TINJAUAN MATA KULIAH
MODUL 1 : ASAS-ASAS HUKUM ADAT
a. Istilah, Pengertian, Manfaat, dan Dasar berlakunya Hukum Adat
b. Ciri-Ciri Hukum Adat
c. Masyarakat Hukum Adat di Indonesia
MODUL 2 : SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM ADAT DI INDONESIA
a. Perkembangan Hukum Adat sebelum Kemerdekaan RI
b. Proses Perkembangan Hukum Adat
c. Hukum Adat dalam Pembangunan Nasional
MODUL 3 : HUKUM TENTANG ORANG/PRIBADI
a. Subjek Hukum menurut Hukum Adat
b. Pengertian Cakap dan Dewasa dalam Hukum Adat
c. Pengertian Cakap dan Dewasa menurut Undang-Undang
MODUL 4 : HUKUM TENTANG KELUARGA
a. Pertalian Darah atau Keturunan
b. Perwalian Anak dan Pengangkatan Anak
c. Hak Waris bagi Anak Angkat
MODUL 5 : HUKUM TENTANG PERKAWINAN
a. Pengertian Perkawinan dan Bentuk-bentuk Perkawinan menurut Hukum Adat
b. Pelamaran dan Sistem Perkawinan
c. Harta Perkawinan menurut Hukum Adat
MODUL 6 : HUKUM WARIS ADAT
a. Pengertian dan Istilah-Istilah Hukum Waris Adat
b. Asas-Asas dan Sifat Hukum Waris Adat
c. Sistem Hukum Waris Adat di Indonesia
MODUL 7 : HUKUM TANAH ADAT
a. Pengertian, Ciri-Ciri dan Objek Hak Tanah Adat
b. Macam-macam Hak Tanah Adat
c. Transaksi Tanah Adat
MODUL 8 : HUKUM DELIK ADAT
a. Pengertian dan Sifat Hukum Delik Adat
b. Macam-macam Delik Adat dan Tata cara Penyelesaiannya
c. Lapangan Berlakunya Delik Adat dan Petugas Hukum untuk Perkara Adat
MODUL 9 : EKSISTENSI HUKUM ADAT DALAM HUKUM NASIONAL
a. Aktualisasi Hukum Adat dalam Sejarah
b. Hukum Adat sebagai Pencerminan Jiwa Masyarakat Indonesia
c. Hukum Adat sebagai The Living Law
MODUL 1
ASAS-ASAS HUKUM ADAT
Membahas tentang hukum yang dibentuk dan dibuat serta hidup didalam masyarakat yang sifatnya tidak tertulis. Menitikberatkan pada Teori dan Unsur-Unsur, serta eksistensi hukum adat di masyarakat yang mana keberadaan Hukum adat tersebut ada dan berlaku disamping hukum tertulis.
Hukum adat merupakan hukum asli masyarakat Indonesia, Hukum yang hidup dan mengikat masyarakat yang tersebar diberbagai daerah di Indonesia, Adat/Kebiasaan dan/atau Norma yang merupakan sistem nilai budaya yang menjadi pedoman berprilaku bagi masyarakat dan ditaati oleh masyarakat tersebut.
DAFTAR ISI :
a. Istilah, Pengertian, Manfaat, dan Dasar berlakunya Hukum Adat
b. Ciri-Ciri Hukum Adat
c. Masyarakat Hukum Adat di Indonesia
MODUL 2 : SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM ADAT DI INDONESIA
a. Perkembangan Hukum Adat sebelum Kemerdekaan RI
b. Proses Perkembangan Hukum Adat
c. Hukum Adat dalam Pembangunan Nasional
MODUL 3 : HUKUM TENTANG ORANG/PRIBADI
a. Subjek Hukum menurut Hukum Adat
b. Pengertian Cakap dan Dewasa dalam Hukum Adat
c. Pengertian Cakap dan Dewasa menurut Undang-Undang
MODUL 4 : HUKUM TENTANG KELUARGA
a. Pertalian Darah atau Keturunan
b. Perwalian Anak dan Pengangkatan Anak
c. Hak Waris bagi Anak Angkat
MODUL 5 : HUKUM TENTANG PERKAWINAN
a. Pengertian Perkawinan dan Bentuk-bentuk Perkawinan menurut Hukum Adat
b. Pelamaran dan Sistem Perkawinan
c. Harta Perkawinan menurut Hukum Adat
MODUL 6 : HUKUM WARIS ADAT
a. Pengertian dan Istilah-Istilah Hukum Waris Adat
b. Asas-Asas dan Sifat Hukum Waris Adat
c. Sistem Hukum Waris Adat di Indonesia
MODUL 7 : HUKUM TANAH ADAT
a. Pengertian, Ciri-Ciri dan Objek Hak Tanah Adat
b. Macam-macam Hak Tanah Adat
c. Transaksi Tanah Adat
MODUL 8 : HUKUM DELIK ADAT
a. Pengertian dan Sifat Hukum Delik Adat
b. Macam-macam Delik Adat dan Tata cara Penyelesaiannya
c. Lapangan Berlakunya Delik Adat dan Petugas Hukum untuk Perkara Adat
MODUL 9 : EKSISTENSI HUKUM ADAT DALAM HUKUM NASIONAL
a. Aktualisasi Hukum Adat dalam Sejarah
b. Hukum Adat sebagai Pencerminan Jiwa Masyarakat Indonesia
c. Hukum Adat sebagai The Living Law
MODUL 1
ASAS-ASAS HUKUM ADAT
Hukum suatu bangsa merupakan gambaran atau cerminan dari budaya bangsa yang bersangkutan, karena hukum merupakan bagian dari kebudayaan.
Dengan memahami hukum adat secara keseluruhan, diharapkan akan memperjelas pemahaman Hukum Adat sebagain salah satu aspek kebudayaan Bangsa indonesia.
KB 1 ; ISTILAH , PENGERTIAN, MANFAAT , DAN DASAR BERLAKUNYA HUKUM ADAT
A. ISTILAH DAN PENGERTIAN HUKUM ADAT
1. Istilah
Istilah "Hukum Adat" atau "Adatrecht"(Belanda) pertama dikenalkan oleh Snouck Hurgronje yang kemudian dikutip dan dipakai oleh Van Vollenhoven sebagai Istilah teknis-yuridis.
Kata "Adat" berasal dari bahasa Arab yaitu yang berarti "Kebiasaan"; Kebiasaan bermakna adalah sesuatu/perilaku yang dilakukan berukang dan diikuti oleh lainnya, sehingga secara turun temurun melakukan hal yang sama yang pada akhirnya mengikat dan ditaati.
Hazairin; Adat adalah resapan kesusilaan dalam masyarakat, yaitu kaidah-kaidah adat berupa kaidah-kaidah kesusilaan yang kebenarannya telah mendapat pengakuan oleh masyarakat tersebut.
Istilah adat; hadat (Sulawesi Tengah), Odot (Gayo), ngadat (Jawa).
Van Vollenhoven dalam penelitiannya bahwa Masyarakat Indonesia sejak ratusan tahun telah memiliki aturan hidup yang mengatur, mengikat dan ditaati oleh masyarakat di wilayahnya masing-masing. aturan itu diperkenalkan dalam tulisannya "Het Adatrecht van Nederlandsch Indi".
Hukum adat sebagai hukum yang berasal dari akar masyarakat tidak mengenal kodifikasi, hukum adat lebih dikenal sebagai hukum tidak tertulis. Hal ini dikarenakan hukum adat diliputi semangat kekeluargaan, dimana seseorang tunduk dan mengabdi pada aturan masyarakat secara keseluruhan, bahwa kepentingan masyarakat lebih diutamakan daripada kepentingan individu.
Jelas perbedaannya dengan Hukum Barat yang mengutamakan kepentingan individual, dimana penyelenggaraan Hukum berpusat pada individu, sementara Hukum Adat mengenal individu sebagai subjek yang bertujuan untuk mengabdi kepada masyarakat.
Hukum adat pada hakikatnya bertujuan mencapai keselarasan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan masyarakat atau kepentingan umum, yang merupakan cerminan umum budaya masyarakat Indonesia sebagai contoh adalah konsep gotong royong dimana kepentingan umum selalu didahulukan daripada kepentingan individu.
Pada Hukum barat tujuan utamanya adalah menjaga kepentignan perseorangan, kepentingan masyarakat menjadi pertimbangan jika terjadi pelanggaran atas kepentingan masyarakat.
Hukum adat tidak mengenal kodifikasi, Bagaimana eksistensi Hukum Adat saat ini? Hukum adat berakar pada adat istiadat masyarakat Indonesia, sebagai cerminan nilai-nilai dasar budaya masyarakat Indonesia, dan hal ini diakui dalam UUD 1945, Oleh karenanya dipahami sebagai hukum asli masyarakat Indonesia.
Dalam aturan peralihan II menyatakan: "Segala badan negara dan peraturan yang ada masih berlangsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini".
Pada bagian penjelasan UUD 1945 menyebutkan bahwa: "Disamping UU Dasar berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis". Walaupun tidak tertulis, dalam UUD 1945 merupakan bentuk pengakuan terhadap eksistensi Hukum Adat.
2. Pengertian
Ter Haar dalam pidato Rechtshogeschool tahun 1937 : "Hukum adat adalah seluruh peraturan, yang ditetapkan dalam keputusan-keputusan, dan yang dalam pelaksanaan ditetapkan serta merta dan mengikat, artinya hukum adat yang berlaku itu, hanyalah yang dikenal dari keputusan-keputusan fungionaris hukum dalam masyarakat itu, kepala-kepala, hakim-hakim, rapat-rapat desa dan pejabat-pejabat desa.
Hukum adat hanya dapat diketahui dan dilihat dalam bentuk keputusan para fungsionaris hukum, tidak hanya hakim tetapi juga kepala adat dan petugas-petugas desa lainnya.
Teer dikenal dengan Teorinya Beslissingenleer (Teori Keputusan); Bahwa Hukum adat mencakup seluruh peraturan-peraturan yang menjelma didalam keputusan-keputusan pejabat hukum yang mempunyai kewibawaan dan pengaruh, serta dalam pelaksanaannya berlaku secara serta merta dan dipatuhi dengan sepenuh hati oleh mereka yang diatur dalam keputusan tersebut.
Keputusan tersebut dapat berupa sebuah persengketaan, akan tetapi juga diambil berdasarkan kerukunan dan musywarah. Menurut Ter Haar, adat akan berubah menjadi hukum jika ada keputusan-keputusan para fungsionaris hukum, yang mempunyai kewibawaan yang dalam pelaksanaannya berlaku serta merta dan ditaati dengan sepenuh hati.
Soepomo; Istilah Hukum Adat dipakai sebagai sinonim dari hukum yang tidak tertulis, hukum yang hidup, hukum yang timbul karena putusan-putusan hukum (Judgemade Law), hukum yang hidup sebagai peraturan kebiasaan yang dipertahankan didalam pergaulan hidup (Customary Law).
Soekanto; Hukum adat hakikatnya merupakan hukum kebiasaan, namun kebiasaan yang mempunyai akibat hukum atau sanksi (das sein das sollen), artinya Hukum adat itu merupakan keseluruhan adat yang tidak tertulis dan hidup dalam masyarakat berupa kesusilaan, kebiasaan dan kelaziman yang mempunyai akibat hukum dan sanksi.
Hazairin; Adat adalah endapan kesusilaan dalam masyarakat, yaitu bahwa kaidah-kaidah adat itu berupa kaidah-kaidah kesusilaan yang ditaati dalam masyarakat tersebut.
Van Dijk; kurang tepat bila hukum adat diartikan sebagai hukum kebiasaan. Menurutnya Hukum kebiasaan adalah kompleks peraturan hukum yang timbul karena kebiasaan berarti demikian lamanya orang bisa bertingkah laku menurut suatu cara tertentu sehingga lahir suatu peraturan yang diterima dan juga diinginkan oleh masyarakat. Menurut Van Dijk Hukum adat dan Hukum kebiasaan itu memiliki perbedaan.
Istilah Adat yang berarti kebiasaan merupakan semua peraturan tentang tingkah laku yang dijalankan yang meliputi peraturan-peraturan hukum yang mengatur hidup bersama orang Indonesia. Menurut Van Dijk, adat tidak mempunyai akibat hukum, sedangkan Hukum Adat mempunyai akibat hukum (sanksi).
Van Vollenhoven; orang pertama mengkaji akademis hukum adat; Hukum Adat adalah aturan-aturan perilaku yang berlaku bagi orang-orang pribumi dan orang-orang timur asing, yang disatu pihak mempunyai sanksi (maka itu dikatakan hukum), dan dilain pihak tidak dikodifikasikan (maka itu dikatakan adat).
F. D Holleman; sependapat dengan Van Vollenhoven; Hukum Adat adalah norma-norma yang hidup yang disertai dengan sanksi dan jika perlu dapat dipaksakan oleh masyarakat atau badan-badan yang bersangkutan, agar ditaati dan dihormati oleh para warga masyarakat. Tidak ada maslah apakah norma-norma tersebut ada atau tidaknya keputusan petugas hukum.
Secara Umum; Hukum Adat adalah merupakan wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem dan memiliki sanksi riil yang sangat kuat.
Koentjaraningrat; merinci pembedaan antara adat istiadat, norma dan hukum.
Adat Istiadat merupakan sistem nilai budaya, pandangan hidup, dan Ideologi. Sistem Nilai Budaya berfungsi sebagai pedoman hidup warga masyarakat, dan sebagai konsef sifatnya sulit diterangkan secara rasional dan nyata, karena berada dalam daerah emosional seseorang.
Bahwa sejak kecil seseorang diresapi oleh berbagai nilai Budaya yang hidup didalam masyarakatnya, sehingga konsep-konsep budaya tersebut telah berakar dalam alam jiwanya. Konsep ideologi merupakan suatu sistem pedoman hidup yang ingin dicapai oleh warga masyarakat.
Norma terdiri dari aturan-aturan untuk bertindak, sifatnya khusus, rinci, jelas dan tegas. Dengan sifat tersebut norma mempunyai wibawa mengatur tindakan individu. Pelanggaran terhadap norma memiliki aakibat hukum (sanksi). Inilah yang oleh Ter Haar membedakan adat dan hukum adat. Karena bersanksi itulah sehingga dikatakan bahwa hukum adat terlihat pada keputusan-keputusan para fungsionaris hukum (Teori Beslissingenleer).
Jika dibandingkan dengan negara Inggris dan Amerika dimana hukum tidak tertulis (Common Law) menduduki tempat yang sangat penting selain UU. Common Law ini terlihat pada keputusan-keputusan para hakim,, karangan para ahli hukum, dan peraturan yang timbul dalam berbagai lingkaran masyarakat. Di negara-negara ini hukum terwujud tidak hanya dalam UU, melainkan keputusan hakim (yurisprudensi), pendapat ahli, dan juga didalam masyarakat.
Di Inggris Hukum tertulis disebut "Statute Law" dan hukum tidak tertulis disebut "Common Law" atau "Judgemade Law". Hukum adat termasuk dalam Hukum Common Law (Djamanat Samosir).
B. UNSUR-UNSUR PEMBENTUK HUKUM ADAT
Dalam Seminar Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional di Yogyakarta, dinyatakan bahwa terwujudnya hukum adat dipengaruhi oleh agama. Banyak Teori menunjukan adanya hubungan antara pengaruh agama (Hukum Islam) dengan Hukum Adat :
1. Teori Receptio in Complexu
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh golongan masyarakat itu. Soerojo Wignyodipoero menjelaskan teori ini dengan mengatakan bahwa kalau dalam suatu masyarakat memeluk agama tertentu, maka hukum adat masyarakat yang bersangkutan adalah hukum agama yang dipeluknya.
2. Teori Receptie
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
Hukum agama (Islam) meresepsi kedalam dan berlaku sepanjang dikehendaki oleh Hukum Adat. Menurut Teori receptie hukum agama (Islam) dan hukum adat adalah dua entitas yang berbeda bahkan kadang-kadang saling berhadapan (beroposisi) dan terjadi konflik, kecuali hukum agama (Islam) yang telah meresepsi kedalam Hukum Adat. Hukum agama (Islam) yang telah meresepsi kedalam hukum adat di wilayah-wilayah tertentu adalah bidang hukum perkawinan dan hukum waris.
Menurut Snouck Hurgronje tidak semua bagian hukum agama diterima dan diresepsi dalam hukum adat, hanya beberapa bagian tertentu saja dari hukum adat yang dipengaruhi hukum agama (Islam)seperti Hukum Keluarga, Hukum Perkawinan dan Hukum Waris.
Ter Haar membantah pendapat Snouck Hurgronje dengan mengatakan bahwa hukum waris tidak dipengaruhi oleh hukum agama (Islam), melainkan adat asli, Misalnya di Minangkabau hukum warisnya dalah hukum adat asli, yaitu norma-norma yang cocok dengan susunan dan struktur masyarakat Minangkabau.
3. Teori Receptio a Contrario
Sebagai kritikan terhadap Teori Receptio, Hazairin mengajukan Teori Receptio a Contrario : Hukum Adat adalah sesuatu yang berbeda yang tidak bisa dicampuradukan dengan hukum agama (Islam) sehingga keduanya mesti tetap terpisah.
Hukum Adat timbul semata-mata dari kepentingan hidup kemasyarakatan yang ditaati oleh anggota masyarakat itu, yang apabila ada pertikaian atau konflik maka diselesaikan oleh penguasa adat dan hakim pada pengadilan negeri.
sementara itu sengketa-sengketa yang berada dalam ruang lingkup Hukum Agama (Islam) diselesaikan di peradilan agama, Artinya, Hukum adat baru berlaku jika tidak bertentangan dengan Hukum agama yang dianut oleh masyarakat tersebut.
C. MANFAAT MEMPELAJARI HUKUM ADAT
Hilman Hadikusuma; menegaskan tentang manfaat mempelajari Hukum adat yaitu akan memudahkan untuk memahami budaya hukum Indonesia, kita tidak boleh menolak budaya hukum asingsepanjang tidak bertentangan dengan budaya hukum Indonesia. Begitu pula dengan mempelajari Hukum adat maka akan diketahui Hukum adat yang mana yang ternyata tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, dan Hukum adat yang mana yang mendekati atau yang dapat diperlakukan sebagai Hukum Nasional.
Sebagai sistem nilai budaya yang berfungsi sebagai pedoman hidup bagi masyarakat yang ditaati dan memiliki sanksi apabila dilanggar, yang hidup dalam masyarakat Indonesia, maka hukum adat sangat penting untuk dipelajari.
Hukum adat adalah hukum yang mengakar pada Budaya Bangsa, sebagaimana dikemukakan oleh Koentjaraningrat bahwa nilai budaya mengakar pada diri seseorang, yang menentukan cara pandang seseorang, termasuk dalam bertingkah laku. Perilaku seseorang ada yang baik, ada yang tidak sesuai dengan aturan hukum. Karena hukum berfungsi mengatur perilaku individu yang hidup dalam masyarakat, maka hukum harus dibuat dengan memperhatikan nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakat.
Bushar Muhammad; menguraikan manfaat praktis mempelajari Hukum Adat yang dapat ditinjau dari tiga sudut, yaitu :
1. sudut pembinaan hukum nasional
2. sudut mengembalikan dan memupuk kepribadian bangsa
3. praktik peradilan
Membina Hukum Nasional tidak saja berarti menciptakan hukum baru yang memenuhi tuntutan rasa keadilan dan kepastian hukum, tetapi juga memenuhi tuntutan naluri kebangsaan sesuai ideologi negara (Panca Sila). Dalam menyusun peraturan perundang-undangan nasional yang baru, diperlukan informasi dan bahan sebanyak-banyaknya dari hasil penelitian terhadap hukum adat dan etnografi yang hidup dalam masyarakat Indonesia.
Karena hukum adat adalah hukum asli yang mencerminkan budaya bangsa Indonesia, akan mempertebal rasa harga diri, rasa kebangsaan, dan rasa kebanggaan pada setiap warga negara Indonesia. Rasa bangga terhadap budaya sendiri akan tumbuh jika dengan kesadaran mengetahui kebudayaan bangsanya, dimana hukum adat merupakan bagian dari kebudayaan Bangsa Indonesia.
Manfaat praktis dalam praktik peradilan, yaitu hukum adat dapat dipergunakan untuk memutus perkara-perkara yang terjadi antar warga masyarakatb yang tunduk pada hukum adat. Penyelesaian kasus-kasus masyarakat di bidang pertanahan, waris, perkawinan, akan lebih sederhana jika dilakukan menurut hukum adat, sesuai dengan corak/sifatnya yang masih mengedepankan kepentingan bersama secara kekeluargaan berdasarkan musyawarah mufakat, dengan menggunakan mediator atau arbitor para fungsionaris adat di wilayah itu (ketua adat, kepala desa di wilayahnya).
D. DASAR BERLAKUNYA HUKUM ADAT
Ketentuan Aturan Peralihan Pasal II UUD 1945 menyatakan bahwa : " Segala Badan Negara dan peraturan yang ada masih berlangsung berlaku sebelum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini ".
Dalam aturan tersebut terdapat dua hal yang tetap dipertahankan daya berlakunya setelah Indonesia merdeka, yaitu badan-badan negara dan peraturan-peraturan yang ada. Yang dimaksudkan dengan badan-badan negara dan peraturan-peraturan yang ada.
Badan-badan negara adalah lembaga hukum yang telah ada baik sebelum maupun pada masa-masa kolonial, seperti pengadilan desa dan pengadilan swapraja.
Peraturan-peraturan adalah ketentuan-ketentuan seperti dalam pasal 131 dan Pasal 163 I.S., yang pada prinsipnya menetapkan bahwa bagi warga negara Indonesia asli tetap berlaku hukum adat, sedangkan bagi warga negara indonesia keturunan sesuai dengan yang ditetapkan bagi mereka.
Untuk keturunan Eropa dan Tionghoa berlaku hukum perdata Eropa (BW) dan untuk orang Indonesia keturunan Timur Asing lainnya berlaku Hukum perdata eropa dan sebagian hukum asli mereka.
UUD 1945 tidak secara eksplisit menyebut istilah hukum adat, tetapi melalui aturan peralihan pasal II sudah merupakan legitimasi bahwa diluar hukum perundang-undangan, diakui pula hukum-hukum yang tidak tertulis (Hukum adat).
Jelas perbedaannya dengan Hukum Barat yang mengutamakan kepentingan individual, dimana penyelenggaraan Hukum berpusat pada individu, sementara Hukum Adat mengenal individu sebagai subjek yang bertujuan untuk mengabdi kepada masyarakat.
Hukum adat pada hakikatnya bertujuan mencapai keselarasan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan masyarakat atau kepentingan umum, yang merupakan cerminan umum budaya masyarakat Indonesia sebagai contoh adalah konsep gotong royong dimana kepentingan umum selalu didahulukan daripada kepentingan individu.
Pada Hukum barat tujuan utamanya adalah menjaga kepentignan perseorangan, kepentingan masyarakat menjadi pertimbangan jika terjadi pelanggaran atas kepentingan masyarakat.
Hukum adat tidak mengenal kodifikasi, Bagaimana eksistensi Hukum Adat saat ini? Hukum adat berakar pada adat istiadat masyarakat Indonesia, sebagai cerminan nilai-nilai dasar budaya masyarakat Indonesia, dan hal ini diakui dalam UUD 1945, Oleh karenanya dipahami sebagai hukum asli masyarakat Indonesia.
