Inisiasi 1
BAHAN INISIASI 1
DEFINISI ILMU HUKUM PIDANA DAN HUKUM PIDANA
Hukum dalam arti sebagai ilmu
pengetahuan (ilmu hukum) yang berarti juga sebagai ilmu kaidah (normwissenschaft). Ilmu hukum adalah
ilmu yang membahas hukum sebagai kaidah, atau
bagian dari sistem kaidah dengan dogmatik hukum dan sistematik hukum.
Friedmaan memberi pengertian ilmu hukum sebagai ilmu
pengetahuan yang mempelajari esensi hukum yang berkaitan antara filsafat hukum
di satu sisi dan teori politik di sisi lain.
Menurut
Hans Kelsen, yang dimaksud dengan
ilmu hukum yakni sebagai ilmu pengetahuan mengenai hukum yang berlaku dan bukan
hukum yang seharusnya. Sedangkan menurut Jan
Gijssels, yang dimaksud dengan ilmu hukum adalah ilmu yang bersifat
menerangkan atau menjelaskan tentang hukum. Jika dihubungkan pengertian
sederhana mengenai ilmu hukum yang dikemukakan oleh Hans Kelsen dan Jan Gijssels
dengan hukum pidana, maka dapat di definisiakan bahwa ilmu hukum pidana adalah
ilmu pengetahuan yang menerangkan dan menjelaskan hukum pidana. Artinya, focus
dari ilmu hukum adalah hukum pidana yang sedang berlaku atau hukum pidana
positif (ius contitutum). Definisi
demikian dapat dikatakan sebagai hukum pidana dalam pengertian sempit. Dalam
pengertian yang luas, ilmu hukum pidana tidak hanya sebatas norma yang
dilanggar saja tetapi juga membahas mengapa terjadi pelanggaran atas
norma-norma tersebut, bagaimana agar norma tersebut tidak dilanggar dan
mengkaji serta membentuk hukum pidana yang di cita-citakan (ius contituendem).
Ilmu hukum pidana adalah ilmu pengetahuan mengenai suatu bagian khusus dari
hukum, yakni hukum pidana. Pengetahuan hukum pidana
secara luas meliputi :
1. Asas-asas hukum pidana;
2. Aliran-aliran dalam hukum pidana;
3. Teori pemidanaan;
4. Ajaran kausalitas;
5. Sistem peradilan pidana;
6. Kebijakan hukum pidana;
7. Perbandingan hukum pidana.
Asas hukum atau prinsip hukum bukanlah peraturan hukum
konkrit, melainkan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar
belakang dari peraturan yang konkrit yang terdapat dalam dan di belakang sistem
hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang
merupakan hukum positif dan dapat ditemukan dengan mencari sifat-sifat umum
dalam peraturan konkrit tersebut. Ditegaskan lagi oleh Sudikno Mertokusumo
bahwa asas hukum bukanlah kaedah hukum yang konkrit, melainkan merupakan latar
belakang peraturan yang konkrit dan bersifat umum atau abstrak[1]. Demikian pula menurut van Eikema Hommes yang menyatakan bahwa asas hukum tidak boleh
dianggap sebagai norma-norma hukum yang konkrit akan tetapi perlu dipandang
sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku.
Kebijakan
hukum pidana adalah salah satu cabang ilmu hukum pidana yang mempelajari
bagaimana penyusunan undang-undang yang berkaitan dengan hukum pidana. Dalam
beberapa literatur digunakan istilah politik hukum pidana untuk menggantikan
iatilah kebijakan hukum pidana. Kebijakan hukum pidana meliputi tahap formulasi
sautu rumusan delik termasuk latarbelakang untuk menetapkan suatu perbuatan
yang tadinya bukan perbuatan pidana menjadi perbuatan pidana atau
kriminalisasi. Termasuk dalam kebijakan hukum pidana adalah tahap penalisasi
yaitu mencantumkan ancaman pidana terhadap perbuatan yang dikriminalkan.
Objek ilmu hukum pidana adalah aturan -aturan hukum pidana yang berlaku di
suatu Negara. Tegasnya, objek ilmu hukum pidana adalah aturan-aturan pidana positif
yang berlaku di suatu negara. Pertanyaan lebih lanjut, apakah yang dimaksukan
dengan aturan-atutran atau ketentuan pidana. Dengan demikian dalam konteks Indonesia
yang menjadi objek ilmu hukum pidana dalam pengertian yang luas adalah :
- Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana yang meliputi asas-asas hukum pidana, kejahatan-kejahatan dan
pelanggaran-pelanggaran.
- Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana
- Undan-Undang Pidana di luar kodifikasi
atau KUHP
- Ketentuan Pidana yang
terdapat dalam Undang-Undang lainnya
- Ketentuan pidana yang
terdapat dalam Peraturan Daerah
Tujuan ilmu hukum pidana
Gustav Radbruch dalam Vorschule
der Rechtsfilosofie, menyatakan, “Rechtswissenschaft its die wissenschaft vom
obyektiven sinn des positiven rechts”. Artinya,
ilmu pengetahuan hukum bertujuan untuk mengetahui objektifitas hukum positif.
