KATA PENGANTAR
Makalah
berupa RESUME ini dibuat untuk memenuhi tugas Tutorial Pertama (T1) Tutorial
Online Mata Kuliah Hukum Administrasi Negara sebagai Mahasiswa Program Studi
Ilmu Hukum Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Terbuka Tahun 2017.
Makalah
ini mungkin jauh dari sempurna sebagai makalah yang ideal dan memenuhi
krtiteria penulisan ilmiah baik isi maupun teknis pengerjaannya. Mohon ma’af
atas kekurangan tersebut karena ini adalah proses pembelajaran saya sebagai
seorang Mahasiswa di Universitas Terbuka.
Terima
Kasih pada akhirnya saya ucapkan, Saran dan Kritik diharapkan untuk
kesempurnaan bagi saya dalam mengerjakan sesuatu di masa mendatang.
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ……………………………………………………….. i
DAFTAR
ISI …………………………………………………………………. ii
BAB
I : PENDAHULUAN
I.1. Latar
Belakang ………………………………………………………… 1
I.2. Rumusan
Permasalahan ……………………………………………….. 1
BAB II :
PEMBAHASAN
II.1. Resume
Pengertian-Pengertian dalam HukumAdministrasi Negara …... 3
II.2. Resume
Instrumen Hukum Administrasi Negara ………….…………... 12
II.3. Resume Hukum
Tentang Aparatur Negara …………………..….……... 18
BAB
III : KESIMPULAN …………………………………………………….. 24
DAFTAR
PUSTAKA ..…………………………………………………………. 25
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar
Belakang
Sebagai cara belajar yang efektif
untuk Memahami dengan tepat Materi ajar Mata Kuliah Hukum Administrasi Negara
adalah dengan membuat Resume dari Bahan Ajar yang didapat dari mengikuti
Tutorial Online sebagai Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum pada Universitas
Terbuka Semester 2.
I.2. Rumusan
Permasalahan
Dalam Makalah ini Membahas :
1.
Pengertian-pengertian
dalam Hukum Administrasi Negara (Inisiasi 1)
2.
Instrumen
HukumAdministrasi Negara (Inisiasi 2)
3.
Hukum
Tentang Aparatur Negara (Inisiasi 3)
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Resume
Pengertian – Pengertian dalam Hukum Administrasi Negara
A. PENGERTIAN
HUKUM DAN ADMINISTRASI NEGARA
Perubahan
paradigma fungsi Negara yang semula hanya bertugas bagi keamanan warga
negaranya menjadi juga masuk ke dalam lingkup kesejahteraan warga negaranya
(welfare state) menjadikan Negara semakin masuk dalam kehidupan privat
warganya, yakni segala kegiatan warga harus didata, dan data tesebut terekam
dalam aktifitas pemerintahan yang dikenal dengan sistem administrasi yang bertujuan
pencapaian kesejahteraan. Instrument yang bisa memberikan dasar legalitas
Negara untuk melaksanakannya dan terbentuk dalam suatu sistem Hukum Administrasi
Negara (HAN).
Hukum
Administrasi Negara terbagi menjadi dua pemaknaan yakni hukum dan administrasi
negara.
a). Pengertian Hukum
Hukum
dalam kepustakaan sangat banyak, tetapi pada prinsipnya pemahaman tersebut ada
yang bersifat sempit dan ada pula yang bersifat luas. Hal tersebut berkaitan
dengan sudut pandang pakar yang mengartikannya.
Menurut
J.C.T Simorangkir, S.H. dan Woerjono
Sastropranoto, S.H., Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa,
yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat
oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap
peraturan-peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan, yaitu dengan hukum
tertentu.
Menurut
H.M Tirtaatmidjaja, S.H. Hukum adalah semua aturan (norms) yang harus diturut
dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti
mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri
sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda,
dan sebagainya.
Menurut
Sjachran Basah, pengertian hukum yang lebih pendekatan fungsi. Menurutnya,
dalam hukum, terdapat lima fungsi hukum dalam kaitannya dengan kehidupan
masyarakat sebagai berikut.
1. Direktif:
sebagai pengarah dalam membentuk masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan
tujuan kehidupan bernegara.
2. Integratif:
sebagai pembina kesatuan bangsa.
3. Stabilitatif:
sebagai pemelihara (termasuk hasil-hasil pembangunan) serta penjaga
keselarasan, keserasian, dan keseimbangan dalam kehidupan bernegara dan
bermasyarakat.
4. Perfektif:
sebagai penyempurna terhadap tindakan-tindakan administrasi negara ataupun
sikap tindak warga negara dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
5. Korektif:
baik terhadap warga negara maupun administrasi negara dalam mendapatkan
keadilan.
b). Pengertian Administrasi Negara
Menurut
Prayudi Atmosudirdjo, Administrasi Negara memiliki fungsi melaksanakan dan
menyelenggarakan kehendak-kehendak (strategy, policy) serta keputusan-keputusan
pemerintah secara nyata (implementasi dan menyelenggarakan undang-undang
menurut pasal-pasalnya) sesuai dengan peraturan-peraturan pelaksanaan yang
ditetapkan. Administrasi negara yang terkait dengan pelaksanaan kebijakan
pemerintah sebagai berikut.
1. Sebagai
aparatur negara, aparatur pemerintahan, atau sebagai institusi politik
(kenegaraan).
2. Administrasi
negara sebagai “fungsi” atau sebagai aktivitas melayani pemerintah, yakni
sebagai kegiatan “pemerintah operasional”.
3. Administrasi
negara sebagai proses teknis penyelenggaraan undang-undang.
Disimpulkan
pengertian tentang administrasi negara dapat dilihat dalam dua segi:
1. Administrasi
negara sebagai organisasi,
2. Administrasi
yang secara khas mengejar tercapainya tujuan yang bersifat kenegaraan (publik)
artinya tujuan-tujuan yang ditetapkan undang-undang secara dwigend recht (hukum
yang memaksa).