Dalam aturan peralihan II menyatakan: "Segala badan negara dan peraturan yang ada masih berlangsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini".
Pada bagian penjelasan UUD 1945 menyebutkan bahwa: "Disamping UU Dasar berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis". Walaupun tidak tertulis, dalam UUD 1945 merupakan bentuk pengakuan terhadap eksistensi Hukum Adat.
2. Pengertian
Ter Haar dalam pidato Rechtshogeschool tahun 1937 : "Hukum adat adalah seluruh peraturan, yang ditetapkan dalam keputusan-keputusan, dan yang dalam pelaksanaan ditetapkan serta merta dan mengikat, artinya hukum adat yang berlaku itu, hanyalah yang dikenal dari keputusan-keputusan fungionaris hukum dalam masyarakat itu, kepala-kepala, hakim-hakim, rapat-rapat desa dan pejabat-pejabat desa.
Hukum adat hanya dapat diketahui dan dilihat dalam bentuk keputusan para fungsionaris hukum, tidak hanya hakim tetapi juga kepala adat dan petugas-petugas desa lainnya.
Teer dikenal dengan Teorinya Beslissingenleer (Teori Keputusan); Bahwa Hukum adat mencakup seluruh peraturan-peraturan yang menjelma didalam keputusan-keputusan pejabat hukum yang mempunyai kewibawaan dan pengaruh, serta dalam pelaksanaannya berlaku secara serta merta dan dipatuhi dengan sepenuh hati oleh mereka yang diatur dalam keputusan tersebut.
Keputusan tersebut dapat berupa sebuah persengketaan, akan tetapi juga diambil berdasarkan kerukunan dan musywarah. Menurut Ter Haar, adat akan berubah menjadi hukum jika ada keputusan-keputusan para fungsionaris hukum, yang mempunyai kewibawaan yang dalam pelaksanaannya berlaku serta merta dan ditaati dengan sepenuh hati.
Soepomo; Istilah Hukum Adat dipakai sebagai sinonim dari hukum yang tidak tertulis, hukum yang hidup, hukum yang timbul karena putusan-putusan hukum (Judgemade Law), hukum yang hidup sebagai peraturan kebiasaan yang dipertahankan didalam pergaulan hidup (Customary Law).
Soekanto; Hukum adat hakikatnya merupakan hukum kebiasaan, namun kebiasaan yang mempunyai akibat hukum atau sanksi (das sein das sollen), artinya Hukum adat itu merupakan keseluruhan adat yang tidak tertulis dan hidup dalam masyarakat berupa kesusilaan, kebiasaan dan kelaziman yang mempunyai akibat hukum dan sanksi.
Hazairin; Adat adalah endapan kesusilaan dalam masyarakat, yaitu bahwa kaidah-kaidah adat itu berupa kaidah-kaidah kesusilaan yang ditaati dalam masyarakat tersebut.
Van Dijk; kurang tepat bila hukum adat diartikan sebagai hukum kebiasaan. Menurutnya Hukum kebiasaan adalah kompleks peraturan hukum yang timbul karena kebiasaan berarti demikian lamanya orang bisa bertingkah laku menurut suatu cara tertentu sehingga lahir suatu peraturan yang diterima dan juga diinginkan oleh masyarakat. Menurut Van Dijk Hukum adat dan Hukum kebiasaan itu memiliki perbedaan.
Istilah Adat yang berarti kebiasaan merupakan semua peraturan tentang tingkah laku yang dijalankan yang meliputi peraturan-peraturan hukum yang mengatur hidup bersama orang Indonesia. Menurut Van Dijk, adat tidak mempunyai akibat hukum, sedangkan Hukum Adat mempunyai akibat hukum (sanksi).
Van Vollenhoven; orang pertama mengkaji akademis hukum adat; Hukum Adat adalah aturan-aturan perilaku yang berlaku bagi orang-orang pribumi dan orang-orang timur asing, yang disatu pihak mempunyai sanksi (maka itu dikatakan hukum), dan dilain pihak tidak dikodifikasikan (maka itu dikatakan adat).
F. D Holleman; sependapat dengan Van Vollenhoven; Hukum Adat adalah norma-norma yang hidup yang disertai dengan sanksi dan jika perlu dapat dipaksakan oleh masyarakat atau badan-badan yang bersangkutan, agar ditaati dan dihormati oleh para warga masyarakat. Tidak ada maslah apakah norma-norma tersebut ada atau tidaknya keputusan petugas hukum.
Secara Umum; Hukum Adat adalah merupakan wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem dan memiliki sanksi riil yang sangat kuat.
Koentjaraningrat; merinci pembedaan antara adat istiadat, norma dan hukum.
Adat Istiadat merupakan sistem nilai budaya, pandangan hidup, dan Ideologi. Sistem Nilai Budaya berfungsi sebagai pedoman hidup warga masyarakat, dan sebagai konsef sifatnya sulit diterangkan secara rasional dan nyata, karena berada dalam daerah emosional seseorang.
Bahwa sejak kecil seseorang diresapi oleh berbagai nilai Budaya yang hidup didalam masyarakatnya, sehingga konsep-konsep budaya tersebut telah berakar dalam alam jiwanya. Konsep ideologi merupakan suatu sistem pedoman hidup yang ingin dicapai oleh warga masyarakat.
Norma terdiri dari aturan-aturan untuk bertindak, sifatnya khusus, rinci, jelas dan tegas. Dengan sifat tersebut norma mempunyai wibawa mengatur tindakan individu. Pelanggaran terhadap norma memiliki aakibat hukum (sanksi). Inilah yang oleh Ter Haar membedakan adat dan hukum adat. Karena bersanksi itulah sehingga dikatakan bahwa hukum adat terlihat pada keputusan-keputusan para fungsionaris hukum (Teori Beslissingenleer).
Jika dibandingkan dengan negara Inggris dan Amerika dimana hukum tidak tertulis (Common Law) menduduki tempat yang sangat penting selain UU. Common Law ini terlihat pada keputusan-keputusan para hakim,, karangan para ahli hukum, dan peraturan yang timbul dalam berbagai lingkaran masyarakat. Di negara-negara ini hukum terwujud tidak hanya dalam UU, melainkan keputusan hakim (yurisprudensi), pendapat ahli, dan juga didalam masyarakat.
Di Inggris Hukum tertulis disebut "Statute Law" dan hukum tidak tertulis disebut "Common Law" atau "Judgemade Law". Hukum adat termasuk dalam Hukum Common Law (Djamanat Samosir).
B. UNSUR-UNSUR PEMBENTUK HUKUM ADAT
Dalam Seminar Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional di Yogyakarta, dinyatakan bahwa terwujudnya hukum adat dipengaruhi oleh agama. Banyak Teori menunjukan adanya hubungan antara pengaruh agama (Hukum Islam) dengan Hukum Adat :
1. Teori Receptio in Complexu
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh golongan masyarakat itu. Soerojo Wignyodipoero menjelaskan teori ini dengan mengatakan bahwa kalau dalam suatu masyarakat memeluk agama tertentu, maka hukum adat masyarakat yang bersangkutan adalah hukum agama yang dipeluknya.
2. Teori Receptie
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
Hukum agama (Islam) meresepsi kedalam dan berlaku sepanjang dikehendaki oleh Hukum Adat. Menurut Teori receptie hukum agama (Islam) dan hukum adat adalah dua entitas yang berbeda bahkan kadang-kadang saling berhadapan (beroposisi) dan terjadi konflik, kecuali hukum agama (Islam) yang telah meresepsi kedalam Hukum Adat. Hukum agama (Islam) yang telah meresepsi kedalam hukum adat di wilayah-wilayah tertentu adalah bidang hukum perkawinan dan hukum waris.
Menurut Snouck Hurgronje tidak semua bagian hukum agama diterima dan diresepsi dalam hukum adat, hanya beberapa bagian tertentu saja dari hukum adat yang dipengaruhi hukum agama (Islam)seperti Hukum Keluarga, Hukum Perkawinan dan Hukum Waris.
Ter Haar membantah pendapat Snouck Hurgronje dengan mengatakan bahwa hukum waris tidak dipengaruhi oleh hukum agama (Islam), melainkan adat asli, Misalnya di Minangkabau hukum warisnya dalah hukum adat asli, yaitu norma-norma yang cocok dengan susunan dan struktur masyarakat Minangkabau.
3. Teori Receptio a Contrario
Sebagai kritikan terhadap Teori Receptio, Hazairin mengajukan Teori Receptio a Contrario : Hukum Adat adalah sesuatu yang berbeda yang tidak bisa dicampuradukan dengan hukum agama (Islam) sehingga keduanya mesti tetap terpisah.
Hukum Adat timbul semata-mata dari kepentingan hidup kemasyarakatan yang ditaati oleh anggota masyarakat itu, yang apabila ada pertikaian atau konflik maka diselesaikan oleh penguasa adat dan hakim pada pengadilan negeri.
sementara itu sengketa-sengketa yang berada dalam ruang lingkup Hukum Agama (Islam) diselesaikan di peradilan agama, Artinya, Hukum adat baru berlaku jika tidak bertentangan dengan Hukum agama yang dianut oleh masyarakat tersebut.
C. MANFAAT MEMPELAJARI HUKUM ADAT
Hilman Hadikusuma; menegaskan tentang manfaat mempelajari Hukum adat yaitu akan memudahkan untuk memahami budaya hukum Indonesia, kita tidak boleh menolak budaya hukum asingsepanjang tidak bertentangan dengan budaya hukum Indonesia. Begitu pula dengan mempelajari Hukum adat maka akan diketahui Hukum adat yang mana yang ternyata tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, dan Hukum adat yang mana yang mendekati atau yang dapat diperlakukan sebagai Hukum Nasional.
Sebagai sistem nilai budaya yang berfungsi sebagai pedoman hidup bagi masyarakat yang ditaati dan memiliki sanksi apabila dilanggar, yang hidup dalam masyarakat Indonesia, maka hukum adat sangat penting untuk dipelajari.
Hukum adat adalah hukum yang mengakar pada Budaya Bangsa, sebagaimana dikemukakan oleh Koentjaraningrat bahwa nilai budaya mengakar pada diri seseorang, yang menentukan cara pandang seseorang, termasuk dalam bertingkah laku. Perilaku seseorang ada yang baik, ada yang tidak sesuai dengan aturan hukum. Karena hukum berfungsi mengatur perilaku individu yang hidup dalam masyarakat, maka hukum harus dibuat dengan memperhatikan nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakat.
Bushar Muhammad; menguraikan manfaat praktis mempelajari Hukum Adat yang dapat ditinjau dari tiga sudut, yaitu :
1. sudut pembinaan hukum nasional
2. sudut mengembalikan dan memupuk kepribadian bangsa
3. praktik peradilan
Membina Hukum Nasional tidak saja berarti menciptakan hukum baru yang memenuhi tuntutan rasa keadilan dan kepastian hukum, tetapi juga memenuhi tuntutan naluri kebangsaan sesuai ideologi negara (Panca Sila). Dalam menyusun peraturan perundang-undangan nasional yang baru, diperlukan informasi dan bahan sebanyak-banyaknya dari hasil penelitian terhadap hukum adat dan etnografi yang hidup dalam masyarakat Indonesia.
Karena hukum adat adalah hukum asli yang mencerminkan budaya bangsa Indonesia, akan mempertebal rasa harga diri, rasa kebangsaan, dan rasa kebanggaan pada setiap warga negara Indonesia. Rasa bangga terhadap budaya sendiri akan tumbuh jika dengan kesadaran mengetahui kebudayaan bangsanya, dimana hukum adat merupakan bagian dari kebudayaan Bangsa Indonesia.
Manfaat praktis dalam praktik peradilan, yaitu hukum adat dapat dipergunakan untuk memutus perkara-perkara yang terjadi antar warga masyarakatb yang tunduk pada hukum adat. Penyelesaian kasus-kasus masyarakat di bidang pertanahan, waris, perkawinan, akan lebih sederhana jika dilakukan menurut hukum adat, sesuai dengan corak/sifatnya yang masih mengedepankan kepentingan bersama secara kekeluargaan berdasarkan musyawarah mufakat, dengan menggunakan mediator atau arbitor para fungsionaris adat di wilayah itu (ketua adat, kepala desa di wilayahnya).
D. DASAR BERLAKUNYA HUKUM ADAT
Ketentuan Aturan Peralihan Pasal II UUD 1945 menyatakan bahwa : " Segala Badan Negara dan peraturan yang ada masih berlangsung berlaku sebelum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini ".
Dalam aturan tersebut terdapat dua hal yang tetap dipertahankan daya berlakunya setelah Indonesia merdeka, yaitu badan-badan negara dan peraturan-peraturan yang ada. Yang dimaksudkan dengan badan-badan negara dan peraturan-peraturan yang ada.
Badan-badan negara adalah lembaga hukum yang telah ada baik sebelum maupun pada masa-masa kolonial, seperti pengadilan desa dan pengadilan swapraja.
Peraturan-peraturan adalah ketentuan-ketentuan seperti dalam pasal 131 dan Pasal 163 I.S., yang pada prinsipnya menetapkan bahwa bagi warga negara Indonesia asli tetap berlaku hukum adat, sedangkan bagi warga negara indonesia keturunan sesuai dengan yang ditetapkan bagi mereka.
Untuk keturunan Eropa dan Tionghoa berlaku hukum perdata Eropa (BW) dan untuk orang Indonesia keturunan Timur Asing lainnya berlaku Hukum perdata eropa dan sebagian hukum asli mereka.
UUD 1945 tidak secara eksplisit menyebut istilah hukum adat, tetapi melalui aturan peralihan pasal II sudah merupakan legitimasi bahwa diluar hukum perundang-undangan, diakui pula hukum-hukum yang tidak tertulis (Hukum adat).
KB 2 ; CIRI-CIRI HUKUM ADAT
A. CORAK DAN SIFAT HUKUM ADAT
F.D. Hollemann dalam pidato inagurasinya De Commune Trek in het Indonesische Rechtsleven, mengemukakan ada empat corak atau sifat Hukum adat yang merupakan satu kesatuan, sebagai berikut :
1. Magis Religius (Magisch-Religieus)
Diartikan sebagai pola pikir yang didasarkan pada religiusitas, yakni keyakinan masyarakat tentang adanya sesuatu yang bersifat sakral. Sebelum masyarakat adat mengenal agama, sifat religius ini diwujudkan dalam cara berpikir yang tidak logis, animisme, dan kepercayaan pada hal-hal yang ghoib.
Menurut kepercayaan masyarakat pada waktu itu bahwa di alam semesta ini benda-benda itu serba berjiwa (animisme), benda-benda itu punya daya gerak (dinamisme0, disekitar kehidupan manusian ada roh-roh halus yang mengawasi kehidupan manusia, dan alam itu ada karena ada yang menciptakan, yaitu Yang Maha Pencipta. Oleh karenanya, setiap manusia akan memutuskan, mengatur, menyelesaikan sutu karya memohon restu Yang Maha Pencipta dengan harapan bahwa karya tersebut berjalan sesuai dengan yang dikehendaki, dan apabila melanggar pantangan dapat mengakibatkan hukuman (Kutukan dari Tuhan Yang Maha Esa).
Sifat Magis Religius ini merupakan kepercayaan masyarakat yang tidak mengenal pemisahan dunia lahir (fakta) dengan dunia gaib. sifat ini mengharuskan masyarakat untuk selalu menjaga keseimbangan antara dunia lahir (dunia nyata) dengan dunia batin (dunia gaib).
setelah masyarakat adat mengenal agama, maka sifat religius tersebut diwujudkan dalam bentuk Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa. Masyarakat mulai mempercayai bahwa setiap perilaku akan ada imbalan dan hukuman dari Tuhan. Kepercayaan itu terus berlangsung dalam kehidupan maasyarakat modern. Sebagai gambaran dapat dilihat pada setiap keputusan badan peradilan yang selalu mencantumkan klausul "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Walaupun klausul tersebut karena peraturan mengharuskannya.
2. Komunal (Kebersamaan)
Setiap individu anggota masyarakat merupakan bagian integral dari masyarakat secara keseluruhan, Hubungan yang terjadi diantara mereka didasarkan oleh rasa kebersamaan, kekeluargaan, tolong menolong, dan gotong royong. Masyarakat Hukum Adat meyakini bahwa setiap kepentingan individu sewajarnya disesuaikan dengan kepentingan masyarakat karena tidak ada individu yang terlepas dari masyarakatnya.
3. Konkret (Visual)
Konkret artinya jelas, nyata, berwujud. dan Visual artinya dapat terlihat, tampak, terbuka, tidak tersembunyi. Hal ini mengartikan bahwa setiap hubungan hukum yang terjadi dalam masyarakat tidak dilakukan secara diam-diam.
Contohnya Jual Beli, selalu memperlihatkan adanya perbuatan nyata yakni dengan pemindahan benda objek perjanjian.
Berbeda halnya dengan Hukum Barat yang mengenal perbedaan antara benda bergerak dengan benda tidak bergerak, dimana dalam perjanjian jual beli tanggung jawab atas suatu barang telah beralih kepada pembeli, walaupun barang tersebut masih ada ditangan penjual.
4. Kontan (Tunai)
Bahwa suatu perbuatan selalu diliputi oleh suasana yang serba konkret, terutama dalam hal pemenuhan prestasi. Bahwa setiap pemenuhan prestasi selalu diiringi dengan kontra prestasi yang diberikan secara serta merta. Prestasi dan Kontra Prestasi dilakukan secara bersama-sama dalam waktu itu juga.
Dalam Hukum Adat segala sesuatu yang terjadi sebelum dan sesudah timbang terima secara kontan adalah diluar akibat hukum, perbuatan hukum telah selesai seketika itu juga.
Disamping 4 corak hukum adat yang dikemukakan Holleman, ada sifat khas lainnya Hukum Adat sebagai berikut :
a. Tradisional
Masyarakat adat bersifat turun temurun, sampai sekarang keadaannya masih tetap berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat yang bersangkutan. Peraturan turun temurun ini mempunyai keistimewaan yang luhur sebagai pusaka yang dihormati dan harus tetap dijaga, pelanggaran terhadapnya diyakini akan mendatangkan malapetaka terhadap masyarakat. Corak tradisional ini tetap dipertahankan misalnya pada adat Batak yang melarang perkawinan dalam satu marga.
b. Dinamis
Dapat berubah menurut keadaan waktu dan tempat. Setiap perkembangan masyarakat hukum akan selalu menyesuaikan diri sesuai dengan perkembangan yang terjadi
c. Terbuka
Artinya Hukum Adat dapat menerima sistem hukum lain sepanjang masyarakat yang bersangkutan menganggap bahwa sistem hukum lain tersebut patut atau berkesesuaian.
d. Sederhana
Artinya bahwa masyarakat hukum adat itu bersahaja, tidak rumit, tidak beradministrasi, tidak tertulis, mudah dimengerti, dan dilaksanakan berdasarkan saling percaya mempercayai. Hal ini dapat terlihat pada transaksi yang dilakukan secara lisan saja, termasuk dalam hal pembagian warisan, jarang dilakukan secara tertulis.
e. Musyawarah dan Mufakat
Artinya masyarakat hukum adat mengutamakan musyawarah dan mufakat. Dalam menyelesaikan perselisihan selalu diutamakan penyelesaian secara rukun dan damai dengan musyawarah dan mufakat.
B. SISTEM HUKUM ADAT
Sistem adalah susunan yang teratur dari berbagai unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas atau kesatuan pengertian. Menurut Soepomo, tiap-tiap hukum merupakan suatu sitem, yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kesatuan begitupun dengan Hukum Adat.
Hukum adat adalah merupakan hukum asli masyarakat yang mencerminkan budaya Bangsa Indonesia, mempunyai corak yang khas yang berbeda dengan negara-negara lain.Sebagaimana telah diuraikan diatas tentang sifat hukum adat yang selalu mengutamakan kepentingan kebersamaan dibanding kepentingan individu, gotong royong, dan kekeluargaan, yang memberikan warna dan kepribadian yang khas.
Sistem Hukum adat berdasar pada alam pikiran dan budaya Bangsa Indonesia yang berbeda dengan cara berpikir sistem Hukum Barat. Untuk dapat memahami sistem hukum adat harusm memahami cara berpikir masyarakat Indonesia.
sebagaimana telah dikemukakan bahwa sistem hukum adat adalah sederhana, kontan dan konkret. Menurut Hukum adat semua hubungan-hubungan hukum adalah bersifat konkret atau nyata dapat dilihat dalam jual beli tanah dimana persetujuan (kesepakatan) dan penyerahan hak (levering) sebagai satu kesatuan yang tidak terpisah.
Didalam sistem Hukum eropa pemindahan hak miliki akan terjadi apabila barangnya sudah diserahkan kepada si pembeli, artinya antara persetujuan dengan penyerahan (levering) merupakan suatu pebuatan yang terpisah.
Sistem Hukum Adat mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Tidak membedakan Hukum publik dan Hukum Privat
Berbeda dengan Hukum Eropa yang membedakan antara Hukum yang bersifat Publik dan Hukum yang bersifat Privat. dimana Hukum Publik yang menyangkut kepentingan umum dan Hukum privat yang mengatur kepentingan perorangan atau mengatur hubungan antara masyarakat satu dengan yang lainnya.
Didalam Hukum adat tidak mengenal pembedaan seperti itu.
2. Tidak membedakan Hak Kebendaan (zakelijke rechten) dan Hak Perseorangan (Personlijke rechten)
Menurut Hukum Barat (Eropa) setiap orang yang mempunyai hak atas suatu benda ia berkuasa atau bebas untuk berbuat terhadap benda yang dimilikinya itu karena mempunyai hak perseorangan atas hak miliknya tersebut. Tetapi menurut Hukum Adat Hak kebendaan dan Hak Perseorangan itu tidak bersifat mutlak sebagai hak pribadi oleh karena berkaitan dengan hubungan kekeluargaan dan kekerabatannya.
3. Tidak membedakan pelanggaran perdata dan pidana.
Didalam Hukum adat apabila terjadi pelanggaran hukum perdata dan pelanggaran hukum pidana diputuskan sekaligus oleh fungsionaris hukum (Ketua adat atau kepala desa).
Hal ini berbeda dengan hukum barat dimana pelanggaran perdata diperiksa dan diputuskan oleh hakim perdata sementara pelanggaran yang bersifat pidana diperiksa dan diputuskan oleh hakim pidana.
Perbedaan Kedua sistem hukum tersebut disebabkan karena hal-hal sebagai berikut :
1. Corak serta sifat yang berlainan antara Hukum adat dengan Hukum Barat (Eropa)
2. Pandangan Hidup yang mendukung kedua macam hukum itu pun berbeda (Tolib setiady; Intisari Hukum Adat Indonesia, 2008: 42-44)
Djojodinegoro (Dalam Soerjono Soekanto, 2012: 127-128) menulis bahwa hukum adat memandang masyarakat sebagai paguyuban, artinya sebagai satu kesatuan hidup bersama, dimana manusia memandang sesamanya sebagai tujuan, interaksi manusia dengan sesamanya dengan segala perasaannya, sebagai cinta, benci, simpati, antipati dan sebagainya yang baik dan yang kurang baik.
Sebagai manusia yang sangatn menghargai hubungan damai dengan sesama manusia, oleh karenanya berusaha menyelesaikan secara damai setiap perbedaan pendapat yang terjadi, secara kompromi, tidak hanya melihat benar slah, tetapi lebih pada keberlanjutan hubungan baik dimasa datang.
