INISIASI 1
Ruang Lingkup Hukum dan Masyarakat
Sosiologi Hukum, Ruang Lingkup, dan Kegunaannya: Beberapa Kutipan
Oleh A.P. Edi Atmaja
MENGAPA sosiologi menempati kedudukan penting dalam kajian ilmu hukum di dunia, terutama di Indonesia? Karena, seperti dikatakan Roscoe Pound, sosiologi bisa memperjelas pengertian “hukum” dan segala sesuatu yang berdiri di belakang gejala-gejala ketertiban umum, yang dapat diamati oleh ahli hukum.[1]
Kemajuan terpenting dalam ilmu hukum modern, demikian Roscoe Pound, adalah perubahan pandangan analitis ke fungsional. Sikap fungsional menuntut supaya hakim, ahli hukum, dan pengacara mengingat adanya hubungan antara hukum dan kenyataan sosial yang hidup.[2] Sementara itu, menurut Esmi Warassih, antara ilmu-ilmu sosial dan ilmu hukum mempunyai hubungan yang saling melengkapi dan memengaruhi. Perbedaan fungsi antara keduanya boleh dikata hanya bersifat marjinal.[3]
Sebagai cabang sosiologi yang terpenting, sosiologi hukum masih dicari perumusannya. Kendati selama puluhan terakhir semakin mendapat perhatian dan aktual, sosiologi hukum belum memiliki batas-batas tertentu yang jelas. Ahli-ahlinya belum menemukan kesepakatan mengenai pokok persoalannya, atau masalah yang dipecahkannya, serta hubungannya dengan cabang ilmu hukum lainnya.[4]
Terdapat pertentangan antara ahli sosiologi dan ahli hukum mengenai keabsahan sosiologi hukum. Ahli hukum memerhatikan masalah quid juris, sementara ahli sosiologi bertugas menguraikan quid facti: mengembalikan fakta-fakta sosial kepada kekuatan hubungan-hubungan. Sosiologi hukum dipandang oleh ahli hukum dapat menghancurkan semua hukum sebagai norma, asas yang mengatur fakta-fakta, sebagai suatu penilaian. Para ahli khawatir, kehadiran sosiologi hukum dapat menghidupkan kembali penilaian baik-buruk (value judgement) dalam penyelidikan fakta sosial.[5]
Terdapat perbedaan antara sosiologi hukum yang dikenal di Eropa dan ilmu hukum sosiologis yang dikenal di Amerika Serikat. Sosiologi hukum memusatkan penyelidikan di lapangan sosiologi dengan membahas hubungan antargejala kehidupan kelompok dengan “hukum”. Sementara itu, ilmu hukum sosiologis menyelidiki ilmu hukum serta hubungannya dengan cara menyesuaikan hubungan dan tertib tingkah-laku dalam kehidupan kelompok.[6]
Memang, sebagaimana dikatakan Soerjono Soekanto, untuk mengetahui hukum yang berlaku, sebaiknya seseorang menganalisis gejala-gejala hukum dalam masyarakat secara langsung: meneliti proses-proses peradilan, konsepsi-konsepsi hukum yang berlaku dalam masyarakat (semisal tentang keadilan), efektivitas hukum sebagai sarana pengendalian sosial, serta hubungan antara hukum dan perubahan-perubahan sosial.[7] Perkembangan masyarakat yang susunannya sudah semakin kompleks serta pembidangan kehidupan yang semakin maju dan berkembang menghendaki pengaturan hukum juga harus mengikuti perkembangan yang demikian itu.[8]
Sosiologi hukum berkembang atas suatu anggapan dasar bahwa proses hukum berlangsung di dalam suatu jaringan atau sistem sosial yang dinamakan masyarakat.[9] O.W. Holmes, seorang hakim di Amerika Serikat, mengatakan bahwa kehidupan hukum tidak berdasarkan logika, melainkan pengalaman.[10]
Menurut Soerjono Soekanto, ruang lingkup sosiologi hukum meliputi (1) pola-pola perilaku (hukum) warga masyarakat, (2) hukum dan pola-pola perilaku sebagai ciptaan dan wujud dari kelompok-kelompok sosial, dan (3) hubungan timbal-balik antara perubahan-perubahan dalam hukum dan perubahan-perubahan sosial dan budaya.[11]
Sosiologi hukum memiliki kegunaan yang bermacam-macam. Pertama, sosiologi hukum mampu memberi penjelasan tentang satu dasar terbaik untuk lebih mengerti Undang-undang ahli hukum ketimbang hukum alam, yang kini tak lagi diberi tempat, tetapi tempat kosong yang ditinggalkannya perlu diisi kembali.[12] Kedua, sosiologi hukum mampu menjawab mengapa manusia patuh pada hukum dan mengapa dia gagal untuk menaati hukum tersebut serta faktor-faktor sosial lain yang memengaruhinya.[13]
Ketiga, sosiologi hukum memberikan kemampuan-kemampuan bagi pemahaman terhadap hukum di dalam konteks sosial. Keempat, sosiologi hukum memberikan kemampuan-kemampuan untuk mengadakan analisis terhadap efektivitas hukum dalam masyarakat, baik sebagai sarana pengendalian sosial, sarana untuk mengubah masyarakat, maupun sarana untuk mengatur interaksi sosial, agar mencapai keadaan-keadaan sosial tertentu. Kelima, sosiologi hukum memberikan kemungkinan dan kemampuan-kemampuan untuk mengadakan evaluasi terhadap efektivitas hukum di dalam masyarakat.[14]
Diskusi 1
Hukum dan Masyarakat mengkaji berlakunya hukum dalam masyarakat dengan menggunakan teori dan konsep Sosiologi Hukum . Dikarenakan Hukum memiliki peran yang sangat penting untuk menjaga keteraturan masyarakat, Sosiologi melihatnya proses bagaimana hukum dapat mewujudkan keteraturan masyarakat secara efektif, demikian juga sebaliknya bagaiaman timbulnya kepatuhan hukum dari masyarakat.