Dengan demikian, tujuan ilmu
hukum pidana adalah untuk mengeathui objektifitas dari hukum pidana positif.
Dalam konteks teori, objektivitas hukum pidana positif dapat dilihat dari
substansi hukum pidana positif yang mengatur mengenai perbuatan-perbuatan yang
dilarang. Terkait perbuatan-perbuatan yang dilarang, ada yang bersifat sebagai rechtsdelicten
dan ada yang bersifat sebagai wetdelicten.
Secara garis besar suatu peraturan
hukum dapat dibagi menjadi tiga :
1. Isi peraturan hukum yang
bersifat perintah. Peraturan hukum bersifat perintah biasanya suruhan untuk
melakukan atau tidak melakukan tindakan-tindakan tertentu.
2. Isi peraturan hukum yang
bersifat perkenan. Di sini peraturan hukum tersebut boleh diikuti atau tidak
diikuti. Isi peraturan hukum yang bersifat sebagai perkenan atau perbolehan
banyak terdapat di bidang hukum keperdataan.
3.
Isi
peraturan hukum yang bersifat larangan. Di sini isi peraturan tersebut melarang
untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu. Isi peraturan hukum yang bersifat
melarang sebagian besar terdapat di hukum pidana.
Secara sederhana pidana didefinisikan sebagai suatu
penderitaan yang sengaja diberikan oleh negara pada seseorang atau beberapa
orang sebagai akibat atas perbuatan-perbuatan yang mana menurut aturah hukum
pidana adalah perbuatan yang dilarang. Oleh karena itu setiap perbuatan pidana
harus mencantumkan dengan tegas perbuatan apa yang dilarang berikut sanksi
pidana yang tegas bilamana perbuatan tersebut dilanggar. Wujud penderitaan
berupa pidana atau hukuman yang dijatuhkan oleh negara diatur dan ditetapkan
secara rinci, termasuk bagaimana menjatuhkan sanksi pidana tersebut dan bagaimana
melaksanakannya.
Secara singkat Moeljatno memberi pengertian
hukum pidana sebagai bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara
yang mengadakan dasar-dasar dan mengatur ketentuan tentang perbuatan yang tidak
boleh dilakukan, dilarang yang disertai ancaman pidana bagi barang siapa yang
melakukan. Kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan
itu dapat dikenakan sanksi pidana dan dengan cara bagaimana pengenaan pidana
itu dapat dilaksanakan.
Hukum
pidana dapat dibagi atas dasar hukum pidana
materiil dan hukum pidana formil; hukum pidana objektif dan hukum pidana
subjektif; hukum pidana umum dan hukum pidana khusus; hukum pidana nasional,
hukum pidana lokal dan hukum pidana internasional; dan hukum pidana tertulis dan
hukum pidana yang tidak tertulis. Berikut ini adalah penjelasan mengenai
pembagian hukum pidana tersebut.
Hukum
Pidana Materiil Dan Hukum Pidana Formil
Hukum pidana materiil berisi perbuatan-perbuatan yang
tidak boleh dilakukan atau perbuatan-perbuatan harus dilakukan yang disertai
ancaman pidana. Singkatnya, hukum pidana materiil berisi mengenai
perbuatan-perbuatan pidana. Hukum pidana formil pada dasarnya sama dengan hukum
formil lainnya yaitu untuk menegakkan hukum materiil. Dengan demikian hukum
pidana formil adalah untuk menegakkan hukum pidana materiil. Hukum pidana
formil pada dasarnya berisi mengenai cara bagaimana menegakkan hukum pidana
materiil melalui suatu proses peradilan pidana.
Pembagian hukum pidana menjadi hukum pidana materiil dan
formil secara tegas dikatakan oleh van
Hamel, “..... hukum pidana
biasanya juga meliputi pemisahan dua bagian, yang materiil dan yang formal.
Hukum pidana materiil menunjuk pada asas-asas dan ketentuan-ketentuan yang
menetapkan pidana bagi yang melanggarnya ; yang formal mengenai bentuk dan
jangka waktu yang mengikat penegakan hukum materiil.....”
Hukum
Pidana Dalam Arti
Objektif Dan Dalam
Arti Subjektif.
Hazewinkel
Suringa mendefinisikan hukum pidana objektif yang juga disebut sebagai jus poenale sebagai perintah
dan larangan yang pelanggaran terhadap larangan dan norma tersebut diancam
pidana oleh badan yang berhak; ketentuan-ketentuan mengenai upaya-upaya yang dapat
digunakan jika norma itu dilanggar yang disebut sebagai hukum penitentiaire tentang hukum dan sanksi dan aturan-aturan
yang menentukan kapan dan dimana berlakunya norma tersebut. Sedangkan hukum pidana
yang subjektif atau jus puniendi menurut Suringa
adalah hak negara untuk menuntut pidana, hak
untuk menjatuhkan pidana dan hak untuk melaksanakan pidana.