Pada dasarnya masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang menginginkan hidup yang damai/tenang dengan susunan yang harmonis, sebagaimana yang ada dalam alam pikiran tradisional yang bersifat kosmis, yang beranggapan bahwa manusia merupakan bagian dari alam, yang dalam kehidupannya tidak mengalami proses pemisahan antara berbagai bidang kehidupan (politik, ekonomi, sosial, hukum dan sebagainya). Alam pikiran tersebut tergambar dalam hukum adat, sehingga unsur-unsur pokok alam pikiran tradisional tersebut menjadi bagian dari sistem hukum adat.
Sisitem Hukum Adat terdiri atas unsur-unsur pokok :
1. Kepercayaan
2. Perasaan
3. Tujuan
4. Kaidah
5. Kedudukan, Peranan dan Pelaksanaan Peranan
6. Tingkat atau Jenjang
7. Sanksi
8. Kekuasaan, dan
9. Fasilitas (Soerjono Soekanto, 2012: 132)
Unsur-unsur pokok sebagaimana diuraikan oleh Soerjono Soekanto tersebut tercermin dalam empat corak hukum adat sebagaimana dikemukan oleh Holleman .
Sistem Hukum suatu negara merupakan cerminan dari kebudayaan suatu bangsa, budaya yang berbeda, sistem hukum yang berlaku berbeda pula.
Menurut Sunaryati hartono (Dari hukum antar golongan ke hukum antar adat, 1991:15) bahwa pendekatan dalam sistem hukum Inggris yang bersifat konkrit, empiris pragmatis, dan tidak membeda-bedakan secara tajam antara lapangan hukum perdata dan lapangan hukum publik, seperti pendekatan yang terdapat dalam hukum adat.
Sistem Common Law tak lain dari sistem hukum adat, hanya berbeda sumbernya. sistem Hukum adat bahan atau sumbernya berasal dari Hukum Indonesia asli, Sistem Common Law sumbernya banyak unsur-unsur hukum Romawi kuno, yang telah mengalami reception in complexu.
Common Law di Inggris berkembang sejak permulaan abad ke XI, dimana Raja (William The Qonqueror) memberlakukan peradilan yang menyelesaikan kasus-kasus perselisihan dengan cara damai, menggunakan Justice of the peace (Juru Damai).
Jika dibandingkan dengan kondisi di Indonesia hampir sama dengan yang dilakukan oleh sistem hukum adat, dimana penyelesaian persoalan dilakukan oleh "peradilan adat" atau "peradilan desa" yang di pimpin oleh ketua adat atau kepala desa. Jika dibandingkan dengan Civil Law di Eropa Barat dan wilayah-wilayah yang penah dikuasai bangsa Eropa, sistem hukum pada dasarnya berinduk kepada Hukum Romawi.
Sementara Sistem Common Law (Anglo Saxon) dan wilayah yang pernah menjadi jajahan Inggris, bersumber dari peradilan yang pada umumnya berasal dari keputusan-keputusan hakim. Istilan Common Law merupakan hukum yang disebut sebagai Judge Made Law, yang berbeda dengan Civil Law yang merupakan Statury Law.
Indonesia adalah pewaris hukum yang berasal dari Belanda yang menganut sistem Eropa kontinental. Karena itu di Indonesia perundang-undangan menjadi sendi utama dalam pembentukan hukum (merupakan hasil rumusan dalam Pembinaan Hukum Nasional).
Pada umumnya negara-negara sedang berkembang, sistem hukum yang berlaku adalah hukum tradisional dan hukum modern. Negara berkembang pada umumnya sistem hukum yang berlaku bersifat pluralistis, dimana sistem hukum tradisonal-modern berjalan berdampingan dengan ssistem hukum modern. Para pakar mengartikan bahwa pluralistis adalah paham yang menegaskan bahwa hanya ada satu fakta kemanusiaan, yaitu keragaman, heterogenitas dan kemajemukan.
Jika dibandingkan dengan Sistem Hukum adat, Sifat-Sifat Umum Hukum Modern adalah :
1. Hukum Modern terdiri dari peraturan-peraturan yang penerapannya berlaku umum terhadap siapa saja, tidak membedakan agama, suku bangsa, kasta dan jenis kelamin
2. Bersifat Transaksional
3. Bersifat Universalitas
4. Bersifat hierarkis
5. Hukum Modern di organisasikan secara birokratis
6. Bersifat Rasional, bahwa hukum dinilai dari kualitas fungsionalnya bukan dari segi formalnya
7. Bersifat Profesional, artinya dijalankan oleh individu yang memiliki keahlian dan kompetensi dibidangnya
8. Fleksibel, Memuat tata cara untuk melakukan peninjauan sesuai kebutuhan msyarakat.
9. Tugas menemukan hukum dan menerapkan hukum dipisahkan antara tugas eksekutif, legislatif dan yudikatif.
C. WILAYAH HUKUM ADAT
Wilayah Hukum Adat atau Lingkungan Hukum Adat atau Kukuban Hukum Adat sangat erat kaitannya dengan persekutuan Hukum adat atau masyarakat hukum adat.
Van Vollenhoven membagi atau mengelompokkan wilayah Indonesia dalam 19 Lingkungan Hukum Adat (Adat Rechtkringen). Pembagian tersebut didasarkan atas pengklasifikasian berdasarkan bahasa-bahasa yang digunakan berbagai daerah yang ada di Indonesia.
Ke 19 Lingkungan Hukum Adat tersebut adalah sebagai berikut :
1. Aceh (Aceh Besar, Pantai Barat Aceh, Singkel, Simeulue)
2. Gayo, Alas, Batak :
a. Tanah Gayo (Gayo Lueus)
b. Tanah Alas
c. Tanah Batak (Tapanuli) :
1) Tapanuli Utara
(a) Pakpak-Batak (Barus)
(b) Karo-Batak
(c) Simalungun-Batak
(d) Toba-Batak (Samosir, Balige, Laguboti,Lumban Julu)
2) Tapanuli Selatan
(a) Padang Lawas (Tano Sepanjang)
(b) Angkola
(c) Mandailing (Sayurmatinggi)
2.a. Nias (Nias Selatan)
3. Daerah Minang Kabau (Padang, Agam, Tanah Datar, Lima Puluh Kota, Daerah Kampar, Kerinci)
4. Sumatera Selatan
a. Bengkulu (Rejang)
b. Lampung (Abung, Peminggir, Pubian, Rebang, Gedongtataan, Tulang Bawang)
c. Palembang (Anak-lakitan, Jelma Daya, Kubu, Pasema, Semendo)
4.a. Enggano
5. Daerah Melayu (Lingga Riau, Indragiri, Pantai Timur Sumatera Utara, Orang-orang Banjar)
6. Bangka dan Belitung
7. Kalimantan (Dayak, Bagian barat kalimantan, Kapuas Hulu, Kalimantan Tenggara, Mahakam Hulu, Pasi, Dayak Kenya, Dayak Klementen, Dayak Landak dan Tayan, Dayak-Lawang, Lepo-alim, Lipo-timei, Long-Glatt, Dayak-Maanyan-Pantai, Dayak Maan Siung, Dayak-Ngaju, Dayak-Ot-Danum, Dayak-Penyabung Punan)
8. Minahasa (Manado)
9. Gorontalo (Bolaang Mongondow, Boalemo)
10. Daerah/Tanah Toraja (Sulawesi Bagian Tengah, Toraja, Orang Toraja berbahasa Baree, Toraja Barat, sigi, Kaili, Tawaili, Toraja Sadan, To Mori, To Lainang, Kepulauan Banggai)
11. Sulawesi selatan (Orang Bugis, Bone, Laikang, Ponre, Mandar, Makasar, Selayar, Muna)
12. Kepulauan Ternate (Ternate, Tidore, Halmahera, Tobelo, Pulau Sula)
13. Maluku-Ambon (Ambon, Banda, Orang Uliaser, Saparua, Buru, Seram, Kepulauan Kai, Kepulauan Aru, Kisar)
14. Irian
15. Kepulauan Timor (Kelompok Timor, Timur, Bagian Tengah Timor, Mollo, Sumba, Bagian Tengah Sumba, Sumba Timur, Kodi, Flores, Ngada, Roti, Savu Bima)
16. Bali dan Lombok (Bali, Tangan Paringsingan, Kastala, Karangasem, Buleleng, Jembarana, Lombok, Sumbawa).
17. Jawa Tengah dan Jawa Timur termasuk Madura (Jawa bagian Tengah, Kedu, Purworejo, Tulungagung, Jawa Timur, Surabaya, Madura)
18. Daerah Kerajaan (Solo - Yogyakarta)
19. Jawa Barat (Parahyangan, Tanah Sunda, Jakarta, Banten)
Ke-19 wilayah Hukum Adat yang diklasifikasikan oleh Van Vollenhoven tersebut memberikan gambaran tentang keberagaman bentuk masyarakat hukum adat dan keberagaman hukum adat yang berlaku, yang berbeda-beda di masing-masing wilayah hukum adat, dan pembagian Lingkungan Hukum Adat tersebut diatas berdasarkan kenyataan-kenyataan yang ditemukan di masyarakat.
D. TATA SUSUNAN PERSEKUTUAN HUKUM DALAM WILAYAH HUKUM ADAT
Van Vollenhoven dalam bukunya "Adatrecht-I" menguraikan tentang Tata Persekutuan Hukum dari masing-masing wilayah hukum menurut bentuk susunan masyarakat yang hidup di daerah-daerah, yaitu :
1. Semua Persekutuan Hukum dipimpin oleh Kepala Rakyat/Desa
2. Sifat dan susunan itu erat hubungannya dengan sifat, serta susunan tiap-tiap jenis badan persekutuan yang bersangkutan.
Sebagai gambaran diuraikan beberapa contoh sebagai berikut :
1. Di daerah Tapanuli
Persekutuan daerah tersebut disebut "Negeri", disebelah selatan disebut "Kuria", sedangkan di Padang Lawas disebut "Luhas". Di tiap-tiap persekutuan daerah tersebut terdapat persekutuan hukum yang disebut "Huta".
Yang menjadi Kepala Negeri/Kuria/Luhas dan Kepala Huta adalah seseorang dari marga asal, yaitu seorang dari Keturunan dari seorang pembuka tanah dan pembuka "huta" didalam daerah yang bersangkutan.
Kepala dari Negeri/Kuria/Luhas disebut Raja Panusunan. Marga-marga lain yang ikut bertempat tinggal didaerah tersebut atau di "Huta" itu mempunyai seorang wakil di dalam pimpinan daerah dan Pimpinan "Huta" yang diambil dari Marga Rakyat masing-masing.
2. Di Daerah Minang Kabau
Persekutuan Hukum disebut "Nagari"yang terdiri atas famili-famili yang masing-masing dikepalai oleh "Penghulu Andiko" (Laki-laki tertua dari "Jurai"atau bagian famili yang tertua). Tiap "Jurai" diketuai oleh orang tua-orang tuanya sendiri yang bernama "mamak kepala waris" atau "tungganai". Famili-famili dalam suatu "nagari masing-masing masuk clan yang lebih besar disebut "suku". Tiap "suku" mempunyai nama-nama sendiri-sendiri dan tersebar di seluruh daerah minangkabau.
3. Di Pulau Ambon
Para famili di Pulau Ambon disebut "rumah" atau "tau" dipimpin oleh seorang kepala famili, terikat dalam golongan famili yang besar (clan) yang dikepalai oleh Kepala golongan besar. Beberapa clan terikat dalam perikatan yang lebih besar dipimpin oleh kepala clan yang disebut "latu".
4. Di Daerah Bolaang Mongondow
Persekutuan Teritorial yang disebut "desa" dikepalai oleh seorang kepala desa yang disebut Kimelaha, beberapa pembantu disebut "probis" dan anggota-anggota famili disebut "gihangia"
5. Di Daerah Banten
Persekutuan Teritorial (Desa) terdiri atas beberapa "ampian" atau kampung yang dikepalai oleh "Kokolot" atau tua-tua, dan Kepala Desa disebut Jaro.
Disamping perkembangan masyarakat yang begitu cepat, juga terjadi perubahan peraturan negara, sehingga pembagian Lingkungan Hukum Adat sebagaimana dikemukakan diatas sudah tidak sesuai lagi, mengalami pergeseran atau perubahan-perubahan yang terjadi karena perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi), terjadinya percampuran penduduk (karena perkawinan), yang kemudian menetap di wilayah yang berbeda dengan wilayah hukum adat asalnya.
Banyak hal yang menjadikan perubahan-perubahan yang terjadi didalam masyarakat sehingga pembagian 19 Lingkungan Hukum Adat tersebut sudah mengalami pergeseran. Saat ini suatu daerah tidak lagi didiami oleh satu suku saja (clan), tetapi akibat percamputan satu wilayah bisa didiami oleh suku-suku lain yang tidak hanya Hukum adat setempat saja yang bberlaku, melainkan Hukum Adat yang dibawa dimana individu tersebut tinggal.
Disamping itu, pemberlakuan Hukum Nasional (Hukum Negara) mempengaruhi berlakunya hukum adat di suatu Lingkungan Hukum Adat, dimana perangkat-perangkat desa menyesuaikan diri dengan peraturan yang dibuat negara (antara lain UU tentang otonomi daerah). Sehingga secara berangsur wilayah atau Lingkungan Hukum Adat yang diklasifikasikan oleh Van Vollenhoven diatas menjadi berkurang keberadaannya.
Koentjaraningrat; Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling berinteraksi, yang memiliki unsur-unsur :
1). Adat Istiadat, Norma-norma, Hukum, serta aturan yang mengatur pola tingkah lagu warga
2). Kontinuitas dalam waktu (Berkesinambungan dalam waktu yang lama)
3). Rasa Identitasyang kuat yang mengikat semua warga.
Walaupun demikian, tidak semua kesatuan manusia yang saling berinteraksi merupakan masyarakat. Oleh karena itu suatu negara, kota, atau desa dapat disebut masyarakat karena memiliki ciri-ciri diatas.
Jasi tidak semua kumpulan manusia yang saling berinteraksi dapat disebut masyarakat, penonton sepakbola, siswa disuatu sekolah, penghuni suatu asarama, atau kerumunan orang tidak dapat disebut masyarakat.
Soerjono Soekanto; Masyarakat adalah suatu sistem sosial yang menjadi wadah dari pola-pola interaksi sosial atau hubungan interpersonal maupun hubungan antar kelompok sosial.
Dalam memahami Hukum Adat harus memahami tentang Masyarakat Hukum Adat, karena didalam masyarakat itulah ditemukan hukum (Adat) yang menjadi dasar pola-pola interaksi tersebut.
Soepomo ; "Bahwa untuk mengetahui hukum, maka perlu diselidiki waktu, wilayah, sifat dan susunan badan-badan persekutuan hukum dimana orang-orang yang dikuasai hukum itu hidup sehari-hari"
Hazairin; memberikan uraian mengenai Masyarakat Hukum Adat adalah : "Masyarakat Hukum Adat seperti desa di Jawa, Marga di Sumatera Selatan, Nagari di Minangkabau, Kuria di Tapanuli, Wanua di Sulawesi Selatan, adalah kesatuan-kesatuan masyarakat yang mempunyai kelengkapan-kelengkapan untuk sanggup berdiri sendiri, yaitu mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa, dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua anggotanya .... Bentuk hukum kekeluargaannya (patrilinear, matrilinear atau bilateral mempengaruhi sitem pemerintahannya terutama berlandaskan atas pertanian, peternakan, perikanan, dan pemungutan hasil hutan dan hasil air, ditambah dengan perburuan binatang liar, pertambangan dan kerajinan tangan.
semua anggotanya sama dalam hak dan kewajibannya. Penghidupan mereka berciri, komunal dimana gotong royong, tolong menolong, serasa dan selalu mempunyai peranan yang besar)"
Ter Haar ; mengenukakan tentang pengertian Masyarakat Hukum Adat dalam bukunya Beginselen En Stelsel van Het Adatrecht yang telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia menjadi Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Sebagai berikut :
" Diseuruh Kepulauan Indonesia pada tingkatan rakyat Jelata, terdapat pergaulan hidup didalam golongan-golongan yang bertingkah laku sebagai kesatuan terhadap dunia luar, lahir bathin. Golongan-golongan / Kelompok itu mempunyai tata susunan yang tetap dan kekal dan orang-orang segolongan itu masing-masing mengalami kehidupan dalam golongan sebagai hal yang sewajarnya, dalam hal menurut kodrat alam. Tidak ada seorangpun dari mereka yang mempunyai pikiran akan kemungkinan pembubaran kelompok itu. Golongan masyarakat tersebut mempunyai pengurus sendiri dan harta benda, milik keduniaan dan milik gaib. Golongan-golongan yang demikian yang bersifat persekutuan hukum ".
Ten Haar; Masyarakat Hukum Adat adalah kesatuan manusia sebagai satu kesatuan, menetap didaerah tertentu, mempunyai penguasa-penguasa, mempunyai kekayaan yang berwujud atau tidak berwujud, dimana para anggota kesatuan hidup dalam masyarakat yang merupakan kodrat yang para anggotanya tidak berpikir untuk membubarkan ikatan tersebut atau melepaskan diri dari ikatan itu.
Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, Masyarakat Hukum adat dirumuskan sebagai sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan. Jika berdasarkan pemahaman ini maka masyarakat adat memiliki kriteria :
1. Ada sekelompok orang yang terikat dengan tatanan hukum adatnya
2. Ada warga masyarakat merupakan warga bersama Masyarakat hukum Adat.
3. Masyarakat hukum yang didasarkan atas tempat tinggal atau dasar keturunan.
Deskripsi yang dikemukakan Ten Haar tentang Masyarakat Hukum Adat menunjukan adanya interaksi antara manusia sebagai satu kesatuan, yang bertalian dengan alam sekitarnya dan memiliki kultur yang berbeda dengan masyarakat lainnya. Masyarakat Hukum Adat memiliki cara pandang hidup yang menyeluruh (holistik), komunal, transendental dan temporer. Masyarakat yang dimaksud merupakan bagian terintegrasi dengan alam semesta.
Perbedaan Masyarakat Hukum Adat dengan masyarakat pada umumnya, adalah :
1. Penguasa Masyarakat Hukum Adat memutuskan apakah suatu perbuatan merupakan perbuatan hukum, atau memutuskan sengketa yang terjadi antara anggota-anggotanya menurut hukum adat, menurut kebiasaan yang oleh kelompok itu dipandang patut atau pantas.
2. Beberapa orang atau perorangan tertentu dalam masyarakat hukum adat, melakukan suatu perbuatan maka seluruh Masyarakat Hukum Adat itu akan mendapat keuntungan atau menderita kerugian.
3. Pada Masyarakat Hukum Adat terhadap benda-benda, tanah, air, tanaman, serta gedung-gedung yang harus dipelihara dan dipertahankan bersama, dijaga kebersihannya bersama dari kekuatan-kekuatan ghaib.
4. Hanya anggota-anggota masyarakat yang bersangkutan yang dapat memperoleh manfaat dari apa yang disebut dalam butir 3.
5. Adanya masyarakat Hukum Adat merupakan suatu kenyataan meta yuridis, yaitu dirasakan oleh para anggotanya sebagai suatu keharusan alam, artinya Masyarakat Hukum Adat timbul secara spontan.
6. Pada Masyarakat Hukum adat tidak akan terdapat suatu pikiran akan kemungkinan membubarkan masyarakat adatnya.
7. Jika orang luar yang bukan anggota masyarakat adat ingin menikmati tanah dan sebagainya dari masyarakat adat, wajib memberi zesuatu kepada sebagai tanda pengakuan orang luar terhadap hak masyarakat adat tersebut.
8. Didalam masyarakat adat terdapat tata susunan masyarakat yang merupakan sifat-sifat khas dari masyarakat itu.
9. Masyarakat adat itu terdapat pada lapisan bawah dalam masyarakat Indonesia.
Dari berbagai uraian tentang pengertian Masyarakat Hukum adat diatas dapat disimpulkan bahwa unsur utama keberadaan Masyarakat Hukum Adat, yaitu :
1. Adanya sekelompok orang yang hidup bersama teratur sebagai satu kesatuan bersama
2. sekolompok orang tersebut terikat dan tunduk pada tatanan hukum adatnya
3. Adanya pimpinan/penguasa dari kelompok tersebut
4. adanya wilayah dengan batas-batas teritorial tertentu
5. keterikatan kelompok tersebut didasarkan pada kesamaan tempat tinggal atau keturunan
B. DASAR DAN BENTUK MASYARAKAT HUKUM ADAT
Apabila setiap Masyarakat Hukum adat di telaah secara seksama maka masing-masing mempunyai dasar dan bentuknya.
Soepomo; mengatakan masyarakat-masyarakat hukum adat Indonesia dapat dibagi menjadi 2 golongan menurut susunannya, yaitu yang berdasarkan pertalian suatu golongan (Genealogi) dan yang berdasarkan lingkungan daerah (Teritorial) dan yang berdasarkan keturunan dan lingkungan daerah (Genealogis dan Teritorial).
Dari sudut bentuknya, Masyarakat Hukum Adat ada yang berdiri sendiri, ada yang menjadi bagian dari Masyarakat Hukum adat yang lebih tinggi dan ada yang merupakan perserikatan dari berbagai Masyarakat Hukum Adat yang sederajat.
Masing-masing bentuk hukum adat tersebut, dapat dinamakan sebagai Masyarakat Hukum adat tunggal, bertingkat, dan berangkai sebagaimana skema berikut;
Faktor Genealogis masih dominan dalam Masyarakat Hukum Adat di Indonesia, yang kemudian melahirkan Masyarakat yang patrilineal yaitu masyarakat yang bercorak "kebapakan" atau matrilineal yaitu masyarakat yang bercorak keibuan, atau parental yaitu masyarakat yang berdasarkan gari keturunan orang tua (Bapak dan Ibu)
1. Masyarakat Hukum Genealogis
Adalah sekelompok masyarakat yang para anggotanya terikat oleh garis keturunan yang sama dari satu leluhur baik secara langsung karena hubungan darah atau pertalian karena perkawinan. Pertalian karena Genealogis ini dibedakan atas 3 (tiga) pertalian keturunan, yaitu :
a. Patrilineal; yaitu masyarakat hukum menurut garis keturunan laki-laki, dimana susunan pertalian tersebut ditarik menurut garis keturunan Bapak. Bentuk masyarakat ini terdapat pada masyarakat suku Batak, Lampung, Bali, NTT, Maluku dan Irian.
b. Matrilineal; yaitu masyarakat hukum menurut garis perempuan, masyarakat yang tersusun berdasarkan garis keturunan ibu. Bentuk masyarakat seperti ini terdapat pada masyarakat Minangkabau, Kerinci, Semendo di Sumatera Selatan dan beberapa suku di Timor.
c. Bilateral/Parental; yaitu masyarakat yang tersusun menurut garis terunan orang tua, yaitu bapak dan ibu secara bersama-sama. Disebut bilateral karena terdiri dari keturunan ibu dan bapak. Bentuk masyarakat seperti ini, terdapat pada Suku Bugis dan umumnya masyarakat di Sulawesi, Dayak, dan Jawa.