Menurut Anda masalah atau bidang apa saja yang termasuk dalam Hukum dan Masyarakat?
Menurut Anda masalah atau bidang apa saja yang termasuk dalam Hukum dan Masyarakat?
Kesimpulan Diskusi 1
Rekan Rekan Mahasiswa, terima kasih atas komentar dan diskusi yang sangat baik. Apabila saya buat ringaksan dari Diskusi Anda semua seperti berikut:
Ruang lingkup Sosiologi Hukum didalam masyarakat merupakan salah satu disiplin ilmu dari Sosiologi yang memfokuskan kajian pada Hukum dari aspek proses pembuatan, keberlakuan dan penerapan sanksi. Dikarenakan kajiannya menggunakan kaca mata sosial sehingga analisis sosiologi hukum menggunakan teori teori sosiologi, seperti halnya teori strukturalisme, fungsionalisme, labeling, simbolis interaksionisme, hingga teori post modernism. Ruang lingkup dari Sosiologi Hukum dengan demikian antara lain mencakup:
1. Institusi Pembuat, Penerapan dan Penegakan Hukum
2. Hubungan atau relasi antar aktor pada institusi diatas.
3. Peran dan fungsi institusi dan masyarakat
5. Efektivitas hukum sebagai sistem norma
6. Kepatuhan dan ketidakpatuhan pada hukum
7. Struktur kekuasaan sebagai dasar bekerjanya hukum
8. Keterkaitan atau hubungan antara hukum, keadilan, kesejahteraan dan keteraturan masyarakat.
Ruang lingkup Sosiologi Hukum didalam masyarakat merupakan salah satu disiplin ilmu dari Sosiologi yang memfokuskan kajian pada Hukum dari aspek proses pembuatan, keberlakuan dan penerapan sanksi. Dikarenakan kajiannya menggunakan kaca mata sosial sehingga analisis sosiologi hukum menggunakan teori teori sosiologi, seperti halnya teori strukturalisme, fungsionalisme, labeling, simbolis interaksionisme, hingga teori post modernism. Ruang lingkup dari Sosiologi Hukum dengan demikian antara lain mencakup:
1. Institusi Pembuat, Penerapan dan Penegakan Hukum
2. Hubungan atau relasi antar aktor pada institusi diatas.
3. Peran dan fungsi institusi dan masyarakat
5. Efektivitas hukum sebagai sistem norma
6. Kepatuhan dan ketidakpatuhan pada hukum
7. Struktur kekuasaan sebagai dasar bekerjanya hukum
8. Keterkaitan atau hubungan antara hukum, keadilan, kesejahteraan dan keteraturan masyarakat.
Diskusi 2
Pelanggaran Hukum Dalam Masyarakat
Sering sekali terjadi pelanggaran hukum namun kita sebagai warga negara hampir tidak berdaya dan berdiam diri mengetahui kejadian tersebut. Bahkan Polisi juga sering melakukan pembiaran. Keadaan pembiaran ini berakibat munculnya MAFIA HUKUM. Menurut Anda Mengapa Hal ini terjadi. Silahkan untuk menggunakan teori sosiologi untuk menjelaskan fenomena ini.
Kesimpulan Diskusi 2
Praktik mafia hukum dapat terjadi sejak proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemutusan, eksekusi dan pemasyarakatan. Penyebab maraknya praktik mafia hukum dapat dikarenakan :
1. Kelemahan pengawasan dan pendisiplinan aparat penegak hukum.
2. Kelemahan manajemen sumber daya manusia. Kelemahan ini terkait dengan sistem rekrutmen yang masih penuh dengan aroma KKN.
3. Kelemahan sistem penanganan perkara, sistem penanganan perkara itu membuka peluang terjadinya praktik mafia hukum karena tidak ada check and balance.
4. Minimnya gaji, tunjangan dan anggaran operasional.
5. Kelemahan peraturan perlindungan saksi dan korban, dalam UU perlindungan saksi dan korban, kecil sekali perlindungan terhadap saksi pengungkap kasus, akhirnya mereka enggan untuk mengungkapkan apa yang diketahui.
1. Kelemahan pengawasan dan pendisiplinan aparat penegak hukum.
2. Kelemahan manajemen sumber daya manusia. Kelemahan ini terkait dengan sistem rekrutmen yang masih penuh dengan aroma KKN.
3. Kelemahan sistem penanganan perkara, sistem penanganan perkara itu membuka peluang terjadinya praktik mafia hukum karena tidak ada check and balance.
4. Minimnya gaji, tunjangan dan anggaran operasional.
5. Kelemahan peraturan perlindungan saksi dan korban, dalam UU perlindungan saksi dan korban, kecil sekali perlindungan terhadap saksi pengungkap kasus, akhirnya mereka enggan untuk mengungkapkan apa yang diketahui.
Faktor kebudayaan, yakni Masih lemahnya tradisi atau budaya disiplin dan kesadaran atau kepatuhan terhadap hukum, dan disisi lain masih lemahnya kualitas Sumber Daya Manusia aparat penegak hukum di Indonesia.
Sosiologische Geltungslehre
Menurut ajaran ini, peraturan perundang-undangan hanya dapat dikatakan sebagai hukum positif jika diterima dengan baik dan diikuti secara nyata dalam masyarakat oleh orang-orang yang dikenakan kaidah-kaidah tersebut, artinya ada kepatuhan terhadap hukum baik itu oleh aparat penegak hukum dalam menegakan hukum maupun oleh masyarakat.
Kesimpulan Diskusi 2
Hukum memang merupakan salah satu instrumen kontrol sosial atau pengendalian sosial. Namun disamping Hukum masih terdapat sarana kontrol sosial lainnya yang tidak kalah pentingnya untuk mendorong budaya taat hukum yaitu budaya dan politik. Untuk mewujudkan kontrol sosial yang kondusif dan progresif sangat diperlukan internalisasi budaya hukum dan politik hukum yang konsisten sehingga mewujudkan sebuah kepastian (certainty) dan keadilan (just and equality).