Gerald
E. Caiden, sebagaimana dikutip oleh Yeremias T. Keban, menyatakan bahwa di
samping periodisasi paradigma administrasi negara, terdapat beberapa aliran
dalam administrasi negara yang harus diperhatikan sebagai upaya memahami ilmu
administrasi negara. Adapun aliran-aliran tersebut:
1. aliran
proses administratif,
2. aliran
empiris,
3. aliran
perilaku manusia,
4. aliran
analisis birokrasi,
5. aliran
sistem sosial.
6. aliran
pengambilan keputusan,
7. aliran
matematika, dan
8. aliran
integratif.
Yeremias
T. Keban kemudian mengemukakan bahwa masing-masing aliran tersebut mempunyai
perbedaan atau ciri-ciri yang membedakan antara satu aliran dan lainnya :
1 Aliran
proses administratif mengandalkan POSDCORB
dalam menyukseskan administrasi publik.
2 Aliran
empiris mengandalkan berbagai kasus
atau studi praktik administrasi publik yang dapat digunakan sebagai pegangan
dalam menyukseskan administrasi publik dan tidak semata-mata hanya mengandalkan
teori dan generalisasi yang telah dihasilkan.
3 Aliran
perilaku manusia memusatkan
perhatian pada komunikasi, konflik, motivasi, kepemimpinan, status, dan
interaksi sosial karena unsur-unsur ini akan menyukseskan pencapaian tujuan.
4 Aliran
analisis birokrasi memusatkan
perhatiannya pada aplikasi prinsip-prinsip birokrasi ala Weber, yang dianggap
unggul karena didasarkan rasionalitas yang mengatur struktur dan proses menurut
pengetahuan teknis serta efisiensi yang tinggi.
5 Aliran
sistem sosial melihat organisasi
sebagai suatu sistem sosial yang bersifat terbuka dan tertutup. Dalam
pengembangannya, diperluas menjadi pemahaman terhadap hubungan antara
administrasi publik dan masyarakat.
6 Aliran
pengambilan keputusan organisasi
agar tidak keliru dalam pembuatan keputusan.
7 Aliran
matematika memanfaatkan model
matematika dan statistika sehingga para administrator tidak lagi menggantungkan
diri pada cara-cara lama atau tradisional.
8 Aliran
integratif mencoba melakukan konsolidasi
berbagai aliran di atas dalam praktik administrasi publik.
Barzelay dan Armajani, sebagaimana
dikutip oleh Yeremias T. Keban, dinyatakan adanya pergeseran dari paradigma
birokratik menuju paradigma post bureaucratic paradigm. Terdapat perbedaan yang sangat signifikan
antara paradigma birokratik dan paradigma posbirokratik seperti teperinci dalam
tabel berikut:
PARADIGMA BIROKRATIK DAN PARADIGMA POST BUREAUCRATIC
Paradigma Birokratik :
- Menekankan kepentingan publik,
efisiensi, administrasi, dan control
- Mengutamakan fungsi, otoritas, dan
struktur
- Menilai biaya dan menekankan tanggung
jawab (responsbility)
- Mengutamakan ketaatan pada aturan dan
prosedur
- Mengutamakan beroperasinya sistem-
sistem administrasi
Paradigma Pst Bureaucratic :
- Menekankan hasil yang berguna bagi
masyarakat, kualitas dan nilai, produk,
serta keterikatan
terhadap norma
- Mengutamakan misi, pelayanan, dan
hasil akhir (outcome)
- Menekankan pemberian nilai (bagi
masyarakat), membangun akuntabilitas, dan
memperkuat hubungan
kerja
- Menekankan pemahaman dan penerapan
norma-norma, identifikasi dan
pemecahan masalah
serta proses perbaikan yang berkesinambungan
- Menekankan pemisahan antara pelayanan
dan kontrol, membangun dukungan
terhadap
norma-norma, memperluas pilihan pelanggan, mendorong kegiatan
kolektif, memberikan
insentif, mengukur dan menganalisis hasil, serta
memperkaya umpan
balik
L.J.
Van Apeldoorn yang menafsirkan pengertian hukum administrasi negara sebagai
segala keseluruhan aturan yang harus diperhatikan oleh setiap pendukung
kekuasaan yang diserahi tugas pemerintahan tersebut. Jadi, dalam penafsiran
ini, L.J. Van Apeldoorn menitikberatkan hukum administrasi negara lebih pada
aturan atau norma yang mengatur kekuasaan negara itu sendiri.
Satu
hal yang harus diperhatikan sebagaimana dijelaskan di atas adalah hubungan
antara negara dan masyarakat itu hubungan yang istimewa. Karena itu,
sesungguhnya hukum administrasi negara bukan hanya merupakan seperangkat
aturan, tetapi harus mengatur pula hubungan istimewa tersebut. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Logemann dan Utrecht yang melihat dan memaknai hukum
administrasi negara sebagai seperangkat norma-norma yang menguji hubungan hukum
istimewa yang diadakan untuk memungkinkan para pejabat administrasi negara
melakukan tugas mereka yang khusus. Pendapat ini didukung oleh J.M. Baron de
Gerando yang menyatakan bahwa objek hukum administrasi adalah hal-hal yang
secara khusus mengatur hubungan timbal balik antara pemerintah dan rakyat
sehingga titik berat objek hukum administrasi negara ada pada hubungan istimewa
tersebut sehingga perlu ada dalam norma peraturan.
Pendapat
Logeman didasarkan pada kenyataan bahwa terdapat satu hubungan istimewa antara
negara dan rakyat. Secara alami, sebenarnya tidak ada hubungan di antara
keduanya. Akan tetapi, melalui norma-norma yang terbentuk, terjadilah satu
hubungan istimewa antara negara dan rakyatnya yang memungkinkan negara untuk
melakukan tindakan-tindakan yang harus dipatuhi oleh rakyat selaku warga negara
tersebut.
Pandangan
lain yang masih menitikberatkan sekumpulan norma adalah pendapat dari J.H.P.
Beltefroid yang memaknai hukum administrasi negara sebagai keseluruhan
aturan-aturan tentang cara bagaimana alat-alat pemerintahan, badan-badan
kenegaraan, dan majelis-majelis pengadilan tata usaha hendak memenuhi tugasnya.
