat digunakan tanpa terdeteksi bahwa aset tersebut berasal dari kegiatan yang ilegal. Melalui money laundering pendapatan atau kekayaan yang berusal dari kegialan yang melawan hukum diubah menjadi aset keuangan yang seolah-olah berasal dari sumber yang sah/legal.
B. OBJEK PENCUCIAN UANG
Menurut Sarah N. Welling7, money laundering dengan adanya "uang haram- atau "uang kotor" (dirty money). Uang dapat menjadi kotor dengan dua cara, periama, melalui pengelakan pajak (tar evasion), yang dimaksud dengan pengelakan pajak ialah memperoleh uang secara ilegal, tetapi jumlah yang dilaporkan kepada pemerintah untuk keperluan penghitungan pajak lebih sedikit dari yang sebenamya diperoleh. Kedua,
9.5
memperoleh uang d. cara.cara yang melanggar hukum. Teknik-teknik yang biasa dilakukan untuk hal itu, antara lain penjualan obat-obatan terlarang atau perdagangan narkoba secara gelap (drug sales arau dmg trafficking), penjualan gelap (illega( gambling), penyuapan (bribety), terorisme (rermrism), pelacuran (prostinnion), perdagangan senjata (arms trafficking), penyelundupan minuman keras, tembakau dun pornograli (snurggling of contraband aleo(.ol, fONICCO, pornogurphy). pcnyelundupan imigmn gelap (illegal immigration mckers aumpeople smuggling). dan kcjahatan kerah putih (whire co(lar crime).8 Praktik-praktik money laundering memang mula-mula dilakukan hanya terhadap uang yang diperoleh d. lalu limas perdagangan narkotik dan obat-obatan sejenis itu Cnarkoba) atau yang dikenal sebagai illegal drug rmfficking. Namun kemudian. moncy laundering dilakukan pula terhadap uang-uang yang diperoleh dgh sumberiumber kejahatan lain seperti yang dikemukakan diams. Sebenamya, sumber pengumpulan uang haram secara internasional yang berasal d. drug trafficking bukanlah yang utama. Porsi utama dari uang haram itu berasal dari tax evasion, flight capital, termasuk flight capitaimas uang yang disediakan olch negara maju (developed contries) bagi negara berkembang (developing countries) dalam bentuk keuangan ((tnancial aid). yang tidak dibelanjakan atau diinvestasikan di negara yang bersanglcutan, tetapi kemudian kembali pada negara-negara tersebut sebagai illegal exixwed capiral. Uang inilah yang scring ditempatkan di bank luar negri yang justru telah memherikan kredit tersebut.9
C. TUJUAN PENCUCIAN UANG
Mengapa uang yang berasal dari organisasi kejahatan yang melakukan kegiatan usahanya dahn perdagangan narkotik perlu Kongms Amerika Serikat pada waktu membicarakan UU money laundering mengemukakan sebagai berikut
memperoleh uang d. cara.cara yang melanggar hukum. Teknik-teknik yang biasa dilakukan untuk hal itu, antara lain penjualan obat-obatan terlarang atau perdagangan narkoba secara gelap (drug sales arau dmg trafficking), penjualan gelap (illega( gambling), penyuapan (bribety), terorisme (rermrism), pelacuran (prostinnion), perdagangan senjata (arms trafficking), penyelundupan minuman keras, tembakau dun pornograli (snurggling of contraband aleo(.ol, fONICCO, pornogurphy). pcnyelundupan imigmn gelap (illegal immigration mckers aumpeople smuggling). dan kcjahatan kerah putih (whire co(lar crime).8 Praktik-praktik money laundering memang mula-mula dilakukan hanya terhadap uang yang diperoleh d. lalu limas perdagangan narkotik dan obat-obatan sejenis itu Cnarkoba) atau yang dikenal sebagai illegal drug rmfficking. Namun kemudian. moncy laundering dilakukan pula terhadap uang-uang yang diperoleh dgh sumberiumber kejahatan lain seperti yang dikemukakan diams. Sebenamya, sumber pengumpulan uang haram secara internasional yang berasal d. drug trafficking bukanlah yang utama. Porsi utama dari uang haram itu berasal dari tax evasion, flight capital, termasuk flight capitaimas uang yang disediakan olch negara maju (developed contries) bagi negara berkembang (developing countries) dalam bentuk keuangan ((tnancial aid). yang tidak dibelanjakan atau diinvestasikan di negara yang bersanglcutan, tetapi kemudian kembali pada negara-negara tersebut sebagai illegal exixwed capiral. Uang inilah yang scring ditempatkan di bank luar negri yang justru telah memherikan kredit tersebut.9
C. TUJUAN PENCUCIAN UANG
Mengapa uang yang berasal dari organisasi kejahatan yang melakukan kegiatan usahanya dahn perdagangan narkotik perlu Kongms Amerika Serikat pada waktu membicarakan UU money laundering mengemukakan sebagai berikut
9.6
"1n twiral drug organization, the proreed generated by the drug traffirkers are almost entirely in the fonn of cash. The t>pical denomination of currency street cimulation is a twenty dollar
As the pmfits for street sales move the ladder of the trafficking orgaization fmm the street seller to wholesaler the ittsporter-these rwent, dollars so compled and covered whh dirt and dmg residue taht they often jam the counting machines, are bmdled together collected in warehouse, Regulary, the volume becomes so large that it is count it. Handling this volume of cash is often a more serious logistical pmblem for the oufficker than handling of the drugs themselms (one hundred dollars twenty.dollar bills weights about 26 million pound).10
Untuk mengetahui mengapa penjahat atau organisasi kejahatan perlu melakukan pencucian uang, maka John C. Keeney. As,sistant Attorney General, Criminal division, United States d,artement of justke , menjelaskan sebagai berikut: I I
"1f the money can be gotten into the bank or other financial .titusion, it can be witrd to any place in the world in a matter of seconds, coverted to any other currency, and used to pay e,enses and ret,Mize the corno bussines, The problem for the drug trafficker, aims merchant or tax evader then, is how to get his monet into a fonn which it can be moved and used most efficiently without creating a paper that lead law enforcement authorities to the illegal bussines. The process of doing that is what we money laundering. There atr many ways which it is done,"
Pencucian uang hanya diperlukan dalam hal uang yang tersangkut tersebut jumlahnya besar, karena bila jumlahnya kccil. uang itu dapat discrap kedalam peredaran secara tidak kentara. Uang itu harus dikonversi menjadi uang salt sebelutn uang itu dapat diinvesiasikan atau dibclanjakan, yaitu dengan cara yang disebut "pencucian"(laundering).
9.7
D. TAHAP-TAHAP DAN PROSES PENCUCIAN UANG
Secara umum lerdapat beberapa tahap dalam melakukan u.a peneucian uang, yaitu:12
1. Placement Talutp ini merupakan .ap pertama, yaitu pemilik uang tersebut mendepositokan uang haram tersebut kedalam sistem keuangan Ontmcial system). Kmena uang itu sudah masuk kedalam sistem keuangan negara yang bersangkutan. Oleh karena uang yang telah ditempatkan disuatu bank itu selanjutnya dapat lagi dipindahkan ke bank lain, baik di ne, tersebut maupun di negara lain. maka uang tersebut bukan saja telah masuk ke sistem keuangan negara yang bersangku., tetapi juga telah masuk ke dalam sistem keuangan global atau imemasional Jadi, Plucement adalalt upaya rnenempatkan dana yang dihasilkan suatu kegiatan tindak pidana ke dalam sistem keuangan. Bentuk kegiatan ini antara lain sebagai berikut: a. Menempatkan dana pada bank. Kadang-kadang kegiatan ini diikuti dengan pengajuan Icreditipembiayann. b. Menyetor uang pada bank atau perusahaan jasa keuangan lain sebagai pembayaran kredit untuk mengaburkan audit trad. c. Menyelundupkan uang tunai dari suatu negara ke negara lain. d. Membiayai suatu usaha yang seolah-olah sah atau terkait dengan usahn yang sah berupa kredit/pembiayaan sehingga mengubah kas menjadi kir„dit/pembiayaan. e. Membeli barang-barang berharga yang bernilai tinggi untuk keperluan pribadi, membelikan hadiah yang nilainya mahal sebagai penghargaanffladiah kepada pihak lain yang pembayarannya dilakukan mehlui bank atau ,sahaan jasa keuangan lain.
Dengan "placement" dimaksudkan the physical disposal of cash proceeds derked from illegal activity. Dengan perkataan lain, fase pertama dari proses pencucian uang haram ini ialah memindIthkan uang haram . sumber asal uang bu diperoleh un. menghindarkan jejaknya. Atau secam lebih sederhana agar sumber uang tersebut tidak diketahui oleh pihak
9.8
penegak hukum. Metode yang paling penting dari placement ini adalah apa yang disebut sebagai smurfing. Melalui smurfing ini, keharusan uniuk melaporkan transaksi uang tunai sesuai peranuran perundang-undangan yang berlaku dapat dihindari.
2 Layering La,ring adalah memisahkan hasil tindanc pidana dari sumbemya yaitu tindak pidananya melalui beberapa tahap transaksi keuangan untuk menyernbunyikan atau menyamarkan asal usul dana. Dalam kegiatan ini terdapat proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil placement ke tempat lain melalui serangkaian transaksi yang kompleksan didesain un1uk menyamarkan dan menghilangkan jejak sumber dana tersebut. Bentuk kegiatan ini antara laini a. Transfer dana dari sam bank ke bank lain dan/atau antanvilayahlNegara. b. Penggunaan simpanan tunai sebagai agunan untuk mendukung Imnsaksi yang san. c. Memindahkan uang tunai lintan batas negana melalui jafingan kegiatan usaha yang sah maupun shell com, y.