INISIASI 3
Perkembangan Aliran dan Mazhab Sosiologi Hukum
A. A. Aliran
sosiologi yurisprudensi
Pendasar
aliran ini, dipelopori oleh Roescoe
Pound, Eugen Ehrlich, Benyamin Cardozo, Kantorowich, Gurvitch, dan lain-lain. Aliran
ini berkembang di Amerika, pada intinya aliran ini hendak mengatakan bahwa
hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam
masyarakat. Kata “sesuai” diartikan sebagai hukum yang mencerminkan nilai-nilai
yang hidup di dalam masyarakat. Aliran Sociological Jurispurdence sebagai salah
satu aliran pemikiran filsafat hukum menitik beratkan pada hukum dalam
kaitannya dengan masyarakat. Menurut aliran ini : “ Hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang
hidup di antara masyarakat”.
Menurut Lilirasjidi, [1]
Sociological Yurisprudence menggunakan pendekatan hukum kemasyarakatan,
sementara sosiologi hukum menggunakan pendekatan dari masyarakat ke hukum.
Menurut Sociological Yurisprudence hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai
dengan hukum yang hidup dalam msyarakat. Aliran ini memisahkan secara tegas
antara hukum positif dengan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law).
Aliran ini timbul sebagai akibat dari proses dialektika antara (tesis)
positivisme hukum dan (antitesis) mazhab sejarah.
Akan tetapi Romli Atmasasmita berpendapat bahwa aliran
ini berasal dari Oliver Wendell Holmes (1841-1935) yang juga menurut para
teoritis merupakan tokoh terpenting dalam aliran Realisme Hukum.[2]
Menurut aliran ini hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang
hidup di dalam masyarakat. Aliran ini secara tegas memisahkan antara
hukum positif dengan (the positive law) dengan hukum yang hidup (the
living law). Singkatnya yaitu, aliran hukum
yang konsepnya bahwa hukum yang dibuat agar memperhatikan hukum yang hidup
dalam masyarakat atau living law baik tertulis maupun tidak tertulis. Misalnya dalam hukum yang tertulis jelas dicontohkan Undang- Undang sebagai
hukum tertulis, sedangkan yang dimaksudkan hukum tidak tertulis disini adalah
hukum adat yang dimana hukum ini adalah semulanya hanya sebagai kebiasaan yang
lama kelamaan menjadi suatu hukum yang berlaku dalam adat tersebut tanpa
tertulis. Dalam masyarakat yang mengenal hukum tidak tertulis serta berada dalam
masa pergolakan dan peralihan.
Aliran Sociological
Jurisprudence berbeda dengan Sosiologi Hukum. Dengan rasio demikian,
Sosiologi Hukum merupakan cabang sosiologi yang mempelajari hukum sebagai
gejala sosial, sedang Sociological Jurisprudence merupakan suatu mazhab dalam
filsafat hukum yang mempelajari pengaruh timbal balik antara hukum dan
masyarakat dan sebaliknya. Sosiologi hukum sebagai cabang sosiologi yang
mempelajari pengaruh masyarakat kepada hukum dan dan sejauh mana gejala-gejala
yang ada dalam masyarakat dapat mempengaruhi hukum di samping juga diselidiki
juga pengaruh sebaliknya, yaitu pengaruh hukum terhadap masyarakat. Dari 2
(dua) hal tersebut di atas (sociological jurisprudence dan sosiologi hukum)
dapat dibedakan cara pendekatannya. Sociological jurisprudence, cara
pendekatannya bertolak dari hukum kepada masyarakat, sedang sosiologi hukum
cara pendekatannya bertolak dari masyarakat kepada hukum.[3]
Dalam hal ini pemikiran dari dua
tokoh aliran ini yang berperan penting dalam perkembangan aliran ini yaitu
Roescoe Pound dan Eugen Ehrlich. Roscoe
Pound menganggap bahwa hukum sebagai alat rekayasa sosial (Law as a tool of
social engineering and social controle) yang bertujuan menciptakan harmoni
dan keserasian agar secara optimal dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan
manusia dalam masyarakat. Keadilan adalah lambang usaha penyerasian yang
harmonis dan tidak memihak dalam mengupayakan kepentingan anggota masyarakat
yang bersangkutan. Untuk kepentingan yang ideal itu diperlukan kekuatan paksa
yang dilakukan oleh penguasa negara. Pendapat/pandangan dari Roscoe Pound ini
banyak persamaannya dengan aliran Interessen Jurisprudence. Primat
logika dalam hukum digantikan dengan primat “pengkajian dan penilaian terhadap
kehidupan manusia (Lebens forschung und Lebens bewertung), atau secara
konkritnya lebih memikirkan keseimbangan kepentingan-kepentingan (balancing
of interest, private as well as public interest).[4]
Roscoe Pound juga berpendapat bahwa living law
merupakan synthese dari these positivisme hukum dan antithese
mazhab sejarah. Maksudnya, kedua aliran tersebut ada kebenarannya. Hanya,
hukum yang sanggup menghadapi ujian akal agar dapat hidup terus. Yang menjadi
unsur-unsur kekal dalam hukum itu hanyalah pernyataan-pernyataan akal yang
terdiri dari atas pengalaman dan diuji oleh pengalaman. Pengalaman dikembangkan
oleh akal dan akal diuji oleh pengalaman. Tidak ada sesuatu yang dapat bertahan
sendiri di dalam sistem hukum. Hukum adalah pengalaman yang diatur dan
dikembangkan oleh akal, yang diumumkan dengan wibawa oleh badan-badan yang
membuat undang-undang atau mensahkan undang-undang dalam masyarakat yang berorganisasi
politik dibantu oleh kekuasaan masyarakat itu.