Pandangan J.H.P. Beltefroid ini masih berlandaskan satu hubungan istimewa antara
negara dan rakyatnya. Akan tetapi, pandangan ini lebih khusus menitikberatkan
adanya jalinan di antara alat-alat pemerintah yang secara bersama dan
terkoordinasi dalam satu jalinan untuk melaksanakan tugas-tugas
konstitusionalnya. Para aparat pemerintah tersebut tentu membutuhkan satu
perangkat peraturan yang dapat memberi dasar serta arahan (driven) mengenai
tindakan apa yang seharusnya dilakukan dalam berupaya mencapai tujuan.
Penafsiran
yang menekankan sisi norma dan juga semacam manual procedure disampaikan oleh
Oppenheim. Ia memberikan penafsiran bahwa hukum administrasi negara merupakan
suatu gabungan ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi ataupun rendah
apabila badan-badan itu akan menggunakan wewenangnya yang telah diberikan kepadanya
oleh hukum tata negara. Pandangan ini tidak jauh berbeda dengan pendapat L.J.
Van Apeldoorn yang menekankan bahwa makna hukum administrasi negara lebih
diartikan sebagai guidance law yang memberi petunjuk pada lembaga-lembaga
negara mengenai bagaimana cara menggunakan kewenangan itu dalam praktik
kehidupan pemerintahan sehari-hari. Pandangan ini juga didukung oleh Sir W.
Ivor Jennings yang menyatakan bahwa hukum administrasi negara sesungguhnya
merupakan hukum yang berhubungan dengan administrasi negara. Hukum ini juga
menentukan organisasi kekuasaan dan tugas-tugas yang diemban oleh para pejabat
administrasi.
Sementara
itu, beberapa pendapat pakar tidak hanya melihat sisi norma, hubungan istimewa,
kekuasaan, atau kewenangan, tetapi melihat hukum administrasi negara dari sisi
fungsi. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Prajudi Atmosudirdjo yang
menyatakan bahwa hukum administarsi negara merupakan hukum mengenai operasi dan
pengendalian dari kekuasaan-kekuasaan administrasi atau pengawasan terhadap penguasa-penguasa
administrasi. Dalam pandangan Prayudi, hal tersebut sangat jelas bahwa
pengertian HAN lebih ditegaskan sebagai suatu perintah operasi, tetapi
sekaligus pengendalian dan pengawasan sehingga pendekatan ini lebih menekankan
sisi pendekatan manajerial suatu pemerintahan.
Rangkuman
dari perbincangan mengenai pengertian hukum administrasi negara menunjukkan
bahwa hukum administrasi negara memiliki ciri-ciri khusus yang meliputi:
1. Adanya
hubungan istimewa antara negara dan warga negara;
2. Adanya
sekumpulan norma yang mengatur kewenangan pejabat atau lembaga negara;
3. Adanya
pejabat-pejabat negara sebagai pelaksana dari perjanjian istimewa tersebut.
B. SUMBER HUKUM ADMINISTRASI
NEGARA
Pengertian
sumber hukum merupakan segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan dan tempat
kita dapat menemukan aturan tersebut. Ketentuan-ketentuan yang mengatur hukum
administrasi negara Merupakan sumber hukum administrasi negara.
Sumber
hukum formil dari hukum administrasi negara pada hakikatnya bisa dalam bentuk
tertulis, tetapi juga dapat berbentuk tidak tertulis. Secara umum, sumber hukum
formil tersebut dapat berbentuk:
1. Perundangan tertulis,
Perundangan tertulis merupakan sumber
utama bagi ketentuan dalam hukum administrasi negara. Hal ini merupakan ketentuan
yang bersifat positif dan mempunyai daya paksa yang paling kuat dibandingkan
dengan sumber hukum lainnya.
Dalam ketatanegaraan Indonesia, tata
urutan perundangan diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 yang menyusun
stratifikasi perundangan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat 1 peraturan
tersebut:
a. Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. ketetapan
majelis permusyawaratan rakyat; peraturan pemerintah;
c. undang-undang/peraturan
pemerintah pengganti undang-undang;
d. peraturan
pemerintah;
e. peraturan
presiden;
f. peraturan
daerah provinsi; dan
g. peraturan
daerah kabupaten/kota.
2. Yurisprudensi,
Sumber hukum yurisprudensi pada
dasarnya merupakan putusan dari hakim-hakim tata usaha negara yang terdahulu
dan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde), kemudian
oleh hakim yang lain digunakan sebagai dasar pertimbangan hukum untuk memutus
suatu perkara yang sama. Alasan lainnya bagi hakim yang menjadikan
yurisprudensi sebagai sumber hukum adalah alasan kepraktisan. Artinya, hakim
merasa bahwa akan lebih praktis dan mudah untuk menggunakan pertimbangan hakim
yang lalu serta telah memeriksa suatu perkara yang sama daripada hakim tersebut
bersusah payah mencari dan berusaha menemukan hukum baru sendiri. Tentu akan
lebih mudah menggunakan putusan yang sudah ada dan sudah berkekuatan hukum
tetap.
3. Kebiasaan (konvensi)
Hukum modern yang berkembang dalam
ketentuan-ketentuan normatif ternyata tidak cukup untuk mengakomodasi segala
perkembangan yang dibutuhkan dalam praktik. Oleh karena itu, kehidupan
administrasi negara secara alamiah selalu berusaha memenuhi kebutuhannya
sendiri. Salah satu pemenuhan terhadap pengaturan dalam kehidupan administrasi
negara sehari-hari adalah timbulnya kebiasaan-kebiasaan yang timbul dalam
praktik keseharian. Kebiasaan-kebiasaan ini bahkan justru mengisi hal-hal yang
selama ini tidak diatur dalam hukum administrasi negara formal.