Jadi, dalam layering, pckerjaan dari pihak pcncuci uang (launderer) belum berakhir dengan ditempatkannya uang tersebut ke dalam sislem kcuangan dengan melakukan placement seperti diterangkan diatas. Jumbh uang haram yang sangat besar, yang ditempatkan disuatu bank, tetapi tidak dapat dijelankan asal-usulnya itu akan sangat menarik perhatian otoritas moneter Negara yang bersangkutan, yang pada gilirannya akan rnenarik perhatian para penegak hukum. Oleh karena itu, setelan dilakukan placemen, uang tersebut perlu dipindahkan dari suatu bank ke bank yang lain, dan dari negara yang satu ke negara yang lain sampai beberapa kali, yang sering kali pelaksanaannya dilakukan dengan cara memecah-mecaltkan jumlahnya sehingga dengan pemecahan dan pemindahan beberapa kali itu asal-usul uang tersebut tidak mungMn lagi dapat dilacak oleh otoritas moneter atau oleh para penegak hukum. Sering kali, nasabah penyimpan dana yangtercatat di bank justru bukan pemilik yang sesungguhnya dari uang tersebut. Nasabalt penyimpan dana tersebut mungkin sudah merupakan lapis yang kesekian apabila diurut dad
9.9
scjak pangkalnya. yaitu pemilik s.ungguhnya . uang yang ditempatkan Dari urutan mereka yang dilalui olch pcmilik yang sesunggubnya dari uang itu sampai kepada lapis yang icralchir yaitu nasabalt penyimpan dana yang secara resmi tercatat di bank tersebut, maka pemakaian lapisan-lapisan yang dcmikian itu dapat pula disebut layering.
Dengan layering dimaksudkan "separaring proceeds from their smure by creating co,le la,rs of financial transactions designed disguise the audit trail and provide ano~". Hubungan amara pkeement dan layering adalah jclas. Sctiap pmsedurpiacemenr yang berani merubah lokasi fisik atau sifat haram uan itu adalah juga salah satu bentuk layering. Strategi layering pada umumnya meliputi antara lain; dengan mengubah uang iunai menjadi aset fisik, seperti kendaman bermotor, barang-barang perhia.san dari emas atau batu.batuan pennata yang mahal atau real estate atauinstrumen keuangan seperli money orders, cashiers cheques or securities and multsple electmnic tmnsfers of fiendt to so calle d bank secretaty havens, such ns Switzerland or the Cayman Island."
3. Integration Intcgration adalah upaya mcnggunakan harta kckayaan yang tclah tampak sah, baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan kedalam berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan, dipergunakan untuk membiayai kcgiatan bisnis yang salt. ataupun untuk membiayai kembali kegiatan iindak pidana. Dalam melakukan pencucian uang, pelaku tidak terlalu mcmpertimbangkan hasil yang akan dipemleh dan besamya biaya yang harus dikeluarkan, karena tujuan utamanya adalah untuk menyamarkan atau menghilangkan asal-usul uang schingga hasil akhimya dapat dinikmati atau digunakan secara aman. K.iga kegiatan diatas dapat terjadi secara temisah atau simultan, namun umumnya dilakukan secara tumpang-tindih. Modus opemndi pencucian uang waktu kewaktu semakin kompleks dengan menggunalcan teknologi . rekayasa keuangan yang cultup rumit. Hal itu tajadi baik iahap placement, layering, maupun Mtegration, schingga penanganannya pun menjadi semakin sulit dan membutultkan penigka. kemampuan (captscity building) secam sistematis dan berkesinambungan. Pcmilihan modus openindi pencucian uang tergantung dari kebutuhan pelaku tindak pidana.
9.10
ladi dalam imegration, begitu uang iersebui telah berhasil diupayakan proses peneuciannya melalui cara layering, maka tahap selanjutnya adalah menggunakan uang yang iclah menjadi .nang halal" (dean money) untuk kegiatan bisnis atau kegiatan operasi kejahatan dari penjahat atau organisasi kejahatan yang mengendalikan uang tersebut. Dengan integratiort dimaksudkan "the provision of apparent legitimacy to criminalit• derived wealth ij the layering process has succeeded, integration schemes place the laundered proceeds back into the economy in such a way taltt the re-enter the firtancial system appearMg to be a notmal business funds." Dengan perkataan lain si penjahat harus mengintegrasikan dana dengan cara legitimasi ke dalam proses ekonomi yang normal. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyampaikan laporan palsu yang menyangkut pinjaman uang, juga melalui "invoices arul Mcome of shell cotporations, or more simply through an dectronic unnsfer of the funds from a bank secreq haven back to the money, countty of origin." Kesemua pelbuatan dalam proses pencucian uang haram ini memungkinkan para raja uang haram ini menggunakan dana yang begitu besar itu dalam rangka mempertahankan ruang lingkup kejahatan mereka atau terus menerus berproses dalam dunia kejahatan yang terutama menyangkut narkotik. Untuk menghadapi cara-cara yang digunakan para penjahat ini dengan para pembaniu mereka melalui berbagai unnsaksi yang tidak jelas dalam rangka menghalalkan uang mercka dalam jurnlah besar, maka ada 3 (tiga) permasalahan yang harus ditangani jika ingin menggagalkan praktik kotor pencucian uang haram. Yang pertama ialah kerahasiaan bank, kerahasiaan financial secara pribadi, dan efisiensi transaksi.
Beberapa instmmen intemational yang erat kaitannya dengan pengaturan mengenai money laundering13: a. United Natiorts Convention Against 111icit Trafic Narcmtics, Drugs, and Psycotropic (Desember 20, 1988), b. Council of Europe Convention on Laundring , Search, Seizure,and Cortfiscation of the Proceeds from Crime (No.8, 1990); dan c. Eumpean Communities Directive ort Prevention of the Use Financial System for the Purpose of Money Laundedng (lune 10, 1991).
9.11
Sedangkan proses pencucian uang menurut Anwar Nasution ada 4rempat) faktor dalam proses pencucian uang. Penama, baik Merahasiakan pemilik dan sumber uang hasil kejahaun itu. Kedua, Mengubalt bentuknya sehingga mudah dibawa kemana-mana.Ketiga. Merahasiakan proses pencucian uang itu sehingga menyullikan pelacalcanya oleh petugas hukum. keenama, Memudalikan pengawasan uang tersebut oleh pemilik kekayaan yang sebenamya.14 Proses pencucian uang dilakukan melalui 4 (empat) pro.. Penama. disebut immersion atau membenamkan uang haram sehingga tidak tampak dari permukaan. Dalam proses ini uang hasil kejahatan ditempatkan dan dikonsolidasikan dalam bentuk dan tempat yang sulii olch sistem pengawasan hukum. Karena menggunalcan sistem pembayaran yang sah. proses pembenan. uang yang sah dilakukan melalui rekening koran. wesel pos. surat berharga atas unjuk, ataupun instnimen keuangan lainnya yang mudah dikonversi ke dalam bentuk uang tunai dan tabungan pada sisiem perbankan. Instrumen lain yang sering digunakan menutupi pemilik atau sumber uang haram adalah penggunaaan transaksi kegiatan yang memang .it dilacak dan dipajaki. Kesukaran itu mengkin bersumber dari sifat transaksidaripada kegiatan tersebut yang tidak memerlukan identitas, baik pembeli maupun penjual komuditi yang diperjualbelikan. Berapa besamya volume ataupun nilai tmnsalcsi sulit ditaksir karena transaksi bersifat cash and cany ataupun karena tidak ada standar harga yang baku. Pelacakan semakin sulit dilakukan jika transaksi lebih banyak menggunakan uang iunai. Kegiatan transaksi uang secara tunai tersebui, antara lain, seperti. perelagangan ecera. Termasuk di dalamnya seperti restoran, bar, dan klub malam. persewaan alat-alat hiburan alaupun perjudian, serta pelacuran yang dilegalisasi. Perdagangan batu mulia sena permata, barang antik, uang, ataupun prangko tua, yang tidak memilik standar harga yang baku juga termasuk kelompok ini. lika sistem perbankan tidak dapat dipercaya, masyaralcat kembali pada simem tradisional. Erosi kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan terjadi karena kegoncangan sistem politik .ial ataupun karena adanya sistem devisa yang dikontrol keta oleh pcmerintah. Dalam sistem tradisional baik uang maupun barang berharga dijual ataupun diagunkan oleh
9.12
pemiliknya kepada pedagang emas ataupun valum asing di suatu tempat ataupun negara Pada gilirannya pedagang tersebut memberikan surat bukti penyimpanan, baik uang maupun barang berharga itu. Surai bukti tersebui dapat divangkan ketnbali oleh pemegangnya pada jaringan yang dimiliki oleh pedagang emas dan valuta asing. Biaya iranskasi yang dipungut oleh jaringan pedagang sepeni itu lebih mahal daripada biaya yang dipungut oleh sistem perbanka. Sistem seperti ini disebut uang terbang. Pada tahap kedua. uang haram yang telah dibenamkan dibawah permukaan air tersebut diberi sabun dan diacalc. Proses penyebunan dan pengaeakan dilakukan, baik dengan memanfaatkan Undang-Undang Kemhasia•n Bank maupun cclah peluang hukum, sistem politik yang busuk, kelemahan administrasi seria sistem penlbayaraan ataupin sistem perbankan yang ada di berbagai neara. Dengan demikian, jwanan , ahli hukum sena pengacara, konsultan, dart akuntan sangat menonjol dalam proses tersebut Disamping itu, uang haram dipindah-pindahkan dari satu rekening ke rekening lain, baik di dalam negeri maupun melalui Imsaksi antamegara. Tujuan transaksi tersebul adalah umuk semakin menutup identitas pemilik yang sebenarnya amupun sumber uang haram tersebut. Untuk melayani transaksi semacam itu, pernilik uang haram membentuk prasarana jaringan transaksi internasional yang sangat komplelcs. Prasarananya berupa ,sahaan gadungan yang sengaja dibentuk dan beroperasi di mancanegara, apakah dimiliki oleh pernilik uang haram ataupun cukup dapat dikontrol olchnya. Prasarana tersebut termasuk jaringan pedagang cmas dnn valuta asing pada sistem uang terbang. Transaksi juga dapat dilakulcan melalui rekening perwalian, baik milik pengacara, akuntan, maupun klien ,ilik uang haram. Tahap ketiga, proses pencucian uang haram sebagai proses pengeringan atau repatriasi dan integraqi. Pada tahap ini uang haram telah dicuci bersih dimasuldan kerobali ke dalam siriculasi dalam bentuk yang menurut aturan hukum, telah berubah menjadi legal dan sudah me.ayar kewajiban pajak. Kompleksitas tiap tahap proses pencucian uang dan besar kecilnya jamgan prasarana yang diperlukan uniuk mendukung bergantung pada volume uang haram yang akan diputihkan. Sebagai comoh, uang haram jumlah besar hasil kejahatan kelompok gangster Al Capone, diputihkan oleh Mayer Lansky, baik melalui perjudian legal maupun offshore banking. Untuk keperluan tersebut, kelompok Al Capone mengembangkan pusat peljudian, pelacuran, serta bisnis hiburan di Las Vegas dan Navada, dun negara bagian
9.13
yang melegalisasi bisnis sepeni itu. Dalam sekcjab mata Mayaer Lansky membuat Havana (Pada masa Pemerituahan Presiden Fugencio Batista) menjadi pusat perjudian. hiburan, dan offshore banking. Tujuan utatna offlhore banking adalah untuk jadi pelabuhan tempat transit uang haram. Setelah Cubn jatuh ke tangan rezim komunis di bawah Presiden Fidel Castro, Meyer Lansky pindah ke Bahama yang dikembangkan sebagai pusat perjudian dan hiburan serta offshore banking baru. Dewasa ini pusat-pusat offshore banking ielah menjalar luas ke berbagai negara miskin lainnya. Pada awalnya negara tempat penyimpanan uang haram adalahSwiss. Luxembourg, Lictenstein. Hongkong, dan Singapura. Daftar ini semakin beriambah dengan masuknya Panama. Atiile Belanda, dan Cayman Islands yang sekarang nyatanya paling disukai oleh bank-bank. baik swasta maupun BUMN. Selain menawarkan bebas pajak, negara miskin tidak memilik infrastruktur yang memadai untuk mengawasi bank alaupun transkasi keuangan masyarakat sehingga merupakan tempat yang sangat idel bagi kegiatan pemutihan uang.