Hukum Pidana Umum Dan Hukum Pidana Khusus
Hukum
pidana umum adalah hukum pidana yang
ditujukan dan berlaku untuk semua warga Negara
sebagai subjek hukum tanpa membeda-bedakan kualitas
pribadi subjek hukum tertentu. Materiil hukum pidana umum ini bersumber pada KUHP dan
formil hukum pidana umum berusmber pada KUHAP. Selain hukum pidana umum ini,
ada juga yang disebut sebagai hukum pidana khusus. Pembagian hukum pidana
khusus dapat didasarkan atas dasar subjek hukumnya maupun atas dasar
pengaturannya.
Hukum pidana khusus adalah hukum pidana yang
dibentuk oleh negara hanya dikhususkan berlaku bagi subjek hukum tertentu saja, misalnya.
hukum pidana militer. Hukum pidana militer merupakan hukum pidana khusus yang
tertua di dunia yang hanya diperuntukkan bagi mereka yang menjadi anggota
militer aktif. Hukum pidana militer ini dituangkan dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana Militer (KUHPM). Pelanggaran terhadap KUHPM juga tidak diadili di
lingkungan peradilan umum melainkan diadili di lingkungan peradilan militer.
Hukum Pidana Nasional, Hukum Pidana Lokal Dan Hukum
Pidana Internasional
Hukum
pidana nasional ini oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden. Bentuk hukum dari hukum pidana nasional adalah
undang-undang. Hukum pidana nasional ini dimuat
dalam KUHP dan undang-undang khusus baik yang termasuk
undang-undang pidana maupun bukan undang-undang pidana sebagaimana telah
dijelaskan di atas. Sedangkan hukum
pidana lokal adalah hukum pidana yang dibuat oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bersama-sama dengan Gubernur, Bupati atau
Walikota. Bentuk hukum pidana lokal dimuat dalam peraturan Daerah dan hanya
berlaku bagi daerah tersebut saja. Ada pembatasan terhadap ancaman pidana yang
boleh dicantumkan dalam suatu peraturan daerah. Sebagi misal, dalam peraturan daerah
tidak diperkenankan mencantumkan sanksi pidana berupa penjara. Demikian pula
ada batasan maksimum pidana kurungan dan pidana denda yang dapat dijatuhkan.
Roling mendefinisikan hukum pidana internasional sebagai
hukum yang menentukan hukum pidana nasional yang akan diterapkan terhadap
kejahatan-kejahatan yang nyata-nyata dilakukan jika terdapat unsur-unsur
internasional di dalamnya.
Hukum Pidana Tertulis Dan Hukum Pidana Tidak Tertulis
Hukum pidana tertulis disebut
juga dengan hukum pidana undang-undang yang terdiri
dari hukum pidana kodifikasi seperti KUHP
dan KUHAP dan
hukum pidana di luar kodifikasi, yang tersebar di
berbagai peraturan perundang-undangan. Hukum pidana yang dijalankan oleh negara adalah hukum
pidana tertulis sebagai konsekuensi asas legalitas.
Hukum pidana tidak tertulis
disebut juga hukum pidana adat yang keberlakuan dipertahankan dan dapat dipaksakan oleh
masyarakat adat setempat. Hukum pidana adat tidak dapat dijalankan
meskipun berdasarkan
Pasal 5 (3b) Undang-Undang Nomor. 1/Drt/1951 memberi kemungkinan untuk memberlakukan hukum pidana
adat dalam arti yang sangat terbatas. Bila kita cermati konsep RUU KUHP keberadaan hukum
pidana tidak tertulis patut diperhatikan. Dalam Bab I, Pasal 1 RUU KUHP
dikatakan, “Tiada seorang pun dapat dipidana
atau dikenakan tindakan, kecuali perbuatan yang dilakukan telah ditetapkan
sebagai tindak pidana dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku pada saat perbuatan itu dilakukan”.
Pertama jelaskan definisi ilmu hukum pidana itu menurut pendapat rekan mahasiswa sendiri. (mohon jangan mengutip pendapat ahli hukum)
Kedua, mohon saudara jelaskan tugas ilmu hukum pidana dalam arti, menerangkan, menganalisa, mensistematiskan, fungsi kritik pada ilmu hukum pidana itu.
Ketiga, mohon saudara jelaskan hubungan antara asas hukum pidana dengan hukum pidana positif.
PENYELESAIAN :
Pertama jelaskan definisi ilmu hukum pidana itu menurut pendapat rekan mahasiswa sendiri. (mohon jangan mengutip pendapat ahli hukum)
ilmu atau pengetahuan mengenai suatu bagian khusus dari hukum, yaitu hukum pidana.
Kedua, mohon saudara jelaskan tugas ilmu hukum pidana dalam arti, menerangkan, menganalisa, mensistematiskan, fungsi kritik pada ilmu hukum pidana itu.
Ilmu Hukum Pidana harus bisa menerangkan, menganalisis, menyusun secara sistematis aturan-aturan, mencarti asas-asas yang menjadi dasardari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memberikan penilaian terhadap asas-asas tersebut sehingga dalam penerapannya tepat digunakan.