4. Traktat/perjanjian
Luas cakupan hukum administrasi
negara saat ini tidak lagi sekadar mengatur hal-hal yang sifatnya nasional
ataupun lokal. Akan tetapi, luas cakupannya sudah mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan hubungan antara satu negara dan negara lainnya. Hal ini
sebagai konsekuensi dari globalisasi yang mendorong kerja sama antarnegara.
Bahkan, lebih dari beberapa negara secara bersama saling mengatur kerja sama di
antara mereka. Untuk itulah, salah satu sumber hukum dalam hukum administrasi
negara saat ini adalah traktat, yakni perjanjian yang dibuat antara dua negara
atau lebih yang mengatur sesuatu hal. Menjadi pertanyaan adalah bagaimana
mungkin suatu traktat dapat mengikat warga negara kedua belah negara yang
menandatangani traktat tersebut sebagai jawaban atas pertanyaan ini, yaitu
adanya satu prinsip dalam hukum internasional yang menyatakan prinsip pacta
sunt servanda. Prinsip ini mengandung pengertian bahwa setiap traktat yang
dibuat oleh dua negara atau lebih secara otomatis mengikat pula warga negara
dari negara yang menandatangani traktat tersebut. Daya ikat traktat terhadap
warga negara tersebut dapat terjadi, mengingat traktat yang dibuat oleh kedua
belah negara tersebut setelah diratifikasi diberikan bentuk hukum, baik berupa
undang-undang maupun bentuk lainnya, sesuai tingkatan hukum yang akan
digunakan. Hal tersebut sesuai ketentuan Pasal 11 UUD Negara Republik Indonesia
tahun 1945.
5. Doktrin atau pendapat ahli
Salah satu sumber dari hukum
administrasi negara yang sangat berkembang saat ini dalah doktrin, yakni
pendapat para ahli hukum terkemuka yang digunakan oleh para hakim sebagai bahan
pertimbangan dalam putusan suatu perkara yang sedang ditanganinya. Karena itu,
dapat dikatakan bahwa doktrin tersebut dapat menjadi sumber hukum sesungguhnya
melalui yurisprudensi.
C. PENGERTIAN HUKUM
ADMINISTRASI NEGARA
Penggunaan
istilah hukum administrasi Negara diketengahkan oleh Utrecht meskipun pada
mulanya menggunakan istilah hukum tata usaha Indonesia dan kemudian hukum tata
usaha Negara Indonesia. Penggunaan istilah hukum administrasi Negara tersebut
kemudian juga disepakati oleh rapat staf dosen fakultas hukum negeri seluruh
Indonesia pada Maret 1973 di Cirebon, hal itu dilandasi pemikiran bahwa istilah
tersebut lebih luas dan sesuai dengan iklim perkembangan hukum Indonesia.
Meski
demikian, penggunaan istilah hukum administrasi Negara tersebut tidaklah
bersifat mutlak, absolut ataupun final. Ini terbukti dari masih adanya
perbedaan mencolok diantara para pakar, yang sangat bergantung pada sudut
pandang dan luas wilayah yang dibicarakan dalam hukum administrasi Negara.
Perkembangan penggunaan istilah hukum administrasi Negara, hukum tata usaha
Negara, atau apapun istilah yang digunakan menunjukkan bahwa istilah tersebut
berkembang sejalan dengan perkembangan dari kehidupan bernegara itu.
Ada
beberapa pakar yang melihat hukum administrasi sebagai sekumpulan norma, salah
satunya adalah L.J. Van Apeldoorn yang menafsirkan pengertian hukum
administrasi Negara sebagai segala keseluruhan aturan yang harus diperhatikan
oleh setiap pendukung kekuasaan yang diserahi tugas pemerintahan tersebut. Inti
penafsiran ini adalah aturan atau norma yang mengatur kekuasaan Negara itu
sendiri.
Satu
hal yang harus diperhatikan sebagaimana dijelaskan di atas adalah hubungan
antara Negara dan masyarakat itu adalah hubungan yang istimewa. Karena itu
sesungguhnya hukum administrasi Negara bukan hanya merupakan seperangkat
aturan, tetapi harus mengatur pula hubungan istimewa tersebut. Sesuai dengan
pendapat Logemann dan Utrecht yang melihat dan memaknai hukum administrasi
Negara sebagai seperangkat norma-norma yang menguji hubungan hukum istimewa
yang diadakan untuk memungkinkan para pejabat administrasi Negara melakukan
tugas mereka yang khusus.
Pendapat
di atas relevan dengan apa yang dikemukakan oleh J.M. Baron de Gerando yaitu
hukum administrasi Negara adalah hal-hal yang secara khusus mengatur hubungan
timbal balik antara pemerintah dan rakyat sehingga titik berat objek hukum
administrasi Negara ada pada hubungan istimewa tersebut sehingga perlu ada
dalam norma peraturan.
Pandangan
lain yang masih menitikberatkan sekumpulan norma adalah pendapat dari J.H.P.
Beltefroid yang memaknai hukum administrasi negara sebagai keseluruhan
aturan-aturan tentang cara bagaimana alat-alat pemerintahan, badan-badan
kenegaraan, dan majelis-majelis pengadilan tata usaha hendak memenuhi tugasnya.
Pandangan J.H.P. Beltefroid ini masih berlandaskan satu hubungan istimewa
antara negara dan rakyatnya. Akan tetapi, pandangan ini lebih khusus
menitikberatkan adanya jalinan di antara alat-alat pemerintah yang secara
bersama dan terkoordinasi dalam satu jalinan untuk melaksanakan tugas-tugas
konstitusionalnya. Para aparat pemerintah tersebut tentu membutuhkan satu
perangkat peraturan yang dapat memberi dasar serta arahan (driven) mengenai
tindakan apa yang seharusnya dilakukan dalam berupaya mencapai tujuan.