E. BEBERAPA MODUS OPERANDI PENCUCIAN UANG
Dalam melaksanakan pencucian uang, modus operandi yang biasa dilakukan dengan beberapa cara
1. NIeland kerja sama modal Uang hasil kcjahatan soeara iunai dibawa ke luar ncgeri. Uang tersebut masuk kembali dalam bentuk kerjasama modal (.1aint Venture Project). Keuntungan inventasi tersebut harus diinvestasikan lagi dalam berbagai usaha lain. Keuntungan usaha lain ini dinikmaii sebagai uang yang sudah bersih karena tampaknya diolah secara legal, bahlcan dikenakan pajak.
2. NIelalui agunan kredit Uang iunai diselundupkan ke luar negeri, lalu disimpan di bank negara tertentu yang prosedur perbankannya termasuk lunak. Dari bank tersebut ditransfer ke Bank Swiss dalam bentuk deposito. Kemudian dilakukanperninjaman ke suatu bank di Eropa dengan jaminan deposito tersebut. Uang hasil kredit diumamkan kentbali ke asal uang haram tadi.
9.14
3. Mdalui perjalanan luar negeri Uang tunai ditransfer ke luar negeri melalui bank asing yang berada di negaranya. Lalu uang tersebut dicairkan kembali dan dibawa kembah ke negara asalnya olch orang tenentu. Scolah-olah uang tersebut berasal dari luar negeri.
4. Melalui penyamaran usaha dalam negeri Dengan usalia tersebut maka didirikanlah perusahaan samaran. tidak dipermasalahkan apalcah uang tersebut berhasil atau tidak, tetapi kesannya uang tersebut telah menghasilkan uang bersih.
5. Mdalui penyamaran perjudian Dengan uang tersebut didirikan usaha perjudian. Tidak menjadi masalah apakah menang atau kalah. Akan tetapi akan dibuto kesan menang. seltingga ada alasan asal usul uang tersebut. Seandainya di Indonesia imnih ada atau sejenisnya yang lain, kepada pemilik uang haram dapat ditawarkan nomor menang dengan harga yang lebih mahal. Dengan delniklan uang tersebut memberikan kesan kepada yang bersangkutan sebagai hasil kemenangan kegiatan perjudian tersebut.
6. Melalul penyamaran dokumen Uang tersebut secara tisik tidak kemana-mana, tetapi keberadaannya didukung olch berbagai dokumen palsu atau yang diadukan, sepeni membuat double invoice dalam jual bcli dan eks, impor, agar ada kesan uang tersebut sebagai hasil kegiatan luar negeri.
7. klelalul pinjaman luar neged Uang tunai dibawa ke luar negeri dengan berbagai cara, lalu uang tersebut dimasukkan kembali sebagai pinjaman luar negeri. Hal ini seakan-akan memberi kesan bahwa pelaku memperoleh bantuan kredit luar negeri.
8. Melalui rekayasa pinjaman luar negeri Uang secara fisik tidak kemana-mana, letapi kemudian dibuat suatu dokumen seakan-alcan ada bannian atau pinjaman luar negeri. ladi pada kasus
9.15
ini sama sckali tidak ada pihak pernberian pinjaman. yang ada hanya dokumen pinjaman yang kemungkinan besar adalah dokumen palsu.16
Berdasmkan UU No. 15 taltun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan UU No. 25 Tahun 2003, kegiatan pencucian uang adalah suatu proses atau perbuatan yang benujuan untuk mcnyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana yang kanudian diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olalt berasal dari kegiataan yang sah, Seeam umum, pro. pencucian uang terdiri dari tiga tahap, yaitu: I. Tahap Plammeni yaitu upaya penempaian dana yang dihasilkan dari suatu kegiatan iindak pidana ke dalam suatu sistem keuangan.
2. Tahap Layering yaitu memisahkan hasil tindakan pidana dari sumbemya melalui beberapa tahap transaksi kcuangan dengan tujuan untuk menyembunyikan ataupun menyamarkan asal-usul dma.
3. Tahap Integration yaitu upaya menggunakan harta kekayaan yang telah tampak sah, baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai bentuk kekayaaan tnaterial maupun keuangan, dipergunakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang mh, ataupun untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana.
Penjelasan umum UU. No. 8 tahun 2010 antara lain menerangkan bahwa penanganan tindak pidana Pencucian Uang di Indonesia yang dimulai sejak disalikannya UU No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 temang Tindak Pidana Pencucian Uang, telah menunjukkan arah yang positif. Hal nu tercermin . meninglmtnya kmadaran pelaksanaan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, sepeni penyedia jam keuangan
9.16
dalam melak.nakan kewajiban pelaporan, Lembaga Pengawas dan Pengatur dalam pembuatan peraturan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam kegiatan analisis hingga penjatuhan .nksi pidana danthtau administratif. I 7 Upaya yang dilaku. tersebut dirasakan belum optimal, antara lain karena peraturan perundang-undangan yang ada temyata masih memberikan ruang timbulnya penafsiran yang berbeda-beda, adanya celah hukum, kurang tepathya pemberian sanksi. belum dimanfaatkannya pergeseran beban pembuktian, keterbatasan althes informasi, sempitnya cakupan Pelapor dan jenis laporannya, serta kurang jclasnya tugas dan wewenang dari para pelaksana Undang-Undang ini. 18 Dalam perkembangannya, tin. pidana pencucian uang semakin kompleks, melintasi batas-batas yurisdiksi. . menggunakan modus yang semakin memanfam. lembaga di luar sistem keuangan, bahkan telah merambah ke berbagai sektor. Untuk mengamisipasi halitu, Financial Action Task Porce (FATF)onMoney Laandering telah mengeluarkan standar intemasional yang menj. ukuran bagi setiap negara dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tin. Pidana Pendanaan Terorisme yang thlenal dengan 'Revised 40 Recommendations dan 9 Special Recommendations (Revised 40 + 9) FATF, antara lain mengenai perluasan Pihak Pelapor (reportingparties) yang mencakup pedagang permata dan perhiasan/logam mulia dan pedagang kendaraan bennotor. Dalam mencegah dan memberantas Tindak Pidana Peneucian U.g perlu dilakukan kerjasama regional dan intemasional melalui forum bilatcral atau multilateral agar intensitas tindak pidana yang inenghasilkan atau melibatkan harta kekayaan yang jumlahnya besar dapat diminimalisasi.19 Untuk memenuhi kepentingan nasional dan menyesuaikan standar intemasional, perlu disusun undang-undang sebagai pensganti Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 ten.g Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.20
9.17
Materi muatan yang terdapat dalam undang-undang (UU-PPTPU), antara I. Redifinisi pengertian hal yang terkait dengan lindak pidana Pencucian Uang. 2. Penyempumaan tindak pidana Pencucian Uang. 3. Pengatumn mengenai penjatuhan sanksi pidana dan sanksi administmtif. 4. Pengukuhan penerapan prinsip mengenai pengguna jasa. 5. Perluasan Pihak Pelapor. 6. Penetapan mengenai jenis Pelaporan oleh penyedia barang danatuu jasa lainnya. 7. Penataan mengenai Pengawasan Kepatuhan. 8. Pemberian kewenangan kepada Pihak Pelapor untuk menunda Transaksi. Perluasan kewenangan Direktomt lenthl Bea dan Cukai terhadap pembawaan uang tunai dan instmen pembayaran lain ke dalam atau ke luar daerah pabean. 10. Pemberian kewenangan kepada penyidik tindak pidana asal untuk menyidik dugaan tindak pidana Pencucian Uang. I I. Perluasan instansi yang berhak menerima hasil analisis atau pemeriksaan PPATK. 12. Penataan kembali kelembagaan PPATK. 13. Penambahan kewelumgan PPATK. termasuk kewenangan untuk menghentikan sementara Transaksi. 14. Penataan kembali hukum acara pemeriksaan tindak pidana Pencuclan Uang, dan 15. Pengaturan mengenai penyitaan Harta Kekayaan yang berasal dari tindak pidana.
Tindak pidana dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberamasan Tindak Pidana Pencucian Uang (disingkat UU-PPTPA) terdiri dari dua jenis yaitu :22 I. Tindak Pidana Pencucian Uang diatur dalam BAB 11 dari Pasal 3 sampai dengan Pasal 10, dan 2. Tindak pidana lain yang berkaitan dengan TindA Pidana Pencucian Uang diatur dalam BAB 111 Pasal I 1 sampai dengan Pasal 16.