Fungsi Kritik pada Ilmu hukum Pidana yaitu melakukan analisis logis yuridis terhadap asas-asas hukum pidana untuk menyelaraskan antara Undang-undang hukum Pidana dengan asas-asas tersebut.
Ketiga, mohon saudara jelaskan hubungan antara asas hukum pidana dengan hukum pidana positif.
Hubungannya adalah dimana asas-asas hukum pidana dijadikan dasar dari Hukum Pidana Positif.
Tanggapan Diskusi 1
1. Definisi Hukum
Pidana sangat luas yang jelas pada pokoknya mempunyai fungsi untuk mengatur
kehidupan manusia dengan aturan-aturan yang mempunyai ancaman hukuman dengan
tujuan untuk mencegah manusia melakukan pelanggaran pidana. Dari sekian banyak definisi hukum
pidana yang rekan-rekan mahasiswa kirimkan di forum diskusi 1 tuton sangat puas
karena semuanya telah memahami apa yang dimaksud dan tujuan dari Hukum Pidana.
2. Ilmu hukum pidana mempunyai tugas untuk menjelaskan, menganalisa, mensistematiskan, fungsi kritik pada ilmu hukum pidana tujuannya adalah agar pemakaiannya menjadi berlaku sesuai dengan kemanfaatan dalam masyarakat. Oleh sebab itu yang menjadi objek ilmu hukum pidana adalah hukum pidana positif. Sebagaimana diketahui di dalam hukum pidana positif pada umumnya peranan asas-asas hukum pidana itu menjadi dasar di dalam perundang-undangan, baik yang diletakkan pada aturan umum (algemene leerstukke) maupun pada perumusan delik-delik khususnya (bijzondere delictsomschrijvengen). Apabila diingat kembali bahwa hukum pidana itu mempunyai unsur pokok norma dan sanksi pidana, serta mempunyai tugas menentukan agar setiap orang menaati ketentuan di dalam pergaulan hidup bermasyarakat dan menjamin ketertiban hukum.
2. Ilmu hukum pidana mempunyai tugas untuk menjelaskan, menganalisa, mensistematiskan, fungsi kritik pada ilmu hukum pidana tujuannya adalah agar pemakaiannya menjadi berlaku sesuai dengan kemanfaatan dalam masyarakat. Oleh sebab itu yang menjadi objek ilmu hukum pidana adalah hukum pidana positif. Sebagaimana diketahui di dalam hukum pidana positif pada umumnya peranan asas-asas hukum pidana itu menjadi dasar di dalam perundang-undangan, baik yang diletakkan pada aturan umum (algemene leerstukke) maupun pada perumusan delik-delik khususnya (bijzondere delictsomschrijvengen). Apabila diingat kembali bahwa hukum pidana itu mempunyai unsur pokok norma dan sanksi pidana, serta mempunyai tugas menentukan agar setiap orang menaati ketentuan di dalam pergaulan hidup bermasyarakat dan menjamin ketertiban hukum.
3. Hukum pidana Positif adalah kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis yang pada saat ini sedang berlaku dan mengikat secara umum atau khusus dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara Indonesia.Dapat kita simpulkan bahwa hukum pidana positif dapat dikenal beberapa asas yang sangat penting untuk diketahui, karena dengan asas-asas yang ada itu dapat membuat suatu hubungan dan susunan agar hukum pidana yang berlaku dapat dipergunakan secara sistematis, kritis, dan harmonis. Pada hakekatnya dengan mengenal, menghubungkan, dan menyusun asas di dalam hukum pidana positif itu, berarti menjalankan hukum secara sistematis, kritis, dan harmonis sesuai dengan dinamika garis-garis yang ditetapkan dalam politik hukum pidana.
Inisiasi 2
TUJUAN HUKUM PIDANA
Ada dua macam :
- Untuk menakut-nakuti setiap orang agar mereka tidak melakukan perbuatan pidana (fungsi preventif)
- Untuk mendidik orang yang telah melakukan perbuatan yang tergolong perbuatan pidana agar mereka menjadi orang yang baik dan dapat diterima kembali dalam masyarakat (fungsi represif).
Jadi dapat disimpulkan tujuan hukum pidana adalah untuk melindungi masyarakat.
Menurut para ahli tujuan hukum pidana adalah :
- Memenuhi rasa keadilan (WIRJONO PRODJODIKORO)
- Melindungi masyarakat (social defence) (TIRTA AMIDJAJA)
- Melindungi kepentingan individu (HAM) dan kepentingan masyarakat dengan negara ( (KANTER DAN SIANTURI)
- Menyelesaikan konflik (BARDA .N)
Tujuan Pidana (Menurut literatur Inggris R3D) :
- Reformation, yaitu memperbaiki atau merehabilitasi penjahat menjadi orang baik dan berguna bagi masyarakat. Namun ini tidak menjamin karena masih banyak juga residivis.
- Restraint, yaitu mengasingkan pelanggar dari masyarakat sehingga timbul rasa aman masyarakat
- Retribution, yaitu pembalasan terhadap pelanggar karena telah melakukan kejahatan
- Deterrence, yaitu menjera atau mencegah sehingga baik terdakwa sebagai individual maupun orang lain yang potensi menjadi penjahat akan jera atau takut untuk melakukankejahatan, melihat pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa.