Dalam bukunya An introduction to the philosophy of law,
Pound menegaskan bahwa hukum itu bertugas untuk memenuhi kehendak masyarakat
yang menginginkan keamanan yang menurut pengertian yang paling rendah
dinyatakan sebagai tujuan ketertiban hukum. Dalam kaitannya dengan penerapan
hukum Pound menjelaskan tiga langkah yang harus dilakukan :[5]
1.
menemukan hukum
2.
menafsirkan hukum
3.
menerakan hukum
Dari
sini dapat kita lihat Pound hendak mengedepankan aspek-aspek yang ada
ditengah-tengah masyarakat untuk diangkat dan ditearpkan kedalam hukum. Bagi
aliran Sociological Jurisprdence titik pusat perkembangan hukum
tidak terletak pada undang-undang, putusan hakim, atau ilmu hukum, tetapi
terletak pada masyarakat itu sendiri. Dalam proses mengembangkan hukum harus
mempunyai hubungan yang erat dengan nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat
bersangkutan. Lebih lanjut Roscoe Pound berpendapat hukum adalah alat untuk
memperbaharui (merekayasa) masyarakat (law as a tool of social engineering).
Untuk dapat memenuhi peranannya tersebut Pound mengedepankan rasa keadilan yang
ada di masyarakat. Pandangan aliran Sociological Jurisprudence,
dapat dirumuskan sebagai berikut “ …. Hukum itu dianggap sebagai satu
lembaga sosial untuk memuaskan kebutuhan masyarkat, tuntutan, permintaan dan
pengharapan yang terlibat dalam kehidupan masyarakat….”[6]
Eugen Ehrlich (1862-1922) dalam karyanya “Fundamental
Principles of the Sociology of Law (1913) yang telah melakukan kritik
terhadap peranan ahli hukum dengan sebutan “Lawyer’s Law”. Sebutan sinis
ini telah membuka mata para ahli para ahli hukum ketika itu atas kekeliruannya
dalam memahami konsep hukum dan penerepanya dalam masyarakat. Bahkan Ehrlich
lebih jauh mengkritisi peranaan para hakim yang hanya menerapkan hukum atas
suatu fakta tanpa mempertimbangkan aspek-aspek sosiologis atas putusannya.
Pernyataan Ehrlich yang sangat terkenal sebagai pelopor aliran ini adalah “pusat
gravitasi perkembangan hukum sepanjang waktu dapat ditemukan, bukan di dalam
perundang-perundangan dan dalam ilmu hukum atau putusan pengadilan melainkan di
dalam masyarakat itu sendiri”.[7]
Aliran sangat mempengaruhi para ahli hukumnya untuk betul-betul menarik
perhatiannya kepada problem-problem kehidupan sosial yang nyata. Kritik yang
bisa dilontarkan terhadap pendapat Ehrlich yang demikia itu adalah, bahwa ilmu
hukum yang dilahirkanya menjadi tanpa bentuk (amorphous), bahkan
menjadikan arti penting dari hukum itu tenggelam dan menuntun kepada kematian
ilmu tersebut.[8]
Dengan
demikian dapat dipahami bahwa ekspektasi yang hidup dimasyarakat termasuk
didalamnya nilai-nilai keadilan yang ada harus dikedepankan demi terwujudnya
tatanan hukum.
No
|
Pembeda
|
Sociological Jurisprudence
|
The Sociology of Law
|
1
|
Kedudukan
|
Salah satu aliran dalam filsafat hukum
|
Cabang dari ilmu sosiologi
|
2
|
Metode pendekatan
|
dari hukum kepada masyarakat
|
dari masyarakat kepada hukum
|
3
|
Fokus kajian
|
hukum sebagai suatu
konsep yang dapat dikembangkan sedemikian rupa untuk dijadikan alat rekayasa
sosial. Law as a tool of social engineering. Hubungan timbal balik antara
hukum dan masyarakat.
|
hubungan antara gejala-gejala kehidupan suatu
kelompok masyarakat dengan hukum. Mempelajari hubungan antara manusia dengan
objek kajian hukum.
|
4
|
Jenis sistem hukum yang dianut
|
Berkembang di Amerika Serikat, sehingga
berkonotasi Common Law
|
Berkembang di Italia, sehingga berkonotasi
eropa daratan atau Civil Law
|
5
|
Implikasi sistem hukum
|
Judge makes law
|
Hakim sebagai corong undang-undang
|
Para penganut aliran sosiologis di bidang ilmu
hukum dapat dibedakan antara yang menggunakan sociology of law sebagai
kajiannya dan yang menggunakan sociological jurisprudence sebagai
kajiannya. Sociology of law lahir dan berkembang di Italia dan pertama
kali diperkenalkan oleh Anzilotti, sehingga berkonotasi Eropa Daratan.
Sedangkan, sociological jurispredence lahir dan berkembang di Amerika
Serikat, sehingga berkonotasi Anglo Saxon. Sociology of law merupakan
sosiologi tentang hukum, karena itu ia merupakan cabang sosiologi. Di sisi
lain, socilogical jurispredence adalah ilmu hukum sosiologi karena itu
merupakan cabang ilmu hukum.[9]
B. B. Kritik terhadap Aliran
Sociological Jurisprudence
Sekalipun
aliran sociological jurispridence kelihatannya sangat ideal dengan cita hukum
masyarakat yang terus-menerus berubah ini, karena mengutamakan bagaimana suatu
hukum itu menjadi baik dan sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat. Tetapi, aliran ini bukanlah tanpa kritik. Suatu hal yang patut
dipahami, bahwa dalam program sosiologi jurisprudence
Pound, lebih mengutamakan
tujuan praktis dengan :
1. menelaah
akibat sosial yang aktual dari lembaga hukum dan doktirin hukum, karena itu ,
lebih memandang kerjanya hukum dari pada isi abstraknya.
2. memajukan
telaah sosiologis berkenaan dengan telaah hukum untuk mempersipakan
perundang-undangan, karena itu, menganggap hukum sebagai suatu lembaga sosial
yang dapat diperbaiki oleh usaha yang cerdik guna menemukan cara terbaik untuk
melanjutkan dan membimbing usaha usaha demikian itu.