9.18
Seperti telah dikemukakan di ams, baltwa tindak pidana pencucian uang dalam UU-PPTPU diatur dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 10.23
1. A.1.Pasal 3 UU-PPTPU Subjeknya: setiap orang. b. Perbuatan yang dilarang : menempatkan. mentransfer. mengalihlum. membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, c. Membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang amu surat berharga atau perbuatanlain aias harta kekayaan yang diketahuinya atau pann diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat ( dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan. d. Ancaman pidananya berupa pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda e. Paling banyak 10 nlyar rupiah.
2. A.2.Pasal 4 UU-PPTPU a. Subjeknya setiap orang. b. Perbuatan yang dilarang anenyembunyikan, menyamarkan — a.sal usul. sumber. lokasi. peruntukan, pengalihan hak-halc, atau kepemilikan yang sebenamya aias Harta Kekayaan — yang diketalminya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dintaksud dalam Paml 2 ayat (1). c. Ancaman pidana berupa. pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak 5 milyar rupiah.
3. A.2.Pasal 4 UU-PPTPU a. Subjeknya setiap orang I) Perbuatan yang dilarang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan. penitipan, penukamn, atau menggunakan Harta Kekayaan —
9.19
yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil lindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
2) Ancaman pidana berupa pidana penjara paling lama 5 tahun dan
denda paling banyak I milyar rupialt.
b. Merupakan alasan penghapusan penumman bagi Pihak Pelapor yang
melaksanakan kewajiban pelaporan sesuai dengan yang diatur dalam
undang-undang ini.
Dari perumusan Pasal 3, Pasal 4. dan Pasal 5 UU-PPTPU dapat
diketaltui subjelcnya adalah "setiap orang". dimana menurut
ketentuan Pasal I angka 9 UU-PFTPU: "Setiap orang adalah orang
perseorangan atau Korporasi". Dengan demikian subjek UU-
PPTPUsclain orang perorangan adalah Korporasi. Sedangkan
1Corporasi menund Pasal 1 angka 10 adalah kumpulan orang
dan/atau kelcayaan yang terorganisasi, baik merupalcan badan hukum
maupun bulom badan hukum. Haria Kekayaan menurut Pasal 1
angka 13 ddhsemua benda bergerak atau benda tidalc bergerak,
baik yang berwujud maupun tidak benvujud, yang diperoleh baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Di samping itu Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 UU-PPTPU juga
merujuk pada hasil tindak pidana dalam Pasal 2 ayat (1) yang
meliputi a) korupsi, b) pcnyuapan, e) narkotika. d) psikotropika, c)
penyelundupan tenaga kerja, f) penyelundupan migran, g) di bidang
perbankan, h) di bidang pa.sar modal, i) di bidang perasuransian, j)
kepabeanan, k) cukai, I) perdagangan orang, m) peniagangan senjam
gelap. n) terorisme. o) penculikan, p) pencurian, q) penggelapan, r)
penipuan, s) pemalstum uang, perjudian. u) prostitusi, v) di bidang
perpajakan, w) di bidang kehuianan, x) di bidang lingkungan hidup,
y) di bidang kelautan dan perikanan, atau z) tindak pidana lain yang
diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang
dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di
luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana
tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.
9.20
4. A.6.Pasal UU-WITU a. Memuat ketentuan bahwa apabila Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dilakukan Korporasi, maka pidana dijatuhican terhadap Korporasi dan/atau personil pengendali korporasi. b. Memuat kriteria / parameter suatu ko,orasi dijamhi pidana, yaitu apabila Tindalc Pidana Pencucian Uang itu: I) Dilakukan atau diperintahkan oleh personil pengendali korporasi; 2) Dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan korporasi: 3) Dilakukan sesuai dengan tugas dan fungri pelaku atau pemberi perintah; dan 4) Dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi korporasi.
5. A.7.Pasal 7 UU-PPTPU a. Memuat ketentuan pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap Korporasi hanyalah pidana denda paling banyak 100 milyar rupiah. b. Memuat ketentuan selain pidana pokok berupa benda. terhadap Korporasi dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa: I) Pengumuman putusan hakim 2) Pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha korporasi 3) Pencabutan irin usaha 4) Pemberian dan/atau pelarangan korporasi 5) Perampasan asset korporasi untuk negara; dan/atau 6) Pengambilan korporasi oleh negara
Dari ketentuan dalam Pa.sal 6 dapat diketahui bahwa yang dipertanggungjawabkan dalam hal tindak pidana Pencucian Uang dilakukan oleh Korporasi adalah Korporasi dan/atau Personil Pengendali Korporasi. Peisonil Pengendali Korporasi menurut Pasal 1 angka 14 adalah seriap orang yang memiliki kewenangan atau wewenang sebagai penentu kebijakan korporasi atau memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan korporasi tersebut taripa harus mendapat otorisasi dari atasannya.
9.21
6. A.8.Pasal 8 UU-PPTPU Menentukan bahwa pidana denda yang tidak cukup dibayar dengan hana ternidana, tnaka diganti dengan kurungan pengganti paling lama (satu, .un 4 fempa0 bulan.
7. A.9.Pasal 9 UU-PPTPU a. Dalam hal korporasi tidak mampu membayar pidana denda, maka harta kekayaan korporasi atau personil pengendali korporasidirampas untuk mengganti pidana denda yang nilainya sama dengan pidana denda yang dijatuhkan sosuai dengan putusan. b. Dalam hal penjualan hana kekayaan kornorasi yang dirampas tidak mencukupi, inaka pidana kurungan pengganti dijawhkan kepada personil pengendali korporasi dengan memperhitungkan pidana denda yang telah dibayar.
8. A.10.Pasal 10 UU-PPTPU Pasal ini mengancam pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 terhadap setiap orang yang di dalam atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia turui serta melakukan percobaan. pembanwan utau pemufakatan jahat untuk melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang. a. Mengingat percobaan tidak diatur secalo iersendiri dalam UU-PPTPU, maka harus dirujuk Pasal 53 KUHP yang mensyaratkan adanya unsur-unsur yang selengkapnya berbunyi: "Mencoba melakukan kejohatan dipidana, jika niat untuk itu tclah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan dan tidak selesainya pelaksanaan ittt, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri". Di dalam Bab II tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, tidak ada posal atau ayat yang mettyebutkan kualifikasi TPPU sebagai kejahaian, sehingga perujukan pada Pasal 53 KUHP tersebut dapat dipeniebatkan. Secara normatif menurut pendapat penulis tidak dapat diterapkan karena mensyaraikan adanya kejahatan. b. Pembantuan melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang juga tidak diatur secara khusus dalam UU-PPTPPU, sehingga merujuk pada Pasal 56 KUHP, yang menetukan Dipidana sebagai pembantu (Inedeplichtige) sesuatu kcjahatan:
9.22
I) ke — I mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan/ 2) ke — 2 mereka yang sengaja memberi kesempatan. sarana. atau keterangan untuk melakukan kcjahamn. c. Khusu.s untuk permufakatanjahat untuk melakukan Tindak PidanaPencucian Uang, Pasal I angka 15 menentukan: "Pemufakatan Jahat adalah perbuatan dua orang atau lebih yang bersepakat untuk melakukan tindak pidana Pencucian Uang."
G. TINDAK PIDANA YANG BERKAI'FAN DENGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
Dalam Bab III UU-PPTPPU diatur mengenai tindak pidana lain yang berkaitan dengan Pidana Peneucian Uang yang dirumuskan dalam Pasal I 1 sampai dengan Pasal 16, yang untuk jelasnya seper6 pada uraian berikut:24
1. 11.1 l'asal 11 UU-PPTPPU a. Subjeknya: Pejabat atau pegawai PPATK, penyidik. penuntut umum, hakim, dan setiap orang. • Perbuatan yang dilarang: yang memperoleh dokumen atau ketcrangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut UU ini, wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut — kccuali untuk memenuhi kewajiban mcnurut UU ini.
b. Memuat ancaman pidana bagi yang melanggar kewajiban pada ayat ( ) berupa pidana penjara 4 (empat) tahun. c. Kmajiban untuk merahasiakan dokumen atau keterangan dalam rangka memenuM kewajiban tidak berlaku bagi pejabat atau pegawai PPATK, Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim jika dilakukan dalam rangka memenuhi kewajiban menurut UU-PPTPPU.
Nymn» Scrik. Poun S.H., M1L 110..d.Ifukum Pub. di 106111
9.23
2. B.2 Pasal 12 UU-PPTPPU a. Subjeknya Direksi, Komisaris, .ngurus atau pegawai Pihak Pelapor • Perbuatan yang dilarang memberhahukan kepada pengguna jasa atau pihak lain — baik secara langsung maupun tidak langsung — dengan cara apapun — mengenai transaksi keuangan mencurigakan — yang sedang disusun atau telah disampaikan kepada PPA11C.
b. Pengecualian larangan pada ayat (1) untuk pemberian informasi ke lembaga pengawas dan pengatur. c. Subjeknya pejabat atau pegawai PPATK atau lembaga pengawas dan pengatur. • Perbuatan yang dilamng : memberitahukan laporan iransaksi keuangan mencurigakan — yang akan atau telalt dilaporkan kepada PPATK — sccara langsung atau tidak langsung .ngan cara apapun kepada pengguna jasa atau pihak lain.
d. Merupakan pengecualian atas larangan pada ayat (3) jika pemberitahuan itu dalam rangka memenubi kewajiban menurut UU-PFTPPU ini. e. Ancaman pidana terhadap pelanggaran ketentuan pada ayat ( I) dan ayat (3) berupa pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak I milyar rupiah.
3. B.3 Pasal 13 UU-PPTPPU Memuat ketentuan pidana kurungan pengganti denda dalam Pasal 12 ayat (5) apabila terpidana tidak mampu membayar denda paling lama I (satu) iahun 4 (empat) bulan.
4. B.4 Pasal 14 UU-PPTPPU a. Subjelcnya: setiap orang. b. Perbuatan yang dilarang: melakukan campur tangan terhadap pelaksanaan tugas PPATK. c. Ancaman pidana bempa pidana penjara paling lama 2(dua) dan denda paling banyak lima ratus juta rupiah.