2. Masyarakat Hukum Teritorial
Adalah masyarakat hukum yang anggota-anggotanya terikat pada suatu wilayah atau daerah tempat tinggal yang sama atau kediaman tertentu. Pertalian ikatan diantara anggotanya karena dilahirkan, tumbuh dan berkembang hingga dewasa ditempat yang sama. Terdapat tiga (3) bentuk yaitu sebagai berikut :
a. Persekutuan Desa; merupakan tempat tinggal bersama, dimana warga terikat pada suatu tempat tinggal yang meliputi desa-desa atau perkampungan dimana semua tunduk pada pimpinan tersebut.Contoh; desa-desa di Jawa dan Bali. esa di Jawa mempunyai persekutuan hukum yang mempunyai tata susunan tetap, ada pengurus, ada wilayah, ada harta benda, dan umumnya tidak mungkin untuk dibubarkan.
b. Persekutuan Daerah; merupakan kesatuan dari beberapa tempat kediaman/wilayah, yang masing-masing pimpinan sendiri. Bentuk seperti ini, misalnya Nagari di Minangkabau, Marga di Sumatera Selatan dan Lampung, dan Kuria di Tapanuli
c. Perserikatan Desa; Gabungan dari beberapa Desa atau Marga yang terletak berdampingan, dimana masing-masing berdiri sendiri. Beberapa desa ini bergabung untuk melakukan kerja sama untuk kepentingan bersama, seperti Subak di Bali.
3. Masyarakat Hukum Genealogis-Teritorial
Adalah kesatuan masyarakat yang para anggotanya tidak saja terikat pada kediaman, tetapi terikat juga pada hubungan keturunan dalam ikatan pertalian darah dan atau kekerabatan. Bentuk masyarakat seperti ini, terdapat pada masyarakat Kuria dan Huta-Huta pada masyarakat Tapanuli Selatan, umi di Mentawai, euri di Nias, Nagari di Minangkabau, marga dengan dusun-dusun di Sumatera Selatan, marga dengan tiyuh-tiyuh di Lampung.
C. EKSISTENSI MASYARAKAT HUKUM ADAT
Pengakuan terhadap masyarakat hukum adat terdapat dalam penjelasan Pasal 18 UUD :
" Dalam teritorial negara Republik Indonesia terdapat lebih kurang 250 Zelfbesturende Landschappen dan Volksgemeenschappen, seperti Desa di Jawa dan Bali, nagari di minangkabau, dusun dan marga di palembang, dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan yang asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa".
Negeri di Minangkabau dianggap sebagai salah satu daerah yang istimewa, karena sudah berabad-abad yang lalu dikenal orang, yang sering disebut republik kecil karena peraturan tentang sistem pemerintahannya ada pengaturannya didalam Hukum adat masyarakat Minangkabau, mulai dari eksekutif, legislatif, yudikatif. Sistem pemerintahannya diatur menurut keselarasan masing-masing, demikian juga di bidang peradilan, dikenal dengan Kerapatan Anak Nagari (KAN)
Pasal 18 ayat (2) UUD 1945 :
Negara mengakui, menghormati, dan mengakui kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yang diatur dalam UU"
Pasal 18 I ayat (3) UUD 1945 :
" Identitas Budaya dan Hak Masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban"
Hukum adat mengakar kuat didalam masyarakat di daerah, walaupun saat ini kekuatannya melemah, mayoritas masyarakat didaerah yang ada di Indonesia masih sangat menghargai hukum adat dimana mereka hidup. Hukum Adat melekat dengan budaya setempat. Kata Budaya menunjukan adanya ikatan emosional-tradisional yang kuat dari Hukum Adat. Di dalam Hukum adat mengandung banyak nilai-nilai moral dalam pergaulan hidup yang tidak akan ada didalam sistem hukum lain. Dibeberapa wilayah tertentu di Indonesia seperti Aceh, Hukum adat identik dengan hukum agama sehingga menjalankan hukum adat orang sekaligus merasa berbudaya.
Pasal 18 ayat 2 UUD 1945 mengandung 4 (empat) syarat bagi eksistensi Hukum adat, sebagai berikut :
1. Kalimat "sepanjang masih hidup", mensyaratkan bahwa Hukum adat harus betul-betul dan faktual masih hidup di tengah m asyarakat.
2. Kalimat "Sesuai dengan perkembangan masyarakat", mensyaratkan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Hukum Adat masih diakui sepanjang nilai-nilai tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi serta aktual.
3. Kalimat "Sesuai deng prinsip NKRI", mensyaratkan bahwa Negara RI dan seluruh wilayah dimana masyarakat hidup merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Bahwa masyarakat adat adalah bagian dari NKRI itu sendiri.
4. Kalimat "diatur dalam UU", mengisyaratkan bahwa Indonesia adalah negara berdasarkan hukum.
Saat ini ditengah perdebatan tentang kelemahan-kelemahan produk perundang-undangan, orang mulai berpaling untuk menggali nilai-nilai yang terkandung dalam Hukum adat.
Pada saat hukum positif dianggap tidak mampu mengakomodir atau mengatur prilaku masyarakat, ada kecenderungan untuk berpaling menggali kembali nilai-nilai yang terkandung dalam Hukum adat.
Hal ini dapat terlihat dalam penyelesaian kasus-kasus tentang lingkungan hidup, dimana nilai-nilai "Kearifan lokal" yang berkaitan dengan lingkungan hidup mulai digali kembali. Karena faktanya masyarakat lokal atau masyarakat yang hidup didaerah memiliki "Kearifan lokal" dalam memanfaatkan SDA yang berada disekitar mereka.
Nilai-nilai yang arif dalam bersikap terhadap lingkungan yang dikenal dengan sebutan "Kearifan Lokal" merupakan bagian dari budaya masyarakat lokal dalam memanfaatkan SDA karena pemahaman bahwa lingkungan alam sekitar mereka hidup merupakan bagian dari kehidupannya.
F.D. Hollemann dalam pidato inagurasinya De Commune Trek in het Indonesische Rechtsleven, mengemukakan ada empat corak atau sifat Hukum adat yang merupakan satu kesatuan, sebagai berikut :
1. Magis Religius (Magisch-Religieus)
Diartikan sebagai pola pikir yang didasarkan pada religiusitas, yakni keyakinan masyarakat tentang adanya sesuatu yang bersifat sakral. Sebelum masyarakat adat mengenal agama, sifat religius ini diwujudkan dalam cara berpikir yang tidak logis, animisme, dan kepercayaan pada hal-hal yang ghoib.
Menurut kepercayaan masyarakat pada waktu itu bahwa di alam semesta ini benda-benda itu serba berjiwa (animisme), benda-benda itu punya daya gerak (dinamisme0, disekitar kehidupan manusian ada roh-roh halus yang mengawasi kehidupan manusia, dan alam itu ada karena ada yang menciptakan, yaitu Yang Maha Pencipta. Oleh karenanya, setiap manusia akan memutuskan, mengatur, menyelesaikan sutu karya memohon restu Yang Maha Pencipta dengan harapan bahwa karya tersebut berjalan sesuai dengan yang dikehendaki, dan apabila melanggar pantangan dapat mengakibatkan hukuman (Kutukan dari Tuhan Yang Maha Esa).
Sifat Magis Religius ini merupakan kepercayaan masyarakat yang tidak mengenal pemisahan dunia lahir (fakta) dengan dunia gaib. sifat ini mengharuskan masyarakat untuk selalu menjaga keseimbangan antara dunia lahir (dunia nyata) dengan dunia batin (dunia gaib).
setelah masyarakat adat mengenal agama, maka sifat religius tersebut diwujudkan dalam bentuk Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa. Masyarakat mulai mempercayai bahwa setiap perilaku akan ada imbalan dan hukuman dari Tuhan. Kepercayaan itu terus berlangsung dalam kehidupan maasyarakat modern. Sebagai gambaran dapat dilihat pada setiap keputusan badan peradilan yang selalu mencantumkan klausul "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Walaupun klausul tersebut karena peraturan mengharuskannya.
2. Komunal (Kebersamaan)
Setiap individu anggota masyarakat merupakan bagian integral dari masyarakat secara keseluruhan, Hubungan yang terjadi diantara mereka didasarkan oleh rasa kebersamaan, kekeluargaan, tolong menolong, dan gotong royong. Masyarakat Hukum Adat meyakini bahwa setiap kepentingan individu sewajarnya disesuaikan dengan kepentingan masyarakat karena tidak ada individu yang terlepas dari masyarakatnya.
3. Konkret (Visual)
Konkret artinya jelas, nyata, berwujud. dan Visual artinya dapat terlihat, tampak, terbuka, tidak tersembunyi. Hal ini mengartikan bahwa setiap hubungan hukum yang terjadi dalam masyarakat tidak dilakukan secara diam-diam.
Contohnya Jual Beli, selalu memperlihatkan adanya perbuatan nyata yakni dengan pemindahan benda objek perjanjian.
Berbeda halnya dengan Hukum Barat yang mengenal perbedaan antara benda bergerak dengan benda tidak bergerak, dimana dalam perjanjian jual beli tanggung jawab atas suatu barang telah beralih kepada pembeli, walaupun barang tersebut masih ada ditangan penjual.
4. Kontan (Tunai)
Bahwa suatu perbuatan selalu diliputi oleh suasana yang serba konkret, terutama dalam hal pemenuhan prestasi. Bahwa setiap pemenuhan prestasi selalu diiringi dengan kontra prestasi yang diberikan secara serta merta. Prestasi dan Kontra Prestasi dilakukan secara bersama-sama dalam waktu itu juga.
Dalam Hukum Adat segala sesuatu yang terjadi sebelum dan sesudah timbang terima secara kontan adalah diluar akibat hukum, perbuatan hukum telah selesai seketika itu juga.
Disamping 4 corak hukum adat yang dikemukakan Holleman, ada sifat khas lainnya Hukum Adat sebagai berikut :
a. Tradisional
Masyarakat adat bersifat turun temurun, sampai sekarang keadaannya masih tetap berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat yang bersangkutan. Peraturan turun temurun ini mempunyai keistimewaan yang luhur sebagai pusaka yang dihormati dan harus tetap dijaga, pelanggaran terhadapnya diyakini akan mendatangkan malapetaka terhadap masyarakat. Corak tradisional ini tetap dipertahankan misalnya pada adat Batak yang melarang perkawinan dalam satu marga.
b. Dinamis
Dapat berubah menurut keadaan waktu dan tempat. Setiap perkembangan masyarakat hukum akan selalu menyesuaikan diri sesuai dengan perkembangan yang terjadi
c. Terbuka
Artinya Hukum Adat dapat menerima sistem hukum lain sepanjang masyarakat yang bersangkutan menganggap bahwa sistem hukum lain tersebut patut atau berkesesuaian.
d. Sederhana
Artinya bahwa masyarakat hukum adat itu bersahaja, tidak rumit, tidak beradministrasi, tidak tertulis, mudah dimengerti, dan dilaksanakan berdasarkan saling percaya mempercayai. Hal ini dapat terlihat pada transaksi yang dilakukan secara lisan saja, termasuk dalam hal pembagian warisan, jarang dilakukan secara tertulis.
e. Musyawarah dan Mufakat
Artinya masyarakat hukum adat mengutamakan musyawarah dan mufakat. Dalam menyelesaikan perselisihan selalu diutamakan penyelesaian secara rukun dan damai dengan musyawarah dan mufakat.
B. SISTEM HUKUM ADAT
Sistem adalah susunan yang teratur dari berbagai unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas atau kesatuan pengertian. Menurut Soepomo, tiap-tiap hukum merupakan suatu sitem, yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kesatuan begitupun dengan Hukum Adat.
Hukum adat adalah merupakan hukum asli masyarakat yang mencerminkan budaya Bangsa Indonesia, mempunyai corak yang khas yang berbeda dengan negara-negara lain.Sebagaimana telah diuraikan diatas tentang sifat hukum adat yang selalu mengutamakan kepentingan kebersamaan dibanding kepentingan individu, gotong royong, dan kekeluargaan, yang memberikan warna dan kepribadian yang khas.
Sistem Hukum adat berdasar pada alam pikiran dan budaya Bangsa Indonesia yang berbeda dengan cara berpikir sistem Hukum Barat. Untuk dapat memahami sistem hukum adat harusm memahami cara berpikir masyarakat Indonesia.
sebagaimana telah dikemukakan bahwa sistem hukum adat adalah sederhana, kontan dan konkret. Menurut Hukum adat semua hubungan-hubungan hukum adalah bersifat konkret atau nyata dapat dilihat dalam jual beli tanah dimana persetujuan (kesepakatan) dan penyerahan hak (levering) sebagai satu kesatuan yang tidak terpisah.
Didalam sistem Hukum eropa pemindahan hak miliki akan terjadi apabila barangnya sudah diserahkan kepada si pembeli, artinya antara persetujuan dengan penyerahan (levering) merupakan suatu pebuatan yang terpisah.
Sistem Hukum Adat mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Tidak membedakan Hukum publik dan Hukum Privat
Berbeda dengan Hukum Eropa yang membedakan antara Hukum yang bersifat Publik dan Hukum yang bersifat Privat. dimana Hukum Publik yang menyangkut kepentingan umum dan Hukum privat yang mengatur kepentingan perorangan atau mengatur hubungan antara masyarakat satu dengan yang lainnya.
Didalam Hukum adat tidak mengenal pembedaan seperti itu.
2. Tidak membedakan Hak Kebendaan (zakelijke rechten) dan Hak Perseorangan (Personlijke rechten)
Menurut Hukum Barat (Eropa) setiap orang yang mempunyai hak atas suatu benda ia berkuasa atau bebas untuk berbuat terhadap benda yang dimilikinya itu karena mempunyai hak perseorangan atas hak miliknya tersebut. Tetapi menurut Hukum Adat Hak kebendaan dan Hak Perseorangan itu tidak bersifat mutlak sebagai hak pribadi oleh karena berkaitan dengan hubungan kekeluargaan dan kekerabatannya.
3. Tidak membedakan pelanggaran perdata dan pidana.
Didalam Hukum adat apabila terjadi pelanggaran hukum perdata dan pelanggaran hukum pidana diputuskan sekaligus oleh fungsionaris hukum (Ketua adat atau kepala desa).
Hal ini berbeda dengan hukum barat dimana pelanggaran perdata diperiksa dan diputuskan oleh hakim perdata sementara pelanggaran yang bersifat pidana diperiksa dan diputuskan oleh hakim pidana.
Perbedaan Kedua sistem hukum tersebut disebabkan karena hal-hal sebagai berikut :
1. Corak serta sifat yang berlainan antara Hukum adat dengan Hukum Barat (Eropa)
2. Pandangan Hidup yang mendukung kedua macam hukum itu pun berbeda (Tolib setiady; Intisari Hukum Adat Indonesia, 2008: 42-44)
Djojodinegoro (Dalam Soerjono Soekanto, 2012: 127-128) menulis bahwa hukum adat memandang masyarakat sebagai paguyuban, artinya sebagai satu kesatuan hidup bersama, dimana manusia memandang sesamanya sebagai tujuan, interaksi manusia dengan sesamanya dengan segala perasaannya, sebagai cinta, benci, simpati, antipati dan sebagainya yang baik dan yang kurang baik.
Sebagai manusia yang sangatn menghargai hubungan damai dengan sesama manusia, oleh karenanya berusaha menyelesaikan secara damai setiap perbedaan pendapat yang terjadi, secara kompromi, tidak hanya melihat benar slah, tetapi lebih pada keberlanjutan hubungan baik dimasa datang.
Pada dasarnya masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang menginginkan hidup yang damai/tenang dengan susunan yang harmonis, sebagaimana yang ada dalam alam pikiran tradisional yang bersifat kosmis, yang beranggapan bahwa manusia merupakan bagian dari alam, yang dalam kehidupannya tidak mengalami proses pemisahan antara berbagai bidang kehidupan (politik, ekonomi, sosial, hukum dan sebagainya). Alam pikiran tersebut tergambar dalam hukum adat, sehingga unsur-unsur pokok alam pikiran tradisional tersebut menjadi bagian dari sistem hukum adat.
Sisitem Hukum Adat terdiri atas unsur-unsur pokok :
1. Kepercayaan
2. Perasaan
3. Tujuan
4. Kaidah
5. Kedudukan, Peranan dan Pelaksanaan Peranan
6. Tingkat atau Jenjang
7. Sanksi
8. Kekuasaan, dan
9. Fasilitas (Soerjono Soekanto, 2012: 132)
Unsur-unsur pokok sebagaimana diuraikan oleh Soerjono Soekanto tersebut tercermin dalam empat corak hukum adat sebagaimana dikemukan oleh Holleman .
Sistem Hukum suatu negara merupakan cerminan dari kebudayaan suatu bangsa, budaya yang berbeda, sistem hukum yang berlaku berbeda pula.
Menurut Sunaryati hartono (Dari hukum antar golongan ke hukum antar adat, 1991:15) bahwa pendekatan dalam sistem hukum Inggris yang bersifat konkrit, empiris pragmatis, dan tidak membeda-bedakan secara tajam antara lapangan hukum perdata dan lapangan hukum publik, seperti pendekatan yang terdapat dalam hukum adat.
Sistem Common Law tak lain dari sistem hukum adat, hanya berbeda sumbernya. sistem Hukum adat bahan atau sumbernya berasal dari Hukum Indonesia asli, Sistem Common Law sumbernya banyak unsur-unsur hukum Romawi kuno, yang telah mengalami reception in complexu.
Common Law di Inggris berkembang sejak permulaan abad ke XI, dimana Raja (William The Qonqueror) memberlakukan peradilan yang menyelesaikan kasus-kasus perselisihan dengan cara damai, menggunakan Justice of the peace (Juru Damai).
Jika dibandingkan dengan kondisi di Indonesia hampir sama dengan yang dilakukan oleh sistem hukum adat, dimana penyelesaian persoalan dilakukan oleh "peradilan adat" atau "peradilan desa" yang di pimpin oleh ketua adat atau kepala desa. Jika dibandingkan dengan Civil Law di Eropa Barat dan wilayah-wilayah yang penah dikuasai bangsa Eropa, sistem hukum pada dasarnya berinduk kepada Hukum Romawi.
Sementara Sistem Common Law (Anglo Saxon) dan wilayah yang pernah menjadi jajahan Inggris, bersumber dari peradilan yang pada umumnya berasal dari keputusan-keputusan hakim. Istilan Common Law merupakan hukum yang disebut sebagai Judge Made Law, yang berbeda dengan Civil Law yang merupakan Statury Law.
Indonesia adalah pewaris hukum yang berasal dari Belanda yang menganut sistem Eropa kontinental. Karena itu di Indonesia perundang-undangan menjadi sendi utama dalam pembentukan hukum (merupakan hasil rumusan dalam Pembinaan Hukum Nasional).
Pada umumnya negara-negara sedang berkembang, sistem hukum yang berlaku adalah hukum tradisional dan hukum modern. Negara berkembang pada umumnya sistem hukum yang berlaku bersifat pluralistis, dimana sistem hukum tradisonal-modern berjalan berdampingan dengan ssistem hukum modern. Para pakar mengartikan bahwa pluralistis adalah paham yang menegaskan bahwa hanya ada satu fakta kemanusiaan, yaitu keragaman, heterogenitas dan kemajemukan.
Jika dibandingkan dengan Sistem Hukum adat, Sifat-Sifat Umum Hukum Modern adalah :
1. Hukum Modern terdiri dari peraturan-peraturan yang penerapannya berlaku umum terhadap siapa saja, tidak membedakan agama, suku bangsa, kasta dan jenis kelamin
2. Bersifat Transaksional
3. Bersifat Universalitas
4. Bersifat hierarkis
5. Hukum Modern di organisasikan secara birokratis
6. Bersifat Rasional, bahwa hukum dinilai dari kualitas fungsionalnya bukan dari segi formalnya
7. Bersifat Profesional, artinya dijalankan oleh individu yang memiliki keahlian dan kompetensi dibidangnya
8. Fleksibel, Memuat tata cara untuk melakukan peninjauan sesuai kebutuhan msyarakat.
9. Tugas menemukan hukum dan menerapkan hukum dipisahkan antara tugas eksekutif, legislatif dan yudikatif.
C. WILAYAH HUKUM ADAT
Wilayah Hukum Adat atau Lingkungan Hukum Adat atau Kukuban Hukum Adat sangat erat kaitannya dengan persekutuan Hukum adat atau masyarakat hukum adat.
Van Vollenhoven membagi atau mengelompokkan wilayah Indonesia dalam 19 Lingkungan Hukum Adat (Adat Rechtkringen). Pembagian tersebut didasarkan atas pengklasifikasian berdasarkan bahasa-bahasa yang digunakan berbagai daerah yang ada di Indonesia.
Ke 19 Lingkungan Hukum Adat tersebut adalah sebagai berikut :
1. Aceh (Aceh Besar, Pantai Barat Aceh, Singkel, Simeulue)
2. Gayo, Alas, Batak :
a. Tanah Gayo (Gayo Lueus)
b. Tanah Alas
c. Tanah Batak (Tapanuli) :
1) Tapanuli Utara
(a) Pakpak-Batak (Barus)
(b) Karo-Batak
(c) Simalungun-Batak
(d) Toba-Batak (Samosir, Balige, Laguboti,Lumban Julu)
2) Tapanuli Selatan
(a) Padang Lawas (Tano Sepanjang)
(b) Angkola
(c) Mandailing (Sayurmatinggi)
2.a. Nias (Nias Selatan)
3. Daerah Minang Kabau (Padang, Agam, Tanah Datar, Lima Puluh Kota, Daerah Kampar, Kerinci)
4. Sumatera Selatan
a. Bengkulu (Rejang)
b. Lampung (Abung, Peminggir, Pubian, Rebang, Gedongtataan, Tulang Bawang)
c. Palembang (Anak-lakitan, Jelma Daya, Kubu, Pasema, Semendo)
4.a. Enggano
5. Daerah Melayu (Lingga Riau, Indragiri, Pantai Timur Sumatera Utara, Orang-orang Banjar)
6. Bangka dan Belitung
7. Kalimantan (Dayak, Bagian barat kalimantan, Kapuas Hulu, Kalimantan Tenggara, Mahakam Hulu, Pasi, Dayak Kenya, Dayak Klementen, Dayak Landak dan Tayan, Dayak-Lawang, Lepo-alim, Lipo-timei, Long-Glatt, Dayak-Maanyan-Pantai, Dayak Maan Siung, Dayak-Ngaju, Dayak-Ot-Danum, Dayak-Penyabung Punan)
8. Minahasa (Manado)
9. Gorontalo (Bolaang Mongondow, Boalemo)
10. Daerah/Tanah Toraja (Sulawesi Bagian Tengah, Toraja, Orang Toraja berbahasa Baree, Toraja Barat, sigi, Kaili, Tawaili, Toraja Sadan, To Mori, To Lainang, Kepulauan Banggai)
11. Sulawesi selatan (Orang Bugis, Bone, Laikang, Ponre, Mandar, Makasar, Selayar, Muna)
12. Kepulauan Ternate (Ternate, Tidore, Halmahera, Tobelo, Pulau Sula)
13. Maluku-Ambon (Ambon, Banda, Orang Uliaser, Saparua, Buru, Seram, Kepulauan Kai, Kepulauan Aru, Kisar)
14. Irian
15. Kepulauan Timor (Kelompok Timor, Timur, Bagian Tengah Timor, Mollo, Sumba, Bagian Tengah Sumba, Sumba Timur, Kodi, Flores, Ngada, Roti, Savu Bima)
16. Bali dan Lombok (Bali, Tangan Paringsingan, Kastala, Karangasem, Buleleng, Jembarana, Lombok, Sumbawa).
17. Jawa Tengah dan Jawa Timur termasuk Madura (Jawa bagian Tengah, Kedu, Purworejo, Tulungagung, Jawa Timur, Surabaya, Madura)
18. Daerah Kerajaan (Solo - Yogyakarta)
19. Jawa Barat (Parahyangan, Tanah Sunda, Jakarta, Banten)
Ke-19 wilayah Hukum Adat yang diklasifikasikan oleh Van Vollenhoven tersebut memberikan gambaran tentang keberagaman bentuk masyarakat hukum adat dan keberagaman hukum adat yang berlaku, yang berbeda-beda di masing-masing wilayah hukum adat, dan pembagian Lingkungan Hukum Adat tersebut diatas berdasarkan kenyataan-kenyataan yang ditemukan di masyarakat.