3. mempelajari
cara membuat peraturan yang efektif dan menitik beratkan pada tujuan sosial
yang hendak dicapai oleh hukum dan bukannya pada sanksi
4. menelaah
sejarah hukum sosiologis yakni tentang akibat sosial yang ditimbulkan oleh
doktrin hukum dan bagaimana cara mengahasilkannya
5. membela
apa yang dinamakan pelaksanaan hukum secara adil dan mendesak supaya ajaran
hukum harus dianggap sebagai bentuk yang tidak dapat berubah.
6. meningkatkan
efektifitas pencapaian tujuan yang tersebut diatas agar usaha untuk mencapai
maksud serta tujuan hukum lebih efektif.
Program
sosiologis jurisprudence Pound kelihatan berpengaruh dalam pandangannya yakni
apa yang disebut dengan hukum sebagai social engineering serta ajaran
sociological jurisprudence yang dikembangkannya. Dimana hukum yang baik itu adalah
hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Aliran ini
mengetengahkan pentingnya hukum yang hidup dalam masyarakat. Dimana hukum
positif akan baik apabila ada hubungan dengan peraturan yang terletak di dasar
dan di dalam masyarakat secara sosilogis dan antropologis. Tetapi tidak mudah
untuk mewujudkan cita hukum yang demikian. Tidak saja dimungkinkan oleh adanya
perbenturan antara nilai-nilai dan tertib yang ada dalam masyarakat sebagai
suatu kelompok dengan kelompok masyarakat lainnya. Terutama dalam masyarakat
yang pruralistik. Tetapi sama sekali tidak berarti tidak bisa diterapkan.
Dalam
masyarakat yang monoistik, tidak begitu sukar menerapkan ajaran sociological
jurisprudence. Berbeda halnya dengan masyarakat yang memiliki pruralistik
seperti masyarakat Indonesia dimana nilai-nilai dan tata tertibnya
masing-masing serta pola perilaku yang spesifik pula adalah tidak mudah
menerapkan ajaran sociological jurisprudence.
Berdasarkan
fakta bahwa setiap kelompok mempunyai tata tertib sendiri, dan fakta bahwa
hubungan antara tertib ini adalah terus menerus berubah menurut tipe masyarakat
yang serba meliputi, yang terhadapnya negara hanyalah merupakan suatu kelompok
yang khusus dan suatu tata tertib yang khusus pula. Dalam menerapkannya diperlukan
berbagai pendekatan untuk memahami dan menginventarisasi nilai-nilai yang hidup
dalam masyarakat, terutama dalam masyarakat majemuk yang memiliki tata tertib
sendiri dan pruralitik.
Menurut
Pound, hukum di pandang sebagai lembaga masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan sosial. Disisi lain, Friedman mengemukakan, secara teoritis
karya Ehrlich, menunjukkan adanya tiga kelemahan pokok terhadap ajaran
sociological jurisprudence yang dikembangkan Ehrlich, yang semuanya disebabkan
oleh keinginanannya meremehkan fungsi negara
dalam pembuatan undang-undang.
Kelemahan
itu adalah :Karya tersebut tidak memberikan kriteria yang jelas membedakan
norma hukum dari norma sosial yang lain. Bahwa keduanya tidak dapat
dipertukarkan, sesuatu yang merupakan fakta historis dan sosial, tidak
mengurangi perlunya pengujian pernedaan yang jelas. Sesuai dengan itu sosiologi
hukum Ehrlich selalu hampir menjadi suatu dalam garis besar, sosilogi umum.
Ehrlich
meragukan posisi adat kebiasaan sebagai sumber hukum dan adat kebiasaan sebagai
satu bentuk hukum. Dalam masyarakat primitif seperti halnya dalam hukum
internasional pada zaman ketika adat istiadat dipandang baik sebagai sumber
hukum maupun sebagai bentuk hukum yang paling penting. Di negara modern peran
masyarakat mula-mula masih penting, tetapi kemudian berangsur berkurang.
Masyarakat modern menuntut sangat banyak undang-undang yang jelas dibuat oleh
pembuat undang-undang yang sah. Undang-undang semacam itu selalu derajat
bermacam-macam, tergantung dari fakta hukum ini, tetapi berlakunya sebagai
hukum bersumber pada ketaatan faktual ini. Kebingunan ini merembes ke seluruh
karya Ehrlich.
Ehrlich
menolak mengikuti logika perbedaan yang ia sendiri adakan norma-norma hukum
negara yang khas dan norma-norma hukum dinama negara hanya memberi sanksi pada
fakta-fakta sosial. Konsekwensinya adalah adat kebiasaan berkurang sebelum
perbuatan udang-undang secara terperinci, terutama undang-undang yang
dikeluarkan oleh pemerintah pusat mempengaruhi kebiasaan dalam masya-rakat sama
banyaknya dengan pengaruh dirinya sendiri.
ALIRAN-ALIRAN PEMIKIRAN YANG MEMPENGARUHI TERBENTUKNYA SOSIOLOGI
HUKUM
1.