FUNGSI HUKUM PIDANA
Sebagai hukum publik hukum pidana memiliki fungsi sebagai berikut :
A. Fungsi melindungi kepentingan hukum dari perbuatan yang menyerang atau memperkosanya.
Kepentingan hukum (rechtsbelang) adalah segala kepentingan yang diperlukan dalam berbagai segi kehidupan manusia baik sebagai pribadi, anggot masyarakat, maupun anggota suatu negara, yang wajib dijaga dan dipertahankan agar tidak dilanggar/diperkosa oleh perbuatan-perbuatan manusia. Semua ini ditujukan untuk terlaksana dan terjaminnya ketertiban di dalam segala bidang kehidupan.
Di dalam doktrin hukum pidana Jerman, kepentingan hukum (rechtsgut) itu meliputi (Satochid Kartanegara) :
- Hak-hak (rechten)
- Hubungan hukum (rechtsbetrekking)
- Keadaan hukum (rechtstoestand)
- Bangunan masyarakat (sociale instellingen)
Kepentingan hukum yang wajib dilindungi itu ada tiga macam yaitu :
- Kepentingan hukum perorangan (individuale belangen) misalnya kepentingan hukum terhadap hak hidup (nyawa), kepentingan hukum atas tubuh, kepentingan hukum akan hak milik benda, kepentingan hukum terhadap harga diri dan nama baik, kepentingan hukum terhadap rasa susila, dsb.
- Kepentingan hukum masyarakat (sociale of maatschapppelijke belangen), misalnya kepentingan hukum terhadap keamanan dan ketertiban umum, ketertiban berlalu lintas di jalan raya, dsb. Kepentingan hukum negara (staatsbelangen), misalnya kepentingan hukum terhadap keamanan dan keselamatan negara, kepentingan hukum terhadap negara-negara sahabat, kepentingan hukum terhadap martabat kepala negara dan wakilnya, dsb
B. Memberi dasar legitimasi bagi negara dalam rangka negara menjalankan fungsi mempertahankan kepentingan hukum yang dilindungi.
C. Fungsi mengatur dan membatasi kekuasaan negara dalam rangka negara menjalankan fungsi mempertahankan kepentingan hukum yang dilindungi.
Diskusi 2
Jika salah satu tujuan hukum pidana adalah Retribution, yaitu pembalasan terhadap pelanggar karena telah melakukan kejahatan. Setujukah anda dengan hukuman mati? Sertakan argumentasi
PENYELESAIAN :
Jika salah satu tujuan hukum pidana adalah Retribution, yaitu pembalasan terhadap pelanggar karena telah melakukan kejahatan. Setujukah anda dengan hukuman mati? Sertakan argumentasi
Retribution dalam bentuk Penjatuhan Hukuman mati masih menjadi perdebatan sampai sekarang oleh kedua pihak yang menyetujui dan tidak menyetujui pelaksanaan Hukuman mati.
Secara pribadi saya sangat menyetujui pemberlakuan hukuman mati tetapi hanya untuk kasus-kasus kejahatan yang sangat luar biasa (extra ordinary crime) terutama kejahatan yang menghilangkan banyak nyawa manusia (Terorisme), agar ada rasa keadilan bagi keluarga korban. Selain itu juga bagi pelaku kejahatan Narkotika yang merugikan banyak orang dan merusak harapan adanya generasi yang sehat dan berkualitas bagi bangsa kedepan.
Sementara menurut yang menentang berlakunya Hukuman Mati berargumen bahwa siapapun Kecuali Tuhan Sang Pencipta Manusia tidak berhak mematikan, Karena Hidup dan mati adalah Kuasa Tuhan. Selain itu masih menurut pendapat ini semua orang yang pernah melakukan kesalahan mempunyai Hak untuk tetap hidup dan memperbaiki kesalahan (bertobat).
Inisiasi 3
PERBUATAN PIDANA
Perbuatan pidana adalah
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, yang diancam dengan pidana.
Antara larangan dengan acaman pidana ada hubungan yang erat, seperti
hubungan peristiwa dengan oranng yang menyebabkan peristiwa tersebut, utuk menyatakan
hubungan tersebut dipakailah kata “perbuatan” yang berarti suatu
pengertian abstrak yang menunjukan kepada dua hal yang konkrit. Istilah lain
yang dipakai dalamhukum pidana, yaitu; “tindakan pidana”. Perbuatan pidana
dapat disamakan dengan istilah belanda, yaitu; strafbaarfeit, menurut Simon; strafbaarfeit
adalah kelakuan oleh seseorang yang dapat bertanggung jawab, berhubungan denga
kesalahan yang bersifat melawan kukum dan diancam pidana.
Suatu peristiwa hukum yang dapat
dinyatakan sebagai peristiwa pidana kalau memenuhi unsur obyektif dan unsur
subyektif.