Penafsiran
yang menekankan sisi norma dan juga semacam manual procedure disampaikan oleh
Oppenheim. Ia memberikan penafsiran bahwa hukum administrasi negara merupakan
suatu gabungan ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi ataupun rendah
apabila badan-badan itu akan menggunakan wewenangnya yang telah diberikan
kepadanya oleh hukum tata negara. Pandangan ini tidak jauh berbeda dengan
pendapat L.J. Van Apeldoorn yang menekankan bahwa makna hukum administrasi
negara lebih diartikan sebagai guidance law yang memberi petunjuk pada
lembaga-lembaga negara mengenai bagaimana cara menggunakan kewenangan itu dalam
praktik kehidupan pemerintahan sehari-hari. Pandangan ini juga didukung oleh
Sir W. Ivor Jennings yang menyatakan bahwa hukum administrasi negara
sesungguhnya merupakan hukum yang berhubungan dengan administrasi negara. Hukum
ini juga menentukan organisasi kekuasaan dan tugas-tugas yang diemban oleh para
pejabat administras
Sementara itu, beberapa pakar lain tidak
hanya melihat sisi norma, hubungan istimewa, kekuasaan atau kewenangan, tetapi
melihat hukum administrasi Negara dari sisi fungsi. Hal ini sebagaimana
dikemukakan oleh Prajudi Atmosudirjo yang menyatakan bahwa hukum administrasi
Negara merupakan hukum mengenai operasi dan pengendalian dari
kekuasaan-kekuasaan administrasi atau pengawasan terhadap penguasa penguasa
administrasi. Dalam pandangan Prajudi, hal tersebut sangat jelas bahwa
pengertian hukum administrasi Negara lebih ditegaskan sebagai suatu perintah
operasi, tetapi sekaligus pengendalian dan pengawasan sehingga pendekatan ini
lebih menekankan sisi pendekatan manajerial suatu pemerintahan.
Adapun Bachsan Mustofa lebih melihat hukum
administrasi Negara sebagai bagian kecil dari unsur manajerial, yakni unsur pelaku.
Hal itu sesuai dengan pernyataannya bahwa hukum administrasi Negara merupakan
suatu gabungan jabatan-jabatan yang dibentuk dan disusun secara bertingkat
serta yang diserahi tugas melakukan sebagian pekerjaan pemerintahan dalam arti
luas yang tidak diserahkan pada badan-badan pembuat undang-undang dan
badan-badan kehakiman. Bachsan lebih melihat bahwa administrasi Negara
merupakan bagian yang dikelola oleh gabungan jabatan eksekutif dan bukan yang
masuk wilayah yudikatif ataupun legislatif.
Rangkuman dari perbincangan mengenai
pengertian hukum administrasi negara menunjukkan bahwa hukum administrasi
negara memiliki ciri-ciri khusus yang meliputi:
1. Adanya
hubungan istimewa antara negara dan warga negara;
2. Adanya
sekumpulan norma yang mengatur kewenangan pejabat atau lembaga negara;
3. Adanya
pejabat-pejabat negara sebagai pelaksana dari perjanjian istimewa tersebut.
II.2. Resume Instrumen Hukum
Administrasi Negara
Operasional Hukum
Administrasi Negara
Untuk melaksanakan tugas menciptakan
kesejahteraan (bestuurzorg) tersebut, negara melakukan kegiatan utama:
(1) Membuat
peraturan (regeling)
Merupakan ciri negara hukum, yaitu semua
perilaku negara dalam penyelenggaraan pemerintahan harus didasarkan pada hukum/peraturan
perundangan.
Negara bisa disebut negara hukum (rechtstaat),
menurut HD Van Wijk dan Willem Konijbelt yang dikutip Ridwan, harus
memenuhi prinsip-prinsip dari negara hukum:
-
Pemerintah berdasarkan Undang-Undang.
-
Hak-hak asasi
-
Pembagian Kekuasaan
-
Pengawasan Lembaga Kehakiman
Pandangan negara hukum tersebut
didukung oleh seorang pakar yang bernama J.B.J.M.ten Berge, parameter yang
diajukan antara lain:
-
Asas Legalitas
-
Perlindungan Hak-Hak Asasi
-
Pemerintah terikat pada hukum
-
Monopoli paksaan pemerintah untuk menjamin penegakan
hukum
-
Pengawasan oleh hakim yang merdeka
Akan tetapi, seperti yang dikemukakan
oleh Sri Soemantri, bahwa tidak semua negara yang mempunya konstitusi disebut
negara hukum. Negara hukum yang dimaksud lebih ditekankan pada sisi jiwa atau
spirit, yakni setiap gerakan negara harus berdasarkan undang-undang yang ada.
Montesquieu menyebutnya l’ esprit des lois.
Ciri-ciri
hukum modern menurut Ulrich K Preus yang telah dikutip oleh Teubner adalah:
-
Memisahkan sisi antara
moral dan legalitas (legalitas hukum harus dipisahkan dari masalah moral, sebab
hukum harus berdiri bebas di atas berbagai moral dari masing-masing individu
yang berbeda-beda)
-
Positivitas hukum
(memberlakukan positivitas hukum yang mengikat masyarakat, harus bersumber pada
otoritas kewenangan lembaga)
Setiap peraturan mempunyai tingkatan
hierarki, sebagaimana tertuang dalam Pasal 7 ayat 1 UU No.12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan:
-
Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945
-
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
-
Undang-Undang/Peraturan pemerintah pengganti
Undang-Undang
-
Peraturan Pemerintah
-
Peraturan Presiden
-
Peraturan Daerah Provinsi
-
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
(2) Membuat keputusan (beschikking)
Prinsipnya membuat peraturan dan
membuat keputusan adalah sama-sama mengatur, tetapi sisi yang berbeda adalah
pada subtansi dan adresat (sasaran) yang dituju. Dalam peraturan lebih bersifat
abstrak karena masih kemungkinan dan dalam keputusan lebih bersifat kongkrit
karena pasti dan sudah terjadi.
(3) Melakukan
perbuatan materiil (materiele daad)
adalah
perbuatan nyata yang dilakukan pemerintah, seperti wali kota/bupati meresmikan
pembuatan atau perbaikan jalan, presiden menerima tamu, dll.