.Mazhab
Formalistis (Jhon Austin dan Hans Kelsen)
Menurut Austin, hukum merupakan perintah dari mereka yang memegang
kekuasaan tertinggi, atau dari yang memegang kedaulatan. Hukum adalahperintah
yang dibebankan untuk mengatur makhluk berfikir, perintah manadilakukan oleh
makhluk berfikir yang memegang dan mempunyai kekuasaan.Austin juga beranggapan
bahwa hukum sebagai suatu sistem yang logis, tetapdan bersifat tertutup.Hukum dibagi dalam dua bagian, yaitu hukum
yang dibuat oleh Tuhan danhukum yang dibuat oleh manusia. Hukum yang dibuat
oleh manusia dapatdibedakan dalam:
a.Hukum yang sebenarnya :Yaitu hukum yang dibuat oleh penguasa
bagi pengikut-pengikutnya, danhukum yang disusun oleh individu-individu guna
melaksanakan hak-hakyangdiberikan kepadanya.b.Hukum yang tidak sebenarnya.Hukum yang tidak sebenarnya bukanlah
merupakan hukum yang secaralangsung berasal dari penguasa, akan tetapi
merupakan peratura-peraturanyang disusun oleh perkumpulan-perkumpulan atau
badan-badan tertentu.Sementara Hans Kelsen beranggapan bahwa, suatu sistem
hukum sebagaisuatu sistem pertanggapan dari kaidah-kaidah, dimana suatu kaidah
hukumtertentu akan dapat dicari sumbernya pada kaidah hukum yang lebih tinggi
derajatnya. Kaidah yang merupakan puncak dari sistem pertanggapan itudinamakan
kaidah dasar atau Grundnorm.Kaidah dasar tersebut merupakan dasar dari segenap
penilaian yang bersifatyuridis yang dimungkinkan didalam suatu tertib hukum
dari suatu negara-negara berbeda dengan negara lainnya.Kelsen juga menyatakan
bahwa hukum berdiri sendiri terlepas dari aspek-aspek kemasyarakatan yang lain.
Teorinya bertujuan untuk menunjukkanapakah hukum positif dan bukan apa yang
merupakan hukum yang benar.
2.
Mazhab
Sejarah dan Kebudayaan (Friedrich Karl Von Savigny dan SirHenry).
Von Savigny beranggapan bahwa hukum merupakan perwujudan darikesadaran hukum masyarakat (Volksgeist). Hukum berasal dari adat-istiadatdan kepercayaan dan bukan berasal dari pembentuk undang-undang. Iamengemukakan pentingnya meneliti hubungan antara hukum dengan strukturmasyarakat beserta sistem nilai-nilainya.Hal lain yang menjadi pokok ajaran Von Savigny adalah penekanannya padaaspek dinamis dari hukum yang diadakan pada sejarah hukum tersebut.Sementara menurut Sir Henry Main, hubungan-hubungan hukum yangdidasarkan pada status warga-warga masyarakat yang masih sederhana,berangsur-angsur hilang apabila masyarakat itu berkembang menjadimasyarakat yang modern dan kompleks.
3.
Aliran
Utilitarianisme (Jeremy Betham dan Rudolph von Ihering)
Betham menekankan pada apa yang harus dilakukan oleh suatu sistem
hukumdengan prinsip yang ia gunakan yaitu “bahwa manusia bertindak
untukmemperbanyak kebahagian dan mengurangi penderitaan. Ukuran baikburuknya
suatu perbuatan manusia tergantung pada apakah perbuatantersebut mendatangkan
kebahagiaan atau tidak. Selanjutnya iamengemukakan bahwa pembentuk hukum harus
membentuk hukum yang adilbagi segenap warga-warga masyarakat secara individual.Disisi
lain, Ihering didalam bukunya yang berjudul
“Der Zweck in Recht”,menganggap bahwa hukum merupakan suatu alat bagi masyarakat untukmencapai tujuannnya, hukum sebagai sarana untuk mengendalikan individu-individu, agar tujuannya sesuai dengan tujuan masyarakat dimana merekamenjadi warganya.
“Der Zweck in Recht”,menganggap bahwa hukum merupakan suatu alat bagi masyarakat untukmencapai tujuannnya, hukum sebagai sarana untuk mengendalikan individu-individu, agar tujuannya sesuai dengan tujuan masyarakat dimana merekamenjadi warganya.
4.
Aliran
Sociological Jurisprudence (Eugen Ehrlich dan Roscoe Pound).
Aliran ini berpokok pada pembedaan antara hukum positif (ius constitutum)dengan hukum yang hidup (living law). Dikatakan bahwa hukum positif hanyaakan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat(culture patterns). Menurutnya, pusat perkembangan dari hukum bukanlahterletak pada badan-badan legislatif, keputusan-keputusan badan judikatif ataupun ilmu hukum. Tata tertib dalam masyarakat didasarkan padaperaturan-peraturan yang dipaksakan oleh negara.Sementara itu menurut Pound, hukum harus dilihat atau dipandang sebagaisuatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial, dan tugas dari ilmu hukum untuk memperkembangkan suatukerangka dengan mana kebutuhan-kebutuhan sosial dapat terpenuhi secaramaksimal.Selanjutnya Pound menganjurkan untuk mempelajari hukum sebagai suatuproses (law in action) yang dibedakannya dengan hukum yang tertulis.Pembedaan ini dapat diterapkan pada seluruh bidang hukum, baik hkumsubstantif maupun hukum ajektif.Aliran sociological jurisprudence telah meninggalkan pengaruh yang mendalamterutama pada pemikiran hukum di Amerika Serikat, walaupun belumsepenuhnya dapat dinamakan sosiologi hukum, akan tetapi aliran tersebutmemperkenalkan teori-teori dan metode-metode sosiologi pada ilmu hukum.
5.
Aliran
Realisme Hukum (Karl Llewellyn, Jerome Frank dan J.O.W Holmes).
Ketiganya terkenal dengan konsep yang radikal tentang proses peradilandengan menyatakan bahwa hakim-hakim tidak hanya menemukan hukum, akantetapi bahkan membentuk hukum. Keputusan-keputusan hakim seringkalimendahului penggunaan prinsip-prinsip hukum yang formal.Keputusan-keputusan pengadilan dan doktrin hukum selalu dapatdiperkembangkan untuk menunjang perkembangan atau hasil-hasil proseshukum.J. Holmes dalam sebuah karyanya, ia menyatakan bahwa kewajiban hukumhanyalah merupakan suatu dugaan apabila seseorang berbuat atau tidakberbuat, maka dia akan menderita sesuai dengan keputusan suatu pengadilan.Sedangkan Karl Llewellyn lebih menekankan pada fungsi lembaga-lembagahukum. Tugas pokok dari pengadilan adalah menetapkan fakta danrekonstruksi dari kejadian-kejadian yang telah lampau yang menyebabkanterjadinya perselisihan
Daftar Pustaka
Ali,
Zainuddin , Filsafat Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika) 2009
Atmasasmita,Romli , Teori Hukum Integratif:
Rekontruksi Terhadap Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif , (
Yogyakarta: Genta Publishing) , 2012
http://kuliahfilsafathukum12.blogspot.com/2012/03/aliran-aliran-filsafat-hukum.