9.24
5. B.5 Pasal 15 UU-PPTPPU a. Subjeknya pejabat atau pegawai PPATK. b. Perbuatan yang dilarang melanggar kewajiban dalam Pasal 37 ayat (4) menyatakan baltwa PPATK wajib menolak dan/atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak mana pun dalam rangka pelaksanaan tugas dan kewenangannya. c. Ancaman pidana berupa, pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak 5ratus juta rupiah.
6. B.6 Pasal 16 UU-PPTPPU a. Subjeknya pejabat aiau pegawai PPATK. Penyidik. Penuntut Umum. atau Hakim— yang menangani perkara TPPU yang sedang diperiksa. b. Perbuinatt yang dilarnng : melanggar ketentuan Pasa( 83 ayat (1 ) wajib merahasiakan Pihak Pelapor dan pelapor danrniau melanggar ketentuan Pasal 85 ayat (I) dilarang menyebutkan nama atau alamat pelapor atau hal lain yang memungkinkan dapat terungkapnya identitas pelapor. c. Ancaman pidana berupa pichuu,enjara paling lama 10 (sepuluh) lahun.
Dari paparan pasal-pasal dalam UU-PPTPPU baik yang merupakan Tindak Pidana Pencucian Uang maupun Tindak Pidana lain yang berkaitan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang. terdapat beberapa istilah yang memerlukan penjelasan seperti yang diuraikan di bawah ini a. Menund Pa. 1 angka setiap orang adalah orang perseorangtm atau korporasi b. Menunit Pasal I angka 10, Korporad adalah kumpulan orang dan.au kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. c. Pasal 2 UU-PPTPPU mengatur mengenai Hana Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana : a korupsi, b. penyuapan, c. narkotika, d. psikotropika, e. penyelundupan, f. penyelundupan migrant, g. di bidang perbankan, h. di bidang pasar modal, di bidang perasunmsian. j. kepabeanan. k. cukai, I. perdagangan orang, m. perdagangan senjala gelap, n. terorisme, o. penculikan, p. pencurian, q. penggelapan, r. penipuan, s. pemalsuan uang, perjudian, u. prostitusi, v. di bidang
9.25
perpajakan, w. di bidang keltutanan, x. di bidang linglcungan hidup, y. di bidang kelaulan dan perikanan, atau z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 .un atau lebih, yang dilakukan di dalam atau di luar wilayah Indonesia dan tindak pidana tersebut merupakan tindak pidana menurut hukum pidana Indonesia. Pada ayat (2) memberikan makna yang sama dengan Harta Kekayaan sebagai hmil tindak pidana terorisme (Pasal 2 ayat ( I), huruf n) jika Hana Kekayaan diketahui atau patut di duga akan digunakan daniatau digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris. atau teroris perscorangan. d. Harta Kekayaan menurut Pasal 1 angka 13 adalah semua benda bergerak atau benda iidak bergerak. baik yang benvujud maupun tidak benvujud. yang diperoleh baik secara langsung maupun tidak langsung.
UU PPTPPU juga memperluas Pihak Pelapor sebagaimana ditentukan dalam Pasal 17 yang meliputic a. Penyedia Jasa Keuangan I) Bank; 2) Perusahaan pembiayaan; 3) Perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi; 4) Dana pensiun lembaga keuangan; 5) Perusahaan efek; 6) Manajemen investasi; 7) Custodiarr. 8) Wali amanat; 9) Perposan sebagai penyedia jasa giro; 10) Pedagang valum asing; I I) Penyelenggara alat pembayaran menggunakan I.uc 12) Koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjanu 13) Penyelenggara e-money daniatau e-wallet; 14) Pegudaiam 15) Perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan benanglca komodiir, atau 16) Penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang.
9.26
c. Penyedia barung dan/atau jasa lain: I) Perusahaan property / agen property 2) Pedagang kendaraan bermotor 3) Pedagang permam dan perhiasan / logatn mulia 4) Pedagang barang seni dan antic, atau 5) Balai lelang
9.27
Penyedia Jasa Kcuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 a mempunyai kewajiban untuk melaporkan kepada PPATK tentang a. Transaksi Keuangan Mencurigakan b. Transaksi Keuangan Tunai dalam jumlah paling sedikit Rp. 500.000.00,- (lima ratus juta rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara. yang dilakukan dalam s. kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam 1 (satu) hari kerja, dan/atau c. Transaksi Keuangan transfer dari dan ke luar negcri. Besamya jumlah Transaksi Keuangan tunai dan Transaksi Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri dapat mengalami perubahan yang dilakukan dengan keputusan Kepala PPATK untuk Transaksi Keuangan Tunai dan Penituran Kepala PPATK untuk Transaksi Keuatigan transfer dana dari dan ke luar negeri.
Kewajiban pelaporan atas Transaksi Keuangan Tunai dikecualikan terhadap a. Transalcsi yang dilakukan oleh penyedia jasa keuangan dengan peincrintah dan bank sentml. b, Transaksi untuk pentbayaran gaji atau pensium dan c. Tmnsalcsi lain yang ditelapkan oleh Kepala PPATK atau atas pennininan penyedia jasa keuangan yang disetujui oleh PPATK.
Tmnsaksi Keuangan yang mencurigakan menurut Pasal I angka 5 UU-PPUPU adalah a. Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan, polu transaksi . pengguna jasa yang bersangkutan b. Transaksi Keuangan oleh pengguna jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan tramksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini
9.27
c. Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana, atau d. Transaksi Keuangan yang diminta olch PPATK untuk dilaporkan olch Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
Transaksi Keuangan tunai menurut Pasal 1 angka 6 adalah Transaksi Keuangan yang dilakukan dengan menggunakan kerms dardatau uang logam. Penjelasan Pasal 23 ayat (1) huruf a menerangkan: pada dasamya, Transaksi Keuangan mencurigakan diawali dari tmnsaksi antara lain a. Ti. memiliki tujuan ekonomis dan bisnis yang jelas b. menggunakan uang tunai dalam jumlah yang relative besar dan/atau dilakukan secara berulang-ulang di luar kewajaran, atau c. aktivitas transaksi nasabalt di luar kebiasaan dan kewajaran
Apabila transaksi-transaksi yang tidak lazim tersebut memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5, transaksi tersebut dapat diklasifikasikan sebagai Transaksi Keuangan mencurigakan yang wajib dilaporkan. Sedangkan terhadap transaksi atau aktifitas di luar kebiasaan dan kewajaran sebagaimana tersebut diatas, penyedia jasa keuangan diminta memberikan perhatian khusus atas semua transaksi yang kompleks, tidak biasa dalam jumlah besar, dan semua pola transaksi tidak biasa, yang tidak memiliki alasan ekonomis yang jelas dan tidak ada tujuan yang sah. Latar belakang dan tujuan transaksi tersebut harus, sejauh mungkin diperiksa, temuan-temuan yang didapat dibuat tertulis, dan tersedia untuk membantu pihak berwenang dan auditor.25 Penyedia barang dan/atau jasa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat ( 1 ) huruf b mempunyai kewajiban untuk menyampaikan laporan transaksi yang dilakukan oleh pengguna jam dengan mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan 500 jum rupiah kepada PPATK, yang disampaikan paling lambat 14 hari kerja terhitung sejak transaksi dilakukan. Apabila tidak menyampaikan laporan kepada PPATK sesuai dengan janglca waldu yang ditentukan, maka penyedia barang dardatau jasa lain dikenai sanksi administmfif.
9.28
UU-PPTPPU juga mewajibkan kepada Pihak Pelapor untuk menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa yang ditaapkan oleh Lembaga Pengawas dan Pengatur. yang oleh Undang.Undang ini diberikan kewenangan pengawasan, pengaturan dan/atau pengenaan sanksi cerhadap Pihak Pelapor. Prinsip mengenali Pengguna lasa dilakukan pada saat: (I) melakukan hubungan usaha dengan Pengguna Jaa, (2) terdapat Transaksi Keuangan dengan mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau smara dengan 100 juta (3) terdapat Transaksi Keuangan mencurigakan yang terIcait dengan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme: atau (4) Pihk Pelapor meragukan kebenaran informasi yang dilapotian pengguna jasa. Prin.sip mengenali Pengguna Jasa sekurang-kurangnya memuat: (a) identifikasi pengguna jasa, (b) verifikasi pengguna jaa: dan pemantauan transaksi pengguna jasa.27 Penjelasan Pasal 18 ayat (2) UU-PFTPPU, menerangkan : yang dimaksud dengan "menerapkan prinsip mengenali Pengsuna .1. adalah "Customer Due Delligence" (CDD) dan "Enchaced Due Delligence" (EDD) sebagaimana dimaksud dalam Rekomendasi 5 "Financial Action Task Force (PATF) on Money Laundering", "Customer Due Delligence" (CDD) adalah kegia. berupa identifikasi. verifikasi, dan pemantauan yang dilakukan oleh Bank untuk memastikan bahwa transaksi tersebut sesuai dengan profil nasabah. Sedangkan "Enchanced Due Deiligence" (EDD) adalah findakan CDD lebih mendalam yang dilakukan Bank pada saat berhubungan dengan nasabah yang tergolong beraiko iinggi termasuk "politically exposed person" terhadap kemungkinan Pencucian Uang dan pendanaan terorisme.28 PoWically Exposed Person yang selanjuutya disebut sebagai PEP adalalt orang yang mendapadcan kepercayaan untuk memiliki kewenangan publik diamaranya adalah Penyelenggara Negara sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur antang Penyelenggaman Negara dan/atau orang yang tercatat sebagai anggota partai politik yang memiliki pengaruh tectadap kebijalcan dan operasional partai politik, baik berkewarganegaraan Indonesia maupun yang berkewarganegaraan asing. Apabila Pengguna lasa menolak untuk mematuhi prinsip mengenali pengguna jasa atau penyedia jasa keuangan meragukan kebenaran informasi yang disampaikan pengguna jasa, maka pcnyedia j. keuangan wajib memutuskan hubungan usaha dengan pihak Pengguna Jasa dan pemutusan
9.29
hubungan usaha tersebut dilaporkan kepada PPATK sebagai Transaksi Keuangan meneurigakan.Pelakstmaan kewajiban yang dilaksanakan sesuai dengan UU-PPTPPU membebaskan Pihak Pelapor, pejabat dan pegawainya dari tuntutan secara perdata maupun pidana sepanjang tidak terjadi atau terdapat unsur penyalahgunaan wewenang.29 UU-PPTPPU juga memberikan peran kepada Dirjen Bea dan Cukai yang berkahan dengan pembawaan uang tunai dan instrumen pembayaran lain ke dalam atau ke luar dacrah Pabean Indonesia. sebagaimana diatur dalam Bab V, Pasal 34 sampai dengan Pasal 36. Bagi siapa saja yang membawa uang tunai dalam mata uang rupialt daniatau mata uang asing, daniatau instrument pembayamn lain dalam bentuk eek, eek perjalanan. surat sanggup bayar, auw bilyet giro paling sedikit 100 juta rupiah atau yang nilainya setara dengan itu ke dalam atau ke luar daerah pabean Indonesia wajib memberitahukannya kepada Dirjen Bea dan Cukai. Dirjen Bea dan Cukai wajib melaporkan kepada PPATK paling lama 5 hari kerja sejak diterimanya pemberhahuan. Apabila tidak memberitahukan atau memberitalwkatt letapi yang dibawanya lebih besar dari jumlah yang diberitahukan, maka dikenakan sanksi administratif sebesar 10% dengan jumlah paling banyak 300 juta rupiah. Dirjen Bea dan Cukai Inengambil langsung denda administratif tersebut dari uang tunai yang dibawa dan disetorkan ke kas negara, dimana dalam jangka waktu paling lama 5 lurri kerja Dirjen Bea dan Cukai menyampaikan laporan pengenaan sanksi administratif tersebut kepada PPATK, sejak sanksi administratif ditempkan.