Dua unsur yang harus dipenuhi untuk
menentukan adanya suatu perbuatan pidana adalah:
- unsur obyektif, yaitu adanya suatu tindakan
(perbuatan) yang bertentangan dengan hukum atau perbuatan yang
dilarang oleh hukum dengan ancaman pidananya. Menjadi titik utama dari
pengertian obyektif ini adalah tindakannya.
- unsur subyektif, yaitu adanya perbuatan
seseorang atau beberapa orang yang berakibat pada hal yang tidak
dikehendaki oleh undang-undang. Menjadi titik utama dari pengertian
subyektif ini adalah adanya seseorang atau beberapa orang yang melakukan
tindakan.
Syarat yang harus dipenuhi (sebagai
unsur obyektif dan subyektif yang dipersyaratkan) dalam suatu peristiwa pidana
ialah:
- Harus ada perbuatan orang atau
beberapa orang. Perbuatan itu dapat dipahami orang lain sebagai sesuatu
yang merupakan peristiwa;
- Perbuatan itu harus
bertentangan dengan hukum;
- Perbuatan itu harus sesuai
dengan apa yang disebutkan dalam ketentuan hukum;
- Harus terbukti ada kesalahan yang
dapat dipertanggungjawabkan;
- Harus tersedia ancaman hukuman
terhadap perbuatan yang dilakukan yang termuat dalam peraturan hukum yang
berlaku.
Perbuatan pidana terbagi atas;
tindak kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen).
Selain dari perbuatan tersebut terdapat pula yang disebut: Delik dolus (denga kesengajaan) dan delik culva (dengan pengabaian), delik commissionis (melanggar hukum
dengan perbuatan) dan delik ommissionis
(melanggar hukum dengan tidak melakukan perbuatan hukum), delik biasa dan delik yang dikualifisir (delik biasa dengan
unsur-unsur yang memberatkan), delik
penerus (dengan akibat perbuatan yang lama) dan delik tidak penerus (akibat perbuatan tidak lama).
Locus delicti atau yang dikenal
dengan tempat terjadinya perkara, dikenal dua teeori, yaitu; yang menyatakan
tempat terjadinya perkara adalah tempat tedakwa berbuat, dan yang
menyatakan tempat tarjadinya perkara adalah tempat terdakwa berbuat dan mungkin
tempat dari akibat perbuatan.
Dalam hukum pidana tingkah laku
ada yang bernilai positif dan ada yang bernilai negative. Dikatakan positif
karena pelaku berperan aktiv, sedangkan dikatakan negative karena pelaku tidak
berperan aktiv dan perbuatan yang diharuskan hukum. Dalam tingkah laku yang
bernialai positif ada beberapa hal yang tidak terkait, yaitu; gerak yang
dilakukan secara reflek. Simon berpendapat bahwa tingkah laku yang positif
adalah gerakan otot yang dilakukan yang menimbulkan akibat-akibat hukum,
sedangkan menurut Pompe, ada tiga ketentuan dalam tingkah laku, yaitu;
ditimbulkan oleh seseorang, jelas atau dapat dirasakan, yang dilarang dalam
obyek hukum.
Dalam delik-delik yang
dirumuskan secara matriil, terdapat keadaan-keadaan tetentu yang dilarang,
untuk itulah diperlukan hubungan kausal, agar dapat diberatkan secara hukum (delik
berkwalifisir) dengan merumuskan akibat-akibat dari perbuatan tersebut,
sehingga jelas dan terbukti. Maka dari itulah dikenal ajaran tentang
hubungan-hubungan kausal.
PENYELESAIAN :
Perbuatan Pidana adalah kelakuan oleh seseorang yang dapat bertanggung jawab, berhubungan denga kesalahan yang bersifat melawan kukum dan diancam pidana.
Peristiwa Pidana adalah Peristiwa atau Kejadian berimplikasi Hukum dengan ancaman Pidana, Peristiwa Pidana terjadi jika memenuhi Unsur Objektif dan Unsur Subjektif.
Diskusi 3
Apakah perbedaan Perbuatan pidana, peristiwa pidana dan Pelanggaran Pidana dalam Delik Hukum Pidana?PENYELESAIAN :
Perbuatan Pidana adalah kelakuan oleh seseorang yang dapat bertanggung jawab, berhubungan denga kesalahan yang bersifat melawan kukum dan diancam pidana.
Peristiwa Pidana adalah Peristiwa atau Kejadian berimplikasi Hukum dengan ancaman Pidana, Peristiwa Pidana terjadi jika memenuhi Unsur Objektif dan Unsur Subjektif.
Suatu peristiwa hukum yang dapat dinyatakan sebagai peristiwa pidana
kalau memenuhi unsur obyektif dan unsur subyektif
1.
Unsur obyektif, yaitu adanya suatu tindakan (perbuatan) yang bertentangan
dengan hukum atau perbuatan yang dilarang oleh hukum dengan ancaman
pidananya. Menjadi titik utama dari pengertian obyektif ini adalah tindakannya.
2.