Diunduh 20 Mei 2014
Pound,Roscoe
, Pengantar Filsafat Hukum,( Jakarta:
Bhratara Niaga Media), , 1996.
Prasetyo, Teguh dan Abdul Halim Barkatullah, Filsafat,
Teori, dan Ilmu Hukum (Pemikiran Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan
Bermartabat), (Jakarta: Rajawali Pers), 2012
Rahardjo,
Satjipto, Ilmu Hukum (Bandung: Citra Aditya Bakti), 2006
Rasjidi, lili dan B. Arief Sidartha, Filsafat Hukum: Mazhab dan Refleksinya,
(Bandung: CV Remadja Karya), 1988
[1] . lili Rasjidi dan B. Arief Sidartha, Filsafat
Hukum: Mazhab dan Refleksinya, Bandung: CV Remadja Karya, 1988, hlm.84
[2] . Romli Atmasasmita, Teori Hukum Integratif:
Rekontruksi Terhadap Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif (
Yogyakarta: Genta Publishing, 2012),hlm. 37
[3] . Zainuddin Ali, Filsafat Hukum,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm.61
[4] . http://kuliahfilsafathukum12.blogspot.com/2012/03/aliran-aliran-filsafat-hukum.
Diunduh 20 Mei 2014
[7]. Romli Atmasasmita, Teori Hukum Integratif:
Rekontruksi Terhadap Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif (
Yogyakarta: Genta Publishing, 2012),hlm. 38
[8] . Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 303
[9] . Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Filsafat,
Teori, dan Ilmu Hukum (Pemikiran Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan
Bermartabat), Jakarta: Rajawali Pers, 2012, hlm.119
Diskusi 3
Mazhab dalam Sosiologi Hukum
Keadaan masyarakat Indonesia saat ini dapat dikategorikan dalam suatu keadaan masa transisi, di dalam mazhab Sosiologi Hukum keadaan seperti ini dapat dikategorikan yang paling tepat dalam mashab apa, mengapa demikian? Bagaimana Hukum dapat berjalan yang efektif dalam masa transisi ini?
Mazhab yang paling tepat adalah Mazhab (Teori) Fungsional, Didalam Teori ini masyarakat senantiasa berada dalam keadaan berubah secara berangsur-angsur dengan memelihara keseimbangan. Masyarakat dilihat dalam kondisi dinamika yang selalu mempertahankan keseimbangan.
Teori ini menekankan pada keteraturan (order) dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Masyarakat merupakan sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang masing-masing saling berkaitan dan fungsional dengan dan bagi elemen lainnya ntermasuk keterkaitan antara elemen atau unsur hukum dan unsur prilaku manusia itu sendiri, Jadi hukum dan aspek-aspek sosial terdapat hubungan yang fungsional.
Hukum dapat berjalan efektif apabila bisa diketahui :
1.Sejauh mana hukum dapat membentuk pola-pola perilaku, atau sebaliknya
pola-pola perilaku macam apa yang dapat membentuk hukum.
2. Kekuatan-kekuatan apa yang dapat membentuk, menyebarluaskan atau bahkan merusak pola-pola perilaku yang bersifat yuridis (berkaitan dengan hukum)
3. Hubungan timbal balik antara perubahan-perubahan dalam hukum dengan perubahan-perubahan sosial budaya.
Inisiasi 4
Hukum dan Struktur Sosial Masyarakat
https://www.youtube.com/watch?v=HcTIyF8lmgI&feature=youtu.be
https://www.youtube.com/watch?v=MztU0jWcgck&feature=youtu.be
https://www.youtube.com/watch?v=MztU0jWcgck&feature=youtu.be
Diskusi 4
Bekerjanya Hukum selalu berkaitan dengan struktur sosial masyarakatnya. Dalam suatu masyarakat paternalistik bekerjanya hukum sangat tergantung pada "Kekuasaan". Bagaimana yang terjadi di Indonesia? dan berikan salah satu contohnya
Paternalisme atau Paternalistik adalah suatu sistem yang menempatkan pimpinan (orang yang sedang berkuasa) sebagai pihak yang paling dominan. Paternalistik tumbuh sumbur karena dipengaruhi oleh kultur feodal yang sebagian besar wilayah di Indonesia semula merupakan daerah bekas kerajaan dimana rakyat harus tunduk dan menghormati raja yang berkuasa.
Masih Kentalnya struktur masyarakat paternalistik menyebabkan problem lain dari penegak hukum adalah masih ditemukan adanya budaya ewuh pakewuh, dan adanya penegakan hukum yang masih diskriminatif terhadap orang yang berkuasa. ContohnyaTersangka korupsi yang merupakan kejahatan kerah putih (pejabat atau orang yang beduit) dan pencuri sandal akan mendapat perlakuan yang berbeda. Tersangka yang memiliki status sosial tinggi akan diperlakukan secara istimewa sementara pemilik status sosial rendah penegakan hukum tajam terhadap mereka.
Penegak hukum seolah-olah hanya berpihak kepada si kaya atau Pejabat tetapi tidak pada si miskin, bahkan hukum berpihak pada mereka yang memiliki jabatan dan koneksi dan para pejabat hukum atau akses terhadap keadilan.
Karena budaya ewuh pakewuh ini status sosial seolah menjadi penting bagi mereka yang menghadapi proses hukum, semakin tinggi status sosial semakin tinggi rasa sungkan aparat penegak hukum. Sebaliknya semakin seseorang memiliki status sosial yang rendah semakin rendah semakin mudah aparat penegak hukum melakukan tindakan tindakan tidak terpuji.