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas. kerjakanlah latihan berikut,
1) Apa yang dimaksud dengan pencucian uang?
2) Scbutkan langkah-langkah pcncucian uang!
24 Ny... Pun layo, 5.11., M.11. 11.1...d. Bidung El:onom, 1.1.m. 113
9.30
KEGIATAN BELAJAR 2
Dampak Kejahatan Pencucian Uang
A. PELAKU DAN DAMPAK KEJAHATAN PENCUCIAN UANG PADA UMUMNYA
Kegiatan pencucian uang dilakukan oleh organisasi-organisasi kejahatan dan oleh para penjahat individual sangat merugikan masyarakat. Karena itu, banyak negara berupaya untuk memerangi kejahatan ini. Beberapa dampak kejahatan pencucian uang terhadap masyaralcat, yakni: I. Pencucian uang memungkinkan para penjual dan pengcdar narkoba. para penyelundup, dan para penjahat lainnya untuk dapat memperluas kegiatan operasinya. Hal ini akan meninglankan biaya pencgakan hukum untuk memberantasnya dan biaya perawatan seria pengobatan kesehatan bagi para korban atau pecandu narkoli: 2. Kegiaian pencucian uang mempunyai potensi uniuk merongrong keuangan masyarakat sebagai akibat sedemikian besamya jumlah uang yang terlibat dalam kegiatan itu. Potensi uniuk melakukan korupsi meningkat bersamaan dengan peredaran jumlah uang haram yang sangat besar. 3. Pelaku Pencucian Uang (selanjuinya disebut dengan PPU) mengurangi pendapatan pemerintah dari pajak dan secara ti. langsung merugikan para pembayar pajak yang jujur dan mengumngi kesempatan kerja yang sah.
Selain itu. makro ekonomis» yang ditimmbulkan olch PPU adalah distribusi pendapatan. Kegiatan kejahatan mengalilikan pendapatan dari para penyimpan dana besar (high saver) kepada penyimpan dana rendah (low saver). dari invatasi yang sehat pada investasi yang beresiko dan berkualitas rendah. Hal ini membuat penumbuhan ekonomi tapengaruh. Misalnya. terdapat bukti bahwa dana yang bera.sal dari tav evasioas di AS cenderung disalurkan pada investasi ya, berisiko tinggi, tetapi memberikan hasil yang tinggi di sektor bisnis kecil. Beberapa tax evasions yang terjadi di sektor ini terutama pada kecurangan (fraud), penggelapan (embe.elment), dan
9.34
perdaganagan saham memialui orang dalam (insider trading) berlangsung secara cepat dan merupakan bisnis yang menguntungkan di sektor bisnis kecil ini. PPU juga mempunyai dampak makm ekonomi yang tidak langsung andirect macmeconomic e(jects). Transaksi yang ilegal dapat mencegah orang melakukan transaksi-transaksi yang melibatkan pihak-pihk luar negeri meskipun sepenuhnya legal telah menjadi kurang diminati akibat PPU. Pada umumnya kepercayaan pada pasar dan pemanan efisiensi terhadap keuntungan telah terkikis oleh meluasnya pedagangan melalui orang dalam (insider trading), kecurangan (fraud).penggelapan(embezzelment). Akumulasi dari dana yang dicuci kemungkinan besar lebih besar daripada aliran uang per taltunnya, menambah potensi bagi distabilisasi yang secara ekonomis merupakan kegiatan-kegiman yang tidak elisien, baik terjadi secara lints batas maupun di dalam negeri. Dana tersebut dapat digunakan untuk menyudutkan pasar. Olch karena u•ng telah memberikan dampak pada makmekonomi yang tidak menguntungkan dan sangat luas, maka kebijkan-kebijakan makro harus memainkan peranan dalam upaya-upaya anti PPU. Kebijakan-kebijakan yang dimaksud adalah dalam bidang pengawasan lalu lintas devisa (exchange cotrol), pengawasan bank terhadap rantbu-rambu kesehatan bank (prudential supervisor), pengalihan pajak (tax colection), pelaporan siatistik (statistical reporting), dan perundang-undangan (legislation).
B. PEMERIKSAAN KEJAHATAN PENCUCIAN UANG BERDASARKAN UNDANG•UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PENCUCIAN UANG Dl INDONESIA
Berbagai kejahatan, baik yang dilakukan oleh orang perseorangan maupun komorasi dalam batas wilayah suatu negara maupun yang dilakukan melimasi baias wilayah negara lain makin meningkat. Kejahalan tersebut, antara lain berupa tindak pidana kompsi, penyuapan, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan barang; penyelundupan migran; perbankam narlcotika; psikotropika; perdagangan budak; wanita, anak; perdagangan senjam gelap: terorisme: peneulikam pencurian; penggelapan: penipuan dan berbagai kejahatan kerah putih lainnya. Harta kekayaan yang berasal dari berbagai kejahatan aitut tindak pidana tersebut, pada umumnya tidak langsung dibelanjakan atau digunakan olch \
9.35
para pelaku kejahatan karena apabila langsung digunakan akan mudah dilacak oleh penegak Itukum mengenai sumber diperolehnya hana kekayaan tersebut. Biasanya para pelaku kejahman terlebih dahulu mengupayakan agar hana kekayaan yang diperoleh dari kcjahatan tersebut masuk ke dalam sistem keuangan (financial system) terutama dalam sistem perbankan (banking system). Dengan cara demikian, asal usul harta kekayaan tersebut diharapkan tidalc dapat dilacalc oleh para penegak hukum. lni dikenal dengan pencucian uang (money laundering).
Dengan UU No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang ini. TPPU dapat dicegah atau diberantas, amara lain, kriminalisasi atas semua perbuatan dalam setiap tahap proses pencucian uang yang terdiri atas:31
1. Penempatan (placement) yaitu upaya penempatan dana yang dihasilkan dari suatu kegiatan tindak pidana ke dalam suatu sistem keungan.
2. Transfer (fayering) yaitu memisahkan hasil tindakan pidana dari sumbernya melalui beberapa tahap transaksi keuangan dengan tujuan untuk menyembunyikan ataupun menyamarkan asal-usul dana.
3. Menggunakan Hana Kekayaan (integration) yaitu upaya menggunakan harta kekayaan yang telah tampak sah, baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai bentuk kekayaaan material maupun keuangan, dipergunakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang sah, ataupun untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana.
Penyedia jasa keuangan di atas dianikan sebagai penyedia jasa di bidang keuangan termasuk, tetapi tidak terbatas pada bank, lembaga pembiayaan, peusahaan efek, pengelola reksa dana, kumodian, wali amanat, lembaga
9.36
penyimpanan dan penyelesaian, pedagang valuta asing, dana pensiun, dan perusahaan asuransi.32
Dalam rangka pencegahan dan pemberamasan TPPU dalam UU ini dibentuk pula Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang bertugas:33 I. Mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis, serta mengevaluasi informasi yang diperolehnya. Oleh PPATKsesuai dengan uu ini. 2. Memantauan catatan dalam buku daftar pengecualian yang dibuat oleh penyedia jasa keuangan. 3. Membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan transaksi keuangan mencurigakan. 4. Memberikan nasehat dan bantuan kepada instansi yang krwenang tentang informasi yang diperoleh ppalk sesuai dengan uu ini. 5. Mengeluarkan pedoman dan publikasi kepada penyedia jasa keuangan temang kewajibannya yang ditentukan dalam undang-undang mau dengan pcmturan perundang-undangan lain, dan membantu dalam mendmeksi perilaku nasabah yang mencurigakan, 6. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. 7. Melaporkan dan menganalisa unnsaksi keuangan, terhadap transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dilaporkan kepada penegak hukum yaitu kepolisian dan kejaksaan. 8. Membuat dan memberikan laporan mengenai hasil analisis transaksi keuangan dan kegiatan lainnya seeam berkala 6 (enam) bulan sekali kepada presiden. Dewan Penvakilan Rakyat, dan lentbaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap penyedia jasa keuangan.