Selain tiga tugas utama di atas,
menurut Rasjid tugas-tugas negara lainnya dikelompokkan dalam:
1. Fungsi pengaturan yang lazimnya
dikenal sebagai fungsi regulasi dengan segala
bentuknya
dimaksudkan sebagai usaha untuk menciptakan kondisi yang tepat sehingga menjadi
kondusif bagi berlangsungnya berbagai aktivitas, selain terciptanya tatanan
sosial yang baik di berbagai kehidupan masyarakat.
2. Fungsi
pelayanan akan membuahkan keadilan dalam masyarakat.
Menurut pasal 2 UU
pelayanan publik, janji negara dalam memberikan pelayanan berupa:
-
Kepentingan Umum
-
Kepastian Hukum
-
Kesamaan Hak
-
Keseimbangan Hak dan Kewaiban
-
Keprofesional
-
Partisipatif
-
Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif
-
Keterbukaan
-
Akuntabilitas
-
Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan
-
Ketepatan Waktu
-
Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan
3. Fungsi pemberdayaan akan mendorong kemandirian
masyarakat dan pembangunan terciptanya kemakmuran dalam masyarakat. Dalam
fungsi pemberdayaan ini, negara berusaha menciptakan sarana dan prasarana baik
materiil maupun imateriil yang sifatnya mendukung kemandirian masyarakat.
Dalam penyelenggaran fungsi dan tugas
negara untuk menciptakan kesejahteraan rakyat, ada beberapa model/pola operasi
yang digunakan, antara lain:
-
Operasi langsung (direct operation)
Pemerintah
langsung aktif melakukan kegiatan, misal pelaksanaan program KB.
-
Pengendalian Langsung (direct control)
Langkah
pemerintah diwujudkan dalam bentuk penggunaan perizinan, lisensi, penjatahan,
dll.
-
Pengendalian tak langsung (indirect control)
Lewat peraturan perundang-undangan
yang ada, pemerintah dapat menetapkan persyaratan-persyaratan yang harus
dipenuhi untuk terlaksananya suatu kegiatan tertentu.
-
Pemengaruh Langsung (direct influence)
Intervensi yang
dilakukan dengan cara persuasive, pendekatan, ataupun nasihat agar masyarakat
mau mengikuti pemerintah.
-
Pemengaruh tak langsung (indirect influence)
Merupakan bentuk
involment yang paling ringan, tetapi tujuannya tetap untuk menggiring
masyarakat mengikuti pemerintah.
Instrumen-Instrumen
Pemerintah
A. Instrumen pemerintah menurut Muchsan,
meliputi:
1. Sarana prasarana
(manusia dan barang)
Yaitu penggunaan
aparatur kepegawaian yang dimiliki negara, baik PNS, TNI, dll.
2. Sarana Ekonomi
Adalah untuk penunjang kesejahteraan masyarakat, misal BI melepas
cadangan devisa ke pasar uang untuk mengangkat nilai mata uang rupiah.
3. Sarana Politik
Merupakan hal utama dari semua instrumen yang ada karena menentukan
arah dan tujuan negara.
4. Sarana Hukum
Merupakan
perwujudan dari sarana politik, yang bertugas untuk mengkontruksikan arah dan
proses yang harus dilakukan semua pihak demi tujuan bersama yang ditetapkan
dalam ranah politik.
5.
Sarana Kebudayaan
Merupakan
instrumen sosial untuk mempengaruhi dan menggerakkan masyarakat menuju pola
tingkah laku yang dikehendaki
B. Instrumen
pemerintah menurut Riawan Tjandra, meliputi:
Instrumen
yuridis/hukum, dikelompokkan dalam beberapa jenis hukum yang dapat digunakan
pemerintah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya:
a. Peraturan
perundang-undangan (wet en regeling) yaitu bersifat umum
hanya mengatur hal-hal pokok dan tidak detail/rinci. Dalam UU Nomor 12
Tahun 2011 dikemukakan bahwa penyusunannya terdiri dari beberapa asas antara
lain: kejelasan tujuan, kelembagaan/organ pembentuk yang tepat, kesesuaian
antara jenis dan materi muatan, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan
kehasilgunaan, kejelasan rumusan dan keterbukaan.
b. Peraturan
kebijaksanaan (beleidsregel). Dalam menjalankan tugas dan fungsi
pemerintahan sehari-hari, aparatur negara tidak hanya mengikuti ketentuan peraturan
umum pada level tingkat tinggi (diterbitkan oleh legislatif), tetapi juga
peraturan yang diterbitkan oleh eksekutif yang berupa
kebijaksanaan/undang-undang semu (pseudo wetgeving). Tiga komponen peraturan
kebijaksanaan yaitu: Komponen subjectum (dibuat oleh badan/pejabat TUN;
Komponen materi (memuat aturan umum); Komponen kewenangan.
c.
Rencana (hetplan).
Sebelum melaksanakan tugas dan fungsinya, tentu harus dimulai dengan persiapan
dengan bagian pentingnya berupa perencanaan. Rencana menurut Belifante adalah:
“……. Keseluruhan tindakan yang saling berkaitan dari tata usaha negara yang
mengupayakan terlaksananya keadaan tertentu yang tertib (teratur)”. Beberapa
kelompok perencanaan menurut De haan:
(1)
rencana informatif (informative planning), yaitu diberikan
beberapa
gambaran akibat kepada masyarakat atau
suatu rencana yang diambil.
(2) rencana indikatif (indicative planning), yaitu rencana yang lebih rinci,
tidak hanya akibat suatu rencana, tetapi juga tujuan
yang hendak dicapai dan persiapan-persiapannya.
(3)
rencana
operasional (operational planning), lebih meningkat dari dua
perencanaan sebelumnya,
karena rencana itu diikuti dengan
penyediaan sarana prasarana dan mengikat masyarakat.
(4) rencana
kontraktual (contractual planning), merupakan kesepakatan
pemerintah dengan pihak ketiga dalam pelaksanaan
kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya. Pihak ketiga bisa swasta, jabatan
negeri atau pihak asing
(5) rencana keputusan (beschikking planning), merupakan penerbitan
keputusan yang dilakukan oleh pihak administrasi tata
usaha negara dalam rangka melaksanakan peraturan guna mencapai tujuan.