D. TATA SUSUNAN PERSEKUTUAN HUKUM DALAM WILAYAH HUKUM ADAT
Van Vollenhoven dalam bukunya "Adatrecht-I" menguraikan tentang Tata Persekutuan Hukum dari masing-masing wilayah hukum menurut bentuk susunan masyarakat yang hidup di daerah-daerah, yaitu :
1. Semua Persekutuan Hukum dipimpin oleh Kepala Rakyat/Desa
2. Sifat dan susunan itu erat hubungannya dengan sifat, serta susunan tiap-tiap jenis badan persekutuan yang bersangkutan.
Sebagai gambaran diuraikan beberapa contoh sebagai berikut :
1. Di daerah Tapanuli
Persekutuan daerah tersebut disebut "Negeri", disebelah selatan disebut "Kuria", sedangkan di Padang Lawas disebut "Luhas". Di tiap-tiap persekutuan daerah tersebut terdapat persekutuan hukum yang disebut "Huta".
Yang menjadi Kepala Negeri/Kuria/Luhas dan Kepala Huta adalah seseorang dari marga asal, yaitu seorang dari Keturunan dari seorang pembuka tanah dan pembuka "huta" didalam daerah yang bersangkutan.
Kepala dari Negeri/Kuria/Luhas disebut Raja Panusunan. Marga-marga lain yang ikut bertempat tinggal didaerah tersebut atau di "Huta" itu mempunyai seorang wakil di dalam pimpinan daerah dan Pimpinan "Huta" yang diambil dari Marga Rakyat masing-masing.
2. Di Daerah Minang Kabau
Persekutuan Hukum disebut "Nagari"yang terdiri atas famili-famili yang masing-masing dikepalai oleh "Penghulu Andiko" (Laki-laki tertua dari "Jurai"atau bagian famili yang tertua). Tiap "Jurai" diketuai oleh orang tua-orang tuanya sendiri yang bernama "mamak kepala waris" atau "tungganai". Famili-famili dalam suatu "nagari masing-masing masuk clan yang lebih besar disebut "suku". Tiap "suku" mempunyai nama-nama sendiri-sendiri dan tersebar di seluruh daerah minangkabau.
3. Di Pulau Ambon
Para famili di Pulau Ambon disebut "rumah" atau "tau" dipimpin oleh seorang kepala famili, terikat dalam golongan famili yang besar (clan) yang dikepalai oleh Kepala golongan besar. Beberapa clan terikat dalam perikatan yang lebih besar dipimpin oleh kepala clan yang disebut "latu".
4. Di Daerah Bolaang Mongondow
Persekutuan Teritorial yang disebut "desa" dikepalai oleh seorang kepala desa yang disebut Kimelaha, beberapa pembantu disebut "probis" dan anggota-anggota famili disebut "gihangia"
5. Di Daerah Banten
Persekutuan Teritorial (Desa) terdiri atas beberapa "ampian" atau kampung yang dikepalai oleh "Kokolot" atau tua-tua, dan Kepala Desa disebut Jaro.
Disamping perkembangan masyarakat yang begitu cepat, juga terjadi perubahan peraturan negara, sehingga pembagian Lingkungan Hukum Adat sebagaimana dikemukakan diatas sudah tidak sesuai lagi, mengalami pergeseran atau perubahan-perubahan yang terjadi karena perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi), terjadinya percampuran penduduk (karena perkawinan), yang kemudian menetap di wilayah yang berbeda dengan wilayah hukum adat asalnya.
Banyak hal yang menjadikan perubahan-perubahan yang terjadi didalam masyarakat sehingga pembagian 19 Lingkungan Hukum Adat tersebut sudah mengalami pergeseran. Saat ini suatu daerah tidak lagi didiami oleh satu suku saja (clan), tetapi akibat percamputan satu wilayah bisa didiami oleh suku-suku lain yang tidak hanya Hukum adat setempat saja yang bberlaku, melainkan Hukum Adat yang dibawa dimana individu tersebut tinggal.
Disamping itu, pemberlakuan Hukum Nasional (Hukum Negara) mempengaruhi berlakunya hukum adat di suatu Lingkungan Hukum Adat, dimana perangkat-perangkat desa menyesuaikan diri dengan peraturan yang dibuat negara (antara lain UU tentang otonomi daerah). Sehingga secara berangsur wilayah atau Lingkungan Hukum Adat yang diklasifikasikan oleh Van Vollenhoven diatas menjadi berkurang keberadaannya.
KB 3 ; MASYARAKAT HUKUM ADAT DI INDONESIA
A. PENGERTIAN MASYARAKAT HUKUM ADAT
Masyarakat (Society; inggris) berasal dari kata Latin Socius yang berarti "Kawan". Kata Masyarakat berasal dari akar kata Bahasa arab syaraka yang artinya "ikut serta"atau "Berperan Serta".Koentjaraningrat; Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling berinteraksi, yang memiliki unsur-unsur :
1). Adat Istiadat, Norma-norma, Hukum, serta aturan yang mengatur pola tingkah lagu warga
2). Kontinuitas dalam waktu (Berkesinambungan dalam waktu yang lama)
3). Rasa Identitasyang kuat yang mengikat semua warga.
Walaupun demikian, tidak semua kesatuan manusia yang saling berinteraksi merupakan masyarakat. Oleh karena itu suatu negara, kota, atau desa dapat disebut masyarakat karena memiliki ciri-ciri diatas.
Jasi tidak semua kumpulan manusia yang saling berinteraksi dapat disebut masyarakat, penonton sepakbola, siswa disuatu sekolah, penghuni suatu asarama, atau kerumunan orang tidak dapat disebut masyarakat.
Soerjono Soekanto; Masyarakat adalah suatu sistem sosial yang menjadi wadah dari pola-pola interaksi sosial atau hubungan interpersonal maupun hubungan antar kelompok sosial.
Dalam memahami Hukum Adat harus memahami tentang Masyarakat Hukum Adat, karena didalam masyarakat itulah ditemukan hukum (Adat) yang menjadi dasar pola-pola interaksi tersebut.
Soepomo ; "Bahwa untuk mengetahui hukum, maka perlu diselidiki waktu, wilayah, sifat dan susunan badan-badan persekutuan hukum dimana orang-orang yang dikuasai hukum itu hidup sehari-hari"
Hazairin; memberikan uraian mengenai Masyarakat Hukum Adat adalah : "Masyarakat Hukum Adat seperti desa di Jawa, Marga di Sumatera Selatan, Nagari di Minangkabau, Kuria di Tapanuli, Wanua di Sulawesi Selatan, adalah kesatuan-kesatuan masyarakat yang mempunyai kelengkapan-kelengkapan untuk sanggup berdiri sendiri, yaitu mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa, dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua anggotanya .... Bentuk hukum kekeluargaannya (patrilinear, matrilinear atau bilateral mempengaruhi sitem pemerintahannya terutama berlandaskan atas pertanian, peternakan, perikanan, dan pemungutan hasil hutan dan hasil air, ditambah dengan perburuan binatang liar, pertambangan dan kerajinan tangan.
semua anggotanya sama dalam hak dan kewajibannya. Penghidupan mereka berciri, komunal dimana gotong royong, tolong menolong, serasa dan selalu mempunyai peranan yang besar)"
Ter Haar ; mengenukakan tentang pengertian Masyarakat Hukum Adat dalam bukunya Beginselen En Stelsel van Het Adatrecht yang telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia menjadi Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Sebagai berikut :
" Diseuruh Kepulauan Indonesia pada tingkatan rakyat Jelata, terdapat pergaulan hidup didalam golongan-golongan yang bertingkah laku sebagai kesatuan terhadap dunia luar, lahir bathin. Golongan-golongan / Kelompok itu mempunyai tata susunan yang tetap dan kekal dan orang-orang segolongan itu masing-masing mengalami kehidupan dalam golongan sebagai hal yang sewajarnya, dalam hal menurut kodrat alam. Tidak ada seorangpun dari mereka yang mempunyai pikiran akan kemungkinan pembubaran kelompok itu. Golongan masyarakat tersebut mempunyai pengurus sendiri dan harta benda, milik keduniaan dan milik gaib. Golongan-golongan yang demikian yang bersifat persekutuan hukum ".
Ten Haar; Masyarakat Hukum Adat adalah kesatuan manusia sebagai satu kesatuan, menetap didaerah tertentu, mempunyai penguasa-penguasa, mempunyai kekayaan yang berwujud atau tidak berwujud, dimana para anggota kesatuan hidup dalam masyarakat yang merupakan kodrat yang para anggotanya tidak berpikir untuk membubarkan ikatan tersebut atau melepaskan diri dari ikatan itu.
Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, Masyarakat Hukum adat dirumuskan sebagai sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan. Jika berdasarkan pemahaman ini maka masyarakat adat memiliki kriteria :
1. Ada sekelompok orang yang terikat dengan tatanan hukum adatnya
2. Ada warga masyarakat merupakan warga bersama Masyarakat hukum Adat.
3. Masyarakat hukum yang didasarkan atas tempat tinggal atau dasar keturunan.
Deskripsi yang dikemukakan Ten Haar tentang Masyarakat Hukum Adat menunjukan adanya interaksi antara manusia sebagai satu kesatuan, yang bertalian dengan alam sekitarnya dan memiliki kultur yang berbeda dengan masyarakat lainnya. Masyarakat Hukum Adat memiliki cara pandang hidup yang menyeluruh (holistik), komunal, transendental dan temporer. Masyarakat yang dimaksud merupakan bagian terintegrasi dengan alam semesta.
Perbedaan Masyarakat Hukum Adat dengan masyarakat pada umumnya, adalah :
1. Penguasa Masyarakat Hukum Adat memutuskan apakah suatu perbuatan merupakan perbuatan hukum, atau memutuskan sengketa yang terjadi antara anggota-anggotanya menurut hukum adat, menurut kebiasaan yang oleh kelompok itu dipandang patut atau pantas.
2. Beberapa orang atau perorangan tertentu dalam masyarakat hukum adat, melakukan suatu perbuatan maka seluruh Masyarakat Hukum Adat itu akan mendapat keuntungan atau menderita kerugian.
3. Pada Masyarakat Hukum Adat terhadap benda-benda, tanah, air, tanaman, serta gedung-gedung yang harus dipelihara dan dipertahankan bersama, dijaga kebersihannya bersama dari kekuatan-kekuatan ghaib.
4. Hanya anggota-anggota masyarakat yang bersangkutan yang dapat memperoleh manfaat dari apa yang disebut dalam butir 3.
5. Adanya masyarakat Hukum Adat merupakan suatu kenyataan meta yuridis, yaitu dirasakan oleh para anggotanya sebagai suatu keharusan alam, artinya Masyarakat Hukum Adat timbul secara spontan.
6. Pada Masyarakat Hukum adat tidak akan terdapat suatu pikiran akan kemungkinan membubarkan masyarakat adatnya.
7. Jika orang luar yang bukan anggota masyarakat adat ingin menikmati tanah dan sebagainya dari masyarakat adat, wajib memberi zesuatu kepada sebagai tanda pengakuan orang luar terhadap hak masyarakat adat tersebut.
8. Didalam masyarakat adat terdapat tata susunan masyarakat yang merupakan sifat-sifat khas dari masyarakat itu.
9. Masyarakat adat itu terdapat pada lapisan bawah dalam masyarakat Indonesia.
Dari berbagai uraian tentang pengertian Masyarakat Hukum adat diatas dapat disimpulkan bahwa unsur utama keberadaan Masyarakat Hukum Adat, yaitu :
1. Adanya sekelompok orang yang hidup bersama teratur sebagai satu kesatuan bersama
2. sekolompok orang tersebut terikat dan tunduk pada tatanan hukum adatnya
3. Adanya pimpinan/penguasa dari kelompok tersebut
4. adanya wilayah dengan batas-batas teritorial tertentu
5. keterikatan kelompok tersebut didasarkan pada kesamaan tempat tinggal atau keturunan
B. DASAR DAN BENTUK MASYARAKAT HUKUM ADAT
Apabila setiap Masyarakat Hukum adat di telaah secara seksama maka masing-masing mempunyai dasar dan bentuknya.
Soepomo; mengatakan masyarakat-masyarakat hukum adat Indonesia dapat dibagi menjadi 2 golongan menurut susunannya, yaitu yang berdasarkan pertalian suatu golongan (Genealogi) dan yang berdasarkan lingkungan daerah (Teritorial) dan yang berdasarkan keturunan dan lingkungan daerah (Genealogis dan Teritorial).
Dari sudut bentuknya, Masyarakat Hukum Adat ada yang berdiri sendiri, ada yang menjadi bagian dari Masyarakat Hukum adat yang lebih tinggi dan ada yang merupakan perserikatan dari berbagai Masyarakat Hukum Adat yang sederajat.
Masing-masing bentuk hukum adat tersebut, dapat dinamakan sebagai Masyarakat Hukum adat tunggal, bertingkat, dan berangkai sebagaimana skema berikut;
Faktor Genealogis masih dominan dalam Masyarakat Hukum Adat di Indonesia, yang kemudian melahirkan Masyarakat yang patrilineal yaitu masyarakat yang bercorak "kebapakan" atau matrilineal yaitu masyarakat yang bercorak keibuan, atau parental yaitu masyarakat yang berdasarkan gari keturunan orang tua (Bapak dan Ibu)
1. Masyarakat Hukum Genealogis
Adalah sekelompok masyarakat yang para anggotanya terikat oleh garis keturunan yang sama dari satu leluhur baik secara langsung karena hubungan darah atau pertalian karena perkawinan. Pertalian karena Genealogis ini dibedakan atas 3 (tiga) pertalian keturunan, yaitu :
a. Patrilineal; yaitu masyarakat hukum menurut garis keturunan laki-laki, dimana susunan pertalian tersebut ditarik menurut garis keturunan Bapak. Bentuk masyarakat ini terdapat pada masyarakat suku Batak, Lampung, Bali, NTT, Maluku dan Irian.
b. Matrilineal; yaitu masyarakat hukum menurut garis perempuan, masyarakat yang tersusun berdasarkan garis keturunan ibu. Bentuk masyarakat seperti ini terdapat pada masyarakat Minangkabau, Kerinci, Semendo di Sumatera Selatan dan beberapa suku di Timor.
c. Bilateral/Parental; yaitu masyarakat yang tersusun menurut garis terunan orang tua, yaitu bapak dan ibu secara bersama-sama. Disebut bilateral karena terdiri dari keturunan ibu dan bapak. Bentuk masyarakat seperti ini, terdapat pada Suku Bugis dan umumnya masyarakat di Sulawesi, Dayak, dan Jawa.
2. Masyarakat Hukum Teritorial
Adalah masyarakat hukum yang anggota-anggotanya terikat pada suatu wilayah atau daerah tempat tinggal yang sama atau kediaman tertentu. Pertalian ikatan diantara anggotanya karena dilahirkan, tumbuh dan berkembang hingga dewasa ditempat yang sama. Terdapat tiga (3) bentuk yaitu sebagai berikut :
a. Persekutuan Desa; merupakan tempat tinggal bersama, dimana warga terikat pada suatu tempat tinggal yang meliputi desa-desa atau perkampungan dimana semua tunduk pada pimpinan tersebut.Contoh; desa-desa di Jawa dan Bali. esa di Jawa mempunyai persekutuan hukum yang mempunyai tata susunan tetap, ada pengurus, ada wilayah, ada harta benda, dan umumnya tidak mungkin untuk dibubarkan.
b. Persekutuan Daerah; merupakan kesatuan dari beberapa tempat kediaman/wilayah, yang masing-masing pimpinan sendiri. Bentuk seperti ini, misalnya Nagari di Minangkabau, Marga di Sumatera Selatan dan Lampung, dan Kuria di Tapanuli
c. Perserikatan Desa; Gabungan dari beberapa Desa atau Marga yang terletak berdampingan, dimana masing-masing berdiri sendiri. Beberapa desa ini bergabung untuk melakukan kerja sama untuk kepentingan bersama, seperti Subak di Bali.
3. Masyarakat Hukum Genealogis-Teritorial
Adalah kesatuan masyarakat yang para anggotanya tidak saja terikat pada kediaman, tetapi terikat juga pada hubungan keturunan dalam ikatan pertalian darah dan atau kekerabatan. Bentuk masyarakat seperti ini, terdapat pada masyarakat Kuria dan Huta-Huta pada masyarakat Tapanuli Selatan, umi di Mentawai, euri di Nias, Nagari di Minangkabau, marga dengan dusun-dusun di Sumatera Selatan, marga dengan tiyuh-tiyuh di Lampung.
C. EKSISTENSI MASYARAKAT HUKUM ADAT
Pengakuan terhadap masyarakat hukum adat terdapat dalam penjelasan Pasal 18 UUD :
" Dalam teritorial negara Republik Indonesia terdapat lebih kurang 250 Zelfbesturende Landschappen dan Volksgemeenschappen, seperti Desa di Jawa dan Bali, nagari di minangkabau, dusun dan marga di palembang, dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan yang asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa".
Negeri di Minangkabau dianggap sebagai salah satu daerah yang istimewa, karena sudah berabad-abad yang lalu dikenal orang, yang sering disebut republik kecil karena peraturan tentang sistem pemerintahannya ada pengaturannya didalam Hukum adat masyarakat Minangkabau, mulai dari eksekutif, legislatif, yudikatif. Sistem pemerintahannya diatur menurut keselarasan masing-masing, demikian juga di bidang peradilan, dikenal dengan Kerapatan Anak Nagari (KAN)
Pasal 18 ayat (2) UUD 1945 :
Negara mengakui, menghormati, dan mengakui kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yang diatur dalam UU"
Pasal 18 I ayat (3) UUD 1945 :
" Identitas Budaya dan Hak Masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban"
Hukum adat mengakar kuat didalam masyarakat di daerah, walaupun saat ini kekuatannya melemah, mayoritas masyarakat didaerah yang ada di Indonesia masih sangat menghargai hukum adat dimana mereka hidup. Hukum Adat melekat dengan budaya setempat. Kata Budaya menunjukan adanya ikatan emosional-tradisional yang kuat dari Hukum Adat. Di dalam Hukum adat mengandung banyak nilai-nilai moral dalam pergaulan hidup yang tidak akan ada didalam sistem hukum lain. Dibeberapa wilayah tertentu di Indonesia seperti Aceh, Hukum adat identik dengan hukum agama sehingga menjalankan hukum adat orang sekaligus merasa berbudaya.
Pasal 18 ayat 2 UUD 1945 mengandung 4 (empat) syarat bagi eksistensi Hukum adat, sebagai berikut :
1. Kalimat "sepanjang masih hidup", mensyaratkan bahwa Hukum adat harus betul-betul dan faktual masih hidup di tengah m asyarakat.
2. Kalimat "Sesuai dengan perkembangan masyarakat", mensyaratkan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Hukum Adat masih diakui sepanjang nilai-nilai tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi serta aktual.
3. Kalimat "Sesuai deng prinsip NKRI", mensyaratkan bahwa Negara RI dan seluruh wilayah dimana masyarakat hidup merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Bahwa masyarakat adat adalah bagian dari NKRI itu sendiri.
4. Kalimat "diatur dalam UU", mengisyaratkan bahwa Indonesia adalah negara berdasarkan hukum.
Saat ini ditengah perdebatan tentang kelemahan-kelemahan produk perundang-undangan, orang mulai berpaling untuk menggali nilai-nilai yang terkandung dalam Hukum adat.
Pada saat hukum positif dianggap tidak mampu mengakomodir atau mengatur prilaku masyarakat, ada kecenderungan untuk berpaling menggali kembali nilai-nilai yang terkandung dalam Hukum adat.
Hal ini dapat terlihat dalam penyelesaian kasus-kasus tentang lingkungan hidup, dimana nilai-nilai "Kearifan lokal" yang berkaitan dengan lingkungan hidup mulai digali kembali. Karena faktanya masyarakat lokal atau masyarakat yang hidup didaerah memiliki "Kearifan lokal" dalam memanfaatkan SDA yang berada disekitar mereka.
Nilai-nilai yang arif dalam bersikap terhadap lingkungan yang dikenal dengan sebutan "Kearifan Lokal" merupakan bagian dari budaya masyarakat lokal dalam memanfaatkan SDA karena pemahaman bahwa lingkungan alam sekitar mereka hidup merupakan bagian dari kehidupannya.
MODUL 2
SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM ADAT DI INDONESIA
Sejarah merupakan cerminan masa lalu untuk dijadikan landasan pengelolaan kehidupan masyarakat pada masa kini dan masa yang akan datang, terutama dalam proses perkembangan hukum, untuk terciptanya sistem hukum nasional yang mampu mengintegrasikan nilai-nilai dan hukum yangb erlaku di masyarakat.
Mempelajari sejarah perkembangan Hukum Adat bertujuan untuk mengetahui asal usul, pertumbuhan dan perkembangan Hukum Adat di Indonesia. Bermanfaat untuk memahami sistem hukum yang berlaku saat ini. Semua faktor yang menghambat maupun yang medorong perkembanagn Hukm Adat dan secara umum perkembangan hukum di Indonesia akan menjadi bagian dari sejarah hukum itu sendiri.
Mempelajari sejarah perkembangan Hukum Adat bertujuan untuk mengetahui asal usul, pertumbuhan dan perkembangan Hukum Adat di Indonesia. Bermanfaat untuk memahami sistem hukum yang berlaku saat ini. Semua faktor yang menghambat maupun yang medorong perkembanagn Hukm Adat dan secara umum perkembangan hukum di Indonesia akan menjadi bagian dari sejarah hukum itu sendiri.
KB 1 ; PERKEMBANGAN HUKUM ADAT SEBELUM KEMERDEKAAN RI
A. PENGARUH NILAI-NILAI AGAMA TERHADAP HUKUM ADAT.
Peraturan-peraturan adat yang kemudian dikenal sebagai Hukum Adat, telah ada sejak zaman kuno, nilai-nilai asli masyarakat Indonesia yang masih banyak dipengaruhi oleh alam pikir yang masgisreligious, jauh sebelum datangnya budaya-budaya asing yang dibawa oleh ajaran agama Hindu dan agama-agama lain ke dalam kehidupan masyarakat kita saat ini.
Adat Istiadat yang hidup dalam masyarakat Pra-hindu tersebut menurut ahli-ahli hukum adat adalah merupakan adat-adat Melayu Polinesia. Kemudian, secara perlahan masuklah Kebudayaan Hindu yang dibawa melalui ajaran Agama Hindu, Kebudayaan yang dibawa melalui ajaean agama Buddha, Kebudayaan Islam, dan Kebudayaan Barat (Belanda) yang membawa ajaran Kristiani.