Unsur subyektif, yaitu adanya perbuatan seseorang
atau beberapa orang yang berakibat pada hal yang tidak dikehendaki oleh
undang-undang. Menjadi titik utama dari pengertian subyektif ini adalah adanya
seseorang atau beberapa orang yang melakukan tindakan.
Syarat
yang harus dipenuhi (sebagai unsur obyektif dan subyektif yang dipersyaratkan)
dalam suatu peristiwa pidana ialah:
1. Harus
ada perbuatan orang atau beberapa orang. Perbuatan itu dapat dipahami orang
lain
sebagai
sesuatu yang merupakan peristiwa;
2 Perbuatan
itu harus bertentangan dengan hukum;
3.
Perbuatan
itu harus sesuai dengan apa yang disebutkan dalam ketentuan hukum;
4.
Harus
terbukti ada kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan;
5. Harus
tersedia ancaman hukuman terhadap perbuatan yang dilakukan yang termuat dalam peraturan hukum yang berlaku.
Pelanggaran Pidana adalah Perbuatan yang tidak mentaati
larangan atau keharusan yang ditentukan oleh Hukum atau dengan kata lain
perbuatan yang pada umumnya menitikberatkan dilarang oleh peraturan hukum
Inisiasi 4
ASAS LEGALITAS
1. arti dan makna asas legalitas
Asas legalitas diatur dalam pasal 1 ayat (1) KUHPidana yang berbunyi
“tiada suatu perbuatan yang boleh dihukum, melainkan atas kekuatan ketentuan
pidana dalam undang-undang yang ada terlebih dahulu dari perbuatan itu. Asas
legalitas (the principle of legality) yaitu asas yang menentukan bahwa
tiap-tiap peristiwa pidana (deliuk/ tindak pidana ) harus diatur terlebih
dahulu oleh suatu aturan undang-undang atau setidak-tidaknya oleh suatu aturan
hukum yang telah ada atau berlaku sebelum orang itu melakukan perbuatan. Setiap
orang yang melakukan delik diancam dengan pidana dan harus
mempertanggungjawabkan secara hukum perbuatannya itu.
Dari penjelasan tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa asas legalitas
dalam pasal 1 ayat (1) KUHP mengandung 3 pokok pengertian.yakni :
a.
tidak
ada suatu perbuatan yang dapat dipidana (dihukum) apabila perbuatan tersebut
tidak diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan sebelumnya / terlebih
dahulu, jadi harus ada aturan yang mengaturnya sebelum orang tersebut melakukan
operbuatan
b.
untuk
menentukan adanya perestiwa pidana (delik m/ tindak pidana ) tidak boleh
menggunakan analogi.
c.
peraturan-peraturan
hukum pidana / perundang-undangan tidak boleh berlaku surut.
2. tujuan asas legalitas
Menurut muladi asas legalitas di adakan bukan karena tanpa alasan
tertentu. Asas legalitas di adakan bertujuan untuk :
a. memperkuat
adanya kepastian hukum.
b. menciptakan
keadilan dan kejujuran bagi terdakwa.
c. mengefektifkan
deterent function dari sanksi pidana.
d. mencegah
penyalah gunaan kekuasaan. Serta
e. memperkokoh
penerapan “the rule of law”.
Penerapan
asas legalitas bervariasi dan berbeda antara negara yang satu dengan negara
yang lainnya. Tergantung apakah negara tersebut menganut sistem pemerintahan
demokratis, seperti negara kita ini ataukah menganut sistem tirani. Selain itu
hal itu juga akan bergantung pada sistem hukum yang dianut suatu negara. Apakah
negara tersebut menggunakan sistem hukum eropa kontinental atau menggunakan
sistem hukum anglo saxon.
3. pengecualian asas legalitas
Asas legalitas (pasal 1 ayat (1) KUHP ini ) memiliki pengecualian khusus
mengenai keberadaannya.yaitu di atur dalam ketentuan pasal 1 ayat (2) KUHP yang
mana pasal tersebut berbunyi seperti ini “jika terjadi perubahan
perundang-undangan setelah perbuatan itu dilakukan maka kepada tersangka /
terdakwa dikenakan ketentuan yang menguntungkan baginya. Dari ketentuan pasal 1
ayat (2) KUHP ini sebagai pengecualian yakni memperlakukan ketentuan yang
menguntungkan bagi terdakwa. Menurut jonkers pengertian menguntungkan disini
bukan saja teehadap pidana dari perbuatan tersebut,tetapi juga mencakup
penuntutan bagi si terdakwa.