(6)
rencana normatif (normative
planning), beberapa program yang
saling
bertautan tetapi secara
terintegrasi bermuara pada tujuan utama peraturan tersebut.
d.
Instrumen hukum
keperdataan. Negara mempunyai dua kedudukan yang berbeda:
(1) sebagai perwujudan badan publik, menampakkan diri dalam wujud
kekuasaan
(powerness) serta kewenangan (authority) untuk merancang,
mengatur, memerintah dan mengendalikan, untuk itu diberikan kewenangan
instrumen sanksi sebagai instrumen pemaksa.
(2) sebagai
perwujudan badan hukum swasta dan bisa disebut dengan
badan hukum perdata atau organ
perdata, dalam hal ini negara tidak memaksa namun seperti organ subjek hukum
perdata lainnya yakni manusia dan badan hukum perdata yang memiliki hak dan
kewajiban di bidang keperdataan.
Sanksi-Sanksi
Demi tercapainya tujuan kesejahteraan
masyarakat, negara diberikan satu kewenangan untuk mengenakan sanksi hukum
sebagai unsur penegak hukum berupa sanksi pidana dan sanksi perdata yang
bertujuan pemberian hukuman kepada si pelaku serta sanksi administrasi yang
bertujuan kepada pemulihan keadaan semula.
Perbedaan Sanksi
1.
Sanksi Pidana
Sasaran : Pelaku
Pelanggaran
Tujuan : Penghukuman
Prosedure : Litigasi
2.
Sanksi Perdata
Sasaran : Pelaku
Pelanggaran
Tujuan : Penghukuman
Prosedure : Litigasi
3.
Sanksi
Administrasi
Sasaran : Perbuatan yang
melanggar hukum
Tujuan : Pengembalian
kepada kondisi semula dan tertib hukum
Prosedure : Nonlitigasi
Jenis-jenis sanksi hukum yang dapat dikenakan oleh
negara dalam upaya menegakkan hukum peraturan perundang-undangan meliputi
sanksi:
1. Paksaan
pemerintah (bestuurdwang), dalam bentuk tindakan fisik/nyata berupa:
pengosongan paksa, penyitaan, penyegelan, pencabutan instalasi
2. Penarikan
kembali keputusan yang menguntungkan
3. Pengenaan
denda administrative
4. Pengenaan
uang paksa
II.3. Resume
Hukum Tentang Aparatur Negara
Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum tentang Aparatur
Negara
Teori tentang
kekuasaan Negara menurut Montesquieu:
LEGISLATIF : Kekuasaan untuk
membentuk peraturan perundang-undangan
EKSEKUTIF : Kekuasaan untuk
melaksanakan isi peraturan perundang-undangan yang dibuat Legislatif.
YUDIKATIF : Kekuasaan untuk
mengadili.
Selain dari tiga kekuasaan tersebut,
dikenal juga dengan adanya kekuasaan keempat (de vierde macht/the fourth
branch of the government) yang dikemukakan oleh Crince le Roy. Hal ini
dikarenakan tugas pemerintahan yang sangat kuat. Kekuasaan keempat itu adalah
kekuasaan yang ada pada aparatur negara.
Hal itu disebabkan fakta dan realita
dalam kehidupan negara sehari-hari, yaitu aparatur negara dalam pemerintahan
mempunyai kekuasaan berbasis pada kewenangan nyata yang dijalankan dalam
keseharian. Aparatur negara tidak hanya menjalankan kekuasaan eksekutorial
sebagaimana kekuasaan eksekutif namun juga tidak jarang menjalankan
fungsi-fungsi legislatif
Dalam praktek
keseharian para aparatur negara dengan kewenangan yang dimilikinya telah
mengeluarkan berbagai produk hukum tertentu yang mempunyai daya ikat yang kuat
dan mengatur warga negara.
Penggunaan
istilah Kekuasaan Keempat tersebut lebih banyak di istilah praktikal, sebab
banyak pula yang berpendapat bahwa kekuasaan keempat itu bukanlah aparatur
Negara namun kekuasaan yang bersumber pada media massa, Ini mengingat bahwa
pertumbuhan media massa saat ini begitu pesat sebagai institusi yang melakukan
control atas jalannya pemerintahan.
Pembagian Aparatur negara secara umum :
1.
Pejabat Negara
Dalam UU no 43 tahun 1999
tentang pegawai negeri sipil, pejabat Negara diartikan sebagai pimpinan dan
anggota lembaga tertinggi/tinggi negara sebagaimana dimaksudkan dalam UUD 1945
dan pejabat negara yang ditentukan undang-undang.
Jabatan-jabatan yang
dapat dikualifikasi sebagai pejabat negara:
1.
Presiden dan wakil
presiden
2.
Ketua, Wakil Ketua dan
Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat
- Ketua, wakil ketua dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat
- Ketua, wakil ketua, dan ketua muda dan hakim agung pada Mahkamah
Agung, serta ketua, wakil ketua dan hakim pada semua badan peradilan
- Ketua, wakil ketua dan
anggota Dewan Pertimbangan Agung
- Ketua, wakil ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan
- Menteri dan jabatan yang setingkat menteri
- Kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang
berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh
- Gubernur dan wakil gubernur
- Bupati,/wali kota dan wakil bupati/wakil wali kota
- Pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undang-undang
2. Pegawai
negeri
Dalam UU no 43 tahun 1999 tentang
pegawai negeri sipil, pegawai negeri diartikan setiap warga negara Republik
Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat
yang berwenang, dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau diserahi
tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
Pegawai negeri dibagi
menjadi:
1.
Pegawai Negeri sipil
(PNS):
a)
PNS pusat yaitu
gajinya dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja
negara;
b)
PNS daerah yaitu
gajinya dibebankan pada anggaran pendapatan dan
belanja
daerah.
2.
Anggota Tentara
Nasional Indonesia (TNI)
- Anggota Kepolisian Republik Indonesia (POLRI)
Prinsip dasar yang membedakan antara
pejabat Negara dengan pejabat lainnya adalah terdapat proses pengisiannya.