Disampingitu, untuk memperlancar proses peradilan TPPU, UU ini mengatur kewenangan Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim sesuai dengan tingkat penanganan perkara untuk dapat meminta pemblokiran hana
9.37
kekayaan kepada penyedia jasa keuangan. UU ini juga mengatur mengenai Pinyidik, Penumut Umum atau flakim untuk meminta keterartgan dari penyedia jasa keuangan mengenai haria kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK, tersangka dan terdakwa. Selain kekhususan di mas, UU ini juga mengatur mengenai persidangan mnpa kehadiran terdakwa, dalam hal terdakwa yang telalt dipanggil 3 (tiga) kali secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak hadir, maka Majelis Hakim dengan putusan sela dapal meneruskan pemeriksaan dengan tanpa kehadiran terdakwa.34 Berdasarkan penimbangan-perlimbangan tersebui perlu segera dibentu UU TPPU. Perkembangan IPTEK khususnya bidang komunikasi Iclah menyebabkan terintegrasinya sistem keuangn tennasuk perbankan yang menawarkan mckanisme lalu lintas dana antamegara yang dapal dilakukan dalam waltru yang sangat singkat. Keadaan ini disamping mempunyai dampak positif juga mambawa dampak negatif bagi kehidupan masyarakat, yaitu semakin meningkatnya tindak pidana baik yang berskala nasional maupun intemasional, dengan memanfaatkan sistem keuangan termasuk perbankan untuk menyembunyikan atau mengaburkan asal usul dana hasil TPPU.35 Bakenaan dengan itu, dalam rangka pencegahan dan pemberantasan TPPU, Indonesia telah mentrliki UU TPPU (UU Nomor 15 Tahun 2002) Namun, ketentuan dalam UU tersebut dirasa belum memenuhi standar intemasional scrta perkembangan peradilan TPPU, sehingga perlu diubah. Olch karena itu. diwmpurnaltan melalui UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang perubahan UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang TPPU.36
34 Adrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang, Bandung: Citra Aditya Abadi, 2008. halaman. 135. 35 Adrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang, Bandung: Citra Aditya Abadi, 2008, halaman. 135. 36 Adrian Suledi. Tindak Pidana Pencucian Uang, Bandung: Citm Aditya Abadi. 2008, halaman. 135-136.
9.38
Perubahan dalam UU Nomor 25 Tahun 2003 antara lain:37 I. Cakupan pengertian Penyedia Jasa Keuangan diperluas tidak hanya bagi setiap orang yang menyediakan jasa di bidang keuangan teiapi juga meliputi jasa lainnya yang terkait dengan keuangun. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi pelaku tindak pidana pencucian uang yang memanfaatkan bentuk Penyedia Jasa Keuangan yang ada di masyarakat namun belum diwajibkan menyampaikan laporan transaksi keuangan dan sekaligus mengantisipasi munculnya bentuk Penyedia Jasa Keuangan baru yang belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002. 2. Pengertian Transaksi Keuangan Mencurigakan diperluas dengan mencantumkan transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Haria Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana. 3. Pembatasan jumlah hasil tindak pidana sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupialij atau lebih, atau nilai yang setara yang diperoleh dari findak pidana dihapus, karena tidak sesuai dengan prinsip yang berlaku umum bahwa untuk menentukan suatu perbuman dapat dipidana tidak tergamung pada besar atau kecilnya hasil tindak pidana yang diperoleh. 4. Cakupan tindak pidana asal (predicme crime) diperluas untuk mencegah berkembangnya tindak pidana yang menghasilkan harta kekayaan dimana pelaku tindak pidana berupaya menyembunyikan atau menyamarkun asal-mul hasil tindak pidana namun perbuaian tersebut tidak dipidana. Berbagai peraturan perundang«undangan yang terkait yang mempidana tindak pidana asal antara lain: a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika; b. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika; c. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 teniang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
9.39
d. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantamn Tindak Pidana Korupsi.
5. Jangka waktu penyampaian laporan transaksi keuangan meneurigakan dipersingkat, yang semula 14 (empat belas) hari kerja menjadi tidak lebih 3 (liga) hari kerja setelah Penyedia lasa Keuangan mengetahui adanya unsur transaksi keuangan mencurigakan. Hal ini dimaksudkan agar Flana Kekayaan yang diduga berasal . hasil tindak pidana dan pelaku tindak pidana peneueian uang dapat segem dilaca 6. Penambahan ketcntuan baru yang menjamin kcrahasiaan penyusunan dan penyampaian laporan transaksi keuangan meneurigakan yang disampaikan kepada PPATK atau penyidik (atai.ti)tpit, aO). Hal ini dimaksudkan antara lain untuk mencegah berpindahnya hasil iindak pidana dan lolosnya Nlaku tindak pidana peneueian uang sehingga mengurangi efektifilas pencegahan dan pembemntasan tindak pidana pencucian uang. 7. Ketentuan kerja sama bantuan timbal balik di bidang hukum (mutual legal assistance) dipertegas agar menjadi dasar bagi penegak hukum Indonesia menerima dan memberikan bantuan dalam rangka penegakan hukum pidana pencucian uang. Dengan adanya ketentuan kerja sama bantuan timbal balik merupakan bukti bahwa Pemerintah Indonesia memberikan komitmennya bagi komunitas intemasional untuk bersama-sama mencegah dan memberantas tindak pidana peneucian uang. Kcrja sama internasional telalt dilakukan dalam forum yang lidak hanya namun regional dan multilateml sebagai strategi untuk memberantas kekuatan ekonomi para pelaku kcjahatan yang tergabung dalam kcjahatan yang terorganisirNamun demikian pelaksanaan kerja mma bantuan timbal balik harus tetap memperhatikan hukum nasional masing-masing negara serta kepentingan nasional dan terutama tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Apabila menengok kebelakang lahimya UU ini atas desakan IMF kepada Indonesia agar memilik UU pemberantasan TPPU dan upaya IMF yang selam ini cukup memilik pemana dalam pemberuntasan TPPU dan
9.40
menyetujui The Fourry Recommendation dan FATF sebagai siandar Intemasional dalam memerangi praktik pencucian uang. 38
Indonesia, membentuk UU PTPPU. Di dalam UU ini sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 2 UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang TPPU diklarifikasikan tindak pidana yang uangnya didapat dari hasil (Pasal 2):39 I. Korupsi; 2. Penyuapan, 3. Penyclundupan 4. Tindak pidana yang berkaitan dengan perbankan, 5. Tindak pidana yang berkaitan dengan narkotik; 6. Tindak pidana yang berkaitan dnegan psikotropika; 7, Perdagangan budak. wanita, alau anak; 8. Perjudian, amu 9. Terorisme
Bebempa hal yang merupakan ketentauan lainnya dalam UU ini adalah mengenai unsur-unsur Tindak PidanaPeneucian Uang, yakni:40
Pasal 1
Peneueian Uang adalah perbuatan menempaikan, mentransfermembayarkan. membelanjabn, menghibahkan. menyumbang-kan.menitipkan. membawa ke luar negeri. menukarkan. atau perbuataidainnya atas Hana Kekayaan yang diketahuinya atau patut didugamerupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan,atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan sehingga seolah-olahmenjadi Harta Kekayaan yang sah.
9.41
Pasal 2
Hasil tindak pidana adalah I Kekayaan yang diperoleh iindak pidana:41 a. korupsi; b. penyuapan: c. penyelundupan barang: d. penyelundupan tenaga kerja: e. penyelundupan imigran: f. di bidang perbankan; g. di bidang pasar modal; h. di bidang asuransi: narkolika; j, psikotropika; k. perdagangan manusia: I. perdagangan senjata gelap; m. penculikan; n. terorisme: o. peneurian: p. penggelapan; q. penipuan: r. pemalsuan uang; s. perjudian: prostitusi: u. di bidang perpajakan. v. di bidang kehitranan; w. di bidang lingkungan hidup; x. di bidang kelautan; atau y. tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilabican di wilayah Negara Republik Indonesiaatau di luar wilayah Negara Republik Indonesia dan tindak pidanatersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.
9.42
Setiap orang yang dengan sengaja:42 a. Menempatkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patutdiduganya merupalcan tindak pidana ke dalam Penyedia lasaKeuangan. baik atas nama sendiri atau atas nama pihak lain b. Mentransfer Hana Kelcayaan yang diketahuinya atau patut diduganyamerupakan hasil iindak pidana dari suatu Penyedia Jasa Keuangan kePenyedia lasa Keuangan yang lain, baik alas nama sendiri maupun atasnama pihak lain; c. Membayarkan atau membelanjakan Harta Kekayaan yangdikeialminya atau paiut diduganya merupakan hasil tindak pidana. baikperbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain; d. Menghibahkan atau menyumbangkan H. Kekayaan yangdiketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baikalas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain; e. Menitipkan Hana Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganyamerupakan hasil tindak pidana, baik atas namanya sendiri maupun atasnama pihak lain; f. Membawa ke luar negeri Harta Kelcayaan yang diketahuinya ataupatut diduganya merupakan hasil tindan pidana; atau g. Menukarkan atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yangdikeiahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidanadengan mata uang atau surat berharga lainnya. dengan maksudmenyembunyikan atau menyamarkan asal usul Haran Kekayaan yangdiketahuinya atau patut diduganya merupakan tindak pidana,dipidana karena iindak pidana penancian uang dengan pidana penjarapaling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dandenda paling sedikit Rp100.000.000.00 (seratus juta rupiah) dan palingbanyak Rp I 5.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah).
9.43
Pasal 4
Setiap orang yang menerima atau menguasai:43 a. pencinpatan; b. pentransferan; c. pembayaran; d. hibah: e. sumbangan: f. penitipan; atau g. pcnukaran, h. "Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) .un dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (sentrus juta itpighi dtiti paling banyak Rp 15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiali)."
Pasal 5
Setiap warga negara Indonesia daniatau korporasi Indonesia yang berada diluar wilayah ncgam Republik Indoncsia yang memberikan bantuan, kesempatan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana pencucian uang dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidana pcncucian uang dipidana dengan pidana yang sama scbagai pelaku tindak pidana pencucian uang. 44
Ketentuan lain terhadap hal-hal yang dapat digoIongkan dalam TP yang berkaitan dengan PPU adalah:45 I. Penyedia Jasa Keuangan yang dengan sengaja tidak menyampaikan laporan kepadaPPATK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), dipidana dengan pidana dendapaling sedikit Rp 250.000.000.00 (dua
9.44
lain yang wajib dilaporkan o. Penyedia lasa Keuangan wajib menyampaikan laporan kepada PPATK, sebagai berikut:46 I. Transaksi Keuangan Mencurigakant 2. Transaksi Keuangan yang Dilakukan Secara Tunai dalam jumlah kumulatif sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih atau mata tuing asing yang nilainya setar-a, baik dilakukan dalam satu kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam I (satu) hari kerja. Perubahan besarnya jumlah transaksi keuangan dilakukan secara tunai ditetapkan dengan keputusan kepala PPATK. 3. Penyampaian lapomn Transaksi Keuangan Mencurigakan sebagaimana dimalcsud dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari keria setelah Penyedia Jasa Keuangan menge.ui adanya unsur Transaksi Keuangan Mencurigakan. 4. Penyampaian laporan Transaksi Keuangan yang Dilakukan Secara Tunai dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung cjak tanggal transaksi dilakukan. 5. Kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku untuk transaksi yang dikecualikan.Transaksi yang dikecualikanmeliputi transaksi antarbank. transalcsi dengan Pemerin.. transaksi dengan bank sentral, pembayaran gaji, pensiun, dan transaksi lainnya yang ditetapkan oleh Kepala PPATK atas pennimain Penyedia Jasa Keuangan yang disetujui oleh PPATK.