Kebudayaan-kebudayaan tersebut telah mempengaruhi kebudayaan masyarakat yang hidup saat itu, Sehingga dapat dikatakan bahwa adat yang hidup pada masyarakat tradisional kita saat ini adalah merupakan suatu hasil akulturasi antar kebiasaan-kebiasaan atau peraturan-peraturan adat yang asli (sebelum kebudayaan-kebudayaan lain yang dibawa oleh ajaran agama-agama masuk ke Indonesia), dengan peraturan-peraturan hidup yang dibawa oleh ajaran-ajaran agama Hindu, Buddha, Islam dan Kristiani yang telah menjadi satu.
Dalam menganalisa perkembangan Hukum Adat, kita akan dihadapkan pada fakta sejarah yang terkait dengan sistem politik kolonial dimana pada saat itu Hukum Adat dipinggirkan atau terpinggirkan, yang mengalami eleminasi besar-besaran.
Pemerintah Kolonial mengenyampingkan Hukum Adat dan berusaha menggantikannya dengan sistem hukum kolonial. Hukum adat dipinggirkan dan yang diakui adalah hukum kolonial. Hukum yang diberlakukan bagi pribumi adalah hukum pemerintahan kolonial, bukan hukum adat.
Sejarah Hukum merupakan pencerminan masa lalu yang eprlu untuk dipelajari sebagai landasan dalam mengelola kehidupan hukum untuk saat ini dan saat yang akan datang. Dalam proses pembanguna hukum target yang akan dicapai adalah terciptanya sistem hukum nasional yang mampu mengintegrasikan nilai-nilai dan hukum yang berlaku di masyarakat. Bahwa faktanya dalam perjalanan hukum adat, banyak dipengaruhi nilai-nilai agama yang masuk ke Indonesia.
Seluruh perjalanan sejarah tersebut terkait erat dalam suatu pola interaksi hukum dan menjadi fakta dalam proses dinamika internal masyarakat, yang menyerap setiap pengaruh tersebut sehingga menjadikan hukum adat yang berlaku saat ini. Hukam adat saat ini merupakan hasil alkulturasi dari kebudayaan-kebudayaan yang dibawa melalui ajaran agama.
Hukum adat bukan ditemukan melainkan diperkenalkan oleh beberapa ahli berkebangsaan Belanda yang mendalami hukum pribumi seperti Van Vollenhoven dan Snouck Hurgronje, yang justru mereka hidup diluar lingkungan masyarakat hukum adat, tetapi menjadi pelopor ilmu hukum adat atau yang memperkenalkan hukum adat itu sendiri.
Mereka memperkenalkan bahwa rakyat Indonesia memiliki peraturan-peraturan hukum yang mengatur tingkah laku, hidup kemsyarakatan, dan memiliki sanksi bila dilanggar.
Hukum adat bukan ditemukan, karena pada dasarnya sudah hidup dan mengatur serta ditaati oleh masyarakat pribumi, masyarakat asli Bangsa Indonesia. Para ahli berkebangsaan Belanda itu memperkenalkan melalui penelitian-penelitian dan mengangkatnya dalam tulisan-tulisan. Aturan hidup atau Hukum Adat yang menjadi pedoman dan mengatur interaksi masyarakat pribumi/asli ketika itu dipengaruhi oleh kebudayaan lain yang berasal dari luar, sebagaimana dijelaskan berikut :
1. Zaman Hindu ( Agama Hindu )
Agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa orang-orang India pada abad VIII. Mereka membawa agama yang berbeda dengan agama masyarakat pribumi ketika itu, dan dipengaruhi Hindu terbesar yang ada di Pulau Bali. Secara perlahan menghapus kepercayaan animisme atau mistis yang hidup di masyarakat.
Sejarah menulis tentang masuknya agama Hindu dan Kerajaan Hindu yang pertama di Indonesia yaitu dengan puncaknya pada Masa Kerajaan Majapahit ketika itu diperintah Hayam Wuruk, banyak dokumen-dokumen hukum yang dipengaruhi agama Hindu. Pada masa Hayam Wuruk terdapat aturan yang mengatur "tata kelola pemerintahan" khas Maja Pahit sebagai berikut :
a. Kepala Negara dan pemerintahan sekaligus berperan sebagai ketua sidang mahkota yang mengurus urusan rumah tangga keraton dan anggota keluarga prabu lainnya, seperti masalah perkawinan, Suksesi, Kedudukan Putra Mahkota dan Militer. Semua dipimpin oleh Sang Prabu yang dibantu oleh 4 (empat) badan pemerintahan yaitu;
b. Manteri Kratini (Maha Menteri) yang terdiri atas 3 (tiga) orang yaitu : Manteri Hino, Manteri Sirikan, dan Manteri Halu.
c. Panca ring Wilwatikta (departemen-departemen yang bekerja sama dengan Menteri Kratini) yang membahas isu-isu politis.
d. Darmajaksa, lembaga yang mengepalai atau memimpin agama Buddha dan Syiwa.
e. Saptapapatti (Tujuh Upapatti) yang terdiri atas pemegat agama Syiwa dan dua petugas agama Buddha kandangan Atuha dan Kandangan Rare yang bertugas membahas masalah-masalah hubungan keagamaan dalam masyarakat.
Pada Masa Pemerintahan Hayam wuruk, Pati Kerajaan Maja Pahit yang dikenal dengan Gadjah Mada memberi judul pada kitab tentang hukum yang disusun pada saat itu dengan sebutan Gadjah Mada.
Kemudian Patih pengganti Gadjah Mada bernama Kanaka memberi perintah untuk menyusun kitab hukum yang dikenal dengan Adhigma, merupakan sekumpulan aturan modern karena sudah merincinya atas 19 Bab dan 271 Pasal.
adhigama ini merupakan kitab UU hukum agama, diberlakukan di Maja Pahit dan wilayah jajahannya di Pulau Jawa.
Lingkup peraturan Adhigama meliputi :
a. Tentang Denda
b. Astadusta, mengatur tentang kejahatan pembunuhan
c. Kawula, mengatur tentang hubungan buruh dan majikan
d. Astacorah, mengatur tentang kejahatan pencurian.
e. Walat atau aula sahasa, mengatur tentang ketentuan yang bersifat memaksa
f. Adol atuku, mengatur mengenai perjanjian jual beli
g. Sanda, mengatur tentang pergadaian
h. Ahutang apihutang, mengatur tentang hutang piutang
i. Titipan
j. Tukon, mengatur mahar dalam perkawinan
k. Kawarangan, mengatur mengenai perkawinan
l. Paradara, mengatur tentang perbuatan mesum
m. Drewe kaliliran, mengatur mengenai warisan, pewaris dan ahli waris
n. Wakparusya, mengatur berkaitan dengan penghinaan
o. Dandaparusya, mengatur sistem dan prosedur penanganan
p. Kagelehan, mengatur tentang kelalaian
q. Atukaran, tentang perkelahian
r. Bhumi, hukum tanah
s. Duwilatek, berkaitan dengan fitnah
Djokosoetono; Adhigama adalah Kitab UU agama Majapahit yang cukup modern; rinci mengatur interaksi terjadi ditengah masyarakat.
Pengaruh Kebudayaan dan agama Hindu terlihat pada Sistem Subak yang merupakan kesatuan masyarakat Hukum adat di Bali berkaitan dengan pertanian.
Falsafah Subak disebut Tri Hita Karana (Tri=tiga, Hita=kebahagiaan, Karana=penyebab)
2. Zaman Islam
Islam masuk ke Indonesia melalui pesisir pantai sumatera Aceh yang dibawa pedagang dari Malaka dan Arab (Abad XIV) mempengaruhi Adat Aceh sampai sekarang; Daerah Khusus yang memberlakukan Hukum Islam.
Dari Aceh kemudian masuk ke Pulau Jawa yang mendesak pengaruh agama dan kebudayaan Hindu, Pengaruh Islam melalui metode pendekatan Kultural; Penyebaran dilakukan para Wali Songo terutama Sunan Kalijaga dengan pendekatan Mistis (Kemenyan, Wayang, Blangkon) yang kemudian terinternalisasi dikenal dengan sebutan Islam Abangan/Sinkretis.
Soepomo; Interaksi antara Ajaran Islam dan Hukum Adat; Hukum Adat terdiri dari sebagian besar Hukum kebiasaan dan sebagian kecil Hukum Islam, meliputi hukum yang berdasarkan keputusan-keputusan hakim yang berisi asas-asas hukum dalam lingkungan dimana ia memutusaan perkara; pengaruh hukum islam dominan pada tata cara perkawinan.
3. Pengaruh Agama Kristen
Dibawah oleh pedagang Bangsa Barat kemudian meluas melalui zending dan missie ke seluruh Indonesia. Pemeluk kristen pelaksanaan hukum perkawinan Kristen di esepsi dalam hukum adatnya.
B. BEBERAPA TEORI HUBUNGAN ANTARA HUKUM AGAMA DENGAN HUKUM ADAT
1. Teori Receptio in Complexu; CF Winter dan Salomon; Bahwa masuknya Hukum Islam yang telah mengikat penduduk pribumi yang beragama Islam dimana hukum yang berlaku bagi golongan pribumi bukanlah hukum asli tetapi hukum agamanya yang dianut.
2. Teori Receptie; Kritik Snouck Hurgronje terhadap teori receptio in complexu; Pengaruh hukum Islam hanya pada bidang-bidang tertentu saja dari hukum adat, Hukum Islam meresepsi kedalam dan berlaku sepanjang dikehendaki hukum adat
3. Teori eceptio a Contrario; Hazairin; Mengkritik Teori Resepsi snouck Hurgronje; bahwa Hukum adat adalah berbeda dan tidak dicampuraduk Hukum agama (Islam) keduanya terpisah; Hukum adat berlaku jika tidak bertentangan dengan Hukum agama.
4. Teori Sinkritisme; Hubungan yang erat antara Islam dan Hukum Adat dalam kehidupan masyarakat Indonesia (Jawa) menghasilkan sikap saling memberi dan menerima dalam bentuk tatanan baru.
C. HUKUM ADAT ZAMAN KOLONIAL
1. Masa VOC; Hukum adat dipinggirkan yang berlaku Hukum Kolonial, Hukum adat berlaku untuk orang indonesia asli. VOC Opurtunis, jika menguntungkan VOC menerapkan hukum kolonial sebaliknya jika tidak menguntungkan VOC hukum adat dibiarkan berlaku bagi pribumi; VOC dibawah kepemimpinan Daendels tidak mengubah kelembagaan adat.
2. Masa Pasca VOC, Pemerintahan Inggris (Let Gub Raffles - 1811-1816)
Van Vollenhoven; Thomas Stamford Raffles adalah perintis penemuan hukum adat yang hidup di zaman Liberalisme yang sangat membenci feodalisme; Perkara antar orang indonesia berlaku hukum adat yang tidak bertentangan dengan hukum pemerintah; Orang Islam berlaku Hukum Islam.
3. Masa Kolonial Belanda setelah Inggris
UU dan peraturan dibuat untuk rakyat Indonesia dipertalikan dengan peraturan yang ada di negeri Belanda; Perseteruan orang Indonesia-Eropa, yang di tuntut Ornag Indonesia maka hakimnya "Landraad" dan hukum yang diberlakukan adalah Hukum adat.
Pada masa ini banyak ahli yang mendalami Hukum adat; Snouck Hurgronje menerjemahkan Hukum adat menjadi adatrecht; Van Volenhoven meneliti dan mengangkatnya menjadi Ilmu Pengetahuan; Ter Haar bahwa Hukum adat itu ditemukan dari keputusan-keputusan penguasa adat dan petugas hukum (Teori Beslissingenleer)
D. POLITIK KOLONIAL (BELANDA) TERHADAP PEMBERLAKUAN HUKUM ADAT
Tahun 1848 dimulai Pengkodifikasian Hukum oleh Pemerintah Kolonial; Bagi golongan Eropa berlaku asas Konkordansi yaitu hukum yang berlaku bagi mereka adalah kodifikasi Hukum Perdata di Belanda; 4 Kitab yang diundangkan, dalam Staatblad (Lembaran Negara) Tahun 1847 No 23 yaitu : (1) Algemeene Bepalingen van Wetgeving voor Nederlands Indie (AB); Ketentuan Umum Perundangan di Indonesia; (2) Burgelijk Wetboek (BW) atau KUH Perdata; (3) Wetboek van Koophandel (WvK) atau KUH Dagang; (4) Reglement op de Rechterlijke organisatie en het beleid der Justitie (RO) atau Peraturan Susunan Pengadilan dan Kebijakan Justitie.
Pasal 11 AB; Bagi orang pribumi yang sukarela mentaati peraturan peraturan hukum perdata dan hukum dagang eropa diberlakukan hukum tersebut, atau peraturan perundangan lain yang terdapat dalam Hukum Adat (Peraturan Keagamaan, lembaga-lembaga rakyat dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat pribumi).
E. ZAMAN PENUDUKAN JEPANG; Yang berlaku adalah Hukum Militer; hukum kolonial belanda dan Hukum Adat tidak berlaku/dikesampingkan.
MODUL 3
HUKUM TENTANG ORANG / PRIBADI
Peraturan-peraturan adat yang kemudian dikenal sebagai Hukum Adat, telah ada sejak zaman kuno, nilai-nilai asli masyarakat Indonesia yang masih banyak dipengaruhi oleh alam pikir yang masgisreligious, jauh sebelum datangnya budaya-budaya asing yang dibawa oleh ajaran agama Hindu dan agama-agama lain ke dalam kehidupan masyarakat kita saat ini.
Adat Istiadat yang hidup dalam masyarakat Pra-hindu tersebut menurut ahli-ahli hukum adat adalah merupakan adat-adat Melayu Polinesia. Kemudian, secara perlahan masuklah Kebudayaan Hindu yang dibawa melalui ajaran Agama Hindu, Kebudayaan yang dibawa melalui ajaean agama Buddha, Kebudayaan Islam, dan Kebudayaan Barat (Belanda) yang membawa ajaran Kristiani.
Kebudayaan-kebudayaan tersebut telah mempengaruhi kebudayaan masyarakat yang hidup saat itu, Sehingga dapat dikatakan bahwa adat yang hidup pada masyarakat tradisional kita saat ini adalah merupakan suatu hasil akulturasi antar kebiasaan-kebiasaan atau peraturan-peraturan adat yang asli (sebelum kebudayaan-kebudayaan lain yang dibawa oleh ajaran agama-agama masuk ke Indonesia), dengan peraturan-peraturan hidup yang dibawa oleh ajaran-ajaran agama Hindu, Buddha, Islam dan Kristiani yang telah menjadi satu.
Dalam menganalisa perkembangan Hukum Adat, kita akan dihadapkan pada fakta sejarah yang terkait dengan sistem politik kolonial dimana pada saat itu Hukum Adat dipinggirkan atau terpinggirkan, yang mengalami eleminasi besar-besaran.
Pemerintah Kolonial mengenyampingkan Hukum Adat dan berusaha menggantikannya dengan sistem hukum kolonial. Hukum adat dipinggirkan dan yang diakui adalah hukum kolonial. Hukum yang diberlakukan bagi pribumi adalah hukum pemerintahan kolonial, bukan hukum adat.
Sejarah Hukum merupakan pencerminan masa lalu yang eprlu untuk dipelajari sebagai landasan dalam mengelola kehidupan hukum untuk saat ini dan saat yang akan datang. Dalam proses pembanguna hukum target yang akan dicapai adalah terciptanya sistem hukum nasional yang mampu mengintegrasikan nilai-nilai dan hukum yang berlaku di masyarakat. Bahwa faktanya dalam perjalanan hukum adat, banyak dipengaruhi nilai-nilai agama yang masuk ke Indonesia.
Seluruh perjalanan sejarah tersebut terkait erat dalam suatu pola interaksi hukum dan menjadi fakta dalam proses dinamika internal masyarakat, yang menyerap setiap pengaruh tersebut sehingga menjadikan hukum adat yang berlaku saat ini. Hukam adat saat ini merupakan hasil alkulturasi dari kebudayaan-kebudayaan yang dibawa melalui ajaran agama.
Hukum adat bukan ditemukan melainkan diperkenalkan oleh beberapa ahli berkebangsaan Belanda yang mendalami hukum pribumi seperti Van Vollenhoven dan Snouck Hurgronje, yang justru mereka hidup diluar lingkungan masyarakat hukum adat, tetapi menjadi pelopor ilmu hukum adat atau yang memperkenalkan hukum adat itu sendiri.
Mereka memperkenalkan bahwa rakyat Indonesia memiliki peraturan-peraturan hukum yang mengatur tingkah laku, hidup kemsyarakatan, dan memiliki sanksi bila dilanggar.
Hukum adat bukan ditemukan, karena pada dasarnya sudah hidup dan mengatur serta ditaati oleh masyarakat pribumi, masyarakat asli Bangsa Indonesia. Para ahli berkebangsaan Belanda itu memperkenalkan melalui penelitian-penelitian dan mengangkatnya dalam tulisan-tulisan. Aturan hidup atau Hukum Adat yang menjadi pedoman dan mengatur interaksi masyarakat pribumi/asli ketika itu dipengaruhi oleh kebudayaan lain yang berasal dari luar, sebagaimana dijelaskan berikut :
1. Zaman Hindu ( Agama Hindu )
Agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa orang-orang India pada abad VIII. Mereka membawa agama yang berbeda dengan agama masyarakat pribumi ketika itu, dan dipengaruhi Hindu terbesar yang ada di Pulau Bali. Secara perlahan menghapus kepercayaan animisme atau mistis yang hidup di masyarakat.
Sejarah menulis tentang masuknya agama Hindu dan Kerajaan Hindu yang pertama di Indonesia yaitu dengan puncaknya pada Masa Kerajaan Majapahit ketika itu diperintah Hayam Wuruk, banyak dokumen-dokumen hukum yang dipengaruhi agama Hindu. Pada masa Hayam Wuruk terdapat aturan yang mengatur "tata kelola pemerintahan" khas Maja Pahit sebagai berikut :
a. Kepala Negara dan pemerintahan sekaligus berperan sebagai ketua sidang mahkota yang mengurus urusan rumah tangga keraton dan anggota keluarga prabu lainnya, seperti masalah perkawinan, Suksesi, Kedudukan Putra Mahkota dan Militer. Semua dipimpin oleh Sang Prabu yang dibantu oleh 4 (empat) badan pemerintahan yaitu;
b. Manteri Kratini (Maha Menteri) yang terdiri atas 3 (tiga) orang yaitu : Manteri Hino, Manteri Sirikan, dan Manteri Halu.
c. Panca ring Wilwatikta (departemen-departemen yang bekerja sama dengan Menteri Kratini) yang membahas isu-isu politis.
d. Darmajaksa, lembaga yang mengepalai atau memimpin agama Buddha dan Syiwa.
e. Saptapapatti (Tujuh Upapatti) yang terdiri atas pemegat agama Syiwa dan dua petugas agama Buddha kandangan Atuha dan Kandangan Rare yang bertugas membahas masalah-masalah hubungan keagamaan dalam masyarakat.
Pada Masa Pemerintahan Hayam wuruk, Pati Kerajaan Maja Pahit yang dikenal dengan Gadjah Mada memberi judul pada kitab tentang hukum yang disusun pada saat itu dengan sebutan Gadjah Mada.
Kemudian Patih pengganti Gadjah Mada bernama Kanaka memberi perintah untuk menyusun kitab hukum yang dikenal dengan Adhigma, merupakan sekumpulan aturan modern karena sudah merincinya atas 19 Bab dan 271 Pasal.
adhigama ini merupakan kitab UU hukum agama, diberlakukan di Maja Pahit dan wilayah jajahannya di Pulau Jawa.
Lingkup peraturan Adhigama meliputi :
a. Tentang Denda
b. Astadusta, mengatur tentang kejahatan pembunuhan
c. Kawula, mengatur tentang hubungan buruh dan majikan
d. Astacorah, mengatur tentang kejahatan pencurian.
e. Walat atau aula sahasa, mengatur tentang ketentuan yang bersifat memaksa
f. Adol atuku, mengatur mengenai perjanjian jual beli
g. Sanda, mengatur tentang pergadaian
h. Ahutang apihutang, mengatur tentang hutang piutang
i. Titipan
j. Tukon, mengatur mahar dalam perkawinan
k. Kawarangan, mengatur mengenai perkawinan
l. Paradara, mengatur tentang perbuatan mesum
m. Drewe kaliliran, mengatur mengenai warisan, pewaris dan ahli waris
n. Wakparusya, mengatur berkaitan dengan penghinaan
o. Dandaparusya, mengatur sistem dan prosedur penanganan
p. Kagelehan, mengatur tentang kelalaian
q. Atukaran, tentang perkelahian
r. Bhumi, hukum tanah
s. Duwilatek, berkaitan dengan fitnah
Djokosoetono; Adhigama adalah Kitab UU agama Majapahit yang cukup modern; rinci mengatur interaksi terjadi ditengah masyarakat.
Pengaruh Kebudayaan dan agama Hindu terlihat pada Sistem Subak yang merupakan kesatuan masyarakat Hukum adat di Bali berkaitan dengan pertanian.
Falsafah Subak disebut Tri Hita Karana (Tri=tiga, Hita=kebahagiaan, Karana=penyebab)
2. Zaman Islam
Islam masuk ke Indonesia melalui pesisir pantai sumatera Aceh yang dibawa pedagang dari Malaka dan Arab (Abad XIV) mempengaruhi Adat Aceh sampai sekarang; Daerah Khusus yang memberlakukan Hukum Islam.
Dari Aceh kemudian masuk ke Pulau Jawa yang mendesak pengaruh agama dan kebudayaan Hindu, Pengaruh Islam melalui metode pendekatan Kultural; Penyebaran dilakukan para Wali Songo terutama Sunan Kalijaga dengan pendekatan Mistis (Kemenyan, Wayang, Blangkon) yang kemudian terinternalisasi dikenal dengan sebutan Islam Abangan/Sinkretis.
Soepomo; Interaksi antara Ajaran Islam dan Hukum Adat; Hukum Adat terdiri dari sebagian besar Hukum kebiasaan dan sebagian kecil Hukum Islam, meliputi hukum yang berdasarkan keputusan-keputusan hakim yang berisi asas-asas hukum dalam lingkungan dimana ia memutusaan perkara; pengaruh hukum islam dominan pada tata cara perkawinan.
3. Pengaruh Agama Kristen
Dibawah oleh pedagang Bangsa Barat kemudian meluas melalui zending dan missie ke seluruh Indonesia. Pemeluk kristen pelaksanaan hukum perkawinan Kristen di esepsi dalam hukum adatnya.
B. BEBERAPA TEORI HUBUNGAN ANTARA HUKUM AGAMA DENGAN HUKUM ADAT
1. Teori Receptio in Complexu; CF Winter dan Salomon; Bahwa masuknya Hukum Islam yang telah mengikat penduduk pribumi yang beragama Islam dimana hukum yang berlaku bagi golongan pribumi bukanlah hukum asli tetapi hukum agamanya yang dianut.
2. Teori Receptie; Kritik Snouck Hurgronje terhadap teori receptio in complexu; Pengaruh hukum Islam hanya pada bidang-bidang tertentu saja dari hukum adat, Hukum Islam meresepsi kedalam dan berlaku sepanjang dikehendaki hukum adat
3. Teori eceptio a Contrario; Hazairin; Mengkritik Teori Resepsi snouck Hurgronje; bahwa Hukum adat adalah berbeda dan tidak dicampuraduk Hukum agama (Islam) keduanya terpisah; Hukum adat berlaku jika tidak bertentangan dengan Hukum agama.