Inisiasi 5
Hukum dan Perubahan Sosial
Dalam konteks pembangunan Hukum diharapkan selalu berubah megikuti perubahan sosial dan budaya (pendekatan hukum progresif), disisi lain hukum diharapkan untuk menjamin kepastian dan keteraturan yang merupakan salah satu fungsi hukum. Perubahan yang sering terjadi dari hukum akan berakibat pada ketidakpastian hukum itu sendiri. Bagaimana menurut Anda ?
Hukum dan Perubahan Sosial dan Budaya
Perubahan Sosial terjadi disebabkan oleh berbagai faktor salah satu yang mendorong terjadinya perubahas sosial di era abad ke 21 ini adalah karena hadirnya teknologi komunikasi dan informasi. Namun demikian tidak semua masyarakat dengan mudah melakukan adaptasi perubahan sosial tersebut. Perubahan Sosial dapat terjadi melalui proses:
1 Akulturasi
2 Asimilasi
3 Difusi
4 Discovery
5 Inovasi
6 Modernisasi.
Melalui proses perubahan sosial diatas suatu masyarakat dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi baik di dalam masyarakat sendiri maupun dari luar masyarakat.
Tugas 2
Anda diharapkan mencari kasus ataupun permasalahan Hukum terkait hubungannya dengan stuktur sosial masayarakat maupun perubahan sosial dan budaya.
Sebagai Contoh kasus Pencurian Sandal Jepit yang dibawa ke Pengadilan, Kasus Kepala Daerah dan anggota legislatif yang melakukan korupsi bersama-sama, Kasus perselisihan pengurus dalam partai politik, Kasus Begal Motor, Kasus Pencurian Kayu oleh Nenek di Situbondo, Penipuan melalui media online dll.
Anda diharakan untuk menjawab hal sebagai berikut:
1. Bagaimanakah keterkaitan hukum dengan struktur sosial maupun perubahan sosial budaya pada kasus Anda? Nilai maksimum 30
2. Mengapa hal kasus Anda terjadi? Nilai maksimum 40
3. Bagaimana sebaiknya penyelesaian kasus tersebut? Nilai maksimum 30
Sebagai Contoh kasus Pencurian Sandal Jepit yang dibawa ke Pengadilan, Kasus Kepala Daerah dan anggota legislatif yang melakukan korupsi bersama-sama, Kasus perselisihan pengurus dalam partai politik, Kasus Begal Motor, Kasus Pencurian Kayu oleh Nenek di Situbondo, Penipuan melalui media online dll.
Anda diharakan untuk menjawab hal sebagai berikut:
1. Bagaimanakah keterkaitan hukum dengan struktur sosial maupun perubahan sosial budaya pada kasus Anda? Nilai maksimum 30
2. Mengapa hal kasus Anda terjadi? Nilai maksimum 40
3. Bagaimana sebaiknya penyelesaian kasus tersebut? Nilai maksimum 30
Inisiasi 6
HUBUNGAN ANTARA HUKUM DENGAN TINDAK KRIMINAL
Pada sessi sebelumnya kita telah
bahas terkait dengan hubungan hukum dengan perubahan sosial dan budaya. Dalam
masyarakat transisi seperti Indonesia Hukum memang diharapkan merupakan salah
satu agen perubahan menuju masyarakat Indonesia yang diharapkan. Melihat peran
tersebut hukum memang diharapkan selalu progresif mengikuti bahkan
memprediksikan kedepan.
Pada sessi ini kita akan bahas
terkait dengan hubungan antara Hukum dengan Tindak Kriminal. sebagai Instrumen
pengendalian sosial Hukum diharapkan merupakan instument yang penting untuk
melakukan pencegahan maupun penindakan tindak kriminal untuk melindungi
kepentingan masyarakat.
https://youtu.be/9U_skrliK1A
https://youtu.be/9U_skrliK1A
WHITE COLAR CRIME
Diskusi 6
Hukum dan Kejahatan seperti keping mata uang yang tiak dapat dipisahkan. Keberadaan hukum disatu sisi dipergunakan untuk mencegah terjadinya kejahatan disisi lain kejahatan muncul disebabkan oleh lemahnya hukum sebagai instrumen pengendalian sosial. Namun dalam kenyataan hukum menimbulkan diskriminasi dimana kejahatan kerah putih (white collar crime) sering tidak terjamah hukum. Mengapa demikian?
Hukum dan Kejahatan seperti keping mata uang yang tiak dapat dipisahkan. Keberadaan hukum disatu sisi dipergunakan untuk mencegah terjadinya kejahatan disisi lain kejahatan muncul disebabkan oleh lemahnya hukum sebagai instrumen pengendalian sosial. Namun dalam kenyataan hukum menimbulkan diskriminasi dimana kejahatan kerah putih (white collar crime) sering tidak terjamah hukum. Mengapa demikian?
Inisiasi 7
Aspek Metodologis dalam Sosiologi Hukum
Sosiologi hukum merupakan ilmu interdisiplin yang menggabungkan dua atau lebih disiplin ilmu dalam mengkaji suatu permasalahan hukum. Pada sesi ini kita akan bahas aspek metodologis khususnya metode empiris yang dipergunakan oleh Sosiologi Hukum.
Diskusi 7
Inisiasi 8
Interkoneksi permasalahan hukum
Rekan rekan mahasiswa, sessi sekarang merupakan sessi terkahir TUTON masa 2015.2. Pada sesi ini kita akan membahas terkait dengan kompleksitas dan interkoneksi permasalahan hukum tidak hanya pada aspek hukumnya akan tetapi juga terkait dengan aspek lainnya.
Mudah mudahan Selama Anda mengikuti tuton dapat menambah pemahaman Anda terhadap materi Modul Sosiologi Hukum untuk mempersiapkan Ujian Akhir Semester. Materi UAS semuanya ada didalam Modul selahkan untuk mempelajari kembali apabila masih ada yang belum dimengerti. Sukses menempuh UAS Hukum dan Masyarakat.