9.45
I. Alat bukti lain berupa informasi secara elektronik dengan alat optik atau ilikialat lain yang serupa dengan itu; 2. Dokumen yang meliputi data, rekaman, atau infonnasi yang dapat dilihat, dibaca dan/atau di dengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sama, baik yang tertuang ams kenas. benda fisik. apapun selain kenas, maupun yang terekam secar elektronik, termasuk telapi tidak terbatas pada tulisan. suara atau gambar. peta, rancangan, foto. atau sejenissnya Ituruf, tanda. angka, simbol, atau performi yang makna atau dapatdipahami oleh orang yang mampu membaca amu memahaminya.
Agar pemberantasan TPPU dapat dilakukan secara efektif, dalam UU ini daitur kerja.sama antar negara. Misalnya, dengan perjanjian ekstradisi atau kerja sama bantuan di bidang hukum, baik dalam be. bilateral maupun multilateral,. Oleh karena itu, pemerimah Indonesia harus lebih meningkatkan kerja sama intemasional dalam pengawasan kejahatan transnasional dan organisassi kejahatan sena memacu pengambangan sistem infornmsi penanggulangan kejahatan intemasional. 48
Perkembangan di bidang iptek telah mendorong perkaembangan ragam kejahatan yang dilakukan oleh pihak yang tidak benanggung jawab. Kejahatan dalam suatu wilayah negara maupun limas negara juga semakin berkembang, diantaranya korupsi, penyuapan, penyelundupan tenaga kerja, penyclundupan barang; penyelundupan migran; perbankan; narkmika; psikotropika; perdagangan budak; wanita, anak; perdagangan senjata gelap; terorisme; penculikan; pencurian; penggelapan; penipuan. Dan kejahatan kerall lainnya yang menghasilkan uang dalam jumlah besar.
9.46
Penyidik kasus pencucian uang tidak hanya polisi saja. Tetapi instansi lain sepeni Kejaksaan, KPK, Badan Nasional Narkotika, Pajak dan Bea Cukai bisa menindaklanjuti laporan limpahan dari PPATK.Penyelidikan dan penyidikan kasus pencucian uang akan dipeluas. Selain lembaga penyidik yang akan diiambah, jumlah ismansi yang diwajibkan melaporkan transsalui mencurigakan pun diperbanyak.kewenangan penyidikan tidak hanya polisi saja tetapi seluruh instansi yang mempunyai kewenangan menyidik. Penambahan penyidik akan diajukan oleh PPATK dalam amandemen UU Nomor 25 Tahun 2003 temang IPPU. Selain kepolisian dan kejaksaan, lembaga yang akan diberikan kewenangan menyidik TPPU adalah KPK dan KOMNASHAM. lni memperkuat pemberantasan pencucian uang.50
Terbatasnya lembaga penyidikan TPPU menuna Yunus, menyebabkan sulitnya kasus-kasus PPU masuk ke pengadilan. Karena itu dari ribuan transaksi yang mencurigakan. Hanya beberapa gelimir yang masuk ke mcja hakim. Selidak-tidaknya dengan banyaknya lembaga yang berwenang menyidik kasus PPU, proses penyidikan bisa cepat Dengan demikian kasus tidak menumpuk.51
Hal itu juga dilakukan agar ada persaingan kualitas diantara lembaga penyidikan. Selain, perluasan lembaga penyidikan, dalam amandemen UU tersebut PPATK juga mengusulkan penambahan lembaga pelapor transaksi mencurigakan. Selama ini baru lembaga-lembaga keuangan saja yang diwajibkan melaporkan transaksinya kepada PPATK. Dengan adanya amandemen itu, kata Yunus nantinya notaris, agen penjual mobil, dan rumah pun akan diwajibkan melapottan transaksinya. Karena hasil korupsi biasanya dibelikan properti.52 Selain ini ketiadaan laporan dari lembaga-lembaga itu membuat penyidik kesulitan melacak kemana sja uang hasil korupsi digunakan. Pembelian properti menipakan cara yang lazim dipakai untuk menghilangkan jejak dana
9.47
hasil kejahatan. Perluasan-perluasn itu juga makin dikuatkan oleh kewenangan PPATK membekukan rekening tersangka PPU.53
C. PENCEGAHAN PENCUCIAN UANG
Apabila transaksi keuangan mencurigakantelah dilaporkan ke PPATK, dalam penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut harus dipastikan bahwa pihak-pihak yang dilaporkan tidak menaruh kecurigaan akibat dari penyelidikan dan penyidikan tersebut. Untuk mencegah tindak pidana pencucian uang. maka bank dan lembaga keuangan jasa lainnyk wajib mengidentilikasi transaksi keuangan yang dianggap mencurigakan..
Pertama, hal yang dilakukan adalah melakukan suatu judgement a. dasar fakta-fakta yang kuat dan bukan sekedar tidak adanya suatu informasi nasabah dan transaksi yang dilakukannya sena pelanhan dan pengalaman dari kayawan/pejabat bank dan perusahaan jasa lain.
Kedua, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003, transaksi keuangan yang dianggap mencurigakan adalah transaksi yang menyimpang dari profil dan karakteristik sena kebiasaan pola unnsaksi dari nasabah, termasuk transaksi keuangan olch nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan olch bank dan perusahaan jam kcuangan lainnya.
Ketiga. menganalisis suatu transaksi. misalnyat I. Apakalt jumlah nominal dan frckuensi transaksi konsisten dengan kegiatan normal yang selama ini dilakukan oleh nasabah. 2. Apakah transaksi yang dilakukan wajar dan sesuai dengan kegiatan usaha, aktivitas, dan kebutuhan nasabah. 3. Apakah pola transaksi yang dilakukan oleh naabah tidak menyimpang dari pola transaksi untuk nasabah sejenis.
9.48
Dalam kaitannya dengan pencegahan pencucian uang, maka pertanyaan yang kemudian muncul dalah bagaimana efekvitas pemberamasan pencucian uang? Berbagai modus operandi pencucian uang, antara lain dibelikan properti, tanah, dan transfer uang amar bank di satu negara dengan negara lain. Yang sangat menentukan keberhasilan pemberantasan pencucian uang adalah peraturan perundang-undangan dan tingkat partisipasi masya.callpengelola lembaga jasa keuan, baik bank maupun non bank. Jika ktxlua faktor ini lemah, perkembangan pencucian uang akan semakin meningkat. Sekalipun kedua faktor tersebut semakin sia-sia dan berdampak buruk terhadap tingkat keberhasilan pemberantasan pencucian uang.55
D. DAMPAK KEJAHATAN PENCUCIAN UANG
Kegiatan pencucian ung yang dilakukan oleh organisasi-organisasi kejahatan dan oleh para penjahat individual sangat merugikan masyarakat. Karena itu, banyak negara berupaya untuk memerangi kejahatan ini. Beberapa dampak kejahatan pencucian uang terhadap masyarakat, yakni:
1. Pencucian uang memungkinkan para penjual dan pengedar narkoba.para penyelundup, dan para penjahat lainnya untuk memperluas kegiatan operasinya. Hal ini akan meningkatkan biaya penegakan hukum untuk memberamasnya dan biaya perawatan serta pengobatan kesehatan bagi para korban autu pecandu narkotik.
2. Kegiatan peneucian uang mempunyai potensi untuk merongrong keuangan masyarakat sebagai akibat sede.kian besarnya jumlah uangyang terlibat dalam kegiatan tersebut. Potensi untuk melakukan korupsi meningkai bersamaan dengan peredaran jumlah uang haram yang sangat besar.
3. Pencucian uang mengurangi pendapalan pemerintah dari pajak secara tidak langsung merugikan para pembayar pajak yang jujur dan mengumngi kesempatan kerja yang sah.
Selain itu, beberapa dampak makro ekonomis yang ditimbulkan oleh pencucian uang adalah distribusi pendapatan. Kegiatan kejahatan mengalihkan pendapatan . para penyimpan dana terbesar (high saver) kepada penyimpanan dana terendah ((ow saver), dar( investasi yang sehat pada investasi yang beresiko dan berkualitas rendah. Hal ini membuat penumbuhan ekonomi tapengaruh. Pencucian uang juga mempunyai dampak-dampak malcro-ekonomi yang tidak langsung (indhwet niacroecanomic effects). Transaksi yang ilega( dapat mencegall orang melakukan transaksi-transaksi yang melibaikan pihak-pihak luar negeri makipun sepenullnya legal telah menjadi kurang diminati akibat pengaruh pencucian uang.57 LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah laiihan berikut!
I) Sebutkan 2 (dua) dampak dari kejahatan pencucian uang! 2) Sebutkan 2 (dua) tugas dari PPATK! Petunjuk Jawaban Latihan
1 ) Penama, pencucian uang memungkinkan para penjual dan pengedar narkoba, para penyelundup, dan para penjahat lainnya untuk dapat memperluas kegiatan operasinya. Hal ini akan meningkatkan biaya penegakan Itukum untuk memberatuanya dan biaya perawatan serta pengobatan kesehatan bagi para korban atau pecandu narkotika. Kedua, kegiatan pencucian uang mempunyai poten.si untuk merongrong keuangan masyarakat sebagai akibat sedemikian besarnya jumlah uang yang ierlibat dalam kegiatan itu. Potensi untidc melakukan korupsi meningkat bersamaan dengan peredaran jumlah uang haram yang sangat besar.
9.50