4. Teori Sinkritisme; Hubungan yang erat antara Islam dan Hukum Adat dalam kehidupan masyarakat Indonesia (Jawa) menghasilkan sikap saling memberi dan menerima dalam bentuk tatanan baru.
C. HUKUM ADAT ZAMAN KOLONIAL
1. Masa VOC; Hukum adat dipinggirkan yang berlaku Hukum Kolonial, Hukum adat berlaku untuk orang indonesia asli. VOC Opurtunis, jika menguntungkan VOC menerapkan hukum kolonial sebaliknya jika tidak menguntungkan VOC hukum adat dibiarkan berlaku bagi pribumi; VOC dibawah kepemimpinan Daendels tidak mengubah kelembagaan adat.
2. Masa Pasca VOC, Pemerintahan Inggris (Let Gub Raffles - 1811-1816)
Van Vollenhoven; Thomas Stamford Raffles adalah perintis penemuan hukum adat yang hidup di zaman Liberalisme yang sangat membenci feodalisme; Perkara antar orang indonesia berlaku hukum adat yang tidak bertentangan dengan hukum pemerintah; Orang Islam berlaku Hukum Islam.
3. Masa Kolonial Belanda setelah Inggris
UU dan peraturan dibuat untuk rakyat Indonesia dipertalikan dengan peraturan yang ada di negeri Belanda; Perseteruan orang Indonesia-Eropa, yang di tuntut Ornag Indonesia maka hakimnya "Landraad" dan hukum yang diberlakukan adalah Hukum adat.
Pada masa ini banyak ahli yang mendalami Hukum adat; Snouck Hurgronje menerjemahkan Hukum adat menjadi adatrecht; Van Volenhoven meneliti dan mengangkatnya menjadi Ilmu Pengetahuan; Ter Haar bahwa Hukum adat itu ditemukan dari keputusan-keputusan penguasa adat dan petugas hukum (Teori Beslissingenleer)
D. POLITIK KOLONIAL (BELANDA) TERHADAP PEMBERLAKUAN HUKUM ADAT
Tahun 1848 dimulai Pengkodifikasian Hukum oleh Pemerintah Kolonial; Bagi golongan Eropa berlaku asas Konkordansi yaitu hukum yang berlaku bagi mereka adalah kodifikasi Hukum Perdata di Belanda; 4 Kitab yang diundangkan, dalam Staatblad (Lembaran Negara) Tahun 1847 No 23 yaitu : (1) Algemeene Bepalingen van Wetgeving voor Nederlands Indie (AB); Ketentuan Umum Perundangan di Indonesia; (2) Burgelijk Wetboek (BW) atau KUH Perdata; (3) Wetboek van Koophandel (WvK) atau KUH Dagang; (4) Reglement op de Rechterlijke organisatie en het beleid der Justitie (RO) atau Peraturan Susunan Pengadilan dan Kebijakan Justitie.
Pasal 11 AB; Bagi orang pribumi yang sukarela mentaati peraturan peraturan hukum perdata dan hukum dagang eropa diberlakukan hukum tersebut, atau peraturan perundangan lain yang terdapat dalam Hukum Adat (Peraturan Keagamaan, lembaga-lembaga rakyat dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat pribumi).
E. ZAMAN PENUDUKAN JEPANG; Yang berlaku adalah Hukum Militer; hukum kolonial belanda dan Hukum Adat tidak berlaku/dikesampingkan.
KB 2 ; PROSES PERKEMBANGA HUKUM ADAT
A. TUMBUHNYA KESADARAN HUKUM NASIONAL (PASCA KEMERDEKAAN)
1. Era Penetapan UUD 1945
2. Era Orde Baru
3. Era Reformasi
B. PROSES IDENTIFIKASI/PENEMUAN HUKUM ADAT
1. Faktor Teritorial
2. Faktor Campuran
3. Persekutuan Hukum Geneologis, yaitu yang berlandaskan pertalian darah atau keturunan dibagi 3 macam, yaitu :
C. PERKEMBANGAN HUKUM ADAT DALAM PRODUK HUKUM NASIONAL
1. Peranan Hukum adat dalam UU No 1/1974 tentang Perkawinan
a. Masyarakat dengan Sistem Kekeluargaan Patrilineal
b. Masyarakat dengan Sistem Kekeluargaan Matrilineal
c. Bentuk Perkawinan Parental
2. Hukum adat dalam UU No 5/1960 tentang UUPA
a. Hak Menguasai dari Negara
b. Berkaitan dengan Hak Milik
KB 2 ; HUKUM ADAT DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL
A. POSISI MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM NEGARA KESATUAN RI
1. Model Komunitarian
2. Model Liberal
3. Model Multikultural
4. Model Deliberatif
B. PEMBANGUNAN HUKUM
C. HUKUM ADAT DALAM PEMBANGUNAN
1. Era Penetapan UUD 1945
2. Era Orde Baru
3. Era Reformasi
B. PROSES IDENTIFIKASI/PENEMUAN HUKUM ADAT
1. Faktor Teritorial
2. Faktor Campuran
3. Persekutuan Hukum Geneologis, yaitu yang berlandaskan pertalian darah atau keturunan dibagi 3 macam, yaitu :
C. PERKEMBANGAN HUKUM ADAT DALAM PRODUK HUKUM NASIONAL
1. Peranan Hukum adat dalam UU No 1/1974 tentang Perkawinan
a. Masyarakat dengan Sistem Kekeluargaan Patrilineal
b. Masyarakat dengan Sistem Kekeluargaan Matrilineal
c. Bentuk Perkawinan Parental
2. Hukum adat dalam UU No 5/1960 tentang UUPA
a. Hak Menguasai dari Negara
b. Berkaitan dengan Hak Milik
KB 2 ; HUKUM ADAT DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL
A. POSISI MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM NEGARA KESATUAN RI
1. Model Komunitarian
2. Model Liberal
3. Model Multikultural
4. Model Deliberatif
B. PEMBANGUNAN HUKUM
C. HUKUM ADAT DALAM PEMBANGUNAN
MODUL 3
HUKUM TENTANG ORANG / PRIBADI
KB 1 ; SUBYEK HUKUM MENURUT HUKUM ADAT
A. MANUSIA/INDIVIDU SEBAGAI SUBYEK HUKUM MENURUT HUKUM ADAT
1. Pengertian
Setiap manusia adalah Subjek Hukum yang mempunyai Hak dan Kewajiban yang sama; Dapat melakukan perbuatan Hukum; Perbuatan atau tindakan yang memiliki akibat hukum; misalnya menerima warisan, perkawinan, melakukan perjanjian.
2. Hak dan Kewajiban Sebagai Suatu Kesatuan
subjek Hukum; artinya setiap individu dipandang memiliki Hak dan Kewajiban; sebagai Penyandang Hak dan Kewajiban.
Manusia sebagai Subjek hukum; menunjukan bahwa setiap orang adalah penyandang hak dan kewajiban.
B. BADAN HUKUM SEBAGAI SUBYEK HUKUM MENURUT HUKUM ADAT
1. Pengertian dan Kriteria Badan Hukum Menurut Hukum Adat
R Soeroso Wignyodipoero; Badan Hukum harus memenuhi Kriteria : (a) Kesatuan yang memiliki tata peraturan yang rapi ; (b) Memilki Pengurus Sendiri ; (c) Harta Kekayaan sendiri ; (d) Wilayah Sendiri ; (e) Bertingkah laku sebagai kesatuan terhadap dunia luar
Badan Hukum menurut Hukum Adat yang dapat bertindak sebagai Subjek Hukum :
(a) Persekutuan (desa,kampung,nagari,famili,marga) ; (b) Perkumpulan yang organisasi tegas dan rapi (Maplus/Minahasa, Posintuwua/Poso, Jula-jula/minangkabau, Subak/Bali) ; (c) Wakaf ; (d) Yayasan
2. Yurisprudensi Mahkamah Agung Tentang Badan Hukum menurut Hukum Adat
(a) Kep MA 39K/SIP/1956 ; Hak desa atas Tanah di Lamongan ; (b) Kep MA 56/SIP/1960 ; Hak desa atas Tanah di Klaten ; (c) Kep MA 239K/SIP/1960 ; Hak desa atas Tanah di Ambon ; (d) Kep MA 36K/SIP/1975 ; Hak desa atas Tanah di Ambon ;
WAKAF : Inpres 1/1991; Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau sekelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta miliknya dan melembagakannya selamanya guna kepentingan ibadah/umum.
LEMBAGA WAKAF ; Berkedudukan sebagai Badan Hukum ; (1) memiliki harta kekayaan sendiri ; (2) Mempunyai Tujuan ; (3) Mempunyai Organisasi
Lembaga Wakaf tidak Maksimal : (1) Perundangan dan Peraturan sering berbenturan ; (2) Kurangnya biaya pengurusan
Macam wakaf : (1) di Jalan Allah ; (2) Kepada Keluarga atau orang tertentu
YAYASAN : UU 16/2001 : Yayasan adalah Badan Hukum yang terdiri dari atas kekayaan yang dipisahkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.
Yayasan didirikan dengan Akte Notaris, Memuat : (a) Kekayaan yang dipisahkan ; (b) Nama dan tempat kedudukan ; (c) Memiliki Tujuan ; (d) Bentuk dan susunan pengurus, serta cara penggantian anggota ; (e) Cara Pembubaran ; (f) Penggunaan sisa kekayaan/ dibubarkan
subjek Hukum; artinya setiap individu dipandang memiliki Hak dan Kewajiban; sebagai Penyandang Hak dan Kewajiban.
Manusia sebagai Subjek hukum; menunjukan bahwa setiap orang adalah penyandang hak dan kewajiban.
B. BADAN HUKUM SEBAGAI SUBYEK HUKUM MENURUT HUKUM ADAT
1. Pengertian dan Kriteria Badan Hukum Menurut Hukum Adat
R Soeroso Wignyodipoero; Badan Hukum harus memenuhi Kriteria : (a) Kesatuan yang memiliki tata peraturan yang rapi ; (b) Memilki Pengurus Sendiri ; (c) Harta Kekayaan sendiri ; (d) Wilayah Sendiri ; (e) Bertingkah laku sebagai kesatuan terhadap dunia luar
Badan Hukum menurut Hukum Adat yang dapat bertindak sebagai Subjek Hukum :
(a) Persekutuan (desa,kampung,nagari,famili,marga) ; (b) Perkumpulan yang organisasi tegas dan rapi (Maplus/Minahasa, Posintuwua/Poso, Jula-jula/minangkabau, Subak/Bali) ; (c) Wakaf ; (d) Yayasan
2. Yurisprudensi Mahkamah Agung Tentang Badan Hukum menurut Hukum Adat
(a) Kep MA 39K/SIP/1956 ; Hak desa atas Tanah di Lamongan ; (b) Kep MA 56/SIP/1960 ; Hak desa atas Tanah di Klaten ; (c) Kep MA 239K/SIP/1960 ; Hak desa atas Tanah di Ambon ; (d) Kep MA 36K/SIP/1975 ; Hak desa atas Tanah di Ambon ;
WAKAF : Inpres 1/1991; Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau sekelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta miliknya dan melembagakannya selamanya guna kepentingan ibadah/umum.
LEMBAGA WAKAF ; Berkedudukan sebagai Badan Hukum ; (1) memiliki harta kekayaan sendiri ; (2) Mempunyai Tujuan ; (3) Mempunyai Organisasi
Lembaga Wakaf tidak Maksimal : (1) Perundangan dan Peraturan sering berbenturan ; (2) Kurangnya biaya pengurusan
Macam wakaf : (1) di Jalan Allah ; (2) Kepada Keluarga atau orang tertentu
YAYASAN : UU 16/2001 : Yayasan adalah Badan Hukum yang terdiri dari atas kekayaan yang dipisahkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.
Yayasan didirikan dengan Akte Notaris, Memuat : (a) Kekayaan yang dipisahkan ; (b) Nama dan tempat kedudukan ; (c) Memiliki Tujuan ; (d) Bentuk dan susunan pengurus, serta cara penggantian anggota ; (e) Cara Pembubaran ; (f) Penggunaan sisa kekayaan/ dibubarkan
KB 2 ; PENGERTIAN CAKAP DAN DEWASA DALAM HUKUM ADAT
A. PENGERTIAN 'CAKAP' MENURUT HUKUM ADAT
Seseorang Cakap Menuirut hukum adat apabila dewasa; dewasa menurut Hukum adat bukan berdasar umur melainkan ciri-ciri tertentu ; soepomo; (1) Kuat Gawe (mampu bekerja sendiri) ; (2) Cakap mengurus harta benda dan keperluan sendiri ; (3) Cakap bergaul kehidupan kemasyarakatan serta mempertanggungjawabkan sendiri.
B. PENGERTIAN DEWASA MENURUT HUKUM ADAT
Sistem adalah susunan yang teratur dari berbagai unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas atau kesatuan pengertian. Menurut Soepomo, tiap-tiap hukum merupakan suatu sitem, yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kesatuan begitupun dengan Hukum Adat.
C. YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG TENTANG KEDEWASAAN
Wilayah Hukum Adat atau Lingkungan Hukum Adat atau Kukuban Hukum Adat sangat erat kaitannya dengan persekutuan Hukum adat atau masyarakat hukum adat.
Van Vollenhoven membagi atau mengelompokkan wilayah Indonesia dalam 19 Lingkungan Hukum Adat (Adat Rechtkringen). Pembagian tersebut didasarkan atas pengklasifikasian berdasarkan bahasa-bahasa yang digunakan berbagai daerah yang ada di Indonesia.
B. PERSOALAN HUKUM YANG TIMBUL AKIBAT PERBEDAAN RUMUSAN TENTANG KEDEWASAAN
Apabila setiap Masyarakat Hukum adat di telaah secara seksama maka masing-masing mempunyai dasar dan bentuknya.
Soepomo; mengatakan masyarakat-masyarakat hukum adat Indonesia dapat dibagi menjadi 2 golongan menurut susunannya, yaitu yang berdasarkan pertalian suatu golongan (Genealogi) dan yang berdasarkan lingkungan daerah (Teritorial) dan yang berdasarkan keturunan dan lingkungan daerah (Genealogis dan Teritorial).
C. CAKAP BERTINDAK BAGI ISTERI
Pengakuan terhadap masyarakat hukum adat terdapat dalam penjelasan Pasal 18 UUD :
" Dalam teritorial negara Republik Indonesia terdapat lebih kurang 250 Zelfbesturende Landschappen dan Volksgemeenschappen, seperti Desa di Jawa dan Bali, nagari di minangkabau, dusun dan marga di palembang, dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan yang asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa".
MODUL 4
HUKUM TENTANG KELUARGA
Seseorang Cakap Menuirut hukum adat apabila dewasa; dewasa menurut Hukum adat bukan berdasar umur melainkan ciri-ciri tertentu ; soepomo; (1) Kuat Gawe (mampu bekerja sendiri) ; (2) Cakap mengurus harta benda dan keperluan sendiri ; (3) Cakap bergaul kehidupan kemasyarakatan serta mempertanggungjawabkan sendiri.
B. PENGERTIAN DEWASA MENURUT HUKUM ADAT
Sistem adalah susunan yang teratur dari berbagai unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas atau kesatuan pengertian. Menurut Soepomo, tiap-tiap hukum merupakan suatu sitem, yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kesatuan begitupun dengan Hukum Adat.
C. YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG TENTANG KEDEWASAAN
Wilayah Hukum Adat atau Lingkungan Hukum Adat atau Kukuban Hukum Adat sangat erat kaitannya dengan persekutuan Hukum adat atau masyarakat hukum adat.
Van Vollenhoven membagi atau mengelompokkan wilayah Indonesia dalam 19 Lingkungan Hukum Adat (Adat Rechtkringen). Pembagian tersebut didasarkan atas pengklasifikasian berdasarkan bahasa-bahasa yang digunakan berbagai daerah yang ada di Indonesia.
KB 3 ; PENGERTIAN CAKAP DAN DEWASA MENURUT UNDANG-UNDANG
A. CAKAP DAN DEWASA MENURUT UNDANG-UNDANG
Masyarakat (Society; inggris) berasal dari kata Latin Socius yang berarti "Kawan". Kata Masyarakat berasal dari akar kata Bahasa arab syaraka yang artinya "ikut serta"atau "Berperan Serta".B. PERSOALAN HUKUM YANG TIMBUL AKIBAT PERBEDAAN RUMUSAN TENTANG KEDEWASAAN
Apabila setiap Masyarakat Hukum adat di telaah secara seksama maka masing-masing mempunyai dasar dan bentuknya.
Soepomo; mengatakan masyarakat-masyarakat hukum adat Indonesia dapat dibagi menjadi 2 golongan menurut susunannya, yaitu yang berdasarkan pertalian suatu golongan (Genealogi) dan yang berdasarkan lingkungan daerah (Teritorial) dan yang berdasarkan keturunan dan lingkungan daerah (Genealogis dan Teritorial).
C. CAKAP BERTINDAK BAGI ISTERI
Pengakuan terhadap masyarakat hukum adat terdapat dalam penjelasan Pasal 18 UUD :
" Dalam teritorial negara Republik Indonesia terdapat lebih kurang 250 Zelfbesturende Landschappen dan Volksgemeenschappen, seperti Desa di Jawa dan Bali, nagari di minangkabau, dusun dan marga di palembang, dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan yang asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa".
MODUL 4
HUKUM TENTANG KELUARGA
Hukum suatu bangsa merupakan gambaran atau cerminan dari budaya bangsa yang bersangkutan, karena hukum merupakan bagian dari kebudayaan.
KB 1 ; PERTALIAN DARAH DAN KETURUNAN
A. PENGERTIAN HUKUM ADAT KELUARGA
Istilah "Hukum Adat" atau "Adatrecht"(Belanda) pertama dikenalkan oleh Snouck Hurgronje yang kemudian dikutip dan dipakai oleh Van Vollenhoven sebagai Istilah teknis-yuridis.
B. PERTALIAN DARAH ATAU KETURUNAN
1. Sifat Keturunan
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Hubungan Anak dan Orang Tuanya
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
3. Hubungan Anak dengan Keluarga (Kerabat)
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
1. Sifat Keturunan
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Hubungan Anak dan Orang Tuanya
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
3. Hubungan Anak dengan Keluarga (Kerabat)
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
KB 2 ; PERWALIAN ANAK DAN PENGANGKATAN ANAK
A. PERWALIAN ANAK
F.D. Hollemann dalam pidato inagurasinya De Commune Trek in het Indonesische Rechtsleven, mengemukakan ada empat corak atau sifat Hukum adat yang merupakan satu kesatuan, sebagai berikut :
B. PENGANGKATAN ANAK
Sistem adalah susunan yang teratur dari berbagai unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas atau kesatuan pengertian. Menurut Soepomo, tiap-tiap hukum merupakan suatu sitem, yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kesatuan begitupun dengan Hukum Adat.
1. Pengertian
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Motif atau alasan Pengangkatan Anak
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
3. Bentuk Pengangkatan Anak
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
1. Hukum Kewarisan yang Berlaku di Indonesia
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Menurut Hukum Barat
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA
Apabila setiap Masyarakat Hukum adat di telaah secara seksama maka masing-masing mempunyai dasar dan bentuknya.
Soepomo; mengatakan masyarakat-masyarakat hukum adat Indonesia dapat dibagi menjadi 2 golongan menurut susunannya, yaitu yang berdasarkan pertalian suatu golongan (Genealogi) dan yang berdasarkan lingkungan daerah (Teritorial) dan yang berdasarkan keturunan dan lingkungan daerah (Genealogis dan Teritorial).
MODUL 5
HUKUM TENTANG PERKAWINAN
F.D. Hollemann dalam pidato inagurasinya De Commune Trek in het Indonesische Rechtsleven, mengemukakan ada empat corak atau sifat Hukum adat yang merupakan satu kesatuan, sebagai berikut :
B. PENGANGKATAN ANAK
Sistem adalah susunan yang teratur dari berbagai unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas atau kesatuan pengertian. Menurut Soepomo, tiap-tiap hukum merupakan suatu sitem, yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kesatuan begitupun dengan Hukum Adat.
1. Pengertian
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Motif atau alasan Pengangkatan Anak
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
3. Bentuk Pengangkatan Anak
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
KB 3 ; HAK WARIS BAGI ANAK ANGKAT
A. ANAK ANGKAT DALAM SISTEM HUKUM KEWARISAN DI INDONESIA
Masyarakat (Society; inggris) berasal dari kata Latin Socius yang berarti "Kawan". Kata Masyarakat berasal dari akar kata Bahasa arab syaraka yang artinya "ikut serta"atau "Berperan Serta".1. Hukum Kewarisan yang Berlaku di Indonesia
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Menurut Hukum Barat
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA
Apabila setiap Masyarakat Hukum adat di telaah secara seksama maka masing-masing mempunyai dasar dan bentuknya.
Soepomo; mengatakan masyarakat-masyarakat hukum adat Indonesia dapat dibagi menjadi 2 golongan menurut susunannya, yaitu yang berdasarkan pertalian suatu golongan (Genealogi) dan yang berdasarkan lingkungan daerah (Teritorial) dan yang berdasarkan keturunan dan lingkungan daerah (Genealogis dan Teritorial).
MODUL 5
HUKUM TENTANG PERKAWINAN
Hukum suatu bangsa merupakan gambaran atau cerminan dari budaya bangsa yang bersangkutan, karena hukum merupakan bagian dari kebudayaan.
KB 1 ; PENGERTIAN PERKAWINAN DAN BENTUK-BENTUK PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT
A. PENGERTIAN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT
Istilah "Hukum Adat" atau "Adatrecht"(Belanda) pertama dikenalkan oleh Snouck Hurgronje yang kemudian dikutip dan dipakai oleh Van Vollenhoven sebagai Istilah teknis-yuridis.
B. BENTUK-BENTUK PERKAWINAN ADAT
1. Bentuk Perkawinan pada Masyarakat Patrilineal
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Bentuk Perkawinan pada Masyarakat Matrilineal
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
3. Bentuk Perkawinan dalam Susunan Kekeluargaan Parental
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
3. Perkawinan Campuran
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
1. Bentuk Perkawinan pada Masyarakat Patrilineal
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Bentuk Perkawinan pada Masyarakat Matrilineal
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
3. Bentuk Perkawinan dalam Susunan Kekeluargaan Parental
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
3. Perkawinan Campuran
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
3. Perkawinan Lari
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
KB 2 ; PELAMARAN DAN SISTEM PERKAWINAN
A. CARA PERKAWINAN DILAKSANAKAN
F.D. Hollemann dalam pidato inagurasinya De Commune Trek in het Indonesische Rechtsleven, mengemukakan ada empat corak atau sifat Hukum adat yang merupakan satu kesatuan, sebagai berikut :
1. Perkawinan dengan Melamar/Meminang
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Perkawinan dengan Tidak Melamar/Meminang
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
B. SISTEM PERKAWINAN
Sistem adalah susunan yang teratur dari berbagai unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas atau kesatuan pengertian. Menurut Soepomo, tiap-tiap hukum merupakan suatu sitem, yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kesatuan begitupun dengan Hukum Adat.