Pejabat Negara tidak berdasarkan jenjang karir seperti jabatan negeri lainnya,
namun berdasarkan pada factor politik, juga berdasarkan pemilihan seperti
pemilihan legislative (pileg), pemilihan presiden (pilpres), pemilihan kepala
daerah (pilkada), dll. Adapun syarat-syarat menjadi pejabat Negara diatur dalam
perundangan tertentu.
Fungsi aparatur adalah menjalankan
alur perintah antara aparatur yang berbasis pada strata jabatan dan
kepangkatan. Dalam Struktur kepegawaian PNS terdapat jenjang kepangkatan dan
golongan, seperti :
-
Juru muda, Ia
-
Juru muda tingkat I,
Ib
-
Juru, Ic
-
Juru tingkat I, Id
-
Pengatur muda, IIa
-
Pengatur muda tingkat
I, IIb
-
Pengatur, IIc
-
Pengatur tingkat I,
IId
-
Penata muda, IIIa
-
Penata muda tingkat I,
IIIb
-
Penata, IIIc
-
Penata tingkat I, IIId
-
Pembina, IVa
-
Pembina tingkat I, IVb
-
Pembina utama muda,
IVc
-
Pembina utama madya,
IVd
-
Pembina utama, IVe
Pengadaan Pegawai
Negeri Sipil
Proses pengadaan
pegawai negeri sipil terdiri dari beberapa kegiatan:
1.
Perencanaan
Didalam perencanaan menyangkut berbagai hal yang dipersiapkan dalam
rangka penerimaan PNS baru, termasuk juga penjadwalan kegiatan proses
inventarisasi lowongan pekerjaan dan lowongan jabatan yang telah ditetapkan
dalam formasi beserta syarat jabatannya dan penghitungan biaya yang dibutuhkan
dalam proses pengadaan PNS tersebut.
2. Pengumuman
Dalam ketentuannya, pengumuman rekrutmen harus diumumkan paling lambat
lima belas hari sebelum tanggal penerimaan lamaran dan diumumkan seluas-luasnya
melalui media massa yang tersedia, baik cetak, elektronik, dll
3 Pelamaran
Yaitu calon pelamar PNS diminta untuk membuat surat lamaran yang wajib
ditulis tangan yang ditujukan kepada pejabat pembina kepegawaian instansi
setempat disertai berkas-berkas kelengkapan, seperti: fotokopi surat tanda
tamat belajar yang telah dilegalisir, kartu tanda pencari kerja dari dinas
tenaga kerja, pasfoto menurut ukuran dan jumlah yang ditentukan.
4.
Penyaringan
Bertujuan untuk menyeleksi awal berkas lamaran yang masuk. Lamaran yang
tidak memenuhi syarat akan dikembalikan dan lamaran yang memenuhi syarat akan
diumumkan sebagai pelamar yang dapat melanjutkan tahap berikutnya.
5. Pengangkatan calon PNS
Proses pengangkatan calon PNS akan diberikan penerbitan surat keputusan
pemberian nomor identitas pegawai (NIP) kepada calon pegawai tersebut oleh
Badan Kepegawaian Negara.
6. Pengangkatan menjadi PNS
Calon PNS yang telah menerima surat keputusan sebagai CPNS dan sudah
ditetapkan nomor identitas pegawainya kemudian menjalani masa percobaan minimal
satu tahun dan maksimal dua tahun dengan menerima gaji sebagai CPNS. Setelah
masa percobaan tersebut, CPNS diwajibkan mengikuti pendidikan prajabatan yang
dibuktikan dengan surat tanda tamat pendidikan dan pelatihan prajabatan, CPNS
tersebut dapat diangkat menjadi PNS dengan syarat-syarat:
a.
Setiap unsur prestasi
kerja sekurang-kurangnya bernilai baik
b. Memenuhi syarat kesehatan jasmani dan rohani, dibuktikan dengan surat
dari tim dokter
c.
Hak Pegawai Negeri
Sipil (PNS)
Beberapa hak yang
diterima oleh PNS antara lain:
1. Gaji
yang besarannya telah ditetapkan dalam undang-undang (pasal 5 PP No 7 tahun
1977 jo PP No 11 tahun 2011)
2. Tunjangan
keluarga, bagi PNS yang telah menikah dan didaftarkan pada daftar gaji
3. Tunjangan jabatan
4. Tunjangan pangan dan tunjangan lainnya
serta pendapatan yang sah lainnya
5. Bantuan perawatan jika sakit
6. Bantuan pemakaman atau bantuan duka
(diatur dalam undang-undang)
7. Cuti: cuti tahunan, cuti bersalin, cuti
sakit, cuti besar, dll
Penilaian Kinerja PNS
Dalam melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya, akan dilaksanakan penilaian atas kinerja PNS terhadap beberapa hal:
1.
Kesetiaan
2. Prestasi kerja
3.
Tanggung jawab
4.
Ketaatan
5.
Kejujuran
6.
Kerjasama
7.
Prakarsa
8.
Kepemimpinan
BAB IV
KESIMPULAN
Pada pembahasan dalam Makalah ini
didapat definisi dan penegertian dari Hukum Administrasi Negara secara rinci
dan definisi dari hukum administrasi
negara menurut beberapa ahli serta Instrumen dari Hukum administrasi Negara.
Pembahasan Tentang Aparatur Negara
adalah juga menjadi bahasan, mengenai pembagian Kekuasaan dalam Negara,
Kategori dari Pejabat dalam Negara, serta pembahasan lebih mendalam mengenai
Aparatur Negara.
DAFTAR PUSTAKA
Inisiasi 1 , Tutorial Online , Hukum
Administrasi Negara , Universitas Terbuka , 2017
Inisiasi 2 , Tutorial Online , Hukum
Administrasi Negara , Universitas Terbuka , 2017
Inisiasi 3 , Tutorial Online , Hukum Administrasi
Negara , Universitas Terbuka , 2017
Yos Johan Utama , Hukum Administrasi Negara , BMP ADPU
4332 , Edisi 2 , 2016 , Universitas Terbuka.