Ada bermacam-macam
teori yang menyangkut masalah perubahan peraturan perundanga-undangan yang di
maksud dalam hal ini. Yakni sebagai berikut :
a.
teori
formil yang di pelopori oleh Simons, berpendapat bahwa perubahan UU baru
terjadi bilamana redaksi undang-undang pidana tersebut berubah. Perubahan
undang-undang lain selain selain dari uu pidana walaupun berhubungan dengan uu
pidana bukanlah perubahan undang-undang yang di maksud dalam pasal 1 ayat (2)
ini.
b.
teori
material terbatas yang dipelopori oleh Van Geuns berpendapat antara lain bahwa
perubahan UU yang di maksud harus diartikan perubahan keyakinan hukum
dari pembuat undang-undang.perubahan karena zaman atau karena keadaan tidak
dapat di anggap sebagai perubahan dalam UU pidana.
c.
teori
material tak terbatas yang merujuk pada putusan Hoge Raad tanggal 5
desember 1921 mengemukakan bahwa perubahan undang-undang adalah meliputi semua
undang-undang dalam arti luas dan perubahan undang-undang yang meliputi
perasaan hukum pembuat undang-undang maupun perubahan yang dikarenakan oleh perubahan
jaman (keadaan karena waktu tertentu).
Asas
Teritorial
Asas
ini diatur juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu dalam pasal
2 KUHP yang menyatakan : “Ketentuan pidana dalam perundang-undangan
Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan suatu tindak pidana di
Indonesia”.
Perluasan
dari Asas Teritorialitas
diatur dalam pasal 3 KUHP yang menyatakan : “Ketentuan pidana
perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah
Indonesia melakukan tindak pidana didalan kendaraan air atau pesawat udara
Indonesia”.
Tujuan
dari pasal ini adalah supaya perbuatan pidana yang terjadi di dalam kapal atau
pesawat terbang yang berada di perairan bebas atau berada di wilayah udara
bebas, tidak termasuk wilayah territorial suatu Negara, sehingga ada yang
mengadili apabila terjadi suatu perbuatan pidana.
Asas
Personal (Nasionaliteit aktif)
yakni
apabila warganegara Indonesia melakukan ke-jahatan meskipun terjadi di luar
Indonesia, pelakunya dapat dikenakan hukum pidana Indonesia, apabila pelaku
kejahatan yang hanya dapat dikenakan hukum pidana Indonesia—-sedangkan
perbuatan pidana yang dilakukan warganegara Indonesia di negara asing yang
telah menghapus hukuman mati, maka hukuman mati tidak dapat dikenakan pada
pelaku kejahatan itu, hal ini diatur dalam pasal 6 KUHP.
Asas
Perlindungan (Nasional Pasif)
Tolak
pangkal pemikiran dari asas perlindungan adalah bahwa setiap negara yang
berdaulat wajib melindungi kepentingan hukumnya atau kepentingan nasionalnya.
Ciri utamanya adalah Subjeknya berupa setiap orang tidak terbatas pada warga
negara saja, selain itu tidak tergantung pada tempat, ia merupakan
tindakan-tindakan yang dirasakan sangat merugikan kepentingan nasional
indonesia yang karenanya harus dilindungi. Kepentingan nasional tersebut ialah:
- Keselamatan kepala/wakil Negara
RI, keutuhan dan keamanan negara serta pemerintah yang sah, keamanan
penyerahan barang, angkatan perang RI pada waktu perang, keamanan Martabat
kepala negara RI;
- Keamanan ideologi negara,
pancasila dan haluan Negara;
- Keamanan perekonomian;
- Keamanan uang Negara,
nilai-nilai dari surat-surat yang dikeluarkan RI;
- Keamanan pelayaran dan
penerbangan terhadap pembajakan
Tolak
pangkal pemikiran dari asas perlindungan adalah bahwa setiap negara yang
berdaulat wajib melindungi kepentingan hukumnya atau kepentingan nasionalnya.
Ciri utamanya adalah Subjeknya berupa setiap orang tidak terbatas pada warga
negara saja, selain itu tidak tergantung pada tempat, ia merupakan
tindakan-tindakan yang dirasakan sangat merugikan kepentingan nasional
indonesia yang karenanya harus dilindungi. Kepentingan nasional tersebut ialah:
- Keselamatan kepala/wakil Negara
RI, keutuhan dan keamanan negara serta pemerintah yang sah, keamanan
penyerahan barang, angkatan perang RI pada waktu perang, keamanan Martabat
kepala negara RI;
- Keamanan ideologi negara,
pancasila dan haluan Negara;
- Keamanan perekonomian;
- Keamanan uang Negara,
nilai-nilai dari surat-surat yang dikeluarkan RI;
- Keamanan pelayaran dan
penerbangan terhadap pembajakan;
Asas
Universal
Asas
universal adalah asas yang menyatakan setiap orang yang melakukan perbuatan
pidanan dapat dituntut undang-undang hukum pidana Indonesia di luar wilayah
Negara untuk kepentingan hukum bagi seluruh dunia. Asa ini melihat hukum
pidanan berlaku umum, melampaui batas ruang wilayah dan orang, yang dilindungi
disini ialah kepentingan dunia. Jenis kejahatan yang dicantumkan pidanan
menurut asas ini sangat berbahaya tidak hanya dilihat dari kepentingan
Indonesia tetapi juga kepentingan dunia. Secara universal kejahatan ini perlu
dicegah dan diberantas.
Diskusi 4
Bagaimana jika seseorang memakai narkotika yang jenis maupun golongannya belum/tidak disebutkan dalam UU No. 35 Tahun 2009? Apakah akan dipidana juga kaitannya dengan asas legalitas?