1. Sistem Endogami
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Sistem Eksogami
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
3. Sistem Eleutrogami
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
C. LARANGAN PERKAWINAN
Sistem adalah susunan yang teratur dari berbagai unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas atau kesatuan pengertian. Menurut Soepomo, tiap-tiap hukum merupakan suatu sitem, yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kesatuan begitupun dengan Hukum Adat.
1. Larangan Perkawinan menurut Hukum Adat
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Larangan Perkawinan menurut Hukum Agama
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
D. PUTUSNYA PERKAWINAN
Sistem adalah susunan yang teratur dari berbagai unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas atau kesatuan pengertian. Menurut Soepomo, tiap-tiap hukum merupakan suatu sitem, yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kesatuan begitupun dengan Hukum Adat.
1. Masyarakat Hukum Patrilineal
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Masyarakat Hukum Matrilineal
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
3. Masyarakat Hukum Parental
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
B. MACAM-MACAM HARTA PERKAWINAN
Soepomo; mengatakan masyarakat-masyarakat hukum adat Indonesia dapat dibagi menjadi 2 golongan menurut susunannya, yaitu yang berdasarkan pertalian suatu golongan (Genealogi) dan yang berdasarkan lingkungan daerah (Teritorial) dan yang berdasarkan keturunan dan lingkungan daerah (Genealogis dan Teritorial).
1. Harta Warisan
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Harta yang Diperoleh atas Usaha Sendiri dan Untuk Diri Sendiri
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
3. Harta Bersama
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
3. Harta Hadiah Perkawinan
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
MODUL 6
HUKUM WARIS ADAT
F.D. Hollemann dalam pidato inagurasinya De Commune Trek in het Indonesische Rechtsleven, mengemukakan ada empat corak atau sifat Hukum adat yang merupakan satu kesatuan, sebagai berikut :
1. Perkawinan dengan Melamar/Meminang
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Perkawinan dengan Tidak Melamar/Meminang
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
B. SISTEM PERKAWINAN
Sistem adalah susunan yang teratur dari berbagai unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas atau kesatuan pengertian. Menurut Soepomo, tiap-tiap hukum merupakan suatu sitem, yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kesatuan begitupun dengan Hukum Adat.
1. Sistem Endogami
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Sistem Eksogami
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
3. Sistem Eleutrogami
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
C. LARANGAN PERKAWINAN
Sistem adalah susunan yang teratur dari berbagai unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas atau kesatuan pengertian. Menurut Soepomo, tiap-tiap hukum merupakan suatu sitem, yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kesatuan begitupun dengan Hukum Adat.
1. Larangan Perkawinan menurut Hukum Adat
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Larangan Perkawinan menurut Hukum Agama
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
D. PUTUSNYA PERKAWINAN
Sistem adalah susunan yang teratur dari berbagai unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas atau kesatuan pengertian. Menurut Soepomo, tiap-tiap hukum merupakan suatu sitem, yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kesatuan begitupun dengan Hukum Adat.
1. Masyarakat Hukum Patrilineal
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Masyarakat Hukum Matrilineal
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
3. Masyarakat Hukum Parental
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
KB 3 ; HARTA PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT
A. ARTI DAN FUNGSI HARTA PERKAWINAN
Masyarakat (Society; inggris) berasal dari kata Latin Socius yang berarti "Kawan". Kata Masyarakat berasal dari akar kata Bahasa arab syaraka yang artinya "ikut serta"atau "Berperan Serta".B. MACAM-MACAM HARTA PERKAWINAN
Soepomo; mengatakan masyarakat-masyarakat hukum adat Indonesia dapat dibagi menjadi 2 golongan menurut susunannya, yaitu yang berdasarkan pertalian suatu golongan (Genealogi) dan yang berdasarkan lingkungan daerah (Teritorial) dan yang berdasarkan keturunan dan lingkungan daerah (Genealogis dan Teritorial).
1. Harta Warisan
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Harta yang Diperoleh atas Usaha Sendiri dan Untuk Diri Sendiri
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
3. Harta Bersama
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
3. Harta Hadiah Perkawinan
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
MODUL 6
HUKUM WARIS ADAT
Hukum suatu bangsa merupakan gambaran atau cerminan dari budaya bangsa yang bersangkutan, karena hukum merupakan bagian dari kebudayaan.
KB 1 ; PENGERTIAN DAN ISTILAH-ISTILAH HUKUM WARIS ADAT
PENGERTIAN DAN ISTILAH HUKUM WARIS ADAT
Istilah "Hukum Adat" atau "Adatrecht"(Belanda) pertama dikenalkan oleh Snouck Hurgronje yang kemudian dikutip dan dipakai oleh Van Vollenhoven sebagai Istilah teknis-yuridis.
1. Pengertian
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Istilah
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Istilah
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
KB 2 ; ASAS-ASAS DAN SIFAT HUKUM WARIS ADAT
A. ASAS-ASAS HUKUM WARIS ADAT
F.D. Hollemann dalam pidato inagurasinya De Commune Trek in het Indonesische Rechtsleven, mengemukakan ada empat corak atau sifat Hukum adat yang merupakan satu kesatuan, sebagai berikut :
1. Asas Ketuhanan dan Pengendalian Diri
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Asas Kesamaan Hak dan Kebersamaan Hak
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
3. Asas Kerukunan dan Kekeluargaan
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
B. SIFAT HUKUM WARIS ADAT
Sistem adalah susunan yang teratur dari berbagai unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas atau kesatuan pengertian. Menurut Soepomo, tiap-tiap hukum merupakan suatu sitem, yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kesatuan begitupun dengan Hukum Adat.
B. BENTUK PERKAWINAN
Soepomo; mengatakan masyarakat-masyarakat hukum adat Indonesia dapat dibagi menjadi 2 golongan menurut susunannya, yaitu yang berdasarkan pertalian suatu golongan (Genealogi) dan yang berdasarkan lingkungan daerah (Teritorial) dan yang berdasarkan keturunan dan lingkungan daerah (Genealogis dan Teritorial).
1. Perkawinan Jujur
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Perkawinan Jasa / Karya
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
3. Perkawinan Semendo Ambil Anak
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
B. SISTEM PEWARISAN
Sistem adalah susunan yang teratur dari berbagai unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas atau kesatuan pengertian. Menurut Soepomo, tiap-tiap hukum merupakan suatu sitem, yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kesatuan begitupun dengan Hukum Adat.
1. Sistem Individual
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Sistem Kolektif
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
3. Sistem Mayorat
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
MODUL 7
HUKUM TANAH ADAT
F.D. Hollemann dalam pidato inagurasinya De Commune Trek in het Indonesische Rechtsleven, mengemukakan ada empat corak atau sifat Hukum adat yang merupakan satu kesatuan, sebagai berikut :
1. Asas Ketuhanan dan Pengendalian Diri
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Asas Kesamaan Hak dan Kebersamaan Hak
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
3. Asas Kerukunan dan Kekeluargaan
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
B. SIFAT HUKUM WARIS ADAT
Sistem adalah susunan yang teratur dari berbagai unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas atau kesatuan pengertian. Menurut Soepomo, tiap-tiap hukum merupakan suatu sitem, yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kesatuan begitupun dengan Hukum Adat.
KB 3 ; SISTEM HUKUM WARIS ADAT DI INDONESIA
A. SISTEM GARIS KETURUNAN
Masyarakat (Society; inggris) berasal dari kata Latin Socius yang berarti "Kawan". Kata Masyarakat berasal dari akar kata Bahasa arab syaraka yang artinya "ikut serta"atau "Berperan Serta".B. BENTUK PERKAWINAN
Soepomo; mengatakan masyarakat-masyarakat hukum adat Indonesia dapat dibagi menjadi 2 golongan menurut susunannya, yaitu yang berdasarkan pertalian suatu golongan (Genealogi) dan yang berdasarkan lingkungan daerah (Teritorial) dan yang berdasarkan keturunan dan lingkungan daerah (Genealogis dan Teritorial).
1. Perkawinan Jujur
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Perkawinan Jasa / Karya
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
3. Perkawinan Semendo Ambil Anak
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
B. SISTEM PEWARISAN
Sistem adalah susunan yang teratur dari berbagai unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas atau kesatuan pengertian. Menurut Soepomo, tiap-tiap hukum merupakan suatu sitem, yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kesatuan begitupun dengan Hukum Adat.
1. Sistem Individual
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Sistem Kolektif
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
3. Sistem Mayorat
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
MODUL 7
HUKUM TANAH ADAT
Hukum suatu bangsa merupakan gambaran atau cerminan dari budaya bangsa yang bersangkutan, karena hukum merupakan bagian dari kebudayaan.
KB 1 ; PENGERTIAN, CIRI-CIRI, DAN OBYEK HAK TANAH ADAT
A. PENGERTIAN HUKUM TANAH ADAT
Istilah "Hukum Adat" atau "Adatrecht"(Belanda) pertama dikenalkan oleh Snouck Hurgronje yang kemudian dikutip dan dipakai oleh Van Vollenhoven sebagai Istilah teknis-yuridis.
B. CIRI-CIRI HAK TANAH ADAT
Istilah "Hukum Adat" atau "Adatrecht"(Belanda) pertama dikenalkan oleh Snouck Hurgronje yang kemudian dikutip dan dipakai oleh Van Vollenhoven sebagai Istilah teknis-yuridis.
C. OBYEK HAK TANAH ADAT (HAK ULAYAT)
Istilah "Hukum Adat" atau "Adatrecht"(Belanda) pertama dikenalkan oleh Snouck Hurgronje yang kemudian dikutip dan dipakai oleh Van Vollenhoven sebagai Istilah teknis-yuridis.
KB 2 ; MACAM-MACAM HAK TANAH ADAT
A. MACAM-MACAM HAK ATAS TANAH ADAT
F.D. Hollemann dalam pidato inagurasinya De Commune Trek in het Indonesische Rechtsleven, mengemukakan ada empat corak atau sifat Hukum adat yang merupakan satu kesatuan, sebagai berikut :
1. Hak Bersama
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Hak Peserta / Hak Perorangan
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
B. HAK BENDA YANG BUKAN TANAH
Sistem adalah susunan yang teratur dari berbagai unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas atau kesatuan pengertian. Menurut Soepomo, tiap-tiap hukum merupakan suatu sitem, yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kesatuan begitupun dengan Hukum Adat.
1. Hak atas Rumah
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Hak atas Tanaman
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
B. TRANSAKSI BUKAN TANAH
Soepomo; mengatakan masyarakat-masyarakat hukum adat Indonesia dapat dibagi menjadi 2 golongan menurut susunannya, yaitu yang berdasarkan pertalian suatu golongan (Genealogi) dan yang berdasarkan lingkungan daerah (Teritorial) dan yang berdasarkan keturunan dan lingkungan daerah (Genealogis dan Teritorial).
1. Perjanjian Bagi Hasil Tanam
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Transaksi Pinjam Uang dengan Tanggungan Tanah
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
3. Numpang (Magersari - di Jawa; Lindung di Priangan)
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
4. Perjanjian Terpadu
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
MODUL 8
HUKUM DELIK ADAT
F.D. Hollemann dalam pidato inagurasinya De Commune Trek in het Indonesische Rechtsleven, mengemukakan ada empat corak atau sifat Hukum adat yang merupakan satu kesatuan, sebagai berikut :
1. Hak Bersama
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Hak Peserta / Hak Perorangan
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
B. HAK BENDA YANG BUKAN TANAH
Sistem adalah susunan yang teratur dari berbagai unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas atau kesatuan pengertian. Menurut Soepomo, tiap-tiap hukum merupakan suatu sitem, yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kesatuan begitupun dengan Hukum Adat.
1. Hak atas Rumah
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Hak atas Tanaman
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
KB 3 ; TRANSAKSI TANAH ADAT
A. DIDALAM HUKUM TANAH ADAT, TRANSAKSI JUAL ADA 4 MACAM BENTUKNYA
Masyarakat (Society; inggris) berasal dari kata Latin Socius yang berarti "Kawan". Kata Masyarakat berasal dari akar kata Bahasa arab syaraka yang artinya "ikut serta"atau "Berperan Serta".B. TRANSAKSI BUKAN TANAH
Soepomo; mengatakan masyarakat-masyarakat hukum adat Indonesia dapat dibagi menjadi 2 golongan menurut susunannya, yaitu yang berdasarkan pertalian suatu golongan (Genealogi) dan yang berdasarkan lingkungan daerah (Teritorial) dan yang berdasarkan keturunan dan lingkungan daerah (Genealogis dan Teritorial).
1. Perjanjian Bagi Hasil Tanam
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Transaksi Pinjam Uang dengan Tanggungan Tanah
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
3. Numpang (Magersari - di Jawa; Lindung di Priangan)
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
4. Perjanjian Terpadu
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
MODUL 8
HUKUM DELIK ADAT
Hukum suatu bangsa merupakan gambaran atau cerminan dari budaya bangsa yang bersangkutan, karena hukum merupakan bagian dari kebudayaan.
KB 1 ; PENGERTIAN, DAN SIFAT HUKUM DELIK ADAT
PENGERTIAN DAN SIFAT HUKUM DELIK ADAT
Istilah "Hukum Adat" atau "Adatrecht"(Belanda) pertama dikenalkan oleh Snouck Hurgronje yang kemudian dikutip dan dipakai oleh Van Vollenhoven sebagai Istilah teknis-yuridis.
1. Pengertian
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Lahirnya Delik Adat
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
3. Perbedaan Hukum Delik Adat dan Hukum Pidana dalam KUHP
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
1. Pengertian
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Lahirnya Delik Adat
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
3. Perbedaan Hukum Delik Adat dan Hukum Pidana dalam KUHP
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
KB 2 ; MACAM-MACAM DELIK ADAT DAN TATA CARA PENYELESAIANNYA
A. MACAM-MACAM DELIK ADAT
F.D. Hollemann dalam pidato inagurasinya De Commune Trek in het Indonesische Rechtsleven, mengemukakan ada empat corak atau sifat Hukum adat yang merupakan satu kesatuan, sebagai berikut :
B. TATA CARA PENYELESAIAN DELIK ADAT
Sistem adalah susunan yang teratur dari berbagai unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas atau kesatuan pengertian. Menurut Soepomo, tiap-tiap hukum merupakan suatu sitem, yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kesatuan begitupun dengan Hukum Adat.
1. Penyelesaian Antara Pribadi, Keluarga, Tetangga
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Penyelesaian Kepala Kerabat Atau Kepala Adat
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
3. Penyelesaian Kepala Desa
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Penyelesaian Keorganisasian
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
B. PETUGAS HUKUM UNTUK PERKARA ADAT
Soepomo; mengatakan masyarakat-masyarakat hukum adat Indonesia dapat dibagi menjadi 2 golongan menurut susunannya, yaitu yang berdasarkan pertalian suatu golongan (Genealogi) dan yang berdasarkan lingkungan daerah (Teritorial) dan yang berdasarkan keturunan dan lingkungan daerah (Genealogis dan Teritorial).
MODUL 9
EKSISTENSI HUKUM ADAT DALAM HUKUM NASIONAL
F.D. Hollemann dalam pidato inagurasinya De Commune Trek in het Indonesische Rechtsleven, mengemukakan ada empat corak atau sifat Hukum adat yang merupakan satu kesatuan, sebagai berikut :
B. TATA CARA PENYELESAIAN DELIK ADAT
Sistem adalah susunan yang teratur dari berbagai unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas atau kesatuan pengertian. Menurut Soepomo, tiap-tiap hukum merupakan suatu sitem, yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kesatuan begitupun dengan Hukum Adat.
1. Penyelesaian Antara Pribadi, Keluarga, Tetangga
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Penyelesaian Kepala Kerabat Atau Kepala Adat
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
3. Penyelesaian Kepala Desa
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Penyelesaian Keorganisasian
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
KB 3 ; LAPANGAN BERLAKUNYA DELIK ADAT DAN PETUGAS HUKUM UNTUK PERKARA ADAT
A. BERLAKUNYA DELIK ADAT
Masyarakat (Society; inggris) berasal dari kata Latin Socius yang berarti "Kawan". Kata Masyarakat berasal dari akar kata Bahasa arab syaraka yang artinya "ikut serta"atau "Berperan Serta".B. PETUGAS HUKUM UNTUK PERKARA ADAT
Soepomo; mengatakan masyarakat-masyarakat hukum adat Indonesia dapat dibagi menjadi 2 golongan menurut susunannya, yaitu yang berdasarkan pertalian suatu golongan (Genealogi) dan yang berdasarkan lingkungan daerah (Teritorial) dan yang berdasarkan keturunan dan lingkungan daerah (Genealogis dan Teritorial).
MODUL 9
EKSISTENSI HUKUM ADAT DALAM HUKUM NASIONAL
Hukum Positif dipengaruhi oleh faktor kebiasaan (Adat Istiadat); Teori Receptio in Complexu pengaruh agama sangat kuat dalam adat.
Zaman Kolonial hukum adat hidup dan berlaku bagi kalangan pribumi; eksistensi hukum adat tidak pernah hilang dan melandasi cara berpikir pembuat hukum sekarang.
Hindu masuk dibawa orang India abad VIII; terbesar di Pulau Bali; Puncak Kejayaan Pengaruh Hindu dalam Hukum Adat yaitu masa Maja Pahit ketika diperintah Hayam Wuruk.
Zaman Kolonial hukum adat hidup dan berlaku bagi kalangan pribumi; eksistensi hukum adat tidak pernah hilang dan melandasi cara berpikir pembuat hukum sekarang.
Hindu masuk dibawa orang India abad VIII; terbesar di Pulau Bali; Puncak Kejayaan Pengaruh Hindu dalam Hukum Adat yaitu masa Maja Pahit ketika diperintah Hayam Wuruk.
KB 1 ; AKTUALISASI HUKUM ADAT DALAM SEJARAH
A. SEBELUM KOLONIAL
A. SEBELUM KOLONIAL
Aktualisasi Hukum Adat terlihat sejak zaman penjajahan sampai masa kemerdekaan;
Faktor dominan yang mempengaruhi Perkembangan Hukum Adat adalah Pengaruh Masuknya Agama dan Pengaruh perdagangan dengan membawa juga Masuknya Kebudayaan Baru (Hindu,Budha,Islam dan Kristen). adat yang hidup di masyarakat saat ini adalah merupakan hasil akulturasi antara kebudayaan asli dan ajaran/kebudayaan agama yang masuk.
1. Teori Receptio in Complexu
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Teori Receptie
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
3. Teori Receptio a Contrario
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
Faktor dominan yang mempengaruhi Perkembangan Hukum Adat adalah Pengaruh Masuknya Agama dan Pengaruh perdagangan dengan membawa juga Masuknya Kebudayaan Baru (Hindu,Budha,Islam dan Kristen). adat yang hidup di masyarakat saat ini adalah merupakan hasil akulturasi antara kebudayaan asli dan ajaran/kebudayaan agama yang masuk.
1. Teori Receptio in Complexu
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Teori Receptie
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
3. Teori Receptio a Contrario
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
B. MASA KOLONIAL
Istilah "Hukum Adat" atau "Adatrecht"(Belanda) pertama dikenalkan oleh Snouck Hurgronje yang kemudian dikutip dan dipakai oleh Van Vollenhoven sebagai Istilah teknis-yuridis.
C. MASA PERJUANGAN
Istilah "Hukum Adat" atau "Adatrecht"(Belanda) pertama dikenalkan oleh Snouck Hurgronje yang kemudian dikutip dan dipakai oleh Van Vollenhoven sebagai Istilah teknis-yuridis.
D. MASA KEMERDEKAAN
Istilah "Hukum Adat" atau "Adatrecht"(Belanda) pertama dikenalkan oleh Snouck Hurgronje yang kemudian dikutip dan dipakai oleh Van Vollenhoven sebagai Istilah teknis-yuridis.
KB 2 ; HUKUM ADAT SEBAGAI PENCERMINAN JIWA MASYARAKAT INDONESIA
A. CIRI KEBERSAMAAN (KOMUNAL)
F.D. Hollemann dalam pidato inagurasinya De Commune Trek in het Indonesische Rechtsleven, mengemukakan ada empat corak atau sifat Hukum adat yang merupakan satu kesatuan, sebagai berikut :
B. CIRI KONKRET (VISUAL) DAN KONTAN (TUNAI)
Sistem adalah susunan yang teratur dari berbagai unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas atau kesatuan pengertian. Menurut Soepomo, tiap-tiap hukum merupakan suatu sitem, yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kesatuan begitupun dengan Hukum Adat.
C. TERBUKA DAN SEDERHANA
F.D. Hollemann dalam pidato inagurasinya De Commune Trek in het Indonesische Rechtsleven, mengemukakan ada empat corak atau sifat Hukum adat yang merupakan satu kesatuan, sebagai berikut :
D. CIRI MUSYAWARAH DAN MUFAKAT
Sistem adalah susunan yang teratur dari berbagai unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas atau kesatuan pengertian. Menurut Soepomo, tiap-tiap hukum merupakan suatu sitem, yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kesatuan begitupun dengan Hukum Adat.
B. EKSISTENSI HUKUM ADAT DI BIDANG KEPERDATAAN
1. Hukum Perkawinan
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Hukum Pertanahan
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
F.D. Hollemann dalam pidato inagurasinya De Commune Trek in het Indonesische Rechtsleven, mengemukakan ada empat corak atau sifat Hukum adat yang merupakan satu kesatuan, sebagai berikut :
B. CIRI KONKRET (VISUAL) DAN KONTAN (TUNAI)
Sistem adalah susunan yang teratur dari berbagai unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas atau kesatuan pengertian. Menurut Soepomo, tiap-tiap hukum merupakan suatu sitem, yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kesatuan begitupun dengan Hukum Adat.
C. TERBUKA DAN SEDERHANA
F.D. Hollemann dalam pidato inagurasinya De Commune Trek in het Indonesische Rechtsleven, mengemukakan ada empat corak atau sifat Hukum adat yang merupakan satu kesatuan, sebagai berikut :
D. CIRI MUSYAWARAH DAN MUFAKAT
Sistem adalah susunan yang teratur dari berbagai unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas atau kesatuan pengertian. Menurut Soepomo, tiap-tiap hukum merupakan suatu sitem, yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kesatuan begitupun dengan Hukum Adat.
KB 3 ; HUKUM ADAT SEBAGAI THE LIVING LAW
A. KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA
Masyarakat (Society; inggris) berasal dari kata Latin Socius yang berarti "Kawan". Kata Masyarakat berasal dari akar kata Bahasa arab syaraka yang artinya "ikut serta"atau "Berperan Serta".B. EKSISTENSI HUKUM ADAT DI BIDANG KEPERDATAAN
1. Hukum Perkawinan
Diperkenalkan C.F.Winter dan Salomon Keyzer, diikuti oleh Van den Berg; adat Istiadat dan Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama yang dianut oleh
2. Hukum Pertanahan
Diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai sanggahan terhadap Teori Receptio in Complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari agama yang dianutnya adalah Hukum Adat.
C. EKSISTENSI HUKUM ADAT DI BIDANG PIDANA
Masyarakat (Society; inggris) berasal dari kata Latin Socius yang berarti "Kawan". Kata Masyarakat berasal dari akar kata Bahasa arab syaraka yang artinya "ikut serta"atau "Berperan Serta".
D. EKSISTENSI HUKUM ADAT DI BIDANG HUKUM LINGKUNGAN
Masyarakat (Society; inggris) berasal dari kata Latin Socius yang berarti "Kawan". Kata Masyarakat berasal dari akar kata Bahasa arab syaraka yang artinya "ikut serta"atau "Berperan Serta".